Anda di halaman 1dari 6

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kesehatan anak merupakan salah satu masalah utama dalam bidang


kesehatan yang saat ini terjadi di Negara Indonesia. Derajat kesehatan anak
mencerminkan derajat kesehatan bangsa, sebab anak sebagai generasi penerus
bangsa memiliki kemampuan yang dapat dikembangkan dalam meneruskan
pembangunan bangsa. Berdasarkan alasan tersebut, masalah kesehatan anak
diprioritaskan dalam perencanaan pembangunan bangsa (Hidayat, 2009. p:56).
Anak adalah sebagai individu yang unik dan mempunyai kebutuhan sesuai
dengan tahap perkembangan. Sebagai individu yang unik anak memiliki
kebutuhan yang berbeda satu dengan yang lain sesuai dengan usia tumbuh
kembang. Kebutuhan tersebut dapat meliputi kebutuhan fisiologis seperti
kebutuhan nutrisi dan cairan, aktivitas, eliminasi, istirahat, tidur dan lain-lain.
Selain kebutuhan fisiologis tersebut, anak juga sebagai individu yang juga
membutuhkan kebutuhan psikologis, sosial dan spiritual. Hal tersebut dapat
dilihat pada tahap usia tumbuh kembang anak, pada saat yang bersamaan perlu
memandang tingkat kebutuhan khusus yang dialami oleh anak (Nursalam,
Susilaningrum, dan Utami, 2013. p:4).
Pada tahap perkembangan anak usia sekolah merupakan masa kritis.
Pada tahap ini anak telah mampu mencetak, menggambar, membuat huruf atau
tulisan yang besar dan apa yang dilaksanakan oleh anak mencerminkan pikiran
anak dan kemampuan anak membaca disini sudah dapat dimulai (Nursalam,
Susilaningrum, dan Utami, 2013. p:75). Pada usia sekolah respon terhadap
penyakit seperti, tingkah laku protes, bosan, kesepian, frustasi, menarik diri,
regresi, mencari informasi, merengek, menggertak gigi, mengerang, tindakan
berani dan lain-lain. Maka pentingnya keterlibatan keluarga yang dapat
mempengaruhi proses kesembuhan anak. Sering kali ditemukan dampak yang
sangat berarti pada anak apabila anak ditinggal sendiri tanpa ada yang
menemani seperti kecemasan bahkan stress. Apabila hal tersebut dibiarkan

1
2

terus, upaya penyembuhan sulit tercapai. Jika demikian halnya kerjasama atau
keterlibatan orang tua dengan tenaga kesehatan yang ada di rumah sakit selama
masih dalam perawatan sangat di perlukan (Nursalam, Susilaningrum, dan
Utami, 2013. p:2).
Menurut data WHO pada tahun 2014 sekitar 21 juta kasus thypoid
200.000 diantaranya meninggal dunia dengan persentase 80% di Asia yang
terjadi di Rumah sakit antara 0-13,9%, dan prevalensi pada anak-anak berkisar
antara 0-14,8%.WHO memperkirakan angka insidensi di seluruh dunia terdapat
sekitar 17 juta pertahun dengan 600.000 orang meninggal karena penyakit
thypoid (Widoyono 2015 dalam Kuartianti, 2016. p:1).
Di Indonesia kasus thypoid tersebar secara merata diseluruh provinsi
dengan insidensi di daerah pedesaan sebesar 358/10.000 penduduk/tahun, di
daerah perkotaan 760/100.000 penduduk/tahun. Umur penderita yang terkena
dilaporkan antara 3-19 tahun pada 91% kasus. Menurut hasil survey Nasional
(sarkesnas) tahun 2014 jumlah pasien rawat inap thypoid menempati urutan ke-
8 dari 10 macam penyakit penyebab kematian umum di Indonesia sebesar
4,3%. Pada tahun 2015, jumlah pasien rawat inap thypoid yaitu 81.116 kasus
dengan persentase 3,15% dan menempati urutan ke-2 dari 10 macam penyakit
terbanyak di Rumah Sakit seluruh Indonesia (Kemenkes RI dalam kuartianti,
2016 p:2).
Di Jawa Barat, thypoid berada pada urutan ke-1 dari 20 macam penyakit
dengan persentase 17,58% di tahun 2012. Jenis penyakit terbanyak ini terjadi
pada golongan usia 5-14 tahun. Penyakit infeksi memiliki persentase sebesar
28,14%. Lalu, penyakit non infeksi persentasenya adalah 21,86%. Hal tersebut
mengindikasikan bahwa permasalahan yang dominan adalah pola penyakit
pada usia 5-14 tahun yang masih berkaitan dengan perilaku dan lingkungan.
Di Kabupaten Cianjur sendiri pada tahun 2014 Penyakit thypoid masuk
kedalam daftar 10 penyakit yang sering terjadi dan mematikan dengan
persentase 2,7% di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Cianjur khususnya di
ruangan Samolo 3 (Instalasi rawat inap anak) (KBDA 2015, Depkes JABAR
dalam kuarianti, 2016 p: 2).
3

Berdasarkan data tersebut, persentase anak dengan thypoid meningkat


pertahunnya dan mengalami respon maladaptif selama hospitalisasi.
Hospitalisasi adalah pengalaman tidak menyenangkan dan penuh stress pada
anak maupun keluarga, stressor utama dialami dapat berupa perpisahan
dengan keluarga kehilangan, kontrol, perlukaan tubuh, dan nyeri (Kyle dan
Charman, 2017). Keadaan hospitalisasi dapat menjadi stressor bagi anak
dirawat di rumah sakit, sehingga anak akan mengalami stress hospitalisasi yang
ditunjukan dengan adanya perubahan beberapa perilaku pada anak. Apabila
masalah tidak teratasi, maka hal ini akan menghambat proses perawatan anak
dan kesembuhan anak itu sendiri. Stress dapat didefinisikan sebagai respon
adiptif, dipengaruhi oleh karakteristik individual atau proses psikologi, yaitu
akibat dari tindakan, situasi, atau kejadian eksternal yang menyebabkan
tuntutan fisik atau psikologis terhadap seseorang (Nursalam, Susilaningrum,
dan Utami, 2013.p:17).
Dari pengalaman tersebut anak dapat menyebabkan kecemasan yang
dapat mempengaruhi keadaan anak. Adapun kecemasan atau ansietas itu
merupakan penilaian dan respon emosional terhadap sesuatu yang berbahaya.
Kecemasan sangat berkaitan dengan perasaan tidak pasti dan tidak
berdaya.Kondisi dialami secara subjektif dan dikomunikasikan dalam
hubungan interpersonal. Kecemasan merupakan suatu perasaan yang
berlebihan terhadap kondisi ketakutan, kegelisahan, bencana yang akan datang,
kekhwatiran atau ketakutan terhadap ancaman nyata atau yang dirasakan
(Mubarak., Wahit I., dkk. 2015).
Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk menurunkan kecemasan
adalah melalui kegiatan bermain seperti audiovisual. Pada saat dirawat di
rumah sakit, anak akan mengalami berbagai perasaan yang tidak
menyenangkan, seperti marah, takut, cemas, sedih dan nyeri. Saat melakukan
permainan anak akan terlepas dari ketegangan dan stress yang dialami karena
dengan melakukan permainan, anak akan dapat mengalihkan rasa sakitnya
pada permainannya dan relaksasi melalui kesenangannya melakukan
permainan (Yupi Supartini, 2008.p:75)
4

Berdasarkan penelitian Nastiti, Natalia R, dan Lestiawati tahun 2016,


Hasil penelitian menunjukkan bahwa rata-rata stress hospitalisasi yang
dialami anak setelah diberikan terapi musik audio visual sebesar 44.61
minimal 38 dan maksimal stres 76. Adapun penurunan stress hospitalisasi
setelah diberikan terapi musik audio visual sebesar 18,61 %. Terapi musik
audiovisual yang diberikan berupa lagu anak-anakdapat mengalihkan
perhatian anak dan memberikan persepsi yang baik bagi anak bahwa
dirawat di rumah sakit sama seperti berada di rumah. Musik
mempengaruhi denyut jantung,denyut nadi dan tekanan darah.
Berdasarkan latar belakang diatas maka peneliti tertarik akan melakukan
“Aplikasi Terapi Musik AudioVisual terhadap Kecemasan Anak Usia Sekolah
(6-12 Tahun) saat Hospitalisasi dengan Thypoid di RSUD Sayang Kabupaten
Cianjur”.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latarbelakang diatas maka dapat dirumuskan masalahnya
yaitu, “Bagaimana Aplikasi Terapi Musik AudioVisual terhadap Kecemasan
Anak Usia Sekolah (6-12 Tahun) saat Hospitalisasi dengan Thypoid di RSUD
Sayang Kabupaten Cianjur Ruang Samolo 3?”.

C. Tujuan
1. Tujuan Umum
Penulis Mampu menerapkan “Aplikasi Terapi Musik AudioVisual
terhadap Kecemasan Anak Usia Sekolah (6-12 Tahun) saat Hospitalisasi
dengan Thypoid di RSUD Sayang Kabupaten Cianjur Ruang Samolo 3”.
2. Tujuan Khusus
a. Peneliti mampu melakukan pengkajian keperawatan pada anak yang
mengalami thypoid dengan kecemasan saat hospitalisasi
b. Peneliti mampu menetapkan diagnosis keperawatan pada anak yang
mengalami thypoid dengan kecemasansaat hospitalisasi
5

c. Peneliti mampu menyusun perencanaan keperawatan pada anak yang


mengalami thypoid dengan kecemasan saat hospitalisasi
d. Peneliti mampu melaksanakan tindakan keperawatan pada anak yang
mengalami thypoid dengan kecemasan saat hospitalisasi
e. Peneliti mampu melakukan evaluasi pada anak yang mengalami thypoid
dengan kecemasan saat hospitalisasi
f. Peneliti mampu menganalisis hasil aplikasi terapi musik audiovisual
terdahap kecemasan anak saat hospitalisasi

D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritik
Penelitian ini diharapkan akan dapat memberikan kontribusi berupa
pengembangan informasi dan ilmu pengetahuan mengenai “Aplikasi Terapi
Musik AudioVisual terhadap Kecemasan Anak saat Hospitalisasi dengan
Thypoid di RSUD Sayang Kabupaten Cianjur Ruang Samolo 3”.
2. Manfaat praktis
a. Bagi Perawat
Penelitian ini bisa dijadikan sebagai bahan masukan dalam menyusun
standar “Aplikasi Terapi Musik AudioVisual terhadap Kecemasan Anak
saat Hospitalisasi dengan Thypoid di RSUD Sayang Kabupaten Cianjur
Ruang Samolo 3”.Sehingga dapat meningkatkan kualitas pelayanan pada
pasien dibidang keperawatan anak.
b. Bagi Rumah Sakit
Penelitian ini bisa dijadikan bahan masukkan untuk meningkatkan
pelayanan kesehatan khususnya dibagian keperawatan anak.
c. Bagi Institusi Pendidikan
Penelitian ini bisa dijadikan referensi dan bahan perbandingan oleh
mahasiswa akademi keperawatan pemerintah Kabupaten Cianjur dalam
penelitian selanjutnya.
6

d. Bagi Pasien
Untuk mengurangi kecemasan pada anak dengan hospitalisasi. Berguna
untuk penatalaksaan pelayanan kesehatan untuk meningkatkan derajat
kesehatan dalam keperawatan.
e. Bagi orangtua/keluarga
Penelitian ini bisa dijadikan sumber informasi untuk melakukan dan
meningkatkan pengetahuan ibu sebagai salah satu cara untuk dapat
melakukan“Aplikasi Terapi Musik AudioVisual terhadap Kecemasan
Anak saat Hospitalisasi dengan Thypoid di RSUD Sayang Kabupaten
Cianjur Ruang Samolo 3”.

Anda mungkin juga menyukai