Tugas Paper
Tugas Paper
Oleh: Kelompok 2
Pendahuluan
1
Furnival JS. Netherlands India : A Study of Plural Economy, Cambridge at The University.
1967. Hal 446
yang terdiri dari dua atau lebih tertib sosial, kelompok-kelompok budaya,
ekonomi, politik-politik yang terisolasi (terpisah), juga struktur dan
kelembagaan yang berbeda antara komunitas satu dengan yang lainnya.
KARAKTER
Konflik Sosial
Konflik sering sekali terjadi dalam kehidupan bermasyarakat kita.
Tidak hanya ada kehidupan masyarakat saja, akan tetapi dalam diri kita
sendiri pun sering terjadi konflik, seumpama dalam menentukan pilihan bagi
diri sendiri saja kita masi sulit dan akan timbulah konflik dalam diri sendiri
akibat susah nya dalam memilih. Dalam pengertian lain konflik sering di
artikan sebuah pertikaian ataupun perkelahian. Konflik sendiri juga memiliki
banyak pengertian, mulai dari negatif, positif maupun netral. Dalam negatif
sendiri konflik sering di kaitkan dengan hal-hal berbau perkelahian yang
berujung penghancuran. Konflik dalam segi positif pun bisa di kaitkan
dengan hal bagaimana konflik tersebut membawa kea rah pertumbuhan,
perkembangan kepada hal yang baik maupun perubahan-perubahan baru yang
bersifat positif. Konflik dalam segi netral juga akibat biasa dari
keanekaragaman individu manusia dengan sifat-sifat yang berbeda, dan
tujuan hidup yang tidak sama pula.2 Masyarakat merupakan arena konflik
atau arena pertentangan dan integrasi yang senantiasa berlangsung. Oleh
sebab itu, konflik dan integrasi sosial merupakan gejala yang selalu mengisi
setiap kehidupan sosial. Konflik sendiri memiliki pengertian secara
etimologis berasal dari bahasa Latin “con” yang berarti bersama dan
“fligere” yang berarti benturan atau tabrakan.3 Hal-hal yang mendorong
timbulnya konflik dan integrasi adalah adanya persamaan dan perbedaan
kepentingan sosial. Seperti yang di katakan oleh Soerjono Soekanto, Konflik
adalah pertentangan atau pertikaian suatu proses yang dilakukan orang atau
2
Kartini Kartono, Pemimpin dan Kepemimpinan,(Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada,
1998), Hal. 213
3
Elly M. Setiadi dan Usman Kolip, Pengantar Sosiologi Pemahaman Fakta dan Gejala
Permasalahan Sosial: Teori, Aplikasi, dan Pemecahannya (Jakarta: Kencana Prenada Media
Group, 2011), hal 345
kelompok manusia guna memenuhi tujuannya dengan jalan menentang pihak
lawan yang disertai ancaman dan kekerasan. Oleh karena itu konflik
diidentikkan dengan tindakan kekerasan.4 Karena terdapatnya perbedaan
dalam kepentingan, kemauan, kehendak, tujuan dan sebagainya bagi kelompok
sosial nya yang akan mengarah kepada konflik sosial dimana dengan
memenuhi kepentingan tersebut, konflik sendiri sering mengarah kepada
kekerasan, dimana tidak dapatnya di bending suatu konflik atau tidak
dapatnya penyelesaian permasalahan tersebut. Kekerasan sendiri merupakan
sebuah produk kecil dari akan konflik yang tidak dapat di selesaiakan ini
tidak menutup kemungkinan akan menuju kepada peperangan.
Menurut, Coser mendefinisikan konflik sosial sebagai suatu perjuangan
terhadap nilai dan pengakuan terhadap status yang langka, kemudian kekuasaan
dan sumber-sumber pertentangan dinetralisir atau dilangsungkan atau dieliminir
saingannya.5 Konflik sosial adalah salah satu bentuk interaksi sosial antara
satu pihak dengan pihak lain didalam masyarakat yang ditandai dengan
adanya sikap saling mengancam, menekan, hingga saling menghancurkan.
Konflik sosial sesungguhnya merupakan suatu proses bertemunya dua pihak
atau lebih yang mempunnyai kepentingan yang relative sama terhadap hal
yang sifatnya terbatas. Dalam bentuknya yang ekstrem, konflik itu
dilangsungkan tidak hanya sekedar untuk mempertahankan hidup dan
eksistensi, akan tetapi juga bertujuan sampai ketaraf pembinasaan eksistensi
orang atau kelompok lain yang dipandang sebagai lawan atau saingannya.
Landasan Teori
Banyak para pemikir yang mengemukakan teori penyebab terjadinya
konflik. Baik pemikir barat maupun islam. Seperti Karl Marx, Georg Simmon
dan lain-lain, mereka masing masing mempunyai presepsi dan kesimpulan
sendiri-sendiri mengenai asal mula konflik. Di islam sendiri ada seorang Ibnu
Khaldun yang memiliki teori konflik fungsionalnya. Teori dari Ibnu Khaldun
inilah yang akan kita aplikasikan ke konflik ini agar dapat menjustifikasi
kesimpulan dari asal mula terjadinya konflik tersebut.
4
Soerjono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar, (Jakarta: Rajawali Pers, 1992), Hal. 86
5
Irving M. Zeitlin, Memahami Kembali Sosiologi, (Yogyakarta: Gajah Mada University Press,
1998),hal.156.
Ibnu Khaldun hidup dipenghujung abad pertengahan zaman
renaissance, yaitu abad ke-14. Abad ini merupakan periode dimana terjadi
perubahan-perubahan historis besar, baik di bidang politik maupun
pemikiran. Bagi Eropa, periode ini merupakan periode awal zaman
renaissance. Sementara bagi Islam periode ini merupakan periode
kekhalifahan. Tapi kekhalifahan disini mengalami ketimpangan akibat
perebutan kekuasaan. Akibatnya konflik begitu kerap terjadi.
Potensi lain yang ada didalam diri manusia adalah potensi akan cinta
dengan kelompoknya. Ketika manusia hidup bersama-sama dalam suatu
kelompok maka fitrah inimendorong terbentuknya rasa cinta terhadap
kelompok (ashobiyah).
Contoh Kasus
Dalam kasus ini dapat kita korelasikan bahwa konflik horizontal antar
etnis yang terjadi antara etnis Lampung dan Bali ini adalah konflik
antargolongan yang dipicu oleh sebuah masalah yang melibatkan beberapa
orang dari dua etnis tersebut. Lalu setelah konflik tersebut pecah, akhirnya
timbulah saling tuduh dan saling tidak terima di kedua belah pihak. Disinilah
muncul sikap ashobiyah atau primordialisme baik di kubu Lampung maupun
kubu Bali. Rasa cinta pada kaumnya sendiri ini membuat orang-orang yang
berada dalam satu kaum, tapi tidak ada kaitannya dengan konflik ini menjadi
ikut-ikutan dalam konflik ini, karena seperti yang sudah dijelaskan bahwa
manusia tidaklah rela jika salah satu anggota kelompoknya terhinakan.
6
http://nasional.tempo.co/read/news/2012/11/01/058439069/pemicu-bentrokan-lampung-
versi-penduduk diakses pada 18 November 2015, pukul 14.23 WIB.
Dalam menangani konflik etnik yang terjadi di Lampung Selatan
antara etnik Lampung dan etnik Bali, beberapa upaya yang telah dilakukan
diantaranya:
7
http://nasional.tempo.co/read/news/2012/11/01/058439069/pemicu-bentrokan-
lampung-versi-penduduk, diakses pada 17 November 2015.
8
http://www.hukumonline.com/berita/baca/lt55e6877686d20/pemerintah-dituntut-serius-
selesaikan-konflik-di-lampung, diakses pada 17 November 2015.
sebelum, pada saat, maupun sesudah terjadi Konflik yang
mencakup pencegahan konflik, penghentian konflik, dan
pemulihan pasca konflik9.
5. Pada awal tahun 2013 Pemerintah setempat bersama aparat
keamanan menggulirkan program Rembug Pekon. Rembug
pekon merupakan pelembagaan negoiasi yang bersifat
kekeluargaan baik dari elemen pemerintah maupun
masyarakat seperti tokoh adat, tokoh agama, pemuda dan
yang lainya bisa diterima oleh semua pihak terutama pihak
yang berkonflik sehingga konflik di daerah tersebut tidak
terulang kembali.
Penutup
Kesimpulan
9
http://www.dpr.go.id/dokakd/dokumen/PANSUS-Undang-Undang-Nomor-2-Tahun-2012-
tentang-Penanganan-Konflik-Sosial-1421724804.pdf, diakses pada 17 November 2015.