Anda di halaman 1dari 49

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI .........................................................................................................................1


BAB I .....................................................................................................................................2
PENDAHALUAN .................................................................................................................2
A. LATAR BELAKANG ..................................................................................................2
B. TUJUAN PENULISAN............................................................................................3
C. MANFAAT................................................................................................................3
BAB II ...................................................................................................................................4
Laporan Pendahuluan Mioma Uteri ..................................................................................4
A. Pengertian .....................................................................................................................4
B. Etiologi ..........................................................................................................................4
C. Gejala Mioma Uteri .....................................................................................................7
D. Patofisiologi ...................................................................................................................9
E. Komplikasi ..................................................................................................................10
F. Pemeriksaan Diagnostik ............................................................................................11
G. Diagnosis Keperawatan .........................................................................................11
H. Intervensi ................................................................................................................12
BAB III ................................................................................................................................33
ASUHAN KEPERAWATAN MIOMA UTERI ..............................................................33
I. PENGKAJIAN ...........................................................................................................33
II. ANALISA DATA....................................................................................................40
III. DIAGNOSA KEPERAWATAN ...........................................................................41
IV. INTERVENSI .........................................................................................................42
V. IMPLEMENTASI ......................................................................................................43
VI. EVALUASI .............................................................................................................44
BAB IV ................................................................................................................................47
PENUTUP ...........................................................................................................................47
A. KESIMPULAN ...........................................................................................................47
B. SARAN ........................................................................................................................48

1
BAB I

PENDAHALUAN

A. LATAR BELAKANG

Mioma Uteri adalah neoplasma yang berasal dari otot uterus dan jaringan
ikat yang menumpangnya sehingga dapat disebut juga dengan leiomioma,
fibriomioma atau fibroid (Prawirohardjo Sarwono,2009). Salah satu masalah
kesehatan pada kaum wanita yang insidensinya terus meningkat adalah mioma
uteri. Mioma uteri menempati urutan kedua setelah kanker serviks berdasarkan
jumlah angka kejadian penyakit.
Penelitian Marino (2004) di Italia melaporkan 73 kasus mioma uteri dari
341 wanita terjadi pada usia 30-60 tahun dengan prevalensi 21,4%. Penelitian
Boynton (2005) di Amerika melaporkan 7.466 kasus mioma uteri dari 827.348
wanita usia 25-42 tahun dengan prevalensi 0,9%. Penelitian Pradhan (2006) di
Nepal melaporkan 137 kasus mioma uteri dari 1.712 kasus ginekologi dengan
prevalensi 8%. Penelitian Okizei O (2006) di Nigeria (Departement of
Gynecology, University of Nigeria Teaching Hospital Enugu) melaporkan
mioma uteri 190 diantara 1.938 kasus ginekologi dengan prevalensi 9.8%.
Penelitian Rani Akhil Bhat (2006) di India (Departement of Obstetric and
Gynecology, Kasturba Medical College and Hospital) terdapat 150 kasus
mioma uteri, dan 77 kasus terjadi pada wanita umur 40-49 tahun dengan
prevalensi 51%, dan 45 kasus terjadi pada wanita umur lebih dari 50 tahun
dengan prevalensi 30%.
Derajat kesehatan salah satunya didukung dengan kaum wanita yang
memperhatikan kesehatan reproduksi karena hal tersebut berdampak pada
berbagai aspek kehidupan. Penyebab pasti mioma uteri belum diketahui secara

2
pasti, diduga merupakan penyakit multifaktor karena memiliki banyak faktor
dan resikonya meningkat seiiring dengan bertambahnya usia.
Berdasarkan multifaktor tersebut, kewaspadaan wanita terhadap resiko
mioma uteri sangat dibutuhkan. Dalam hal ini peran perawat berpengaruh
dalam menjawab kebutuhan klien dengan mioma uteri. Yaitu memberikan
asuhan keperawatan yang tepat pada klien dengan mioma uteri serta
menjalankan fungsi perannya sebagai health educator.

B. TUJUAN PENULISAN
a. Tujuan Umum
Untuk mempelajari tentang asuhan keperawatan pada klien dengan mioma
uteri
b. Tujuan Khusus
1. Untuk mengetahui konsep dasar teoritis penyakit mioma uteri
2. Untuk mengetahui konsep dasar asuhan keperawatan pada klien
dengan mioma uteri , yang meliputi pengkajian, diagnosa keperawatan,
dan intervensi
3. Untuk mengetahui asuhan keperawatan pada klien dengan mioma uteri
, yang meliputi pengkajian, diagnosa keperawatan, intervensi,
implementsi, dan evaluasi.

C. MANFAAT
1. Diharapkan makalah ini dapat menambah pengetahuan dan keterampilan
kelompok dalam memberikan asuhan keperawatan pada klien dengan mioma
uteri
2. Menambah pengetahuan dan wawasan bagi pembaca.
3. Sebagai sumber referensi bagi pembaca mengenai Mioma uteri

3
BAB II

Laporan Pendahuluan Mioma Uteri

A. Pengertian
Mioma uteri adalah suatu tumor jinak berbatas tegas tidak berkapsul yang
berasal dari otot polos dan jaringan ikat fibrous. Biasa juga disebut fibromioma
uteri, leiomioma uteri atau uterine fibroid. Tumor jinak ini merupakan
neoplasma jinak yang sering ditemukan pada traktus genitalia wanita, terutama
wanita sesudah produktif (menopouse). Mioma uteri jarang ditemukan pada
wanita usia produktif tetapi kerusakan reproduksi dapat berdampak karena
mioma uteri pada usia produktif berupa infertilitas, abortus spontan, persalinan
prematur dan malpresentasi (Aspiani, 2017).

B. Etiologi
Menurut Aspiani ada beberapa faktor yang diduga kuat merupakan faktor
predisposisi terjadinya mioma uteri.
1. Umur Mioma uteri ditemukan sekitar 20% pada wanita usia produktif dan
sekitar 40%-50% pada wanita usia di atas 40 tahun. Mioma uteri jarang
ditemukan sebelum menarche (sebelum mendapatkan haid).
2. Hormon Endogen (endogenous hormonal) Konsentrasi estrogen pada
jaringan mioma uteri lebih tinggi dari pada jaringan miometrium normal.
3. Riwayat keluarga
Wanita dengan garis keturunan dengan tingkat pertama dengan penderita
mioma uteri mempunyai 2,5 kali kemungkinan untuk menderita mioma
dibandingkan dengan wanita tanpa garis keturunan penderita mioma uteri.
4. Makanan

4
Makanan di laporkan bahwah daging sapi, daging setengah matang (red
meat), dan daging babi meningkatkan insiden mioma uteri, namun sayuran
hijau menurunkan insiden menurunkan mioma uteri.

5. Kehamilan
Kehamilan dapat mempengaruhi mioma uteri karena tingginya kadar
estrogen dalam kehamilan dan bertambahnya vaskularisasi ke uterus. Hal
ini mempercepat pembesaran mioma uteri. Efek estrogen pada
pertumbuhan mioma mungkin berhubungan dengan respon dan faktor
pertumbuhan lain. Terdapat bukti peningkatan produksi reseptor
progesteron, dan faktor pertumbuhan epidermal.
6. Paritas
Mioma uteri lebih sering terjadi pada wanita multipara dibandingkan
dengan wanita yang mempunyai riwayat melahirkan 1 (satu) kali atau 2 (2)
kali

Faktor terbentuknya tomor:

1. Faktor internal
Faktor internal adalah faktor yang terjadinya reflikasi pada saat sel - sel
yang mati diganti oleh sel yang baru merupakan kesalahan genetika yang
diturunkan dari orang tua. Kesalahan ini biasanya mengakibatkan kanker
pada usia dini. Jika seorang ibu mengidap kanker payudara, tidak serta
merta semua anak gandisnya akan mengalami hal yang sama, karena sel
yang mengalami kesalahan genetik harus mengalami kerusakan terlebih
dahulu sebelum berubah menjadi sel kanker. Secara internal, tidak dapat
dicegah namun faktor eksternal dapat dicegah. Menurut WHO, 10% – 15%
kanker, disebabkan oleh faktor internal dan 85%, disebabkan oleh faktor
eksternal (Apiani, 2017).
2. Faktor eksternal

5
Faktor eksternal yang dapat merusak sel adalah virus, polusi udara,
makanan, radiasi dan berasala dari bahan kimia, baik bahan kimia yang
ditambahkan pada makanan, ataupun bahan makanan yang bersal dari
polusi. Bahan kimia yang ditambahkan dalam makanan seperti pengawet
dan pewarna makanan cara memasak juga dapat mengubah makanan
menjadi senyawa kimia yang berbahaya.
Kuman yang hidup dalam makanan juga dapat menyebarkan racun,
misalnya aflatoksin pada kacang-kacangan, sangat erat hubungannya
dengan kanker hati. Makin sering tubuh terserang virus makin besar
kemungkinan sel normal menjadi sel kanker. Proses detoksifikasi yang
dilakukan oleh tubuh, dalam prosesnya sering menghasilkan senyawa yang
lebih berbahaya bagi tubuh,yaitu senyawa yang bersifat radikal atau
korsinogenik. Zat korsinogenik dapat menyebabkan kerusakan pada sel.
Berikut faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan tumor pada mioma,
disamping faktor predisposisi genetik.
a. Estrogen
Mioma uteri dijumpai setelah menarke. Sering kali, pertumbuhan tumor
yang cepat selama kehamilan terjadi dan dilakukan terapi estrogen
eksogen. Mioma uteri akan mengecil pada saat menopouse dan oleh
pengangkatan ovarium. Mioma uteri banyak ditemukan bersamaan
dengan anovulasi ovarium dan wanita dengan sterilitas. Enzim
hidrxydesidrogenase mengungbah estradiol (sebuah estrogen kuat)
menjadi estrogen (estrogen lemah). Aktivitas enzim ini berkurang pada
jaringan miomatous, yang juga mempunyai jumlah reseptor estrogen
yang lebih banyak dari pada miometrium normal.
b. Progesteron
Progesteron merupakan antogonis natural dari estrogen. Progesteron
menghambat pertumbuhan tumor dengan dua cara, yaitu mengaktifkan
hidroxydesidrogenase dan menurunkan jumlah reseptor estrogen pada
tumor.

6
c. Hormon pertumbuhan (growth hormone)
Level hormon pertumbuhan menurun selama kehamilan, tetapi hormon
yang mempunyai struktur dan aktivitas biologik serupa, yaitu HPL,
terlihat pada periode ini dan memberi kesan bahwa pertumbuhan yang
cepat dari leimioma selama kehamilan mungkin merupakan hasil dari
aksi sinergistik antara HPL dan estrogen.

C. Gejala Mioma Uteri


Keluhan yang diakibatkan oleh mioma uteri sangat tergantung dari lokasi, arah
pertumbuhan, jenis, besar dan jumlah mioma. Hanya dijumpai pada 20-50%
saja mioma uteri menimbulkan keluhan, sedangkan sisanya tidak mengeluh
apapun. Hipermenore, menometroragia adalah merupakan gejala klasik dari
mioma uteri. Dar ipenelitian multisenter yang dilakukan pada 114 penderita
ditemukan 44% gejala perdarahan, yang paling sering adalah jenis mioma
submukosa, sekitar 65% wanita dengan mioma mengeluh dismenore, nyeri
perut bagian bawah, serta nyeri pinggang.
Tergantung dari lokasi dan arah pertumbuhan mioma, maka kandung kemih,
ureter, dan usus dapat terganggu, dimana peneliti melaporkan keluhan disuri
(14%), keluhan obstipasi (13%). Mioma uteri sebagai penyebab infertilitas
hanya dijumpai pada 2-10% kasus. Infertilitas terjadi sebagai akibat obstruksi
mekanis tuba falopii. Abortus spontan dapat terjadi bila mioma uteri
menghalangi pembesaran uterus, dimana menyebabkan kontraksi uterus yang
abnormal, dan mencegah terlepas atau tertahannya uterus di dalam panggul
(Goodwin, 2009).
1. Massa di Perut Bawah
Penderita mengeluhkan merasakan adanya massa atau benjolan di perut
bagian bawah.
2. Perdarahan Abnormal

7
Diperkirakan 30% wanita dengan mioma uteri mengalami kelainan
menstruasi, menoragia atau menstruasi yang lebih sering. Tidak ditemukan
bukti yang menyatakan perdarahan ini berhubungan dengan peningkatan
luas permukaan endometrium atau kerana meningkatnya insidens disfungsi
ovulasi. Teori yang menjelaskan perdarahan yang disebabkan mioma uteri
menyatakan terjadi perubahan struktur vena pada endometrium dan
miometrium yang menyebabkan terjadinya venule ectasia. Miometrium
merupakan wadah bagi faktor endokrin dan parakrin dalam mengatur fungsi
endometrium. Aposisi kedua jaringan ini dan aliran darah langsung dari
miometrium ke endometrium memfasilitasi interaksi ini. Growth factor
yang merangsang stimulasi angiogenesis atau relaksasi tonus vaskuler dan
yang memiliki reseptor pada mioma uteri dapat menyebabkan perdarahan
uterus abnormal dan menjadi target terapi potensial. Sebagai pilihan,
berkurangnya angiogenik inhibitory factor atau vasoconstricting factor dan
reseptornya pada mioma uteri dapat juga menyebabkan perdarahan uterus
yang abnormal.
3. Nyeri Perut
Gejala nyeri tidak khas untuk mioma, walaupun sering terjadi. Hal ini
timbul karena gangguan sirkulasi darah pada sarang mioma yang disertai
dengan nekrosis setempat dan peradangan. Pada pengeluaran mioma
submukosa yang akan dilahirkan, pada pertumbuhannya yang
menyempitkan kanalis servikalis dapat menyebabkan dismenorrhoe. Dapat
juga rasa nyeri disebabkan karena torsi mioma uteri yang bertangkai. Dalam
hal ini sifatnya akut, disertai dengan rasa nek dan muntah-muntah. Pada
mioma yang sangat besar, rasa nyeri dapat disebabkan karena tekanan pada
urat syaraf yaitu pleksus uterovaginalis, menjalar ke pinggang dan tungkai
bawah (Pradhan, 2006).
4. Pressure Effects ( Efek Tekenan )
Pembesaran mioma dapat menyebabkan adanya efek tekanan pada organ-
organ di sekitar uterus. Gejala ini merupakan gejala yang tak biasa dan sulit

8
untuk dihubungkan langsung dengan mioma. Penekanan pada kandung
kencing, pollakisuria dan dysuria. Bila uretra tertekan bisa menimbulkan
retensio urinae. Bila berlarut-larut dapat menyebabkan
hydroureteronephrosis. Tekanan pada rectum tidak begitu besar, kadang-
kadang menyebabkan konstipasi atau nyeri saat defekasi.
5. Penurunan Kesuburan dan Abortus
Hubungan antara mioma uteri sebagai penyebab penurunan kesuburan
masih belum jelas. Dilaporkan sebesar 27-40%wanita dengan mioma uteri
mengalami infertilitas. Penurunan kesuburan dapat terjadi apabila sarang
mioma menutup atau menekan pars interstisialis tuba, sedangkan mioma
submukosa dapat memudahkan terjadinya abortus karena distorsi rongga
uterus. Perubahan bentuk kavum uteri karena adanya mioma dapat
menyebabkan disfungsi reproduksi. Gangguan implasntasi embrio dapat
terjadi pada keberadaan mioma akibat perubahan histologi endometrium
dimana terjadi atrofi karena kompresi massa tumor (Stoval, 2001). Apabila
penyebab lain infertilitas sudah disingkirkan dan mioma merupakan
penyebab infertilitas tersebut, maka merupakan suatu indikasi untuk
dilakukan miomektomi (Strewart, 2001).

D. Patofisiologi
Mioma uteri mulai tumbuh sebagai bibit yang kecil didalam miometrium dan
lambat laun membesar karena pertumbuhan itu miometrium mendesak
menyusun semacam pseudokapsula atau sampai semua mengelilingi tumor
didalam uterus mungkin terdapat satu mioma akan tetapi mioma biasanya
banyak. Bila ada satu mioma yang tumbuh intramural dalam korpus uteri maka
korpus ini tampak bundar dan konstipasi padat. Bila terletak pada dinding
depan uterus mioma dapat menonjol kedepan sehingga menekan dan
mendorong kandung kemih keatas sehingga sering menimbulkan keluhan miksi
(Aspiani, 2017).

9
Secara makroskopis, tumor ini biasanya berupa massa abu-abu putih, padat,
berbatas tegas dengan permukaan potongan memperlihatkan
gambarankumparan yang khas. Tumor mungkin hanya satu, tetapi umumnya
jamak dan tersebar di dalam uterus, dengan ukuran berkisar dari benih kecil
hingga neoplasma masif yang jauh lebih besar dari pada ukuran uterusnya.
Sebagian terbenam didalam miometrium, sementara yang lain terletak tepat di
bawah endometrium (submukosa) atau tepat dibawah serosa (subserosa).
Terakhir membentuk tangkai, bahkan kemudian melekat ke organ disekitarnya,
dari mana tumor tersebut mendapat pasokan darah dan kemudian membebaskan
diri dari uterus untuk menjadi leimioma “parasitik”. Neoplasma yang berukuran
besar memperlihatkan fokus nekrosis iskemik disertai daerah perdarahan dan
perlunakan kistik, dan setelah menopause tumor menjadi padat kolagenosa,
bahkan mengalami kalsifikasi (Robbins, 2007).

E. Komplikasi
1. Perdarahan sampai terjadi anemia.
2. Torsi tangkai mioma dari :
a. Mioma uteri subserosa.
b. Mioma uteri submukosa.
3. Nekrosis dan infeksi, setelah torsi dapat terjadi nekrosis dan infeksi.
4. Pengaruh timbal balik mioma dan kehamilan.
Pengaruh mioma terhadap kehamilan
a. Infertilitas.
b. Abortus.
c. Persalinan prematuritas dan kelainan letak.
d. Inersia uteri.
e. Gangguan jalan persalinan.
f. Perdarahan post partum.
g. Retensi plasenta.

10
Pengaruh kehamilan terhadap mioma uteri
a. Mioma cepat membesar karena rangsangan estrogen.
b. Kemungkinan torsi mioma uteri bertangkai.

F. Pemeriksaan Diagnostik
1. USG untuk menentukan jenis tumor, lokasi mioma, ketebalan endometriium
dan keadaan adnexa dalam rongga pelvis. Mioma juga dapat dideteksi
dengan CT scan ataupun MRI, tetapi kedua pemeriksaan itu lebih mahal dan
tidak memvisualisasi uterus sebaik USG. Untungnya, leiomiosarkoma
sangat jarang karena USG tidak dapat membedakannya dengan mioma dan
konfirmasinya membutuhkan diagnosa jaringan.
2. Dalam sebagian besar kasus, mioma mudah dikenali karena pola gemanya
pada beberapa bidang tidak hanya menyerupai tetapi juga bergabung dengan
uterus; lebih lanjut uterus membesar dan berbentuk tak teratur.
3. Foto BNO/IVP pemeriksaan ini penting untuk menilai massa di rongga
pelvis serta menilai fungsi ginjal dan perjalanan ureter.
4. Histerografi dan histeroskopi untuk menilai pasien mioma submukosa
disertai dengan infertilitas.
5. Laparaskopi untuk mengevaluasi massa pada pelvis.
6. Laboratorium : darah lengkap, urine lengkap, gula darah, tes fungsi hati,
ureum, kreatinin darah.
7. Tes kehamilan.

G. Diagnosis Keperawatan
1. Nyeri akut berhubungan dengan nekrosis atau trauma jaringan dan refleks
spasme otot sekunder akibat tumor.
2. Resiko syok berhubungan dengan perdarahan.
3. Resiko infeksi berhubungan dengan penurunan imun tubuh sekunder akibat
gangguan hematologis (perdarahan)

11
4. Retensi urine berhubungan dengan penekanan oleh massa jaringan
neoplasma pada organ sekitarnya, gangguan sensorik motorik.
5. Resiko Konstipasi berhubungan dengan penekanan pada rectum (prolaps
rectum)
6. Ansietas berhubungan dengan perubahan dalam status peran, ancaman pada
status kesehatan, konsep diri (kurangnya sumber informasi terkait penyakit)

H. Intervensi
Diagnosa Intervensi
NO.
Keperawatan NOC NIC
1. Nyeri akut NOC: Setelah Manajemen Nyeri
berhubungan dilakukan tindakan 1) Lakukan pengkajian
dengan nekrosis keperawatan selama 1 nyeri komprehensip yang
atau trauma x 24 jam, pasien meliputi lokasi,
jaringan dan mioma uteri mampu karakteristik,
refleks spasme otot mengontrol nyeri onset/durasi, frekuensi,
sekunder akibat dibuktikan dengan kualitas, intensitas atau
tumor kriteria hasil: beratnya nyeri dan faktor
pencetus
Definisi: Mengontrol Nyeri 2) Observasi adanya
Pengalaman sensori 1) Mengenali kapan pentunjuk nonverbal
dan emosional tidak nyeri terjadi mengenai ketidak
menyenangkan yang 2) Menggambarkan nyamanan terutama pada
muncul akibat faktor penyebab mereka yang tidak dapat
kerusakan jaringan nyeri berkomunikasi secara
aktual atau 3) Menggunakan efektif
potensial atau yang tindakan 3) Pastikan perawatan
digambarkan pencegahan nyeri analgesik bagi pasien
sebagai kerusakan dilakukan dengan

12
(International 4) Menggunakan pemantauan yang ketat
Association for tindakan 4) Gunakan strategi
the Study of pain) pengurangan komunikasi terapeutik
awitan yang tiba- nyeri (nyeri) untuk mengetahui
tiba atau lambat dari tanpa analgesik pengalaman nyeri dan
intensitas ringan sampaikan penerimaan
hingga berat dengan 5) Menggunakan pasien terhadap nyeri
akhir yang dapat analgesik 5) Gali pengetahuan dan
diantisipasi atau yang kepercayaan pasien
diprediksi. direkomendasikan mengenai nyeri
6) Pertimbangkan
Batasan 6) Melaporkan pengaruh budaya
karakteristik: perubahan terhadap respon nyeri
a) Bukti nyeri terhadap gejala 7) Tentukan akibat dari
dengan nyeri pada pengalaman nyeri
menggunakan profesional terhadap kualitas hidup
standar daftar kesehatan pasien (misalnya, tidur,
periksa nyeri nafsu makan, pengertian,
untuk pasien yang 7) Melaporkan perasaan, performa
tidak dapat gejalah yang kerja dan tanggung jawab
mengungkapannya tidak terkontrol peran)
b) Ekspresi wajah pada profesional 8) Gali bersama pasien
nyeri (misal: mata kesehatan faktor-faktor yang dapat
kurang bercahaya, menurunkan atau
tampak kacau, 8) Menggunakan memperberat nyeri
gerakan mata sumber daya 9) Evaluasi pengalaman
berpencar atau yang tersedia nyeri dimasa lalu yang
tetap pada satu untuk menangani meliputi riwayat nyeri
fokus, meringis) nyeri kronik individu atau

13
c) Fokus menyempit keluarga atau nyeri yang
misal: 9) Mengenali apa menyebabkan
Persepsi waktu, yang terkait disability/ ketidak
proses berpikir, dengan gejala mampuan/kecatatan,
interaksi dengan nyeri dengan tepat
orang dan 10) Evaluasi bersama
lingkungan) 10) Melaporkan nyeri pasien dan tim
d)Fokus pada diri yang terkontrol kesehatan lainnya,
sendiri mengenai efektifitas,
e) Keluhan tentang pengontrolan nyeri yang
intensitas pernah digunakan
menggunakan sebelumnya
standars kala nyeri 11) Bantu keluarga dalam
f) Keluhan mencari dan
tentang menyediakan dukungan
karakteristik nyeri 12) Gunakan metode
dengan penelitian yang sesuai
menggunakan dengan tahapan
standar instrumen perkembangan yang
nyeri memungkinkan untuk
g)Laporan tentang memonitor perubahan
perilaku nyeri/ nyeri dan akan dapat
perubahan membantu
aktivitas mengidentifikasi faktor
h)Perubahan posisi pencetus aktual dan
untuk potensial (misalnya,
menghindari nyeri catatan perkembangan,
i) Putus asa catatan harian)
j) Sikap melindungi 13) Tentukan kebutuhan

14
area nyeri frekuensi untuk
melakukan pengkajian
Faktor yang ketidak nyamanan pasien
berhubungan: dan
mengimplementasikan
a) Agens cidera rencana monitor
biologis 14) Berikan informasi
b) Agens cidera fisik mengenai nyeri, seperti
Agens cidera penyebab nyeri, berapa
kimiawi nyeri yang dirasakan, dan
antisipasi dari ketidak
nyamanan akibat
prosedur
15) Kendalikan faktor
lingkungan yang dapat
mempengaruhi respon
pasien dari
ketidaknyamanan
(misalnya, suhu ruangan,
pencahayaan, suara
bising)
16) Ajarkan prinsip
manajemen nyeri
17) Pertimbangkan tipe dan
sumber nyeri ketika
memilih strategi
penurunan nyeri
18) Kolaborasi dengan
pasien, orang terdekat

15
dan tim kesehatan
lainnya untuk
memilih dan
mengimplementasikan
tindakan penurunan
nyeri nonfarmakologi,
sesuai kebutuhan
19) Gunakan tindakan
pengontrolan nyeri
sebelum nyeri bertambah
berat
20) Pastikan pemberian
analgesik dan atau
strategi nonfarmakologi
sebelum prosedur yang
menimbulkan nyeri
21) Periksa tingkat
ketidaknyamananbersama
pasien, catat perubahan
dalam cacatan medis
pasien, informasikan
petugas kesehatan lain
yang merawat pasien
22) Mulai dan
modifikasi tindakan
pengontrolan nyeri
berdasarkan respon
pasien
23) Dukung istirahat/tidur

16
yang adekuat untuk
membantu penurunan
nyeri
24) Dorong pasien untuk
mendiskusikan
pengalaman nyerinya,
sesuai kebutuhan
25) Beritahu dokter jika
tindakan tidak berhasil
atau keluhan pasien
saat ini berubah
signifikan dari
pengalaman nyeri
sebelumnya
26) Gunakan pendekatan
multi disiplin untuk
menajemen nyeri, jika
sesuai

Pemberian analgesik
1) Tentukan lokasi,
karakteris, kualitas dan
keparahan nyeri
sebelum mengobati
pasien
2) Cek perintah pengobatan
meliputi obat, dosis, dan
frekuesi obat analgesik
yang diresepkan

17
3) Cek adanya riwayat
alergi obat
4) Pilih analgesik atau
kombinasi analgesik
sesuai lebih dari satu kali
pemberian
5) Monitor tanda vital
sebelum dan setelah
memberikan analgesik
pada pemberian dosis
pertama kali atau jika
ditemukan tanda-tanda
yang tidak biasanya
6) Berikan kebutuhan
kenyamanan dan
aktivitas lain yang dapat
membantu relaksasi
untuk memfasilitasi
penuruna nyeri
7) Berikan analgesik
sesuai waktu paruhnya,
terutama pada nyeri yang
berat
8) Dokumentasikan
respon terhadap
analgesik dan adanya
efek samping
9) Lakukan tindakan-
tindakan yang

18
menurunkan efek
samping analgesik
(misalnya, konstipasi dan
iritasi lambung)
10) Kolaborasikan dengan
dokter apakah obat,
dosis, rute, pemberian,
atau perubahan interval
dibutuhkan, buat
rekomendasi khusus
bedasarkan prinsip
analgesik
2. Resiko syok NOC: Setelah Pencegahan Syok
berhubungan dilakukan perawatan 1) Monitor adanya respon
dengan perdarahan selama 1x24 jam konpensasi terhadap syok
Definisi: beresiko diharapkan tidak (misalnya, tekanan darah
terhadap terjadi syok normal, tekanan nadi
ketidakcukupan hipovolemik dengan melemah, perlambatan
aliran darah kriteria: pengisian kapiler, pucat/
kejaringan tubuh, 1) Tanda vital dalam dingin pada kulit atau kulit
yang dapat batas normal. kemerahan, takipnea ringan,
mengakibatkan 2) Tugor kulit baik. mual dan munta,
disfungsi seluler 3) Tidak ada sianosis. peningkatan rasa haus, dan
yang mengancam 4) Suhu kulit hangat. kelemahan)
jiwa. 5) Tidak ada 2) Monitor adanya tanda-tanda
Faktor resiko diaporesis. respon sindroma inflamasi
1) Hipotensi. 6) Membran mukosa sistemik (misalnya,
2) Hipovolemi kemerahan. peningkatan suhu, takikardi,
3) Hipoksemia takipnea, hipokarbia,

19
4) Hipoksia leukositosis, leukopenia)
5) Infeksi 3) Monitor terhadap adanya
6) Sepsis tanda awal reaksi alergi
7) Sindrom (misalnya, rinitis, mengi,
respon stridor, dipnea, gatal-gatal
inflamasi disertai kemerahan,
sestemik gangguan saluran
pencernaan, nyeri abdomen,
cemas dan gelisa)
4) Monitor terhadap adanya
tanda ketidak adekuatan
perfusi oksigen kejaringan
(misalnya, peningkatan
stimulus, peningkatan
kecemasan, perubahan
status mental, egitasi,
oliguria dan akral teraba
dingin dan warna kulit
tidak merata)
5) Monitor suhu dan status
respirasi
6) Periksa urin terhadap
adanya darah dan protein
sesuai kebutuhan
7) Monitor terhadap
tanda/gejalah asites dan
nyeri abdomen atau
punggung.
8) Lakukan skin-test untuk

20
mengetahui agen yang
menyebabkan anaphiylaxis
atau reaksi alergi sesuai
kebutuhan
9) Berikan saran kepada
pasien yang beresiko untuk
memakai atau membawa
tanda informasi kondisi
medis.
10) Anjurkan pasien
dan keluarga mengenai
tanda dan gejala syok yang
mengancam jiwa
11) Anjurkan pasien
dan keluarga mengenai
langkah-langkah timbulnya
gejala syok

21
3. Resiko Infeksi NOC: Setelah Manajemen Alat
berhubungan dengan dilakukan tindakan terapi per vaginam
penurunan imun tubuh keperawatan selama 1) Kaji ulang riwayat
sekunder akibat 1 x 24 jam, pasien kontraindikasih
gangguan hematologis mioma uteri pemasangan alat
(perdarahan) menunjukkan pervaginam pada
pasien mampu pasien (misalnya,
Definisi: melakukan infeksi pelvis,
Mengalami peningkatan pencegahan infeksi laserasi, atau adanya
resiko terserang organisme secara mandiri, massa sekitar
patogenik ditandai dengan vagina)
kriteria hasil: 2) Diskusikan
Faktor yang 1) Kemerahan mengenai
berhubungan: tidak ditemukan aktivitas- aktivitas
a. Penyakit kronis pada tubuh seksual yang sesuai
1) Diabetes melitus b. 2) Vesikel yang sebelum memilih
Obesitas tidak mengeras alat yang dimasukan
b. Pengetahuan yang permukaannya 3) Lakukan
tidak cukup untuk 3) Cairan tidak pemeriksaan pelvis
menghindari berbauk busuk 4) Intruksikan pasien
pemanjanan patogen untuk melaporkan
c. Pertahanan tubuh 4) ketidaknyamanan,
primer yang tidak Piuria/nanah disuria, perubahan
adekuat tidak ada warna, konsistensi,
1) Gangguan peritalsis dalam urin dan frekuensi
2) Kerusakan 5) Demam cairan vagina
integritas kulit berkurang 5) Berikan obat-obat
(pemasangankateter berdasarkan resep
intravena, prosedur 6) Nyeri dokter untuk

22
invasif) berkurang mengurangi iritasi
3) Perubahan sekresi 6) Kaji kemampuan
PH 7) Nafsu makan pasien untuk
4) Penurunan kerja meningkat melakukan
siliaris perawatan secara
5) Pecah ketuban dini mandiri
6) Pecah ketuban 7) Observasi ada
lama tidaknya cairan
7) Merokok vagina yang tidak
8) Stasis cairan tubuh normal dan berbau
9) Trauma 8) Infeksi adanya
jaringan (misalnya, lubang, laserasi,
trauma destruksi ulserasi pada vagina
jaringan) Kontrol Infeksi
d. Ketidak adekuatan 1) Bersihkan
jaringan sekunder lingkungan dengan
1) Penurunan baik setelah
hemoglobin digunakan untuk
2) Supresi respon setiap pasien
inflamasi 2) Isolasi orang yang
e. Vaksinasi tidak terkena penyakit
adekuat menular
f. pemajanan terhadap 3) Batasi jumlah
patogen lingkungan pengunjung
meningkat 4) Anjurkan pasien
g. prosedur invasif untuk mencuci
h. malnutrisi tangan yang benar
5) Anjurkan
pengunjung untuk

23
mencuci tangan pada
saat memasuki dan
meninggalkan
ruangan pasien
6) Gunakan sabun
antimikroba untuk
cuci tangan yang
sesuai
7) Cuci tangan
sebelum dan
sesudah kegiatan
perawatan pasien
8) Pakai sarung
tangan
sebagaimana
dianjurkan oleh
kebijakan
pencegahan
universal
9) Pakai sarung tangan
steril dengan tepat
10) Cukur dan
siapkan untuk
daerah persiapan
prosedur invasif atau
opersai sesuai
indikasi
11) Pastikan teknik
perawatan luka

24
yang tepat
12) Tingkatkan inteke
nutrisi yang tepat
13) Dorong intake cairan
yang sesuai
14) Dorong untuk
beristirahat
15) Berikan terapi anti
biotik yang sesuai
16) Ajarkan pasien dan
keluarga mengenai
tanda dan gejalah
infeksi dan kapan
harus
melaporkannya
kepada penyedia
perawatan kesehatan
17) Ajarkan pasien dan
keluarga mengenai
bagaimana
menghindari infeksi
4. Retensi urine NOC: setelah Manajemen eliminasi
berhubungan dengan dilakukan tindakan urin:
penekanan oleh massa keperawatan 1x 24 1) Monitor eliminasi
jaringan neoplasma jam diharapkan urin termasuk
pada organ sekitarnya, eliminasi urin frekuensi, konsistensi,
gangguan sensorik kembali normal bau, volume dan
motorik. dengan kriteria hasil: warna urin sesuai
1) Pola eliminasi kebutuhan.

25
Definisi: pengosongan kembali normal 2) Monitor tanda dan
kantung kemih tidak 2) Bau urin tidak ada gejala retensio urin.
komplit 3) Jumlah urin dalam 3) Ajarkan pasien tanda
Batasan karakteristik: batas normal dan gejala infeksi
1) Tidak ada keluaran urin 4) Warna urin normal saluran kemih.
2) Distensi kandung kemih 5) Intake cairan 4) Anjurkan pasien atau
3) Menetes dalam batas keluarga untuk
4) Disuria normal melaporkan urin
5) Sering berkemih 6) Nyeri saat kencing uotput sesuai
6) Inkontinensia aliran tidak ditemukan kebutuhan.
berlebih 5) Anjurkan pasien
7) Residu urin untuk banyak minum
8) Sensasi kandung saat makan dan waktu
kemih penuh pagi hari.
9) Berkemih sedikit 6) Bantu pasien dalam
mengembangkan
Faktor yang rutinitas toileting
berhubungan sesuai kebutuhan.
7) Anjurkan pasien
1) Sumbatan untuk memonitor
2) Tekanan ureter tinggi tanda dan gejalah
3) Inhibishi arkus reflex infeksi saluran
kemih.

Kateterisasi Urin
1) Jelaskan prosedur dan
alasan dilakukan
kateterisasi urin.
2) Pasang kateter sesuai

26
kebutuhan.
3) Pertahankan teknik
aseptik yang ketat.
4) Posisikan pasien
dengan tepat
(misalnya,
perempuan terlentang
dengan kedua kaki
diregangkan atau
fleksi pada bagian
panggul dan lutut).
5) Pastikan bahwa
kateter yang
dimasukan cukup
jauh kedalam
6) Anjurkan pasien
untuk banyak minum
saat makan dan waktu
pagi hari.
7) Bantu pasien dalam
mengembangkan
rutinitas toileting
sesuai kebutuhan.
8) Anjurkan pasien
untuk memonitor
tanda dan gejalah
infeksi saluran
kemih.
Kateterisasi Urin

27
1) Jelaskan prosedur dan
alasan dilakukan
kateterisasi urin.
2) Pasang kateter sesuai
kebutuhan.
3) Pertahankan teknik
aseptik yang ketat.
4) Posisikan pasien
dengan tepat
(misalnya, perempuan
terlentang dengan
kedua kaki
diregangkan atau
fleksi pada bagian
panggul dan lutut).
5) Pastikan bahwa
kateter yang
dimasukan cukup
jauh kedalam
kandung kemih
untuk mencegah
trauma pada
jaringan uretra
dengan inflasi balon
6) Isi balon kateter
untuk menetapkan
kateter, berdasarkan
usia dan ukuran tubuh
sesuai

28
rekomendasi pabrik
(misalnya, dewasa 10
cc, anak 5 cc)
7) Amankan kateter pada
kulit dengan plester
yang sesuai.
8) Monitor intake dan
output.
9) Dokumentasikan
perawatan termasuk
ukuran kateter, jenis,
dan pengisian bola
kateter
5. Konstipasi berhubungan NOC: setelah Manajemen saluran
dengan penekanan pada dilakukan cerna
rectum (prolaps rectum) perawatan selama 1 1) Monitor bising usus
Definisi: penurunan pada x 24 2) Lapor peningkatan
frekuensi normal defekasi frekuensi dan bising
yang disertai oleh jam pasien usus bernada tinggi
kesulitan atau diharapkan 3) Lapor berkurangnya
pengeluaran tidak lengkap konstipasi tidak bising usus
feses atau pengeluaran ada dengan kriteria 4) Monitor adanya
feses yang kering, keras, hasil: tanda dan gejalah
dan banyak. 1) Tidak ada irita diare, konstipasi
Batasan karakteristik bilitas dan impaksi
1) Nyeri abdomen 5) Catat masalah BAB
2) Nyeri tekan abdomen 2) Mual tidak ada yang sudah ada
dengan teraba resistensi sebelumnya, BAB
otot 3) Tekanan darah rutin, dan

29
3) Nyeri tekan abdomen dalam batas normal penggunaan laksatif
tanpa teraba resistensi 4) Berkeringat 6) Masukan
otot supositorial rektal,
4) Anoraksia sesuai dengan
5) Penampilan tidak khas kebutuhan
pada lansia Keparahan 7) Intruksikan pasien
6) Darah merah pada feses Gejalah mengenai makanan
7) Perubahan pola defekasi tinggi serat, dengan
8) Penurunan frekuensi 1) Intensitas cara yang tepat
9) Penurunan volume feses gejalah 8) Evaluasi profil
10) Distensia abdomen medikasi terkait
11) Rasa rektal penuh 2) Frekuensi dengan efek
12) Rasa tekanan rektal gejalah samping
13) Keletihan umum gastrointestinal
14) Feses keras dan 3) Terkait ketidak
berbentuk nyamanan Manajemen
15) Sakit kepala konstipasi/inpaksi
16) Bising usus 4) Gangguan
hiperaktif mobilitas fisik 1) Monitor tanda dan
17) Bising usus gejala konstipasi
hipoaktif 5) Tidur yang 2) Monitor tanda dan
18) Peningkatan kurang cukup gejala impaksi
tekanan abdomen 3) Monitor bising
19) Tidak dapat 6) Kehilangan usus
makan, mual nafsu makan 4) Jelaskan penyebab
20) Rembesan feses dari masalah dan
cair rasionalisasi
21) Nyeri pada saat tindakan pada
defekasi pasien

30
22) Massa abdomen 5) Dukung
yang dapat diraba peningkatan
asupan cairan,
Faktor yang jika tidak ada
berhubungan kontraindikasi
1) Funfsional 6) Evaluasi
a) Kelemahan otot pengobatan yang
abdomen memiliki efek
b) Ketidak samping pada
adekuatan toileting gastrointestinal
c) Kurang aktifitas 7) Intruksikan pada
fisik pasien dan atau
d) Kebiasaan defekasi keluarga untuk
tidak teratur mencatat warna,
2) Psikologis volume, frekuensi
a) Defresi, stres, emosi dan konsistensi
b) Konfusi mental dari feses
3) Farmakologi 8) Intruksikan
4) Mekanis pasien atau
5) fiologis keluarga mengenai
hubungan antara
diet latihan dan
asupan cairan
terhadap kejadian
konstipasi atau
impaksi
9) Evaluasi catatan
asupan untuk apa
saja nutrisi yang

31
telah dikonsumsi
10) Berikan petunjuk
kepada pasien
untuk dapat
berkonsultasi
dengan dokter jika
konstipasi atau
impaksi masih
tetap terjadi
11) Informasukan
kepada pasien
mengenai prosedur
untuk
mengeluarkan
feses secara
manual jika di
perlukan
12) ajarkan pasien
atau keluarga
mengenai proses
pencernaan normal

32
BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN MIOMA UTERI

No Registrasi : 1901220728

Tanggal masuk rs : 18- 09-2019

Tanggal pengkajian : 20- 09- 2019

Tempat pengkajian : Anyelir bawah

I. PENGKAJIAN
A. Identifikasi klien
Biodata Istri Suami
Nama Ny. D Tn. A
Umur 40 tahun 42 tahun
Suku bangsa Indonesia Indonesia
Agama Islam Islam
Pendidikan S1 S1
Pekerjaan Guru Pegawai
Golongan darah O Rh+ -
No. medrec 130745 -
Diagnosa medis Mioma uteri multiple -
Alamat Jln. Dukuh 3 no. 87 Jln. Dukuh 3 no. 87
No. telpon - -
Status perkawinan menikah Menikah

B. Riwayat kesehatan :
1. keluhan utama saat pengkajian : pasien mengatakan nyeri
2. keluhan utama saat masuk RS : pasien datang dari poli mengeluh nyeri
dibagian perut bawah lalu dibawa ke anyelir B, pasien dilakukan operasi

33
pada tanggal 20-09-2019 jam 10.00 WIB. Penyaji mengkaji pasien 3jam
post operasi.

C. riwayat penyakit
1. riwayat kesehatan keluarga : tidak ada
2. riwayat kesehatan dahulu : miomektomi tahun 2009
a. status perkawinan : menikah
b. umur istri waktu menikah : 29 tahun
c. umur suami waktu menikah : 30 tahun
d. lamanya pernikahan : 11 tahun
e. kehidupan seksual : 1 minggu 2 kali
3. Riwayat menstruasi :
a. menarche pada usia : 12 tahun
b. siklus haid : teratur 28 hari
c. lamanya : 5 hari
d. dismenorhea : tidak
e. keputihan : tidak
f. warna : tidak
g. gatal : tidak
h. berbau : tidak
i. dysparenia : tidak
j. pendarahan kontak : tidak
4. Riwayat KB terakhir :
a. jenis kontrasepsi : tidak KB
b. lamanya : tidak KB
c. alasan dilepas : tidak KB
d. dukungan keluarga : baik
e. pengambilan keputusan : pasien dan suami

34
D. Riwayat persalinan

anak Hidup Jenis Penolong tahun Bb/pb Keadaan penyulit ket


/mati persalian bayi

E. pola aktivitas sehari-hari


1. Pola nutrsi
Makan :
a. frekuensi : 3x/hari
b. jenis : nasi, lauk, sayur, buah
c. porsi : habis
d. keluhan : tidak ada
e. alergi makanan: tidak ada
Minum:
a. jenis : air mineral
b. jumlah : 1500 ml/ hari

2. Pola eliminasi
BAB :
a. frekuensi : 1x/hari
b. warna : kuning coklat
c. konsistensi : lunak
d. bau : bau khas
BAK :

35
a. frekuensi : 4x/hari
b. warna : kuning
3. Pola istirahat :
a. tidur siang : 2 jam
b. tidur malam : 5 jam
c. keluhan : tidak ada
4. Personal hygiene:
a. mandi : 2x/hari
b. ganti pakaian : 3x/hari
c. jenis pakaian : kaos
d. vulva hygiene : ya
5. Pola aktivitas : dibantu suami
6. Kebiasaan hidup :
a. merokok : tidak ada
b. minuman keras : tidak ada

F. Pemeriksaan fisik

1. Keadaan umum : lemah

2. Kesadaran : Compos mentis

3. Tanda – tanda vital :

a Nadi : 80x/menit

b. suhu : 37,5˚C

c. Pernafasan : 20x/menit

d. Tekanan darah : 110/70 mmHg

36
4. Kepala :

a. Rambut : bersih

b. distribusi rambut : merata

5. Mata :

a penglihatan : baik

b. Konjungtiva : tidak anemis

c. Sclera : tidak ikterik

d. Kelopak mata : tidak oedema

e. Reaksi pupil terhadap cahaya : mengecil

f. Gerakan bola mata : simetris

4. Telinga :

a. Keadaan : bersih

b. Fungsi pendengaran : baik

5. Hidung :

a. Keadaan : bersih

b. Fungsi penciuman : normal

6. Mulut :

a. bibir : normal

b. stomatis : tidak ada

c. Gusi : normal

d. Gigi : lubang : tidak ada

: ompong : tidak ada

37
: gigi palsu : tida ada

7. leher :

a. pembesaran kelenjar tiroid : tidak ada

b. Kelenjar getah bening : tidak ada

c. Pergerakan leher : bebas

8. dada :

a. pergerakan dada : simetris

b. Bunyi nafas : normal

c. Bunyi jantung : normal

d. Payudara : bentuk simetris, putting susu tidak


menonjol

9. perut :

a luka bekas operasi : Ada (perut bagian bawah)

b. Bentuk : vertikal dengan panjang 8cm

10. ekstermitas atas :

a. bentuk : simetris

b. Oedema : tidak ada

c. Kuku jari : bersih

11. ekstermitas bawah :

a. bentuk : simetris

b. oedema : tidak ada

c. kuku jari : bersih

38
d. varices : tidak ada

e. reflek patella : positif

12. genetalia :

a. vulva/vagina : bersih

b. Pembengkakan : tidak ada

G. Data Psikologis

1. Status emosi : tenang

2. Pola koping : berkeyakinan sembuh

3. Pola komunikasi : baik, bicara jelas

4. Konsep diri :

a. Gambaran diri : baik

b. Peran diri : baik

c. Ideal diri : baik

d. Harga diri : sudah menerima dirinya sendiri

e. Identitas diri : baik

H. Data Sosial :

Pasien mengatakan mempunyai hubungan baik dengan keluarga dan


tetangga

I. Data Spiritual :
a. Kegiatan ibadah selama dalam perawatan : berdzikir
b. Keyakinan terhadap pengobatan dan perawatan : yakin

39
c. Keyakinan untuk penyembuhannya : yakin

J. Data penunjang :
Pemeriksaan : Hemoglobin :
12,7 g/dl (N: 11,7-15,5)
: Leukosit : 16,24 x10̂ 3/ul
: Hematokrit :37% (N: 35-47)
: Trombosit : 476 x10̂ 3/ul
K. Data Therapi
1. Asam mefenamat 3x1 tab
2. SF 1x1 tab
3. Cefadroxil 2x1 tab
4. Cefazolin 2x1 gram
5. Keterolac 3x1 dalam rl/8jam inj

II. ANALISA DATA

NO DATA ETIOLOGI MASALAH

1. DS : Tindakan Operasi Nyeri akut


- Pasien mengatakan nyeri pada ↓
luka post operasi
P : Luka post operasi Insisi
Q : Seperti di iris-iris
R : Abdomen bawah ↓
S : Skala 6 Luka
T : Saat bergerak atau hilang
timbul ↓
Nyeri

40
DO :
- Pasien tampak menahan nyeri

2. DS : Tindakan Operasi Resiko infeksi


- Pasien mengatakan perbannya ↓
sudah kotor
DO : Insisi
- Perban pasien tampak kotor ↓
- Suhu : 37,5°C
- Leukosit : 16,24 x10̂ /ul Luka

Resiko Infeksi

III. DIAGNOSA KEPERAWATAN


1. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera fisik : tindakan operasi
2. Resiko infeksi berhubungan dengan meningkatnya leukosit

41
IV. INTERVENSI

NO. DIAGNOSA PERENCANAAN


KEPERAWATAN TUJUAN INTERVENSI RASIONAL

1. Nyeri akut b.d Setelah dilakukan 1. Observasi 1. Untuk mengetahui


agen cedera fisik tindakan 2 x 24 jam karakteristik nyeri tindakan perawatan
prosedur opersi diharapkan nyeri 2. Observasi selanjutnya
berkurang dengan TTV 2. Untuk mengetahui
kriteria hasil : 3. Ajarkan teknik pengembangan
1. Skala nyeri o atau relaksasi pasoen
(0-10) 4. Kolaborasi 3. Untuk memberikan
2. Tidak meringis dengan dokter pasien tenang
dalam pemberian 4. Untuk mengurangi
obat nyeri
2. Resiko infeksi b.d Setelah dilakukan 1. Observasi luka 1. Untuk mengetahui
meningkatnya tindakan opersi karakteristik luka
leukosit keperawatan selama 2. Observasi tanda- 2. Untuk mengetahui
2 x 24 jam tanda infeksi jika ada tanda-
diharapkan tidak 3. Lakukan tanda infeksi
adanya tanda-tanda perawatan luka 3. Untuk mengurangi
infeksi 2hari setelah terjadinya infeksi
Dengan kriteria hasil: operasi 4. Untuk mencegah
1. Nilai leukosit 4. Kolaborasi dengan infeksi
normal dokter dalam
2. Tidak demam pemberian obat

42
V. IMPLEMENTASI

NO. TGL/JAM DIAGNOSA TINDAKAN PARAF


KEPERAWATAN KEPERAWATAN
1. 20/09/2019 Nyeri akut b.d agen 1. Mengobservasi
cedera fisik : karakteristik nyeri
tindakan operasi 2. Mengobservasi TTV
3. Mengajarkan teknik
relaksasi
4. Berkolaborasi dengan
dokter dalam pemberian
obat
2. 20/09/2019 Resiko infeksi b.d 1. Mengobservasi luka
meningkatnya operasi
leukosit 2. Mengobservasi tada-
tanda infeksi
3. Melakukan perawatan
luka
4. Berkolaborasi dengan
dokter dalam pemberian
obat
3. 21/09/2019 Nyeri akut b.d agen 1. Mengobservasi
cedera fisik karakteristik nyeri
tindakan : operasi 2. Mengobservasi TTV
3. Melakukan teknik
relaksasi
4. Berkolaborasi dengan
dokter dalam pemberian
obat

43
4. 21/09/2019 Resiko infeksi b.d 1. Mengobservasi luka
meningkatnya operasi
leukosit 2. Mengobservasi
tanda-tanda vital
3. Melakukan
perawatan luka
4. Berkolaborasi
dengan dokter
dalam pemberian
obat

VI. EVALUASI

no tanggal Diagnosa keperawatan Catatan perkembangan Paraf

1 22/0/2019 Nyeri akut b.d agen S = pasien mengatakan nyeri berkurang,


cedera fisik : prosedur skala nyeri 2
operasi
O = pasien masih tampak menahan nyeri

A = masalah teratasi sebagian

P = intervensi dilanjutkan :

1. Ajarkan ibu untuk teknik relaksasi


2. Berikan terapi obat (instruksi sesuai
dengan dokter)
3. Libatkan keluarga untuk
memberikan dukungan

44
I=

1. mengajarkan ibu untuk teknik


relaksasi
2. memberikan terapi obat (instruksi
sesuai dengan dokter)
3. melibatkan keluarga untuk
memberikan dukungan

E=

1. ibu mengerti cara teknik relaksasi


yang diajarkan
2. ibu mengerti terapi obat yang
dikonsumsi
3. keluarga berjanji akan memberikan
dukungan

R = ibu konsultasi di poliklinik kebidanan

2 22/09/201 Resiko infeksi b.d efek S = pasien mengatakan badannya tidak


9 prosedur invasif demam, luka tidak merembes

O = luka operasi tampak tidak merembes

A = masalah teratasi sebagian

P = intervensi dilanjutkan :

1. ajarkan ibu untuk merawat lukanya


2. berikan terapi obat ( instruksi sesuai
dengan dokter)

45
3. anjurkan ibu untuk konsumsi
makanan tinggi protein

I=

1. mengajarkan ibu untuk merawat


lukanya
2. memberikan terapi obat (instruksi
sesuai dengan dokter)
3. menganjurkan ibu untuk konsumsi
makanan tinggi protein

E=

1. ibu mengerti untuk merawat lukanya


agar tidak basah
2. ibu mengerti terapi obat yang
dikonsumsi
3. ibu mengerti untuk mengkonsumsi
makanan tinggi protein

R = ibu berkonsultasi di poliklinik


kebidanan

46
BAB IV

PENUTUP

A. KESIMPULAN
Mioma uteri merupakan tumor jinak yang paling umum pada daerah rahim
atau lebih tepatnya otot rahim dan jaringan ikat disekitarnya. mioma uteri juga
sering disebut dengan Leiomioma, Fibromioma atau Fibroid, hal ini mungkin
karena memang otot uterus atau rahimlah yang memegang peranan dalam
terbentuknya tumor ini. Sampai saat ini belum diketahui penyebab pasti mioma
uteri. Diduga mioma merupakan sebuah tumor monoklonal yang dihasilkan
dari mutasi somatik dari sebuah sel neoplastik tunggal. Sel-sel tumor
mempunyai abnormalitas kromosom, khususnya pada kromosom lengan.

Mioma uteri mulai tumbuh sebagai bibit yang kecil di dalam miometrium
dan lambat laun membesar karena pertumbuhan itu miometrium terdesak
menyusun semacam pseudekapsula atau simpai semu yang mengelilingi tumor
di dalam uterus mungkin terdapat satu mioma, akan tetapi mioma biasanya
banyak. Jika ada satu mioma yang tumbuh intramural dalam korpus uteri maka
korpus ini tampak bundar dan konstipasi padat. Bila terletak pada dinding
depan uterus, uterus mioma dapat menonjol ke depan sehingga menekan dan
mendorong kandung kencing ke atas sehingga sering menimbulkan keluhan
miksi.

Tetapi masalah akan timbul jika terjadi: berkurangnya pemberian darah pada
mioma uteri yang menyebabkan tumor membesar, sehingga menimbulkan rasa
nyeri dan mual. Selain itu masalah dapat timbul lagi jika terjadi perdarahan
abnormal pada uterus yang berlebihan sehingga terjadi anemia. Anemia ini bisa
mengakibatkan kelemahan fisik, kondisi tubuh lemah, sehingga kebutuhan
perawatan diri tidak dapat terpenuhi.

47
B. SARAN
Dengan dibuatnya Makalah tentang Mioma Uteri teman-teman mahasiswa
keperawatan dapat memahami apa itu Mioma Uteri dan dapat menjelaskan
kepada orang lain yang membutuhkan dan diharapkan pembaca dapat
menyesuaikan praktek di lapangan dengan teori yang ada sehingga dapat
memberikan pelayanan kesehatan yang tepat khususnya untuk penanganan
mioma uteri.

48
DAFTAR PUSTAKA

Aspiani, Y, R. (2007). Buku Ajar Asuhan Keperawatan Maternitas. Jakarta: TIM

Brunner and Suddarth. 2002. Keperawatan Medikal Bedah edisi 8. EGC

Manuaba. (2009). Memahami Kesehatan Reproduksi Wanita. Edisi 2. Jakarta: EGC

NANDA. (2015). Diagnosa Keperawatan Definisi & Klasifikasi 2015-2017 edisi


(Budi Anna Keliat dkk, penerjemah). Jakarta: EGC

Nugroho, T. (2012). Obstetri dan Ginekologi. Yokyakarta: Nuha Medika

Robbins. (2007). Buku Ajar Patologi. Edisi 7. Jakarta: EGC

Prawirohardjo, Sarwono. (2010).Ilmu Kebidanan.Jakarta: PT Bina Pustaka Sarwono


Prawirohardjo

49

Anda mungkin juga menyukai