Anda di halaman 1dari 20

TUGAS

ANEMIA

Disusun untuk melaksanakan tugas Kepaniteraan Klinik Madya


SMF Ilmu Penyakit Dalam di RSD dr. Soebandi Jember

Oleh:
Astra Yudha Tagamawan
18710143

Pembimbing :
dr. Angga Mardro Raharjo, Sp.P

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS JEMBER


SMF/LAB. ILMU PENYAKIT DALAM
RSD dr. SOEBANDI JEMBER
2019
PENDAHULUAN

Anemia ditandai oleh penurunan jumlah sel darah merah, sering disertai
dengan penurunan kadar hemoglobin. Menurut kriteria WHO anemia adalah kadar
hemoglobin di bawah 13 g% pada pria dan di bawah 12 g% pada wanita.1
Berdasarkan kriteria WHO yang direvisi/ kriteria National Cancer Institute,
anemia adalah kadar hemoglobin di bawah 14 g% pada pria dan di bawah 12 g%
pada wanita. Masalah anemia ini telah terbukti menjadi masalah kesehatan
masyarakat yang mempengaruhi negara-negara berpenghasilan rendah, menengah
dan tinggi dan memiliki konsekuensi kesehatan yang buruk. Anemia menjadi
masalah kesehatan utama di seluruh dunia dan defisiensi besi merupakan
penyebab tersering dari anemia. Gejala akibat dari anemia yaitu pengiriman
oksigen jaringan terganggu sehingga dapat menyebabkan kelemahan, kelelahan,
kesulitan berkonsentrasi, atau produktivitas kerja yang buruk.
Ada berbagai jenis anemia dengan berbagai penyebab. Sejumlah gejala
hampir muncul pada semua jenis anemia, semua jenis anemia memiliki efek akhir
yang sama yaitu tubuh tidak memiliki cukup oksigen dari sel darah merah untuk
memunhi kebutuhannya. Orang yang mengalami anemia ringan, dari kekurangan
zat besi ringan, misalnya, mungkin tidak memiliki gejala sama sekali, sementara
orang dengan anemia berat dapat memiliki gejala jauh lebih terlihat dan lebih
tahan lama.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

1. Definisi
Anemia adalah keadaan berkurangnya jumlah eritrosit dari nilai normal dalam
darah sehingga tidak dapat memenuhi fungsinya untuk menyediakan oksigen
dalam jumlah yang cukup ke jaringan perifer sehingga pengiriman oksigen ke
jaringan menurun.

2. Kriteria Anemia
Kriteria anemia menurut WHO :
Laki-laki dewasa : Hb < 13 g/dl
Wanitas dewasa tidak hamil : Hb < 12 g/dl
Wanita hamil : Hb < 11 g/dl
Anak umur 6-14 tahun : Hb <12 g/dl
Anak umur 6 bulan- 6 tahun : Hb < 11 g/dl
3. Derajat Anemia
Derajat anemia ditentukan oleh kadar hemoglobin. Klasifikasi derajat anemia
yang umum dipakai yaitu :
a. Ringan sekali : Hb 10 g/dl
b. Ringan : Hb 8 g/dl – 9,9 g/dl
c. Sedang : Hb 6 g/dl – 7,9 g/dl
d. Berat : Hb <6 g/dl
4. Klasifikasi
Anemia diklasifikasikan dengan berbagai cara. Beberapa klasifikasi dari
anemia :
1. Morfologik
Klasifikasi ini berdasarkan morfologi eritrosit pada pemeriksaan apusan darah
tepi.
a. Anemia normositik normokromik

Gambar 2.1 Anemia normositik normokromik


Anemia normositik normokrom ditandai dengan MCV 80-95 fl, MCH 27-
34 pg. Keadaan ini dapat disebabkan oleh anemia pada penyakit ginjal kronik,
Sindrom anemia kardiorenal(anemia, gagal jantung, dan penyakit ginjal
kronik), anemia hemolitik. Anemia hemolitik dibagi menjadi 2 yaitu anemia
hemolitik karena kelainan intrinsik sel darah merah (Kelainan membran
(sferositosis herediter), kelainan enzim (defi siensi G6PD), kelainan hemoglobin
(penyakit sickle cell)) dan anemia hemolitik karena kelainan ekstrinsik sel darah
merah: imun, autoimun (obat, virus, berhubungan dengan kelainan limfoid,
idiopatik), alloimun (reaksi transfusi akut dan lambat, anemia hemolitik neonatal),
mikroangiopati (purpura trombositopenia trombotik, sindrom hemolitik uremik),
infeksi (malaria), dan zat kimia (bisa ular).
b. Anemia makrositik hiperkromik

Gambar 2.2 Anemia makrositik hiperkromik


Anemia dengan ukuran eritrosit yang lebih besar dari normal dan
hiperkrom karena konsentrasi hemoglobinnya lebih dari normal. Dengan nilai
MCV > 95 fl. Anemia makrositik dapat disebabkan oleh, yang pertama
peningkatan retikulosit. Peningkatan MCV merupakan karakteristik normal
retikulosit. Semua keadaan yang menyebabkan peningkatan retikulosit akan
memberikan gambaran peningkat-an MCV. Kedua, dikarenakan Metabolisme
abnormal asam nukleat pada prekursor sel darah merah (defi siensi folat atau
cobalamin, obat-obat yang mengganggu sintesa asam nukleat: zidovudine,
hidroksiurea). Ketiga, karena gangguan maturasi sel darah merah
(sindrommielodisplasia, leukemia akut). Dan karena penggunaan alkohol,
penyakit hati dan hipotiroidisme.
c. Anemia mikrositik hipokromik

Gambar 2.3 anemia mikrositik hipokromik


Anemia dengan kadar MCV < 80 fl, MCH < 27 pg. Ukuran eritrosit yang
lebih kecil dari normal dan mengandung hemoglobin yang kurang dari normal.
Penyebab anemia mikrositik hipokrom1 yaitu karena berkurangnya Fe (anemia
defi siensi Fe, anemia penyakit kronis/anemia infl amasi, defisiensi tembaga),
berkurangnya sintesis heme (keracunan logam, anemia sideroblastik kongenital
dan didapat), berkurangnya sintesis globin (talasemia dan hemoglobinopati).
2. Etiopatogenesis :
a. Produksi eritrosit menurun
 Kekurangan bahan essensial pembentuk eritrosit
 Anemia defisiensi besi
Anemia defisiensi besi adalah anemia yang timbul akibat kosongnya
cadangan besi tubuh sehingga penyediaan besi untuk eritropoesis berkurang yang
pada akhirnya pembentukan hemoglobin berkurang. Anemia jenis ini yang paling
sering dijumpai. Etiologi dapat disebabkan oleh rendahnya masukan besi,
gangguan absorpsi, serta kehilangan besi akibat perdarahan menahun.
 Anemia megaloblastik
Anemia megaloblastik adalah anemia yang khas ditandai oleh adanya sel
megaloblast dalam sumsum tulang. Sel megaloblast adalah sel prekursor eritrosit
dengan bentuk sel yang besar disertai adanya kesenjangan pematangan sitoplasma
dan inti, dimana sitoplasma maturasinya normal tetapi inti besar dengan susunan
kromosaom yang longgar. Anemia ini disebabkan oleh gangguan pembentukan
DNA pada eritroblast, terutama akibat defisiensi asam folat dan vitamin B12.
Pemeriksaan khusus untuk defisiensi asam folat dan viramin B12:
 Pengukuran kadar vitamin B12 serum dan asam folat serum
Vitamin B12 <100 pg/ml dan asam folat < 3 ng/ml
 Respon terhadap replacement therapy dengan asam folat/ B12 fisiologi
 Ekskresi methymalonic acid urine meningkat pada defisiensi vitamin
B12
 Ekskresi formioglutamic acid (FIGLU) urine meningkat pada defisiensi
asam folat
 Tes supresi deoxyuridine, baik pada defisiensi B12 atau defisiensi asam
folat dijumpai supresi
 Tes untuk menilai absorpsi vitamin B12 yaitu schiling test
 Gangguan penggunaan besi
 Anemia akibat penyakit kronik
Penyakit kronik sering kali disertai anemia, namun tidak semua anemia
pada penyakit kronik dapat digolongkan sebagai anemia akibat penyakit kronik.
Anemia penyakit kronik adalah anemia yang dijumpai pada penyakit kronik
tertentu yang khas ditandai oleh gangguan metabolisme besi yaitu hipoferimia
sehingga menyebabkan berkurangnya penyediaan besi yang dibutuhkan untuk
sintesis hemoglobin tetapi cadangan besi di sumsum tulang masih cukup.
 Anemia sideroblastik
Anemia sideroblastik adalah anemia dengan cincin sideroblas dalam
sumsum tulang. Klasifikasi pada anemia ini yaitu anemia sideroblastik primer dan
anemia sideroblastik sekunder.
 Kerusakan jaringan sumsum tulang
 Anemia aplastik
Anemia aplastik adalah anemia yang disertai oleh pansitopenia pada darah
tepi.
 Anemia mieloptisik (penggantian oleh jaringan fibrotik)
Anemia mieloptisik adalah anemia yang timbul karena infiltrai sel asing
(terutama tumor ganas) dalam sumsum tulang.
 Fungsi sumsum tulang kurang baik karena tidak diketahui
 Anemia diseritropoietik
Merupakan kelompok anemia herediter refrakter yang ditandai oleh
eritropoesis inefektif, sel eritroid berinti banyak.
 Anemia pada sindrom mielodisplastik
b. Kehilangan eritrosit dari tubuh
 Anemia pasca perdarahan akut
 Anemia akibat perdarah kronik
c. Anemia hemolitik
 Anemia hemolitik intrakorpuskular
 Gangguan membran erirosit
 Gangguan enzim eritrosit yaitu anemia akibat defisiensi G6PD
 Gangguan hemoglobin (hemoglobinopati)
 Thalasemia
 Hemoglobinopati struktural : HbS, HbE
 Anemia hemolitik ekstrakorpuskular
 Antibodi terhadap eritrosit
5. Patogenesis Anemia
Gejala umum anemia timbul karena :
a. Anoksia organ
b. Mekanisme kompensasi tubuh terhadap berkurangnya daya angkut oksigen
- Affinitas oksigen yang berkurang
- Peningkatan perfusi jaringan
- Peningkatan cardiac output
- Peningkatan fungsi paru
- Peningkatan produksi sel darah merah
6. Gejala Anemia
Gejala umum anemia adalah gejala yang timbul pada setiap kasus anemia,
apapun penyebabnya, apabila kadar hemoglobin turun di bawah nilai normal.
Gejala anemia umumnya dapat dibagi menjadi 3 golongan, yaitu :
1. Gejala umum
Gejala umum anemia dapat disebut juga sebagai sindrom anemia. Sindrom
anemia adalah gejala yang timbul pada semua jenis anemia pada kadar
hemoglobin yang sudah menurun. Gejala ini timbul akibat dari anoksia organ dan
mekanisme kompensasi dari penurunan hemoglobin.
Pada sistem kardiovaskular, akan terdapat gejala lesu, cepat lelah, palpitasi,
takikardi. Pada sistem saraf akan terdapat gejala sakit pada kepala, mata berkunag
kunang, kelemahan otot. Pada kulit akan terdapat perubahan warna menjadi pucat.
2. Gejala khas
Beberapa Gejala khas masing-masing anemia.
No Jenis Anemia Gejala Khas
1. Anemia defisiensi - Kuku sendok (koilonychia)
besi - Atrofi papil lidah
- Stomatitis angularis
- Disfagia
- Atrofi mukosa gaster
2. Anemia  Gambaran umum anemia asam folat dan anemia
megaloblastik defisiensi vitamin B12 yaitu sama :
 Anemia asam  Anemia timbul perlahan dan progresif
folat  Dapat disertai dengan ikterus ringan
 Anemia  Glositis dengan lidah berwarna merah, seperti
defisiensi daging (buffy tongue).
vitamin B12  Pada defisiensi vitamin B12 dijumpai gejala
neuropati:
 Subakut kombinasi degenerasi, seperti neuritis
perifer dimana pasien akan merasa mati rasa,
adanya rasa terbakar pada jari.
 Kerusakan columna posterior, dapat menyebabkan
gangguan posisi, vibrasi dan tes romberg positif.
 Kerusakan pada columa lateralis dengan ditandai
deep refleks hiperaktif dan gangguan serebrasi.
3. Anemia akibat Gejala tidak khas karena lebih di dominasi oleh gejala
penyakit kronik penyakit dasar. Sindrom anemia tidak terlalu mencolok
karena penurunan hemoglobin tidak terlalu berat.
4. Anemia aplastik  Gejala anemia bervariasi mulai dari ringan sampai
berat
 Gejala perdarahan :
- Petekie dan ekimosi
-Perdarahan mukosa : epistaxis, perdarahan
subkonjutiva, perdaraha gusi, hematesis/ melena
 Gejala infeksi :
 ulserasi dimulut, sepsis
 organomegali atau splenomegali

3. Gejala akibat penyakit dasar


Gejala penyakit dasar yang menjadi penyebab anemia. Gejala ini timbul
karena penyakit yang mendasari anemia tersebut. Seperti anemia zat besi yang
disebabkan oleh infeksi cacing tambang berat akan menimbulkan gejala seperti
pembesaran parotis dan telapak tangan akan berwarna kuning.
6. Etiologi
Beberapa etiologi khas masing-masing anemia.
No Jenis Anemia Gejala Khas
1. Anemia defisiensi  Perdarahan menahun saluran cerna
besi  Tukak peptik
 Kanker lambung
 Kanker kolon
 Hemoroid
 Saluran genitalia wanita
 Menorrhagia
 Saluran kemih
 Hematuria
 Saluran napas
 Hemoptoe
 Faktor nutrisi
 Akibat kurangnya jumlah besi total dalam
makanan atau kualitas besi yang kurang baik
seperti makanan banyak serat, rendah vitamin C
 Kebutuhan besi yang meningkat seperti pada
prematuritas.
2. Anemia  Anemia vitamin B12
megaloblastik  Anemia perniciosa
 Anemia asam  Diet vegetarian
folat  Gastrektomi
 Anemia  Anemia asam folat
defisiensi  Kekurangan gizi asam folat
vitamin B12  Penyakit coeliac
 Akibat kehamilan
Pada wanita hamil anemia defisiensi asam folat paling sering
dijumpai karena faktor nutrisi, karena cadangan asam folat
jauh lebih rendah dibandingkan dengan cadangan B12.
3. Anemia akibat  Inflamasi kronik
penyakit kronik  Infeksi kronis seperti seperti TBC paru, infeksi
jamur kronik, bronkhiektasis, infeksi saluran
kemih kronik.
 Inflamasi kronik seperti atritis reumatoid, lupus
eritematosus sistemik, inflammatory bowel
disease.
 Neoplasma ganas pada ginjal, hati, kolon dan
pankreas.
4. Anemia  Anemia sideroblastik sekunder
sideroblastik  Obat (INH, pirazinamid, dan sikloserin)
 Alkohol
 Akibat keracunan timah hitam.
5. Anemia aplastik  Kelainan pada sumsum tulang dalam bentuk aplasia
atau hipoplasia tanpa adanya infiltrasi, supresi atau
pendesakan sumsum tulang.
6. Anemia  Tumor primer (hematologik)
mieloptisik  Limfoma maligna
 Leukimia
 Metastase karsinoma ke sumsum tulang
 Karsinoma payudara, prostat, gaster
 Neuroblastoma
 Mielofibrosis
 Infeksi

7. Diagnosis
Anemia hanyalah suatu sindrom, bukan suatu kesatuan penyakit (disease
entity), yang dapat disebabkan oleh berbagai penyakit dasar (underlying disease).
Hal ini penting diperhatikan dalam diagnosis anemia. Tahap-tahap dalam
diagnosis anemia adalah
1. Anamnesis
Pada kasus anemia, anamnesis dapat dilakukan seperti anamnesisi pada
umumnya tetapi lebih ditekankan untuk menggali dari riwayat penyakit sekarang,
riwayat penyakit terdahulu yang mungkin dapat menyebabkan anemia (misalnya,
melena pada penderita ulkus peptikum, artritis reumatoid, gagal ginjal). Waktu
terjadinya anemia apakah baru, subakut, atau lifelong. Anemia yang baru terjadi
pada umunya disebabkan penyakit yang didapat, sedangkan anemia yang
berlangsung lifelong terutama dengan adanya riwayat keluarga.
Riwayat gizi, serta anamnesis mengenai lingkungan, pemaparan bahan kimia,
riwayat keluarga. Riwayat obat-obatan tertentu seperti alkohol, asam
asetilsalisilat, dan anti inflamasi nonsteroid harus di evaluasi dengan cermat.
Etnis dan daerah asal penderita. Seperti penyakit talasemia dan hemoglobinopati
terutama didapatkan pada penderita dari mediterania, timur tengah, afrika dan
asia tenggara.
2. Pemeriksaan fisik
Tujuan utamanya adalah menemukan tanda keterlibatan organ atau
multisistem dan untuk menilai beratnya kondisi pasien. Pemeriksaan fisik harus
dilakukan secara sistematik dan menyeluruh. Pada kulit, apakah terdapat sianosis,
pucat pada telapak tangan, ikterus, purpura. Pada kuku berbentuk koilonychia
yaitu kuku sendok. Terdapat ikterus menunjukan kemungkinan adanya anemia
hemolitik, konjungtiva pucat. Penonjolang tulang frontoparietal, maksila (facies
rodent/chipmunk) pada talasemia. Pada mulut didapatkan ulserasi, hipertrofi gusi,
perdarahan gusi, atrofi lidah. Terdapat juga splenomegali, limfadenopati,
hepatomegali. Nyeri tulang terutama sternum, nyeri tulang dapat disebabkan oleh
adanya ekspansi karena penyakit infiltratif (seperti pada leukimia mielositik
kronik), lesi litik (pada mieloma multipel atau metastasis kanker). Ulkus rekuren
di kaki, (penyakit sickle cell, sferositosis herediter, anemia sideroblastik
familial). Infeksi rekuren karena neutropenia atau defisiensi imun.
3. Pemeriksaan laboratorium hematologi
Dapat dilakukan secara bertahap. Pemeriksaan berikutnya dilakukan dengan
memperhatikan hasil pemeriksaan terdahulu sehingga dapat terarah dan efisien.
Pemeriksaan yang dapat dilakukan meliputi :
a. Tes penyaring
Tes ini dikerjakan pada tahap awal kasus anemia. Dengan pemeriksaan ini
dapat dipastikan adanya anemia dan bentuk morfologi anemia tersebut.
Pemeriksan ini meliputi :
 Kadar hemoglobin
Menurut WHO, nilai batas hemoglobin (Hb) yang dikatakan anemia untuk
wanita remaja adalah < 12 gr/dl dengan nilai besi serum < 50 mg/ml dan nilai
feritin < 12 mg/ml. Nilai feritin merupakan refleksi dari cadangan besi tubuh
sehingga dapat memberikan gambaran status besi seseorang. Untuk menentukan
kadar Hb darah, salah satu cara yang digunakan adalah metoda
Cyanmethemoglobin. Cara ini cukup teliti dan dianjurkan oleh International
Committee for Standardization in Hemathology (ICSH).
 Indeks eritrosit (MCV, MCH dan MCHC)
Pemeriksaan hemoglobin, hematokrit, jumlah eritrosit, ukuran eritrosit dan
hitung jumlah leukosit. Pada beberapa laboratorium, pemeriksaaan trombosit,
hitung jenis retikulosit harus ditambahkan dalam permintaan pemeriksaan (tidak
rutin diperiksa). Pada automated blood counter didapatkan parameter RDW yang
menggambarkan variasi ukuran sel.
 Morfologi apusan darah tepi
Apusan darah tepi harus di evaluasi dengan baik. beberapa kelainan darah
tidak dapat di deteksi dengan automated blood counter.
 Sel darah merah berinti (normoblas)
Pada keadaan normal, normoblas tidak ditemukan dalam sirkulasi.
Normoblas dapat ditemukan pada penderita dengan kelainan hematologis
(penyakit sickle cell, talasemia, anemia hemolitik) atau merupakan bagian
gambaran dari leukoeritroblastik pada penderita bone marroe repacce ment. Pada
penderita tanpa kelainan hematologis sebelumnya, adanya normoblas dapat
menunjukan adanya penyakit yang mengancam jiwa, seperti sepsis atau gagal
jantung berat.
 Hipersegmentasi neutrofil
Hipersegmentasi neutrofil merupakan abnormalitas yang ditandai dengan
lebih dari 5% neutrofil berlobus >5 dan/atau 1 atau lebih dari neutrofil berlobus
>6. Adanya hipersegmentasi neutrofil dengan gambaran makrositik berhubungan
dengan gangguan sintesis DNA (defisiiensi vitamin B12 dan asam folat).
 Hitung retikulosit
Retikulosit adalah sel darah merah imatur. Hitung retikulosit dapat berupa
presentasi dari sel darah merah, hitung retikulosit absolut, hitung retikulosit
absolut terkoreksi, atau reticulocyte prooduction index. Hitung retikulosit harus di
bandingkan dengan jumlah yang diprodukksi pada penderita tanpa anemia. Faktor
lain yang mempengaruhi hitung retikulosit terkoreksi adalah adanya pelepasan
retikulosit prematur di sirkulasi pada penderita anemia. Retikulosit biasanya
berada di dalam darah selama 24 jam sebelum mengeluarkan sisa RNA dan
menjadi sela darah merah. Apabila retikulosit dilepaskan secara dini dari sumsum
tulang, retikulosit imatur dapat berada di sirkulasi selama 2-3 hari. Hal ini
terutama terjadi pada penderita anemia berat yang menyebabkan peningkatan
eritropoiesis.
 Jumlah leukosit dan hitung jenis
Adanya leukopenia pada penderita anemia dapat disebabkan supresi atau
infi ltrasi sumsum tulang, hipersplenisme atau defi siensi B12 atau asam folat.
Adanya leukositosis dapat menunjukkan adanya infeksi, infl amasi atau keganasan
hematologi. Adanya kelainan tertentu pada hitung jenis dapat memberikan
petunjuk ke arah penyakit tertentu. Peningkatan hitung neutrofil absolut
padainfeks. Peningkatan hitung monosit absolut pada mielodisplasia. Peningkatan
eosinofil absolut pada infeksi tertentu Penurunan nilai neutrofil absolut setelah
kemoterapi. Penurunan nilai limfosit absolut pada infeksi HIV atau pemberian
kortikosteroid
 Jumlah trombosit
Trombositopenia didapatkan pada beberapa kedaan yang berhubungan
dengan anemia, misalnya hipersplenisme, keganasan pada sumsum tulang
belakang, destruksi trombosit autoimun, sepsis, defisiensi folat atau B12.
Peingkatan jumlah trombosit dapat ditemukan pada mieloploriperatif, def fe,
inflamasi, infeksi atau keganasan. Perubahan morfologi trombosit (trombosit
raksasa, trombosit degranulasi) dapat ditemukan pada penyakit mieloproliperatif
atau mielodisplasia.
b. Pemeriksaan sumsum tulang
Indikasi pemeriksaan sumsum tulang pada penderita anemia:
 Abnormalitas hitung sel darah dan/atau morfologi darah tepi
 Sitopenia dengan penyebab tidak diketahui
 Leukositosis dengan penyebab tidak diketahui atau disertai leukosit
abnormal
 Sel teardrops atau leukoeritroblastosis

Gambar 2.4 Sel leukoeritroblastosis

Gambar 2.5 Sel teardrops


 Rouleaux

Gambar 2.6 Rouleaux

 Tidak ada atau rendahnya respons retikulosit terhadap anemia


 Evaluasi penyakit sistemik
 Splenomegali, hepatomegali, limfadenopati yang tidak diketahui
penyebabnya
 Staging tumor: limfoma, tumor solid
 Pemantauan efek kemoterapi
 Fever of unknown origin (dengan kultur sumsum tulang)
 Evaluasi trabekular tulang pada penyakit metabolik
c. Pemeriksaan atas indikasi kusus
Pemeriksaan ini dapat dikerjakan jika telah mempunyai dugaan diagnosis
awal sehingga fungsinya adalah mengkonfirmasi dugaan tersebut. Pemeriksaan
tersebut antara lain :
 Anemia defisiensi besi
Ada tiga uji laboratorium yang dipadukan dengan pemeriksaan kadar Hb
agar hasil lebih tepat untuk menentukan anemia gizi besi. Untuk menentukan
anemia gizi besi yaitu dengan Serum Ferritin (SF). Ferritin diukur untuk
mengetahui status besi di dalam hati. Bila kadar SF < 12 mg/dl maka orang
tersebut menderita anemia gizi besi. Pengukuran Transferin Saturation (ST),
kadar besi dan Total Iron Binding Capacity (TIBC) dalam serum merupakan salah
satu menentukan status besi. Pada saat kekurangan zat besi, kadar besi menurun
dan TIBC meningkat, rasionya yang disebut dengan TS. TS < dari 16 % maka
orang tersebut defisiensi zat besi.
 Anemia megaloblastik
Melakukan pemeriksaan asam folat darah/ eritrosit dan vitamin B12.
 Anemia hemolitik

Dapat dilakukan hitung retikulosit, test coombs, elektroforesis 450 db.


 Anemia pada leukimia akut
Pemeriksaan sitokimia
8. Perbedaan hasil laboratorium
No Jenis Anemia Gejala Khas
1. Anemia Penurunan kadar hemoglobin mulai dari ringan sampai
defisiensi besi berat. MCV <80 fl, MCHC <31% dan MCH menurun.
Pada hapusan darah menunjukkan anemia hipokromik
mikrositer, besi serum <50 mg/dl, TIBC >350 mg/dl,
saturasi transferin <15 %, feritin serum <20 µg/dl
2. Anemia Gambaran pada pemeriksaan darah tepi akan dijumpai
megaloblastik hemoglobin menurun, dijumpai oval makrosit dengan
 Anemia polikilositosis berat, MCV meningkat 110-125 fl,
asam folat sedangkan retikulosit normal. Dijumpai leukopenia ringan
 Anemia dengan hipersegmentasi netrofil, trombositopeni ringan.
defisiensi Pada pemeriksaan sumsum tulang dijumpai hiperplasia
vitamin B12 eritroid dengan sel megaloblast, giant metamielosit, sel
megakariosit yang besar, cadangan besi sumsum tulang
meningkat, kadar bilirubin indirek serum dan LDH
meningkat.
3. Anemia akibat Anemia ringan sampai sedang, hipokromik mikrositer,
penyakit kronik TIBC menurun, MCV 75-90 fl, besi transferin sedikit
menurun, protoporfirin eritrosit meningkat, feritin serum
normal/ meningkat, pada pengecatan sumsum tulang
normal atau meningkat.
4. Anemia Anemia bersifat hipokromik mikrositer dengan gambaran
sideroblastik populasi ganda dimana dijumpai eritrosit hipokromik
mikrositer berdampingan dengan eritrosit normokromik
normositer. Besi serum dan feritin serum normal atau
meningkat. Pada pengecatan sumsum tlang dijumpai
sideroblast cincin > 15% dari sel eritroblas
5. Anemia aplastik anemia normokromik normositer disertai
retikulositopenia, anemia berat < 7 g/dl, leukopenia,
trombositopenia, besi serum normal/ meningkat, TICB
normal, HbF meningkat
6. Anemia anemia normokromik normositer, poikilositosis berat,
mieloptisik tampak normoblast dalam darah tepi, sel mielosit,
metamielosit, stab, kadang-kadang sel blast

9. Alogaritma pendekatan diagnosis anemia

Gambar 2.7 alogaritma pendekatan diagnosis anemia


Gambar 2.8 Klasifikasi anemia makrositik berdasarkan hitung retikulosit

Gambar 2.9 Klasifikasi anemia normositik atau makrositik dengan peningkatan hitung retikulosit
Tabel 2.1 Anemia normokrom normositik tanpa peningkatan respons retikulosit

Gambar 2.10 Klasifikasi anemia mikrositik


BAB 3
KESIMPULAN

Anemia (hemoglobin di bawah 13 g% pada pria dan di bawah 12 g% pada


wanita) merupakan gejala dan tanda dari penyakit-penyakit tertentu yang harus
dicari penyebabnya. Anemia dapat disebabkan karena berkurangnya produksi,
meningkatnya destruksi atau kehilangan sel darah merah. Berdasarkan morfologi,
anemia dapat diklasifi kasikan menjadi anemia makrositik, anemia mikrositik, dan
anemia normositik. Gejala klinis, parameter MCV, RDW, hitung retikulosit, dan
morfologi apus darah tepi digunakan sebagai petunjuk diagnosis penyebab
anemia.

Anda mungkin juga menyukai