Anda di halaman 1dari 19

ASUHAN KEPERAWATAN PADA Tn.

B DENGAN DIAGNOSA
MEDIS PERITONITIS

Oleh
Rifatul Kamila
19020072

PROGRAM STUDI PROFESI NERS KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN dr. SOEBANDI JEMBER
TAHUN AKADEMIK 2019/2020
Jl. dr. Soebandi No. 99 Jember, Telp/Fax. (0331) 483536
E_mail :jstikesdr.soebandi@yahoo.com,web:http://www.stikesdrsoebandi
BAB II
TINJAUAN TEORI

A. Definisi
Usus buntu adalah bagain kecil, seperti jari yang melekat pada sekum
tepat di bawah katup ileosekal. Karena proses pengosongan kedalam usus besar
tidak efisien dan lumen yang kecil, maka rentan untuk terhambat dan rentan
terhadap infeksi (apendisitis). Usus buntu yang terhalang dapat menjadi radang
dan edema dan akhirnya terisi dengan nanah.Ini adalah yang paling penyebab
umum dari peradangan akut pada kuadran kanan bawah dari rongga perut
(Brunner & Suddarth’s, 2013).
Apendisitis adalah peradangan yang terjadi pada apendiks (ujung seperti
jari-jari kecil sepanjang kurang lebih 10 cm, melekat pada sekum tepat di bawah
katup ileosekal), disebabkan oleh bakteri, dicetuskan oleh sumbatan lumen seperti
fekalit, tumor appendiks dan cacing askaris (UNIMUS).
Apendisitis adalah peradangan pada apendiks vermiformis. Apendisitis
akut adalah penyebab paling umum inflamasi akut pada kuadran kanan bawah
rongga abdomen, penyebab paling umum untuk bedah abdomen darurat
(Smeltzer, 2001). Apendisitis adalah kondisi dimana infeksi terjadi di umbai
cacing (MN Hasya, 2012).

B. Etiologi
Berbagai hal dapat berperan sebagai faktor pencetus apendisitis.Sumbatan
lumen apendiks merupakan faktor yang diajukan sebagai faktor pencetus
disamping hiperplasia jaringan limfe, fekalit, tumor apendiks, dan cacing askaris
dapat pula menyebabkan sumbatan. Penyebab lain yang diduga dapat
menimbulkan apendisitis adalah erosi mukosa apendiks karena parasit seperti E.
histolytica (Sjamsuhidajat, De Jong, 2004 dalam USU).
Apendisitis adalah infeksi dari bakteri.Hal yang berperan sebagai
penyebabnya adalah obstruksi lumen apendiks sebagai faktor presipitasi,
kebiasaan makan-makanan rendah serat dan pengaruh konstipasi, erosi mukosa
apendiks karena parasit (Sjamsuhidayat, 2004 dalam UNIMUS).
Penelitian epidemiologi menunjukkan peran kebiasaan makan makanan
rendah serat dan pengaruh konstipasi terhadap timbulnya apendisitis. Konstipasi
akan menaikkan tekanan
intrasekal, yang berakibat timbulnya sumbatan fungsional apendiks dan
meningkatnya pertumbuhan kuman flora kolon biasa. Semuanya ini akan
mempermudah timbulnya apendisitis akut (Sjamsuhidajat, De Jong, 2004 dalam
USU).

C. Manifestasi klinis
Menurut Diane C. Baughman (2000), tanda dan gejala apendisitis yaitu :
1. Demam derajat rendah (Pireksia)
2. Takikardia
3. Mual
4. Muntah
5. Nyeri kuadran bawah (nyeri abdomen periumbilikal)
D. Anatomi Fisiologi

Apendiks biasanya disebut juga sebagai umbai cacing, yaitu organ yang
berbentuk tabung, panjangnya kira-kira 10 cm dan berpangkal di
sekum.Lumennya sempit dibagian proximal dan melebar dibagian
distal.Walaupun dikatakan non fungsional namun apendiks menghasilkan lendir 1
– 2 ml per hari.Lendir itu secara normal akan dicurahkan ke dalam lumen dan
selanjutnya mengalir ke sekum. Hambatan aliran lendir ke muara apendiks
tampaknya berperan pada patogenesis apenditis. ( R. Sjamsuhidajat, wim de jong,
1998 ).

8 2

3
7 4

5
9
6
E. Klasifikasi
Apendisitis dibagi menjadi dua, yaitu :
1. Apendisitis akut
Apendisitis akut merupakan keadaan akut abdomen yang memerlukan
pembedahan segera untuk mencegah komplikasi yang lebih buruk jika telah
terjadi perforasi, maka komplikasi dapat terjadi seperti peritonitis umum,
terjadinya abses dan komplikasi pasca operasi seperti fistula dan infeksi luka
operasi (Jaffe & Berger, 2005).Gejala khas pada apendisitis akut yaitu :
a. Radang mendadak umbai cacing yang memberikan tanda setempat,
disertai maupun tidak disertai rangsang peritonium lokal.
b. Nyerisamar-samar dan tumpul yang merupakan nyeri viseral didaerah
epigastrium disekitar umbilikus.
c. Mual dan muntah.
d. Nafsu makan menurun.
e. Dalam beberapa jam nyeri akan berpindahke titik McBurney.
f. Bila dilakukan penekanan kemudian dilepaskan pada titik McBurney
maka pasien apendisitis akut akan merasa sangat nyeri.
g. Nyeri dirasakan lebih tajam dan lebih jelas letaknyasehingga merupakan
nyeri somatik setempat.
h. Kadang tidak ada nyeri epigastrum, tetapi terdapat konstipasi sehingga
penderita seperti memerlukan obat pencahar.
Klasifikasi apendisitis akut :
a. Apendisitis akut simple
Peradangan baru terjadi di mukosa dan sub mukosa. Gejalanya yaitu :
1) Nyeri di daerah umbilikus
2) Mual
3) Muntah
4) Anoreksia
5) Malaise
6) Demam ringan.
b. Apendisitis supuratif
Ditandai dengan rangsangan peritoneum lokal seperti nyeri tekan, nyeri
lepas di titik McBurney, defans muskuler dan nyeri pada gerak aktif dan
pasif.
c. Apendisitis akut gangrenosa
Didapatkan tanda-tanda supuratif, apendiks mengalami gangren pada
bagian tertentu.Dinding apendiks berwarna ungu, hijau keabuan atau
merah kehitaman.
1) Apendisitis infiltrate
Apendisitis infiltrate merupakan proses radang apendiks yang
penyebarannya dapat dibatasi oleh omentum, usus halus, seum, kolon
dan peritoneum sehingga membentuk gumpalan massa flegmon yang
melekat erat satu dengan yang lainnya.
2) Apendisitis abses
Terjadi bila massa lokal yang terbentuk berisi nanah.
3) Apendisitis perforasi
Merupakan pecahnya apendiks yang sudah gangren yang
menyebabkan pus masuk ke dalam rongga perut sehingga terjadi
peritonitis umum.
2. Apendisitis kronis
Apendisitis kronis merupakan nyeri perut kanan bawah lebih dari 2
minggu atau terjadi secara menahun.Prevalensi hanya 1-5%.Diagnosis
apendisitis kronis sulit ditegakkan.Patologi anatomi digunakan untuk
menegakkan apendisitis kronis karena diagnosis sebelum operasi sangat sulit
ditetapkan (Smink & Soybel, 2005). Diagnosis apendisitis kronis baru dapat
ditegakkan jika ditemukan adanya :
a. Riwayat nyeri perut kanan bawah lebih dari 2 minggu
b. radang kronik apendiks secara makroskopik dan mikroskopik. Kriteria
mikroskopik apendisitis kronikadalah :
1) Fibrosis menyeluruh dinding apendiks
2) Sumbatan parsial atau total lumen apendiks
3) Adanya jaringan parut dan ulkus lama dimukosa
4) Adanyasel inflamasi kronik.
F. Pathway

Idiopatik Makan tak teratur Kerja fisik yang keras

Massa keras feses

Obstruksi lumen

Suplay aliran darah


menurun, Mukosa
terkikis

 Perforasi Peradangan pada apendiks Distensi


 abses abdomen
 Peritonitis

Nyeri Menekan
gaster

Appendiktomy Pembatasan intake Peningkatan


cairan produksi HCL

Insisi bedah
Mual, Muntah
Nyeri Resiko Perdarahan
Akut Resiko
Ketidakseimbangan
Cairan
G. Patofisiologi
Apendisitis biasanya disebabkan oleh penyumbatan lumen apendiks oleh
hiperplasia folikel limfoid, fekalit, benda asing, striktur karena fibrosis akibat
peradangan sebelumnya, atau neoplasma.Obstruksi tersebut menyebabkan mukus
yang diproduksi mukosa mengalami bendungan.Semakin lama mukus tersebut
semakin banyak, namun elastisitas dinding apendiks mempunyai keterbatasan
sehingga menyebabkan peningkatan tekanan intralumen. Tekanan yang
meningkat tersebut akan menghambat aliran limfe yang m0engakibatkan edema,
diapedesis bakteri, dan ulserasi mukosa. Pada saat inilah terjadi apendisitis akut
lokal yang ditandai oleh nyeri epigastrium.
Bila sekresi mukus terus berlanjut, tekanan akan terus meningkat. Hal
tersebut akan menyebkan obstruksi vena, edema bertambah, dan bakteri akan
menembus dinding. Peradangan yang timbul meluas dan mengenai peritoneum
setempat sehingga menimbulkan nyeri didaerah kanan bawah.Keadaan inidisebut
apendisitis supuratif akut. Bila kemudian aliran arteri terganggu akan terjadi
infark dinding apendiks yang diikuti dengan gangren. Stadium ini disebut dengan
apendisitis gangrenosa. Bila dinding yang telah rapuh itu pecah, akan terjadi
apendisitis perforasi.
Bila semua proses diatas berjalan lambat, omentum dan usus yang
berdekatan akan bergerak kearah apendiks hingga timbul suatu massa lokal yang
disebut infiltrate apendikularis. Peradangan pada apendiks tersebut dapat menjadi
abses atau menghilang.Pada anak-anak, kerena omentum lebih pendek dan
apendiks lebih panjang, maka dinding apendiks lebih tipis.Keadaan tersebut
ditambah dengan daya tahan tubuh yang masih kurang sehingga memudahkan
terjadinya perforasi. Sedangkan pada orang tua, perforasi mudah terjadi karena
telah ada gangguan pembuluh darah (Mansjoer, 2000)
H. Komplikasi

Komplikasi utama apendisitis adalah perforasi apendiksyang dapat


berkembang menjadi peritonitisatau abses.Insidens perforasiadalah 10% sampai
32%.Insidens lebih tinggi pada anak kecil dan lansia.Perforasisecara umum terjadi
24 jam setelah awitan nyeri. Gejala mencakup demam dengan suhu 37,0C atau
lebih tinggi, penampilan toksik, dan nyeri atau nyeri tekan abdomen yang kontinyu
(Smeltzer C.Suzanne, 2002).
I. Pemeriksaan penunjang
1. Uji psoas dan uji obturator
Pemeriksaan ini dilakukan juga untuk mengetahui letak apendiks
yang meradang.Uji psoas dilakukan dengan rangsangan otot psoas mayor
lewat hiperekstensi sendi panggul kanan, kemudian paha kanan ditahan.
Bila apendiks yang meradang menempel pada m.psoas mayor, maka
tindakan tersebut akan menimbulkan nyeri. Sedangkan pada uji obturator
dilakukan gerakan fleksi dan andorotasi sendi panggul pada posisi
terlentang. Bila apendiks yang meradang kontak dengan m.obturator
internus yang merupakan dinding panggul kecil, maka tindakan ini akan
menimbulkan nyeri. Pemeriksaan ini dilakukan pada apendisitis pelvika
(Akhyar Yayan, 2008 ).
2. Laboratorium
Terdiri dari pemeriksaan darah lengkap dan test protein reaktif
(CRP). Pada pemeriksaan darah lengkap ditemukan jumlah leukosit
antara 10.000-20.000/ml (leukositosis) dan neutrofil diatas
75%.Sedangkan pada CRP ditemukan jumlah serum yang meningkat.
3. Radiologi
Terdiri dari pemeriksaan ultrasonografidan CT-scan.Pada
pemeriksaan ultrasonografiditemukan bagian memanjang pada tempat
yang terjadi inflamasi pada apendiks.Sedangkan pada pemeriksaan CT-
scanditemukan bagian menyilang dengan apendikalitserta perluasan dari
apendiksyang mengalami inflamasi serta pelebaran sekum.
J. Penatalaksanaan
Pembedahan diindikasikan bila diagnosa apendisitistelah ditegakkan.
Antibiotik dan cairan IV diberikan serta pasien diminta untuk membatasi
aktivitas fisik sampai pembedahan dilakukan ( akhyar yayan,2008 ).
Analgetik dapat diberikan setelah diagnosa
ditegakkan.Apendiktomi(pembedahan untuk mengangkat apendiks) dilakukan
sesegera mungkin untuk menurunkan resiko perforasi. Apendiktomidapat
dilakukan dibawah anestesi umum umum atau spinal, secara terbuka ataupun
dengan caralaparoskopiyang merupakan metode terbaru yang sangat efektif.
Bila apendiktomiterbuka, insisi Mc.Burneybanyak dipilih oleh para ahli
bedah.Pada penderita yang diagnosisnya tidak jelas sebaiknya dilakukan
observasi dulu.Pemeriksaan laboratorium dan ultrasonografi bisa dilakukan
bila dalam observasi masih terdapat keraguan. Bila terdapat laparoskop,
tindakan laparoskopi diagnostikpada kasus meragukan dapat segera
menentukan akan dilakukan operasi atau tidak (Smeltzer C. Suzanne, 2002).

K. Diagnosis Keperawatan
1. Resiko Perdarahan
2. Resiko Ketidakseimbangan Cairan
3. Nyeri Akut
1.9 ASKEP secara TEORI
1. Pengkajian
a. Identitas Klien
1) Nama
2) Tempat/tanggal lahir
3) Agama
4) Pendidikan dan pekerjaan
5) Alamat
6) Tanggal masuk.
b. Pengkajian Primer
1) Airway : Kepatenan jalan nafas, ada tidaknya hambatan jalan nafas
2) Breathing : Keadekuatan ventilasi, adanya perubahan pola
pernafasan.
3) Circulation : Pengisian kapiler yang lama, nadi lemah, TD menurun,
kukit dingin, pucat, atau sianosis.
4) Disability : Derajat kesadaran dan bagaimana tingkat nyeri klien
Riwayat Kesehatan
1) Riwayat kesehatan sekarang
a) Adanya keluhan nyeri Abdomen, kelemahan
b) Terjadi penurunan kesadaran
c) Tampak gelisah dan iritabilitas
2) Riwayat kesehatan lalu
Adanya riwayat penyakit Apendisitis
3) Riwayat kesehatan keluarga
Adanya keluarga yang menderita penyakit Apendisitis
4) Pola persepsi kesehatan.
- Apakah pernah mengalami penyakit apendisitis sebelumnya dan
belum diangkat ?
- Adakah riwayat apendisitis dalam keluarga
- Bagaimana pasien mengobati penyakit yang dideritanya ?
5) Pola nutrisi metabolik.
a. Bagaimana pola makan
b. Kebersihan rongga mulut dan mukosa mulut
c. Mual, muntah, anoreksia
d. Makananan kurang serat dan kurang cairan
6) Pola eliminasi.
a. Apakah ada penurunan frekuensi urin
b. Bagaimana kebiasaan BAK dan BAB ?
c. Apakah ada konstipasi pada awitan awal
d. Apakah ada diare ?
e. Sering menahan BAB
7) Pada aktivitas dan latihan.
a. Apakah ada sakit pada ekstremitas
b. Apakah ada rasa lemah ?
c. Aktivitas menurun
8) Pola istirahat dan tidur.
a. Apakah malam hari sering terbangun ?
b. Jam berapa biasanya tidur
9) Pola persepsi kognitif.
a. Apakah ada keluhan nyeri ?
b. Apakah ada perubahan suhu ?
c. Apakah tanggapan pasien tentang penyakitnya ?
d. Apakah ada demam ?
e. Adakah nyeri tekan pada abdomen ?
II. Diagnosa Keperawatan Prioritas
1. Nyeri Akut b/d Agen pecedera Fisiologis (mis. Inflamasi, iskemia,
neoplasma)
2. Resiko Ketidakseimbangan Cairan b/d Obstruksi intestinal
3. Resiko Perdarahan b/d Tindakan Pembedahan
1. Intervensi keperawatan

Rencana keperawatan
N Diagnosis
Tujuan Kriteria hasil Intervensi
o
1. Nyeri Akut Setelah L.08066 Tingkat nyeri I.08238 Manajemen nyeri
dilakukan 1. Keluhan nyeri 1. Identifikasi lokasi, krakteristik, durasi,
tindakan menurun frekunsi, kualitas, intensitas nyeri
keperawatan 2. Anoreksia menurun 2. Identifikasi sklaa nyeri
selama 7 3. Meringis menurun 3. Identifikasi faktor yang memperberat
jam sekali di 4. Frekunsi nadi membaik dan memperingan nyeri
harapkan 4. Jelaskan strategi meredakan nyeri
nyeri pasien 5. Kolaborasi menggunkaan analgetik, jika
L.08063 Kontrol kontrol
berkurang perlu
nyeri
atau hilang
1. Melaporkan nyeri
I.08242 Pemantauan nyeri
terkontrol meningkat
1. Monitor kualitas nyeri
2. Kemampuan
2. Monitor lokasi dan penyebaran nyeri
mengenali penyebab
3. Monitor intensitas nyeri dan
nyeri meningkat
menggunkan skala
3. Kemampuan
4. Monitor frekunsi nyeri
menggunakan tehnik
non- farmakologi
I.08245 Perawatan kenyamanan
4. Keluhan nyeri
1. Berikan posisi yang nyaman
menurun
2. Ciptakaan lingkungan yang nyaman
3. Berikan kompres dingin dan hangat
L.05045 Pola tidur
4. Ajarkan terapi relaksasi
1. Keluhan sulit tidur
5. Kolaborasi pemberian analgesik,
menurun
antipruritus, jika perlu
2. Keluhan sering terjaga
menurun
3. Istirahat tidak cukup
mebaik

2. Resiko Setelah L.03020 Keseimbangan 1.03098 Manajemen Cairan


Ketidakseim dilakukan Cairan 1. Monitor status hidrasi
bangan tindakan 1. Asupan Cairan 2. Monitor berat badan harian
Cairan keperawatan meningkat 3. Monitor berat badan sebelum dan
selama 7 2. Kelembaban membran sesudah dialisis
jam sekali di mukosa meningkat 4. Monitor hasil pemeriksaan laboratorium
harapkan 3. Asupan makanan 5. Catat intake-Output dan hitung
pasien Meningkat balanscairan 24 jam
membaik 4. Dehidrasi menurun 6. Berikan asupan cairan sesuai kebutuhan

I.03121 Pemantauan cairan


L.03028 Status Cairan
1. Monitor frekunsi dan kekuatan nadi
1. Turgor Kulit
2. Monitor Frekuensi nafas
Meningkat
3. Monitor tekanan darah
2. Membran Mukosa
4. Monitor berat badan
membaik
5. Monitor jumlah, warna dan berat jenis
3. Output Urine
urine
meningkat
6. Monitor intake dan output cairan

L.03030 Status Nutrisi


1. Verbalisasi keinginan
untuk meningkatkan
nutrisi Meningkat
2. Pengetahuan tentang
pilihan makanan yang
sehat meningkat
3. Pengetahuan tentang
pilihan minuman yang
sehat meningkat
4. Pengetahuan Tentang
Standar asupan nutrisi
yang tepat meningkat
3. Resiko Setelah L.02017 Tingkat 1.02067 Pencegahan Pendarahan
Perdarahan dilakukan Perdarahan 1. Monitor tanda dan gejala perdarahan
tindakan 1. Kelembaban membran 2. Monitor nilai hematorik/hemoglobin
keperawatan mukosa meningkat sebelum dan setelah kehilangan darah
selama 7 2. Kelembaban kulit 3. Pertahankan bed rest selama perdarahan
jam sekali di kognitif meningkat 4. Batasi tindakan invasif jika perlu
harapkan 3. Distensi Abdomen
pasien menurun
membaik 4. Perdarahan Pasca
operasi menurun

L.14128 Kontrol Risiko


1. Kemampuan Mencari
informasi tentang
faktor resiko
meningkat
2. Kemampuan
mengidentifikasi faktor
risiko meningkat
3. Kemampuan
mengubah perilaku
meningkat
L.14130 Penyembuhan
Luka
1. Penyatuan kulit
meningkat
2. Penyatuan tepi luka
meningkat
3. Nyeri menurun
DAFTAR PUSTAKA

Brunner & Suddarth, (2013). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Edisi 8 volume
2. Jakarta EGC.

Smeltzer & Bare. (2001). Buku AjarKeperawatan Medikal-Bedah Brunner


&Suddarth Vol 2. Jakarta : EGC

Sjamsuhidajat, R., dan De Jong, W., 2004. Neoplasia.Dalam: Sjamsuhidajat, R., dan
De Jong, W., ed. Buku Ajar Ilmu Bedah. Jakarta : EGC

Baughman, Diane C, 2000, Keperawatan Medikal Bedah: Buku Saku Untuk Brunner
dan Suddart, alih bahasa oleh Yasmin Asih, EGC, Jakarta.

Jaffe Bernard M., Berger David H. 2005.The AppendixIn : BrunicardiF.


Charles,Andersen Dana K., Billiar Timothy R, Dunn David L, Hunter
John G, PollockRaphael E.Schwartz’s Principles Of Surgery. 8thed. New
York : The Mc Graw-Hill Companies.

Mansjoer, A (2000)Kapita Selekta Kedokteran jilid I. Jakarta: Media Aesculapius.

Anda mungkin juga menyukai