Anda di halaman 1dari 79

Perencanaan Jalan

Abutment Jembatan

ilmu teknik sipil – Konstruksi bagian bawah jembatan meliuputi :


1. Pangkal jembatan / abutment + pondasi

2. Pilar / pier + pondasi

Bangunan bawah pada umumnya terletak disebelah bawah bangunan atas. Fungsinya
untuk menerima beban-beban yang diberikan bengunan atas dan kemudian
menyalurkan kepondasi, beban tersebut selanjutnya disalurkan ke tanah oleh pondasi.

Bagian-bagian Konstruksi Jembatan

1
Abutment adalah bangunan bawah jembatan yang terletak pada kedua ujung pilar –
pilar jembatan, berfungsi sebagai pemikul seluruh beban hidup (Angin, kendaraan,
dll) dan mati (beban gelagar, dll) pada jembatan.

• End Dam = Akhir jembatan

• Top of Roadway = Jalan

• Bearing Seat = Pengunci

• Battered pile = Tumpuan / Penyangga

• Pile = Penyangga

2
Bagian – bagian dari Battred pile

Battered pile di gunakan untuk memberikan tekanan terhadap kekuatan horizontal.


Juga dikenal sebagai penjepit tiang, memacu tiang.

Abutmant juga digunakan sebagai Tumpuan sendi


3
Pelaksanaan pembuatan pier head/ pile cap dilakukan dalam tiga tahap, yaitu
pembuatan bekisting, pembesian, dan pengecoran. Pengecoran dilakukan dalam dua
tahap, yaitu bagian bawah pier dan bagian atas pier.

4
Setelah bekisting selesai dikerjakan, dilakukan pekerjaan pembesian yang meliputi
pemasangan/ pengelasan besi WF pengikat tiang pancang, pembesian tulangan pilar
bagian bawah, pilar samping, dan pilar bagian atas. Setelah semua tulangan terpasang,
tahap berikutnya adalah pekerjaan pengecoran.

Loading dari dek diterapkan untuk abutment melalui bantalan. Maksimum beban
bantalan vertikal diperoleh dari analisis dek. Beban ini, bersama-sama dengan jenis
pengekangan yang dibutuhkan untuk mendukung geladak, akan menentukan jenis
bantalan yang disediakan.

Elastomer Bearing Pads / Bantalan adalah karet jembatan yang merupakan salah satu
komponen utama dalam pembuatan jembatan, yang berfungsi sebagai alat peredam
benturan antara jembatan dengan pondasi utama.

Sifat elastomer ‘utama’ ini tidak mutlak berperilaku sebagai ‘sendi’ atau ‘roll’ murni,
tapi dalam aktual fisik di lapangan, jembatan yang menggunakan tipe tumpuan seperti
ini berperilaku layaknya bertumpuan sendi-roll murni dalam pemodelan (komputer).
Memang ada banyak ‘tambahan’ komponen selain tumpuan utama untuk mencapai
keadaan tersebut dan perilakunya menyerupai mekanika sendi-roll.

Elastomer Bearing Pads / Bantalan

Set lengkap tumpuan elastomeric untuk jembatan antara lain sbb :

5
1. Elastomeric bearing utama (menahan displacement vertikal; sedikit
displacement horisontal dan kemampuan rotasi-sesuai desain)

2. Lateral stopper (menahan displacement horisontal berlebih & mengunci posisi


lateral jembatan)

3. Seismic buffer (menahan displacement horisontal berlebih arah memanjang


jembatan)

4. Anchor bolt (menahan uplift yang mungkin terjadi pada salah satu tumpuan
pada saat gempa)

Bahan elastomeric bearing sendiri terbuat dari karet yang biasanya sudah dicampur
dengan neoprene (aditif yang memperbaiki sifat karet alam murni) dan didalamnya
diselipkan berlapis2 pelat baja dengan ketebalan dan jarak tertentu untuk memperkuat
sifat tegarnya.

Biasanya tumpuan karet tersebut dipasang setelah pengecoran slab beton untuk lantai
selesai (setelah beton kering), guna menghindari translasi dan rotasi awal yang timbul
akibat deformasi struktur jembatan oleh beban mati tambahan.

Karena sifat karet yang lebih rentan terhadap panas dan fluktuasi cuaca, biasanya
dalam kurun waktu tertentu tumpuan2 ini dicek oleh pemilik dan bila perlu di replace
dengan unit yang baru.

Untuk jembatan baja dengan bentang lebih dari 60 meter biasanya tipe ini sudah
jarang digunakan karena keterbatasannya.

6
DASAR-DASAR PERENCANAAN
PERKERASAN JALAN RAYA

Perkerasan Lentur Jalan Raya

Kuliah -2
COURSEOUTLINE

HARI Jum'at
PERTEMUAN WAKTU SUB POKOK BAHASAN PENGAJAR
/TGL

1 07/09/2012 14.00-16.15 Pendahuluan, Sejarah Perkerasan Jalan MIS

2 14/09/2012 14.00-16.15 Dasar Perencanaan Perkerasan Jalan MIS

3 21/09/2012 14.00-16.15 Parameter Perenc Tebal Perk. Lentur SOF

4 28/09/2012 14.00-16.15 Beban Kendaraan (Vehicle Damage Factor) SOF


5 05/10/2012 14.00-16.15 Perhitungan Perkerasan Lentur SOF

6 12/10/2012 14.00-16.15 Perhitungan Perkerasan Lentur SOF


7 19/10/2012 14.00-16.15 Tugas Besar SOF

8 02/11/2012 14.00-16.15 Presentasi Tugas Besar SOF

9 09/11/2012 14.00-16.15 MIDTEST MIS

10 16/11/2012 14.00-16.15 Pelaksanaan Perkerasan Lentur MIS

11 23/11/2012 14.00-16.15 Parameter Perenc. Perkerasan kaku MIS

12 30/11/2012 14.00-16.15 Metode Penrenc. Perkerasan kaku ABD

13 07/12/2012 14.00-16.15 Metode Penrenc. Perkerasan kaku ABD

14 14/12/2012 14.00-16.15 Penulangan Perkerasan kaku ABD


15 21/12/2012 14.00-16.15 Metode Pelaksanaan Perkerasan kaku ABD

16 28/12/2012 14.00-16.15 Tugas Besar MIS


Faktor-faktor yang mempengaruhi
fungsi pelayanan jalan raya
• Fungsi dan Kelas jalan
• Kinerja Perkerasan
• Umur Rencana
• Beban Lalu lintas
• Sifat dan daya dukung Tanah dasar
• Kondisi Lingkungan
• Sifat dan ketersediaan bahan konstruksi jalan
• Bentuk geometrik jalan
Faktor-faktor yang mempengaruhi
Perencanaan Tebal Perkerasan
• Beban lalu lintas
• Daya dukung tanah dasar
• Fungsi jalan
• Kondisi lingkungan
• Mutu struktur perkerasan jalan
Bagan alir prosedur perencanaan flexible
pavement dengan metode Analisa Komponen

5
Kinerja perkerasan jalan
• Keamanan, ditentukan berdasarkan gesekan
akibat adanya kontak antara ban dan
permukaan jalan
• Wujud Perkerasan
• Fungsi pelayanan

Wujud perkerasan dan fungsi pelayanan


umumnya satu kesatuan yag digambarkan
dengan “kenyamanan mengemudi (riding
quality)”
Tingkat kenyamanan ditentukan
berdasarkan anggapan;
• Jalan disediakan untuk memberikan keamanan
dan kenyamanan pada pemakai jalan
• Kenyamanan sebenarnya merupakan faktor
subjektif
• Kenyamanan berkaitan dengan bentuk fisik
perkerasan yang dapat diukur secara objektif
• Wujud perkerasan juga dapat dapat diperoleh
dari sejarah perkerasan jalan
• Pelayanan jalan dapat dinyatakan sebagai nilai
rata-rata yang diberikan oleh si pemakai jalan.
Kinerja perkerasan dapat
dinyatakan dengan :
Indeks Permukaan Fungsi Pelayanan
• Indeks permukaan / (IP)
serviceability index 4-5 Sangat baik
3-4 Baik
2-3 Cukup
1- 2 Kurang
0-1 Sangat

RCI Kondisi permukaan jalan secara visuil

• Indeks kondisi jalan / 8 – 10


7–8
Sangat rata dan teratur
Sangat baik, umumnya rata

road condition index 6–7


5–6
Baik
Cukup, sedikit sekali atau tidak ada
lubang, tetapi permukaan jalan tidak rata
4–5 Jelek, kadang-kadang ada lubang,
permukaan jalan tidak rata
3–4 Rusak, bergelombang, banyak lubang
2–3 Rusak berat, banyak lubang dan seluruh
daerah perkerasan hancur
≤2 Tidak dapat dilalui, kecuali dengan 4 WD
jeep
Lalu Lintas
• Tebal perkerasan jalan ditentukan dari
besar beban yang akan dipikul.
• Besar beban lalu lintas dapat diperoleh
dari :
- Analisa lalu lintas saat ini
- Perkiraan pertumbuhan jumlah
kendaraan selama umur rencana
Beban sumbu standar (Standar axle load)

• Jenis kendaraan yang memakai jalan beraneka ragam


variasi ukuran, beban, konfigurasi sumbu.
• Perlu ada beban standar
• Beban standar adalah beban sumbu tunggal roda ganda
seberat 18.000 pound (8.16 Ton)
33 cm

Tekanan Angin =
5.5 kg/cm2

8.16 ton

11 cm
ESAL (Equivalent Standard
Axle Load)

4
 L 
ESAL = k  
 8.16 

Dengan ;
ESAL = Ekivalensi standard axle load
L = Beban satu sumbu kendaraan
k =1 ; untuk sumbu tunggal
= 0.086 ; untuk sumbu tandem
= 0.021 ; untuk sumbu triple

Variasi L sangat sensitif


Lintas Ekivalen
• Lintas ekivalen adalah repetisi beban yang dinyatakan
dalam lintas sumbu standar diterima oleh konstruksi jalan.
• Lintas Ekivalen Permulaan (LEP) adalah besarnya lintas
ekivalen pada saat jalan tersebut dibuka
LEP = Σ LHRi x Ei x Ci x (1 x i)n
• Lintas Ekivalen Akhir (LEA) adalah besarnya lintas
ekivalen pada saat jalan tersebut membutuhkan
perbaikan (akhir umur rencana)
LEA = LEP (1 + r)n
• Lintas Ekivalen Selama Umur Rencana (AE18KSAL/N)
adalah jumlah lintasan ekivalen yang akan melintasi jalan
selama masa layan dari saat dibuka sampai akhir umur
rencana.
Kinerja perkerasan selama masa layan

Nilai Kondisi
(NK)
Kondisi NK Peningkatan
Pemeliharaan
Perencan o Rutin dan
aan Ideal Berkala

Rehabilitasi

Masa Pemeliharaan Rutin dan


Berkala
Kondisi
Kritis NKT
Penunjang
Masa Peningkatan
Kondisi NK
K
Runtuh
Masa Rekonstruksi

Masa Layan
N (log)
Jumlah lajur dan distribusi lajur
Lebar Perkerasan (L) Jumlah Lajur (m)
L< 5,5 m 1 lajur
Pedoman penentuan
5,5 m < L < 8,25 m 2 lajur
jumlah lajur 8,25 m < L < 11,25 m 3 lajur
11,25 m < L < 15,00 m 4 lajur
15,00 m < L < 18,75 m 5 lajur
18,75 m < L < 22,00 m 6 lajur

Jumlah Kendaraan Ringan * Kendaraan Berat **


Lajur
1 arah 2 arah 1 arah 2 arah
1 lajur 1,00 1,00 1,00 1,00
Koefisien distribusi 2 lajur 0,60 0,50 0,70 0,50
3 lajur 0,40 0,40 0,50 0,48
lajur 4 lajur 0,30 0,45
5 lajur 0,25 0,43
6 lajur 0,20 0,40
* Berat Total < 5 ton
** Berat Total > 5 ton
Kondisi Lingkungan dan pengaruhnya
terhadap konstruksi perkerasan jalan
• Mempengaruhi sifat teknis konstruksi
perkerasan dan komponen material
perkerasan
• Pelapukan bahan meterial
• Mempengaruhi penurunan tingkat
pelayanan dan tingkat penyamanan
perkerasan jalan.
Faktor lingkungan yang mempengaruhi
• Air Tanah dan hujan, adanya aliran air disekitar
badan jalan mengakibatkan perembesan air ke
badan jalan yang mengakibatkan perlemahan
ikatan antar butiran agregat dengan aspal, dan
perubahan kadar air akan mempengaruhi daya
dukung tanah dasar.
• Kemiringan medan, untuk mempercepat
pengaliran air.
• Perubahan temperatur, bahan aspal adalah
meterial termo plastis.
Tanah dasar (subgrade)
Daya dukung tanah dasar
Metode – metode penentuan daya dukung
tanah dasar;
•CBR (California Bearing Ratio)
•Mr (Resilient Modulus)
•k (Modulus Reaksi Tanah)
•DCP (Dynamic Cone Panetration)
Test-test pada subgrade
CBR (California bearing ratio)
CBR (California bearing ratio)
CBR (California bearing ratio)
CBR (California bearing ratio)
CBR (California bearing ratio)
CBR (California bearing ratio)
CBR (California bearing ratio)
CBR (California bearing ratio)
CBR (California bearing ratio)
CBR (California bearing ratio)
CBR (California bearing ratio)
CBR (California bearing ratio)
CBR (California bearing ratio)
Penentuan Nilai CBR Tanah Dasar

• Niali CBR satu titik pengamatan;


CBR titik = {(h1(CBR1)1/3+ ….+ hn(CBRn)1/3 /100 }3

• CBR segmen
- Cara analitis :
CBR segmen = CBR rata-rata – (CBR mak – CBR min /R
DAFTAR NILAI R SETIAP JUMLAH CBR Segmen
Jumlah Titik R Jumlah Titik R Jumlah Titik R Jumlah Titik R
2 1,41 21 3,18 41 3,18 61 3,18
3 1,91 22 3,18 42 3,18 62 3,18
4 2,24 23 3,18 43 3,18 63 3,18
5 2,48 24 3,18 44 3,18 64 3,18
6 2,67 25 3,18 45 3,18 65 3,18
7 2,83 26 3,18 46 3,18 66 3,18
8 2,96 27 3,18 47 3,18 67 3,18
9 3,18 28 3,18 48 3,18 68 3,18
10 3,18 29 3,18 49 3,18 69 3,18
11 3,18 30 3,18 50 3,18 70 3,18
12 3,18 31 3,18 51 3,18 71 3,18
13 3,18 32 3,18 52 3,18 72 3,18
14 3,18 33 3,18 53 3,18 73 3,18
15 3,18 34 3,18 54 3,18 74 3,18
16 3,18 35 3,18 55 3,18 75 3,18
17 3,18 36 3,18 56 3,18 76 3,18
18 3,18 37 3,18 57 3,18 77 3,18
19 3,18 38 3,18 58 3,18 78 3,18

20 3,18 39 3,18 59 3,18

40 3,18 60 3,18
CBR segmen Metoda Grafis

CBR Ruas : 1
Analisa CBR segmen Metoda Grafis

No CBR (%)
1 7,29 CBR Jumlah > %>
2 3,85 0 15 15/15 * 100 % 100 %
3 3,81 1 12 12/15 * 100 % 80 %
4 0,62
2 11 11/15 * 100 % 73,3333 %
5 6,98
3 10 10/15 * 100 % 66,6667 %
6 3,87
4 5 5/15 * 100 % 33,3333 %
7 3,95
8 7,27 5 5 5/15 * 100 % 33,3333 %

9 9,17 6 5 5/15 * 100 % 33,3333 %

10 3,54 7 4 4/15 * 100 % 26,6667 %


11 9,74 8 3 3/15 * 100 % 20 %
12 2,22
9 2 2/15 * 100 % 13,3333 %
13 0,83
14 0,17
15 1,15
CBR segmen Metoda Grafis

100
90
% SAMA ATAU LEBIH DARI

80
70
60
50
40
30
20
10
0
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
CBR
2.8 %
1. Apa yang dimaksud dengan tanah dasar
dan faktor-faktor apa saja yang
mempengaruhi kekuatan tanah dasar untuk
jalan raya?

2. Sebutkan dan Jelaskan cara-cara penentuan


nilai CBR tanah dasar untuk perencanaan
perkerasan lentur?
TATA CARA
PELAPISAN ULANG DENGAN CAMPURAN ASPAL EMULSI

NO. 05/T/BNKT/1992

DIREKTORAT JENDERAL BINA MARGA


DIREKTORAT PEMBINAAN JALAN KOTA
PRAKATA

Dalam rangka mengembangkan jaringan jalan perkotaan yang efisien


dengan kualitas yang baik, perlu diterbitkan buku-buku standar mengenai
perencanaan, pelaksanaan, pengoperasian dan pemeliharaan.
Untuk maksud tersebut Direktorat Pembinaan Jalan Kota, Direktorat
Jenderal Bina Marga, selaku pembina pengembangan jalan-jalan di kawasan perkotaan
berusaha menyusun standarstandar yang diperlukan sesuai dengan prioritas
dan kemampuan yang ada.

Sesuai dengan ketentuan-ketentuan Dewan Standarisasi Indonesia


yang diberikan oleh Panitia Tetap Standarisasi Departemen Pekerjaan
Umum, standar-standar bidang konstruksi di kelompokan kedalam standar mengenai
Tata Cara Pelaksanaan, Spesifikasi dan Metode Pengujian.

Buku standar "Tata Cara Pelapisan Ulang dengan Campuran Aspal


Emulsi" ini ah satu konsep dasar yang dihasilkan oleh Direktorat
Pembinaan Jalan Kota yang masih memerlukan persetujuan Menteri
Pekerjaan Umum untuk menjadi Standar Konsep Nasional Indonesia
(SKSNI) dan persetujuan Dewan Standarisasi Nasional Indonesia untuk
menjadi Standar Nasional Indonesia (SNI).

Namun demikian sambil menunggu persetujuan tersebut, kiranya


standar ini dapat diterapkan di dalam melaksanakan kegiatan-kegiatan
penataan pelapisan ulang aspal emulsi. Dan kami harapkan dari penerapan
dilapangan, dapat kami peroleh masukan-masukan kembali berupa saran dan
tanggapan guna penyempurnaan selanjutnya.

Jakarta, Januari 1993


DIREKTUR PEMBINAAN JALAN KOTA

SUNARYO SUMADJI

i
DAFTAR ISI

Halaman

Kata Pengantar ......................................... i


Daftar Isi .........................................ii

I. DESKRIPSI ........................................... 1

1.1 Maksud dan Tujuan ............................ 1


1.2 Ruang Lingkup ................................ 1
1.3 Pengertian ................................... 1

II. PERSYARATAN - PERSYARATAN ......................... 4

III. KETENTUAN-KETENTUAN ............................... 5

3.1 Peralatan Produksi Campuran Dingin............. 5


3.2 Peralatan Untuk Pelaksanaan Perkerasan Aspal
Dingin ....................................... 5
3.3 Peralatan Untuk Pelaksanaan Perkerasan Burtu
dan Burda .................................... 5
3.4 Bahan Untuk Burtu dan Burda ................... 5
3.5 Bahan Untuk Aspal Dingin ...................... 7

IV. PELAKSANAAN ..................................... 10

4.1 Pelaksanaan Pekerjaan Burtu dan Burda ....... 10


4.2 Pelaksanaan Pekerjaan Campuran Dingin ....... 21

LAMPIRAN .................................................24

ii
I. DESKRIPSI

1.1. Maksud dan Tujuan

Buku Tata Cara ini dimaksudkan untuk menjadi pegangan bagi


pelaksana pekerjaan dan pengawas dalam melakukan pelapisan
ulang dengan menggunakan campuran emulsi, dengan tujuan
agar dapat melaksanakan pelapisan ulang dengan baik dan
menghasilkan pekerjaan yang tepat dan benar.

1.2. Ruang Lingkup

Ruang lingkup buku Tata Cara ini yaitu

a. Jenis pekerjaan untuk lapis perkerasan yang menggunakan


aspal emulsi, seperti : Burtu, Burda, dan Campuran
Dingin (Cold Mix) yang pada buku ini hanya diuraikan
Campuran Emulsi Bergradasi Terbuka dan Campuran Emulsi
Bergradasi Rapat.

b. Langkah-langkah pekerjaan dimulai dari tahap persiapan,


pencampuran bahan, pengaturan lalu-lintas, pelaksanaan
penghamparan serta pemadatan.

1.3. Pengertian.

a. Burtu (Laburan Aspal Satu Lapis) merupakan lapis penutup


yang terdiri dari lapisan aspal emulsi yang ditaburi
agregat berukuran nominal 13 mm atau 20 mm.

b. Burda (Laburan Aspal Dua Lapis) merupakan lapis penutup


yang terdiri dari lapisan aspal emulsi yang ditaburi
agregat yang dikerjakan dua kali secara berurutan dengan
tebal maksimum 35 mm.

c. Chips atau batuan yaitu agregat pecah atau batu berukuran


tunggal (single size) yang digunakan untuk menutupi
aspal.

1
d. Campuran Dingin (cold mix), yaitu campuran batuan dengan
aspal tanpa memerlukan proses pemanasan.

e. Aspal Emulsi yaitu aspal yang dilarutkan dalam air me-


lalui proses teknologi tertentu, berwarna coklat
kehitaman dan encer.

f. Emulsi Kationik merupakan aspal emulsi yang partikel


partikel aspalnya bermuatan listrik positif, cara peng-
uraian air dan aspal dengan proses reaksi, mempunyai
variabilitas yang luas, baik untuk kelekatan terhadap
batuan asam dan dapat disimpan (stock).

g. Aspal Emulsi dibagi atas 3 jenis, yaitu :

- Rapid Setting Emulsions


Aspal emulsi ini mempunyai waktu setting yang singkat
sehingga hanya cocok untuk pelaburan seperti Burtu,
Burda, Buras, Penetrasi Makadam, Lapis Resap Pengikat
(Prime Coat) atau Lapis Pengikat (Tack Coat).

- Medium setting Emulsions


Aspal emulsi ini mempunyai waktu setting yang sedang
sesuai untuk digunakan dalam campuran dengan agregat
kasar.

- Slow Setting Emulsions


Aspal emulsi ini mempunyai waktu setting yang lambat
sehingga memungkinkan untuk digunakan pada pencampuran
dengan agregat halus yang tinggi atau agregat ber-
gradasi menerus.

h. Setting yaitu pemisahan aspal dari air dan melekatnya


pada permukaaan agregat telah sempurna.

i. Campuran Emulsi Bergradasi Terbuka (open Graded Emulsion


Mix) yaitu campuran emulsi dengan agregat bergradasi
tunggal yang digunakan sebagai lapis pondasi atau lapis
permukaan, serta untuk penambalan.

2
j. Campuran Emulsi Bergradasi Rapat (Dense Graded Emulsion
Mix) yaitu campuran emulsi dengan agregat bergradasi
menerus dan digunakan sebagai lapis pondasi atau lapis
permukaan, serta penambalan.

3
II. PERSYARATAN-PERSYARATAN

Dalam pelaksanaan pelapisan ulang dengan pengikat emulsi


harus diperhatikan beberapa hal, antara lain yaitu :

a. Saluran samping harus terpelihara dengan baik agar kadar


air pada campuran tidak terganggu.
b. Distributor aspal telah dikalibrasi sehingga mampu
menyemprotkan aspal secara merata sesuai takaran
rencana.
c. Penggunaan peralatan harus tepat sesuai dengan perun-
tukan dan kebutuhannya.
d. Agregat agar dijaga jangan sampai mengandung kadar air
yang tinggi, karena dengan penambahan kadar air yang
berasal dari emulsi maka menyebabkan tingkat kepadatan
tidak maksimum.
e. Air yang digunakan harus bersih.
f. Pemakaian batuan kapur hendaknya memenuhi
spesifikasi Bina Marga.
g. Agar mendapatkan kualitas pekerjaan yang baik perlu
dilakukan desain campuran dan pengujian di laboratorium.
h. Untuk mengetahui tebal hamparan gembur dilakukan
percobaan terlebih dahulu di laboratorium agar tebal
padat yang diinginkan tercapai.
i. Sebelum melakukan penghamparan dilakukan penambalan
terhadap lubang-lubang.
j. Penghamparan sebaiknya dilakukan pada waktu cuaca baik,
atau paling terpaksa diperbolehkan pada waktu gerimis.
k. Pelaksanaan penghamparan tidak boleh di atas perkerasan
yang basah, serta bebas dari debu.
l. Untuk melindungi pekerjaan dari hujan, maka pelaksana
menyiapkan penutup konstruksi (terpal/plastik)
m. Jalan dibuka untuk lalu-lintas dua jam setelah pemadatan
akhir pada pekerjaan Burtu/Burda dan enam jam pada
campuran dingin, dengan catatan kecepatan kendaraan
diusahakan rendah (30 km/jam).

4
III. KETENTUAN-KETENTUAN

3.1. Peralatan Produksi Untuk Campuran Dingin

a. Beton Molen kapasitas 250 liter atau Asphalt Mixing


Plant tanpa proses pembakaran atau Batching Plant tipe
Pugmill.
b. Wheel loader.
c. Alat bantu (sekop, cangkul, gerobak dorong).

3.2. Peralatan Untuk Pelaksanaan Perkerasan Campuran Aspal Dingin

a. Dump Truck.
b. Asphalt Finisher.
c. Asphalt Sprayer.
d. Compressor.
e. Tandem Roller 6 - 8 ton.
f. Pneumatic Tire Roller 8 - 12 ton.
g. Tangki Air.
h. Alat Bantu Lainnya.

3.3. Peralatan Untuk Pelaksanaan Pekerasan Burtu atau Burda

a. Compressor
b. Distributor Aspal.
c. Dump Truck.
d. Pneumatic Tyre Roller 8-12 ton.
e. Chip Spreader.
f. Alat Bantu (sapu lidi, sikat baja, sikat ijuk kasar)

3.4. Bahan Untuk Burtu dan Burda

a. Agregat yang digunakan harus berupa batu pecah/kerikil


yang bersih, kuat, kering, bebas kotoran, lempung atau
debu.
b. Gradasi agregat pada lapis pertama lebih besar dari pada
gradasi pada lapis kedua.

5
c. Ukuran nominal Burtu atau lapis pertama Burda yaitu 13
mm, dengan ukuran terkecil rata-rata antara 6,4 -9,5mm.
Sedangkan ukuran nominal lapis kedua Burda yaitu 6 mm.
Agregat untuk lapis kedua Burda berbentuk kubus dan
harus dapat saling mengunci ke dalam rongga - rongga
permukaan lapis pertama.
d. Aspal emulsi yang dipakai yaitu jenis Cationic Rapid
Setting (tipe CRS-1 atau CRS-2).

Tabel III-1. Persyaratan Ukuran Agregat.

Ukuran
nominal Ukuran terkecil Presentasi Presentase
rata rata (ALD) ukuran ter- maksimum
(mm) kecil rata- lolos sa-
rata dian- ringan
tara 2,5 mm 4,75 mm

13 6-4 – 9,5 65 2

Tabel III-2. Gradasi Agregat Lapis Penutup Kedua Burda

Ukuran ayakan Presentase Lolos


ASTM (mm) menurut berat

9,50 100
6,25 95 – 100
2,36 0 - 15
1,18 0 - 8

6
3.5. Bahan Untuk Campuran Aspal Dingin

3.5.1 Campuran Emulsi Bergradasi Terbuka (OGEM)

a. Agregat yang dihasilkan oleh Crushing Plant harus


bersih, keras dan awet.Tidak kurang dari 75 %berat
agregat harus mempunyai sekurang-kurangnya dua bidang
pecah. Agregat harus mempunyai nilai abrasi Los Angeles
lebih kecil dari 35 % untuk lapisan base, dan lebih
kecil dari 25 % untuk lapis aus. Agregat gabungan lolos
ayakan no 4 tetapi di luar bahan pengisi yang
ditambahkan harus mempunyai nilai setara pasir lebih
besar 45 % jika diuji dengan metode ASTM 02419. Agregat
harus mempunyai indeks kepipihan lebih kecil 30 jika
diuji dengan BS 812.
b. Aspal Emulsi yang digunakan tipe CMS-2 atau CMS-2h yang
memenuhi AASHTO M 208-81.

3.5.2 Campuran Emulsi Bergradasi Rapat (DGEM)

a. Agregat yang dihasilkan oleh Crushing Plant harus


bersih, keras dan awet. Agregat berupa batu
pecah, kerikil bercampur pasir, abu batu atau terak.
Nilai abrasi Los Angeles agregat kasar lebih kecil dari
40 %, kecuali untuk lapis aus mempunyai nilai lebih besar
dari 35 % pada 500 putaran.
b. Agregat halus terdiri dari salah satu atau lebih pasir
hasil pecahan batu atau pasir alam yang bebas
dari gumpalan atau butiran lempung atau tanah.
c. Bahan pengisi jika 'dibutuhkan untuk menghasilkan
campuran harus berupa Semen PC maksimum 2 %.

7
Tabel 111-3. Batasan Komposisi Campuran Emulsi Bergradasi
Terbuka (OGEM)
Lapisan Lapisan
Sifat Satuan
Pengasar Base

Ukuran 25,00 mm 100 100


19,00 mm 100 80 - 100
12,50 mm persen 100 -

9,50 mm lewat 80 - 100 20 - 55


6,75 mm 10 - 40 5 - 30
2,36 mm 0 – 10 0 – 5

1,18 mm 0 – 5 -
75 mikron 0 - 2 0 - 2
Tebal lapisan nominal mm 25 -
Kadar aspal efektif % berat 3,9 3,3
total
Minimum kadar emulsi % berat 6,6 5,7
total

campuran

Tabel 111-4. Persyaratan Sifat Campuran Emulsi Bergradasi


Terbuka (OGEM).

Sifat Satuan Lap.Binder Lap. Aus

Penyelimutan I % > 75 > 75

Jumlah Penga- % Bitumen sisa < 0,5 < 0,5


liran Air terhadap berat
agregat

Jumlah tercuci % Bitumen sisa < 0,5 < 0,5


terhadap berat
agregat

Tebal minimum mikron 20 20


Efektif Film
Bitumen

8
Tabel III-5. Persyaratan Gradasi Agregat Kasar Untuk Campuran
Emulsi Bergradasi Rapat (DGEM).

Saringan Ukuran Presentase Berat Yang Lewat


(mm) (ASTM) Untuk Semua DGEM

50,0 2" 100


37,5 1 1/2 90 - 100
25,0 1 20 - 100
12,5 1/2 5 - 100
9,5 3/8 0 - 100
4,75 #4 0 - 30
2,36 #8 0 - 10
0,075 #200 0 - 5

Tabel 111-6. Persyaratan Gradasi Agregat Halus Untuk


Campuran Aspal Bergradasi Terbuka.

Saringan Ukuran Presentase Berat Yang Lewat


(mm) (ASTM) Untuk Semua DGEM

9,5 3/8 100


4,75 #4 90 - 100
2,36 #8 20 - 100
0,60 #30 5 - 100
0,075 #200 1 - 11

9
IV. PELAKSANAAN

4.1 Pelaksanaan Pekerjaan Burtu dan Burda

4.1.1 Penyemprotan Bahan Pengikat

Ketidakrataan penggunaan aspal cenderung akan mengurangi


umur pelaburan (batuan akan terlepas karena
kekurangan aspal atau permukaan akan licin karena
kelebihan aspal). Oleh karena itu diperlukan seorang
operator yang berpengalaman. Distributor harus
dikalibrasi terlebih dahulu dan diuji sebelum dibawa ke
lapangan. Untuk mencapai keberhasilan pelaburan maka
peralatan yang dibawah standar harus ditolak. Harus
dimonitor jumlah penggunaan yang dicapai setiap lintasan
penyemprotan (volume dipstick dalam liter /luas area
dalam m2) dan menjaga agar tinggi batang penyemprot serta
sudut nozel disetel secara tepat pula.

Takaran penggunaan untuk pelaburan lapis pertama:

SR = (0,138 ALD + e) x Tf (liter/m2)

Dimana :

ALD = ukuran rata-rata terkecil (mm) dari setiap stockpile


e = jumlah emulsi yang diperlukan untuk mengisi
rongga tekstur di bawahnya (lihat Tabel IV-1).
Tf = angka faktor yang tergantung pada volume lalulintas
(lihat Tabel IV-2)

Takaran lapis kedua

SR = 0,8 liter/m2, untuk Burda-1 dan

SR = 0,6 liter/m2, untuk Burda-2.

Takaran yang dicapai harus dimonitor setiap lintasan


penyemprotan seperti halnya pada pelaksanaan lapis
resap.Panjang lintasan penyemprotan minimum 100 meter
sehingga takaran dapat dimonitor secara tepat.

10
11
12
13
14
15
16
Tabel IV-1. Jumlah Emulsi Yang Diperlukan Untuk Mengisi
Tekstur Di Bawahnya.

Tabel IV-2. Angka Faktor Yang Tergantung Pada Lalu-lintas

17
Rumus untuk pengendalian mutu volume penyemprotan

W = N x S, dimana :

W = lebar efektif yang disemprot


W = jumlah lubang nozzle pada batang penyemprot
W = jarak setiap nozzle yang digunakan (0,1 m)

Luas efektif yang disemprot = L x W


= L x N x 0,1 (m2)

Volume pemakaian = volume awal - volume akhir


L x N x 0,1

Sebelum penyemprotan dipasang lembaran kertas tebal penutup


(misal: kertas semen) pada tempat awal dan akhir
penyemprotan guna mendapatkan batas permukaan yang rapih.
Pasang tanda (misal: dengan benang/tambang) pada batas
tepi pengaspalan untuk pedoman operator.
Asphalt Distributor dijalankan di atas kertas penutup
awal dan pipa penyiraman dibuka. Asphalt Distributor
dijalankan dengan kecepatan konstan sampai batas akhir.
Penyemprotan emulsi kedua dilakukan setelah pemadatan lapis
pertama.

4.1.2 Penghamparan Batuan


Agregat penutup (chip) harus dihampar segera setelah
penyemprotan lapis pengikat dan harus selesai dalam waktu
5 menit (maksimum 25 m di belakang Aspal Sprayer)
terhitung selesainya penyemprotan.
Takaran penggunaan batuan yang tepat ditetapkan secara
visual. Pada saat pertama batuan dihampar, permukaan
lapis binder (hingga 30 % luas hamparan) akan tampak
di antara permukaan batuan tersebut. Bila kemudian
hamparan batuan digilas seluruh permukaan bitumen tadi harus
tertutup. Jika lebih dari 5 % batuan tidak melekat pada
binder maka berarti jumlah batuan yang digunakan
berlebihan. Agregat di-

18
19
CHIP SESUDAH DILEWATI KENDARAAN ( SUATU PEMECAHAN DAN PEMBENAMAN )

Gambar 7 Contoh hasil penghamparan agregat dengan ukuran agregrat dan


penghomparan yang benar.

20
hampar merata di atas lapisan yang telah disemprot dengan
menggunakan Chip Spreader. Setiap bagian yang tidak ter
tutup hamparan agregat harus segera ditutup kembali.
Penghamparan agregat agar sesuai dengan spesifikasi.
Pelaburan yang menggunakan agregat penutup berukuran lebih
kecil sebaiknya digunakan bila lapisan bawahnya
adalah campuran aspal HRS atau Aspal Beton, karena batuan
yang berukuran lebih besar jika dipasang di atas permukaan
yang licin akan mudah lepas akibat lalu-lintas.

4.1.3 Penggilasan dan Penyapuan

Penggilasan dengan Pneumatic Tyre Roller harus


segera dimulai setelah batuan Burtu atau lapis pertama
Burda ditaburkan, dan Pneumatic Tyre Roller dengan
kecepatan 5 km/jam harus melakukan enam lintas di seluruh
area. Batuan yang telah dipadatkan ini harus disapu dalam
waktu 24 - 48 jam setelah pemadatan untuk membuang
kelebihan batuan dan sebelum lapisan kedua dimulai
sehingga tidak memecahkan kaca kendaraan yang lewat.

4.2 Pelaksanaan Pekerjaan Campuran Dingin 4.2.1 Pengendalian


Lalu-lintas

Keamanan pekerja maupun pemakai jalan pada saat pekerjaan


harus dijaga. Pengaturan arus lalu-lintas dilakukan
dengan menempatkan rambu-rambu atau kerucut lalu-
lintas pada daerah kerja.

Lalu-lintas dijaga agar tidak lewat di atas pekerjaan baru


sebelum 3 kali lintasan pemadatan. Jika keadaan memaksa
harus diberi rambu dengan tulisan "Aspal Cair" dan "20
km/jam". Kerucut lalu-lintas ditempatkan guna membatasi
perkerasan yang belum dipadatkan. Pengawasan dan pengen-
dalian penuh lalu-lintas dilakukan selama 48 jam.

21
4.2.2 Pekerjaan Persiapan

- Lubang-lubang atau tonjolan-tonjolan dari bahan-


bahan perusak dikeluarkan dengan memakai penggaruk
baja.
- Bersihkan permukaan perkerasan lama dengan sapu
atau peniup debu atau sikat kawat sebelum diberikan
lapis resap pengikat dengan luas area yang dibersihkan
dilebihkan 20 cm dari tiap-tiap tepi.
- Semprotkan aspal emulsi jenis Rapid Setting sebagai
lapis resap pengikat sebanyak 0,8 liter per meter
persegi.

4.2.3 Pencampuran Emulsi Campuran Dingin Menggunakan Beton Molen

- Pertama-tama bersihkanlah Beton Molen dari sisa-


sisa campuran aspal yang masih tertinggal dari sisa
pekerjaan terdahulu dengan menggunakan air.
- Putarlah Beton Molen dengan kecepatan yang rata antara 25
sampai 30 putaran per menit.
- Takarlah agregat sesuai dengan jumlah yang diperlukan
untuk masing-masing fraksi batuan .
- Masukkan batuan secara berurutan dimulai dari
batuan kasar, sedang dan halus.
- Periksa dengan tangan kelembaban batuan yang sedang
dicampur. Bila batuan terlalu kering beri tambahan air
secukupnya.
- Setelah batuan tercampur merata maka tuanglah
aspal emulsi sesuai dengan takaran secara
perlahanlahan dan penuangannya tidak terlalu tinggi
dari bibir Beton Molen.
- Kontrol keadaan Campuran dan Usahakan agar
proses pencampuran sekitar 6 menit.
- Agar pencampuran berhasil baik, untuk satu Beton Molen
tahap penuangan bahan dilakukan dalam 3 tahap dan setelah
melakukan 10 kali pencampuran alat Beton Molen
dibersihkan kembali.

22
4.2.4 Pengangkutan, Penghamparan dan Pemadatan Perkerasan
Campuran Dingin

Pengangkutan campuran ke lokasi penghamparan


dilakukan dengan menggunakan Dump Truck. Truck untuk
mengangkut campuran harus mempunyai alas logam, bersih
dan rata. Badan Truck disemprotkan air sedikit, minyak
bakar encer atau larutan kapur untuk mencegah campuran
melekat pada alas Truck. Campuran yang akan dihampar
hendaknya masih berwarna coklat. Mengingat bahan ini
bersifat permeable maka penting bahwa permukaan yang ada
bebas aliran air dan harus kedap air sebelum bahan
campuran dihampar. Penghamparan dilakukan memakai Asphalt
Finisher.

Pemadatan dilakukan dengan Tandem Roller dan Pneumatic


Tyre Roller. Pemadatan awal dilakukan dengan Tandem
Roller sebanyak 2 - 4 kali lintasan dengan kecepatan 5
km/jam. Penggilasan harus dimulai dari tepi yang lebih
bawah dan berpindah ke arah bagaian tengah. Abu batu atau
pasir dapat diberikan secara merata dengan takaran 2 -
4 k/m 2. Pemadatan lanjutan dengan menggunakan
Pneumatic Tyre (Pemadatan Akhir) Roller sebanyak 2 - 10
lintasan. Hasil pemadatan perkerasan masih berwarna
coklat. Sebelum jalan dibuka untuk dilalui oleh lalu-
lintas hendaknya permukaan perkerasan ditaburi dengan
pasir halus guna melindungi kontak langsung antara
ban kendaraan dengan permukaan perkerasan. Apabila
turun hujan pada saat setting belum sempurna, maka
perkerasan dilabur dengan aspal dan pasir. Untuk
mengetahui kapan proses penguapan air dalam campuran
perkerasan telah 100% atau mendekati 100 %, maka diambil
contoh dengan berbagai kadar emulsi diudara terbuka namun
terlindung dari sinar matahari. (kurang lebih sekitar 9
hari). Proses setting telah sempurna apabila perkerasan
telah berubah menjadi warna hitam.

Pembukaan jalan dilakukan setelah 6 jam penghamparan


dengan kecepatan rendah. Pemberian lapisan pasir yang
agak kasar akan melindungi perkerasan dari roda
kendaraan.

23
LAMPIRAN
DAFTAR BUKU STANDAR
DIREKTORAT PEMBINAAN JALAN KOTA

NO. JUDUL BUKU NO. REGIRTRASI


1. Peta Klasifikasi Fungsi Jalan Seluruh Indonesia Desember 1986
(Tentative)
2. Produk Sandar Untuk Jalan Perkotaan Februari 1987
3. Standar Specification For Geometric Design Of Januari 1988
Urban Roads
4. Standar Perencanaan Geometrik Untuk Jalan Januari 1988
Perkotaan
5. Manual Pemeliharaan Jalan 03/MN/B/1983
6. Panduan Survai dan Perhitungan Waktu Perjalanan 001/T/BNKT/1990
Lalu-lintas
7. Panduan Survai Wawancara Rumah 002/T/BNKT/1990
8. Petunjuk Perambuan Sementara Selama Pelaksanaan 003/T/BNKT/1990
Pekerjaan
9. Petunjuk Tertib Pemanfaatan Jalan 004/T/BNKT/1990
10. Petunjuk Pelaksanaan Pemasangan Utilitas 005/T/BNKT/1990
11. Petunjuk Pelaksanaan Pelapisan Ulang Jalan 006/T/BNKT/1990
PadaDaerah Kereb Perkerasan dan Sambungan
12. Petunjuk Perencanaan Trotoar 007/T/BNKT/1990
13. Petunjuk Desain Drainase Permukaan Jalan 008/T/BNKT/1990
14. Petunjuk Pelaksanaan Perkerasan Kaku(Beton Semen) 009/T/BNKT/1990
15. Panduan Penentuan Klasifikasi Fungsi Jalan 010/T/BNKT/1990
di Wilayah Perkotaan
16. Standar Spesifikasi Kereb 011/S/BNKT/1990
17. Petunjuk Perencanaan Marka jalan 012/S/BNKT/1990
18. Petunjuk Lokasi dan Standar Spesifikasi Bangunan 013/S/BNKT/1990
Pengaman Tepi Jalan
19. Tata Cara Perencanaan Pemisah 014/T/BNKT/1990
20. Tata Cara Perencaanaan Peberhentian Bus 015/T/BNKT/1990
21. Tata Cara Pelaksanaan Survai Inventarisasi Jalan 016/T/BNKT/1990
dan Jembatan Kota
22. Tata Cara Pelaksanaan Survai Perhitungan 017/T/BNKT/1990
Lalu-lintas Cara Manual
23. Tata Cara Penyusunan Program Pemeliharaan Jalan 018/T/BNKT/1990
Kota
24. Tata Cara Pemasangan Rambu dan Marka 001/T/BNKT/1991
Jalan Perkotaan
25. Tata Cara Perencanaan Persimpangan Sederhana 002/T/BNKT/1991
Jalan Perkotaan
26. Standar Perencanaan Geometrik Untuk 003/T/BNKT/1992
JalanPerkotaan
27. Tata Cara Survai Pendahuluan Jembatan di 004/T/BNKT/1991
Daerah Perkotaan
28. Tata Cara Survai Kondisi Jalan Kota 005/T/BNKT/1991
29. Tata Cara Penomoran Ruas dan Simpul Jalan Kota 006/T/BNKT/1991
30. Tata Cara Menyusun RPL dan RKL AMDAL Jalan 007/T/BNKT/1991
Perkotaan
31. Tata Cara Perencanaan Lansekap jalan 008/T/BNKT/1991
No. JUDUL BUKU NO. REGISTRASI
32. Spesifikasi Tanaman Lansekap Jalan 009/T/BNKT/1991
33. Tata Cara Pemeliharaan Perkerasan Kaku Rigit 010/T/BNKT/1991
Pavement)
34. Spesifikasi Penguatan Tebing 011/T/BNKT/1991
35. Spesifiksasi Lampu Penerangan Jalan Perkotaan 012/T/BNKT/1991
36. Standar Specification For Geometric Design of Maret 1992
Urban Roads
37. Petunjuk Praktis Penataan Penghijauan Jalan 001/BNKT/1992
dan Lingkungan
38. Tata Cara Pemasangan Blok Beton Terkunci untuk SNI03-2403-1991
Permukaan Jalan (SK SNI T-04
1990-F)
39. Tata Cara Pelaksanaan Teluk Bis SK SNI T-40
1991-03
40. Tata Cara Pemasangan Ultilitas di Jalan SK SNI T-18
1991-03
41. Tata Cara Perencanaan Drainase Permukaan Jalan SK SNI T-22
1991-03
42. Spesifikasi Kurb Beton untuk Jalan SNI-03-2442-1991
SK SNI S-02
1990-F)
43. Spesifikasi Trotoar SNI-03-2442-1991
SK SNI S-03
1990-F)
44. Spesifikasi Bukan Pemisah Jalur SNI-03-2442-1991
SK SNI S-04
1990-F)
45. Spesifikasi Bangunan Pengaman Tepi Jalan SNI-03-2442-1991
SK SNI S-07
1990-F)
46. Tata Cara Perencanaan Persimpangan Sebidang 001/T/BNKT/1992
Jalan Perkotaan
47. Spesifikasi Perencanaan Lansekap Jalan pada 002/T/BNKT/1992
Persimpangan
48. Tata Cara Penanaman Tanaman Lansekap Jalan 003/T/BNKT/1992
Perkotaan

49. Standar Produk untuk Jalan Perkotaan Volume II 004/T/BNKT/1992

50. Tata Cara Pelapisan Ulang dengan Campuran Aspal 005/T/BNKT/1992


Emulsi

Anda mungkin juga menyukai