Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH

PSIKOLOGI PENDIDIKAN

PERANAN INTELIGENSI DALAM BELAJAR

Oleh :
ANANDA NICOLA AMRIL (19020001)
ANNI KHOLILAH NST (19020076)
PUTRI AMALIA SARI (19004021)
SEKAR ARUM (19016123)

DOSEN PEMBIMBING :
AFDAL, S.Pd
FINTA VIVIOLA, S.Pd

UNIVERSITAS NEGERI PADANG


2020
Kata Pengantar
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT. Yang mana berkat rahmat serta hidayah-
Nya penulis dapat menyesesaikan makalah ini dengan baik meskipun masih dalam sangat jauh
dari kata sempurna.
Sholawat beserta dengan salam tidak lupa penulis haturkan buat junjungan alam kita yakni Nabi
Muhammad SAW. Yang telah membawa kita semua dari alam kejahiliyahan menuju alam yang
serba modern penuh dengan teknologi-teknologi yang sedang kita rasakan manfaatnya saat
sekarang ini.
Terima kasih penulis ucapkan kepada dosen pengampu mata kuliah Psikologi Pendidikan yang
telah membimbing penulis dalam menyelesaikan makalah ini. Terima kasih juga penulis ucapkan
kepada rekan-rekan yang telah membantu penulis menyelesaikan makalah yang berjudul
“Peranan Inteligensi Dalam Belajar” ini.
Penulis sadar masih banyak kekurangan dalam penulisan makalah ini, untuk itu penulis
harapkan dapat memberi saran serta kritik yang bersifat membangun untuk malah ini.

Padang, 08 Februari

Penulis
Kata pengantar
Daftar Isi …………………………………………………………………………………..
BAB I ……………………………………………………………………………………...
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang …………………………………………………………………….
2. Rumusan Masalah …………………………………………………………………
3. Tujuan Penulisan ………………………………………………………………….
4. Manfaat Penulisan …………………………………………………………………
BAB II ……………………………………………………………………………………..
PEMBAHASAN
1. Konsep Inteligensi/Kecerdasan ……………………………………………………
2. Fakto-Faktor Yang Mempengaruhi Inteligensi……………………………………
3. Klasifikasi IQ ………………………………………………………………………
4. Teori-Teori Inteligensi …………………………………………………………….
5. Pengukuran Inteligensi ……………………………………………………………
6. Usaha Guru Dalam Membantu Siswa Belajar Sesuai Dengan Proporsinya ………
BAB III …………………………………………………………………………………….
PENUTUP
1. Kesimpulan………………………………………………………………………..
2. Saran ………………………………………………………………………………
DAFTAR PUSTAKA ……………………………………………………………………..
BAB I
PENDAHULUAN
A.Latar Belakang
Intelegensi merupakan salah satu konsep yang dipelajari dalam psikologi. Pada hakekatnya,
semua orang sudah merasa memahami makna intelegensi. Sebagian orang berpendapat bahwa
intelegensi merupakan hal yang sangat penting dalam berbagai aspek kehidupan.
Intelegensi erat kaitannya dengan kehidupan manusia. Banyak problem – problem manusia yang
berhubungan dengan intelegensi. Dalam dunia pendidikanpun, intelegensi merupakan hal yang
sangat berkaitan. Seolah – olah intelegensi merupakan penentu keberhasilan untuk mencapai
segala sesuatu yang diinginkan, dan merupakan suatu penentu keberhasilan dalam semua bidang
kehidupan. Untuk mengetahui tentang apa itu intelegensi, akan dijelaskan lebih lanjut dalam
makalah ini.

B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian dari inteligensi ?
2. Apa saja faktor yang mempengaruhi intelegensi ?
3. Apa itu Klasifkasi IQ?
4. Apa saja teori-teori dalam inteligigensi ?
5. Bagaimana cara mengetahui pengukuran inteligensi ?
6. Bagaimana usaha guru dalam membantu siswa belajar sesuai dengan proporsinya

C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui definisi intelegensi.
2. Untuk memahami factor yang mempengaruhi intelegensi.
3. Untuk memahami klasifikasi IQ.
4. Untuk memahami teori-teori yang ada dalam inteligensi.
5. Untuk memahami cara pengukuran inteligensi
6. Untuk mengetahui usaha guru dalam membantu siswa belajar sesuai dengan proporsinya
D. Manfaat Penulisan
1. Dapat membantu memahami makna Inteligensi
2. Mengetahui dan memahami factor-faktor dan teori-teori yang ada dalam intelegensi
3. Memahami usaha yang dilakukan guru dalam membantu siswa mencapai proporsinya
BAB II
PEMBAHASAN

PERANAN INTELEGENSI DALAM BELAJAR


A. Konsep Intelegensi/ Kecerdasan
1. Pengertian Intelegensi Secara Etimologi
Intelegensi berasal dari bahasa Inggris “Intelligence” yang juga berasal dari
bahasa Latin yaitu “Intellectus dan Intelligentia atau Intellegere”. Teori tentang
intelegensi pertama kali dikemukakan oleh Spearman dan Wynn Jones Pol pada tahun
1951. Spearman dan Wynn mengemukakan adanya konsep lama mengenai suatu
kekuatan (power) yang dapat melengkapi akal pikiran manusia tunggal pengetahuan
sejati. Kekuatan tersebut dalam bahasa Yunani disebut dengan “(ous”) sedangkan
penggunaan kekuatannya disebut“(oeseis”. Intelegensi berasal dari kata Latin) yang
berarti memahami. Jadiintelegensi adalah akti*itas atau perilaku yang merupakan
per$ujudan daridaya atau potensi untuk memahami sesuatu.
Kita sering menemukan ada orang yang cepat, cekatan dan terampil dalam waktu
yang relatif singkat dapat menyelesaikan tugas, pekerjaan yang dihadapinya. Begitu pula
sebaliknya banyak orang dalam menyelesaikan tugas, masalah yang dihadapinya
membutuhkan waktu yang relatif lama. Bahkan ada pula yang lamban dan tak dapat
menyelesaikan pekerjaannya. Salah satu faktor yang menentukan hal tersebut adalah taraf
intelegensi orang tersebut.
Istilah intelegensi ini sudah menjadi bahasa umum bagi masyarakat, hanya saja
sebagian masyarakat menamakannya kecerdasan, kecerdikan, kepandaian, ketrampilan
dan istilah lainnya yang pada prinsipnya bermakna sama.
Istilah intelegensi dapat diartikan dengan dua cara, yaitu:
a. Arti luas: kemampuan untuk mencapai prestasi yang di dalamnya berpikir memegang
peranan. Prestasi itu dapat diberikan dalam berbagai bidang kehidupan, seperti pergaulan,
sosial, tekhnis, perdagangan, pengaturan rumah tangga dan belajar di sekolah.
b. Arti sempit: kemampuan untuk mencapai prestasi di sekolah yang di dalamnya berpikir
memegang peranan pokok. Intelegensi dalam arti ini, kerap disebut “kemampuan
intelektual” atau ”kemampuan akademik”.
2. Definisi Intelegensi Menurut Para Ahli
a. Alfred Binet (1857-1911)
Inteligensi terdiri dari tiga komponen, yaitu kemampuan untuk mengarahkan
pikiran atau tindakan, kemampuan untuk mengubah arah tindakan bila tindakan
itu telah dilaksanakan, dan kemampuan untuk mengritik diri sendiri
(autocriticism).
b. Lewis MadisonTerman (1916)
Mendefinisikan intelegensi sebagai kemampuan seseorang untuk berpikir secara
abstrak.

c. H. H. Goddard (1946)
Mendefinisikan intelegensi sebagai tingkat kemampuan pengalamanseseorang
untuk menyelesaikan masalah-masalah yang dihadapi danuntuk mengantisipasi
masalah-masalah yang akan datang.

d. V. A. C. Henmon
Mengatakan bahwa intelegensi terdiri atas dua faktor) yaitu kemampuan untuk
memperoleh pengetahuan dan pengetahuan yang telah diperoleh.

e. Baldwin (1901)
Mendefinisikan intelegensi sebagai daya atau kemampuan untuk memahami.

f. Edward Lee Thorndike (1913)


Mendefinisikan intelegensi sebagai kemampuan dalam memberikan respon yang
baik dari pandangan kebenaran atau fakta.

g. Walters dan Gardber (1986)


Mendefinisikan intelegensi sebagai suatu kemampuan atau serangkaian
kemampuan-kemampuan yang memungkinkan individu memecahkan masalah,
atau produk sebagai konsekuensi eksistensi suatu budaya tertentu.

B. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Intelegensi

1. Faktor pembawaan
Faktor pembawaan merupakan faktor pertama yang berperan di dalam
intelegensi.Faktor ini ditentukan oleh sifat yang dibawa sejak lahir. Batas kesanggupan
atau kecakapan seseorang dalam memecahkan masalah, antara lain ditentukan oleh faktor
bawaan. Oleh karena itu, di dalam satu kelas dapat dijumpai anak yang bodoh, agak
pintar, dan pintar sekali, meskipun mereka menerima pelajaran dan pelatihan yang sama.

2. Faktor minat dan pembawaan yang khas


Faktor minat ini mengarahkan perbuatan kepada suatu tujuan dan merupakan
dorongan bagi perbuatan itu. Dalam diri manusia terdapat dorongan atau motif yang
mendorong manusia untuk berinteraksi dengan dunia luas, sehingga apa yang diminati
oleh manusia dapat memberikan dorongan untuk berbuat lebih giat dan lebih baik.
3. Faktor pembentukan
Pembentukan adalah segala keadaan di luar diri seseorang yang mempengaruhi
perkembangan intelegensi. Di sini dapat dibedakan antara pembentukan sengaja, seperti
yang dilakukan di sekolah dan pembentukan yang tidak disengaja, misalnya pengaruh
alam disekitarnya.

4. Faktor kematangan
Di mana tiap organ dalam tubuh manusia mengalami pertumbuhan dan
perkembangan. Setiap organ manusia baik fisik maupun psikis, dapat dikatakan telah
matang, jika ia telah tumbuh atau berkembang hingga mencapai kesanggupan
menjalankan fungsinya masing-masing. Oleh karena itu, tidak mengherankan bila anak-
anak belum mampu mengerjakan atau memecahkan soal-soal matematika di kelas empat
SD, karena soal-soal itu masih terlampau sukar bagi anak. Organ tubuhnya dan fungsi
jiwanya masih belum matang untuk menyelesaikan soal tersebut dan kematangan
berhubungan erat dengan umur.
5. Faktor kebebasan
Faktor kebebasan artinya manusia dapat memilih metode tertentu dalam
memecahkan masalah yang dihadapi. Di samping kebebasan memilih metode, juga bebas
dalam memilih masalah yang sesuai dengan kebutuhannya.

C. Klasifikasi IQ

Istilah IQ diperkenalkan pertama kalinya pada tahun 1912 oleh seorang ahli psikologi
berkebangsaan Jerman bernama William Stern (Gould 1981). Kemudian ketika Lewis
Madison Terman, seorang ahli psikologi berkebangsaan Amerika di Universitas Stanford,
menerbitkan revisi tes Binet di tahun 1916, istilah IQ mulai digunakan secara resmi.

Desmita dalam buku Psikologi Perkembangan menjelaskan bahwa IQ adalah


kemampuan berfikir secara abstrak, memecahkan masalah dengan menggunakan simbol-
simbol verbal dan kemampuan untuk belajar dari dan menyesuaikan diri dengan
pengalaman-pengalaman hidup sehari-hari. Salah satu yang sering digunakan untuk
menyatakan tinggi rendahnya tingkat intelegensi adalah menterjemahkan hasil intelegensi ke
dalam angka yang dapat menjadi petunjuk mengenai kedudukan tingkat kecerdasan
seseorang bila dibandingkan secara relatif terhadap suatu norma.

Menurut Saifudin Azwar, diterangkan bahwa secara tradisional, angka normatif dari
hasil tes intelegensi dinyatakan dengan rasio (Quotient) dan diberi nama Intelligence
Quotient (IQ).

Dalam kemampuan intelegensi terdapat skala taraf, dari taraf intelegensi yang tinggi
sampai taraf intelegensi yang rendah. Banyak manfaatnya bila taraf intelegensi para siswa
diketahui, dengan demikian diketahui pula taraf prestasi yang diharapkan dari siswa tertentu.
Metode yang digunakan untuk mengukur taraf intelegensi adalah metode tes yang disebut
dengan tes intelegensi.
Tes intelegensi yang diberikan di sekolah terbagi atas dua kelompok yaitu tes
intelegensi umum (General Ability test) dan tes intelegensi khusus (Spesific Ability Test /
Spesific Aptitude Test). Di dalam tes intelegensi umum disajikan soal-soal berpikir di
bidang penggunaan bahasa, manipulasi bilangan dan pengamatan ruang. Sedangkan di
dalam tes intelegensi khusus menyajikan soal-soal yang terarah untuk menyelidiki apakah
siswa mempunyai bakat khusus di suatu bidang tertentu, misalnya di bidang matematika, di
bidang bahasa, di bidang ketajaman pengamatan dan lain sebagainya.

Hasil testing dilaporkan dalam bentuk IQ sesuai yang dikemukakan oleh W.S Winkel
bahwa “Hasil testing intelegensi lazim dinyatakan dalam bentuk Intelligence Quotient (IQ),
yang berupa angka yang diperoleh setelah seluruh jawaban pada tes intelegensi diolah.
Angka itu mencerminkan taraf intelegensi. Makin tinggi angka itu, diandaikan makin tinggi
pula taraf intelegensi siswa yang menempuh tes”. Dari pendapat di atas dapat diartikan
bahwa IQ merupakan bentuk dari hasil tes intelegensi yang berupa angka, sehingga tes
intelegensi sering disebut dengan tes IQ.

IQ dapat mengalami perubahan yang dapat berupa kenaikan atau penurunan, sesuai
dengan yang dikemukakan oleh W.S Winkel bahwa: “IQ dapat mengalami kenaikan atau
penurunan dalam batas-batas tertentu, seperti batas kurun waktu dan umur anak. Akan tetapi
perubahan tersebut tidak bersifat mencolok, artinya hasil testing pada saat tertentu dan hasil
testing beberapa waktu kemudian memiliki variasi yang kecil”.

Dalam proses pendidikan tidak dapat dipisahkan dengan peran Intelectual Question (IQ),
namun persoalannya justru karena seringkali IQ hanya digunakan sebagai peran tunggal
dalam sekolah. IQ hanya digunakan dalam proses penyeleksian masuk siswa baru atau
sebagai bantuan untuk satu program tertentu yang seringkali tidak bersentuhan dengan
kebijakan-kebijakan sekolah lainnya. Disinilah porsi IQ yang kurang berfungsi dalam
memberikan kontribusi pendidikan. Peran IQ yang semestinya dalam proses pendidikan
adalah:
1. Membantu penyeleksian siswa yang diharapkan oleh suatu lembaga pendidikan.
2. Membantu pengklasifikasian siswa agar memudahkan guru mengontrol
keragaman siswa dalam satu kelas, dan tujuannya dapat mengatur kompetisi
belajar, tutoring peer education dsb.
3. Membantu guru memberikan porsi tugas tambahan sesuai tingkat kesulitan yang
berbeda antara IQ rata-rata dan tinggi.
4. Membantu guru dalam menentukan metode belajar yang tepat bagi siswa.
5. Membantu guru memahami setiap perilaku siswa dan memberikan intervensi
yang tepat sesuai potensi yang sebenarnya ada pada diri mereka. Misal anak
slowlearner (lamban belajar) sehingga ia sering tertinggal pelajaran, tidak naik
kelas dan terkadang berkompensasi yang salah dengan melakukan perilaku nakal
di kelas yang mereka anggap kelebihan mereka, bagi seorang guru yang tahu
peran IQ maka yang akan dilakukannya adalah terus melibatkan siswa ini dalam
kegiatan belajarnya dan tidak membuatnya semakin terjauhkan dari teman-teman
sejajarnya.
6. Membantu sekolah membuat kebijakan terkait kegiatan-kegiatan ekstra apa yang
sesuai dengan siswa-siswanya.
7. Membantu guru untk memberi pemahaman pada siswa gaya belajar mana yang
sesuai dengan diri mereka.
Hal-hal inilah yang seharusnya dilakukan sesuai Intelectual Question (IQ) yang dimiliki
siswa, sehingga segala upaya sekolah yang dilakukan justru semakin mendekatkan siswa
untuk mengenal diri mereka sendiri bukan sebaliknya menjauhkan siswa untuk tidak
mengenal diri mereka.
Salah satu konsep intelligensi yang dipaparkan oleh para ahli menyatakan bahwa
keberhasilan siswa dalam belajar dipengaruhi oleh banyak faktor yang bersumber dari dalam
diri siswa (intern) maupun dari luar diri siswa (ekstern).
Internal Fisik Panca indera, kondisi
fisik umum

Psikologis Var. Non kognitif :


minat, motivasi,
kepribadian

Kemampuan kognitif :
bakat, IQ

Eksternal Fisik Kondisi tempat belajar,


fasilitas, lingkungan

Sosial Dukungan Sosial,


budaya

Melalui konsep ini juga dapat dilihat bahwa IQ hanya merupakan salah satu faktor untuk
mempengaruhi keberhasilan siswa dalam belajar sehingga bukan berarti segala-galanya
dalam menentukan keberhasilan siswa tapi harus ditempatkan secara proporsional guna
menunjang proses belajar yang optimal bagi siswa.
Wechsler salah seorang ahli yang memperkenalkan klasifikasi inteligensi (IQ) manusia
dalam rentangan skala yang dimulai dari 0 (nol) sampai dengan 200, di mana bilangan 100
merupakan titik tengah dinyatakan untuk kelompok average (rata-rata). Menurutnya kalau
semua orang di dunia diukur inteIigensinya, maka akan terdapat orang-orang yang sangat
pandai sama banyaknya dengan orang-orang yang sangat bodoh. Bila test inteligensi yang
telah dibakukan dipakai, maka ternyata separuh dari jumlah anggota masyarakat (populasi)
termasuk antara IQ 90 - 100. Sekitar 2/3 dari kelompok dengan IQ antara 85 dan 115.
Diperkirakan ada sekitar 95 % mempunyai IQ antara 130 dan 70.
Perhatikan tabel berikut ini:
Diatas 140 Genius

130 – 140 Sangat Superior (Gifted)

120 – 130 Superior (Rapid Learniing)

110 – 120 Cerdas ( diatas rata-rata)


90 – 110 Normal (Average)

80 – 90 Dull Normal (kurang Cerdas)

70 – 80 Borderline (Slow Learning)

50 – 70 Debil (Educable)

25 – 50 Imbisil (Trainable)

Di bawah 25 Idiot (Dependent)

Berdasarkan klasifikasi inteligensi di atas tadi kita dapat mengetahui inteligensi (IQ)
seseorang dengan melalui tes, yang disebut dengan tes inteligensi. Tes inteligensi ini banyak
jenisnya yang dikembangkan oleh para ahli psikologi. Di antaranya, Wechsler
mengembangkan tes inteligensi individual seperti:
1. Wechsler Bellevue Intelligence Scale (WIBS)
2. Wechsler Intelligence Scale For Children (WISC)
3. Wechsler Adult Intelligence Scale (WAIS)
4. Wechsler Preschool And Primary Scale Of Intelligence (WPPSI)

Rumus kecerdasan umum, atau IQ yang ditetapkan oleh para ilmuwan adalah:
Usia Mental Anak x 100 = IQ
Usia Sesungguhnya
Contoh: Misalnya anak pada usia 3 tahun telah punya kecerdasan anak-anak yang rata-
rata baru bisa berbicara seperti itu pada usia 4 tahun. Inilah yang disebut dengan Usia
Mental. Berarti IQ si anak adalah 4/3 x 100 = 133.

D. Teori-Teori Intelegensi
1. Teori Faktor

Teori ini dikembangkan oleh Spearman, dia mengembangkan teori dua faktor dalam
kemampuan mental manusia. Yakni :

a. Teori faktor “g” (faktor kemampuan umum) : kemampuan menyelesaikan


masalah atau tugas – tugas secara umum (misalnya, kemampuan menyelesaikan soal
– soal matematika)
b. Teori faktor “s” (faktor kemampuan khusus) : kemampuan menyelesaikan
masalah atau tugas – tugas secara khusus (misalnya, mengerjakan soal – soal
perkalian,atau penambahan dalam matematika)

2. Teori Struktural Intelektual


Teori ini dikembangkan oleh Guilford, dia mengatakan bahwa tiap-tiap kemampuan
memiliki jenis keunikan tersendiri dalam aktifitas mental atau pikiran (operation), isi
informasi (content), dan hasil informasi (product). Penjelasannya adalah sbb :

a. Operation (aktivitas pikiran atau mental)


 Cognition, yaitu aktivitas mencari, menemukan, mengetahui dan
memahami informasi. Misalnya mengetahui makna kata “adil” atau
“krisis”.
 Memory, yakni menyimpan informasi dalam pikiran dan
mempertahankannya.
 Divergent production, yakni proses menghasikan sejumlah alternative
informasi dari gudang ingatan untuk memenuhi kebutuhan, misalnya
mengusulkan sejumlah judul sebuah cerita.
 Convergent production, yaitu penggalian informasi khusus secara penuh
dari gudang ingatan. Misalkan menemukan kata – kata yang cocok untuk
jawaban TTS.
 Evaluation, yakni memutuskan yang paling baik dan yang cocok dengan
tuntunan berpikir logis.
b. Content (isi informasi)
 Visual, yaitu informasi – informasi yang muncul secara langsung dari
stimulasi yang diterima oleh mata.
 Auditory, yakni informasi – informasi yang muncul secara langsung dari
stimulasi yang diterima oleh system pendengaran (telinga).
 Simbolic, yaitu item – item informasi yang tersusun urut bersamaan dengan
item – item yang lain. Misalnya sederet angka, huruf abjad dan
kombinasinya.
 Sematic, biasanya berhubungan dengan makna atau arti tetapi tidak melekat
pada simbol – simbol kata.
 Behaviora, yakni item informasi mengenai keadaan mental dan perilaku
individu yang dipindahkan melalui tindakan dan bahasa tubuh.
c. Product (bentuk informasi yang dihasilkan)
 Unit, yaitu suatu kesatuan yang memiliki suatu keunikan didalam kombinasi
sifat dan atributnya, contoh bunyi musik,cetakan kata.
 Class, yakni sebuah konsep dibalik sekumpulan objek yang serupa. Misalkan
bilangan genap dan ganjil.
 Relation, yakni hubungan antara dua item. Contoh dua orang yang memiliki
huruf depan berurutan, Abi kawin dengan Ani.
 Sistem, yakni tiga item atau lebih berhubungan dalam suatu susunan totalitas.
Misalkan tiga orang berinteraksi didalam sebuah acara dialog di TV.
 Transformation, yaitu setiap perubahan atau pergantian item informasi.
 Implication, yakni item informasi diusulkan oleh item informasi yang sudah
ada. Misalkan melihat 4X5 dan berpikir 20.

3. Teori Kognitif

Teori ini dikembangkan oleh Sternberg menurutnya inteligensi dapat dianalisis kedalam
beberapa komponen yang dapat membantu seseorang untuk memecahkan masalahnya
diantaranya :

a. Metakomponen adalah proses pengendalian yang terletak pada urutan lebih tinggi
yang digunakan untuk melaksanakan rencana, memonitor, dan mengevaluasi
kinerja dalam suatu tugas
b. Komponen kinerja adalah proses – proses pada urutan lebih rendah yang
digunakan untuk melaksanakan berbagai strategi bagi kinerja dalam tugas
c. Komponen perolehan pengetahuan adalah proses – proses yang terlibat dalam
mempelajari informasi baru dan penyimpanannya dalam ingatan.

4. Teori Inteligensi Majemuk (multiple intelligences)


Teori ini dikembangkan oleh Howard Gadner, dalam teorinya ia mengemukakan
sedikitnya ada tujuh jenis inteligensi yang dimiliki manusia secara alami, diantaranya:
a. Inteligensi bahasa (verbal or linguistic intelligence) yaitu kemampuan memanipulasi
kata – kata didalam bentuk lisan atau tulisan. Misalnya membuat puisi
b. Inteligensi matematika-logika (mathematical-logical) yaitu kemampuan
memanipulasi sistem-sistem angka dan konsep-konsep menurut logika. Misalkan para
ilmuwan bidang fisika, matematika.
c. Inteligensi ruang (spatial intelligence) adalah kemampuan untuk melihat dan
memanipulasi pola-pola dan rancangan. Contohnya pelaut, insinyur dan dokter bedah.
d. Inteligensi musik (musical intelligence) adalah kemampuan memahami dan
memanipulasi konsep-konsep musik. Contohnya intonasi, irama, harmoni
e. Inteligensi gerak-tubuh (bodily-kinesthetic intelligence) yakni kemampuan untuk
menggunakan tubuh dan gerak. Misalkan penari, atlet.
f. Inteligensi intrapersonal yaitu kemampuan untuk memahami perasaan – perasaan
sendiri, refleksi, pengetahuan batin, dan filosofinya,contohnya ahli sufi dan
agamawan.
g. Inteligensi interpersonal yaitu kemampuan memahami orang lain, pikiran maupun
perasaan – perasaannya, misalnya politis, petugas klinik, psikiater.

E. Pengukuran Intelegensi
Pada tahun 1904, Alfred Binet dan Theodor Simon, 2 orang psikolog Perancis
merancang suatu alat evaluasi yang dapat dipakai untuk mengidentifikasi siswa-siswa
yang memerlukan kelas-kelas khusus (anak-anak yang kurang pandai). Alat tes itu
dinamakan Tes Binnet-Simon. Tes ini kemudian direvisi pada tahun 1911.
Tahun 1916, Lewis Terman, seorang psikolog dari Amerika mengadakan banyak
perbaikan dari Tes Binet-Simon. Sumbangan utamanya adalah menetapkan indeks
numerik yang menyatakan kecerdasan sebagai rasio (perbandingan) antara mental age
dan chronological age. Hasil perbaikan ini disebut Tes Stanford_binet. Indeks seperti ini
sebetulnya telah diperkenalkan oleh psikolog Jerman yang bernama William Stern, yang
kemudian dikenal dengan Intelligence Quotient atau IQ. Tes Stanford_Binet ini banyak
digunakan untuk mengukur kecerdasan anak-anak sampai usia 13 tahun.
Salah satu reaksi atas Tes Binet-Simon atau Tes Stanford-Binet adalah bahwa tes
itu terlalu umum. Seorang tokoh dalam bidang ini, Charles Spearman mengemukakan
bahwa inteligensi tidak hanya terdiri dari satu faktor yang umum saja (General factor),
tetapi juga terdiri dari faktor-faktor yang lebih spesifik. Teori ini disebut teori faktor
(Factor Theory of Intelligence). Alat tes yang dikembangkan menurut teori faktor ini
adalah WAIS (Wechsler Adult Intelligence Scale) untuk orang dewasa, dan WISC
(Wechsler Intelligence Scale for Children) untuk anak-anak.

F. Usaha Guru Dalam Membantu Siswa Belajar Sesuai Dengan Potensinya

Guru berusaha membimbing siswa agar dapat menemukan berbagai potensi yang
dimilikinya, membimbing siswa agar dapat mencapai dan melaksanakan tugas-tugas
perkembangan mereka, sehingga dengan ketercapaian itu siswa akan tumbuh dan
berkembang menjadi seseorang sesuai dengan minat dan bakat yang dimilikinya.
Siswa adalah individu yang unik. Artinya, tidak ada dua individu yang sama. Walaupun
secara fisik mungkin individu memiliki kemiripan, akan tetapi pada hakikatnya mereka
tidaklah sama, baik dalam bakat, minat, kemampuan dan sebagainya. Di samping itu setiap
individu juga adalah makhluk yang sedang berkembang. Irama perkembangan mereka tentu
tidaklah sama juga. Perbedaan itulah yang menuntut guru harus berperan sebagai
pembimbing. Seorang guru tidak dapat memaksa agar siswanya menjadi ”itu” atau menjadi
”ini”. Tugas guru adalah menjaga, mengarahkan dan membimbing agar siswa tumbuh dan
berkembang sesuai dengan potensi minat dan bakatnya.
BAB III
PENUTUP
1.Kesimpulan
Kecerdasan atau intelegensi adalah kemampuan adaptasi dan menggunakan pengetahuan
yang di miliki dalam menghadapi berbagai masalah dalam hidup seseorang. Beberapa teori
menyatakan bahwa kecerdasan merupakan kemampuan dasar yang dimiliki oleh individu
dalam menentukan tujuan hidupnya.
Inteligensi/kecerdasan secara umum dipahami pada dua tingkat yakni: kecerdasan sebagai
suatu kemampuan untuk memahami informasi yang membentuk pengetahuan dan kesadaran.
Kecerdasan sebagai kemampuan untuk memproses informasi sehingga masalah-masalah
yang kita hadapi dapat dipecahkan (problem solved) dan dengan demikian pengetahuan pun
bertambah. (Djaali, 2006:63) memandang kecerdasan sebagai pemandu dan penyatu dalam
mencapai sasaran secara efektif dan efisien.
Dengan kata lain, orang yang lebih cerdas, akan mampu memilih strategi pencapaian
sasaran yang lebih baik dari orang yang kurang cerdas. Artinya orang yang cerdas mestinya
lebih sukses dari orang yang kurang cerdas. Yang sering membingungkan ialah kenyataan
adanya orang yang kelihatan tidak cerdas (sedikitnya di sekolah) kemudian tampil sukses,
bahkan lebih sukses dari rekan-rekannya yang lebih cerdas, dan sebaliknya.

2.Saran
Penulis menyadari banyak terdapat kekeliruan dalam penulisan makalah ini, maka penulis
mengharapkan masukan dan kritikan yang membangun dari para pembaca demi
kesempurnaan makalah ini. Atas masukan kritikan dan sarannya, penulis ucapkan terima
kasih.
DAFTAR PUSTAKA

Soemanto, Wasty. 1998. Psikologi Pendidikan. Jakarta : Rineka Cipta


W.S.Winkel, Psikologi Pengajaran, (Yogyakarta : Media Abadi, 2004), h. 156
Ibid, h. 155-156
Anwar Prabu, Perkembangan Intelegensi Anak dan Pengukuran IQnya, (Bandung : Angkasa
Bandung, 1993)
Desmita, Psikologi Perkembangan, (Bandung : PT.Rosda Karya, 2006), h. 170
Saifudin Azwar, Psikologi Inteligensi, (Jogjakarta : Pustaka Pelajar Offset, 1996), h. 51
W.S.Winkel, Psikologi Pengajaran, (Yogyakarta : Media Abadi, 2004), h. 158
Ibid, h.159
http://indahnovitasari2233.wordpress.com/tugas-kuliah/bahasa-indonesia/peran-guru-dalam-
membimbing-belajar-siswa/08-februari-2020/04:50/Padang.

Anda mungkin juga menyukai