SURYADI
0906644316
HALAMAN JUDUL
TESIS
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Teknik
SURYADI
0906644316
Tesis ini adalah hasil karya saya sendiri, dan semua sumber baik
yang dikutip maupun yang dirujuk telah saya nyatakan dengan
benar
Nama : Suryadi
NPM : 0906644316
Tanggal : ……………..
ii
DEWAN PENGUJI
Ditetapkan di : …………………….
Tanggal : …………………….
iii
Atas berkat rahmat Allah yang Maha Pemurah akhirnya tesis ini dapat
terselesaikan juga. Puji syukur dan ucapan beribu terimakasih hanya kepada
Allah, Dzat yang Maha Tinggi dan Agung, yang telah memberikan banyak
kemudahan dalam pengerjaan penelitian ini dan tanpa kehendak dari-Nya saya
tidak mungkin dapat melewati serangkaian pekerjaan di dalam penelitian ini
dengan baik. Adapun penulisan tesis ini dilakukan dalam rangka memenuhi salah
satu persyaratan untuk mencapai gelar Magister Teknik Program Studi Teknik
Metalurgi dan Material Fakultas Teknik Universitas Indonesia. Ucapan terima
kasih juga saya haturkan kepada berbagai pihak atas bimbingan dan bantuannya di
dalam penelitian dan penulisan tesis ini. Oleh karena itu, saya mengucapkan
banyak terima kasih kepada:
1) Dr. Ir. Sotya Astutiningsih, M.Eng; terima kasih atas segala sumbangsih baik
bimbingan maupun materi yang telah ibu berikan di dalam penelitian saya ini.
Semoga Allah membalas dengan keberkahan dan kebaikan dari sisi-Nya.
2) Dr. Ir. Akhmad Herman Yuwono, M.Phil-Eng; terima kasih atas segala
sumbangsih yang telah diberikan kepada saya baik bimbingan maupun materi
di dalam penelitian saya ini. Semoga Allah membalas dengan yang terbaik
dari sisi-Nya.
3) Ayah dan Ibu; terima kasih atas do‟a-do‟a yang terus dipanjatkan untuk saya
sehingga saya dimudahkan di dalam menyelesaikan penelitian saya ini. Untuk
Ayah, semoga Allah memberimu tempat terbaik hingga nanti dibangkitkan
kembali. Untuk Ibu, semoga Allah senantiasa melimpahimu nikmat kesehatan
dan keselamatan serta keberkahan di dalam hidup.
4) Bapak Achmad Subhan dan asistennya, terima kasih atas bantuannya
sehingga saya bisa melakukan sintering di furnace LIPI FISIKA untuk
penelitian saya ini.
iv
Sebagai penutup ucapan terima kasih saya, hanya do‟a yang dapat saya
panjatkan atas sumbangsih dari pihak-pihak yang telah membantu saya dalam
menyelesaikan tesis ini. Semoga Allah yang Maha Pemurah membalas setiap
kebaikan dengan balasan yang terbaik dari sisi-Nya. Akhir kata, semoga tesis ini
membawa manfaat bagi pengembangan ilmu.
Suryadi
Nama : Suryadi
NPM : 0906644316
Program Studi : Teknik Metalurgi dan Material
Departemen : Metalurgi dan Material
Fakultas : Teknik
Jenis karya : Tesis
beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti
Noneksklusif ini Universitas Indonesia berhak menyimpan,
mengalihmedia/formatkan, mengelola dalam bentuk pangkalan data (database),
merawat, dan memublikasikan tugas akhir saya selama tetap mencantumkan nama
saya sebagai penulis/pencipta dan sebagai pemilik Hak Cipta.
Dibuat di : ……………………
Pada tanggal : ……………………
Yang menyatakan
(………………………..)
vi
Nama : Suryadi
Program Studi : Teknik Metalurgi dan Material
Judul : Sintesis dan Karakterisasi Biomaterial Hidroksiapatit
dengan Proses Pengendapan Kimia Basah
Hidroksiapatit (HA) berperan penting dalam dunia medis karena komposisi kimia
dan strukturnya yang mirip dengan jaringan keras manusia. Material ini disintesis
melalui proses pengendapan kimia basah dengan prekursor Ca(OH)2 dan H3PO4
yang ekonomis dan ramah lingkungan karena hasil sampingannya hanya air.
Variasi temperatur sinter pada 500, 700, dan 900°C selama 4, 6, dan 8 jam untuk
masing-masing temperatur digunakan pada sintesis di dalam penelitian ini.
Endapan yang diperoleh diuji dengan XRD, FTIR, TGA, dan SEM. Tingkat
kristalinitas dan besar kristalit meningkat seiring temperatur sinter. Diperoleh
kondisi terbaik untuk tingkat kristalinitas pada 900°C selama 6 jam dengan
ukuran kristalit 37.84 nm. Morfologi partikel hasil uji SEM berbentuk bulat
teraglomerasi dan uji EDX menunjukkan rasio Ca/P yang rendah sebesar 0.875.
Uji XRD dan FTIR menunjukkan adanya fasa trikalsium fosfat (α-TCP) dan
karbonat-hidroksiapatit (CHA) di dalam endapan HA yang menurunkan rasio
Ca/P.
vii
Universitas Indonesia
Name : Suryadi
Major : Metallurgy and Materials Engineering
Title : Synthesis and Characterization of Hydroxyapatite
Biomaterial by Wet Chemical Precipitation Process.
viii
Universitas Indonesia
HALAMAN JUDUL................................................................................................ i
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS .................................................... ii
HALAMAN PENGESAHAN ................................................................................ iii
KATA PENGANTAR ........................................................................................... iv
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI ............................. vi
ABSTRAK ............................................................................................................ vii
DAFTAR ISI ........................................................................................................ viii
DAFTAR GAMBAR ............................................................................................. ix
DAFTAR TABEL .................................................................................................. ix
DAFTAR SINGKATAN ....................................................................................... xi
BAB 1 PENDAHULUAN ...................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ..................................................................................... 1
1.2 Tujuan Penelitian.................................................................................. 2
1.3 Ruang Lingkup ..................................................................................... 3
1.4 Hasil yang diharapkan .......................................................................... 4
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................. 5
2.1 Jenis-Jenis Senyawa Kalsium Fosfat ................................................... 5
2.1 Definisi Apatite .................................................................................... 7
2.2 Pembagian Apatite................................................................................ 9
2.3 Hidroksiapatit ....................................................................................... 9
2.3.1 Sifat-sifat Hidroksiapatit ............................................................... 10
2.3.1.1 Struktur kristal ........................................................................ 10
2.3.1.2 Sifat mekanik .......................................................................... 11
2.3.1.3 Sifat kimia .............................................................................. 12
2.3.2 Aplikasi HA ................................................................................... 13
2.3.3 Metode-metode sintesis HA .......................................................... 16
2.3.3.1 Teknik Pengendapan .............................................................. 16
2.3.3.2 Teknik Hidrotermal ................................................................ 18
2.3.3.3 Pendekatan sol-gel .................................................................. 19
2.3.3.4 Teknik Emulsi Beragam ......................................................... 20
2.3.3.5 Teknik Deposisi Biomimetik.................................................. 21
2.3.3.6 Teknik Elektrodeposisi ........................................................... 22
2.3.4 Keuntungan-keuntungan Metode Pengendapan ............................ 22
2.3.5 Karakterisasi Material Hidroksiapatit............................................ 23
2.3.5.1 Thermogravimetry (TG) ......................................................... 23
2.3.5.2 X-Ray Diffractometer (XRD) ................................................ 25
2.3.5.3 Fourier Transform Infra Red (FTIR) ...................................... 28
2.3.5.4 Scanning Electron Microscopy (SEM)................................... 29
BAB 3 METODE PENELITIAN.......................................................................... 33
3.1. Deskripsi umum penelitian................................................................. 33
3.2. Bahan-bahan ....................................................................................... 35
3.3. Peralatan-peralatan ............................................................................. 35
viii
Universitas Indonesia
ix
Universitas Indonesia
ix
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Tabel 2.1. Keluarga kalsium ortofosfat dan dan sifat-sifat pentingnya [14]. .......... 6
Table 2.2. Produk-produk pengganti tulang di Belanda [15]. ................................. 8
Tabel 2.3. Jenis-jenis mineral apatite ..................................................................... 9
Tabel 2.4. Nilai modulus elastis untuk HA dan Jaringan keras ............................ 12
Tabel 2.5. Konsentrasi ion dari larutan SBF [45]. ................................................ 21
Table 4.1. Spektrum hasil uji FTIR dari sampel HA pada 500°C 4 jam .............. 51
Tabel 4.2. Pita-pita vibrasi pada serbuk CaP as-dried hasil analisis FTIR [55] ... 51
Table 4.3. Rata-rata ukuran kristralit penelitian Mahabole et al. [64] .................. 59
ix
Universitas Indonesia
xi
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Material ini dapat disintesis dari beberapa sumber yang ada di alam seperti
tulang mamalia, kulit kerang, coral, ataupun cangkang telur. Dalam laboratorium,
material ini dapat disintesis melalui solid state reactions [5], coprecipitation [6],
hydrothermal [7], atau sol-gel process [8]. Di dalam penelitian ini akan digunakan
metode pengendapan (precipitation) menggunakan campuran antara larutan asam
dan basa. Metode ini telah banyak diterapkan untuk membuat HA karena
sederhana, ekonomis, serta mudah dilakukan [1]. Beberapa peneliti telah
melakukan sintesis material ini pada temperatur yang berbeda-beda. Vaidya et al.
[9] melakukan sinter HA pada 700°C selama 6 jam, ada Vazquez et al. [4] yang
melakukan sinter HA pada kisaran temperatur 800 < T < 1400°C (mencapai 850°)
selama 4 hingga 6 jam, sedangkan Gomes et al. [3] melakukan sinter HA pada
temperatur 500-800°C selama 1 jam. Terdapat dua struktur kristal yang berbeda
pada HA yakni monoklinik dan heksagonal. Elliot et al. [10] melaporkan bahwa
struktur hidroksiapatit monoklinik diperoleh hanya pada kondisi murni dan
komposisi stoikiometrik (rasio Ca/P 1.67), struktur ini memiliki stabililitas
thermal yang baik. HA yang terdapat di dalam gigi dan tulang serta mineral HA
merupakan heksagonal, kecuali pada enamel gigi yang berstruktur monoklinik
[11]. Sedangkan struktur heksagonal pada umumnya diperoleh dari sintesis
hidroksiapatit yang tidak stoikiometrik.
Melalui penelitian ini tujuan yang ingin dicapai adalah dikuasainya proses
sintesis HA dengan metode pengendapan kimia basah (wet chemical
precipitation) dan diketahuinya pengaruh dari variasi pada temperatur dan waktu
sinter dalam menghasilkan HA yang mirip pada tulang untuk aplikasi biomedik.
Hal ini penting karena berfungsi sebagai antarmuka antara implan yang berupa
logam dan lingkungan tubuh yang dikenal sangat aktif baik secara biologis
maupun secara kimiawi.
Universitas Indonesia
Pada penelitian ini akan diteliti pengaruh parameter temperatur dan waktu
sinter terhadap karakteristik produk sehingga dapat diperoleh keadaan optimal
dari sintesis HA dengan metode ini. Variasi temperatur sinter akan dilakukan pada
temperatur 500, 700, 900°C dengan waktu sinter pada masing-masing temperatur
Universitas Indonesia
adalah 4, 6, dan 8 jam dan batasan pada penelitian ini adalah digunakannya dua
prekursor yakni Ca(OH)2 dan H3PO4.
Universitas Indonesia
Semakin rendah nilai rasio molar Ca/P maka semakin bersifat asam dan
makin mudah larut senyawa kalsium ortofosfat tersebut [13]. Table 2.1
menunjukkan data-data mengenai rasio molar Ca/P dan solubilitas dari senyawa-
senyawa kalsium ortofosfat. Sebagai gambaran dari data tersebut adalah, HA,
yang tidak mudah larut akan mudah terbentuk pada kondisi netral atau basa. Pada
kondisi yang lebih asam maka senyawa seperti brushite (DCPD) dan octacalcium
phosphate (OCP) lebih sering terbentuk pada saat sintesis. Oleh karenanya untuk
sintesis-sintesis senyawa tertentu perlu diperhatikan kondisi rentang pH pada saat
sintesis.
Universitas Indonesia
Rasio Solubilitas
Solubilitas Rentang stabilitas pH di dalam
molar Senyawa Rumus senyawa pada 25°C, -
pada 25°C, g/L larutan air pada 25°C
Ca/P log(Ks)
Monocalcium phosphate monohydrate
0,5 Ca(H2PO4)2.H2O 1.14 ~18 0.0-2.0
(MCPM)
Monocalcium phosphate anhydrous
0,5 Ca(H2PO4)2 1.14 ~17 -
(MCPA)
Dicalcium phosphate dihydrate
1,0 CaHPO4.2H2O 6.59 ~0.088 2.0-6.0
(DCPD), mineral brushite
Dicalcium phosphate anhydrous
1,0 CaHPO4 6.90 ~0.048 -
(DCPA), mineral monetite
1,33 Octacalcium phosphate (OCP) Ca8(HPO4)2(PO4)4.5H2O 96.6 ~0.0081 5.5-7.0
1,5 α-Tricalcium phosphate (α-TCP) α-Ca3(PO4)2 25.5 ~0.0025 -
1,5 β-Tricalcium phosphate (β-TCP) β-Ca3(PO4)2 28.9 ~0.0005 -
CaxHy(PO4)z.nH2O, n = 3-4.5; 15-
1,0-2,2 Amorphous calcium phosphate (ACP) - - ~5-12
20% H2O
Calcium-deficient hyroxyapatite Ca10-x(HPO4)x(PO4)6-x(OH)2-x
1,5-1,67 ~85.1 ~0.0094 6.5-9.5
(CDHA) (0 < x < 1)
1,67 Hydroxyapatite (HA, HA, atau OHA Ca10(PO4)6(OH)2 116.8 ~0.0003 9.5-12
1,67 Fluorapatite Ca10(PO4)6F2 120.0 ~0.0002 7-12
1,67 Oxyapatite Ca10(PO4)6O ~69 ~0.087 -
Tetracalcium phosphate (TTCP atau
2,0 Ca4(PO4)2O 38-44 ~0.0007 -
TetCP), mineral hilgenstockite
Universitas Indonesia
Hal tersebut menyebabkan ikatan psiko-kimia yang kuat antara implan dan
tulang yang disebut osteointegration. Sifat lain yang dimiliki oleh material ini
adalah osteoconductive yakni dapat menjadi tempat untuk pertumbuhan sel tulang
baru. Karena sifatnya yang mirip dengan tulang dan gigi manusia, biomaterial
berbasis kalsium ortofosfat banyak dikembangkan. Untuk aplikasi implantasi pada
dunia medis, hanya ada beberapa dari keluarga kalsium ortofosfat yang memenuhi
kriteria untuk aplikasi biomedik yakni rasio molar Ca/P harus > 1, karena jika
rasio molar Ca/P-nya < 1 akan mudah larut disebabkan solubilitas tingkat
keasamannya yang tinggi sehingga tidak cocok untuk implantasi. TTCP juga tidak
cocok untuk aplikasi ini karena tingkat kebasaannya yang tinggi. Oleh karena itu,
untuk menjadikannya cocok maka harus dikombinasikan dengan kalsium
ortofosfat atau dengan kimia yang lain (komposit).
Nama apatite diturunkan dari bahasa Yunani yakni apatê yang berarti
menipu (deceit/deception) karena beragam bentuk dan warna yang dimilikinya.
Mineral kelompok apatit memiliki struktur kristal hexagonal (P63/m), formula
umumnya A10(PO4)6Z2, dan dapat dibagi menjadi fluorapatite, chlorapatite, dan
Universitas Indonesia
Ceramic/
Nama Produk Perusahaan Asal Komposisi Kimia Wujud
cement
Calcium phosphate
Hydroxyapatite
Cerabone® Fame Medical Products BV Bovine HA Solid Ceramic
Endobon® Biomet Bovine HA Solid Ceramic
Ostim® Heraeus Synthetic 60% HA/40% H2O Paste Cement
Pro Osteon 500® Biomet Coral HA Solid Ceramic
Tricalcium phosphate
ChronOSTM Synthes Synthetic β-TCP Solid Ceramic
Vitoss® Orthovita Synthetic β-TCP Solid Ceramic
Composite
BoneSave® Stryker Synthetic 80% TCP/20% HA Solid Ceramic
BoneSource® Stryker Synthetic TTCP/DCP Paste Cement
Calcibon® Biomet Synthetic 62.5% α-TCP/26.8% DCPA/8.9% CaCO3/1.8% HA Paste Cement
Camceram® CAM Implants Synthetic 60% HA/40% β-TCP Solid Ceramic
ChronOSTM Inject Synthes Synthetic 73% β-TCP/21% MCP.H2O/5% MHPT Paste Cement
Hydroset® Stryker Synthetic TTCP/DCP/TSC Paste Cement
Norian SRS® Synthes Synthetic α-TCP/CaCO3/MCP.H2O Paste Cement
Calcium sulphate
BonePlast® Biomet Synthetic CaSO4 Paste
MIIG® X3 Wright Medical Technology Synthetic CaSO4 Paste
OsteoSet® Wright Medical Technology Synthetic CaSO4 Pellet
Stimulan® Biocomposites Synthetic CaSO4 Pellet
Bioactive glass
Cortoss® Orthovita Synthetic N.S Paste
Universitas Indonesia
Mineral Formula
Fluorapatite Ca10(PO4)6F2
Chlorapatite Ca10(PO4)6Cl2
Hydroxyapatite Ca10(PO4)6(OH)2
Podolite Ca10(PO4)6CO3
Dahllite (carbonate-apatite) Ca10(PO4,CO3)6(OH)2
Francolite Ca10(PO4,CO3)6(F,OF)2
Ion-ion seperti F-, Cl-, dan OH-, mudah sekali tersubstitusi ke dalam kisi
kristal dari apatite sehingga menjadikannya mirip satu sama lainnya jika tidak
menggunakan metode analisis tertentu. Dari kelompok apatite tersebut, beberapa
tahun belakangan ini perhatian banyak diberikan dalam pengembangan Hidroksiapatit
dikarenakan sifat-sifat penting yang dimilikinya sebagai biomaterial.
2.3 Hidroksiapatit
Universitas Indonesia
terdapat pada struktur gigi manusia terutama di dalam dentine dan enamel. Oleh
karenanya, peranan material ini dalam dunia kesehatan sangatlah penting.
Sifat biokimia dan mekanik dari hidroksiapatit sama dengan yang dimiliki
oleh tulang dan gigi. Struktur molekul mereka juga sama, meskipun sifat pasti dari
komposit, mineral dan protein, serta interaksi mereka tidak begitu banyak dimengerti.
Terdapat dua struktur kristal berbeda yang dijumpai pada hidroksiapatit yakni;
monoklinik dan heksagonal. Pada umumnya, hidroksiapatit yang disintesis memiliki
struktur kristal heksagonal. Struktur HA yang heksagonal memiliki space group
symmetry P63/m dengan paremeter kisi a = b = 9.432 Å, c = 6.881 Å, dan γ = 120°.
Struktur tersebut terdiri dari susunan gugus PO4 tetrahedra yang diikat oleh ion-ion
Ca . Ion-ion Ca berada pada dua posisi yang berbeda yakni; posisi kolom sejajar
(Ca1) dan posisi segitiga sama sisi (Ca2) yang berada pada pusat sumbu putar.
Susunan OH membentuk kolom dan berada pada sumbu putar, juga membentuk
susunan demikian dengan OH yang terdekat, seperti yang terlihat pada Gambar 2.1.
Universitas Indonesia
Idealnya rasio Ca/P dari hidroksiapatit adalah 10/6 dan densitasnya 3.19
g/mL. Stabilitas hidroksiapatit lebih besar jika gugus OH- digantikan oleh F- karena
jarak antara atom F dengan Ca yang lebih kecil dibandingkan jarak antara OH dengan
Ca. Hal tersebut dilakukan untuk meningkatkan ketahanan enamel terhadap caries
dengan cara fluoridation. Karena jarak kisi pada sumbu a semakin berkurang dengan
meningkatnya kandungan F di dalam struktur kristal.
Terdapat banyak variasi pada sifat mekanik dari HA yang disintesis. Jarcho et
al. [18] melaporkan bahwa spesimen HA polikristalin padat yang mereka peroleh
Universitas Indonesia
memiliki rata-rata kekuatan tekan dan tarik masing-masing adalah 917 MPa dan 196
MPa. Kato et al.. [19] melaporkan kekuatan tekan 3000 kg/cm2 (294 MPa), kekuatan
tekuk 1500 kg/cm2 (147 MPa), dan kekerasan Vickers 350 kg/mm2 (3.43 GPa).
Sedangkan Suchanek et al.. [20] melaporkan bahwa HA padat memiliki kekuatan
tekuk 38-250 MPa, kekuatan tekan 120-900 MPa, dan kekuatan tarik 38-300 MPa.
Untuk nilai fracture toughness dilaporkan oleh Ramesh et al.. sebesar ~1.2 MPa.m1/2,
oleh Halouani et al.. [21] sebesar 1.2±0.05 MPa.m1/2 (terukur maksimum). Adanya
perbedaan tersebut disebabkan karena variasi structural (seperti; pengaruh porositas
mikro yang tersisa, ukuran butir, adanya pengotor, dll) dan juga proses pembuatan
serta distribusi kekuatan. Rasio molar dari Ca/P juga berpengaruh kepada kekuatan
dari HA yang disintesis. Semakin besar rasio molar Ca/P maka kekuatan makin
meningkat dan mencapai nilai maksimum di sekitar rasio Ca/P ~1.67 (HA
stoikiometrik) dan tiba-tiba turun ketika rasio Ca/P > 1.67. Tabel 2.4 berikut ini
memperlihatkan nilai modulus elastic dari HA dan jaringan keras.
Modulus elastis
Metode uji Material
(GPa)
Ultrasonic Hidroksiapatit (mineral) 144
Interference Hidroksiapatit (synthetic) 117
technique Dentine 21
Enamel 74
Human cortical bone 24,6-35
Destructive technique Hidroksiapatit (synthetic) 39,4-63
Resonance frequency Canine cortical bone 12-14,6
technique
Universitas Indonesia
Laju disolusi dari HA yang bersifat bioactive dapat bergantung pada beragam
faktor, seperti; derajat kristalinitas, ukuran kristalit, kondisi proses (temperatur,
tekanan, dan tekanan parsial air), dan porositas. HA larut di dalam larutan asam
sementara tidak larut di dalam larutan alkaline dan sedikit larut di dalam air destilasi.
Kelarutan di dalam air destilasi meningkat seiring dengan penambahan elektrolit.
Selain itu, kelarutan HA berubah karena adanya asam amino, protein, enzim, dan
senyawa organic lainnya. Sifat kelarutan tersebut sangat berhubungan dengan sifat
biocompatible dari HA dengan jaringan dan reaksi-reaksi kimianya dengan senyawa
lainnya. Akan tetapi, laju kelarutan bergantung pada perbedaan; bentuk, porositas,
ukuran kristal, kristalinitas, dan ukuran kristalit. Kelarutan HA yang disinter sangat
rendah. Hidroksiapatit bereaksi aktif dengan protein, lemak, dan senyawa organic
ataupun non-organik lainnya.
2.3.2 Aplikasi HA
Universitas Indonesia
menahan beban maka aplikasinya terbatas pada implan yang tidak sepenuhnya
menahan beban (non-load-bearing implant), seperti; implan untuk operasi telinga
bagian tengah, pengisi tulang yang rusak pada operasi ortopedik, serta pelapis
(coating) pada implan untuk dental dan prosthesis logam.
Gambar 2.3. Aplikasi kalsium ortofosfat (termasuk di dalamnya HA) [14, 22].
Universitas Indonesia
Gambar 2.4. Mode fenomena antarmuka antara HA dengan sel tubuh [23].
Universitas Indonesia
Metode pengendapan adalah metode yang paling terkenal dan teknik yang
banyak dipergunakan untuk sintesis hidroksiapatit (HA). Hal ini karena dengan
teknik ini dapat disintesis HA dalam jumlah besar tanpa menggunakan pelarut-pelarut
organik dan juga dengan biaya yang tidak begitu mahal [24]. Kalsium hidroksida
[Ca(OH)2] dan asam fosfat (H3PO4) digunakan sebagai prekursor untuk reaksi
tersebut seperti pada persamaan 1. Reaksi sintesis HA dengan prekursor tersebut telah
banyak dilakukan oleh beberapa peneliti [3-4, 24, 28]. Hasil sampingan yang
dihasilkan oleh reaksi ini hanyalah air dan reaksi tidak melibatkan elemen-elemen
asing.
Universitas Indonesia
telah menyatakan dua reaksi yang lain untuk sintesis HA dengan teknik pengendapan.
Pada salah satunya, digunakan diammonium fosfat [(NH4)2.HPO4] dan Ca(OH)2
sebagai prekursor seperti pada persamaan 2. Sedangkan dalam salah satu reaksi yang
lain digunakan kalsium hidrogen fosfat [Ca(H2PO4)2.H2O] dan Ca(OH)2 sebagai
prekursor seperti pada persamaan 3. Pada reaksi pertama, temperatur sintesis dijaga
pada 40°C dan pada reaksi yang kedua, sintesis dilakukan pada temperatur ruang.
Seperti yang sebelumnya telah disinggung bahwa pH, laju penambahan dan
pengadukan, dan temperatur sinter berpengaruh pada HA yang sedang disintesis.
Menurut De-Aza et al. [30], kenaikan kristalinitas ditunjukkan oleh adanya kenaikan
intensitas puncak dan secara langsung bervariasi dengan kenaikan temperatur. Laju
penambahan asam yang rendah akan menyebabkan dihasilkannya ukuran kristalit
yang besar seperti yang dilaporkan oleh Saeri et al. [31]. Laju pengadukan juga
dilaporkan mempengaruhi sintesis HA, perlu dilakukan pengadukan yang kuat
(vigorous) untuk menghasilkan endapan HA yang homogen [3].
Universitas Indonesia
morfologi dari kristal HA yang terbentuk. Menurut penelitian Wang et al. [32],
partikel berbentuk seperti bola dengan ukuran 20-30 nm akan terbentuk pada pH 10,
sedangkan kebanyakan HA yang disintesis pada pH 8 berbentuk seperti jarum dengan
ukuran panjang 0.25 µm. HA murni dapat disintesis pada pH 10, dimana pada pH 9
akan terbentuk campuran β-TCP dan HA. Pada pH 8 kebanyakan yang terbentuk
adalah Ca2P2O7 (β-TCP) [33].
Merupakan teknik yang memanfaatkan tekana uap air dan tekanan dalam
sintesis suatu material keramik. Di abad ke-20, teknik hidrotermal untuk sintesis
material merupakan teknologi yang penting sekali [34] dan dengan teknologi ini
dapat disintesis berbagai macam material keramik termasuk hidroksiapatit. Sintesis
hidrotermal adalah suatu proses yang mempergunakan reaksi-reaksi fasa tunggal atau
heterogen di dalam larutan air pada temperatur tinggi (T > 25°C) dan tekanan (P >
100 kPa) untuk mengkristalisasi material keramik langsung dari larutan [34].
Bagaimanapun, dengan perlakuan hidrotermal, rasio Ca/P dari endapan meningkat
seiring dengan peningkatan tekanan atau temperatur hidrotermal [35].
Universitas Indonesia
komposisi yang homogen pada temperatur yang rendah. Dengan proses ini dapat
dipakai bahan-bahan baku seperti calcite, brushite, monetite untuk sintess
hidroksiapatit.
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Cairan tubuh sintetik metastabil metastable synthetic body fluid (SBF) dengan
suatu komposisi garam-garaman organik yang mirip dengan cairan tubuh manusia
(plasma darah), memfasilitasi nukleasi spontan dan pertumbuhan dari HA berkarbon
dan berukuran nano mirip-tulang pada pH dan temperatur fisiologis. Thamaraiselvi et
al. [45] telah mensintesis HA biomimetik dari Ca(NO3)2.4H2O dan (NH4)2.HPO4,
dilarutkan di dalam SBF pada 37°C. SBF disiapkan berdasarkan pada komposisi
kimia dari cairan tubuh manusia, dengan variasi konsentrasi ion yang benar-benar
mirip dengan konstituen non-organik dari plasma tubuh manusia. Metastabil SBF
telah terbukti memicu pertumbuhan dari apatit „bone-mimetic’ berkarbon pada
barbagai macam ortopedik dan biomaterial untuk gigi seperti silika, titania, bioglass,
dan lain-lain pada pH dan temperatur fisiologis [46-47].
Ion Konsentrasi, mM
Na+ 142
Cl- 125
HCO32- 27
K+ 5
Ca2+ 2,5
HPO42- 1
SO22- 0,5
Mg2+ 1,5
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Metode ini dinilai menarik jika akan di-scale-up ke dalam industri karena jika
dilihat dari prosesnya yang sederhana. Hal ini karena dari reaksi sintesis, nantinya
tidak dibutuhkan proses yang rumit dalam pemisahannya karena hasil sampingannya
yang berupa air, dan hal tersebut juga sangat memudahkan sekali dalam penanganan
limbah hasil proses sintesisnya.
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Sinar-X atau Sinar Rontgen adalah salah satu bentuk dari radiasi
elektromagnetik dengan panjang gelombang berkisar antara 10 nm ke 100 pm (mirip
dengan frekuensi dalam jangka 30 PHz ke 60 EHz). Sinar-X yang merupakan
komponen penting di dalam mesin uji XRD pertama kali ditemukan oleh seorang
fisikawan Jerman bernama Wilhelm Conrad Rontgen pada tahun 1895. Ketika sedang
melakukan percobaan menggunakan tabung sinar katoda, Rontgen mengamati bahwa
potongan barium platinosianida yang berdekatan melepaskan sinar saat tabung itu
Universitas Indonesia
dioperasikan. Dia menemukan bahwa terbentuk semacam radiasi yang tidak diketahui
namun menembus bahan kimia dan menimbulkan fluoresensi. Pengamatan lebih
lanjut mengungkapkan bahwa kertas, kayu, dan aluminum, diantara bahan-bahan lain,
transparan pada bentuk baru radiasi ini, dan mempengaruhi plat fotografi. Oleh
karena ia salah sangka akan fenomena radiasi tersebut yang tidak menunjukkan sifat
cahaya yang jelas maka ia menyebut fenomena itu sebagai radiasi X, walau dikenal
juga sebagai radiasi Rontgen.
Ketika berkas sinar-X menumbuk permukaan sebuah kristal pada suatu sudut
θ, sejumlah sinar akan terhamburkan oleh lapisan atom di permukaan. Sinar yang
tidak terhamburkan akan menembus hingga ke lapisan kedua dari kisi kristal dimana
sebagiannya lagi terhamburkan, dan sisa yang tidak terhamburkan menembus lagi
hingga lapisan ketiga dari kisi kristal. Efek kumulatif dari proses penghamburan ini
sama dengan proses difraksi cahaya tampak disebabkan oleh kisi. Syarat terjadinya
difraksi adalah;
1. Jarak antara lapisan atom (kisi kristal) harus berada pada orde yang sama
dengan panjang gelombang dari radiasi.
2. Pusat hamburan harus berada pada susunan dan jarak yang teratur.
Universitas Indonesia
Bragg menyatakan bahwa ketika sebuah berkas sinar-X yang dating dengan
sudut sempit θ, terjadi hamburan disebabkan oleh atom C. Jika jarak AC + CB = nλ,
dimana n adalah integer, radiasi yang terhamburkan adalah fase 1‟ dan 2‟. Melalui
perhitungan trigonometri diketahui bahwa panjang AC = d sin θ, dengan d adalah
jarak antar bidang. Sehingga persamaan untuk interferensi konstruktif dari berkas
pada sudut θ adalah;
𝑛𝜆 = 2𝑑 𝑠𝑖𝑛 𝜃……...…………………………………………..……………………(4)
𝑛𝜆
𝑠𝑖𝑛 𝜃 = 2𝑑 ………………………………..…………………………………….……(5)
Universitas Indonesia
Konsep dari teknik pengujian ini adalah memberikan radiasi kepada sampel
sehingga nantinya akan diketahui perilaku sampel tersebut terhadap radiasi yang
diberikan, apakah radiasi tersebut ada yang diserap atau dilewatkan. Metode FTIR
merupakan bagian dari metode pengujian berbasis serapan spektroskopi. Tujuannya
adalah untuk mengetahui seberapa baik sebuah sample menyerap cahaya pada tiap
panjang gelombang. Pada FTIR, sampel disinari dengan sebuah berkas cahaya
sekaligus yang mengandung banyak frekuensi cahaya berbeda, dan mengukur berapa
banyak berkas cahaya tersebut yang diserap oleh sampel.
Gambar 2.9. Diagram optik dari Michelson Interferometer pada FTIR [50]
Universitas Indonesia
merubah data mentah (serapan cahaya untuk tiap posisi cermin) menjadi hasil yang
diinginkan (serapan cahaya untuk tiap panjang gelombang). Proses ini membutuhkan
semacam algoritma pembalik yang disebut “Fourier transform”. Oleh karenanya
nama Fourier Transform Infrared berasal. Data mentah yang diperoleh biasanya
disebut “interferogram”.
Gambar 2.10. Gambaran proses transform yang dilakukan hingga diperoleh hasil spektrum dari sampel
[51]
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
(a) (b)
Gambar 2.12. (a) Simulasi trayektori elektron Monte Carlo, (b) pears-head zone [50]
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
33
Universitas Indonesia
Mulai
Suspensi Larutan
Ca(OH)2 1 M H3PO4 0.6 M Ditambahkan
perlahan selama
pengadukan
Pencampuran
· Dihangatkan
90°C, 1 jam pH disesuaikan
· Lanjut dengan jadi 10 dengan
diaduk kuat pada larutan NaOH
90°C, 1 jam
Penuaan
(aging)
Didiamkan
selama 24 jam
Penyaringan
Dicuci 3 kali
dengan air
Pencucian
destilasi
80°C;
Pengeringan semalaman
XRD
TGA Karakterisasi
500°C; 4, 6, 8 Jam
700°C; 4, 6, 8 Jam
Sinter
900°C; 4, 6, 8 Jam
Selesai
XRD
Karakterisasi FTIR
Selesai
Universitas Indonesia
3.2. Bahan-bahan
3.3. Peralatan-peralatan
Universitas Indonesia
diperoleh kemudian akan dilakukan karakterisasi dengan XRD, FTIR, dan SEM
untuk sampel hasil sinter, sedangkan sampel hasil pengeringan akan dilakukan
pengujian dengan TG dan XRD.
· Ca(OH)2
Untuk membuat suspensi Ca(OH)2 1 M sebanyak 200 mL maka dilakukan
langkah-langkah berikut ini:
1. Ditimbang sebanyak 14,8 gram kalsium hidroksida (Ca(OH)2) pada
timbangan digital.
2. Ditambahkan air destilasi (aquades) hingga volumenya 200 mL.
3. Diaduk dengan pengaduk magnetik supaya suspensi homogen.
· H3PO4
Untuk membuat larutan H3PO4 0.6 M sebanyak 200 mL maka dilakukan
langkah-langkah berikut ini:
1. Diukur sebanyak 8,1 mL asam fosfat (H3PO4) 85% dengan gelas ukur.
2. Ditambahkan air destilasi (aquades) hingga volumenya 200 mL.
3. Diaduk hingga larutan homogen
Universitas Indonesia
a b c
Gambar 3.2. (a) Timbangan digital, (b) Suspensi Ca(OH) 2 1 M 200 mL, (c) Larutan H3PO4 0.6 M 200
mL
a b c
Gambar 3.3. Proses (a) pencampuran, (b) penuaan, (c) penyaringan dan pencucian
Universitas Indonesia
Setelah didiamkan selama 24 jam pada suhu ruang, endapan yang terbentuk
kemudian disaring dengan memakai kertas saring. Kemudian dilanjutkan dengan
pencucian memakai air destilasi (aquades) pada endapan yang dipeoleh. Proses
pencucian dengan aquades dilakukan sebanyak 3 kali.
Universitas Indonesia
Gambar 3.4. Dapur untuk proses pengeringan dan sampel hasil pengeringan
3.5. Karakterisasi
3.5.1. DTA/TGA
Universitas Indonesia
dihaluskan menjadi serbuk. Sampel kemudian dilakukan pengujian pada mesin STA
SETARAM TAG-24S.
Universitas Indonesia
15. Selama pemanasan aliran gas tetap mengalir dengan kondisi pada G11 – Vi:
OCCC – CCCC. Pada saat pedinginan kondisi G11 – Vi : OOCC – CCCC.
3.5.2. FTIR
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
3. Alirkan gas yang akan diuji lalu buka valve sehingga gas mengalir lalu
lakukan pembacaan.
3.5.3. XRD
Pengujian XRD untuk komposisi senyawa dilakukan pada sampel hasil proses
pengeringan dan juga hasil sinter. Sebelum dilakukan pengujian, sampel terlebih
dahulu dihaluskan hingga serupa dengan serbuk berukuran ± 75 µm (seperti bedak
talc) sehingga diperoleh hasil yang baik. Instrumen difraktometer yang dipergunakan
adalah Philips PW 1710. Sampel yang telah menjadi sebuk kemudian ditempatkan ke
dalam pemegang sampel (sample holder) terbuat dari aluminium dengan ukuran 5 cm
x 1.7 cm berdiameter 1.4 cm , diratakan menggunakan kaca preparat sehingga
diperoleh permukaan yang rata dan halus. Setelah itu, sample holder tersebut
diletakkan pada kamar uji yang ada pada alat kemudian pengujian dilakukan sesuai
dengan parameter operasi.
Universitas Indonesia
𝑘𝜆
𝜏= ………………..………………….……………………………………(6)
𝛽𝑐𝑜𝑠𝜃
Universitas Indonesia
Gambar 4.1. Grafik TG untuk sampel HA hasil pengeringan pada 80°C overnight
Grafik yang ditandai dengan ( ) menunjukkan penurunan berat yang sangat kecil
pada rentang temperatur 100-200°C. terlihat garis yang trend-nya cenderung linear
dimulai pada temperatur 200°C menunjukkan bahwa sampel HA mulai stabil hingga
temperatur 900°C. Terdapat dua jenis air pada HA yakni; (1) air kelembaban
(adsorbsi) dan (2) air kisi (kristal). Air kelembaban tidak stabil pada temperatur 25-
200°C dan kehilangan berat karenanya tidak menyebabkab perubahan pada kisi
45
Universitas Indonesia
kristal. Air kelembaban berasal dari produk sampingan yang dihasilkan dari reaksi
antara kedua prekursor. Reaksi tersebut adalah sebagai berikut.
Air kisi (kristal) tidak stabil pada temperatur 200-400°C dan jika hilang
menyebabkan kontraksi pada dimensi kisi-a selama pemanasan [53-54]. Kehilangan
berat yang terjadi pada temperatur di bawah 200°C mungkin disebabkan karena
menguapnya air kelembaban (adsorbsi). Dari perhitungan yang dilakukan untuk
sampel seberat 37.1 mg diketahui pengurangan berat sebesar 35.15 mg yang berasal
dari air yang dari persamaan kimianya menempati porsi yang sangat besar yakni
untuk satu molekul Ca10(PO4)6(OH)2 yang diperoleh dihasilkan air (H2O) sebanyak
18 molekul dan berat dari sampel yang tersisa sebesar 1.95 mg yang meupakan
Ca10(PO4)6(OH)2.
Universitas Indonesia
dimungkinkan karena ukuran kristalit yang kecil sehingga terjadi pelebaran puncak
yang cukup besar sehingga tampak seperti amorf. Gambar 4.2 memperlihatkan
difraktorgam dari sampel hasil proses pengeringan. Dari analisis menggunakan
Match!® diperoleh bahwa difraktogram dari sampel hasil pengeringan
memperlihatkan profil yang mirip dengan yang diperoleh beberapa peneliti [55-56].
Perbedaan terletak pada hkl dari sampel yakni untuk tiga puncak tertinggi pada selang
2θ antara 30° sampai 35° bernilai 121, 112, dan 300 sedangkan HA murni memiliki
hkl untuk tiga puncak tertinggi yakni 211, 112, dan 300 (JCPDS 9-432). Munculnya
hkl 121 pada puncak paling inggi mungkin dikarenakan adanya kontaminan di dalam
HA. Berdasarkan database diketahui bahwa (121) adalah milik dari carbonated-
hydroxyapatite (JCPDS 19-0272) Ukuran kristalit dari sampel HA hasil pengeringan
adalah 16,03 nm diperoleh dari perhitungan dengan Persamaan Scherrer. Kristalinitas
dari sampel ini kurang begitu baik karena belum mengalami proses sintering.
Hidroksiapatit (HA)
Carbonated-HA
α-TCP
121
002
123
300 222
202
120 132
130
Universitas Indonesia
121
Hidroksiapatit (HA)
Carbonated-HA
112 300
α-TCP
002
202 130 222 123
120 132 231
900°C D
700°C C
500°C B
as-dried A
Gambar 4.3. Difraktogram sampel hasil pengeringan vs sinter selama 4 jam pada 500, 700, 900°C
Universitas Indonesia
Dari Gambar 4.3 dapat diamati bahwa pengaruh temperatur erat kaitannya
dengan tingkat kristalinitas dari sampel. Dapat dilihat pada grafik A, B, C, D, bahwa
semakin tinggi temperatur sinter maka semakin sempit pula puncak-puncak dari
grafik XRD yang diperoleh. Material yang kristalinitasnya tinggi akan memiliki
puncak-puncak dengan intensitas yang tinggi, seperti yang terlihat pada gafik D.
Kristalinitas akan semakin tinggi dengan makin menaiknya temperatur yang
dipergunakan untuk proses sinter, hal ini sesuai dengan Figueiredo et al. [58].
121
Hidroksiapatit (HA)
112 300 Carbonated-HA
α-TCP
002
123
202 130 222
120 132 231
900°C
700°C
500°C
as-dried
Gambar 4.4. Difraktogram sampel hasil pengeringan vs sinter selama 6 jam pada 500, 700, 900°C
Universitas Indonesia
juga teramati untuk waktu sinter di 6 dan 8 jam seperti yang diperlihatkan pada
Gambar 4.4 dan 4.5.
700°C
500°C
as-dried
Gambar 4.5. Difraktogram sampel hasil pengeringan vs sinter selama 8 jam pada 500, 700, 900°C
Melalui pencocokan dengan referensi pada database Match!® dari peak yang
intensitasnya tinggi maka diketahui bahwa senyawa yang dominan dari sampel hasil
pengeringan adalah HA. Akan tetapi, HA yang diperoleh setelah proses pengeringan
dari endapan ternyata mengandung karbonat (CO32-) yang ditandai dengan adanya hkl
berbeda pada puncak paling tinggi dari tiga puncak khas milik HA yakni (121),
seharusnya hkl untuk puncak paling tinggi pada senyawa HA adalah (211).
Universitas Indonesia
sintesis HA yang dilakukan pada kondisi atmosfir tidak inert. Hal ini akan
dikonfirmasi dengan hasil pengujian FTIR yang ditunjukkan pada Gambar 4.4. Grafik
FTIR yang diperoleh sesuai dengan yang didapatkan oleh beberapa peneliti lain [3,
37, 55, 59]. Setelah membandingkannya dengan referensi yang membahas mengenai
spektrum dari grafik FTIR untuk hidroksiapatit (HA) maka diperoleh beberapa
spektrum yang cocok dan menunjukkan adanya gugus dari CO32-, PO43-, OH-, dan
H2O pada HA yang disintesis. Table 4.1 memperlihatkan beberapa pita untuk gugus
yang telah disebutkan sebelumnya.
Table 4.1. Spektrum hasil uji FTIR dari sampel HA pada 500°C 4 jam
Untuk dijadikan pembanding, berikut adalah pita pada spektrum FTIR dari
HA untuk sintesis yang pernah dilakukan oleh Salma et al. [55]. Hasilnya
diperlihatkan pada Tabel 4.2 berikut ini.
Tabel 4.2. Pita-pita vibrasi pada serbuk CaP as-dried hasil analisis FTIR [55]
Universitas Indonesia
H2O
CO32-
OH- H2O
CO32-
HPO42-
CO32- OH-
υ1PO43-
3-
υ2PO4
υ3PO43-
υ4PO43-
Gambar 4.6. Grafik hasil uji FTIR untuk sampel sinter 500°C 4 jam
Karbonat yang masuk ke dalam kisi kristal akan mempengaruhi nilai rasio
Ca/P dari HA dan juga bidang kristalnya. Ion karbonat yang masuk ke dalam kisi
kristal HA akan menggantikan ion hidroksil (OH-) atau fosfat (PO43-) dan
Universitas Indonesia
menghasilkan carbonated-HA (CHA) seperti yang dipaparkan oleh Afshar et al. [62].
Meskipun faktor utama dari masuknya ion karbonat ke dalam kisi kristal disebabkan
karena reaksi pencampuran prekursor dilakukan di udara terbuka, kemungkinan ada
faktor lain yang juga ikut andil dalam memberikan kesempatan bagi ion karbonat
untuk masuk ke dalam kisi kristal HA. Laju penambahan asam yang lambat (0,75
mL/menit) menyebabkan bergabungnya karbonat dengan struktur apatit [55].
Narasaraju et al. [11] dalam review-nya memaparkan mekanisme bergabungnya
karbonat ke dalam kisi kristal HA. Ion karbonat masuk dan menempati dua lokasi
berbeda di dalam kisi kristal HA, diberi nama A dan B. Untuk karbonat yang
menempati lokasi A ditandai dengan munculnnya pita pada FTIR di nilai 884, 1465,
dan 1534 cm-1, sedangkan untuk lokasi B ditandai pada pita di nilai 864, 1430, dan
1534 cm-1. Karbonat (CO32-) pada lokasi B diperkirakan menggantikan gugus fosfat
(PO43-) dan menyebabkan kontraksi pada parameter kisi a dengan laju sebesar 0,0006
nm per persen berat (%wt) karbonat (CO32-). Sedangkan karbonat (CO32-) pada lokasi
A menggantikan gugus hidroksil (OH-) dan menyebabkan konstraksi pada parameter
kisi a dengan laju sebesar 0,026 nm per persen berat (%wt) karbonat (CO32-).
Universitas Indonesia
Jika analisis dari hasil pengujian FTIR dikaitkan dengan analisis dari hasil
pengujian XRD maka didapatkan sebuah kecocokan dimana kedua pengujian tersebut
berhasil mengindikasikan adanya substitusi ion karbonat (CO32-) ke dalam kisi kristal
HA. Seperti yang sebelumnya dijelaskan pada bagian analisis hasil pengujian FTIR
bahwa CO32- dapat menggantikan PO43- atau OH- dan menyebabkan kontraksi pada
parameter kisi a dari struktur kristal HA. Jika dilihat dari grafik FTIR yang
memperlihatkan bahwa intensitas untuk spektrum CO32- cukup tinggi menandakan
kuantitas dari karbonat yang cukup besar sehingga bidang kristalnya lebih dominan
daripada bidang kristal milik HA. Temperatur sinter yang dilakukan berpengaruh
terhadap karbonat yang ada di dalam HA. Gambar 4.7 berikut memperlihatkan
berkurangnya karbonat seiring dengan naiknya temperatur sinter.
900°C – 6 jam
900°C – 4 jam
700°C – 8 jam
700°C – 6 jam
700°C –4 jam
500°C – 8 jam
500°C – 6 jam
500°C – 4 jam
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
dibandingkan dengan hasil pengujian XRD maka ada peak dengan intensitas lemah di
2θ = 48.06° yang dapat dicurigai sebagai TCP pada sampel HA setelah proses sinter
di 500°C selama 4 jam seperti yang ditunjukkan pada Gambar 4.9. Terlihat bahwa
peak dengan intensitas tersebut, setelah dibandingkan dengan referensi [63]
menunjukkan adanya fasa α-TCP. Intensitas yang rendah juga menunjukkan kuantitas
dari TCP di dalam endapan, jika dibandingkan dengan difraktogram pada Gambar 4.9
diketahui dari intensitasnya yang kecil Hal tersebut juga selaras dengan hasil
pengujian FTIR yang memperlihatkan berkurangnya intensitas dari pita milik HPO42-,
Gambar 4.9 memperlihatkan berkurangnya intensitas tersebut.
8 jam – 700°C
8 jam – 500°C
6 jam – 900°C
6 jam – 700°C
6 jam – 500°C
4 jam – 900°C
4 jam – 700°C
4 jam – 500°C
Universitas Indonesia
terdapat fasa TCP yang berada pada 2θ = 48.06 sebagai indikasi dari gugus HPO42-.
Dengan naiknya temperatur sinter selain kepada kristalinitas diketahui juga
berpengaruh kepada besar kristalit yang dimiliki HA. Ukuran kristalit dari HA
cenderung mengalami kenaikan seperti yang diperlihatkan oleh Gamba 4.11. Dari
perhitungan yang dilakukan diperoleh sebuah trend yang menunjukkan terjadinya
kenaikan besar kristalit dari HA seiring dengan naiknya temperatur sinter. Semakin
besar kristalit maka tingkat fasa amorf akan semakin berkurang. Ukuran kristalit akan
berpengaruh pada area permukaan (surface area) dari HA yang diperoleh [31].
α-TCP
Universitas Indonesia
Jika diperbandingkan dengan yang terdapat pada literatur [14], besar nilai tersebut
tidak dimiliki oleh salah satu senyawa pada keluarga kalsium fosfat. Hal ini mungkin
dikarenakan tidak homogennya fasa-fasa yang terdapat pada endapan hasil sintesis
pada penelitian ini.
50
Ukuran Kristalit (nm)
40
30 4 jam
20 6 jam
10 8 jam
0
as-dried 500°C 700°C 900°C
Variabel
Gambar 4.11. Ukuran kristalit as-dried vs temperatur sinter pada500, 700, 900°C
Universitas Indonesia
a b
c d
Gambar 4.12. Hasil SEM untuk sampel HA (a) as-dried 80°C overnight, (b) proses sinter 500°C 4 jam,
(c) proses sinter 700°C 4 jam, (d) proses sinter 900°C 4 jam
Universitas Indonesia
Terlihat pada gambar SEM dengan perbesaran 5000 X dari sampel hasil freeze
drying bahwa partikel masih teraglomerasi namun terlihat jelas bahwa morfologi dari
partikel ini cenderung bulat. Ukuran aglomerat ini diamati berada pada kisaran 100-
200 nm. Ukuran dari partikel tunggal HA tidak dapat diamati karena kendala dalam
pemisahan partikel tersebut pada saat preparasi sampel untuk SEM. Usaha untuk
memisahkan juga dilakukan dengan penambahan dispersant pada saat pelarutan
dengan aquades akan tetapi kehadiran dispersant menyebabkan partikel terperangkap
di dalam dispersant yang bergabung dikarenakan pada saat freeze drying hanya air
saja yang menyublim. Hal tersebut juga terjadi jika pengeringan dilakukan dengan
menggunakan oven, dispersant yang dipergunakan di dalam larutan juga mengalami
penggumpalan sehingga proses pemisahan tidak terjadi. Hal tersebut menyebabkan
kesulitan untuk pengamatan di dalam SEM.
Universitas Indonesia
Gambar 4.13. Hasil SEM untuk sampel HA 900°C 6 jam setelah freeze drying
Universitas Indonesia
6 jam
4 jam
as-dried
Universitas Indonesia
Jika dilihat pada temperatur 700°C maka tempak mulai terjadi pertumbuhan
kristalit karena mulai menyempitnya puncak-puncak difraktogramnya. Pada
temperatur 900°C terlihat kristalinitas yang besar jika diperbandingkan dengan sampe
as-dried namun jika antara waktu sinter tidak terlihat perbedaan yang signifikan. Jika
diperbandingkan dengan temperatur 500 dan 700°C maka kristalinitas yang sangat
baik diperoleh pada variabel 900°C untuk waktu sinter 4 dan 6 jam. Hal ini terlihat
dari tajamnya puncak-puncak difraktogram HA. Kristalinitas kemudian sedikit
menurun pada 900°C dengan waktu sinter 8 jam.
6 jam
4 jam
as-dried
Universitas Indonesia
121
8 jam
112 300
002
202 130 222 123
120 132 231
6 jam
Hidroksiapatit (HA)
Carbonated-HA
α-TCP
4 jam
as-dried
Gambar 4.16. Difraktogram sampel HA as-dried vs sinter pada 900°C selama 4, 6, 8 jam
Universitas Indonesia
50
Ukuran Kristalit (nm)
40
30 500°C
20 700°C
10 900°C
0
4 Jam 6 Jam 8 Jam
Waktu Sinter
Gambar 4.17. Ukuran kristalit vs waktu sinter pada 500, 700, 900°C
Universitas Indonesia
5.1. Kesimpulan
67
Universitas Indonesia
DAFTAR PUSTAKA
[1] Yoruc ABH, K. Y. Double step stirring: A novel method for precipitation of
nano-sized hydroxyapatite powder. DIGEST JOURNAL OF NANOMATERIALS
AND BIOSTRUCTURES, 4, 1 (February 12, 2009 2009), 73-81.
[3] Gomes, J. F. G., Cristina C.; Silva, Miguel A.; Hoyos, Milton; Silva, Rodrigo; and
Vieira, Teresa An Investigation of the Synthesis Parameters of the Reaction of
Hydroxyapatite Precipitation in Aqueous Media. International Journal of
Chemical Reactor Engineering, 6, A103 2008).
[5] Rao, R. R., Roopa, H. N. and Kannan, T. S. Solid state synthesis and thermal
stability of HAP and HAP – β-TCP composite ceramic powders. Journal of
Materials Science: Materials in Medicine, 8, 8 1997), 511-518.
[7] Liu, H. S., Chin, T. S., Lai, L. S., Chiu, S. Y., Chung, K. H., Chang, C. S. and Lui,
M. T. Hydroxyapatite synthesized by a simplified hydrothermal method.
Ceramics International, 23, 1 1997), 19-25.
[9] Vaidya, S. N., Karunakaran, C., Pande, B. M., Gupta, N. M., Iyer, R. K. and
Karweer, S. B. Pressure-induced crystalline to amorphous transition in
hydroxylapatite. Journal of Materials Science, 32, 12 1997), 3213-3217.
Universitas Indonesia
[15] Van der Stok, J., Van Lieshout, E. M. M., El-Massoudi, Y., Van Kralingen, G.
H. and Patka, P. Bone substitutes in the Netherlands - A systematic literature
review. Acta Biomaterialia, 7, 2 2011), 739-750.
[16] Comodi, P., Liu, Y., Zanazzi, P. F. and Montagnoli, M. Structural and
vibrational behaviour of fluorapatite with pressure. Part I: in situ single-crystal
X-ray diffraction investigation. Physics and Chemistry of Minerals, 28, 4 2001),
219-224.
[17] Corno, M., Busco, C., Civalleri, B. and Ugliengo, P. Periodic ab initio study of
structural and vibrational features of hexagonal hydroxyapatite
Ca10(PO4)6(OH)2. Physical Chemistry Chemical Physics, 8, 21 2006), 2464-
2472.
[18] Jarcho, M., Bolen, C., Thomas, M., Bobick, J., Kay, J. and Doremus, R.
Hydroxylapatite synthesis and characterization in dense polycrystalline form.
Journal of Materials Science, 11, 11 1976), 2027-2035.
[19] Kato, K., Aoki, H., Tabata, T. and Ogiso, M. Biocompatibility of Apatite
Ceramics in Mandibles. Artificial Cells, Blood Substitutes and Biotechnology, 7,
2 1979), 291-297.
Universitas Indonesia
[23] Bertazzo, S., Zambuzzi, W. F., Campos, D. D. P., Ogeda, T. L., Ferreira, C. V.
and Bertran, C. A. Hydroxyapatite surface solubility and effect on cell adhesion.
Colloids and Surfaces B: Biointerfaces, 78, 2 2010), 177-184.
[30] de Aza, P. N., Santos, C., Pazo, A., de Aza, S., Cuscó, R. and Artús, L.
Vibrational Properties of Calcium Phosphate Compounds. 1. Raman Spectrum of
β-Tricalcium Phosphate. Chemistry of Materials, 9, 4 1997), 912-915.
[31] Saeri, M. R., Afshar, A., Ghorbani, M., Ehsani, N. and Sorrell, C. C. The wet
precipitation process of hydroxyapatite. Materials Letters, 57, 24-25 2003),
4064-4069.
[32] Wang, P., Li, C., Gong, H., Jiang, X., Wang, H. and Li, K. Effects of synthesis
conditions on the morphology of hydroxyapatite nanoparticles produced by wet
chemical process. Powder Technology, 203, 2 2010), 315-321.
Universitas Indonesia
[39] Deptula, A., Lada, W., Olczak, T., Borello, A., Alvani, C. and di Bartolomeo, A.
Preparation of spherical powders of hydroxyapatite by sol-gel process. Journal of
Non-Crystalline Solids, 147-1481992), 537-541.
[40] Li, P. and Groot, K. Better bioactive ceramics through sol-gel process. Journal
of Sol-Gel Science and Technology, 2, 1 1994), 797-801.
Universitas Indonesia
[46] Li, P., Kangasniemi, I., de Groot, K., Kokubo, T. and Yli-Urpo, A. U. Apatite
crystallization from metastable calcium phosphate solution on sol-gel-prepared
silica. Journal of Non-Crystalline Solids, 168, 3 1994), 281-286.
[47] van Blitterswijk, C. A., Grote, J. J., Kuÿpers, W., Blok-van Hoek, C. J. G. and
Daems, W. T. Bioreactions at the tissue/ hydroxyapatite interface. Biomaterials,
6, 4 1985), 243-251.
[48] Loty, C., Sautier, J. M., Boulekbache, H., Kokubo, T., Kim, H. M. and Forest, N.
In vitro bone formation on a bone-like apatite layer prepared by a biomimetic
process on a bioactive glass-ceramic. Journal of Biomedical Materials Research,
49, 4 2000), 423-434.
[49] Manso, M., Jiménez, C., Morant, C., Herrero, P. and Martínez-Duart, J. M.
Electrodeposition of hydroxyapatite coatings in basic conditions. Biomaterials,
21, 17 2000), 1755-1761.
[53] Liao, C.-J., Lin, F.-H., Chen, K.-S. and Sun, J.-S. Thermal decomposition and
reconstitution of hydroxyapatite in air atmosphere. Biomaterials, 20, 19 1999),
1807-1813.
[54] Landi, E., Tampieri, A., Celotti, G., Vichi, L. and Sandri, M. Influence of
synthesis and sintering parameters on the characteristics of carbonate apatite.
Biomaterials, 25, 10 2004), 1763-1770.
Universitas Indonesia
[57] Kieswetter, K., Bauer, T. W., Brown, S. A., Van Lente, F. and Merritt, K.
Characterization of calcium phosphate powders by ESCA and EDXA.
Biomaterials, 15, 3 1994), 183-188.
[58] Figueiredo, M., Fernando, A., Martins, G., Freitas, J., Judas, F. and Figueiredo,
H. Effect of the calcination temperature on the composition and microstructure of
hydroxyapatite derived from human and animal bone. Ceramics International,
36, 8 2010), 2383-2393.
[60] Osaka, A., Miura, Y., Takeuchi, K., Asada, M. and Takahashi, K. Calcium
apatite prepared from calcium hydroxide and orthophosphoric acid. Journal of
Materials Science: Materials in Medicine, 2, 1 1991), 51-55.
[61] Suchanek, W. L., Byrappa, K., Shuk, P., Riman, R. E., Janas, V. F. and
TenHuisen, K. S. Mechanochemical-hydrothermal synthesis of calcium
phosphate powders with coupled magnesium and carbonate substitution. Journal
of Solid State Chemistry, 177, 3 2004), 793-799.
[62] Afshar, A., Ghorbani, M., Ehsani, N., Saeri, M. R. and Sorrell, C. C. Some
important factors in the wet precipitation process of hydroxyapatite. Materials &
Design, 24, 3 2003), 197-202.
[64] Mahabole, M., Aiyer, R., Ramakrishna, C., Sreedhar, B. and Khairnar, R.
Synthesis, characterization and gas sensing property of hydroxyapatite ceramic.
Bulletin of Materials Science, 28, 6 2005), 535-545.
[65] Bezzi, G., Celotti, G., Landi, E., La Torretta, T. M. G., Sopyan, I. and Tampieri,
A. A novel sol-gel technique for hydroxyapatite preparation. Materials
Chemistry and Physics, 78, 3 2003), 816-824.
[66] Rusu, V. M., Ng, C.-H., Wilke, M., Tiersch, B., Fratzl, P. and Peter, M. G. Size-
controlled hydroxyapatite nanoparticles as self-organized organic-inorganic
composite materials. Biomaterials, 26, 26 2005), 5414-5426.
Universitas Indonesia