Anda di halaman 1dari 27

LAPORAN PENDAHULUAN

CRONIC RENAL FAILURE ( CRF ) / Gagal Ginjal Kronik ( GGK )

I. Konsep Dasar
1. Definisi Gagal Ginjal Kronik ( GGK ) / CRF

Gagal ginjal kronis (Chronic renal failure) adalah kerusakan ginjal progresif
yang berakibat fatal dan ditandai dengan uremia (Urea dan limbah nitrogen
lainnya yang beredar dalam darah serta komplikasinya jika tidak dilakukan
dialisis atau transplantasi ginjal) (Nursalam, 2009:47).
Gagal ginjal kronis adalah kegagalan fungsi ginjal untuk mempertahankan
metabolisme serta keseimbangan cairan dan elektrolit akibat destruksi struktur
ginjal yang progresif dengan manifestasi penumpukan sisa metabolit (Toksik
uremik) di dalam darah (Muttaqin, 2011:166).
Menurut Mary Baradero, (2008:124) gagal ginjal kronik terjadi apabila
kedua ginjal sudah tidak mampu mempertahankan lingkungan dalam yang cocok
untuk kelangsungan hidup. Kerusakan pada kedua ginjal ireversibel, kerusakan
vaskular akibat diabetes melitus, dan hipertensi yang berlangsung terus menerus
dapat mengakibatkan pembentukan jaringan parut pembuluh darah dan hilangnya
fungsi ginjal secara progresif.
Menurut Muhammad, (2012:16) menyatakan gagal ginjal kronis adalah
proses kerusakan ginjal selama rentang waktu lebih dari 3 bulan.
Berdasarkan uraian diatas, maka dapat disimpulkan bahwa Gagal Ginjal
Kronik (Chronic renal failure) adalah perkembangan gagal ginjal yang progresif
dan ditandai dengan fungsi nefron yang berkurang. Dapat disimpulkan pula bahwa
pada penderita gagal ginjal kronis terjadi penurunan fungsi ginjal secara perlahan-
lahan. Dengan demikian, gagal ginjal merupakan stadium terberat dari ginjal
kronis. Oleh karena itu, penderita harus menjalani terapi pengganti ginjal, yaitu
cuci darah (Hemodialisis) atau cangkok ginjal yang memerlukan biaya mahal.
2. Anatomi Dan Fisiologi Ginjal
a. Anatomi

Manusia memiliki sepasang ginjal. Dua ginjal terletak pada dinding


posterior abdomen, diluar rongga peritoneum. Sisi medial setiap ginjal merupakan
daerah lekukan yang disebut hilum tempat lewatnya arteri dan vena renalis, cairan
limfatik, suplai saraf , dan ureter yang membawa urine akhir dari ginjal ke
kandung kemih, tempat urine disimpan hingga dikeluarkan. Ginjal dilengkapi oleh
kapsul fibrosa yang keras untuk melindungi struktur dalamnya yang rapuh. Posisi
ginjal kanan sedikit lebih rendah dari posisi ginjal kiri karena ginjal kanan
tertekan oleh organ hati. Kedua ginjal terletak di sekitar vertebra T12 hingga L3,
sebagian dari bagian atas ginjal terlindungi oleh iga ke sebelas dan dua belas.

Bentuk makroskopis ginjal pada orang dewasa, bentuknya seperti kacang


polong dengan ukuran panjang ginjal adalah sekitar 12 sampai 13 cm (4,7 hingga
5,1 inci), lebarnya 6 cm (2,4 inci), tebalnya 2,5 cm (1 inci), dan beratnya sekitar
125- 150 gram, kira-kira seukuran kepalan tangan. Masing-masing ginjal manusia
terdiri dari kurang lebih satu juta nefron, masing-masing mampu membentuk
urine. Ginjal tidak dapat membentuk nefron baru. Oleh karena itu, pada trauma
ginjal, penyakit ginjal, atau proses penuaan yang normal akan terjadi penurunan
jumlah nefron secara bertahap. Bentuk makroskopis ginjal pada orang dewasa,
bentuknya seperti kacang polong dengan ukuran panjang ginjal adalah sekitar 12
sampai 13 cm (4,7 hingga 5,1 inci), lebarnya 6 cm (2,4 inci), tebalnya 2,5 cm (1
inci), dan beratnya sekitar 125- 150 gram, kira-kira seukuran kepalan tangan.

Masing-masing ginjal manusia terdiri dari kurang lebih satu juta nefron,
masing-masing mampu membentuk urine. Ginjal tidak dapat membentuk nefron
baru. Oleh karena itu, pada trauma ginjal, penyakit ginjal, atau proses penuaan
yang normal akan terjadi penurunan jumlah nefron secara bertahap. Setiap nefron
terdiri dari glomerulus dan tubulus.

Glomerulus terdiri dari sekumpulan kapiler glomerulus yang dilalui


sejumlah besar cairan yang difiltrasi dari darah. Glomerulus tersusun dari suatu
jaringan kapiler glomerulus yang bercabang dan beranastomosis, yang
mempunyai tekanan hidrostatik tinggi (kira-kira 60 mmHg) bila dibandingkan
dengan kapiler lainnya. Kapiler glomerulus dilapisi oleh sel- sel epitel, dan
keseluruhan glomerulus dibungkus dalam kapsula bowman. Sedangkan tubulus
merupakan tempat cairan hasil filtrasi diubah menjadi urin dalam perjalanannya
menuju pelvis ginjal.

Meskipun setiap nefron mempunyai semua komponen seperti yang


digambarkan diatas, tetapi tetap terdapat beberapa perbedaan, bergantung pada
seberapa dalam letak nefron pada massa ginjal. Nefron yang memiliki glomerulus
dan terletak di korteks sisi luar disebut nefon kortikal; nefron tersebut mempunyai
ansa henle pendek yang hanya sedikit menembus ke dalam medula. Kira-kira20-
30% nefron mempunyai glomerulus yang terletak di korteks renal sebelah dalam
dekat medula, dan disebut nefron jukstamedular; nefron ini mempunyai ansa henle
yang panjang dan masuk sangat dalam ke medula.

b. Fisiologi
Pada manusia, ginjal merupakan salah satu organ yang memiliki fungsi vital
yang berfungsi untuk mengatur keseimbangan air dalam tubuh. Ginjal melakukan
fungsinya yang paling penting ini dengan cara menyaring plasma dan
memisahkan zat filtrat dengan kecepatan yang bervariasi, brgantung pada
kebutuhan tubuh. Kemudian zat- zat yang dibutuhkan oleh tubuh akan
dikembalikan ke dalam darah dan yang tidak dibutuhkan oleh tubuh akan
dikeluarka melalui urine.
Selain fungsi yang telah dijelaskan, ginjal juga mempunyai fungsi multiple
yang lainnya, diantaranya yaitu mengeksresikan produk sisa metabolik dan bahan
kimia asing, pengaturan keseimbangan air dan elektrolit, pengaturan osmolalitas
cairan tubuh dan konsentrasi elektrolit, pengaturan tekanan arteri, pengaturan
keseimbangan asam-basa, sekresi, metabolisme, dan eksresi hormon serta untuk
proses glukoneogenesis.
Proses pembentukan urine juga dilakukan oleh nefron yang merupakan
bagian dari ginjal. Proses pembentukan urine terjadi melalui tiga tahapan yaitu
filtrasi di glomerulus, reabsorpsi di tubulus dan eksresi di tubulus. proses
pembentukan urin yaitu Pada saat cairan, darah, serta zat-zat masuk ke dalam
ginjal, semua bahan-bahan itu akan difiltrasi di dalam glomerulus dan selanjutnya
akan mengalir ke dalam kapsula bowman dan masuk ke tubulus proksimal yang
terletak di dalam korteks ginjal. Dari tubulus proksimal, cairan akan mengalir ke
ansa henle yang masuk ke dalam medula renal, cairan masuk ke makula densa dan
kemudian ke tubulus distal, dari tubulus distal cairan masuk ke tubulus renalis
arkuatus dan tubulus koligentes kortikal dan masuk ke duktus yang lebih besar
yaitu duktus koligentes medula. Duktus koligentes bergabung membentuk duktus
yang lebih besar yang mengalir menuju pelvis renal melalui papila renal. Dari
pelvis renal, urine akan terdorong ke kandung kemih melalui saluran ureter dan
dikeluarkan melalui uretra. Dibawah ini adalah gambaran tentang proses
pembentukan urine.

3. Etiologi
Menurut Muttaqin, (2011:166) begitu banyak kondisi klinis yang bisa
menyebabkan terjadinya gagal ginjal kronis. Akan tetapi, apa pun sebabnya,
respons yang terjadi adalah penurunan fungsi ginjal secara progresif. Kondisi
klinis yang memungkinkan dapat mengakibatkan Gagal Ginjal Kronis adalah:
a. Penyakit dari ginjal
1) Penyakit pada saringan (Glomerulus): glomerulonefritis.
2) Infeksi kuman: pyelonefritis, ureteritis.
3) Batu ginjal: nefrolitiasis.
4) Kista di ginjal: polcystis kidney.
5) Trauma langsung pada ginjal.
6) Keganasan pada ginjal.
7) Sumbatan: batu, tumor, penyempitan/striktur.
b. Penyakit umum di luar ginjal
1) Penyakit sistemik: diabetes melitus, hipertensi, kolesterol tinggi.
2) Dyslipidemis.
3) Infeksi di badan: TBC paru, sifilis, malaria, hepatitis.
4) Preeklamsi.
5) Obat-obatan.
6) Kehilangan banyak cairan yang mendadak (Luka bakar).
4. Patofisiologi
Menurut Smeltzer (2001:1448) patofisiologi gagal ginjal kronik dimulai dari
fungsi renal menurun, produk akhir metabolisme protein (yang normalnya
diekskresikan ke dalam urin) tertimbun dalam darah. Terjadi uremia dan
mempengaruhi setiap sistem tubuh. Semakin banyak timbunan produk sampah,
maka gejala akan semakin berat. Banyak gejala uremia membaik setelah dialisis.
Gangguan Klirens renal, banyak masalah muncul pada gagal ginjal sebagai
akibat dari penurunan jumlah glomeruli yang berfungsi, yang menyebabkan
penurunan klirens substansi darah yang seharusnya dibersihkan oleh ginjal.
Penurunan laju filtrasi glomerulus (GFR) dapat dideteksi dengan
mendapatkan urin 24 jam untuk pemeriksaan klirens kreatinin. Menurunnya
filtrasi glomerulus (Akibat tidak berfungsinya glomeruli) klirens kreatinin akan
menurun dan kadar kreatinin serum akan meningkat.Selain itu, kadar nitrogen
urea darah (BUN) biasanya meningkat. Kreatinin serum merupakan indikator
yang paling sensitif dari fungsi renal karena substansi ini diproduksi secara
konstan oleh tubuh. BUN tidak hanya dipengaruhi oleh penyakit renal, tetapi juga
oleh masukan protein dalam diet, katabolisme (Jaringan dan luka RBC), dan
medikasi seperti steroid.
Retensi cairan dan natrium, ginjal juga tidak mampu mengkonsentrasikan
atau mengencerkan urin secara normal pada penyakit ginjal tahap akhir, respon
ginjal yang sesuai terhadap perubahan masukan cairan dan elektrolit sehari-hari
tidak terjadi. Pasien sering menahan natrium dan cairan, meningkatkan resiko
terjadinya edema, gagal jantung kongestif, dan hipertensi. Hipertensi juga dapat
terjadi akibat aktivasi aksis renin angiotensin dan kerjasama keduanya
meningkatkan sekresi aldosteron. Pasien lain mempunyai kecenderungan untuk
kehilangan garam, mencetus risiko hipotensi dan hipovolemia. Episode muntah
dan diare menyebabkan penipisan air dan natrium, yang semakin memperburuk
status uremik.
Asidosis, dengan semakin berkembangnya penyakit renal terjadi asidosis
metabolik sering denga ketidakmampuan ginjal mengekskresikan muatan asam
yang berlebihan.Penurunan sekresi asam terutama akibat ketidakmampuan tubulus
ginjal untuk menyekresi amonia dan mengabsorpsi natrium bikarbonat. Penurunan
ekskresi fosfat dan asma organik lain juga terjadi.
Anemia terjadi sebagai akibat dari produksi eritropoetin yang tidak adekuat,
memendeknya usia sel darah merah, defisiensi nutrisi, dan kecenderungan untuk
mengalami perdarahan akibat status uremik pasien, terutama dari saluran
gastrointestinal. Eritropoetin, suatu substansi normal yang diproduksi oleh ginjal,
menstimulasi sum-sum tulang untuk menghasilkan sel darah merah. Pada gagal
ginjal, produksi eritropoetin menurun dan anemia berat terjadi, disertai keletihan,
angina, dan sesak napas.
Ketidakseimbangan kalsium dan fosfat, abnormalitas utama yang lain pada
gagal ginjal kronis adalah gangguan metabolisme kalsium dan fosfat. Kadar serum
kalsium dan fosfat tubuh memiliki hubungan saling timbal balik, jika salah
satunya meningkat maka yang lain akan turun. Menurunnya filtrasi melelui
glomerulus ginjal, terdapat peningkatan kadar fosfat serum dan sebaliknya
penurunan kadar serum kalsium. Penurunan kadar kalsium serum menyebabkan
sekresi parathormon dari kelenjar paratiroid. Namun demikian, pada gagal ginjal
tubuh berespons secara normal terhadap peningkatan sekresi parathormon dan
akibatnya, kalsium ditulang menurun, menyebabkan perubahan pada tulang dan
penyakit tulang. Selain itu, metabolit aktif vitamin D yang secara normal dibuat di
ginjal menurun seiring dengan berkembang gagal ginjal. Penyakit tulang uremik,
sering disebut osteodistrofi renal, terjadi dari perubahan kompleks kalsium, fosfat,
dan keseimbangan parathormon. Laju penurunan fungsi ginjal dan perkembangan
gagal ginjal kronis berkaitan dengan gangguan yang mendasari, ekskresi protein
dalam urin, dan adanya hipertensi. Pasien yang mengekskresikan secara signifikan
sejumlah protein atau mengalami peningkatan tekanan darah cenderung akan
cepat memburuk dari pada mereka yang tidak mengalami kondisi ini.
4.1 WOC Vesikuler

Infeksi Arterio Skerosis Zat Toksik Obstruksi Saluran Kemih

Reaksi Antigen Antibodi Suplai Darah Ginjal Turun Tertimbun Diginjal Retensi Urin

GFR Turun

GGK

B1 B2 B3 B4 B5 B6 Sindrom Uremia
Retensi Na

Tek. Kapiler naik Sekresi eritropoitin Vol. Intersial naik Obstruksi Ginjal Sekresi protein terganggu Perporasi Ospaleimia

Beban Jantung Naik Produksi Hb Turun Vol. Intersial Naik Fungsi Ginjal Menurun Gangguan Keseimbangan Pruritis
Asam Basa
Tek. Vena Oksigen Hemoglobin Turun Suplai O2 jaringan turun GFR Gangguan
pulmonalis Asam Lambung Naik integritas kulit
Suplai O2 Timb. Asam Retensi air dan
Kapiler paru naik kasar turun Laktat natrium Iritasi Lambung

Edema Paru Gangguan Perfusi -Fatigue Mual, muntah


-Nyeri sendi Kelebihan
Jaringan
Volume Cairan
Gangguan Gangguan Nutrisi
pertukaran Gas Intoleransi Aktivitas
5. Manifestasi Klinis
Menurut Smeltzer (2001:1450) manifestasi klinis gagal ginjal kronik yaitu:
1) Kardiovaskuler
2) Hipertensi, pitting edema (kaki, tangan, sakrum), edema periorbital,
pembesaran vena leher.
3) Integumen
4) Warna kulit abu-abu mengkilat, kulit kering bersisik, pruritus, ekimosis,
kuku tipis dan rapuh, rambut tipis dan kasar.
5) Pulmoner
Krekels, sputum kental, napas dangkal, pernapasan kusmaul.
6) Gastrointestinal
7) Napas berbau amoniak, ulserasi dan perdarahan pada mulut, anoreksia, mual
dan muntah, konstipasi dan diare, perdarahan dari saluran gastrointestinal.
8) Neurologi
9) Kelemahan dan keletihan, konfusi, disorientasi, kejang, kelemahan pada
tungkai, rasa panas pada telapak kaki, perubahan perilaku.
10) Muskuloskeletal
11) Kram otot, kekakuan otot hilang, dan fraktur tulang.
12) Reproduktif
13) Amenore, dan atrofi testikuler.

6. Klasifikasi
KDOQI (Kidney Disease Outcome Quality Initiative) merekomendasikan
pembagian CKD berdasarkan stadium dari tingkat penurunan LFG (Laju Filtrasi
Glomerolus) :
a) Stadium 1: kelainan ginjal yang ditandai dengan albuminaria persisten dan
LFG yang masih normal ( > 90 ml / menit / 1,73 m2)
b) Stadium 2: Kelainan ginjal dengan albuminaria persisten dan LFG antara
60 -89 mL/menit/1,73 m2)
c) Stadium 3: kelainan ginjal dengan LFG antara 30-59 mL/menit/1,73m2)
d) Stadium 4: kelainan ginjal dengan LFG antara 15-29mL/menit/1,73m2)
e) Stadium 5: kelainan ginjal dengan LFG < 15 mL/menit/1,73m2 atau gagal
ginjal terminal.
7. Komplikasi
Menurut Smeltzer (2001:1449), komplikasi gagal ginjal kronik yang
memerlukan pendekatan kolaboratif dalam perawatan mencakup:
1) Hiperkalemia
Diakibatkan penurunan ekskresi, asidosis metabolik, katabolisme, dan
masukan diet berlebihan.
2) Perikarditis
Efusi perikardial, dan temponade jantung akibat retensi produk sampah
uremik dan dialisis yang tidak adekuat.
3) Hipertensi
Disebabkan oleh retensi cairan dan natrium, serta malfungsi sistem renin
angioaldosteron.
4) Anemia
Disebabkan oleh penurunan eritroprotein, rentang usia sel darah merah, dan
pendarahan gastrointestinal akibat iritasi oleh toksin, dan kehilangan darah
selama hemodialisa.
5) Penyakit Tulang
Hal ini disebabkan oleh retensi fosfat kadar kalium serum yang rendah,
metabolisme vitamin D, abnormal, dan peningkatan kadar aluminium.

8. Pemeriksaan Diagnostik
Menurut Muttaqin (2011:172), pemeriksaan diagnostik pada pasien dengan
gagal ginjal kronik adalah:
1) Laju Endap Darah: meninggi yang diperberat oleh adanya anemia,dan
hipoalbuminemia. Anemia normositer normokrom, dan jumlah retikulosit
yang rendah.
2) Uremia dan kreatinin: meninggi, biasanya perbandingan antara ureum dan
kreatinin kurang lebih 20:1. Ingat perbandingan bisa meninggi oleh karena
perdarahan saluran cerna, demam, luka bakar luas, pengobatan steroid, dan
obstruksi saluran kemih. Perbandingan ini berkurang: ureum lebih kecil dari
kreatinin, pada diet rendah protein, dan tes Klirens Kreatinin yang menurun.
3) Hiponatremia: umumnya karena kelebihan cairan. Hiperkalemia: biasanya
terjadi pada gagal ginjal lanjut bersama dengan menurunnya diuresis.
4) Hipokaslemia dan hiperfosfatemia: terjadi karena berkurangnya sintesis
vitamin D3 pada GGK.
5) Peninggian gula darah, akibat gangguan metabolisme karbohidrat pada
gagal ginjal (Resistensi terhadap pengaruh insulin pada jaringan perifer).
6) Hipertrigliserida, akibat gangguan metabolisme lemak, disebabkan
peninggian hormon insulin dan menurunya lipoprotein lipase.
7) Asidosis metabolik dengan kompensasi respirasi menunjukan pH yang
menurun, BE yang menurun disebabkan retensi asam-asam organik pada
gagal ginjal.
8) Foto polos abdomen
Untuk menilai bentuk dan besar ginjal (Adanya batu atau adanya suatu
obstruksi). Dehidrasi akan memperburuk keadaan ginjal, oleh sebab itu
penderita diharapkan tidak puasa.
9) Intra Vena Pielografi (IVP)
Untuk menilai sistem pelviokalises dan ureter. Pemeriksaan ini mempunyai
risiko penurunan faal ginjal pada keadaan tertentu, misalnya: usia lanjut,
diabetes melitus, dan nefropati asam urat.
10) USG
Untuk menilai besar dan bentuk ginjal, tebal parenkim ginjal, kepadatan
parenkim ginjal, anatomi sistem pelviokalises, ureter proksimal, kandungan
kemih, dan prostat.
11) Renogram
Untuk menilai fungsi ginjal kanan dan kiri, lokasi dari gangguan (Vaskular,
parenkim, ekskresi), serta sisa fungsi ginjal.
12) EKG
Untuk melihat kemungkinan: hipertropi ventrikel kiri, tanda-tanda
perikarditis, aritmia, gangguan elektrolit (Hiperkalemia).

9. Penatalaksanaan Medis
Menurut Muttaqin (2011:173), tujuan dari penatalaksanaan medis pada
pasien dengan gagal ginjal kronik untuk menjaga keseimbangan cairan elektrolit
dan mencegah komplikasi.

1) Dialisis
Dialisis dapat dilakukan untuk mencegah komplikasi gagal ginjal yang
serius, seperti hiperkalemia, perikarditis dan kejang. Dialisis memperbaiki
abnormalitas biokimia; menyebabkan cairan, protein, dan natrium dapat
dikonsumsi secara bebas; menghilangkan kecenderungan perdarahan dan
membantu penyembuhan luka.
2) Koreksi hiperkalemi
Mengendalikan kalium darah sangat penting karena hiperkalemi dapat
menimbulkan kematian mendadak. Hal yang pertama harus diingat adalah
jangan menimbulkan hiperkalemia. Selain dengan pemeriksaan darah,
hiperkalemia juga dapat di diagnosis dengan EEG dan EKG. Bila terjadi
hiperkalemia, maka pengobatannya adalah dengan mengurangi intake
kalium, pemberian Na Bikarbonat, dan pemberian infus glukosa.
3) Koreksi anemia
Usaha pertama harus di tunjukan untuk mengatasi faktor defisiensi,
kemudian mencari apakah ada perdarahan yang mungkin dapat diatasi.
Pengendalian gagal ginjal pada keseluruhan akan dapat meninggikan Hb.
Transfusi darah hanya dapat diberikan bila ada indikasi yang kuat, misalnya
ada insufisiensi koroner.
4) Koreksi asidosis
Pemberian asam melalui makanan dan obat-obatan harus di hindari.natrium
bikarbonat dapat di berikan peroral atau perenteral. Pada permulaan 100
mEq natrium bikarbonat diberi intravena perlahan-lahan, jika diperlukan
dapat diulang. Hemodialisis dan dialisis peritoneal dapat juga mengatasi
asidosis.
5) Pengendalian hipertensi
Pemberian obat beta bloker, alpa metildopa, dan vasodilator dilakukan
mengurangi intake garam dalam mengendalikan hipertensi harus hati-hati
karena tidak semua gagal ginjal disertai retensi natrium.
6) Transplantasi ginjal
Dengan pencangkokan ginjal yang sehat ke pasien GGK, maka seluruh faal
ginjal dengan ginjal yang baru.

10. Penatalaksanaan Keperawatan


Menurut Price (2005:965) prinsip-prinsip dasar penatalaksanaan konservatif
sangat sederhana dan didasarkan pada pemahaman mengenai batas-batas ekskresi
yang dapat dicapai oleh ginjal yang terganggu. Selain itu, terapi diarahkan pada
pencegahan dan pengobatan komplikasi yang terjadi, yaitu:
1) Pengaturan diet protein
Pengaturan diet penting sekali pada pengobatan gagal ginjal kronik.
Pembatasan asupan protein telah terbukti menormalkan kembali kelainan
dan memperlambat terjadinya gagal ginjal. Kemungkinan mekanisme yang
terkait dengan fakta bahwa asupan rendah protein mengurangi beban
ekskresi sehingga menurunkan hiperfiltrasi glomerulus, tekanan
intraglomerulus, dan cedera sekunder pada nefron intak.
2) Pengaturan diet kalium
Hiperkalemia umumnya menjadi masalah dalam gagal ginjal lanjut, dan
juga menjadi penting untuk membatasi asupan kalium dalam diet. Tindakan
yang harus dilakukan adalah dengan tidak memberikan obat-obatan atau
makanan yang tinggi kandungan kalium. Makanan atau obat-obatan ini
mengandung tambahan garam (Yang mengandung amonium klorida dan
kalium klorida), ekspektoran, kalium sitrat, dan makanan seperti sup, pisang
dan jus buah murni. Pemberian makanan atau obat-obatan yang tidak
diperkirakan akan menyebabkan hiperkalemia yang berbahaya.
3) Pengaturan diet natrium dan cairan
Pengaturan Natrium dalam diet memiliki arti penting dalam gagal ginjal.
Asupan yang terlalu bebas dapat menyebabkan terjadinya retensi cairan,
edema perifer, edema paru, hipertensi, dan gagal jantung kongestif. Asupan
cairan membutuhkan regulasi yang hati-hati dalam gagal ginjal lanjut,
karena rasa haus pasien merupakan panduan yang tidak dapat diyakini
mengenai keadaan hidrasi pasien. Asupan yang terlalu bebas dapat
menyebabkan kelebihan beban sirkulasi, edema, dan intoksikasi cairan.
Asupan yang kurang optimal dapat menyebabkan dehidrasi, hipotensi, dan
pemburukan fungsi ginjal. Aturan umum untuk asupan cairan adalah
keluaran urine dalam 24 jam lebih dari 500 ml.

II. Manajemen Keperawatan


1. Pengkajian
Menurut Doenges (1999:626) pengkajian pada pasien gagal ginjal adalah
sebagai berikut:
1. Aktivitas/Istirahat
Gejala : Kelelahan ekstrem, kelemahan,malaise.
Gangguan tidur (Insomnia/gelisah atau somnolen)
Tanda : Kelemahan otot, kehilangan tonus, penurunan rentang gerak.
2. Sirkulasi
Gejala : Riwayat hipertensi lama atau berat
Palpitasi : nyeri dada (Angina)
Tanda : Hipertensi: nadi kuat, edema jaringan umum dan pitting pada kaki,
telapak, tangan, disritmia jantung, nadi lemah halus, hipertensi
ortostatik menunjukkan hipovolemia, yang jarang pada penyakit
tahap akhir, pucat (kulit coklat kehijauan, kuning) dan
kecenderungan perdarahan.
3. Integritas Ego
Gejala : Faktor stres, contoh finansial, hubungan, dan sebagainya Perasaan
tak berdaya, tak ada harapan, tak ada kekuatan.
Tanda : Menolak, ansietas, takut, marah, mudah terangsang, perubahan
kepribadian.
4. Eliminasi
Gejala: Penurunan frekuensi urine, oliguria, anuria (Gagal tahap lanjut).
Abdomen kembung, diare, atau konstipasi.
Tanda: Perubahan warna urine, contoh kuning pekat, merah, coklat,
berawan. Oliguria, dapat menjadi anuria.
5. Makanan/Cairan
Gejala : Peningkatan berat badan cepat (Edema), penurunan berat badan
(Malnutrisi) Anoreksia. Nyeri ulu hati, mual/muntah, rasa metalik
tak sedap pada mulut (Pernapasan amonia).
Tanda : Distensi abdomen/asites, pembesaran hati (Tahap akhir)
Perubahan turgor kulit/kelembaban.
Edema (Umum, tergantung).
Ulserasi gusi, perdarahan gusi/lidah.
Penurunan otot, penurunan lemak subkutan, penampilan tak
bertenaga.
6. Neurosensori
Gejala : Sakit kepala, penglihatan kabur.
Tanda : Gangguan status mental, contoh penurunan lapang perhatian.
7. Nyeri/Kenyamanan
Gejala : Nyeri panggul, sakit kepala;kram otot/nyeri kaki (Memburuk saat
malam hari)
Tanda : Perilaku berhati-hati/distraksi,gelisah
8. Pernapasan
Gejala : Napas pendek; dispnea noktural paroksimal; batuk dengan/tanpa
sputum kental dan banyak
Tanda : Takipnea, dispnea, peningkatan frekuensi/kedalaman (Pernapasan
kusmaul), Batuk produktif dengan sputum merah muda encer
(Edema paru).

2. Diagnosa Keperawatan
Menurut Smeltzer, (2001:1451-1456) pasien gagal ginjal kronis
memerlukan asuhan keperawatan yang tepat untuk menghindari komplikasi akibat
menurunnya fungsi renal dan stress serta cemas dalam menghadapi penyakit yang
mengancam jiwa ini. Diagnosa keperawatan potensial untuk pasien-pasien ini
mencakup yang berikut:
1) Kelebihan volume cairan berhubungan dengan penurunan haluaran urin, diet
berlebih dan retensi cairan serta natrium.
2) Perubahan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
anoreksia, mual dan muntah, pembatasan diet, dan perubahan membran
mukosa mulut.
3) Gangguan integritas kulit berhubungan dengan uremia.
4) Kurang pengetahuan tentang kondisi dan program penanganan.

3. Intervensi Keperawatan
Menurut Smeltzer, (2001:1452-1454) perencanaan keperawatan dari
diagnosa diatas adalah:
1) Diagnosa keperawatan: Kelebihan volume cairan berhubungan dengan
penurunan haluaran urin, diet berlebih dan retensi cairan serta natrium.
Tujuan: Mempertahankan berat tubuh ideal tanpa kelebihan cairan.
Kriteria hasil:
Klien tidak sesak napas, edema ekstrimitas berkurang, produksi urine >600
ml/hari.
Intervensi:
1. Kaji status cairan:
1) Timbang berat badan harian.
2) Keseimbangan masukan dan haluaran.
3) Turgor kulit dan adanya edema.
4) Distensi vena leher.
5) Tekanan darah, denyut dan irama nadi.
R/ Pengkajian merupakan dasar dan data dasar berkelanjutan untuk
memantau perubahan dan mengevaluasi intervensi.
2. Batasi masukan cairan.
R/ Pembatasan cairan akan menentukan berat badan ideal, haluaranurin, dan
respon terhadap alergi.
3. Identifikasi sumber potensial cairan:
1) Medikasi dan cairan yang di gunakan.
2) Makanan
R/ Sumber kelebihan cairan yang tidak diketahui dapat diidentifikasi.
4. Jelaskan pada pasien dan keluarga rasional pembatasan.
R/ Pemahaman meningkatkan kerjasama pasien dan keluarga dalam
pembatasan cairan.
5. Bantu pasien dalam menghadapi ketidaknyamanan akibat pembatasan
cairan.
R/ Kenyamanan pasien meningkatkan kepatuhan terhadap pembatasan diet.
6. Tingkatkan dan dorong higiene oral dengan sering.
R/ Hygiene oral mengurangi kekeringan mebran mukosa mulut.

2). Perubahan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan


anoreksia, mual dan muntah, pembatasan diet, dan perubahan membran
mukosa mulut.
Tujuan: Mempertahankan masukan nutrisi yang adekuat.
Kriteria hasil:
Asupan nutrisi tubuh pasien terpenuhi dengan baik. .
Intervensi:
1. Kaji status nutrisi:
a. Perubahan berat badan.
b. Pengukuran antropometrik.
c. Nilai laboratorium (elektrolit serum,BUN, kreatinin, protein, tranferin,
dan kadar besi).
R/ Menyediakan data dasar untuk memantau perubahan dan mengevaluasi
intervensi.
2. Kaji pola diet nutrisi pasien:
Riwayat diet.
1) Makanan kesukaaan.
2) Hitung kalori.
R/ Pola diet dahulu dan sekarang dapat dipertimbangkan dalam menyusun
menu.
3. Kaji faktor yang berperan dalam merubah masukan nutrisi:
a. Anoreksia, mual atau muntah.
b. Diet yang tidak menyenangkan bagi pasien.
c. Depresi.
d. Kurang memahami pembatasan diet.
e. Stomatitis.
R/ Menyediakan informasi mengenal faktor lain yang dapat diubah atau
dihilangkan untuk meningkatkan masukan diet.
4. Menyediakan makanan kesukaan pasien dalam batas-batas diet.
R/ Mendorong peningkatan masukan diet.
5. Tingkatkan masukan protein yang mengandung nilai biologis tinggi: telur,
produk susu, daging.
R/ Protein lengkap di berikan untuk mencapai keseimbangan nitrogen yang
di perlukan untuk pertumbuhan dan penyembuhan.
6. Anjurkan camilan tinggi kalori, rendah protein, rendah natrium diantara
waktu makan.
R/ Mengurangi makanan dari protein yang dibatasi dan menyediakan kalori
untuk energi, membagi protein untuk pertumbuhan dan penyembuhan
jaringan.
7. Jelaskan rasional pembatasan diet dan hubungannya dengan penyakit ginjal
dan peningkatan urea dan kadar kreatinin.
R/ Meningkatkan pemahaman pasien tentang hubungan antara diet, urea,
kadar kreatinin dengan penyakit renal.
8. Ciptakan lingkungan yang menyenangkan selama waktu makan.
R/ Faktor yang tidak menyenangkan yang berperan dalam menimbulkan
anoreksia dihilangkan.
9. Timbang berat badan harian.
R/ Untuk memantau status cairan dan nutrisi.

3) Gangguan integritas kulit berhubungan dengan uremia.


Tujuan: Tidak terjadi kerusakan integritas kulit.
Kriteria hasil: Kulit tidak lecet, kulit lembab, dan kulit pasien tidak gatal.
Intervensi:
1) Inspeksi kulit terhadap perubahan warna, turgor, perhatikan kemerahan,
eksoriasi.
R/ Menandakan area sirkulasi buruk, yang dapat menimbulkan dekubitus.
2) Kaji keadaan kulit terhadap kemerahan dan adanya eksoriasi.
R/ Sirkulasi darah darah yang kurang menyebabkan kulit mudah rusak dan
memudahkan timbulnya dekubitus/infeksi.
3) Pantau masukan cairan dan hidrasi kulit, membran mukosa.
R/ Deteksi adanya dehidrasi yang mempengaruhi integritas jaringan pada
tingkat seluler.
4) Ganti posisi tiap 2 jam sekali beri bantalan pada tonjolan tulang, pelindung
siku dan tumit.
R/ Mengurangi/menurunkan tekanan pada daerah yang edema. Daerah yang
perfusinya kurang baik untuk mengurangi/menurunkan iskemia jaringan.
5) Jaga keadaan kulit tetap kering dan bersih.
R/ Kulit yang basah terus-menerus memicu terjadinya dekubitus.
6) Anjurkan pada klien untuk menggunakan pakaian tipis dan kering yang
menyerap keringat dan bebas keriput.
R/ Mencegah iritasi kulit dan meningkatkan evaporasi.

4) Kurang pengetahuan tentang kondisi dan penanganan.


Tujuan: Meningkatkan pengetahuan mengenal kondisi dan penanganan
yang bersangkutan.
Kriteria hasil:
Pasien mengetahui tentang kondisi dan penanganan yang diberikan dan
terpenuhinya informasi kesehatan.
Intervensi:
1. Kaji pemahaman mengenai penyebab gagal ginjal, konsekuensinya, dan
penanganannya:
a. Penyebab gagal ginjal pasien.
b. Pengertian gagal ginjal.
c. Pemahaman tentang fungsi renal.
d. Hubungan antara cairan, pembatasan diet dengan gagal ginjal.
e. Rasional penanganan (Hemodialisis, dialisis peritoneal, transplantasi).
R/ Merupakan instruksi dasar untuk penjelasan dan penyuluhan lebih lanjut.
2. Jelaskan fungsi renal dan konsekuensi gagal ginjal sesuai dengan tingkat
pemahaman dan kesiapan pasien untuk belajar.
R/ Pasien dapat belajar tentang gagal ginjal dan penanganan setelah mereka
siap untuk memahami dan menerima diagnosis dan konsekuensinya.
3. Sediakan informasi baik tertulis maupun secara oral dengan tepat tentang:
1) Fungsi dan kegagalan renal.
2) Pembatasan cairan dan diet.
3) Medikasi.
4) Melaporkan masalah, tanda dan gejala.
5) Jadwal tindak lanjut.
6) Sumber dikomunitas.
7) Pilihan terapi.
R/ Pasien memiliki informasi yang dapat digunakan untuk klarifikasi
selanjutnya di rumah.

4. Implementasi Keperawatan
Tahap awal tindakan keperawatan menuntut perawat mempersiapkan segala
sesuatu yang diperlukan dalam tindakan. Persiapan tersebut meliputi kegiatan-
kegiatan: Review tindakan keperawatan yang diidentifikasi pada tahap
perencanaan,menganalisa pengetahuan dan keterampilan keperawatan yang
diperlukan, mengetahui komplikasi dari tindakan keperawatan yang mungkin
timbul,menentukan dan mempersiapkan peralatan yang diperlukan,
mempersiapkan lingkungan yang konduktif sesuai dengan yang akan
dilaksanankan mengidentifikasi aspekhukum dan etik terhadap resiko dari
potensial tindakan.

5. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi adalah tahap akhir dari proses keperawatan yang menandakan
seberapa jauh diagnosa keperawatan, rencana tindakan dan pelaksanaannya sudah
berhasil dicapai. Tujuannya adalah untuk melihat kemampuan klien dalam
mencapai tujuan, sehingga perawat dapat mengambil keputusan dalam mengakhiri
rencana tindakan keperawatan (klien telah mencapai tujuan yang ditetapkan),
memodifikasi rencana tindakan keperawatan (klien mengalami kesulitan untuk
mencapai tujuan pertama), meneruskan rencana tindakan keperawatan (klien
memerlukan waktu yang lebih lama untuk mencapai tujuan). Proses evaluasi
terdiri dari 2 tahap yaitu tahap mengukur pencapaian tujuan klien yang terdiri dari
komponen kognitif, afektif, psikomotor, perubahan fungsi tubuh dan gejala.
Sedangkan tahap kedua adalah tahap penentuan keputusan pada tahap evaluasi.
Dalam tahap yang kedua ini terdapat 2 komponen untuk mengevaluasi kualitas
tindakan keperawatan yaitu proses (formatif) dan hasil (sumatif).
1. Proses (formatif)
Fokus evaluasi tipe evaluasi ini adalah aktivitas dari proses keperawatan dan
hasil kualitas pelayanan tindakan keperawatan. Evaluasi proses baru dilaksanakan
segera setelah perencanaan keperawatan dilaksanakan untuk membantu
keefektifitasan terhadap tindakan dan harus dilakukan terus menerus sampai
tujuan yang telah dilakukan tercapai.
2. Hasil (Sumatif)
Fokus evaluasi hasil adalah perubahan perilaku atas status kesehatan pada
akhir tindakan keperawatan.Adapun langkah-langkah evaluasi keperawatan :
a. Mengumpulkan data perkembangan pasien.
b. Menafsirkan (menginteprestasikan) perkembangan pasien.
c. Membandingkan dengan keadaan sebelum dan sesudah dilakukan tindakan
dengan menggunakan kriteria pencapaian tujuan yang telah ditetapkan.
d. Mengukur dan membandingkan perkembangan pasien dengan standar
norma yang berlaku.
Seorang perawat harus mampu menafsirkan hasil evaluasi dari masalah
keperawatan klien yaitu sebagai berikut :
1) Tujuan tercapai
Bila klien menunjukkan perubahan perilaku dan perkembangan
kesehatan sesuai dengan kriteria pencapaian tujuan yang telah ditetapkan.
2) Tujuan tercapai sebagian
Bila klien menunjukkan perubahan dan perkembangan kesehatan hanya
sebagian dari kriteria pencapaian tujuan yang telah ditetapkan.
3) Tujuan tidak tercapai
Bila klien menunjukkan tidak ada perubahan perilaku dan perkembangan
kesehatan atau bahkan timbul masalah baru.
III. Konsep Dasar Hemodialisa
1. Definisi
Dialisis merupakan suatu proses yang digunakan untuk mengeluarkan cairan
dan produk limbah dari dalam tubuh ketika ginjal tidak mampu melaksanakan
proses tersebut.
Suatu proses pembuatan zat terlarut dan cairan dari darah melewati
membrane semi permeable. Ini berdasarkan pada prinsip difusi; osmosis dan ultra
filtrasi.
Hemodialisa merupakan suatu proses yang digunakan pada pasien dalam
keadaan sakit akut dan memerlukan terapi dialysis jangka pendek (beberapa hari
hingga beberapa minggu) atau pasien dengan penyakit ginjal stadium terminal
(ESRD; end-stage renal disease) yang membutuhkan terapi jangka panjang atau
terapi permanent. Sehelai membrane sintetik yang semipermeabel menggantikan
glomerulus serta tubulus renal dan bekerja sebagai filter bagi ginjal yang
terganggu fungsinya itu.
Bagi penderita GGK, hemodialisis akan mencegah kematian. Namun
demikian, hemodialisis tidak menyembuhkan atau memulihkan penyakit ginjal
dan tidak mampu mengimbangi hilangnya aktivitas metabolic atau endokrin yang
dilaksanakan ginjal dan dampak dari gagal ginjal serta terapinya terhadap kualitas
hidup pasien. Pasien-pasien ini harus menjalani terapi dialysis sepanjang hidupnya
(biasanya 3 kali seminggu selama paling sedikit 3 atau 4 jam per kali terapi) atau
sampai mendapat ginjal baru melalui operasi pencangkokan yang berhasil. Pasien
memerlukan terapi dialysis yang kronis kalau terapi ini diperlukan untuk
mempertahankan kelangsungan hidupnya dan mengendalikan gejala uremia.

2. Tujuan
Mempertahankan kehidupan dan kesejahteraan pasien sampai fungsi ginjal
pulih kembali. Metode terapi mencakup hemodialisis, hemofiltrasi dan peritoneal
dialysis. Hemodialisis dapat dilakukan pada saat toksin atau zat racun harus
segera dikeluarkan untuk mencegah kerusakan permanent atau menyebabkan
kematian. Hemofiltrasi digunakan untuk mengeluarkan cairan yang berlebihan.
Peritoneal dialysis mengeluarkan cairan lebih lambat daripada bentuk-bentuk
dialysis yang lain.
3. Indikasi
Pasien yang memerlukan hemodialisa adalah pasien GGK dan GGA untuk
sementara sampai fungsi ginjalnya pulih. Pasien-pasien tersebut dinyatakan
memerlukan hemodialisa apabila terdapat indikasi :
1. Hiperkalemia ( K > 6 mEq/l)
2. Asidosis
3. kegagalan terapi konservatif
4. Kadar ureum/kreatinin tinggi dalam darah
5. Kelebihan cairan.
6. Perikarditis dan konfusi yang berat.
7. Hiperkalsemia dan hipertensi.

4. Prinsip Hemodialisa
Prinsip mayor/proses hemodialisa :
a. Akses Vaskuler :
Seluruh dialysis membutuhkan akses ke sirkulasi darah pasien. Kronik
biasanya memiliki akses permanent seperti fistula atau graf sementara. Akut
memiliki akses temporer seperti vascoth.
b. Membran semi permeable
Hal ini ditetapkan dengan dialyser actual dibutuhkan untuk mengadakan
kontak diantara darah dan dialisat sehingga dialysis dapat terjadi.
c. Difusi
Dalam dialisat yang konvesional, prinsip mayor yang menyebabkan
pemindahan zat terlarut adalah difusi substansi. Berpindah dari area yang
konsentrasi tinggi ke area dengan konsentrasi rendah. Gradien konsentrasi
tercipta antara darah dan dialisat yang menyebabkan pemindahan zat pelarut
yang diinginkan. Mencegah kehilangan zat yang dibutuhkan.
d. Konveksi
Saat cairan dipindahkan selama hemodialisis, cairan yang dipindahkan akan
mengambil bersama dengan zat terlarut yang tercampur dalam cairan tersebut.
e. Ultrafiltrasi
Proses dimana cairan dipindahkan saat dialysis dikenali sebagai ultrafiltrasi
artinya adalah pergerakan dari cairan akibat beberapa bentuk tekanan. Tiga tipe
dari tekanan dapat terjadi pada membrane :
1) Tekanan positip merupakan tekanan hidrostatik yang terjadi akibat cairan
dalam membrane. Pada dialysis hal ini dipengaruhi oleh tekanan dialiser dan
resisten vena terhadap darah yang mengalir balik ke fistula tekanan positip
“mendorong” cairan menyeberangi membrane.
2) Tekanan negative merupakan tekanan yang dihasilkan dari luar membrane
oleh pompa pada sisi dialisat dari membrane tekanan negative “menarik”
cairan keluar darah.
3) Tekanan osmotic merupakan tekanan yang dihasilkan dalam larutan yang
berhubungan dengan konsentrasi zat terlarut dalam larutan tersebut. Larutan
dengan kadar zat terlarut yang tinggi akan menarik cairan dari larutan lain
dengan konsentrasi yang rendah yang menyebabkan membrane permeable
terhadap air.

5. Perangkat Hemodialisa
a. Perangkat khusus
1) Mesin hemodialisa
2) Ginjal buatan (dializer) yaitu : alat yang digunakan untuk mengeluarkan
sisa metabolisme atau zat toksin laindari dalam tubuh. Didalamnya
terdapat 2 ruangan atau kompartemen :
- Kompartemen darah
- Kompartemen dialisat.
3) Blood lines : selang yang mengalirkan darah dari tubuh ke dializer dan
kembali ke tubuh. Mempunyai 2 fungsi :
- Untuk mengeluarkan dan menampung cairan serta sisa-sisa
metablolisme.
- Untuk mencegah kehilangan zat-zat vital dari tubuh selama dialysis.
b. Alat-alat kesehatan :
 Tempat tidur fungsional
 Timbangan BB
 Pengukur TB
 Stetoskop
 Termometer
 Peralatan EKG
 Set O2 lengkap
 Suction set
 Meja tindakan.
c. Obat-obatan dan cairan :
 Obat-obatan hemodialisa : heparin, frotamin, lidocain untuk anestesi.
 Cairan infuse : NaCl 0,9%, Dex 5% dan Dex 10%.
 Dialiser
 Desinfektan : alcohol 70%, Betadin, Sodium hypochlorite 5%
 Obat-obatan emergency.

6. Pedoman pelaksanaan hemodialisa


a. Perawatan sebelum hemodialisa
1) Sambungkan selang air dari mesin hemodialisa.
2) Kran air dibuka.
3) Pastikan selang pembuka air dan mesin hemodialisis sudah masuk keluar
atau saluran pembuangan.
4) Sambungkan kabel mesin hemodialisis ke stop kontak.
5) Hidupkan mesin.
6) Pastikan mesin pada posisi rinse selama 20 menit.
7) Matikan mesin hemodialisis.
8) Masukkan selang dialisat ke dalam jaringan dialisat pekat.
9) Sambungkan slang dialisat dengan konektor yang ada pada mesin
hemodialisis.
10) Hidupkan mesin dengan posisi normal (siap).
b. Menyiapkan sirkulasi darah.
1) Bukalah alat-alat dialisat dari setnya.
2) Tempatkan dialiser pada holder (tempatnya) dan posisi ‘inset’ (tanda merah)
diatas dan posisi ‘outset’ (tanda biru) dibawah.
3) Hubungkan ujung merah dari ABL dengan ujung ‘inset’ dari dialiser.
4) Hubungkan ujung biru dari UBL dengan ujung ‘outset’ adri dialiser dan
tempatkan buble tap di holder dengan posisi tengah.
5) Set infuse ke botol NaCl 0,9%-500 cc.
6) Hubungkan set infuse ke slang arteri.
7) Bukalah klem NaCl 0,9%. Isi slang arteri sampai keujung selang lalu klem.
8) Memutarkan letak dialiser dengan posisi ‘inset’ dibawah dan ‘ouset’ diatas,
tujuannya agar dialiser bebas dari udara.
9) Tutup klem dari slang untuk tekanan arteri, vena, heparin.
10) Buka klem dari infuse set ABL, UBL.
11) Jalankan pompa darah dengan kecepatan mula-mula 100 ml/mnt, kemudian
naikkan secara bertahap sampai 200 ml/mnt.
12) Isi buble tap dengan NaCl 0,9% sampai 3/4 cairan.
13) Memberikan tekanan secara intermitten pada UBL untuk mengalirkan udara
dari dalam dialiser, dilakukan sampai dengan dialiser bebas udara (tekanan
tidak lebih dari 200 mmHg).
14) Melakukan pembilasan dan pencucian dengan NaCl 0,9% sebanyak 500 cc
yang terdapat pada botol (kalf). Sisanya ditampung pada gelas ukur.
15) Ganti kalf NaCl 0,9% yang kosong dengan kalf NaCl 0,9% baru.
16) Sambungkan ujung biru UBL dengan ujung merah ABL dengan
menggunakan konektor.
17) Menghidupkan pompa darah selama 10 menit. Untuk dialiser baru 15-20
menit, untuk dialiser reuse dengan aliran 200-250 ml/mnt.
18) Mengembalikan posisi dialiser ke posisi semula dimana ‘inset’ diatas dan
‘outset’ dibawah.
19) Menghubungkan sirkulasi darah dengan sirkulasi dialisat selama 5-10 menit
siap untuk dihubungkan dengan pasien (soaking).
c. Persiapan pasien.
1) Menimbang BB
2) Mengatur posisi pasien.
3) Observasi KU
4) Observasi TTV
5) Melakukan kamulasi/fungsi untuk menghubungkan sirkulasi, biasanya
mempergunakan salah satu jalan darah/blood akses seperti dibawah ini:
• Dengan interval A-V Shunt/fistula simino
• Dengan eksternal A-V Shunt/schungula.
• Tanpa 1-2 (vena pulmonalis).

7. Komplikasi yang terjadi


a. Hipotensi
Penyebab : terlalu banyak darah dalam sirkulasi mesin, ultrafiltrasi berlebihan,
obat-obatan anti hipertensi.
b. Mual dan muntah
Penyebab : gangguan GI, ketakutan, reaksi obat, hipotensi.
c. Sakit kepala
Penyebab : tekanan darah tinggi, ketakutan.
d. Demam disertai menggigil.
Penyebab : reaksi fibrogen, reaksi transfuse, kontaminasi bakteri pada sirkulasi
darah.
e. Nyeri dada.
Penyebab : minum obat jantung tidak teratur, program HD yang terlalu cepat.
f. Gatal-gatal
Penyebab : jadwal dialysis yang tidak teratur, sedang.sesudah transfuse kulit
kering.
g. Perdarahan amino setelah dialysis.
Penyebab : tempat tusukan membesar, masa pembekuan darah lama, dosis
heparin berlebihan, tekanan darah tinggi, penekanan, tekanan tidak tepat.
h. Kram otot
Penyebab : penarikan cairan dibawah BB standar. Penarikan cairan terlalu
cepat (UFR meningkat) cairan dialisat dengan Na rendah BB naik > 1kg. Posisi
tidur berubah terlalu cepat.
DAFTAR PUSTAKA

Doenges, Marilynn E. 1999.Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman Untuk


Perencanaan Dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Jakarta:EGC

Marry Baradero. 2008. Klien Gangguan Ginjal. Jakarta:EGC.

Muttaqin, Arif. 2011. Asuhan Keperawatan Gangguan Sistem Perkemihan.


Jakarta:Salemba Medika.

Nursalam. 2009. Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan Gangguan Sistem


Perkemihan. Jakarta:Salemba Medika.

Sibuea, Herdin. 2009. Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta:PT Rineka Cipta.

Smeltzer, Suzanne C. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah Brunner &


Suddarth. Jakarta:EGC.

Wahid Iqbal Mubarak. 2006. Ilmu Keperawatan Komunitas 2. Jakarta: Sagung


Seto.

Anda mungkin juga menyukai