Anda di halaman 1dari 17

LAPORAN PENDAHULUAN

“GYNECOLOGY”

A. Anatomi fisiologi ovarium

Ovarium adalah sepasang organ berbentuk kelenjer dan tempat menghasilkan ovum.Kelenjer itu
berbentuk biji buah kenari, terletak di kanan dan kiri uterus, di bawah tuba uterine dan terikat di sebelah
belakang oleh ligamentum latum uteri. (Evelin, 200: 261)

Ovarium terdiri atas korteks di sebelah luar dan diliputi oleh epitelium germinativum yang
berbentuk kubik dan di dalam terdiri dari stroma serta folikel primordiial dan medula sebelah dalam
korteks tempat terdapatnya stroma dengan pembuluh darah, serabut sara dan sedikit otot polos. (Bobak.
1995: 25)

Fungsi ovarium adalah:

- Memproduksi ovum

Hormon gonodotrofik dari kelenjar hipofisis bagian anterior mengendalikan (melalui aliran darah)
produksi hormon ovarium.Hormon perangsangfolikel (FSH) penting untuk awal pertumbuhan folikel de
graaf, hipofisis mengendalikan pertumbuhan ini melalui Lutenizing Hormon (LH) dan sekresi luteotrofin
dari korpus lutenum.

- Memproduksi hormon estrogen

Hormon estrogen dikeluarkan oleh ovarium dari mulai anak-anak sampai sesudah menopause (hormon
folikuler) karena terus dihasilkan oleh sejumlah besar folikel ovarium dan seperti hormon beredar dalam
aliran darah.Estrogen penting untuk pengembangan organ kelamin wanita dan menyebabkan perubahan
anak gadis pada masa pubertas dan penting untuk tetap adanya sifat fisik dan mental yang menandakan
wanita normal. (Evelin, 2000: 262)

- Memproduksi hormon progesterone

Hormon progesteron disekresi oleh luteum dan melanjutkan pekerjaan yang dimulai oleh estrogen
terhadap endometrium yaitu menyebabkan endometrium menjadi tebal, lembut dan siap untuk
penerimaan ovum yang telah dibuahi. (Bobak, 1995: 28)
B. Pengertian
Kistoma ovari merupakan suatu tumor, baik yang kecil maupun yang besar, kistik atau padat, jinak atau
ganas (Winkjosastro. et.all. 1999).
Kista adalah suatu jenis tumor, penyebab pastinya sendiri belum diketahui, diduga seringnya memakai
kesuburan (Soemadi, 2006).
Kista adalah suatu jenis tumor berupa kantong abnormal yang berisi cairan atau benda seperti bubur
(Dewa, 2000).
Kista ovarium adalah pertumbuhan sel yang berlebihan/abnormal pada ovarium yang membentuk seperti
kantong. Kista ovarium secara fungsional adalah kista yang dapat bertahan dari pengaruh hormonal
dengan siklus mentsruasi.
(Lowdermilk, dkk. 2005: 273)

Kista ovarium merupakan pembesaran sederhana ovarium normal, folikel de graf atau korpusluteum atau
kista ovarium dapat timbul akibat pertumbuhan dari epithelium ovarium.
(Smelzer and Bare. 2002: 1556)

Kista ovari adalah rongga berbentuk kantong berisi cairan di dalam rongga ovarium.Kista tersebut disebut
juga kista fungsional karena terbentuk setelah telur dilepaskan setelah ovulasi. Kista fungsional akan
mengkerut dan menyusut seteleh beberapa waktu (setelah 1-3 bulan), hingga biasanya dokter juga
mencurigai terbentuk kista menganjurkan penderita melekukan control kembali 3 bulan kemudian.
Selama waktu menunggu tersebut, kadang-kadang dokter menganjurkan penderita agar minum pil KB
agar tidak terjadi ovulasi.Demikian pula yang terjadi bila seorang perempuan sudah menopause, kista
fungsional tidak terbentuk.Untuk menyakinkan apakah perempuan mengidap kista, dokter melekukan
pemeriksaan sonogram.
(Faisal Yatim,2008)
C. Klasifikasi
Menurut etiologi, kista ovarium dibagi menjadi 2, yaitu :

1. Kista non neoplasma Disebabkan karena ketidak seimbangan hormon esterogen dan progresterone
diantaranya adalah :

a. Kista non fungsional

Kista serosa inklusi, berasal dari permukaan epitelium yang berkurang di dalam korteks
b. Kista fungsional
1) Kista folikel, disebabkan karena folikel yang matang menjadi ruptur atau folikel yang tidak matang
direabsorbsi cairan folikuler di antara siklus menstruasi. Banyak terjadi pada wanita yang menarche
kurang dari 12 tahun.
2) Kista korpus luteum, terjadi karena bertambahnya sekresi progesterone setelah ovulasi.
3) Kista tuba lutein, disebabkan karena meningkatnya kadar HCG terdapat pada mola hidatidosa.
4) Kista stein laventhal, disebabkan karena peningkatan kadar LH yang menyebabkan hiperstimuli
ovarium.
( Ignaiuvicus, Bayne : 1991 )

2. Kista neoplasma

a. Kistoma ovarii simpleks


Kistoma ovarii simplek, kista ini bertangkai dan dapat menyebabkan torsi ( putaran tangkai ). Diduga
kista ini adalah sejenis kistadenoma serosum yang kehilangan kelenjarnya karena tekanan cairan dalam
kista.Tindakanya adalah pengangkatan kista dengan reseksi ovarium.

b. Kistodenoma ovarii musinoum


Asal kista ini belum pasti, mungkin berasal dari suatu teratoma yang pertumbuhanya I elemen
mengalahkan elemen yang lain
c. Kistadenoma ovarii serosum
Berasal dari epitel permukaan ovarium (Germinal ovarium)
d. Kista Endrometreid
Belum diketahui penyebab dan tidak ada hubungannya dengan endometroid
e. Kista dermoid
Tumor berasal dari sel telur melalui proses patogenesis
( Winjosastro : 1999 )

D. Etiologi
Kista ovarium terbentuk oleh bermacam sebab. Penyebab inilah yang nantinya akan menentukan tipe dari
kista. Diantara beberapa tipe kista ovarium, tipe folikuler merupakan tipe kista yang paling banyak
ditemukan.Kista jenis ini terbentuk oleh karena pertumbuhan folikel ovarium yang tidak terkontrol.
Folikel adalah suatu rongga cairan yang normal terdapat dalam ovarium. Pada keadaan normal, folikel
yang berisi sel telur ini akan terbuka saat siklus menstruasi untuk melepaskan sel telur. Namun pada
beberapa kasus, folikel ini tidak terbuka sehingga menimbulkan bendungan carian yang nantinya akan
menjadi kista.
Cairan yang mengisi kista sebagian besar berupa darah yang keluar akibat dari perlukaan yang terjadi
pada pembuluh darah kecil ovarium.Pada beberapa kasus, kista dapat pula diisi oleh jaringan abnormal
tubuh seperti rambut dan gigi.Kista jenis ini disebut dengan Kista Dermoid.
( Winjosastro : 1999 )

E. Patofisiologi
Fungsi ovarium yang normal tergantung kepada sejumlah hormone dan kegagalan pembentukan salah
satu hormone tersebut bisa mempengaruhi fungsi ovarium. Ovarium tidak akan berfungsi secara normal
jika tubuh wanita tidak menghasilkan hormone hipofisa dalam jumlah yang tepat. Fungsi ovarium yang
abnormal kadang menyebabkan penimbunan folikel yang terbentuk secara tidak sempurna di dalam
ovarium.Folikel tersebut gagal mengalami pematangan dan gagal melepaskan sel telur, terbentuk secara
tidak sempurna di dalam ovarium karena itu terbentuk kista di dalam ovarium. Setiap hari, ovarium
normal akan membentuk beberapa kista kecil yang disebut Folikel de Graff. Pada pertengahan siklus,
folikel dominan dengan diameter lebih dari 2.8 cm akan melepaskan oosit mature. Folikel yang rupture
akan menjadi korpus luteum, yang pada saat matang memiliki struktur 1,5 – 2 cm dengan kista ditengah-
tengah. Bila tidak terjadi fertilisasi pada oosit, korpus luteum akan mengalami fibrosis dan pengerutan
secara progresif. Namun bila terjadi fertilisasi, korpus luteum mula-mula akan membesar kemudian
secara gradual akan mengecil selama kehamilan. Kista ovari yang berasal dari proses ovulasi normal
disebut kista fungsional dan selalu jinak.
Kista dapat berupa kista folikular dan luteal yang kadang-kadang disebut kista theca-lutein.Kista tersebut
dapat distimulasi oleh gonadotropin, termasuk FSH dan HCG.Kista fungsional multiple dapat terbentuk
karena stimulasi gonadotropin atau sensitivitas terhadap gonadotropin yang berlebih.Kista folikel dan
luteal, kelainan yang tidak berbahaya ini berasal dari folikel graaf yang tidak pecah atau folikel yang
sudah pecah dan segera menutup kembali. Kista demikian seringnya adalah multipel dan timbul langsung
di bawah lapisan serosa yang menutupi ovarium, biasanya kecil, dengan diameter 1- 1,5 cm dan berisi
cairan serosa yang bening, tetapi ada kalanya penimbunan cairan cukup banyak, sampai mencapai
diameter 4-5 cm, sehingga teraba massa dan menimbulkan sakit pada daerah pelvis.
F. Pathway

Degenerasi ovarium Infeksi ovarium

Cistoma ovari histerektomi


Infeksi ovarium Infeksi ovarium

Kurang informasi Pembesaran ovarium Coverektomi, kistektomi


Infeksi ovarium Infeksi ovarium Infeksi ovarium

Kurang pengetahuan Repture ovarium


Infeksi ovarium Infeksi ovarium

ansietas Resiko perdarahan


Kurang pengetahuan Infeksi ovarium

Komplikasi peritonis Gangguan perfusi jaringan


Infeksi ovarium Infeksi ovarium

peritonis Metabolism menurun Luka operasi


Infeksi ovarium Infeksi ovarium Infeksi ovarium
Resiko perdarahan Hipolis asam laktat Diskontinutis jaringan
Infeksi ovarium kelebihan Infeksi ovarium

Gangguan metabolisme
Infeksi ovarium

Deficit perawatan diri


Infeksi ovarium

nyeri Port d’entri


Infeksi ovarium
Infeksi ovarium

Resiko cedera Resiko infeksi


Infeksi ovarium
Infeksi ovarium

Reflex menelan dan muntah nervus anastesi

Resiko aspirasi Peristaltic usus menurun


dan

konstipasi Absorbs air dikolon

G. Manifestasi Klinis
Letak tumor yang tersembunyi dalam rongga perut dan sangat berbahaya dapat menjadi besar tanpa
disadari oleh penderita
Sebagian besar kista ovarium tidak menimbulkan gejala, atau hanya sedikit nyeri yang tidak
berbahaya.Tetapi adapula kista yang berkembang menjadi besar dan menimpulkan nyeri yang tajam.
Pemastian penyakit tidak bisa dilihat dari gejala-gejala saja karena mungkin gejalanya mirip dengan
keadaan lain seperti endometriosis, radang panggul, kehamilan ektopik (di luar rahim) atau kanker
ovarium.
Meski demikian, penting untuk memperhatikan setiap gejala atau perubahan ditubuh Anda untuk
mengetahui gejala mana yang serius. Gejala-gejala berikut mungkin muncul bila anda mempunyai kista
ovarium :
Pertumbuhan primer diikuti oleh infiltrasi kejaringan sekitar yang menyebabkan berbagai keluhan samar-
samar:
1.Perasaan sebah
2.Ras nyeri pada perut bagian bawah dan panggul
3.Makan sedikit terasa cepat kenyang
4.Sering kembung
5.Nyeri sanggama
6. Nafsu makan menurun
7. Rasa penuh pada perut bagian bawah
8. Gangguan miksi karena adanya tekanan pada kandung kemih dan juga tekanan pada dubur
9. Gangguan menstruasi.Pada umumnya tumor ovarium tidak mengubah pola haid kecuali tumor itu
sendiri mengeluarakan hormon seperti pada tumor sel granulosa yang dapat menyebabkan hipermenorrea.
10. Akibat Pertumbuhan adalah dengan adanya tumor didalam perut bisa menyebabkan pembengkakan
perut..Tekanan pada alat atau organ sekitar disebabkan oleh besarnya tumor atau posisinya dalam
perut.Misalnya sebuah kista yang tidak seberapa besar tetapi posisinya terletak didepan uterus sehingga
dapat menekan kandung kencing dan menyebabkan gangguan miksi dan sedang kista besar yang terletak
didalam rongga perut kadang-kadang hanya menimbulkan rasa berta pada perut.Selain gangguan miksi
obstipasi dan oedema pada tungkai dapat terjadi
11.Rasa mual dan ingin muntah

H. Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi pada kista ovarium:
1. Perdarahan ke dalam kista yang terjadi sedikit-sedikit, sehingga berangsur-angsur menyebabkan
pembesaran kista, dan hanya menimbulkan gejala-gejala klinik yang minimal. Akan tetapi jika perdarahan
terjadi dalam jumlah yang banyak akan terjadi distensi yang cepat dari kista yang menimbulkan nyeri
perut yang mendadak.
2.Torsio. Putaran tangkai dapat terjadi pada ksta yang berukuran diameter 5 cm atau lebih. Putaran
tangkai menyebabkan gangguan sirkulasi meskipun gangguan ini jarang bersifat total.
3. Kista ovarium yang besar dapat menyebabkan rasa tidak nyaman pada perut dan dapat menekan vesica
urinaria sehingga terjadi ketidakmampuan untuk mengosongkan kandung kemih secara sempurna.
4. Massa kista ovarium berkembang setelah masa menopouse sehingga besar kemungkinan untuk berubah
menjadi kanker (maligna). Faktor inilah yang menyebabkan pemeriksaan pelvic menjadi penting
5. Infertilitas akibat tidak adanya ovulasi
6. Peningkatan resiko pembentukan tumor – tumor dependen – estrogen di payudara dan endometrium

I. Pemeriksaan Penunjang
1. Gambaran Radiologi
a. USG
Ultrasonik adalah gelombang suara dengan frekuensi lebih tinggi dari pada kemampuan pendengaran
telinga manusia, sehingga kita tidak bisa mendengarnya sama sekali . Suara yang dapat didengar manusia
mempunyai frekuensi antara 20-20.000 Cpd (cicles per detik = Hz). Masing-masing jaringan tubuh
mempunyai impedence acustic tertentu. dalam jaringan yang heterogen akan ditimbulkan bermacam-
macam echo, disebut anechoic atau echofree atau bebas echo. Suatu rongga berisi cairan bersifat
anechoic, misalnya kista, asites, pembuluh darah besar, perikardial, atau pleural efusion. . Pada USG kista
ovarium akan terlihat sebagai struktur kistik yang bulat (kadang-kadang oval) dan terlihat sangat
echolucent dengan dinding dinding yang tipis/tegas/licin, dan di tepi belakang kista nampak bayangan
echo yang lebih putih dari dinding depannya. Kista ini dapat bersifat unillokuler (tidak bersepta) atau
multilokuler (bersepta-septa). Kadang-kadang terlihat bintik-bintik echo yang halus-halus (internal
echoes) di dalam kista yang berasal dari elemen-elemen darah di dalam kista.
1) Transabdominal Sonogram
Transabdominal ultrasonography lebih baik dibandingkan endovaginal ultrasonography untuk
mengevaluasi besarnya massa serta struktur intra abdominal lainnya, seperti ginjal, hati, dan asites. Syarat
pemeriksaan transabdominal sonogram dilakukan dalam keadaan vesica urinaria terisi/penuh.
2) Endovaginal Sonogram
Pemeriksaan ini dapat menggambarkan/memperlihatkan secara detail struktur pelvis. Pemeriksaan ini
dilakukan dengan cara endovaginal. Pemeriksaan dilakukan dalam keadaan vesica urinaria kosong.
3) Kista Dermoid
Gambaran USG kista dermiod di bawah ini menunjukkan d di bawah ini menunjukkan komponen yang
padat yang dikelilingi dengan kalsifikasi.
4) Kista Endometriosis
Menunjukkan karakteristik yang difuse, low level echoes pada endometrium, yang memberikan gambaran
yang padat.
5) Polikistik Ovarium
Menunjukkan jumlah folikel perifer dan hiperechoid stroma.

2. MRI
Gambaran MRI lebih jelas memperlihatkan jaringan halus dibandingkan dengan CT-scan, serta ketelitian
dalam mengidentifikasi lemak dan produk darah. CT-Scan dapat pemberian petunjuk tentang organ asal
dari massa yang ada. MRI tidak terlalu dibutuhkan dalam beberapa/banyak kasus.
USG dan MRI jauh lebih baik dalam mengidentifikasi kista ovarium dan massa/tumor pelvis
dibandingkan dengan CT-Scan.
3.Laparaskopi
Pemeriksaan ini sangat berguna untuk mengetahui apakah sebuah tumor berasal dari ovarium atau tidak,
serta untuk menentukan sifat-sifat tumor itu
4. Foto Rontgen
Pemeriksaan ini berguna untuk menentukan adanya hidrotoraks. Selanjutnya, pada kista dermoid kadang-
kadang dapat dilihat adanya gigi dalam tumor.
5.Parasintesis
Pungsi ascites berguna untuk menentukan sebab ascites. Perlu diperhatikan bahwa tindakan tersebut dapat
mencemarkan kavum peritonei dengan isi kista bila dinding kista tertusuk
6.Diagnosis Banding
Diagnosis pasti tidak dapat dilihat dari gejala-gejala saja. Karena banyak penyakit dengan gejala yang
sama pada kista ovarium adalah ;
a. Inflamasi Pelvic (PID)
Pada pemeriksaan endovaginal sonogram, memperlihatkan secara relative pembesaran ovarium kiri (pada
pasien dengan keluhan nyeri).
b. Endometriosis
Pada pemeriksaan endovaginal sonogram tampak karakteristik yang difus, echo yang rendah sehingga
memberikan kesan yang padat.

c. Kehamilan Ektopik
Pada pemeriksaan endovaginal sonogram memperlihatkan ring sign pada tuba, dengan dinding yang tebal
disertai cairan yang bebas disekitarnya. Tidak ada pembuahan intrauterine.
d. Kanker ovarium
Pada pemeriksaan transvaginal ultrasound di dapatkan dinding tebal dan ireguler.

J. Penatalaksanaan
Adapun prinsip untuk menangani tumor ovarium:
1. Operasi untuk mengambil tumor: Dapat menjadi besar dan kemungkinan degenerasi ganas.
2. Saat operasi dapat didahului dengan frozen section untuk kepastian ganas dan tindakan operasi lebih
lanjut.
3. Hasil operasi harus dilakukan pemeriksaan PA sehingga kepastian klasifikasi tumor dapat ditetapkan
untuk menentukan terapi
4. Operasi tumor ganas diharapkan debulking yaitu dengan pengambilan jaringan tumor sebanyak
mungkinjaringan tumor sampai dalam batas aman diameter sekitar 2 cm. Setelah mendapatkan radiasi
dan kemoterapi atau dilakukan terapi kedua untk mengambil sebanyak mungkin jaringan tumor. Kistoma
ovarii diatas umur 45 thn sebaiknya dilakukan terapi profilaksis.
5. Untuk penanganan tumor nonneoblastik diambil sikap wait and see. Jika wanita yang masih ingin
hamil berovulais teratur tanpa gejala dan hasil USG menunjukkan kista yang berisis cairan maka
dilakukan pemeriksaan tindakan menunggu dan melihat dan kista ini akn memnghilang 2-3 bulan
kemudian . Penggunaan pil kontrasepsi dapat digunakan untuk terpi kista fungsional
6. Pembedahan dilakukan jika kista besar dan padat ,tumbuh atau tetap selama 2-3 bulan siklus haid maka
dapat dihilangkan dengan pembedahan.Jika tumor besar atau ada komplikasi maka dilakukan
pengangkatan ovarium disertai saluran tuba ( salpingo ooferektomi ) dan dilakukan pengontrolan .Jika
terdapat keganasan aka dilakukan histerektomi.

KONSEP DASAR KEPERAWATAN


A. PENGKAJIAN
1. Aktivitas/Istirahat
Gejala : kelemahan dan/ keletihan, perubahan pada pola istirahat dan jam kebiasaan tidur pada malam
hari, adanya faktor-faktor yang mempengaruhi tidur, misal : nyeri, ansietas, berkeringat malam
2. Sirkulasi
Gejala : palpitasi, nyeri dada pada perengahan kerja
Tanda : perubahan pada TD
3. Integritas Ego
Gejala : faktor sterss (keuangan, pekerjaan, perubahan peran) dan cara mengatasi stress (misal : merokok,
minum alkohol, menunda mencari pengobatan, keyakinan religius/spritual), menyangkal diagnosis,
perasaan tidak berdaya, putus asa, tidak mampu, tidak bermakna, rasa bersalah, kehilangan kontrol,
depresi
Tanda : menyangkal, menarik diri, marah
4. Eliminasi
Gejala : perubahan pada pola defekasi. Misal, nyeri pada defekasi, darah pada feses
Perubahan pada eliminasi urinarius. Miasal, nyeri atau rasa terbakar pada saat berkemih, hematuria atau
serin berkemih
Tanda : perubahan pada bising usus, distensi abdomen
5. Makanan/cairan
Gejala : kebiasaan diet buruk, ( misal; rendah serat tinggi lemak, aditif/bahan pengawet ) anoreksia,
mual/muntah, intoleransi makanan, perubahan pada BB, penurunan BB yang hebet, kakeksia,
berkurangnya massa otot
Tanda : perubahan pada kelembaban/turgor kulit, udema
6. Neurosensori
Gejala : pusing, sinkope
7. Nyeri/kenyamanan
Gejala : tidak ada nyeri, atau derajat bervariasi, misal, ketidaknyamanan ringan sampai nyeri berat
(dihubungkan dengan proses penyakit).
8. Pernapasan
Gejala : merokok (tembakau, mariyuana, hidup dengan seseorang yang merokok), pemajanan abses
9. Keamanan
Gejala : pemajanan pada kimia toksik, karsinogen, pemajanan matahari lama/berlebihan.
Tanda : demam, ruam kulit, ulserasi
10. Seksualitas
Gejala : masalah seksual, misal : dampak pada hubungan, perubahan pada tingkat kepuasan, nuligravida
lebih besar dari usia 30 tahun, multigravida, pasangan seks multupel, aktivitas seksual dini, herpes
genital.
11. Interaksi sosial
Gejala : ketidakadekuatan/kelemahan sistem pendukung, riwayat perkawinan (berkenaan dengan
kepuasan dirumah, dukungan atau bantuan), masalah tentang fungsi/tanggung jawab peran.
12. Penyuluhan/pembelajaran
Pertimbangan rencana pemulangan : DRG menunjukkan rerata lama dirawat; 5,4 hari serta memerlukan
bantuan sementara untuk transportasi, pemeliharaan rumah

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Gangguan rasa nyaman ( Nyeri ) berhubungan dengan putaran tangkai tumor/ infeksi pada tumor
2. Gangguan rasa nyaman ( cemas ) berhubungan dengan kurangnya pengetahuan tentang penyakit dan
penatalaksanaannya.
3. Gangguan harga diriberhubungan dengan ketidakmampuan mempunyaianak
4. Perubahan eliminasi urinarius atau retensi urinarius berhubungan dengan adanya udema jaringan
lokal dan paralisis saraf
5. Resiko tinggi terhadap konstipasi atau diare berhubungan dengan bedah abdominal, melemahkan otot-
otot abdominal
6. Resiko tinggi terhadap perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan hipovolemia
7. Resiko tinggi terhadap disfungsi seksual berhubungan dengan penurunan libido, penurunan kadar
hormon dan memendeknya kanal vaginal

C. INTERVENSI KEPERAWATAN
1. Gangguan rasa nyaman ( Nyeri ) berhubungan dengan putaran tangkai tumor/ infeksi pada tumor
Tujuan: Setelah diberi tindakan keperawatan ,nyeri berkurang sampai hilang sama sekali
Kriteria hasil : mengatakan bahwa rasa sakit telah terkontrol/terarasi, tampak santai
Intervensi :
a. Kaji tingkat dan intensitas nyeri.
R :mengidentifikasi lingkup masalah
b. Atur posisi senyaman mungkin
R : Menurunkan tingkat ketegangan pada daerah nyeri

c. Pantau TTV
R : respon autonomik meliputi perubahan pada TD, Nadi, dan pernapasan yang berhubungan dengan
keluhan atau penghilangan nyeri. Abnormalitas TTV terus-menerua memerlukan evaluasi lebih lanjut
d. Kaji insisi bedah, perhatikan edema, perhatikan kontur luka/inflamasi/mengeringya tepi luka
R : perdarahan pada jaringan, bengkak, inflamasi lokal atau terjadinya infeksi dapat menyebabkan
peningkatan nyeri insisi
e. Ajarkan dan lakukan tehnik relaksasi.
R : Merelaksasi otot – otot tubuh
f. Kolabarasi untuk pemberian terapi analgesik.
R : menghilangkan rasa nyeri
2. Cemas berhubungan dengan kurangnya pengetahuan tentang penyakit dan penatalaksanaannya.
Tujuan : Gangguan rasa nyaman cemas berkurang.
Kriteria hasil : klien bisa beristirahat
Intervensi :
a. Kaji dan pantau terus tingkat kecemasan klien.
R : mengidentifikasi lingkup masalah secara dini, sebagai pedoman tindakan selanjutnya )
b. Berikan penjelasan tentang semua permasalahan yang berkaitan dengan penyakitnya.
R : Informasi yang tepat menambah wawasan klien sehingga klien tahu tentang keadaan dirinya )
c. Ajarkan teknik distraksi
R : teknik distraksi dengan mengalihkan perhatian pada hal-hal yang disukai dapat mengurangi tingkat
kecemasan pasien.
d.Bina hubungan yang terapeutik dengan klien.
R : Hubungan yang terapeutik dapat menurunkan tingkat kecemasan klien.
3. Gangguan harga diriberhubungan dengan ketidakmampuan mempunyaianak
Tujuan : menerima situasi nyata
Kriteria hasil : menyatakan masalah dan menunjukkan yang sehat untuk menghadapinya, menyatakan
penerimaan diri pada situasi dan adaptasi terhadap perubahan pada citra tubuh
Intervensi :
a.Berikan waktu untuk mendengar masalah dan ketakutan pasien dan orang terdekat. Diskusikan presepsi
diri pasien sehubungan dengan antisipasi perubahan dan pola hidup khususnya
R : memberikan minat dan perhatian , dan memberikan kesempatan untuk memperbaiki kesalahan
konsep
b.Kaji stres emosi pasien
R : untuk mengetahui respon klien terhadap rasa takut akan tak mampu memenuhi peran reproduksi
c.Berikan informasi yang adekuat
R : memberikan kesempatan pada klien untuk bertanya dan mengasimilasi informasi
d. Identifikasi perilaku koping positif sebelumnya
R : membantu dalam membuat kekuatan yang telah ada bagi pasien untuk di gunakan dalam situasi
saat ini
e. Berikan lingkungan terbuka pada pasien untuk mendiskusikan masalah seksualitas
R : meningkatkan saling berbagi keyakinan atau nilai tentang subjek sensitif dan mengidentifikasi
kesalahan konsep
f. Kaji perilaku menarik diri
R : mengidentifikasi tahap kehilangan atau kebutuhan intervensi
g. Kolaborasi : rujuk ke konseling profesional sesuai kebutuhan
R : mungkin memerlukan bantuan tambahan untuk mengatasi perasaan kehilangan

4.Perubahan eliminasi urinarius atau retensi urinarius berhubungan dengan adanya udema jaringan lokal
dan paralisis saraf
Tujuan : komplikasi tercegah atau minimal serta pola eliminasi kembali kekeadaan normal
Kriteria hasil : mengosongkan kandung kemih secara teratur dan tuntas
Intervensi :
a. Perhatikan pola berkemih dan awasi keluaran urine
R : mengindikasikan retensi urine bila berkemih dengan sering dalam jumlah sedikit/kurang (<100ml)
b. Palpasi kandung kemih
R : presepsi kandung kemih, distensi kandung kemih diatas simpisis pubis menunjukkan retensi urine
c.Berikan tindakan berkemih rutin
R : meningkatkan relaksasi otot perineal dan dapat mempermudah upaya berkemih
d.Berikan perawatan kebersihan perineal dan perawatan kateter
R : meningkatkan kebersihan menurunkan resiko ISK asenden
e.Kaji karakteristik urine, perhatikan warna, kejernihan dan bau
R : retensi urine, drainase vaginal dan kemungkinan adanya kateter intermitten/tak menetap
meningkatkan resiko infeksi, khususnya bila pasien mempunyai jahitan perineal
f. Kolaborasi :
1) Berikan pemasangan kateter bila diindikasikan
R : edema dan pengaruh suplai saraf dapat menyebabkan atoni kandung kemih/retensi kandung kemih
memerlukan dekompresi kandung kemih
2) Dekompresi kandung kemih dengan perlahan
R : bila jumlah besar urine terakumulasi, dekompresi kandung kemih sepat menghilangkan tekanan
pembuluh pelvis meningkatkan penggumpulan vena

5. Resiko tinggi terhadap konstipasi atau diare berhubungan dengan bedah abdominal, melemahkan
otot-otot abdominal
tujuan : tidak terjadi konstipasi atau diare
kriteria hasil : menunjukkan bunyi peristaltik usus dan mempertahankan pola eliminasi biasanya
intervensi :
a. Aukskultasi bisisng usus, perhatikan distensi abdomen, adanya mual/muntah
R : indikator adanya/perbaikan ileus, mempengaruhi pilihan intervensi

b. Bantu pasien untuk duduk pada tepi tempat tidur dan berjalan
R : ambulasi dini untuk membantu marangsang fungsi intestinal dan mengembalikan peristaltik
c. Dorong pemasukan cairan adekuat
R : meningkatkan pelunakan feses, dapat memebantu merangsang peristaltik
d. Berikan rendam duduk
R : meningkatkan relaksasi otot, meminimalkan ketidaknyamanan
e. Berikan cairan jernih/banyak dan dikembangkan menjadi makanan halus sesuai toleransi
R : bila peristaltik di mulai, pemasukan makanan dan minuman meningkatkan kembalinya eliminasi usus
normal
f. Batasi pemasukan oral sesuai indikasi
R : mencegah mual/muntah sampai peristaltik kembali
g. Berikan cairan jernih/banyak dan dikembangkan menjadi makanan halus sesuai toleransi
R : bila peristaltik di mulai, pemasukan makanan dan minuman meningkatkan kembalinya eliminasi usus
normal
h. Kolaborasiberikan obat, contoh pelunak feses, minyak mineral, laktasif sesuai indikasi
R : meningkatkan pembentukan/pasase pelunak feses

6. Resiko tinggi terhadap perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan hipovolemia


Tujuan : tidak terjadi perubahan perfusi jaringan
Kriterii hasil : menunjukkan perfusi adekuat sesuai dengan bukti tanda vital stabil, nadi teraba, pengisian
kapiler baik, mental biasa, keluaran urine adekuat secara individual dan bebas udema,
Intervensi :
a. Pantau tanda vital, palpasi nadi perifer dan perhatikan pengisian kapiler serta kaji
keluaran/karakteristik urine. Evaluasi perubahan mental
R : indikator keadekuatan perfusi sistemik, kebutuhan cairan/darah dan terjadinya komplikasi
b. Inspeksi balutan dan pembalut perineal, perhatikan warna, jumlah dan bau drainase. Timbang
pembalut dan bandingkan dengan berat kering. Bila pasien mengalami perdarahan hebat
R : memperkirakan pembuluh darah besar untik sisi operasi dan/potensial perubahan mekanisme
pembekuan
c. Ubah posisi pasien dan dorong batuk sering dan latihan napas dalam
R : mencegah statis sekresi dan komplikasi pernapasan
d. Hindari posisi fowler tinggi dan tekanan dibawah lutut atau menyilangkan kaki
R : meninbulkan statis vena dengan meningkatkan kongesti pelvik dan pengumpalan darah dalam
ekstremitas, potensial resiko pembentukan trombus
e. Bantu dan instruksikan latihan kaki dan telapak dan ambulasi sesegera mungkin
R : gerakan meningkatkan sirkulasi dan mencegah kompliksi statis
f. Periksa tanda hormon, perhatikan eritema, pembengkakan ekstremitas atau keluhan nyeri dada tiba-
tiba pada dispnea
R : mungkin indikasi terjadinya tromboflebitis/emboli paru
g. Pakaiakan stoking antiemboli
R : membantu aliran balik vena, menurunkan statis dan resiko trombosis
h. Kolaborasiberikan cairan IV, produk darah sesuai indikasi
R : menggantikan kehilangan darah dan mempertahankan volume sirkulasi dan perfusi jaringan

7. Resiko tinggi terhadap disfungsi seksual berhubungan dengan penurunan libido, penurunan kadar
hormon dan memendeknya kanal vaginal
Tujuan : pemahaman mengenai perubahan anatomi/fungsi tubuh
Kriteria hasil : mendiskusikan masalah tentang gambaran diri, peran seksual, hasrat seksual, pasanagan
dengan orang terdekat
Intervensi :
a. Identifikasi/mendengarkan pernyataan pasien atau orang terdekat
R : masalah seksual sering tersembunyi sebagai pernyataan humor dan/ atau ungkapan yang gamblang
b. Kaji informasi pasien atau orang terdekat tentang anatomi /fungsi seksual dan pengaruh prosedur
pembedahan
R : menunjukkan kesalahan informasi/konsep yang mempengaruhi pengambilan keputusan. Harapan
negatif sehubungan dengan hasil yang buruk. Perubahan kadar hormon mempengaruhi libido/menurunkan
kelunakan vagina
c. Identifikasi faktor budaya/nilai dan adanya konflik
R : dapat mempengaruhi kembalinya kepuasan hubungan seksual
d. Dorong pasien untuk berbagi pikiran/masalah dengan teman
R : komunikasi terbuka dapat mengidentifikasi area penyesuaian atau masalah dan meningjatjan diskusi
dan resolusi
e. Berikan solusi pemecahan masalah potensial. Contoh menundah koitus seksual saat kelelahan
R : membantu pasien kembali pada hasrat/kepuasan aktivitas seksual
f. Diskusikan sensasi/ketidanyamanan fisik, perubahan pada respons seperti individual biasanya
R : nyeri vagina dapat nyata menyertai prosedur vagina atau kehilangan sensori dapat terjadi sehubungan
dengan trauma bedah
g. Kolaborasi : rujuk ke konselor/ahli seksual sesuai kebutuhan
R : mungkin dibutuhkan untuk tambahan untuk meningkatkan kepuasan hasil

D. EVALUASI

1. Pasien terbebas dari rasa nyeri


2. Pasien terbebas dari rasa cemas dan dapat beristirahat
3. Pasien dapat menerima dan dapat beradaptasi terhadap perubahan dalam diri pasien
4. Pola eliminasi pasien tidak mengalami gangguan
5. Peristaltic usus dalam batas normal ( 5 – 35 x/menit ) BAB tidak mengalami gangguan
6. Keadaaan pasien menunjukan perfusi yang adekuat sesuai dengan bukti tanda vital stabil, nadi
teraba, pengisian kapiler baik, mental biasa, keluaran urine adekuat secara individual
7. Pasien dapat mendiskusikan masalah tentang gambaran diri, peran seksual, hasrat seksual,
pasanagan dengan orang terdekat

DAFTAR PUSTAKA

1. Arif Mansjoer, dkk.1999 Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta: Media Aesculapius.


2. Carpenito, Lynda Jual. 2001. Dokumentasi Asuhan Keperawatan Edisi 8.Jakarta: EGC
3. Doenges E. Marilyn. 2002. Rencana Asuhan Keperawatan Maternal/Bayi. Jakarta: EGC.
4. Hanifa, 1997. Ilmu Kandungan.Edisi 2. Jakarta: EGC.
5. Lowdermil, Perta. 2005. Maternity Women’s Health Care. Seventh edit. Jakarta: EGC
6. Sardjadi. 1995.Patologi Ginekologi. Jakarta; EGC.
7. Smeltzer & Bare. 2002. Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: EGC.
8. Ignatavicius, D.D. dan M.V. Bayne. 1991. Medical Surgical Nursing A Nursing Process Approach.
Vol 2. Philadelphia. W.B. Saunders Company.

Anda mungkin juga menyukai