Anda di halaman 1dari 34

KATA PENGANTAR

Dengan memanjatkan puji syukur kehadirat Tuhan yang Maha


Esa karena berkat rahmat dan hidayah-Nya penulis dapat
menyelesaikan makalah ini.

Penulis menyadari sepenuhnya akan kekurangan dan


keterbatasan dalam makalah ini, maka dengan segala kerendahan
dan keikhlasan hati penulis mengharap kritik dan saran yang
membangun sehingga dapat melengkapi kesempurnaan makalah ini.

Banyak pihak yang telah turut memberikan motivasi dan


bantuan serta bimbingan yang penulis terima selama proses
penulisan makalah ini..

Semoga Tuhan yang Maha Esa memberikan kekuatan dan


melimpahkan segala rahmat dan hidayah-Nya atas segala yang telah
kita lakukan.

Akhir kata penulis berharap semoga makalah ini bisa


memberikan manfaat bagi penulis khususnya maupun pembaca
pada umumnya,amiin.

Mataram,10 september 2019

Penulis
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Keselamatan dan kesehatan kerja dewasa ini
merupakan istilah yang yang sangat populer. Bahkan di dalam
dunia industri istilah tersebut lebih dikenal dengan singkatan
K3 yang artinya keselamatan, dan kesehatan kerja. Menurut
Milyandra (2009) Istilah ‘keselamatan dan kesehatan kerja’,
dapat dipandang mempunyai dua sisi pengertian. Pengertian
yang pertama mengandung arti sebagai suatu pendekatan
pendekatan ilmiah (scientific approach) dan disisi lain
mempunyai pengertian sebagai suatu terapan atau suatu
program yang mempunyai tujuan tertentu. Karena itu
keselamatan dan kesehatan kerja dapat digolongkan sebagai
suatu ilmu terapan (applied science). Keselamatan dan
Kesehatan Kerja sebagai suatu program didasari pendekatan
ilmiah dalam upaya mencegah atau memperkecil terjadinya
bahaya (hazard) dan risiko (risk) terjadinya penyakit dan
kecelakaan, maupun kerugian-kerugian lainya yang mungkin
terjadi. Jadi dapat dikatakan bahwa Keselamatan dan
Kesehatan Kerja adalah suatu pendekatan ilmiah dan praktis
dalam mengatasi potensi bahaya dan risiko kesehatan dan
keselamatan yang mungkin terjadi.( Rijanto, 2010 ).
Terjadinya kecelakaan kerja tentu saja menjadikan
masalah yang besar bagi kelangsungan suatu usaha.
Kerugian yang diderita tidak hanya berupa kerugian materi
yang cukup besar namun lebih dari itu adalah timbulnya
korban jiwa yang tidak sedikit jumlanya. Kehilangan sumber
daya manusia ini merupakan kerugian yang sangat besar
karena manusia adalah satu-satunya sumber daya yang tidak
dapat digantikan oleh teknologi apapun. Setiap tahun di dunia
terjadi 270 juta kecelakaan kerja, 160 juta pekerja menderita
penyakit akibat kerja, kematian 2.2 juta dan kerugian finansial
sebesar 1.25 triliun USD. Sedangkan di Indonesia menurut
data PT. Jamsostek (Persero) dalam periode 2002-2005
terjadi lebih dari 300 ribu kecelakaan kerja, 5000 kematian,
500 cacat tetap dan konpensasi lebih dari Rp. 550 milyar.
Konpensasi ini adalah sebagian dari kerugian langsung
dan 7.5 juta pekerja sektor formal yang aktif sebagai peserta
Jamsostek. Diperkirakan kerugian tidak langsung dari seluruh
sektor formal lebih dari Rp. 2 triliun, dimana sebagian besar
merupakan kerugian dunia usaha.(DK3N,2007). Melihat
angka-angka tersebut tentu saja bukan suatu hal yang
membanggakan, akan tetapi hendaklah dapat menjadi pemicu
bagi dunia usaha dan kita semua untuk bersama-sama
mencegah dan mengendalikannya. Upaya pencegahan dan
pengendalian bahaya kerja yang dapat menyebabkan
terjadinya kecelakaan dan penyakit akibat kerja dapat
dilakukan dengan penerapan Keselamatan dan Kesehatan
Kerja di tempat kerja.
Secara keilmuan K3, didefinisikan sebagai ilmu dan
penerapan teknologi tentang pencegahan kecelakaan kerja
dan penyakit akibat kerja. Dari aspek hukum K3 merupakan
kumpulan peraturan perundang-undangan yang mengatur
tentang perlindungan keselamatan dan kesehatan kerja.
Melalui peraturan yang jelas dan sanksi yang tegas,
perlindungan K3 dapat ditegakkan, untuk itu diperlukan
peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang K3.
Bahkan ditingkat internasionalpun telah disepakati adanya
konvensi-konvensi yang mengatur tentang K3 secara
universal sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan
dan teknologi, baik yang dikeluarkan oleh organisasi dunia
seperti ILO, WHO, maupun tingkat regional. Ditinjau dari
aspek ekonomis, dengan menerapkan K3, maka tingkat
kecelakaan akan menurun, sehingga kompensasi terhadap
kecelakaan juga menurun, dan biaya tenaga kerja dapat
berkurang. Sejalan dengan itu, K3 yang efektif akan dapat
meningkatkan produktivitas kerja sehingga dapat
meningkatkan hasil produksi. Hal ini pada gilirannya kemudian
dapat mendorong semua tempat kerja/industri maupun
tempat-tempat umum merasakan perlunya dan memiliki
budaya K3 untuk diterapkan disetiap tempat dan waktu,
sehingga K3 menjadi salah satu budaya industrial.
Dengan melaksanakan K3 akan terwujud perlindungan
terhadap tenaga kerja dari risiko kecelakaan kerja dan
penyakit akibat kerja yang dapat terjadi pada waktu
melakukan pekerjaan di tempat kerja. Dengan
dilaksanakannya perlindungan K3, diharapkan akan tercipta
tempat kerja yang aman, nyaman, sehat dan tenaga kerja
yang produktif, sehingga akan meningkatkan produktivitas
kerja dan produktivitas perusahaan. Dengan demikian K3
sangat besar peranannya dalam upaya meningkatkan
produktivitas perusahaan, terutama dapat mencegah korban
manusia.
Dengan demikian untuk mewujudkan K3 perlu
dilaksanakan dengan perencanaan dan pertimbangan yang
tepat, dan salah satu kunci keberhasilannya terletak pada
peran serta pekerja sendiri baik sebagai subyek maupun
obyek perlindungan dimaksud dengan memperhatikan
banyaknya risiko yang diperoleh.
Manajemen risiko menuntut tidak hanya keterlibatan
pihak manajemen tetapi juga komitmen manajemen dan
seluruh pihak yang terkait. Pada konsep ini, bahaya sebagai
sumber kecelakaan kerja harus harus teridentifikasi, kemudian
diadakan perhitungan dan prioritas terhadap risiko dari
bahaya tersebut dan terakhir adalah pengontrolan risiko.
Ditahap pengontrolan risiko, peran manajemen sangat penting
karena pengontrolan risiko membutuhkan ketersediaan semua
sumber daya yang dimiliki , karena pihak manajemen yang
sanggup memenuhi ketersediaan ini. Semua konsep-konsep
utama tersebut semakin menyadarkan akan pentingnya
kebutuhan pengelolaan K3 dalam bentuk manajemen yang
sistematis dan mendasar. Integrasi ini diawali dengan
kebijakan untuk mengelola K3 menerapkan suatu sistem
manajemen kesehatan dan keselamatam kerja. Sesuai
dengan isi dalam makalah ini, maka kami mengambil judul
“Konsep Dasar K3, Hazard dan pengendaliannya” untuk
makalah ini.
B. Tujuan
a. Tujuan Umum
Mahasiswa mampu mengetahui tentang Konsep Dasar K3,
Hazard dan Pengendaliannya
b. Tujuan khusus
Dengan penyusunan makalah ini, mahasiswa diharapkan:
 Mampu memahami dan mngetahui tentang konsep
dasar K3
 Mampu memahami dan mngetahui tentang Hazard
dan Pengendaliannya

BAB II
PEMBAHASAN

A. Konsep Dasar K3
1. Sejarah Perkembangan K3
a. ZAMAN PRA-SEJARAH
Pada zaman batu dan goa (Paleolithic dan Neolithic)
dimana manusia yang hidup pada zaman ini telah mulai
membuat kapak dan tombak yang mudah untuk
digunakan serta tidak membahayakan bagi mereka
saat digunakan. Disain tombak dan kapak yang mereka
buat umumnya mempunyai bentuk yang lebh besar
proporsinya pada mata kapak atau ujung ombak. Hal
ini adalah untuk menggunakan kapak atau tombak
tersebut tidak memerlukan tenaga yang besar karena
dengan sedikit ayunan momentum yang dihasilkan
cukup besar. Disain yang mengecil pada pegangan
dimaksudkan untuk tidak membahayakan bagi pemakai
saat mengayunkan kapak tersebut.
b. ZAMAN BANGSA BABYLONIA (DINASTI SUMMERIA)
DI IRAK.
Pada era ini masyarakat sudah mencoba membuat
sarung kapak agar aman dan tidak membahayakan
bagi orang yang membawanya. Pada masa ini
masyarakat sudah mengenal berbagai macam
peralatan yang digunakan untuk membantu pekerjaan
mereka. Dan semakin berkembang setelah
ditemukannya tembaga dan suasa sekitar 3000-2500
BC. Pada tahun 3400 BC masyarakat sudah mengenal
konstruksi dengan menggunakan batubata yang dibuat
proses pengeringan oleh sinar matahari. Pada era ini
masyarakat sudah membangunan saluran air dari batu
sebagai fasilitas sanitasi. Pada tahun 2000 BC muncul
suatu peraturan “Hammurabi” yang menjadi dasar
adanya kompensasi asuransi bagi pekerja.
c. ZAMAN MESIR KUNO
Pada masa ini terutama pada masa berkuasanya
Fir’aun banyak sekali dilakukan pekerjaan-pekerjaan
raksasa yang melibatkan banyak orang sebagai tenaga
kerja. Pada tahun 1500 BC khususnya pada masa Raja
Ramses II dilakukan pekerjaan pembangunan terusan
dari Mediterania ke Laut Merah. Disamping itu Raja
Ramses II juga meminta para pekerja untuk
membangun “temple” Rameuseum. Untuk menjaga
agar pekerjaannya lancar Raja Ramses II menyediakan
tabib serta pelayan untuk menjaga kesehatan para
pekerjanya.
d. ZAMAN YUNANI KUNO
Pada zaman romawi kuno tokoh yang paling terkenal
adalah Hippocrates. Hippocrates berhasil menemukan
adanya penyakit tetanus pada awak kapal yang
ditumpanginya.
e. ZAMAN ROMAWI
Para ahli seperti Lecretius, Martial, dan Vritivius mulai
memperkenalkan adanya gangguan kesehatan yang
diakibatkan karena adanya paparan bahan-bahan
toksik dari lingkungan kerja seperti timbal dan sulfur.
Pada masa pemerintahan Jendral Aleksander Yang
Agung sudah dilakukan pelayanan kesehatan bagi
angkatan perang.
f. ABAD PERTENGAHAN
Pada abad pertengahan sudah diberlakukan
pembayaran terhadap pekerja yang mengalami
kecelakaan sehingga menyebabkan cacat atau
meninggal. Masyarakat pekerja sudah mengenal akan
bahaya vapour di lingkungan kerja sehingga
disyaratkan bagi pekerja yang bekerja pada lingkungan
yang mengandung vapour harus menggunakan
masker.
g. ABAD KE-16
Salah satu tokoh yang terkenal pada masa ini adalah
Phillipus Aureolus Theophrastus Bombastus von
Hoheinheim atau yang kemudian lebih dikenal dengan
sebutan Paracelsus mulai memperkenalkan penyakit-
penyakit akibat kerja terutama yang dialama oleh
pekerja tambang. Pada era ini seorang ahli yang
bernama Agricola dalam bukunya De Re Metallica
bahkan sudah mulai melakukan upaya pengendalian
bahaya timbal di pertambangan dengan menerapkan
prinsip ventilasi.
h. ABAD KE-18
Pada masa ini ada seorang ahli bernama Bernardino
Ramazzini (1664 – 1714) dari Universitas Modena di
Italia, menulis dalam bukunya yang terkenal :
Discourse on the diseases of workers, (buku klasik ini
masih sering dijadikan referensi oleh para ahli K3
sampai sekarang). Ramazzini melihat bahwa dokter-
dokter pada masa itu jarang yang melihat hubungan
antara pekerjaan dan penyakit, sehingga ada kalimat
yang selalu diingat pada saat dia mendiagnosa
seseorang yaitu “ What is Your occupation ?”.
Ramazzini melihat bahwa ada dua faktor besar yang
menyebabkan penyakit akibat kerja, yaitu bahaya yang
ada dalam bahan-bahan yang digunakan ketika bekerja
dan adanya gerakan-gerakan janggal yang dilakukan
oleh para pekerja ketika bekerja (ergonomic factors)
i. ERA REVOLUSI INDUSTRI (TRADITIONAL
INDUSTRIALIZATION)
Pada era ini hal-hal yang turut mempengaruhi
perkembangan K3 adalah :
 Penggantian tenaga hewan dengan mesin-
mesin seperti mesin uap yang baru ditemukan
sebagai sumber energi.
 Penggunaan mesin-mesin yang menggantikan
tenaga manusia
 Pengenalan metode-metode baru dalam
pengolahan bahan baku (khususnya bidang
industri kimia dan logam).
 Pengorganisasian pekerjaan dalam cakupan
yang lebih besar berkembangnya industri yang
ditopang oleh penggunaan mesin-mesin baru.
 Perkembangan teknologi ini menyebabkan mulai
muncul penyakit-penyakit yang berhubungan
dengan pemajanan karbon dari bahan-bahan
sisa pembakaran
j. ERA INDUSTRIALISASI (MODERN
IDUSTRIALIZATION)
Sejak era revolusi industri di ata samapai dengan
pertengahan abad 20 maka penggnaan teknologi
semakin berkembang sehingga K3 juga mengikuti
perkembangan ini. Perkembangan pembuatan alat
pelindung diri, safety devices. dan interlock dan alat-
alat pengaman lainnya juga turut berkembang.
k. ERA MANAJEMEN DAN MANJEMEN K3
Perkembangan era manajemen modern dimulai sejak
tahun 1950-an hingga sekaran. Perkembangan ini
dimulai dengan teori Heinrich (1941) yang meneliti
penyebabpenyebab kecelakaan bahwa umumnya
(85%) terjadi karena faktor manusia (unsafe act) dan
faktor kondisi kerja yang tidak aman (unsafe condition).
Pada era ini berkembang system automasi pada
pekerjaan untuk mengatasi masalah sulitnya
melakukan perbaikan terhadap faktor manusia. Namun
system otomasi menimbulkan masalah-masalah
manusiawi yang akhirnya berdampak kepada
kelancaran pekerjaan karena adanya blok-blok
pekerjaan dan tidak terintegrasinya masing-masing unit
pekerjaan. Sejalan dengan itu Frank Bird dari
International Loss Control Institute (ILCI) pada tahun
1972 mengemukakan teori Loss Causation Model yang
menyatakan bahwa factor manajemen merupakan latar
belakang penyebab yang menyebabkan terjadinya
kecelakaan. Berdasarkan perkembangan tersebut serta
adanya kasus kecelakaan di Bhopal tahun 1984,
akhirnya pada akhir abad 20 berkembanglah suatu
konsep keterpaduan system manajemen K3 yang
berorientasi pada koordinasi dan efisiensi penggunaan
sumber daya. Keterpaduan semua unit-unit kerja
seperti safety, health dan masalah lingkungan dalam
suatu system manajemen juga menuntut adanya
kualitas yang terjamin baik dari aspek input proses dan
output. Hal ini ditunjukkan dengan munculnya standar-
standar internasional seperti ISO 9000, ISO 14000 dan
ISO 18000.
l. ERA MENDATANG
Perkembangan K3 pada masa yang akan datang tidak
hanya difokuskan pada permasalahan K3 yang ada
sebatas di lingkungan industri dan pekerja.
Perkembangan K3 mulai menyentuh aspek-aspek yang
sifatnya publik atau untuk masyarakat luas. Penerapan
aspek-aspek K3 mulai menyentuh segala sektor
aktifitas kehidupan dan lebih bertujuan untuk menjaga
harkat dan martabat manusia serta penerapan hak
asazi manusia demi terwujudnya kualitas hidup yang
tinggi. Upaya ini tentu saja lebih bayak berorientasi
kepada aspek perilaku manusia yang merupakan
perwujudan aspek-aspek K3.

 Sejarah Perkembangan K3 di Indonesia


Seperti halnya dengan perkembangan K3 dinegara-
negara maju lainnya. Perkembangan K3 di Indonesia tidak
diketahui secara pasti kapan tepatnya. Kemajuan-kemajuan
yang dicapai di eropa sangat dirasakan sejak timbulnya
revolusi industri, nemun perkembangan K3 sesungguhnya
baru dirasakan (terjadi) bebrapa tahun setelah Negara kita
merdeka yaitu pada saat munculnya Undang-Undang Kerja
dan Undang-Undang Kecelakaan, meskipun permulaannya
belum berlaku, namun telah memuat pokok-pokok tentang K3.
Selanjutnya oleh Departemen Perburuhan pada tahun
1967 didirikan lembaga Kesehatan Buruh yang kemudian
pada tahun 1965 berubah menjadi Lembaga Keselamatan
dan Kesehatan Buruh.
Pada tahun 1966 didirikan Lembaga igiene Perusahaan
dan Kesehatan Kerja di Departemen Tenaga Kerja, dan Dinas
Higiene Perusahaan/Sanitasi umum dan Dinas Kesehatan
Tenaga Kerja di Departemen Kesehatan. Disamping itu juga
tumbuh organisasi swasta yaitu Yayasan Higiene Perusahaan
yang berkedudukan di Surabaya.
Untuk selanjutnya organisasi Hiperkes (Higiene
Perusahaan dan Kesehatan Kerja) yang ada dipemerintah
dari tahun-ketahun selalu mengalami perubahan-perubahan
dengan nama sebagai berikut:
1. Pada tahun 1969 berubah menjadi Lembaga Nasional
Higiene Perusahaan dan Kesehatan Kerja
2. Pada tahun 1978 berubah menjadi pusat Higiene
Perusahaan, Kesehatan dan Keselamatan Kerja
(Hiperkes).
3. Pada tahun 1983 berubah lagi menjadi Pusat Higiene
Perusahaan dan Kesehatan Kerja
4. Pada tahun 1988 berubah menjadi pusat Pelayanan
Ergonomi, Kesehatan dan Keselamatan Kerja.
5. Pada tahun 1993 berubah lagi menjadi Pusat Higiene
Perusahaan, Kesehatan dan Keselamatan Kerja.
Jadi jelas bahwa perkembangan K3 di Indonesia
berjalan bersama-sama dengan pengembangan kesehatan
kerja yaitu selain melalui institusi, juga dilakukan melalui
upaya-upaya penerbitas buku-buku, majalah, leaflet K3,
spanduk-spanduk, poster dan disebabarluaskan ke Seluruh
Indonesia. Kegiatan lain adalah seminar K3, konvensi,
lokakarya, bimbingan terapan K3 diadakan secara berkala
dan terus menerus.
Organisasi K3 adalah Asosiasi Hiperkes dan
Keselamatan Kerja (AHKKI) yang memiliki cabang diseluruh
Provinsi Wilayah NKRI dengan pusat di Jakarta.
Program pndidikan keahlian K3 dilaksanakan baik
dalam bentuk mata kuliah pendidikan formal yang diberikan
pada beberapa jurusan di Perguruan Tinggi, juga diberikan
dalam bentuk In formasl berupa kursus-kursus keahlian K3.
dan salah satu keahlian yang berkembang di tahun 2004
adalah HIMU = Higiene Industri Muda.
Dari segi peraturan perundang-uandang yang berlaku,
yaitu perundangan yang menyangkut K3 yang terdapat dalam
Undang-Undang No.1 tahun 1970, Peraturan Menteri dan
Surat edaran telah banyak diterbitkan.

A. Pengertian K3
Kesehatan dan keselamatan kerja (K3) adalah ilmu
terapan yang bersifat multi disiplin, bidang yang terkait
dengan kesehatan, keselamatan, dan kesejahteraan manusia
yang bekerja di sebuah institusi maupun lokasi proyek.
Menurut America Society of safety and Engineering (ASSE)
K3 diartikan sebagai bidang kegiatan yang ditujukan untuk
mencegah semua jenis kecelakaan yang ada kaitannya
dengan lingkungan dan situasi kerja.
Pengertian K3 menurut undang-undang No.1 tahun 1970
(1) adalah upaya dan pemikiran dalam menjamin keutuhan
dan kesempurnaan jasmani dan rohani manusia pada
umumnya dan pekerja pada khususnya serta hasil karya
budaya 12 dalam rangka menuju masyarakat adil dan makmur
berdasarkan pancasila.
Menurut Undang-Undang Pokok Kesehatan RI No. 9
Tahun 1960, BAB I pasal 2, Kesehatan kerja adalah suatu
kondisi kesehatan yang bertujuan agar masyarakat pekerja
memperoleh derajat kesehatan setinggi-tingginya, baik
jasmani, rohani, maupun sosial, dengan usaha pencegahan
dan pengobatan terhadap penyakit atau gangguan kesehatan
yang disebabkan oleh pekerjaan dan lingkungan kerja
maupun penyakit umum. Selain pendapat diatas, ada
beberapa ahli yang mendefinisikan tentang kesehatan yaitu
Parkins (1938) mendefinisikan bahwa kesehatan adalah suatu
keadaan seimbang yang dinamis antara bentuk dan fungsi
tubuh dan berbagai faktor yang berusaha mempengaruhinya.
Hal yang sama diutarakan oleh sedangkan Pepkin’s
(1978)menguraikan bahwa sehat adalah suatu keadaan
keseimbangan yang dinamis antara bentuk tubuh dan fungsi
yang dapat mengadakan penyesuaian, sehingga dapat
mengatasi gangguan dari luar. Sedangkan menurut White
(1977) menjelaskan bahwa sehat adalah suatu keadaan
dimana seseorang pada waktu diperiksa tidak mempunyai
keluhan apapun atau tidak ada tanda – tanda suatu penyakit
dan kelainan.Kondisi kesehatan pekerja haruslah menjadi
perhatain karena pekerja adalah penggerak atau aset
perusahaan konstruksi. Jadi kondisi fisik harus maksimal dan
sehat agar tidak mengganggu proses kerja seperti pernyataan
ILO/WHO (1995) bahwa kesehatan kerja adalah suatu upaya
untuk mempertahankan dan meningkatkan derajat
kesejahtaraan fisik, mental dan sosial yang setinggi-tingginya
bagi pekerja di semua jabatan, pencegahan penyimpangan
kesehatan diantara pekerja yang disebabkan oleh 11kondisi
pekerjaan, perlindungan pekerja dalam pekerjaannya dari
risiko akibat faktor yang merugikan kesehatan, penempatan
dan pemeliharaan pekerja dalam suatu lingkungan kerja yang
diadaptasikan dengan kapabilitas fisiologi dan psikologi; dan
diringkaskan sebagai adaptasi pekerjaan kepada manusia dan
setiap manusia kepada jabatannya. Suma’mur (1976)
memberikan definisi kesehatan kerja sebagai:
“Spesialisasidalam ilmu kesehatan/kedokteran beserta
prakteknya yang bertujuan agar pekerja/masyarakat pekerja
memperoleh derajat kesehatan setinggi- tingginya, baik fisik
atau mental maupun sosial dengan kesehatan yang
diakibatkan faktor-faktor pekerjaan dan lingkungan kerja serta
terhadap penyakit-penyakit umum”.Kesehatan kerja adalah
suatu kondisi kesehatan yang bertujuan agar masyarakat
pekerja memperoleh derajat kesehatan setinggi-tingginya,
baik jasmani, rohani, maupun sosial, dengan usaha
pencegahan dan pengobatan terhadap penyakit atau
gangguan kesehatan yang disebabkan oleh pekerjaan dan
lingkungan kerja maupun penyakit umum. Kesehatan dalam
ruang lingkup kesehatan, keselamatan, dan keamanan kerja
tidak hanya diartikan sebagai suatu keadaan bebas dari
penyakit. Menurut Undang-Undang Pokok Kesehatan RI No. 9
Tahun 1960, Bab I pasal 2, keadaan sehat diartikan sebagai
kesempurnaan keadaan jasmani, rohani, dan kemasyarakatan
(Slamet, 2012). Mia (2011) menyatakan bahwa kesehatan
kerja disamping mempelajari faktorfaktor pada pekerjaan yang
dapat mengakibatkan manusia menderita penyakit akibat
kerja (occupational disease) maupun penyakit yang
berhubungan dengan pekerjaannya (work-related disease)
juga berupaya untuk mengembangkan berbagai cara atau
pendekatan untuk pencegahannya, bahkan berupaya juga
dalam meningkatkan kesehatan (health promotion) pada
manusia pekerja tersebut.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia Keselamatan
dan Kesehatan Kerja adalah suatu kondisi kerja yang
terbebas dari ancaman bahaya yang mengganggu proses
aktivitas dan mengakibatkan terjadinya cedera, penyakit,
kerusakan harta benda, serta gangguan lingkungan. OHSAS
18001:2007 mendefinisikan Keselamatan dan Kesehatan
Kerja sebagai kondisi dan faktor yang mempengaruhi atau
akan mempengaruhi keselamatan dan kesehatan pekerja
(termasuk pekerja kontrak dan kontraktor), tamu atau orang
lain di tempat kerja. Dari definisi keselamatan dan kesehatan
kerja di atas serta definisi Keselamatan dan Kesehatan Kerja
menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia dan OHSAS dapat
disimpulkan bahwa Keselamatan dan Kesehatan Kerja adalah
suatu program yang menjamin keselamatan dan kesehatan
pegawai di tempat kerjaMangkunegara (2002) menyatakan
bahwa keselamatan dan kesehatan kerja difilosofikan sebagai
suatu pemikiran dan upaya untuk menjamin keutuhan dan
kesempurnaan baik jasmani maupun rohani tenaga kerja pada
khususnya dan manusiapada umumnya, hasil karya dan
budayanya menuju masyarakat makmur dan sejahtera.
Sedangkan pengertian secara keilmuan adalah suatu ilmu
pengetahuan dan penerapannya dalam usaha mencegah
kemungkinan terjadinya kecelakaan dan penyakit akibat kerja.
Keselamatan dan kesehatan kerja tidak dapat dipisahkan
dengan proses produksi baik jasa maupun industry.
Keselamatan dan Kesehatan Kerja merupakan satu upaya
pelindungan yang diajukan kepada semua potensi yang dapat
menimbulkan bahaya. Hal tersebut bertujuan agar tenaga
kerja dan orang lain yang ada di tempat kerja selalu dalam
keadaan selamat dan sehat serta semua sumber produksi
dapat digunakan secara aman dan efisien (Suma’mur,
2006). Menurut Ridley (1983) yang dikutip oleh Boby
Shiantosia (2000), mengartikan Kesehatan dan Keselamatan
Kerja adalah suatu kondisi dalam pekerjaan yang sehat dan
aman baik itu bagi pekerjaannya, perusahaan maupun bagi
masyarakat dan lingkungan sekitar pabrik atau tempat kerja
tersebut. Sama halnya dengan Jackson (1999), menjelaskan
bahwa Kesehatan dan Keselamatan Kerja menunjukkan
kepada kondisikondisi fisiologis-fisikal dan psikologis tenaga
kerja yang diakibatkan oleh lingkungan kerja yang disediakan
oleh perusahaan. Keselamatan dan kesehatan kerja
merupakan instrumen yang memproteksi pekerja,
perusahaan, lingkungan hidup, dan ma-syarakat sekitar dari
bahaya akibat kecelakaan kerja. Perlindungan tersebut
merupakan hak asasi yang wajib dipenuhi oleh perusahaan.
K3 bertujuan mencegah, mengurangi, bahkan menihilkan
risiko kecelakaan kerja (zero accident). Penerapan konsep ini
tidak boleh dianggap sebagai upaya pencegahan kecelakaan
kerja dan penyakit akibat kerja yang menghabiskan banyak
biaya (cost) perusahaan, melainkan harus dianggap sebagai
bentuk investasi jangka panjang yang memberi keuntungan
yang berlimpah pada masa yang akan datang (Prasetyo,
2009).Keselamatan dan kesehatan kerja pada dasarnya
mencari dan mengungkapkan kelemahan yang
memungkinkan terjadinya kecelakaan.
Secara umum keselamatan kerja dapat dikatakan sebagai
ilmu dan penerapannya yang berkaitan dengan mesin,
pesawat, alat kerja, bahan dan proses pengolahannya,
landasan tempat kerja dan lingkungan kerja serta cara
melakukan pekerjaan guna menjamin keselamatan tenaga
kerja dan aset perusahaan agar terhindar dari kecelakaan dan
kerugian lainnya. Keselamatan kerja juga meliputi penyediaan
APD, perawatan mesin dan pengaturan jam kerja yang
manusiawi.
Dalam K3 juga dikenal istilah Kesehatan Kerja, yaitu :
suatu ilmu yang penerapannya untuk meningkatkan kulitas
hidup tenaga kerja melalui peningkatan kesehatan,
pencegahan Penyakit Akibat Kerja meliputi pemeriksaan
kesehatan, pengobatan dan pemberian makan dan minum
bergizi.
Istilah lainnya adalah Ergonomy yang merupakan
keilmuan dan aplikasinya dalam hal sistem dan desain kerja,
keserasian manusia dan pekerjaannya, pencegahan
kelelahan guna tercapainya pelakasanaan pekerjaan secara
baik.
Kesehatan dan Keselamatan Kerja adalah sarana utama
untuk mencegah kecelakaan kerja, baik kecelakaan yang
mengakibatkan kerugian yang bersifat langsung ataupun tidak
langsung. Adapun kecelakaan yang bersifat langsung dapat
berupa luka ringan (memar, lecet, pendarahan ringan dan lain-
lain) ataupun luka berat (luka tebuka, putus jari, pendarahan
berat dan lain-lain) dan kematian sedangkan kerugian yang
bersifat tidak langsung dapat berupa kerusakan mesin, proses
produksi terhenti, kerusakan pada lingkungan dan biaya yang
cukup besar yang harus dikeluarkan perusahaan akibat dari
kecelakaan kerja.
1. Subdisiplin/Cabang Keilmuan
Menurut Joint Committee of OHS dari ILO dan WHO bahwa
subkeilmuan besar dari K3 adalah :
a. Kesehatan Kerja (occupational Health) : kedokteran kerja,
toksikologi industri, epid, kesehatan kerja, promosi
kesehatan kerja
b. Keselamatan Kerja (safety) : savety enginering, risk
management, public safetu dll.
Sub disiplin ilmu dari K3 yang menggunakan kedua
keilmuan besar tersebut adalah ergonomi dan ilmu perilaku.
Praktek K3 (keselamatan kesehatan kerja) meliputi
pencegahan, pemberian sanksi, dan kompensasi, juga
penyembuhan luka dan perawatan untuk pekerja dan
menyediakan perawatan kesehatan dan cuti sakit. K3 terkait
mdengan ilmu kesehatan kerja, teknik keselamatan, teknik
industri, kimia, fisika kesehatan, psikologi organisasi dan
industri, ergonomika, dan psikologi kesehatan kerja.
2. Tujuan dan Komponen K3
Tujuan K3 adalah untuk mengamankan sistem kerja dan
menjaga well being pekerja agar kegiatan pekerjaan dapat
berlangsung dengan baik, memelihara kesehatan dan
keselamatan lingkungan kerja. K3 juga melindungi rekan
kerja, keluarga pekerja, konsumen, dan orang lain yang juga
mungkin terpengaruh kondisi lingkungan kerja, meningkatkan
kesejahteraan dan kenerja, menjamin kesehatan dan
keselamatan orang lain dalam lingkungan kerja,
mengamankan sumber polutan, menyehatkan lingkungan
kerja dan mengefisienkan kegiatan
Kesehatan dan keselamatan kerja cukup penting bagi
moral, legalitas, dan finansial. Semua organisasi memiliki
kewajiban untuk memastikan bahwa pekerja dan orang lain
yang terlibat tetap berada dalam kondisi aman sepanjang
waktu.
Komponen K3 yang perlu diperhatikan, yaitu: Karakteristik
pekerjaan/kegiatan (jenis, ruang lingkup, lamanya kegiatan,
tingkat kegiatan), pengorganisasian dan manajemen
pekerjaan, bahan dan alat yang digunakan melaksanakan
kegiatan, karakteristik manusia yang melaksanakan kegiatan.

Dalam K3 ada tiga norma yang selalu harus dipahami, yaitu :


a. Aturan berkaitan dengan keselamatan dan kesehtan
kerja
b. Di terapkan untuk melindungi tenaga kerja
c. Resiko kecelakaan dan penyakit akibat kerja.
Sasaran dari K3 adalah :
a. Menjamin keselamatan operator dan orang lain
b. Menjamin penggunaan peralatan aman dioperasikan
c. menjamin proses produksi aman dan lancar.

Tapi dalam pelaksaannya banyak ditemui habatan


dalam penerapan K3 dalam dunia pekerja, hal ini terjadi
karena beberapa faktor yaitu :

Dari sisi masyarakat pekerja

 Tuntutan pekerja masih pada kebutuhan dasar (upah dan


tunjangan kesehatan/kesejahtraan)
 K3 belum menjadi tuntutan pekerja

Dari sisi pengusaha


 Pengusaha lebih menekankan penghematan biaya produksi
dan meningkatkan efisiensi untuk mendapatkan keuntungan
sebesar-besarnya. dan K3 dipandang sebagai beban dalam
hal biaya operasional tambahan

Metode yang ada dalam keilmuan K3 ada 4:


1. Identifikasi bahaya

2. Analisis

3. Evaluasi

4. Pengendalian

B. Hazard dan Pengendaliannnya


1. Pengertian Hazard ( Bahaya)
Bahaya atau hazard merupakan segala hal atau
sesuatu yang menpunyai kemungkinan mengakibatkan
kerugian baik pada harta benda, lingkungan, maupun
manusia (Budiono, 2003).
Menurut Suardi (2005), bahaya adalah sesuatu yang
berpotensi menjadi penyebab kerusakan. Ini dapat mencakup
substansi, proses kerja dan atau aspek lainnya dari
lingkungan kerja.
Bahaya (hazard) adalah suatu keadaan yang dapat
mengakibatkan cidera (injury) atau kerusakan (damage) baik
manusia, properti dan Setiap kegiatan yang dilakukan tidak
ada satupun yang bebas dari resiko yang ditimbulkan dari
bahaya, demikian pula kegiatan yang dilakukan di industri
yang dalam proses produksinya menggunakan proses kimia.
Proses kimia pada industri memberikan potensi bahaya yang
besar, potensi bahaya yang ditimbulkan disebabkan antara
lain: penggunaan bahan baku, tingkat reaktivitas dan toksitas
tinggi, reaksi kimia, temperatur tinggi, tekanan tinggi, dan
jumlah dari bahan yang digunakan. Potensi bahaya yang
ditimbulkan diperlukan upaya untuk meminimalkan terhadap
risiko yang diterima apabila terjadi kecelakaan (Baktiyar,
2009). Mengingat potensi bahaya yang besar pada industri
yang menggunakan proses kimia, maka diperlukan upaya
pengendalian, sehingga resiko yang ditimbulkan pada batas-
batas yang dapat diterima melalui Risk Assessment.
lingkungan (Baktiyar, 2009)
2. Komponen Bahaya
 Karakteristik material
 Bentuk material
 Hubungan pemajanan dan efek
 Jalannnya pemajanan dari proses individu
 Kondisi dan frekuensi penggunaan
 Tingkah laku pekerja
3. Jenis-Jenis Hazard
Berdasarkan karakteristik dampak yang diakibatkan oleh
suatu jeni bahaya maka jenis bahaya dapat dikelompokan
menjadi 2 yaitu bahaya kesehatan kerja dan bahaya
keselamatan kerja. Bahaya Kesehatan kerja dapat berupa
bahaya fisisk, kimia, biologi dan bahaya berkaitan dengan
ergonomi, berdampak kepada kesehatan dan kenyamanan
kerja, misalnya penyakit akibat kerja, pemajanan terjadi pada
waktu lama dan pada konsentrasi rendah, Bahaya
keselamatan (safety hazard) fokus pada keselamatan
manusia yang terlibat dalam proses, peralatan, dan teknologi.
Dampak safety hazard bersifat akut, konsekuensi tinggi, dan
probabilitas untuk terjadi rendah. Bahaya keselamatan (Safety
hazard) dapat menimbulkan dampak cidera, kebakaran, dan
segala kondisi yang dapat menyebabkan kecelakaan di
tempat kerja.
Jenis-jenis safety hazard, antara lain :
a. Mechanical Hazard, bahaya yang terdapat pada benda
atau proses yang bergerak yang dapat menimbulkan
dampak, seperti tertusuk, terpotong, terjepit, tergores,
terbentur, dan lain-lain.
b. Electrical Hazard, merupakan bahaya yang berasal
dari arus listrik.
c. Chemical Hazard, bahaya bahan kimia baik dalam
bentuk gas, cair, dan padat yang mempunyai sifat
mudah terbakar, mudah meledak, dan korosif.

Bahaya kesehatan (health hazard) fokus pada kesehatan


manusia.Bahaya Keselamatan kerja dapat berupa bahaya
fisik, kimia, bahaya berkaitan dengan ergonomi,
psikososial, elektrik, berdampak pada keselamatan kerja,
misalnya cedera, kebakaran, ledekan, pemajanan terjadi
pada waktu singkat.

 Hazard fisik, misalnya yang berkaitan dengan peralatan


seperti bahaya listrik, temperatur ekstrim, kelembaban,
kebisingan, kebisingan, radiasi, pencahayaan, getaran, dan
lain-lain.
 Hazard Kimia ialah kecederaan akibat sentuhan dan terhidu
bahan kimia.Contohnya bahan-bahan kimia seperti asid,
alkali, gas, pelarut, simen, getah sintetik, gentian kaca,
pelekat antiseptik, aerosol, insektisida, dan lain-lain.. Bahan-
bahan kimia tersebut merbahaya dan perlu diambil langkah -
langkah keselamatan apabila mengendalinya.
 Hazard biologi, misalnya yang berkaitan dengan mahluk hidup
yang berada di lingkungan kerja seperti virus, bakteri,
tanaman, burung, binatang yang dapat menginfeksi atau
memberikan reaksi negative kepada manusia.
 Hazard psikososial, misalnya yang berkaitan aspek sosial
psikologis maupun organisasi pada pekerjaan dan
lingkungan kerja yang dapat memberi dampak pada aspek
fisik dan mental pekrja. Seperti misalnya pola kerja yang tak
beraturan, waktu kerja yang diluar waktu normal, beban kerja
yang melebihi kapasitas mental, tugas yang tidak berfariasi,
suasana lingkungan kerja yang terpisah atau terlalu ramai dll
sebagainya
 Hazard ergonomi yang termasuk didalam kategori ini antara
lain desain tempat kerja yang tidak sesuai, postur tubuh yang
salah saat melakukan aktifitas, desain pekerjaan yang
dilakukan, pergerakan yang berulang-ulang
 Hazard Mekanis, semua jenis bahaya yang berasal dari
benda-benda bergerak atau bersifat mekanis. Contoh : mesin-
mesin pemotong, bahaya getaran.
4. Pengendalian Bahaya
a. Eliminasi/penghilangan
b. Substansi/mengganti material yang lebih aman
c. Minimalisasi/pengurangan jumlah material yang
digunakan
d. Enginering/disain/baik pada sumber, pemajanan,
pemisahan jarak waktu, pemisahan lokasi pekerja
dengan pekerjaan
e. Administrasi : perubahan proses, rotasi kerja
f. Pelatihan
g. Pemberian alat pelindung diri/ APD
h. Prinsip Management Risiko

Manajemen risiko mulai diperkenalkan di bidang


keselamatan dan kesehatan kerja pada era tahun 1980-
an setelah berkembangnya teori accident model dari ILCI
dan juga semakin maraknya isu lingkungan dan
kesehatan. Manajemen risiko bertujuan untuk minimisasi
kerugian dan meningkatkan kesempatan ataupun peluang.
Bila dilihat terjadinya kerugian dengan teori accident
model dari ILCI, maka manajemen risiko dapat memotong
mata rantai kejadian kerugian tersebut, sehingga efek
dominonya tidak akan terjadi. Pada dasarnya manajemen
risiko bersifat pencegahan terhadap terjadinya kerugian
maupun ‘accident’.

Ruang lingkup proses manajemen risiko terdiri dari:


penentuan konteks kegiatan yang akan dikelola risikonya,
identifikasi risiko, analisis risiko, evaluasi risiko,
pengendalian risiko, pemantauan dan telaah ulang,
koordinasi dan komunikasi.

Pelaksanaan manajemen risiko haruslah menjadi bagian


integral dari pelaksanaan sistem manajemen perusahaan/
organisasi. Proses manajemen risiko Ini merupakan salah
satu langkah yang dapat dilakukan untuk terciptanya
perbaikan berkelanjutan (continuous improvement). Proses
manajemen risiko juga sering dikaitkan dengan proses
pengambilan keputusan dalam sebuah organisasi.

Manajemen risiko adalah metode yang tersusun secara


logis dan sistematis dari suatu rangkaian kegiatan:
penetapan konteks, identifikasi, analisa, evaluasi,
pengendalian serta komunikasi risiko. Proses ini dapat
diterapkan di semua tingkatan kegiatan, jabatan, proyek,
produk ataupun asset. Manajemen risiko dapat
memberikan manfaat optimal jika diterapkan sejak awal
kegiatan. Walaupun demikian manajemen risiko seringkali
dilakukan pada tahap pelaksanaan ataupun operasional
kegiatan.

Terdapat empat prasyarat utama manajemen resiko, yaitu


1. Kebijakan Manajemen Risik
Eksekutif organisasi harus dapat mendefinisikan
dan membuktikan kebenaran dari kebijakan
manajemen risikonya, termasuk tujuannya untuk
apa, dan komitmennya. Kebijakan manjemen risiko
harus relevan dengan konteks strategi dan tujuan
organisasi, objektif dan sesuai dengan sifat dasar
bisnis (organisasi) tersebut. Manejemen akan
memastikan bahwa kebijakan tersebut dapat
dimengerti, dapat diimplementasikan di setiap
tingkatan organisasi

2. Perencanaan Dan Pengelolaan Hasil


a. Komitmen Manajemen; Organisasi harus dapat
memastikan bahwa: sistem manejemen risiko
telah dapat dilaksanakan, dan telah sesuai
dengan standar dan hasil/ performa dari sistem
manajemen risiko dilaporkan ke manajemen
organisasi, agar dapat digunakan dalam
meninjau (review) dan sebagai dasar (acuan)
dalam pengambilan keputusan.
b. Tanggung jawab dan kewenangan; Tanggung
jawab, kekuasaan dan hubungan antar anggota
yang dapat menunjukkan dan membedakan
fungsi kerja didalam manajemen risiko harus
terdokumentasikan khususnya untuk hal-hal
sebagai berikut: tindakan pencegahan atau
pengurangan efek dari risiko. pengendalian yang
akan dilakukan agar faktor risiko tetap pada
batas yang masih dapat diterima, pencatatan
faktor-faktor yang berhubungan dengan kegiatan
manajemen risiko, rekomendasi solusi sesuai
cara yang telah ditentukan, memeriksa validitas
implementasi solusi yang ada dan komunikasi
dan konsultasi secara internal dan eksternal.
c. Sumber Daya Manusia; Organisasi harus dapat
mengidentifikasikan persyaratan kompetensi
sumber daya manusia (SDM) yang diperlukan.
Oleh karena itu untuk meningkatkan kualifikasi
SDM perlu untuk mengikuti pelatihan-pelatihan
yang relevan dengan pekerjaannya seperti
pelatihan manajerial, dan lain sebagainya.

d. Implementasi Program
Sejumlah langkah perlu dilakukan agar
implementasi sistem manajemen risiko dapat
berjalan secara efektif pada sebuah
organisasi. Langkah-langkah yang akan
dilakukan tergantung pada filosofi, budaya dan
struktur dari organisasi tersebut.
3. Tinjauan Manajemen
Tinjauan sistem manajemen risiko pada tahap yang
spesifik, harus dapat memastikan kesesuaian
kegiatan manajemen risiko yang sedang dilakukan
dengan standar yang digunakan dan dengan tahap-
tahap berikutnya.
Manajemen risiko adalah bagian yang tidak
terpisahkan dari manajemen proses. Manajemen
risiko adalah bagian dari proses kegiatan didalam
organisasi dan pelaksananya terdiri dari mutlidisiplin
keilmuan dan latar belakang, manajemen risiko
adalah proses yang berjalan terus menerus.

Elemen utama dari proses manajemen risiko:

a. Penetapan tujuan; Menetapkan strategi, kebijakan


organisasi dan ruang lingkup manajemen risiko yang
akan dilakukan.
b. dentifkasi risiko; Mengidentifikasi apa, mengapa dan
bagaimana faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya
risiko untuk analisis lebih lanjut.
c. Analisis risiko; Dilakukan dengan menentukan
tingkatan probabilitas dan konsekuensi yang akan
terjadi. Kemudian ditentukan tingkatan risiko yang ada
dengan mengalikan kedua variabel tersebut
(probabilitas X konsekuensi).
d. Evaluasi risiko; Membandingkan tingkat risiko yang ada
dengan kriteria standar. Setelah itu tingkatan risiko
yang ada untuk beberapa hazards dibuat tingkatan
prioritas manajemennya. Jika tingkat risiko ditetapkan
rendah, maka risiko tersebut masuk ke dalam kategori
yang dapat diterima dan mungkin hanya memerlukan
pemantauan saja tanpa harus melakukan
pengendalian.
e. Pengendalian risiko; Melakukan penurunan derajat
probabilitas dan konsekuensi yang ada dengan
menggunakan berbagai alternatif metode, bisa dengan
transfer risiko, dan lain-lain.
f. Monitor dan Review; Monitor dan review terhadap hasil
sistem manajemen risiko yang dilakukan serta
mengidentifikasi perubahan-perubahan yang perlu
dilakukan.
g. Komunikasi dan konsultasi; Komunikasi dan konsultasi
dengan pengambil keputusan internal dan eksternal
untuk tindak lanjut dari hasil manajemen risiko yang
dilakukan
Manajemen risiko dapat diterapkan di setiap level di
organisasi. Manajemen risiko dapat diterapkan di level
strategis dan level operasional. Manajemen risiko juga
dapat diterapkan pada proyek yang spesifik, untuk
membantu proses pengambilan keputusan ataupun untuk
pengelolaan daerah dengan risiko yang spesifik.

Beberapa Istilah Penting Dalam Manajemen Risiko

1. Konsekuensi

Akibat dari suatu kejadian yang dinyatakan secara


kualitatif atau kuantitatif, berupa kerugian, sakit,
cedera, keadaan merugikan atau menguntungkan.
Bisa juga berupa rentangan akibat-akibat yang
mungkin terjadi dan berhubungan dengan suatu
kejadian.

2. Biaya

Dari suatu kegiatan, baik langsung dan tidak


langsung, meliputi berbagai dampak negatif,
termasuk uang, waktu, tenaga kerja, gangguan,
nama baik, politik dan kerugian-kerugian lain yang
tidak dinyatakan secara jelas.
3. Kejadian

Suatu peristiwa (insiden) atau situasi, yang terjadi


pada tempat tertentu selama interval waktu
tertentu.

4. Analisis Urutan Kejadian

Suatu teknik yang menggambarkan rentangan


kemungkinan dan rangkaian akibat yang bisa
timbul dari proses suatu kejadian.

5. Analisis Urutan Kesalahan

Suatu metode sistem teknik untuk menunjukkan


kombinasi-kombinasi yang logis dari berbagai
keadaan sistem dan penyebab-penyebab yang
mungkin bisa berkontribusi terhadap kejadian
tertentu (disebut kejadian puncak).

6. Frekuensi

Ukuran angka dari peristiwa suatu kejadian yang


dinyatakan sebagai jumlah peristiwa suatu kejadian
dalam waktu tertentu. Terlihat juga seperti
kemungkinan dan peluang

7. Bahaya (hazard)

Faktor intrinsik yang melekat pada sesuatu dan


mempunyai potensi untuk menimbulkan kerugian.

8. Monitoring/ Pemantauan
Pengecekan, Pengawasan, Pengamatan secara
kritis, atau Pencatatan kemajuan dari suatu
kegiatan, tindakan, atau sistem untuk
mengidentifikasi perubahan-perubahan yang
mungkin terjadi.

9. Probabilitas

Digunakan sebagai gambaran kualitatif dari


peluang atau frekuensi. Kemungkinan dari kejadian
atau hasil yang spesifik, diukur dengan rasio dari
kejadian atau hasil yang spesifik terhadap jumlah
kemungkinan kejadian atau hasil. Probabilitas
dilambangkan dengan angka dari 0 dan 1, dengan
0 menandakan kejadian atau hasil yang tidak
mungkin dan 1 menandakan kejadian atau hasil
yang pasti.

10. Risiko Ikutan

Tingkat risiko yang masih ada setelah manajemen


risiko dilakukan.

11. Risiko

Peluang terjadinya sesuatu yang akan mempunyai


dampak terhadap sasaran. Ini diukur dengan
hukum sebab akibat. Variabel yang diukur biasanya
probabilitas, konsekuensi dan juga pemajanan.

12. Penerimaan Risiko (acceptable risk)

Keputusan untuk menerima konsekuensi dan


kemungkinan risiko tertentu.
13. Analisis risiko

Sebuah sistematika yang menggunakan informasi


yang didapat untuk menentukan seberapa sering
kejadian tertentu dapat terjadi dan besarnya
konsekuensi tersebut.

14. Penilaian risiko

Proses analisis risiko dan evalusi risiko secara


keseluruhan.

15. Penghindaran risiko

Keputusan yang diberitahukan tidak menjadi terlibat


dalam situasi risiko.

16. Pengendalian risiko

Bagian dari manajemen risiko yang melibatkan


penerapan kebijakan, standar, prosedur perubahan
fisik untuk menghilangkan atau mengurangi risiko
yang kurang baik.

17. Evaluasi risiko

Proses yang biasa digunakan untuk menentukan


manajemen risiko dengan membandingkan tingkat
risiko terhadap standar yang telah ditentukan,
target tingkat risiko dan kriteria lainnya.

18. Identifikasi Risiko


Proses menentukan apa yang dapat terjadi,
mengapa dan bagaimana.

19. Pengurangan Risiko

Penggunaan/ penerapan prinsip-prinsip


manajemen dan teknik-teknik yang tepat secara
selektif, dalam rangka mengurangi kemungkinan
terjadinya suatu kejadian atau konsekuensinya,
atau keduanya.

20. Pemindahan Risiko (risk transfer)

Mendelegasikan atau memindahkan suatu beban


kerugian ke suatu kelompok/ bagian lain melalui
jalur hukum, perjanjian/ kontrak, asuransi, dan lain-
lain. Pemindahan risiko mengacu pada
pemindahan risiko fisik dan bagiannya ke tempat
lain.
BAB III
PENUTUP

KESIMPULAN

Dengan melaksanakan K3 akan terwujud perlindungan terhadap


tenaga kerja dari risiko kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja
yang dapat terjadi pada waktu melakukan pekerjaan di tempat kerja.
Dengan dilaksanakannya perlindungan K3, diharapkan akan tercipta
tempat kerja yang aman, nyaman, sehat dan tenaga kerja yang
produktif, sehingga akan meningkatkan produktivitas kerja dan
produktivitas perusahaan. K3 sangat besar peranannya dalam upaya
meningkatkan produktivitas perusahaan, terutama dapat mencegah
korban manusia.

Dengan demikian untuk mewujudkan K3 perlu dilaksanakan dengan


perencanaan dan pertimbangan yang tepat, dan salah satu kunci
keberhasilannya terletak pada peran serta pekerja sendiri baik
sebagai subyek maupun obyek perlindungan dimaksud dengan
memperhatikan banyaknya risiko yang diperoleh.
SARAN

Jagalah keselamatan anda dalam kondisi yang aman dan patuhilah


pada peraturan rambu lalu lintas agar tidak terjadi kecelakaan dan
mengurangi risiko kecelakaan.

DAFTAR PUSTAKA

Undang-Undang No. 1 Tahun 2007 Tntang Keselamatan dan


Kesehatan Kerja

Harrington, J.M.2003. Buku Saku Kesehatan Kerja-Ed. 3. Jakarta:


EGC

sistemmanajemenkeselamatankerja.blogspot.com

http://ilmuk3.blogspot.com/2010/09/sejarah-perkembangan-
k3_07.html

http://www.updatenya.com/2012/12/sejarah-perkembangan-k3-di-
dunia.html

http://id.wikipedia.org/wiki/Manajemen_risiko

http://www.lontar.ui.ac.id/file?file=digital/124267-S-5668-Studi
%20terhadap-Literatur.pdf

healthsafetyprotection.com/…dasar-keselamatan-kerja
http://digilib.its.ac.id/public/ITS-Undergraduate-12483-Chapter1.pdf

http://s2informatics.files.wordpress.com/2007/11/introduction.pdf

http://id.wikipedia.org/wiki/Kesehatan_dan_keselamatan_kerja

Anda mungkin juga menyukai