Bilateral
Bilateral
Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto mengatakan, meski sudah terjalin hubungan setengah abad,
masih terdapat ruang kerja sama bilateral yang perlu ditingkatkan. "Jadi ada tiga sinergi di bidang
ekonomi, yaitu digital economy, pembangunan kawasan industri serta pengembangan pendidikan dan
pelatihan vokasi industri," katanya melalui keterangan tertulis di Jakarta, Kamis (7/9/2017).
Airlangga menjelaskan, untuk memacu pengembangan ekonomi digital, pemerintah Indonesia telah
mempersiapkan infrastruktur dalam mendukung kegiatan tersebut. Kemenperin telah mendorong
pengembangan industri software melalui lima technopark, yaitu Bandung Techno Park, Bali Creative
Industry Center (BCIC) atau TohpaTI Center, Incubator Business Center di Semarang, Makassar
Technopark, dan Batam Technopark.
"Salah satu bentuk nyata Indonesia dalam pembangunan digital economy adalah pembangunan Nongsa
Digital Park (NDP) di Batam," jelas Airlangga.
Kawasan ini dinilainya akan menjadi basis sejumlah pelaku industri kreatif di bidang digital, seperti
pengembangan startup, web, aplikasi, program-program digital, film dan animasi. Proyek tersebut
dikoordasikan oleh PT Kinema Systrans Multimedia yang menggandeng Infinite Studios selaku
perusahaan hiburan terpadu berbasis di Singapura yang telah memproduksi berbagai film dan animasi
kelas dunia dengan menggunakan fasilitas di NDP.
"Selanjutnya, kerja sama potensial yang perlu dijajaki antara kedua negara adalah dalam bentuk
Bussiness Process Outsourcing (BPO) di bidang ICT dengan pesantren-pesantren di Indonesia," tuturnya.
Airlangga menyampaikan, pembangunan NDP yang dilakukan secara terintegrasi antara IT office,
incubator startup, data center dengan resort ini, diharapkan pula menjadi hub ekonomi digital, industri
dan pariwisata.
Lebih lanjut, Airlangga menambahkan, langkah sinergi pelaku industri kedua negara telah
terimplementasi oleh PT Jababeka Tbk dan Sembcorp Development Ltd dalam pengembangan Kawasan
Industri Kendal (KIK) sebagai kawasan industri terpadu di Jawa Tengah dengan standar internasional.
"Pembangunan KIK pada fase satu dan dua berturut-turut seluas 1.000 hektare (Ha) dan 1.200Ha,"
pungkasnya.
(ven)
Multilateral
Dalam pertemuan itu, Menlu RI menyambut baik inisiatif Jerman, sebagai Ketua G20 tahun
2017, untuk mengadakan pertemuan Menlu G20, demikian keterangan tertulis Kementerian
Luar Negeri RI, Jumat (17/2/2017).
Walaupun kelompok G20 yang didirikan untuk membahas isu keuangan dan ekonomi global
pascakrisis keuangan 2008, Retno dan Gabriel sependapat bahwa Pertemuan Menlu G20 dapat
berkontribusi dalam menciptakan kondisi kondusif bagi pembangunan ekonomi.
“Fokus pembahasan Menlu G20 mengenai Maintaining Peace in a Complex World, tepat dalam
berkontribusi untuk menciptakan kondisi kondusif bagi pembangunan,” tutur Retno.
Retno dan Gabriel juga menekankan pentingnya kerja sama internasional dan multilateral
dalam menciptakan perdamaian, stabilitas, dan kesejahteraan global.
Dalam beberapa waktu terakhir, Jerman dan Indonesia melihat telah berkurangnya semangat
kerja sama multilateral dan mulai meningkatnya nasionalisme dan kebijakan proteksionis di
berbagai negara.
Pertemuan Menlu G20 di Bonn diharapkan akan dapat mendorong kembali semangat kerja
sama multilateral dalam mengatasi tantangan bersama.
“Berbagai tantangan global saat ini tidak akan dapat diatasi oleh negara secara individu, dan
membutuhkan kerja sama internasional dan multilateral yang kuat,” ucap Menlu Retno.
Dalam konteks kerja sama bilateral, Retno dan Gabriel membahas tindak lanjut dari kunjungan
Presiden Joko Widodo ke Jerman pada April 2016, khususnya terkait kerja sama dalam bidang
ekonomi, energi, maritim, dan pendidikan vokasional.
Kedua diplomat senior itu juga sepakat untuk segera melakukan pembahasan untuk
memperluas bidang kerja sama komprehensif Indonesia-Jerman.
Terkait dengan pendidikan vokasional (pelatihan kejuruan), Menlu Gabriel menekankan bahwa
sistem pendidikan seperti ini hanya akan berhasil apabila terdapat peran aktif, kolaborasi, dan
rasa tanggung jawab yang tinggi dari perusahaan dan organisasi buruh atas pentingnya tenaga
kerja yang trampil.
Gabriel menyampaikan bahwa di Jerman, sistem pendidikan vokasional berhasil karena adanya
kerja sama yang baik antara perusahaan dan organisasi buruh, yang menentukan keahlian
tenaga kerja yang dibutuhkan pasar.
“Kami mengundang sektor swasta di Jerman untuk dapat berkolaborasi dengan Indonesia untuk
mendukung pendidikan vokasional melalui program magang dan training for trainee,” ujar
Menlu Retno.
Selain itu, keduanya juga membahas kerja sama di bidang maritim dan pembangunan.
Pada bidang maritim, Menlu RI mengundang investor Jerman untuk turut mendukung
pengembangan Pusat Kelautan dan Perikanan di pulau-pulau terluar di Indonesia.
Sementara, Menlu Jerman juga mengharapkan agar pembahasan kerja sama pembangunan
dapat diarahkan sesuai priortas pembangunan nasional.
Sebagai dua negara yang merupakan ekonomi tersebsar di Asia Tenggara dan ekonomi terbesar
di Uni Eropa, merupakan suatu hal yang alami bagi Indonesia dan Jerman memiliki hubugan
kerja sama ekonomi yang dekat dan intensif.
Dalam kaitan ini, keduanya sepakat untuk mendorong percepatan proses Indonesia – Uni Eropa
CEPA (Perjanjian Kemitraan Ekonomi Komprehensif).
Nilai perdagangan bilateral kedua negara mencapai 6,1 milyar dollar AS atau sekitar 81,35
triliun
pada tahun 2015, sementara investasi Jerman di Indonesia mencapai 133,2 juta dollar atau
setara Rp 1,78 triliun dalam 310 proyek pada tahun 2016.
Jumlah wisatawan Jerman ke Indonesia sekitar 117.883 orang pada periode Januari – Juli 201,
merupakan negara di urutan ketiga terbesar dari Eropa.
Regional