Anda di halaman 1dari 110

UNIVERSITAS INDONESIA

GAMBARAN PENGETAHUAN PEDAGANG MI BASAH


TERHADAP PERILAKU PENAMBAHAN BORAKS DAN
FORMALIN PADA MI BASAH DI KANTIN-KANTIN
UNIVERSITAS X DEPOK TAHUN 2012

SKRIPSI

HABSAH

0806323063

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

PROGRAM STUDI ILMU GIZI

DEPOK

JUNI 2012

Gambaran pengetahuan..., Habsah, FKM UI, 2012


UNIVERSITAS INDONESIA

GAMBARAN PENGETAHUAN PEDAGANG MI BASAH


TERHADAP PERILAKU PENAMBAHAN BORAKS DAN
FORMALIN PADA MI BASAH DI KANTIN-KANTIN
UNIVERSITAS X DEPOK TAHUN 2012

SKRIPSI

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Gizi

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

PROGRAM STUDI ILMU GIZI

DEPOK

JUNI 2012

Gambaran pengetahuan..., Habsah, FKM UI, 2012


ii
Universitas Indonesia

Gambaran pengetahuan..., Habsah, FKM UI, 2012


iii

Gambaran pengetahuan..., Habsah, FKM UI, 2012


iv

Gambaran pengetahuan..., Habsah, FKM UI, 2012


v

Gambaran pengetahuan..., Habsah, FKM UI, 2012


KATA PENGANTAR

Segala puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT telah


memperkenankan penulis untuk dapat menyelesaikan Skripsi ini dengan judul
“Gambaran Pengetahuan Pedagang Mi Basah terhadap Perilaku Penambahan
Boraks dan Formalin Pada Mi Basah Di Kantin-Kantin Universitas X Depok
tahun 2012” yang merupakan salah satu syarat guna memperoleh gelar Sarjana
Gizi di Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, Depok.
Penulis menyadari bahwa dalam skripsi ini masih terdapat kekurangan-
kekurangan dan masih jauh dari sempurna. Untuk itu penulis mengharapkan saran
dan kririk dari semua pihak yang bersifat membangun, guna kesempurnaan
Skripsi ini.

Selama penulisan Tugas Akhir ini, banyak pihak yang telah membantu
penulis. Baik itu bantuan moril, materi, dorongan serta bimbingan dari berbagai
pihak. Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Ibu Dr. drh. Yvonne Magdalena Indrawani S.U. selaku Dosen Pembimbing
penulis yang telah banyak membimbing dan memberikan arahan kepada
penulis.
2. Ibu Dr. Ratu Ayu Dewi Sartika. Apt. M.Sc selaku penguji dalam sidang
skripsi penulis yang telah bersedia menjadi penguji dan banyak memberikan
arahan serta bimbingan kepada penulis.
3. Bapak Nurfi Afriansyah, SKM. M.Sc, PH selaku penguji luar dalam siding
skripsi penulis yang telah banyak memberikan kritik dan saran yang
mendukung kesempurnaan skripsi penulis.
4. Seluruh Dosen serta staf dan karyawan Departemen Gizi Fakultas Kesehatan
Masyarakat Universitas Indonesia yang selama ini telah banyak membantu
dan membagi ilmu dan pengetahuan kepada penulis.
5. Buat kedua Orangtua saya tercinta, Mamak dan Bapak serta Abang, kakak,
dan adik-adik penulis yang selalu ada untuk memberikan kasih sayang,
mendo’akan, mendukung dan memberikan motivasi kepada Penulis.

vi

Gambaran pengetahuan..., Habsah, FKM UI, 2012


6. Kepada sahabat-sahabat penulis, Afiatul Rahmi, A.Sri Wahyuni, Lisda
Meyanti Ritonga, Isyah Dianora Manihuruk, Noerwidyanti, Deby Prabu,
Fitri Bawel, Aidah Auliyah, dan teman-teman lain yang tidak penulis
sebutkan satu persatu. Terima kasih atas perhatian, bantuan serta dukungan
moril yang telah memotivasi penulis dalam menyelesaikan Skripsi ini.
7. Kepada Nina, Udin, Fitrop, Dita yang telah membantu penelitian di lab Gizi,
semoga Allah membalas kebaikan kalian. Terima kasih juga buat Nadia
Humaira yang telah berkeringat ria membeli mi basah di kantin-kantin.
8. Kepada Mba Fidya dan Pak Rudi, terima kasih atas bantuannya kepada
penulis dalam menyelesaikan uji laboratorium.
9. Kepada teman-teman KSDI Labuhan Batu, Lisda, Nora, Novikasari, Mba
Susi, Dhani, Jannah, Teguh, Arnold, Heru, dan teman-teman yang lain atas
perhatian dan dukungan kalian dalam menyemangati penulis sehingga
skripsi ini selesai pada waktunya.
10. Kepada teman-teman SMP penulis, Maidar Pratomo, Suriana, Kiki, Fitri,
Asnidar, Pera, Aprida yang telah membantu memberi semangat kepada
penulis.

Akhir kata penulis sampaikan, semoga Skripsi ini bermanfaat bagi banyak
pihak yang membutuhkan.

Depok, Juni 2012

(Habsah)

vii

Gambaran pengetahuan..., Habsah, FKM UI, 2012


ABSTRAK

Judul : Gambaran Pengetahuan Pedagang Mi Basah terhadap


Perilaku Penambahan Boraks dan Formalin pada Mi Basah
di Kantin-kantin Universitas X Depok tahun 2012
Nama Penulis : Habsah
Nama Pembimbing : Dr. drh. Yvonne M. Indrawani, SU.
Jumlah Halaman : 85 halaman

Mi basah merupakan makanan yang sering dikonsumsi oleh masyarakat


karena praktis, mudah diolah serta dapat disajikan dengan cepat. Kadar airnya
dapat mencapai 52% sehingga daya tahan simpannya relatif singkat. Boraks dan
formalin adalah bahan pengawet yang menjadi pilihan untuk mengawetkan mi
basah agar tahan lama, padahal sebenarnya penggunaannya dalam makanan
dilarang. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah pengetahuan pedagang
berpengaruh terhadap perilaku penambahan boraks dan formalin pada mi basah.
Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif menggunakan desain cross
sectional dan percobaan uji boraks dan formalin pada mi basah (mentah dan
matang) dilakukan di laboratorium gizi FKM UI. Gambaran karakteristik
pedagang di kantin sebanyak 55% berumur 41-65 tahun, 55% adalah laki-laki,
55% berpendidikan SMA, pada kelompok pedagang mi mentah dan matang
mempunyai rata-rata pengetahuan 74% meliputi pengetahuan mengenai BTP,
boraks dan formalin. Berdasarkan 20 sampel yang diperiksa, ditemukan 4 sampel
mi mentah positif mengandung boraks dan 7 mi matang positif mengandung
boraks dan formalin. Berdasarkan pengamatan ciri fisiknya, mi basah yang
mengandung boraks dan formalin mempunyai ciri yaitu teksturnya kenyal, lebih
mengkilat, tidak lengket, dan tidak cepat putus, bau menyengat, tahan disimpan
dalam suhu kamar. Kesimpulan penelitian ini menunjukkan bahwa sebagian besar
pedagang mi basah sudah mengerti tentang boraks dan formalin. Walaupun
demikian, masih banyak pedagang yang tetap menggunakannya, meskipun
penggunaan boraks dan formalin dalam makanan dilarang.

Kata Kunci: Pengetahuan, Perilaku, Mi Basah, Boraks, Formalin.

viii
Universitas Indonesia

Gambaran pengetahuan..., Habsah, FKM UI, 2012


ABSTRACT

Title : Determine of seller knowledge about increasing behavior


borax and formalin to wet noodle in canteens of University
of Indoensia 2012
Writer’s Name : Habsah
Lecturer’s Name : Dr. drh. Yvonne M. Indrawani, SU.
Numbers of Page : 85 Pages

Wet noodles is type food often consumed by people everyday because it is


daily practice, easily processed and can be served quickly. It contains water in
which can reach 52%, so that the durability is relative short. Borax and formalin
are preservative of choice for preserving wet for durability, when in fact they use
is prohibited in food. The aims of this study was determine whether knowledge of
wet noodle sellers affected the bahaviot of addition of borax and formalin in wet
noodles. This study is a quantitative study using cross sectional design. The result
of this study showed most characteristic features of respondents age 41-65 years
45%, 55% male, 55% high school education, good knowledge of food additives
46% for fresh noodle respondents and 56 for wet noodle respondents, being
knowledgeable about borax 100% for fresh and wet noodle respondents, good
knowledge of formalin 28,6% for wet noodles respondents. Based on 20 samples
af wet noodles are examined, 4 fresh noodles found contain borax and 7 wet
noodles contain borax and formalin. Based on abservation of physical
characteristics, wet noodles containing borax and formalin has a chewy texture,
more shiny, not sticky, and not broken easily. Pungent odor and can be retained
on temperature room. Conclusion this study proves level of knowledge of
behavior and from results of laboratory tests showed the persistence of wet
noodles seller sell wet noodles was contain borax and formalin.

Kata Kunci: Knowledge, Behavior, Wet noodles, Borax, Formalin.

ix
Universitas Indonesia

Gambaran pengetahuan..., Habsah, FKM UI, 2012


DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ............................................................................................... i


HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS .................................................... ii
HALAMAN PENGESAHAN ................................................................................. iii
SURAT PERNYATAAN ........................................................................................ iv
SURAT PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI ..................................... v
KATA PENGANTAR ............................................................................................. vi
ABSTRAK .............................................................................................................. viii
ABSTRACT ............................................................................................................ ix
DAFTAR ISI ........................................................................................................... x
DAFTAR TABEL ................................................................................................... xiv
DAFTAR GAMBAR............................................................................................... xv
DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................................... xvi

BAB I PENDAHULUAN ....................................................................................... .1


1.1 Latar Belakang............................................................................................. 1
1.2 Rumusan Masalah ....................................................................................... 4
1.3 Pertanyaan Penelitian .................................................................................. 5
1.4 Tujuan Penelitian ......................................................................................... 5
1.4.1 Tujuan Umum ..................................................................................... 5
1.4.2 Tujuan Khusus .................................................................................... 6
1.5 Manfaat Penelitian ....................................................................................... 6
1.5.1 Bagi Produsen Mi ............................................................................... 6
1.5.2 Bagi Masyarakat ................................................................................. 6
1.5.3 Bagi Badan POM ................................................................................ 6
1.5.4 Bagi Rektorat Univ.X Depok ............................................................. 6
1.6 Ruang Lingkup Penelitian ........................................................................... 6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................ 8


2.1 Pengertian Pangan ....................................................................................... 8
2.2 Bahan Tambahan Pangan ............................................................................ 8
2.3 Tujuan Penggunaan Bahan Tambahan Pangan ........................................... 9
2.4 Jenis Bahan Tambahan Pangan ................................................................... 10
2.4.1 Bahan Pengawet ................................................................................... 11
2.4.2 Tujuan Bahan Pengawet....................................................................... 11
2.4.3 Jenis Bahan Pengawet .......................................................................... 12
2.5 Boraks .......................................................................................................... 12
2.5.1 Pengertian Boraks ................................................................................ 12
2.5.2 Fungsi Boraks ...................................................................................... 13
2.5.3 Contoh dan Ciri Makanan yang Mengandung Boraks ......................... 13
x
Universitas Indonesia

Gambaran pengetahuan..., Habsah, FKM UI, 2012


xi

2.5.4 Boraks dan Dampaknya Terhadap Kesehatan ..................................... 14


2.5.5 Cara Mengidentifikasi Adanya Boraks dalam Makanan ..................... 14
2.5.6 Bahan Alami Pengganti Boraks ........................................................... 15
2.6 Formalin ...................................................................................................... 16
2.6.1 Pengertian Formalin ............................................................................. 16
2.6.2 Fungsi Formalin ................................................................................... 16
2.6.3 Sifat Formalin ...................................................................................... 17
2.6.4 Contoh dan Ciri Makanan yang Mengandung Formalin ..................... 18
2.6.5 Dampak Formalin Terhadap Kesehatan ............................................... 19
2.6.6 Cara Mengidentifikasi Adanya Formalin dalam Makanan .................. 20
2.6.7 Bahan Pengawet Pengganti Formalin .................................................. 21
2.7 Peraturan Pemerintah tentang Perlindungan Konsumen ............................. 22
2.8 Pengertian Mi .............................................................................................. 22
2.7.1 Jenis-jenis Mi...................................................................................... 23
2.7.2 Bahan-bahan Pembuat Mi .................................................................. 24
2.7.3 Pengertian Mi Basah........................................................................... 24
2.7.4 Tahapan Pembuatan Mi Basah ........................................................... 25
2.9 Pengetahuan ................................................................................................. 26
2.9.1 definisi Pengetahuan .............................................................................. 26
2.9.2 Klasifikasi Pengetahuan ........................................................................ 26
2.10 Perilaku ...................................................................................................... 28
2.10.1 Definisi Perilaku .................................................................................. 28
2.10.2 Klasifikasi Perilaku ............................................................................. 28
2.11 Kerangka Teori ........................................................................................... 29

BAB III DEFINISI OPRASIONAL DAN HIPOTESIS ...................................... 30


3.1 Kerangka Konsep ....................................................................................... 30
3.2 Definisi Operasional .................................................................................. 30
3.3 Hipotesis..................................................................................................... 32

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN ............................................................. 33


4.1 Desain Penelitian........................................................................................ 33
4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian ..................................................................... 33
4.3 Populasi dan Sampel Penelitian ................................................................. 34
4.3.1 Populasi ............................................................................................. 34
4.3.2 Sampel ............................................................................................... 34
4.4 Pengujian Boraks dan Formalin Mi Basah ................................................ 35
4.4.1 Bahan Mi Basah dan Jumlahnya .................................................... 35
4.5 Cara Pengambilan Uji ................................................................................ 36
4.6 Prosedur Penelitian Uji Boraks .................................................................. 37
4.6.1 Persiapan Alat dan Bahan ................................................................. 37
4.6.2 Cara Kerja Uji Boraks ....................................................................... 38

Universitas Indonesia

Gambaran pengetahuan..., Habsah, FKM UI, 2012


xii

4.7 Prosedur Penelitian Uji Formalin ............................................................... 39


4.7.1 Persiapan Alat dan Bahan ................................................................. 39
4.7.2 Cara Kerja Uji Formalin ................................................................... 40
4.8 Pengumpulan Data ..................................................................................... 41
4.8.1 Data Primer ....................................................................................... 41
4.9 Pengolahan Data Kuesioner, Uji Boraks dan Formalin ............................. 42
4.10 Pengumpulan Data .................................................................................. 43
4.10.1 Petugas Pengumpulan Data ............................................................. 43
4.10.2 Instrumen Penelitian ....................................................................... 43
4.10.3 Prosedur Pengumpulan Data ........................................................... 44
4.10.4 Tahapan Pengolahan Data ............................................................... 45
4.11 Analisis Data ........................................................................................... 46
4.11.1 Univariat.......................................................................................... 46
4.11.2 Bivariat ............................................................................................ 47

BAB V HASIL PENGAMATAN ........................................................................... 48


5.1 Karakteritik Responden.............................................................................. 48
5.1.1 Usia ................................................................................................... 48
5.1.2 Jenis Kelamin .................................................................................... 48
5.1.3 Pendidikan ......................................................................................... 49
5.2 Hasil Pengetahuan Responden Mi Basah................................................... 50
5.2.1 Pengetahuan mengenai Bahan Tambahan Pangan ............................ 50
5.2.2 Pengetahuan mengenai Boraks ......................................................... 51
5.2.3 Pengetahuan mengenai Formalin ...................................................... 53
5.2.4 Pengetahuan Responden Mi Basah Secara Keseluruhan .................. 54
5.3 Deskripsi Sampel Uji Boraks dan Formalin .............................................. 55
5.4 Hasil Uji Boraks ......................................................................................... 56
5.5 Hasil Uji Formalin ..................................................................................... 58
5.6 Hubungan Pengetahuan Responden dengan Perilaku Penambahan
Boraks pada Mi Basah ............................................................................... 60
5.7 Hubungan Pengetahuan Responden dengan Perilaku Penambahan
Formalin pada Mi Basah ............................................................................ 60
5.8 Perlakuan Pedagang Terhadap Mi Basah................................................... 61
5.8.1 Produksi Mi Basah ............................................................................ 61
5.8.2 Harga Mi Basah Perkilogram ............................................................ 62
5.8.3 Penambahan Bahan Tambahan lain dalam Pembuatan Mi Basah
selain Bahan Utama .......................................................................... 62
5.8.4 Daya Tahan Mi Basah ....................................................................... 63
5.8.5 Perlakuan bila Mi Basah Bersisa ...................................................... 63
5.8.6 Pernah Tidaknya Mengikuti Pelatihan Keamanan Pangan ............... 64
5.9 Hasil Pengamatan Ciri Mi Basah yang Positif Mengandung Boraks ........ 65
5.10 Hasil Pengamatan Ciri Mi Basah yang Positif Mengandung Formalin .. 66

Universitas Indonesia

Gambaran pengetahuan..., Habsah, FKM UI, 2012


xiii

BAB VI PEMBAHASAN........................................................................................ 68
6.1 Keterbatasan Penelitian .............................................................................. 68
6.2 Pengetahuan Pedagang Mi Basah .............................................................. 68
6.2.1 Pengetahuan mengenai Bahan Tambahan Pangan .......................... 68
6.2.2 Pengetahuan mengenai Boraks ........................................................ 70
6.2.3 Pengetahuan mengenai Formalin .................................................... 72
6.2.4 Pengetahuan pedagang mi basah secara keseluruhan ....................... 74
6.3 Hasil Uji Kualitatif Boraks pada Mi Basah ................................................ 74
6.4 Hasil Uji Kualitatif Formalin pada Mi Basah ............................................. 75
6.5 Pengetahuan dan Perilaku Penambahan Boraks ......................................... 76
6.6 Pengetahuan dan Perilaku Penambahan Formalin ...................................... 77
6.7 Perilaku Pedagang terhadap Mi Basah........................................................ 77
6.7.1 Penambahan Bahan Tambahan lain dalam Pembuatan Mi Basah
selain Bahan Utama ........................................................................... 77
6.7.2 Daya Tahan Mi Basah ......................................................................... 78
6.7.3 Tindakan bila Mi Basah Bersisa .......................................................... 78
6.7.4 Pernah Tidaknya Mengikuti Pelatihan Keamanan Pangan ................ 79
6.8 Ciri-ciri Fisik Mi Basah yang Positif Mengandung Boraks ........................ 80
6.8.1 Tampak Mengkilat ............................................................................. 80
6.8.2 Tidak Mudah Putus ............................................................................ 80
6.8.3 Tidak Lengket .................................................................................... 80
6.9 Ciri-ciri Fisik Mi Basah yang Positif Mengandung Formalin .................... 80
6.9.1 Bau Formalin Menyengat................................................................... 81
6.9.2 Masa Simpan ...................................................................................... 81
6.9.3 Tampak Mengkilat ............................................................................. 81
6.9.4 Tidak Mudah Putus ............................................................................ 81
6.9.5 Tidak Lengket .................................................................................... 82

BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN ................................................................ 83


7.1 Kesimpulan ................................................................................................. 83
7.2 Saran............................................................................................................ 84

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................... 86


LAMPIRAN .............................................................................................................. 88

Universitas Indonesia

Gambaran pengetahuan..., Habsah, FKM UI, 2012


DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Bahan Pengawet Pengganti Formalin ........................................................ 21


Tabel 3.1 Definisi Operasional penelitian.................................................................. 31
Tabel 4.1 Gambaran Jenis Makanan Menurut Lokasi ............................................... 35
Tabel 4.2 Gambaran distribusi mi menurut sifat, jenis makanan dasar mi
menurut lokasi ........................................................................................... 36
Tabel 4.3 Bahan Penelitian Uji Boraks ...................................................................... 37
Tabel 4.4 Bahan Reagent dan Pengujian Boraks ....................................................... 38
Tabel 4.5 Alat Penelitian Uji Boraks ......................................................................... 38
Tabel 4.6 Bahan Penelitian Uji Formalin................................................................... 39
Tabel 4.7 Bahan Reagent dan Pengujian Formalin .................................................... 39
Tabel 4.8 Alat Penelitian Uji Formalin ...................................................................... 40
Tabel 5.1 Distribusi Responden Berdasarkan Pengetahuan BTP .............................. 50
Tabel 5.2 Distribusi responden berdasarkan kategori pengetahuan BTP .................. 51
Tabel 5.3 Distribusi responden berdasarkan pengetahuan boraks ............................. 52
Tabel 5.4 Kategori pengetahun responden mi basah keseluruhan ............................. 53
Tabel 5.5 Distribusi Responden Berdasarkan Pengetahuan tentang Formalin .......... 53
Tabel 5.6 Distribusi responden berdasarkan kategori pengetahuan formalin ............ 54
Tabel 5.7 Hasil Pemeriksaan Kualitatif Boraks Pada Mi di Seluruh Kantin
Universitas X Depok Tahun 2012 ............................................................. 56
Tabel 5.8 Hasil Pemeriksaan Kualitatif Formalin Pada Mi di Seluruh Kantin
Universitas X Depok Tahun 2012 ............................................................. 58
Tabel 5.9 Tabulasi silang antara pengetahuan dengan perilaku penambahan
boraks pada mi basah................................................................................. 60
Tabel 5.10 Tabulasi silang antara pengetahuan dengan perilaku penambahan
formalin pada mi basah ............................................................................. 60
Tabel 5.9 Ciri-ciri Fisik mi basah matang yang Positif Mengandung Boraks ........... 65
Tabel 5.10 Ciri-ciri Fisik mi basah mentah yang Positif Mengandung Boraks ......... 66
Tabel 5.11 Ciri-ciri Fisik Mi Basah Matang yang Positif Mengandung Formalin .... 67

xiv
Universitas Indonesia

Gambaran pengetahuan..., Habsah, FKM UI, 2012


DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Kerangka Teori...................................................................................... 29


Gambar 3.1 Kerangka konsep penelitian .................................................................. 30
Gambar 4.1 Skema kerja uji kualitatif kandungan boraks pada sampel ................... 39
Gambar 4.1 Skema kerja uji kualitatif kandungan formalin pada sampel ................ 41
Gambar 4.3 Alur Pengumpulan Data ........................................................................ 45
Gambar 5.1 Distribusi Responden Berdasarkan usia ................................................ 48
Gambar 5.2 Distribusi Responden Berdasakan Jenis Kelamin ................................. 49
Gambar 5.3 Distribusi Responden bredasarkan Pendidikan terakhir ....................... 49
Gambar 5.4 Contoh sampel mi mentah, mi basah, dan mi kering ............................ 56
Gambar 5.5 Warna Kertas Uji pada Uji Boraks........................................................ 58
Gambar 5.6. Warna campuran setelah ditetesi reagen A dan reagen B .................... 59
Gambar 5.4 Distribusi Responden Berdasarkan Produksi Mi Basah........................ 61
Gambar 5.5 Distribusi Mi Basah Berdasarkan Harga ............................................... 62
Gambar 5.6 Distribusi Mi Basah Berdasarkan Penambahan BTP ............................ 62
Gambar 5.7 Distribusi Mi Basah Berdasarkan Daya tahannya ................................. 63
Gambar 5.8 Distribusi Mi Basah Berdasarkan Sisa Bahan ....................................... 64
Gambar 5.9 Distribusi responden berdasarkan pernah tidaknya mengikuti
pelatihan ................................................................................................ 64

xv
Universitas Indonesia

Gambaran pengetahuan..., Habsah, FKM UI, 2012


DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 01 Lembar Kuesioner Responden ....................................................... 88


Lampiran 02 Gambar Proses Kerja Uji Boraks ................................................... 91
Lampiran 03 Gambar Proses Kerja Uji Formalin ................................................ 91
Lampiran 04 Tabel Hasil Pemeriksaan Kualitatif Boraks pada Mi Basah .......... 92
Lampiran 05 Tabel Hasil Pemeriksaan Kualitatif Formalin pada Mi Basah ....... 93

xvi
Universitas Indonesia

Gambaran pengetahuan..., Habsah, FKM UI, 2012


BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Makanan merupakan komponen penting yang sangat berperan dalam


kehidupan manusia. Penggunaannya harus memenuhi konsep gizi seimbang yang
mengacu pada Pedoman Umum Gizi Seimbang (PUGS). Memakan makanan
bukan hanya sekedar memasukkan makanan ke dalam saluran pencernaan, namun
hal terpenting dalam menerapkan makan sesuai gizi seimbang haruslah diawali
dengan prasyarat utama apakah pangan yang dikonsumsi aman, bermutu dan
bergizi bagi kepentingan kesehatan. Artinya, keamanan makanan sangat perlu
untuk diperhatikan setiap orang demi terhindar dari berbagai masalah kesehatan
yang timbul akibat mengonsumsi makanan yang tidak memenuhi syarat kesehatan
(Buckle et al, 1987; UU RI no.7 1996).

Salah satu makanan yang populer di masyarakat Indonesia adalah mi. Mi yang
tersedia pun beraneka macam jenisnya, ada yang berbahan dasar mi basah dan ada
pula yang berbahan dasar mi kering. Mi basah (mi basah mentah atau mi basah
matang) merupakan salah satu jenis mi yang sudah dikenal luas dan menjadi
makanan yang disukai masyarakat di Indonesia (JIP, 2006). Bahkan saat ini
Indonesia menempati urutan kedua pengonsumsi mi terbesar di dunia setelah
Korea (http://beritasurabaya.net). Industri mi basah tersebar luas di banyak
wilayah di Indonesia dan kebanyakan diproduksi oleh industri rumah tangga, dan
industri kecil/ menengah (http//warintek.ristek.go.id).

Mi basah matang memiliki kandungan air lebih banyak daripada mi basah


mentah karena mi basah matang telah mengalami proses perebusan dan biasanya
lebih cepat rusak. Dalam kondisi tidak ada penambahan bahan pengawet, mi
basah matang umumnya memiliki umur simpan yang relatif pendek, yaitu berkisar
40 jam karena distribusi dan penjajakannya dilakukan pada suhu ruang.

1
Universitas Indonesia

Gambaran pengetahuan..., Habsah, FKM UI, 2012


2

Sedangkan mi basah mentah mempunyai umur simpan yang relatif lebih lama dari
mi basah matang yaitu 50 – 60 jam pada suhu ruang.

Umur simpan yang relatif pendek pada kedua mi basah ini disebabkan
banyaknya kadar air yang dimiliki. Mi basah matang memiliki kadar air (± 52%)
dan mi basah mentah memiliki kadar air 35% serta aktivitas air (Aw) yang cukup
tinggi sehingga mudah ditumbuhi oleh mikroorganisme (Haryanto & Munarso,
2008). Dengan demikian, kerusakan mi basah terutama disebabkan oleh kadar air
relatif banyak sehingga memudahkan pertumbuhan mikroba. Istilah masyarakat
umum yang sering digunakan produsen atau konsumen tentang kerusakan mi
basah adalah mi menjadi basi.

Pendeknya umur simpan mi basah ini disebabkan oleh kondisi iklim tropis
seperti di Indonesia, kecenderungan terjadinya pencemaran pangan oleh
mikroorganisme menjadi sangat tinggi, karena memang udara yang hangat dan
lembab yang terus menerus terjadi sepanjang tahun merupakan kondisi yang
sangat mendukung pertumbuhan mikroba (JIP, 2006). Produksi yang higienis dan
penyimpanan pada suhu rendah (5oC) akan memperpanjang masa simpan mi
basah. Namun praktik-praktik tersebut kerap tidak diaplikasikan, sehingga sering
dijumpai penyalahgunaan bahan kimia berbahaya seperti penambahan boraks dan
formalin untuk memperpanjang masa simpan. Hal ini terjadi karena kurangya
pengetahuan produsen mengenai keamanan pangan terutama dalam proses
pembuatannya.

Selain kurangnya pengetahuan, penyalahgunaan boraks dan formalin pada


makanan ditambah lagi karena boraks dan formalin mempunyai harga yang relatif
lebih murah dibandingkan dengan harga pengawet yang khusus digunakan untuk
makanan (Medikasari, 2003). Berbagai penelitian dan pengujian menunjukkan
betapa mirisnya keadaan di lapangan. Beberapa laporan baik yang dipublikasi di
media masa maupun dalam laporan ilmiah menunjukkan dengan jelas besaran
permasalahan yang ada (Wiryo, 2011).

Boraks adalah zat pengawet yang banyak digunakan sebagai antiseptik (zat
yang menghambat pertumbuhan dan perkembangan mikroorganisme). Sedangkan

Universitas Indonesia

Gambaran pengetahuan..., Habsah, FKM UI, 2012


3

formalin adalah bahan pengawet yang biasa digunakan sebagai desinfektan, cairan
pembalsem, pengawet jaringan, pembasmi serangga, dan untuk mengawetkan
mayat (Yuliarti, 2007). Namun karena banyak bahan makanan yang mudah rusak
dan mengingat keuntungan produsen semakin menipis, maka dewasa ini orang
cenderung menggunakannya dalam industri rumah tangga sebagai bahan
pengawet makanan seperti pada pembuatan mi dan bakso. Pemakaian bahan
pengawet formalin pada makanan dari satu sisi dapat menguntungkan produsen
karena dengan adanya tambahan dari bahan pengawet ini makanan dapat terhindar
dari mikroba sehingga mempunyai daya simpan lebih lama. Namun di sisi lain,
bahan pengawet tersebut apabila masuk ke dalam tubuh dapat menyebabkan
berbagai masalah yang dapat mempengaruhi kesehatan (Cahyadi, 2008). Boraks
apabila terdapat dalam makanan, maka dalam waktu lama walau hanya sedikit
akan terjadi akumulasi (penumpukan) pada otak, hati, lemak dan ginjal.
Sedangkan bahaya formalin jika telah masuk ke dalam tubuh akan mengakibatkan
rasa terbakar pada hidung dan tenggorokan, sukar bernafas, nafas pendek, sakit
kepala, dan kanker paru-paru (Anonim, 2007).

Pada tahun 2002, masyarakat dikejutkan oleh adanya penelitian dari Badan
Pengawasan Obat dan Makanan yang menemukan adanya kandungan zat
pengawet berbahaya seperti boraks dan formalin dalam bahan makanan jajanan
seperti bakso, mi basah dan ikan asin yang beredar di pasaran. Boraks dan
formalin merupakan penyumbang bahan tambahan pangan berbahaya yang paling
banyak ditemukan pada makanan dan ternyata pemakaian bahan pengawet boraks
dan formalin ini masih terus dilakukan pada bahan pangan sepanjang tahun. Hal
ini dibuktikan pada tahun 2003 BPOM melakukan pengujian pada sampel
berbagai jenis makanan seperti tahu, mi basah, bakso, ikan asin, dan ikan basah
yang beredar di Indonesia. Dari seluruh sampel yang diambil, kandungan boraks
dan formalin paling banyak ditemukan pada mi basah (BPOM, 2004).

Penggunaan boraks dan formalin pada makanan seperti pada mi basah, bakso,
ikan asin, dan tahu seakan sudah menjadi rahasia umum. Pemerintah kota Depok
juga melakukan inspeksi mendadak pada tahun 2005 pada makanan berat seperti
mi basah, bakso, tahu, dan ikan asin. Dari hasil inspeksi ternyata sebagian besar

Universitas Indonesia

Gambaran pengetahuan..., Habsah, FKM UI, 2012


4

makanan mengandung boraks dan formalin, khususnya pada mi basah


(http://www.ui.ac.id/kliping/Jajanan-anak-di-Depok). Penyalahgunaan boraks dan
formalin seperti sudah menjadi fenomena klasik yang belum juga bisa teratasi
karena sampai saat ini penggunaan boraks dan formalin diduga masih terus
digunakan sebagai pengawet dalam bahan makanan.

Pengetahuan menjadi modal utama dalam menentukan perilaku penggunaan


boraks dan formalin. Fenomena penambahan bahan pengawet boraks dan formalin
pada makanan khususnya pada mi basah merupakan cerminan dari minimnya
pengetahuan yang dimiliki pedagang selaku produsen. Pengetahuan seakan
menjadi tujuan ke sekian bagi produsen dalam menentukan keamanan pangan.
Hal ini dibuktikan dengan fakta-fakta yang telah dipaparkan sebelumnya yang
menunjukkan bahwa masih banyak produsen menggunakan bahan pengawet
berbahaya sebagai bahan tambahan pangan dalam makanan. Kurangnya
pengetahuan akan membuat perilaku kebiasaan yang dilakukan tanpa
memperhatikan apakah bahan tambahan pangan yang gunakan akan baik atau
tidak untuk kesehatan (Notoatmodjo, 2002).

Berdasarkan uraian di atas maka penulis tertarik untuk meneliti gambaran


pengetahuan pedagang mi basah terhadap perilaku penambahan boraks dan
formalin pada mi basah di kantin-kantin Universitas X di Kota Depok tahun 2012.

1.2 Rumusan Masalah

Universitas X Depok adalah salah satu perguruan tinggi di Indonesia yang


cukup mempunyai nama karena berbagai prestasi akademik yang telah ditorehkan.
Tentunya bukan hanya prestasi akademik yang diharapkan meningkat, namun
prestasi kesehatan juga menjadi hal penting yang perlu diperhatikan untuk
mendorong meningkatnya prestasi akademik yang dicapai. Kesehatan seseorang
dapat dilihat dari pola hidup dan salah satunya adalah dari segi makanannya
sehari-hari.

Kantin Universitas X merupakan pusat tersedianya berbagai jenis makanan


dan minuman yang disediakan khusus untuk para mahasiswanya. Makanan yang
Universitas Indonesia

Gambaran pengetahuan..., Habsah, FKM UI, 2012


5

disediakan pun beraneka macam jenisnya mulai dari masakan tradisional hingga
masakan modern semuanya ada di setiap kantin Universitas. Salah satu makanan
favorit kegemaran mahasiwa adalah mi, baik mi yang menjadi bahan dasar
makanan maupun mi yang hanya digunakan sebagai pelengkap makanan.

Kegemaran mahasiswa mengonsumsi makanan berbahan dasar mi inilah yang


membuat pedagang kantin menjual beraneka macam makanan dengan bahan dasar
mi yang berbeda jenis pula. Penelitian spesifik belum pernah dilakukan di
Universitas X tentang pengetahuan dan kandungan boraks dan formalin pada mi
basah di kantin-kantin yang telah ada. Oleh karena itu peneliti tertarik untuk
meneliti gambaran pengetahuan pedagang mi basah terhadap perilaku
penambahan boraks dan formalin pada mi basah di kantin-kantin Universitas X di
Kota Depok tahun 2012.

1.3 Pertanyaan Penelitian

1.3.1 Bagaimana gambaran pengetahuan pedagang mi basah di kantin-kantin


Universitas X Depok?
1.3.2 Apakah dalam mi basah yang dijual di kantin-kantin Universitas X Depok
mengandung boraks?
1.3.3 Apakah dalam mi basah yang dijual di kantin-kantin Universitas X Depok
mengandung formalin?
1.3.4 Apakah ada hubungan yang bermakna antara pengetahuan pedagang
dengan perilaku penambahan boraks dan formalin pada mi basah?

1.4 Tujuan Penelitian


1.4.1 Tujuan Umum

Untuk mengetahui gambaran pengetahuan pedagang terhadap perilaku


penambahan boraks dan formalin pada mi basah yang dijual di kantin-kantin
Universitas X Depok tahun 2012.

Universitas Indonesia

Gambaran pengetahuan..., Habsah, FKM UI, 2012


6

1.4.2 Tujuan Khusus


1. Mengetahui gambaran karakteristik pedagang mi basah yang berjualan di
kantin-kantin Universitas X Depok tahun 2012.
2. Mengetahui gambaran perilaku pedagang mi basah mengenai boraks dan
formalin pada mi basah di kantin-kantin Universitas X Depok tahun 2012.
3. Mengetahui pengetahuan pedagang terhadap mi basah yang dijual di
kantin-kantin Universitas X Depok tahun 2012.
4. Mengetahui ada atau tidaknya kandungan boraks pada mi basah yang
dijual di kantin-kantin Universitas X Depok.
5. Mengetahui ada atau tidaknya kandungan formalin pada mi basah yang
dijual di kantin-kantin Universitas X Depok.
6. Mengetahui hubungan antara pengetahuan pedagang dengan perilaku
penambahan boraks dan formalin pada mi basah yang dijual di kantin-
kantin Universitas X Depok tahun 2012.

1.5 Manfaat Penelitian


1. Sebagai masukan bagi produsen yang memproduksi mi basah agar
menggunakan bahan-bahan yang aman dalam proses produksi.
2. Sebagai masukan bagi instansi terkait yaitu Balai Pengawasan Obat dan
Makanan agar lebih memperhatikan penggunaan pengawet sebagai bahan
tambahan makanan khususnya pada mi basah yang beredar di pasaran.
3. Sebagai informasi kepada masyarakat dalam memilih makanan olahan
yang aman untuk dikonsumsi.
4. Sebagai laporan kepada pihak rektorat Universitas X agar menindak
lanjuti masalah ini jika nantinya mi basah yang beredar di kantin-kantin
Universitas tersebut mengandung boraks dan formalin.

1.6 Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif menggunakan desain cross


sectional mengenai gambaran perilaku pengetahuan pedagang mi basah, serta
pemeriksaan boraks dan formalin di kantin-kantin Universitas X Depok Tahun
2012. Penelitian ini dilakukan dengan pertimbangan maraknya penambahan bahan
Universitas Indonesia

Gambaran pengetahuan..., Habsah, FKM UI, 2012


7

pengawet kimia berbahaya boraks dan formalin, yang baik tidak sengaja maupun
sengaja ditambahkan demi memperpanjang masa simpan mi basah. Peneliti
tertarik untuk menganalisis ada tidaknya kandungan boraks dan formalin dalam
bahan mi basah yang dijual di kantin-kantin Universitas X Depok menggunakan
kuesioner perilaku dan pengetahuan pedagang mi basah, tes kit boraks, dan tes kit
formalin. Mi basah yang diambil untuk diperiksa kandungan boraks dan
formalinnya adalah jenis mi basah mentah dan mi basah matang. Makanan dengan
bahan dasar mi basah mentah adalah mi ayam, sedangkan makanan yang
menggunakan bahan mi basah matang adalah soto mi dan mi pempek.

Data mengenai pengetahuan dan perilaku dikumpulkan melalui kuesioner.


Kuesioner perilaku berisi 6 pertanyaan yang menggambarkan perilaku pedagang
terhadap mi basah dan kuesioner pengetahuan berisi 13 pertanyaan terkait
pengetahuan pedagang mengenai bahan tambahan pangan, boraks, dan formalin.
Untuk pemeriksaan boraks dan formalin pada mi basah menggunakan tes kit. Tes
kit boraks dilakukan dengan cara melihat watna kertas uji (tumerik) yang telah
dicelupkan pada campuran yang berisi mi basah, air panas, dan reagen cair.
Sementara tes kit formalin dilakukan dengan cara melihat perubahan warna
campuran yang berisi mi basah, air panas, reagen A, dan reagen B. Penelitian ini
dilakukan di kantin-kantin Universitas X Depok dengan mengumpulkan sampel
mi basah di setiap kantin, selama 3 hari mulai pada tanggal 28 – 30 Mei 2012.

Universitas Indonesia

Gambaran pengetahuan..., Habsah, FKM UI, 2012


BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Pangan


Menurut Peraturan Pemerintah RI nomor 28 tahun 2004 pangan
merupakan segala sesuatu yang bersumber dari sumber hayati dan air, baik yang
diolah maupun yang tidak diolah, yang diperuntukkan sebagai makanan atau
minuman bagi konsumsi manusia, termasuk bahan tambahan pangan, bahan baku
pangan, dan bahan lain yang digunakan dalam proses penyiapan, pengolahan, dan
atau pembuatan makanan atau minuman (Hidayati dan Saparinto, 2006).
Pangan dibedakan atas dua (Hidayati dan Saparinto, 2006; Tejasari,
2005), yaitu:
1. Pangan Segar
Pangan segar adalah pangan yang belum mengalami pengolahan, yang dapat
dikonsumsi langsung atau juga bisa dijadikan bahan baku pengolahan pangan.
Contoh pangan segar buah-buahan segar, beras, gandum, ikan, dan air segar.
2. Pangan Olahan
Pangan olahan atau yang sudah mengalami proses pengolahan menjadi
makanan adalah makanan atau minuman hasil proses dengan cara tertentu atau
metode tertentu, dengan atau tanpa bahan tambahan.
3. Pangan Siap Saji
Pangan siap saji adalah makanan yang sudah diolah dan langsung disajikan
baik di tempat usaha maupun di luar tempat usaha atas dasar pesanan.
Secara keseluruhan, sejak tahun 1996 pemerintah telah menetapkan undang-
undang tentang pangan yang menjelaskan seluruh aspek yang berkaitan dengan
pangan. Mulai dari cara produksi pangan dari produsen hingga sampai kepada
konsumen sebagai penggunanya (UU RI no 7 tahun 1996).

2.2 Bahan Tambahan Pangan


Menurut FAO, bahan tambahan pangan adalah senyawa yang sengaja
ditambahkan ke dalam makanan dengan jumlah dan ukuran tertentu dan terlibat
dalam proses pengolahan, pengemasan, dan atau penyimpanan. Fungsi bahan
8
Universitas Indonesia

Gambaran pengetahuan..., Habsah, FKM UI, 2012


9

tambahan pangan adalah untuk memperbaiki warna, cita rasa, bentuk, tekstur,
serta memperpanjang masa simpan, dan bukan merupakan bahan utama.
Sedangkan menurut Codex bahan tambahan pangan merupakan bahan yang tidak
lazim dikonsumsi sebagai makanan, yang dicampurkan secara sengaja pada proses
pengolahan makanan. Jenis bahan tambahan pangan ini ada yang memiliki nilai
gizi dan ada yang tidak (Hidayati dan Saparinto, 2006).

2.3 Tujuan Penggunaan Bahan Tambahan Pangan


Tujuan penggunaan bahan tambahan pangan adalah meningkatkan atau
mempertahankan nilai gizi dan kualitas daya simpan, menjadikan bahan pangan
lebih mudah disajikan, serta mempermudah persiapan bahan pangan. Adapun
tujuan penggunaan bahan tambahan pangan secara umum adalah (Cahyadi, 2008):
1. Bahan tambahan pangan yang ditambahkan dengan sengaja kedalam
makanan, dengan mengetahui komposisi bahan tersebut dan maksud
penambahan itu dapat mempertahankan kesegaran, cita rasa dan
membantu pengolahan, sebagai contoh pengawet, pewarna dan pengeras.
2. Bahan tambahan pangan yang tidak sengaja ditambahkan, yaitu bahan
yang tidak mempunyai fungsi dalam makanan tersebut, terdapat secara
tidak sengaja, baik dalam jumlah sedikit atau cukup banyak akibat
perlakuan selama proses produksi, pengolahan, dan pengemasan. Bahan
ini dapat pula merupakan residu atau kontaminan dari bahan yang sengaja
ditambahkan untuk tujuan produksi bahan mentah atau penanganannya
yang masih terus terbawa kedalam makanan yang akan dikonsumsi.
Contoh bahan tambahan pangan dalam golongan ini adalah residu
pestisida (termasuk insektisida, herbisida, fungisida, dan rodentisida),
antibiotik, dan hidrokarbon aromatic polisiklis.
Di Indonesia, penggunaan bahan tambahan pangan telah diatur oleh
pemerintah departemen kesehatan. Sementara, pengawasannya dilakukan oleh
Direktorat Jenderal Pengawas Obat dan Makanan (Dirjen POM). Sedangkan di
luar negeri seperti negara adidaya Amerika Serikat, penggunaan dan pengawasan
bahan tambahan pangan dilakukan oleh Food and Drug Administration (FDA),
(Hidayati dan Saparinto, 2006).

Universitas Indonesia

Gambaran pengetahuan..., Habsah, FKM UI, 2012


10

Menurut Cahyadi (2008), Bahan tambahan pangan yang digunakan hanya dapat
dibenarkan apabila:
1. Dimaksudkan untuk mencapai masing-masing tujuan penggunaan dalam
pengolahan;
2. Tidak digunakan untuk menyembunyikan penggunaan bahan yang salah atau
yang tidak memenuhi persyaratan;
3. Tidak digunakan untuk menyembunyikan cara kerja yang bertentangan
dengan cara produksi yang baik untuk pangan;
4. Tidak digunakan untuk menyembunyikan kerusakan bahan pangan.

2.4 Jenis Bahan Tambahan Pangan


Beberapa Bahan Tambahan yang diizinkan digunakan dalam makanan
menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 722/Menkes/Per/IX/1988
diantaranya sebagai berikut:
1. Antioksidan (Antioxidant)
2. Antikempal (Anticaking Agent)
3. Pengatur Keasaman (Acidity Regulator)
4. Pemanis Buatan (Artificial Sweeterner)
5. Pemutih dan Pematang Telur (Flour Treatment Agent)
6. Pengemulsi, Pemantap, dan Pengental (Emulsifier, Stabilizer, Thickener)
7. Pengawet (Preservative)
8. Pengeras (Firming Agent)
9. Pewarna (Colour)
10. Penyedap Rasa dan Aroma, Penguat Rasa (Flavour, Flavour Enhancer)
11. Sekuestran (Sequestrant)
Sedangkan bahan Tambahan yang dilarang digunakan dalam makanan,
menurut Permenkes RI No. 722/Menkes/Per/IX/1988 diantaranya sebagai berikut:
1. Natrium Tetraborat (Boraks)
2. Formalin (Formaldehyd)
3. Minyak nabati yang dibrominasi (Brominated Vegetable Oils)
4. Kloramfenikol (Chlorampenicol)
5. Kalium Klorat (Pottasium Chlorate)

Universitas Indonesia

Gambaran pengetahuan..., Habsah, FKM UI, 2012


11

6. Dietilpirokarbonat (Diethylpyrocarbonate)
7. Nitrofuranzon (Nitrofuranzone)
8. P-Phenetilkarbamida (p-Phenethycarbamide, Dulcin, 4-ethoxyphenyl urea)
9. Asam Salisilat dan garamnya (Salilicylic Acid and its salt)
Menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 722/Menkes/Per/IX/1988,
selain bahan tambahan diatas masih ada bahan tambahan kimia yang dilarang
seperti rhodamin B (pewarna merah), methanyl yellow (pewarna kuning), dulsin
(pemanis sintesis), dan kalsium bromat (pengeras).

2.4.1 Bahan Pengawet


Bahan pengawet adalah bahan tambahan pangan yang dapat mencegah atau
menghambat proses fermentasi, pengasaman, atau penguraian lain terhadap
makanan yang disebabkan oleh mikroorganisme. Bahan tambahan pangan ini
ditambahkan ke dalam makanan yang biasanya mudah rusak, atau disukai bakteri
atau jamur sebagai media pertumbuhan hidup, misalnya pada produk daging,
buah-buahan, dan lain-lain. Definisi lain yang umum dikenal masyarakat dari
bahan pengawet adalah bahan yang mampu menghambat, menahan atau
menghentikan, dan memberikan perlindungan bahan makanan dari proses
pembusukan (Cahyadi,2008).

2.4.2 Tujuan Penggunaan Bahan Pengawet


Secara ideal, bahan pengawet akan menghambat atau membunuh mikroba
yang penting dan kemudian memecah senyawa berbahaya menjadi tidak
berbahaya dan tidak toksik. Secara umum penambahan bahan pengawet pada
pangan bertujuan sebagai berikut (Cahyadi,2008):
1. Menghambat pertumbuhan mikroba pembusuk pada pangan baik yang
bersifat pathogen maupun yang tidak pathogen.
2. Memperpanjang umur simpan pangan
3. Tidak menurunkan kualitas gizi, warna, cita rasa, dan bau bahan pangan
yang diawetkan.
4. Tidak untuk menyembunyikan keadaan pangan yang berkualitas rendah.

Universitas Indonesia

Gambaran pengetahuan..., Habsah, FKM UI, 2012


12

5. Tidak digunakan untuk menyembunyikan penggunaan bahan yang salah


atau yang tidak memenuhi persyaratan.
6. Tidak digunakan untuk menyembunyikan kerusakan bahan pangan.

2.4.3 Jenis Bahan Pengawet


Berdasarkan sumbernya, bahan pengawet dapat digolongkan menjadi 2 yaitu
(Cahyadi, 2008):
1. Zat Pengawet Anorganik
Zat pengawet anorganik yang masih sering digunakan adalah sulfit,
hydrogen peroksida, nitrat dan nitrit.
2. Zat Pengawet Organik
Zat pengawet organik lebih banyak dipakai daripada yang anorganik karena
bahan ini lebih mudah dibuat. Bahan organik ini digunakan baik dalam bentuk
asam maupun dalam bentuk garamnya. Zat kimia yang sering dipakai sebagai
bahan pengawet ialah asam sorbet, asam propionate, asam benzoate, asam asetat
dan epoksida.

2.5 Boraks
2.5.1 Pengertian Boraks
Boraks adalah senyawa bor dengan nama kimia natrium tetraborat
(NaB4O7). Di Jawa Barat dikenal juga dengan nama “bleng”, di Jawa Tengah dan
Jawa Timur dikenal dengan nama “pijer”. Bahan ini digunakan atau ditambahkan
ke dalam bahan pangan agar bahan pangan menjadi lebih kenyal dan awet pula
(Cahyadi, 2008). Boraks mempunyai bentuk padat, jika terlarut dalam air akan
menjadi natrium hidroksida dan asam borat (H3BO3). Dengan demikian bahaya
boraks identik dengan bahaya asam borat (Khamid, 1993). Senyawa-senyawa
asam borat ini mempunyai sifat-sifat kimia sebagai berikut : jarak lebur sekitar
171oC, larut dalam 18 bagian air dingin, 4 bagian air mendidih, 5 bagian gliserol
85%, dan tidak larut dalam eter.
Kelarutan dalam air bertambah dengan penambahan asam klorida, asam
sitrat atau asam tartrat. Mudah menguap dengan pemanasan dan kehilangan satu
molekul airnya pada suhu 1000C yang secara perlahan berubah menjadi asam

Universitas Indonesia

Gambaran pengetahuan..., Habsah, FKM UI, 2012


13

metaborat (HBO2). Asam borat merupakan asam lemah dengan garam alkalinya
bersifat basa, mempunyai bobot molekul 61,83 berbentuk serbuk halus kristal
transparan atau granul putih tak berwarna dan tak berbau serta agak manis
(Cahyadi, 2008).

2.5.2 Fungsi Boraks


Baik boraks ataupun asam borat memiliki khasiat antiseptik (zat yang
menghambat pertumbuhan dan perkembangan mikroorganisme). Pemakaiannya
dalam obat biasanya dalam salep, bedak, larutan kompres, obat oles mulut,
bahkan juga untuk pencuci mata. Boraks juga digunakan sebagai bahan solder,
bahan pembersih, pengawet kayu dan antiseptik kayu (Cahyadi, 2008).
Asam borat dapat dibuat dengan menambahkan asam sulfat atau klorida pada
boraks. Larutannya dalam air (3%) digunakan sebagai obat cuci mata yang
dikenal sebagai boorwater. Asam borat juga digunakan sebagai obat kumur,
semprot hidung dan salep luka kecil. Tetapi bahan ini tidak boleh diminum atau
digunakan pada bekas luka luas, karena beracun bila terserap oleh tubuh (Yuliarti,
2007).

2.5.3 Contoh dan Ciri Makanan yang Mengandung Boraks


Untuk mengetahui makanan mengandung boraks ciri-cirinya sebagai
berikut (Suara Media, 2011):
1. Ciri-ciri mi basah mengandung boraks: Teksturnya kenyal, lebih
mengkilat, tidak lengket, dan tidak cepat putus.
2. Ciri baso mengandung boraks: teksturnya sangat kenal, warna tidak
kecokelatan seperti penggunaan daging namun lebih cenderung keputihan.
3. Ciri-ciri jajanan (seperti lontong) mengandung boraks: teksturnya sangat
kenyal, berasa tajam, seprti sangat gurih dan membuat lidah bergetar dan
meberikan rasa getir.
4. Ciri-ciri kerupuk mengandung boraks: teksturnya renyah dan bisa
menimbulkan rasa getir.

Universitas Indonesia

Gambaran pengetahuan..., Habsah, FKM UI, 2012


14

2.5.4 Boraks dan Dampaknya Terhadap Kesehatan


Boraks menimbulkan efek racun pada manusia, toksisitas boraks yang
terkandung di dalam makanan tidak langsung dirasakan oleh konsumen. Boraks
apabila terdapat pada makanan, maka dalam waktu jangka lama walau hanya
sedikit akan terjadi akumulasi (penumpukan) dalam otak, hati, ginjal dan jaringan
lemak. Pemakaian dalam jumlah banyak dapat menyebabkan demam, depresi,
kerusakan ginjal, nafsu makan berkurang, gangguan pencernaan, kebodohan,
kebingungan, radang kulit, anemia, kejang, pingsan, koma bahkan kematian
(Khamid, 1993).
Selain itu perlu diketahui bahwa selain lewat mulut, boraks bisa masuk ke
dalam tubuh lewat membran mukosa dan permukaan kulit yang luka. Kerena itu
disarankan agar bedak tabur untuk anak-anak tidak mengandung asam borat lebih
dari 5% (Khamid, 1993).
Dalam dosis cukup tinggi dalam tubuh, akan menyebabkan timbulnya
gejala pusing-pusing, muntah, mencret, kram perut, sianosis, kompulsi. Pada anak
kecil dan bayi bila dosis dalam tubuhnya sebanyak 5 gram atau lebih dapat
menyebabkan kematian, sedangkan untuk orang dewasa kematian terjadi pada
dosis 10-20 gram atau lebih (BPOM, 2004).

2.5.5 Cara mengidentifikasi Adanya Boraks dalam Makanan


Berbagai cara atau metode dapat dilakukan untuk mengetahui adanya
kandungan boraks pada makanan, antara lain dengan uji laboratorium
menggunakan tes kit Boraks.
Metode ini adalah metode yang paling praktis digunakan untuk
mengidentifikasi kandungan boraks pada makanan. Metode ini menggunakan
reagen cair dan air panas yang ditambahkan ke dalam sampel uji. Campuran yang
berisi sampel uji, air panas dan reagen cair kemudian diaduk selama beberapa
menit agar sampel uji dapat meresap dengan sempurna. Kemudian celupkan
kertas uji (tumerik) setengah bagian ke dalam campuran. Kertas yang telah
dicelupkan kemudian dikeringkan menggunakan sinar matahari atau diangin-
anginkan hingga kering. Bila bahan yang diuji mengandung boraks, warna kertas
uji setelah dikeringkan berubah dari kuning menjadi merah bata. Begitu pula

Universitas Indonesia

Gambaran pengetahuan..., Habsah, FKM UI, 2012


15

sebaliknya, jika tidak mengandung boraks, warna kertas uji tidak berubah
(EasyTest, 2011).
Menurut Vogel (1979), reaksi yang terjadi antara boraks dengan reagen cair
yang berisi HCl pada uji boraks ini adalah:
Na2B4O7 + 2HCl + 5H2O → 4H3BO3↑ + 2Na+ + 2Cl-
Pada uji boraks sampel mi basah yang akan diperiksa dihaluskan terlebih
dahulu dengan menggunakan mortar. Setelah diambil sesuai ukuran uji, kemudian
ditambah air panas. Jika air yang digunakan itu air dingin, maka tidak akan terjadi
proses kerja meskipun asam ortoborat dilepaskan. Namun ketika air dipanaskan,
jika sampel bahan mengandung boraks, maka asap putih asam borat dilepaskan
sehingga senyawa boraks terlepas ikatannya dengan senyawa yang ada dalam mi
basah. Hal inilah kemudian yang memudahkan kertas uji mengidentifikasi ada
tidaknya kandungan boraks pada mi basah dengan menyelupkan sebagian kertas
kemudian dikeringkan (Vogel, 1979).

2.5.6 Bahan Alami Pengganti Boraks


Beberapa media massa telah menyarankan agar penggunaan bahan
pengganti boraks diterapkan. Beberapa media elektronik maupun cetak sudah
memberikan informasi tentang bahan alami pengganti boraks seperti:
1. Air ki (air abu)
Air ki mengandung antiseptik yang dapat membunuh kuman. Dengan
pemberian air ki, mi basah mampu bertahan sampai dua hari. Cara
penggunaannya agar mi basah tahan lama, pada saat proses pembuatan
adonan, tepung diberi air ki selain diberi air biasa. Air ki juga bisa dibuat
sendiri. Langkah pertama, jerami dibakar hingga jadi abu. Lalu abu jerami ini
dimasukkan ke dalam wadah yang sudah diberi air dan rendam sekitar 1
sampai 2 jam. Selanjutnya saring sehingga sisa bakaran jerami tidak
bercampur dengan air. Air sisa bakaran jerami inilah yang disebut denga air ki
yang dijadikan campuran adonan mi (Soeid & Hardjito, 2012).
2. Keragenan
Keragenan adalah salah satu bahan alami yang dapat digunakan sebagai
pengganti boraks yang berasal dari rumput laut. Fungsinya yang

Universitas Indonesia

Gambaran pengetahuan..., Habsah, FKM UI, 2012


16

mengenyalkan inilah yang membuat keragenan bisa digunakan dalam


makanan dan tidak menimbulkan efek samping. Pada mulanya keragenan
bukan digunakan untuk pengenyal makanan seperti bakso atau mi basah, tapi
untuk saus, susu kental manis, dan es krim. Setelah dicobakan untuk
mengenyalkan bakso, ternyata hasilnya cukup memuaskan dengan sangat
efektif dan murah. Hanya dibutuhkan ongkos sekitar Rp 1000-1500 per
kilogram pembuatan bakso sehingga benar-benar kenyal dan safety. Di
samping itu keragenan mempunyai banyak kandungan mineral dan serat
karena berasal dari rumput laut sehingga lebih sehat digunakan bagi kesehatan
manusia (Soeid & Hardjito, 2012).

2.6 Formalin
2.6.1. Pengertian Formalin
Senyawa ini di pasaran dikenal dengan nama formalin. Di pasaran,
formalin dapat diperoleh dalam bentuk yang sudah diencerkan , yaitu dengan
kadar formaldehidnya 40, 30, 20 dan 10 persen serta dalam bentuk tablet yang
beratnya masing-masing sekitar 5 gram. Formalin adalah larutan yang tidak
berwarna dan baunya sangat menusuk. Di dalam formalin terkandung sekitar 37%
formaldehid dalam air. Biasanya ditambahkan methanol hingga 15% sebagai
pengawet (Handayani, 2006).
Formalin mempunyai banyak nama kimia yang biasa kita dengar di
masyarakat, diantaranya formol, methylene aldehyde, paraforin, morbicid,
oxomethane, polyoxymethylene glycols, methanol, formoform, superlysoform,
formic aldehyde, formalith, tetraoxymethylene, methyl oxide, karsan, trioxane,
oxymethylene dan methylene glycol. Formalin yang biasa ditambahkan pada
makanan adalah larutan 30-50% gas formaldehid, untuk stabilitas dalam larutan
formalin biasanya mengandung methanol 10-15% (Cahyadi, 2008).

2.6.2. Fungsi Formalin


Telah diketahui bahwa formalin sudah sangat umum digunakan dalam
kehidupan sehari-hari. Apabila digunakan dengan benar, formalin akan banyak

Universitas Indonesia

Gambaran pengetahuan..., Habsah, FKM UI, 2012


17

kita rasakan manfaat. Pada dasarnya formalin digunakan sebagai berikut


(Cahyadi, 2008; www.artikelkimia.info, 2012):
 Sebagai desinfektan untuk rumah, perahu, gudang, kain
 Sebagai germisida dan fungisida tanaman dan buah-buahan
 Digunakan pada pabrik sutera sintetik, fenilik resin, selulosa ester, bahan
peledak
 Dalam dunia forografi digunakan untuk mengeraskan film, mencegah
perubahan dan mengkoagulasikan lateks
 Dalam industri tekstil digunakan untuk mencegah bahan menjadi kusut
dan meningkatkan ketahanan bahan tenun
 Dalam bidang farmasi digunakan sebagai pendetoksifikasi toksin dalam
vaksin, obat penyakit kutil karena kemampuannya merusak protein
 Pembunuh kuman sehingga dimanfaatkan untuk pembersih : lantai, kapal,
gudang, dan pakaian.
 Bahan pembuatan pupuk dalam bentuk urea.
 Bahan untuk pembuatan produk parfum.
 Bahan pengawet produk kosmetika dan pengeras kuku.
 Pencegah korosi untuk sumur minyak.
 Bahan untuk insulasi busa.
 Bahan perekat untuk produk kayu lapis (plywood).
 Cairan pembalsam ( pengawet mayat ).
 Dalam konsentrasi yang sangat kecil ( < 1% ) digunakan sebagai pengawet
untuk berbagai barang konsumen seperti pembersih rumah tangga, cairan
pemcuci piring, pelembut, perawat sepatu, sampo mobil, lilin dan
pembersih karpet.

2.6.3. Sifat Formalin


Formaldehid adalah salah satu zat tambahan makanan yang dilarang.
Dipasaran zat ini dikenal dengan nama formalin. Senyawa ini dipasaran dikenal
dengan nama formalin dengan rumus CH2O. Formalin adalah nama komersil dari
senyawa formalin yang mengandung 35 - 40 % dalam air. Formalin biasanya
mengandung alcohol (metanol) sebanyak 10 – 15 % yang berfungsi sebagai
Universitas Indonesia

Gambaran pengetahuan..., Habsah, FKM UI, 2012


18

stabilator supaya formaldehidnya tidak mengalami polimerisasi. Formaldehida


mudah larut dalam air, sangat reaktif dalam suasana alkalis, serta bersifat sebagai
pereduksi yang kuat. Secara alami formaldehida juga dapat ditemui dalam asap
pada proses pengasapan makanan, yang bercampur dengan fenol, keton, dan resin.
Bila menguap di udara, berupa gas tidak berwarna, dengan bau yang tajam
menyengat (Cahyadi, 2008).
Pengawet ini memiliki unsur aldehida yang bersifat mudah bereaksi
dengan protein, karenanya ketika disiramkan ke makanan seperti tahu, formalin
akan mengikat unsur protein mulai dari bagian permukaan tahu hingga terus
meresap kebagian dalamnya. Dengan matinya protein setelah terikat unsur kimia
dari formalin maka bila ditekan tahu terasa lebih kenyal . Selain itu protein yang
telah mati tidak akan diserang bakteri pembusuk yang menghasilkan senyawa
asam, Itulah sebabnya tahu atau makanan berformalin lainnya menjadi lebih awet.
Formaldehida membunuh bakteri dengan membuat jaringan dalam bakteri
dehidrasi (kekurangan air), sehingga sel bakteri akan kering dan membentuk
lapisan baru di permukaan.
Formalin tidak saja membunuh bakteri, tetapi juga membentuk lapisan
baru yang melindungi lapisan di bawahnya, supaya tahan terhadap serangan
bakteri lain. Bila desinfektan lainnya mendeaktifasikan serangan bakteri dengan
cara membunuh dan tidak bereaksi dengan bahan yang dilindungi, maka
formaldehida akan bereaksi secara kimiawi dan tetap ada di dalam materi tersebut
untuk melindungi dari serangan berikutnya. Melihat sifatnya, formalin juga sudah
tentu akan menyerang protein yang banyak terdapat di dalam tubuh manusia
seperti pada lambung. Terlebih, bila formalin yang masuk ke tubuh itu memiliki
dosis tinggi (Cahyadi, 2008).

2.6.4 Contoh dan Ciri Makanan yang Mengandung Formalin


Ciri makanan yang mengandung formalin adalah (Detikhealth, 2012):
1. Mi basah berformalin: Tidak lengket, lebih mengilap, tidak rusak sampai
dua hari pada suhu kamar, dan bertahan lebih dari 15 hari pada suhu
lemari es (10 derajat celsius).

Universitas Indonesia

Gambaran pengetahuan..., Habsah, FKM UI, 2012


19

2. Tahu berformalin: Teksturnya terlampau keras, kenyal tetapi tidak padat.


Tidak rusak sampai 3 hari dalam suhu kamar dan bisa tahan 15 hari dalam
kulkas.
3. Ikan berformalin: Warna insang merah tua tidak cemerlang, bukan merah
segar, dan warna daging ikan putih bersih. Tidak rusak sampai 3 hari pada
suhu kamar.
4. Ikan asin berformalin: Bersih cerah dan tidak berbau khas ikan asin. Tidak
dihinggapi lalat di area berlalat, tidak rusak sampai lebih dari 1 bulan pada
suhu 25 derajat celsius.
5. Bakso berformalin: Teksturnya sangat kenyal, tidak rusak sampai 2 hari
pada suhu kamar.
6. Ayam berformalin: Teksturnya kencang, tidak disukai lalat, tidak rusak
sampai 2 hari pada suhu kamar.

2.6.5 Dampak Penggunaan Formalin Terhadap Kesehatan


Formalin sangat berbahaya jika digunakan tidak sewajarnya mengingat
formalin merupakan zat yang bersifat karsinogenik atau bisa menyebabkan
kanker. Beberapa penelitian terhadap tikus dan anjing menunjukkan bahwa
pemberian formalin pada dosis tertentu pada jangka panjang bisa mengakibatkan
kanker saluran cerna seperti adenocarcinoma pylorus, preneoplastic hyperplasia
pylorus dan adenocarcinoma duodenum. Penelitian lainnya menyebutkan
peningkatan resiko kanker faring ( tenggorokan), sinus dan cavum nasal (hidung)
pada pekerja tekstil akibat paparan formalin melalui hirupan (Yuliarti,2007).
Dalam jumlah sedikit, formalin akan larut dalam air, serta akan dibuang
keluar bersama cairan tubuh. Dengan demikian keberadaan formalin dalam darah
sulit dideteksi. Kekebalan tubuh sangat berperan pada berdampak tidaknya
formalin di dalam tubuh. Jika kekebalan tubuh atau mekanisme pertahanan tubuh
rendah, sangat mungkin formalin berkadar rendah sekalipun bisa berdampak
buruk terhadap kesehatan. Anak-anak, khususnya bayi dan balita, adalah salah
satu kelompok usia yang rentan mengalami gangguan ini. Secara mekanik
integritas mukosa (permukaan) usus dan peristaltic (gerakan usus) merupakan
pelindung masuknya zat asing ke dalam tubuh (Yuliarti,2007).

Universitas Indonesia

Gambaran pengetahuan..., Habsah, FKM UI, 2012


20

Efek samping penggunaan formalin tidak secara langsung akan terlihat.


Efek ini hanya terlihat secara kumulatif, kecuali jika seseorang mengalami
keracunan formalin dengan dosis tinggi. Keracunan formalin bisa mengakibatkan
iritasi lambung dan alergi. Formalin juga bersifat karsinogen (bersifat kanker) dan
mutagen (menyebabkan perubahan fungsi sel). Dalam kadar yang sangat tingi
formalin bisa menyebabkan kegagalan peredaran darah yang bermuara pada
kematian. Efek akut penggunaan formalin adalah:
1. Tenggorokan dan perut terasa terbakar, tenggorokan terasa sakit untuk menelan
2. Mual, muntah, dan diare
3. Mungkin terjadi pendarahan dan sakit perut yang hebat
4. Sakit kepala dan hipotensi ( tekanan darah rendah)
5. Kejang, tidak sadar hingga koma; dan
6. Kerusakan hati, jantung, otak, limpa, pankreas, serta sistem susunan saraf pusat
dan ginjal.
Sementara, efek kronis akibat penggunaan formalin adalah
1. Iritasi pada saluran pernapasan
2. Muntah-muntah dan kepala pusing
3. Rasa terbakar pada tenggorokan
4. Penurunan suhu badan dan rasa gatal di dada; dan
5. Bila dikonsumsi menahun dapat mengakibatkan kanker.

2.6.6 Cara Mengidentifikasi Adanya Formalin pada Makanan


Cara untuk mengetahui adanya kandunga formalin pada makanan bisa
diketahui melalui uji laboratorium. Uji laboratorium yang digunakan pun
berbagai macam. Salah satu uji yang digunakan untuk mengidentifikasi
adanya kandungan formalin pada makanan adalah dengan menggunakan tes
kit formalin. Di dalam tes kit formalin berisi reagen A (HCl) dan reagen B
(Pararosanilin).
Cara menggunakan tes kit formalin dimulai dengan melumatkan makanan
yang akan diuji kandungan formalinna, kemudian ditambahkan air panas,
reagen A dan reagen B. Campuran tersebut kemudian diaduk dan biarkan
selama 5 – 10 menit. Setelah dibiarkan selama waktu yang telah ditentukan,

Universitas Indonesia

Gambaran pengetahuan..., Habsah, FKM UI, 2012


21

amati perubahan warna yang terjadi pada campuran. Bila warna campuran
berubah dari putih menjadi ungu violet, maka dapat dipastikan makanan
tersebut positif mengandung formalin. Begitu pula sebaliknya, bila warna
campuran tidak berubah, makanan tersebut negatif mengandung formalin
(EasyTest, 2012).
Uji formalin ini menggunakan reagen A yang berisi larutan HCl dan
reagen B yang berisi larutan pararosanilin. Pararosanilin dalam uji formalin ini
akan menghasilkan membran sol-gel yang sensitif terhadap formalin. Didalam
membran sol-gel, pararosanilin akan bereaksi dengan formalin dalam larutan
yang masuk ke dalam pori-pori membran. Reaksi keduanya akan membentuk
sebuah kompleks formalin-pararosanilin berwarna ungu. Warna ungu inilah
membuktikan adanya kandungan formalin pada sampel bahan yang diperiksa.
Intensitas warna ungu secara kualitatif dapat digunakan untuk memperkirakan
kadar formalin yang ada di dalam sampel (Azmi, 2010).

2.6.7 Bahan Pengawet Pengganti Formalin


Menurut Institut Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan IPB
bekerjasama dengan jejaring intelijen pangan BPOM-RI (2006), formula
alternative pengganti formalin yang sudah diuji cobakan di beberapa UKM adalah
formula 1/20 Na-asetat. Dalam penggunaannya harus memperhatikan kondisi
hygiene sanitasi dan konsentrasi bahan tambahan yang digunakan. Formula
tersebut dapat berguna untuk pengawet mi apabila sanitasi produksi dalam
keadaan baik, penggunaan formula sesuai dengan konsentrasi yang telah
diujicobakan dan produk mi disimpan pada penyimpanan dingin. Menurut Dr.
Purnama dari Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Gajah Mada (Kompas, 9
Januari 2006). Pengawet alami yang dapat menggantikan formalin adalah
pengawet dari asap cair. Meskipun tidak sehebat dan selama formalin.
Bahan Proses Nama Produk
Tempurung kelapa Pendinginan dan Asap Cair
pencairan asap
Limbah udang Penghilangan protein dan Chitosan
kandungan mineral
melalui proses kimiawi
Kunyit Dicampur dengan bahan

Universitas Indonesia

Gambaran pengetahuan..., Habsah, FKM UI, 2012


22

yang akan diwetkan


Air bawang putih Direndam dengan bahan
yang akan diawetkan
Jerami Padi Merang dibakar, abunya Air ki
dicampur air dan
diendapkan
Air Kelapa Air kelapa diberi mikroba Asam Sitbat

2.7 Peraturan Pemerintah tentang Perlindungan Konsumen


Konsumen adalah setiap orang pemakai barang dan/atau jasa yang tersedia
dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain
maupun makhluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan. Sedangkan
Perlindungan konsumen adalah segala upaya yang menjamin adanya kepastian
hukum untuk memberi perlindungan kepada konsumen (UU RI no 8 1999).
Pemerintah secara jelas sudah menetapkan Undang-Undang tentang
Perlindungan Konsumen, meliputi hak dan kewajiban konsumen agar
melindungi konsumen dari makanan yang tidak aman bagi kesehatan. Oleh
karena itu, konsumen perlu cermat dalam memilih makanan yang aman sesuai
dengan ketetapan yang berlaku. Bila ada keluhan konsumen terkait masalah
keamanan pangan yang dapat mengganggu kesehatan, konsumen bisa
mengadukan permasalahan ini kepada lembaga yang berwajib menangani
bidang keamanan pangan.

2.8 Pengertian Mi
Mi merupakan salah satu makanan populer di asia, khususnya Asia Timur dan
Asia Tenggara. Menurut catatan sejarah, mi pertama kali dibuat di daratan cina
sekitar 2000 tahun yang lalu. Dari cina mi menyebar ke jepang, korea, Taiwan,
dan negara-negara asia tenggara termasuk Indonesia. Di benua Eropa mi mulai
berkembang sejak marcopolo berkunjung ke cina dan membawa oleh-oleh mi.
Selanjutnya mi dikenal sebagai pasta di eropa seperti yang kita kenal saat ini
(http//wikipedia.org).
Sejak mulai diperkenalkan di berbagai negara di asia, mi berkembang menjadi
berbagai bentuk dan tipe. Di Indonesia mi digunakan sebagai bahan baku dalam
berbagai masakan daerah, antara lain soto mi dan toge goreng (Bogor), Pempek
(Palembang), Mi kocok (Jawa Barat), mi juhi, mi jawa, dan masakan-masakan
Universitas Indonesia

Gambaran pengetahuan..., Habsah, FKM UI, 2012


23

lainnya. Di masa mendatang penggunaan mi akan semakin meluas karena sifat


penggunaannya yang praktis, mudah, dan rasanya yang enak. Tidak hanya itu,
kini mi digunakan sebagai pangan alternatif pengganti nasi. Hal ini sangat
menguntungkan jika dilihat dari sudut pandang penganekaragaman konsumsi
pangan. Dengan demikian ketergantungan terhadap satu jenis makanan pokok
(nasi) akan berkurang bahkan terhindar.
Mi atau mie adalah adonan tipis dan panjang yang telah digulung,
dikeringkan, dan dimasak dalam air mendidih. Istilah ini juga merujuk kepada mi
kering yang harus dimasak kembali dengan dicelupkan dalam air.
Mi adalah nama generik. Orang Eropa menyebut pasta (dari bahasa Italia)
secara generik, dan noodle (bahasa Inggris) untuk pasta yang berbentuk
memanjang. Namun begitu, di Eropa bahan baku mi biasanya dari jenis-jenis
gandum, sementara di Asia bahan baku mi lebih bervariasi. Di Asia sendiri, pasta
yang dibuat selalu berbentuk memanjang. Berbagai bentuk mi dapat ditemukan di
berbagai tempat. Perbedaan mi terjadi karena campuran bahan, asal-usul tepung
sebagai bahan baku, serta teknik pengolahan (http://id.wikipedia.org, 2012).

2.7.1 Jenis-jenis Mi
Berdasarkan segi tahap pengolahan dan kadar airnya, menurut Koswara,
2005, mi dapat dibagi menjadi 5 golongan:
1. Mi basah mentah/ segar adalah mi produk langsung dari proses
pemotongan lembaran adonan dengan kadar air 35 persen.
2. Mi basah matang, adalah mi mentah yang sebelum dipasarkan mengalami
perebusan dalam air mendidih lebih dahulu, jenis mi ini memiliki kadar air
sekitar 52 persen.
3. Mi kering, adalah mi mentah yang langsung dikeringkan, jenis mi ini
memiliki kadar air sekitar 10 persen.
4. Mi goreng, adalah mi mentah sebelum dipasarkan lebih dahulu digoreng.
5. Mi instan (mi siap hidang), adalah mi mentah, yang telah mengalami
pengukusan dan dikeringkan sehingga menjadi mi instan kering atau
digoreng sehingga menjadi mi instan goreng ( instant freid noodles).

Universitas Indonesia

Gambaran pengetahuan..., Habsah, FKM UI, 2012


24

2.7.2 Bahan-bahan Pembuat Mi


Tepung terigu merupakan bahan dasar pembuatan mi. tepung terigu
diperoleh dari biji gandum (Triticum vulgare) yang digiling. Tepung terigu
berfungsi membentuk struktur mi, sumber protein dan karbohidrat. Kandungan
protein utama tepung terigu yang berperan dalam pembuatan mi adalah gluten.
Gluten dapat dibentuk dari gliadin (prolamin dan gandum) dan glutenin. Protein
dalam tepung terigu dalam pembuatan mi harus dalam jumlah yang cukup tinggi
supaya mi menjadi elastis dan tahan terhadap penarikan sewaktu proses
produksinya. Bahan-bahan yang digunakan antara lain air, garam, bahan
pengembang, zat warna, bumbu dan telur.
Air berfungsi sebagai media reaksi antara gluten dan karbohidrat,
melarutkan garam dan membentuk sifat kenyal gluten. Pati dan gluten
akanmengembang dengan adanya air. Ai yang digunakan sebaiknya menggunakan
PH antara 6-9, hal ini disebabkan absorpsi air semakin meningkat dengan naiknya
PH. Makin banyak air yang diserap, mi menjadi tidak mudah patah. Jumlah air
yang optimum membentuk pasta yang baik. Garam berperan dalam member rasa,
memperkuat tekstur mi, meningkatkan fleksibilitas dan elastisitas mi serta
mengikat air. Garam dapat menghambat aktifitas enzim protease dan emilase
sehingga pasta tidak bersifat lengket dan tidak mengembang secara berlebihan.
Putih telur akan menghasilkan suatu lapisan tipis dan kuat pada permukaan mi.
lapisan tersebut cukup efektif untuk mencegah penyerapan minyak sewaktu
digoreng dan kekeruhan saus mi sewaktu pemasakan. Lesitin pada kuning telur
merupakan pengemulsi yang baik, dapat mempercepat hidrasi air pada terigu, dan
bersifat mengembangkan adonan (Koswara, 2005).

2.7.2 Pengertian Mi Basah


Mi merupakan makanan yang sangat digemari mulai anak-anak sampai
orang dewasa. Alasannya karena rasanya yang enak, praktis, dan mengenyangkan.
Di pasaran saat ini dikenal ada beberapa jenis mi, yaitu mi mentah (mi pangsit),
mi basah, mi kering, dan mi instan. Mi kering dan instan merupakan mi yang
kering dengan kadar air yang rendah sehingga lebi awet dibandingkan dengan mi
mentah atau mi basah (Murtini dan Widyaningsih, 2006).

Universitas Indonesia

Gambaran pengetahuan..., Habsah, FKM UI, 2012


25

Mi basah atau disebut juga mi kuning adalah jenis mi yang mengalami


proses perebusan setelah tahap pemotongan dan sebelum dipasarkan. Kadar air mi
basah dapat mencapai 52% sehingga daya tahan atau keawetannya cukup singkat.
Pada suhu kamar mi basah ini hanya bertahan 10-12 jam saja karena setelah itu mi
akan berbau asam dan berlendir atau basi (Murtini dan Widyaningsih, 2006).

2.7.3 Tahapan Pembuatan Mi Basah


Tahapan pembuatan mi basah menurut Murtini dan Widyaningsih yaitu:
1. Pencampuran Bahan
Bahan-bahan yang telah disiapkan dicampur menjadi satu, kecuali minyak
kacang. Pencampuran dapat digunakan dengan tangan atau mixer, sampai
membentuk adonan yang homogen, yaitu menggumpal bila dikepal dengan
tangan.
2. Pengulenan Adonan
Adonan yang sudah berbentuk gumpalan selanjutnya diuleni. Pengulenan
ini dapat menggunakan alat kayu berbentuk silindris. Pengulenan dilakukan secara
berulang-ulang sampai adonan kalis (halus).
3. Pembentukan Lembaran
Adonan yang sudah kalis sebagian dimasukkan ke dalam mesin pembuat mi
untuk mendapatkan lembaran-lembaran. Pembentukan lembaran ini diulang
beberapa kali untuk mendapatkan lembaran yang tipis (tebal 0,8 mm).
4. Pembentukan Mi
Proses pembentukan / pemotongan mi dilakukan dengan alat pencetak mi
(roll press) manual dengan tenaga atau yang digerakkan oleh tenaga listrik.
Lembaran adonan yang tipis dimasukkan ke dalam alat pencetak sehingga
terbentuk mi yang panjang.
5. Perebusan
Mi yang telah terbentuk dimasukkan dalam panci yang berisi air mendidih.
Mi direbus selama 2 menit sambil diaduk perlahan. Perebusan jangan terlalu lama
karena akan membuat mi menjadi lembek.

Universitas Indonesia

Gambaran pengetahuan..., Habsah, FKM UI, 2012


26

6. Pendinginan
Mi hasil perebusan kemudian ditiriskan, selanjutnya didinginkan secara cepat
dengan disiram air. Agar mi tidak lengket diberi minyak kacang atau minyak
goring sambil diaduk-aduk agar merata.

2.9 Pengetahuan
2.8.1 Definisi Pengetahuan
Pengetahuan merupakan hasil dari tahu. Pengetahuan terjadi setelah orang
melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Pengindraan yang terjadi
pada manusia bisa berupa penglihatan, pendengaran, penciuman, peraba, dan
perasa. Namun indera penglihatan dan pendengaran merupakan indera yang
paling dominan dalam mendapatkan pengetahuan (Kusrini, 2006).
Menurut Martin dan Oxman, Pengetahuan merupakan kemampuan untuk
membentuk model mental yang menggambarkan objek dengan tepat dan
merepresentasikan dalam tindakan yang dilakukan terhadap suatu objek (Kusrini,
2006).

2.8.2 Klasifikasi Pengetahuan


Pengetahuan dapat diklasifikasikan menjadi 3, yaitu pengetahuan
procedural (procedural knowledge), pengetahuan deklaratif (declarative
knowledge), dan pengetahuan tacit (tacit knowledge). Pengetahuan procedural
lebih menekankan kepada bagaimana melakukan sesuatu. Pengetahuan deklaratif
menjawab pertanyaan apakah sesuatu bernilai salah atau benar. Sedangkan
pengetahuan tacit merupakan pengetahuan yang tidak diungkapkan dengan
bahasa. Contoh: Bagaimana cara kita memindahkan tangan (Kusrini, 2006).
Pengetahuan menjadi hal yang sangat penting guna mendorong perilaku
seseorang. Pengetahuan seseorang dapat dikelompokkan menjadi 6 tingkatan
yaitu (Efendi dan Makhfudli, 2009):
a. Tahu (Know)
Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipalajari
sebelumnya. Termasuk ke dalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat
kembali (recall) sesuatu yang spesifik dari suatu bahan yang dipelajari atu

Universitas Indonesia

Gambaran pengetahuan..., Habsah, FKM UI, 2012


27

rangsangan yang telah diterima. Tahu merupakan tingkat pengetehuan yang paling
rendah. Predikat yang menjadi ukuran bahwa seseorang tahu tentang apa yang
dipelajari antara lain adalah menyebutkan, menguraikan, mendefenisikan,
menyatakan, dan sebagainya.
b. Memahami (comprehension)
Memahami didefenisikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara
benar tentang objek yang diketahui dan dapat menginterpretasiakan materi
tersebut secara benar. Orang yang sudah paham objek yang diketahui, maka orang
itu dapat menginterpretasikan materi yang telah dipelajari dengan dapat
menjelaskan, menyebutkan contoh, menyimpulkan, meramalkan, dan sebagainya.
c. Aplikasi (application)
Defenisi aplikasi adalah kemampuan untuk menggunakan materi yang telah
dipelajari pada situasi atau kondisi real. Aplikasi lebih bersifat kepada penerapan
atau penggunaan hokum-hukum, rumus, metode, prinsip, dan sebagainya.
d. Analisis (analysis)
Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan suatu materi atau suatu
objek ke dalam komponen-komponen tetapi masih didalam satu struktur
organisasi dan masih ada kaitannya satu sama lain. Kata kerja yang lebih
menggambarkan kepada kemampuan analisis ini seperti dapat menggambarkan,
membedakan, memisahkan, mengelompokkan, dan sebagainya.
e. Sintesis (synthetic)
Sintesis menunjukan kepada suatu kemampuan untuk meletakkan atau
menghubungkan bagian-bagian didalam suatu bentuk keseluruhan yang baru.
Artinya sintesis merupakan kemampuan menyusun formula baru dari formulasi-
formulasi yang telah ada, misalnya dapat menyusun, merencanakan,
menyesuaikan, dan sebagainya.
f. Evaluasi (evaluation)
Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau
penilaian terhadap suatu materi atau objek. Penilaian evaluasi dapat didasarkan
pada kriteria yang ditentukan diri sendiri atau menggunakan kriteria yang telah
ada sebelumnya.

Universitas Indonesia

Gambaran pengetahuan..., Habsah, FKM UI, 2012


28

2.10 Perilaku
2.9.1 Defenisi Perilaku
Perilaku manusia pada hakekatnya adalah proses interkasi individu dengan
lingkungannya sebagai manifestasi hayati bahwa dia adalah makhluk hidup
(Notoatmodjo, 2003).

2.9.2 Klasifikasi Perilaku


Dilihat dari bentuk respon terhadap stimulus ini maka perilaku dapat dibedakan 2
yaitu (Notoatmodjo, 2003):
1. Perilaku tertutup (covert behavior)
Respons seseorang terhadap stimulus dalam bentuk tertutup (covert.) Respons
atau reaksi terhadap stimulus ini masih terbatas pada perhatian, persepsi,
pengetahuan/kesadaran, dan sikap yang terjadi pada orang yang menerima
stimulus tersebutdan belum dapat diamati secara jelas oleh orang lain. Misalnya:
seorang ibu hamil tahu pentingnya periksa kehamilan, seorang pemuda tahu
bahwa HIV/AIDS dapat menular melalui hubungan seks dan sebagainya.

2. Perilaku terbuka (overt behavior)


Respons seseorang terhadap stimulus dalam bentuk terbuka (overt). Respons
terhadap stimulus ini sudah jelas dalam bentuk tindakan atau praktek (practice)
yang mudah dapat diamati atau dilihat oleh orang lain. Misalnya seorang ibu
memeriksakan kehamilannya atau membawa anaknya kepuskesmas untuk
diimunisasi, penderita TBC minum obat secara teratur dan sebagainya
(Notoatmojo,2003).
Determinan perilaku dapat dibedakan 2 yaitu :
1. Faktor internal yakni karakteristik orang yang bersangkutan misalnya:
tingkat kecerdasan, tingkat emosional, jenis kelamin dan sebagainya.
2. Faktor eksternal yakni lingkungan baik lingkungan fisik, sosial, budaya,
ekonomi dan sebagainya. Faktor lingkungan ini sering merupakan faktor
yang dominan yang mewarnai perilaku seseorang.

Universitas Indonesia

Gambaran pengetahuan..., Habsah, FKM UI, 2012


29

2.11 Kerangka Teori

Presdisposing Factor
Pengetahuan
Kepercayaan
Nilai
Persepsi

Enabling Factor
Ketersediaan fasilitas
Keterjangkauan fasilitas Perilaku
Keterampilan petugas
Komitmen pemerintah

Reinforcing Factor
Sikap dan perilaku
pedagang, keluarga, guru,
petugas, tokoh masyarakat
dan sebaginya
Gambar 2.1 Kerangka Teori

Sumber: Lawrence W. Green et al, Health Education Planning, A


Diagnostic Approach, 1980

Universitas Indonesia

Gambaran pengetahuan..., Habsah, FKM UI, 2012


BAB III
KERANGKA KONSEP, DEFINISI OPERASIONAL DAN HIPOTESIS

3.1 Kerangka Konsep


Kerangka konsep dalam penelitian ini adalah:

Karakteristik:
- Usia
- Jenis Kelamin Perilaku Penambahan Boraks
- Pendidikan dan Formalin pada Mi Basah
Terakhir Mentah dan Matang
- Pengetahuan
- Pelatihan
Uji Laboratorium dengan
tes kit Boraks dan Formalin

Gambar 3.1 Kerangka konsep penelitian

3.2 Definisi Operasional


Dalam penelitian ini akan dikumpulkan data dari variabel penelitian.
Untuk memperoleh data penelitian yang dibutuhkan serta memberikan nilai dari
variabel-variabel tersebut maka diperlukan adanya defenisi operasional penelitian.
Definisi operasional ini meliputi variabel, alat yang digunakan dalam mengukur
variabel, cara pemberian nilai terhadap variabel yang diukur, hasil pengukuran,
serta skala ukur yang digunakan dari variabel tersebut. Definisi operasional dari
masing-masing variabel tercantum pada tabel 3.1.

30
Universitas Indonesia

Gambaran pengetahuan..., Habsah, FKM UI, 2012


31

Tabel 3.1 Tabel Definisi Operasional


N Variabel Definisi Cara Ukur Alat ukur Hasil Ukur Skala
o operasional Ukur

1 Usia Lama hidup Wawancara Kuesioner 1. 18-24 tahun Ordinal


responden (Dewasa
yang dihitung Muda)
sejak pertama 2. 25-40 tahun
lahir sampai (Dewasa awal)
ulang tahun 3. 40-65 tahun
terakhir (Dewasa
tengah)

2 Jenis Karakteristik Wawancara Kuesioner 1. Laki-laki Nominal


Kelamin responden 2. Perempuan
yang
dibedakan
secara fisik.

3 Pendidikan Jenjang Wawancara Kuesioner 1. Tamat PT Ordinal


terakhir pendidikan 2. Tamat SMA
terakhir yang 3. Tamat SMP
ditempuh oleh 4. Tamat SD
responden

4 Pengetahuan Segala sesuatu Wawancara Kuesioner 1. Baik :>80% Ordinal


yang diketahui 2. Sedang :60-
responden 80%
mengenai 3. Kurang :<60%
BTP, Boraks,
dan formalin

5 Perilaku Ada tidaknya Sampel mi dihaluskan Tes kit Warna Kertas Ordinal
Penambahan kandungan ½ sdt kemudian boraks yang uji:
Boraks pada boraks sebagai dicampur dengan 10ml terdiri dari:
Mi bahan air mendidih. - Merah bata
pengawet Dinginkan dan - Mortar (+) boraks
kimia di tambahkan 5ml HCl - Gelas - Tidak berubah
dalam bahan dan 4 tetes reagent kaca/tabun warna  (-)
makanan mi. cair. Celupkan kertas g reaksi boraks
uji setengahnya ke - Kertas uji
dalam campuran dan
angin-anginkan.

6 Perilaku Ada tidaknya Sampel mi dihaluskan Tes kit Warna Ordinal


Penambahan penggunaan ½ sdt, tambahkan formalin: campuran:
formalin formalin 20ml air panas.
pada mi sebagai bahan Teteskan reagent A - Mortar - Ungu  (+)
pengawet dan B masing2 4 tetes. - Tabung formalin
kimia di Kocok dan tunggu reaksi - Tidak berubah
dalam bahan selama 5-10 menit, - Reagent A warna (-)
makanan mi amati perubahannya. - Reagent B formalin

Universitas Indonesia

Gambaran pengetahuan..., Habsah, FKM UI, 2012


32

7 Pelatihan Pernah Wawancara Kuesioner Pernah Ordinal


tidaknya mengikuti
responden pelatihan 1
mengikuti
pelatihan Tidak pernah
seputar Bahan mengikuti
Tambahan pelatihan 0
Pangan (BTP)

3.3 Hipotesis
Hipotesis dalam penelitian adalah:
Ho :Tidak ada hubungan yang bermakna antara pengetahuan pedagang
mi basah dengan perilaku penambahan boraks dan formalin pada
mi basah di kantin-kantin Universitas X Depok tahun 2012.
Ha :Ada hubungan antara pengetahuan yang bermakna pedagang mi
basah dengan perilaku penambahan boraks dan formalin pada mi
basah di kantin-kantin Universitas X Depok tahun 2012.

Universitas Indonesia

Gambaran pengetahuan..., Habsah, FKM UI, 2012


BAB IV
METODE PENELITIAN

4.1. Desain Penelitian


Penelitian ini menggunakan desain cross sectional (Potong Lintang) dan
percobaan uji laboratorium. Penelitian ini menggunakan data primer dari kantin-
kantin Universitas X Depok tahun 2012. Variabel dependen dalam penelitian ini
adalah perilaku penambahan boraks dan formalin pada mi basah. Variabel
independennya adalah pengetahuan pedagang (Bahan Tambahan Pangan, Boraks
dan Formalin).
Selain pengetahuan, peneliti juga ingin mengetahui gambaran karakteristik
pedagang (usia, jenis kelamin, pendidikan terakhir) dan Perlakuan Pedagang
terhadap mi basah (produksi mi sendiri, harga mi perkilogram, penambahan bahan
tambahan lain selain bahan utama, daya tahan mi, tindakan yang dilakukan bila mi
bersisa dan pernah tidaknya mengikuti pelatihan seputar bahan tambahan pangan)
yang diulas dalam bentuk deskriptif. Pengumpulan data pengetahuan dan
perlakuan pedagang dilakukan dengan cara wawancara dengan menggunakan
kuesioner.
Perilaku penambahan boraks dan formalin diukur dengan uji laboratorium
secara kualitatif untuk menentukan ada tidaknya kandungan boraks dan formalin
pada mi basah yang dijual di Kantin-kantin Universitas X dengan metode tes kit.
Tes kit boraks diuji dengan menggunakan kertas uji yang dicelupkan ke dalam
larutan yang telah berisi lumatan mi basah, air panas, dan reagent cair. Sementara
tes kit formalin penggunaannya dengan cara melihat warna bahan makanan yang
dicampur dengan reagen A dan reagen B.

4.2. Lokasi dan Waktu Penelitian


Pengambilan sampel dilakukan di kantin tiap fakultas Universitas X
Depok. Jumlah fakultas yang ada di Universitas X Depok berjumlah 10 fakultas.
Sedangkan jumlah kantin yang dimiliki seluruhnya dalam 10 fakultas ada 14
kantin yaitu kantin A, B, C, D, E, F, G, H, I, J, K, L, M dan N. Alasan pemilihan
lokasi kantin Universitas X adalah karena Kantin Universitas banyak menjual
33
Universitas Indonesia

Gambaran pengetahuan..., Habsah, FKM UI, 2012


34

aneka makanan berbahan mi basah sehingga sesuai dengan tempat melakukan


penelitian. Waktu penelitian dilakukan 2 hari pada tanggal 28 – 30 Mei 2012.

4.3. Populasi dan Sampel Penelitian


4.3.1 Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh pedagang mi, baik mi basah
maupun mi kering yang berjualan di kantin-kantin Universitas X Depok tahun
2012 yang berjumlah 64 pedagang yang terdiri dari 24 pedagang mi basah dan 40
pedagang mi kering.

4.3.2 Sampel
Berdasarkan tujuan penelitian, maka sampel yang diambil dalam penelitian ini
adalah pedagang mi basah yang kemudian akan diperiksa mi basahnya. Jumlah
pedagang mi basah berdasarkan survey awal yang telah dilakukan yaitu sebesar
24 pedagang. Sampel yang diambil dalam penelitian ini adalah seluruh pedagang
mi basah, baik mi basah matang maupun mi basah mentah yang berjualan di
kantin-kantin Universitas X Depok tahun 2012. Peneliti menerapkan kriteria
inklusi dan eksklusi untuk memastikan apakah pedagang mi basah dapat
memenuhi kriteria penelitian.
Adapun kriteria inklusi dalam penelitian ini adalah:
1. Seluruh pedagang mi basah yang aktif berjualan di kantin
Sedangkan kriteria eksklusi penelitian ini adalah:
1. Pedagang mi basah yang tidak berjualan selama beberapa hari/minggu
2. Pedagang mi basah yang mengganti bahan mi basah dengan mi kering
Dari hasil kriteria inklusi dan eksklusi, jumlah pedagang mi basah yang
memenuhi kriteria inklusi yaitu 20 dari 24 pedagang. Pedagang yang tidak masuk
dalam penelitian ini adalah pedagang mi basah yang tidak berjualan selama
beberapa hari/minggu yaitu sebanyak 3 pedagang dan pedagang yang mengganti
bahan mi basahnya dengan mi kering sebanyak 1 pedagang. Maka total sampel
yang digunakan dalam penelitian ini adalah 20 pedagang.

Universitas Indonesia

Gambaran pengetahuan..., Habsah, FKM UI, 2012


35

4.4 Pengujian Boraks dan Formalin pada Mi Basah


4.4.1 Bahan Mi Basah dan Jumlahnya
Bahan pengujian boraks dan formalin yang digunakan dalam penelitian ini
adalah mi basah yang terbagi menjadi 2 jenis yaitu mi basah mentah yang biasa
digunakan dalam pembuatan mi ayam dan bakso dan mi basah matang yang
digunakan dalam pembuatan soto mi dan mi pempek.
Berikut ini adalah daftar jenis dan jumlah produk makanan menggunakan
bahan dasar mi di setiap kantinnya.
Tabel 4.1 Gambaran jenis makanan menurut lokasi
N Nama Produk Makanan Jenis mi yang dijual di setiap kantin
o berbahan dasar Mi A B C D E F G H I J K L M N
1 Mi Ayam 1 - 1 1 1 1 2 1 1 1 1 1 1 1
2 Soto Mi 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 - - -
3 Mi Pempek - - - 1 - 1 1 - - - - - - -
4 Mi Bakso 1 - 1 2 2 2 1 2 1 1 1 1 1 -
5 Mi Goreng 1 1 1 1 2 2 1 2 1 1 1 1 1 4
Tabel di atas adalah tabel daftar jenis dan jumlah makanan berbahan dasar
mi yang dijual di 14 kantin yang ada di Universitas X Depok. Jumlah makanan
berbahan dasar mi yang dijual di seluruh kantin di Universitas X adalah 64 jenis
produk. Bahan dasar mi yang digunakan untuk setiap jenis makanan pun jenisnya
berbeda. Berikut ini adalah tabel jenis bahan dasar mi yang digunakan kantin
dalam membuat produk makanannya.

Universitas Indonesia

Gambaran pengetahuan..., Habsah, FKM UI, 2012


36

Tabel 4.2 Gambaran distribusi mi menurut sifat, jenis makanan dasar mi menurut
lokasi
Jenis makanan
Sifat Mi Lokasi Jumlah
Mi ayam Soto mi Mi goreng Mi bakso Mi pempek
A + - - - - 1
B - - - - - 0
C + - - - - 1
D + - - - - 1
E + - - - - 1
F + - - - - 1
Mi G ++ - - - - 2
Mentah H + - - - - 1
I + - - - - 1
J + - - - - 1
K + - - - - 1
L + - - - - 1
M + - - - - 1
N + - - - - 1
Jumlah Total Mi Basah Mentah 14
A - + - - - 1
B - + - - - 1
C - + - + - 2
D - + - - - 1
E - - - - - 0
F - - - - + 1
Mi G - - + - + 2
basah H - + - - - 1
I - + - - - 1
J - - - - - 0
K - + - - - 1
L - - - - - 0
M - - - - - 0
N - - - - - 0
Jumlah Total Mi Basah Matang 11
Mi A + - - - - 1
kering Jumlah Mi Kering 1

4.5 Cara Pengambilan Bahan Uji


Berdasarkan jenis dan jumlah bahan mi yang digunakan pedagang kantin
dalam membuat produk makanannya, maka peneliti mengambil bahan sampel
makanan yang hanya berbahan dasar mi basah sebagai kriteria inklusi penelitian
dan mengambil 1 bahan mi kering bermerk sebagai kontrol. Pengambilan satu
sampel mi kering sebagai kontrol ini didasarkan karena peneliti belum mengetahui
mi basah mana yang tidak mengandung boraks dan formalin dan cukup sulit
untuk mengetahui mi basah mana yang mengandung boraks dan formalin dan mi

Universitas Indonesia

Gambaran pengetahuan..., Habsah, FKM UI, 2012


37

basah yang tidak mengandung boraks dan formalin. Pengambilan sampel mi


kering ini juga didasarkan pada observasi awal yang telah dilakukan bahwa
hampir setiap kantin menyediakan bahan mi kering dengan merk dagang yang
sama sebagai bahan dasar pembuatan mi goreng, mi bakso, dan beberapa soto mi.
Mi kering yang digunakan sebagai kontrol penelitian ini juga sudah diuji
dan menunjukkan bahwa mi kering bermerk tersebut negatif mengandung
formalin. Maka jumlah sampel mi basah yang dipakai peneliti untuk dianalisis
kandungan formalinnya adalah berjumlah 25 mi basah dan 1 sampel mi kering.
Dari 25 bahan sampel mi basah yang akan diteliti, kantin C menjual 2 produk
makanan (mi ayam dan mi bakso) dengan bahan dasar mi basah yang sama.
Sedangkan yang masuk dalam kriteria eksklusi ada 4 mi basah. Jadi total jumlah
bahan sampel mi basah yang digunakan dalam penelitian ini adalah berjumlah 20
sampel dari 14 kantin. Percobaan uji laboratorium ini dilakukan di Laboratorium
Gizi FKM UI.
Pada bab I telah dijelaskan bahwa jenis mi basah ada 2 yaitu mi basah
mentah yang biasa digunakan dalam pembuatan mi ayam dan mi basah matang
yang biasa digunakan dalam pembuatan soto mi dan mi pempek. Jadi jenis dan
jumlah mi basah dan mi kering yang akan dianalisis kandungan formalinnya
adalah sebagai berikut:
1. 13 jenis mi basah mentah yang biasa dipakai dalam pembuatan mi ayam
2. 7 jenis mi basah matang yang biasa dipakai dalam pembuatan soto mi dan
mi pempek. Namun ada beberapa mi goreng yang menggunakan bahan
dasar mi basah yang sama seperti bahan dasar soto mi dan mi pempek.
3. 1 jenis mi kering yang diambil sebagai bahan kontrol penelitian.

4.6 Prosedur Penelitian Uji Boraks


4.6.1 Persiapan Alat dan Bahan
Daftar bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
Tabel 4.3 Bahan Penelitian
No Bahan tes Boraks Jumlah
1 Mi basah matang 7 jenis
2 Mi basah mentah 13 jenis
3 Mi kering 1 jenis

Universitas Indonesia

Gambaran pengetahuan..., Habsah, FKM UI, 2012


38

Tabel 4.4 Bahan Reagent dan Pengujian


No Reagent tes Boraks*
1 Reagent cair
2 Kertas Uji
3 Air Panas
*diperoleh dari CV.ET Group Jl. Jendral Sudirman, Jakarta 10250, Indonesia
Sedangkan alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
Tabel 4.5 Alat Penelitian
No Alat tes kit Boraks Jumlah dan ukuran
1 Mortar 6 bh
2 Sendok teh 10 bh
3 Baker gelas 6 bh @100ml
4 Tabung reaksi 6 bh
5 Pipet tetes 2 bh
6 Kompor listrik 1

4.6.2 Cara Kerja


Prosedur kerja secara kualitatif menggunakan tes kit boraks:
1. Melumatkan/menghaluskan bahan mi basah/mi kering sebanyak 10 gram
menggunakan mortar;
2. Setelah bahan lumat/halus, kemudian mengambil setengah sendok teh dan
memasukkan ke dalam gelas kaca/ tabung reaksi;
3. Menambahkan lumatan/serbuk bahan dengan 10 ml air panas yang berasal
dari aqua gelas. Diaduk dan dibiarkan hingga dingin;
4. Menambahkan 4 tetes reagent cair, kemudian diaduk;
5. Mengambil kertas uji dan menyelupkan ke dalam air campuran sampai
terendam sebagian;
6. Mengeringkan kertas di bawah terik matahari atau diangin-anginkan.
Setelah kering kertas uji yang telah terbasahi tadi diamati. Jika terbentuk
warna merah bata pada kertas, maka dapat disimpulkan bahan yang diuji
mengandung boraks atau asam borat.

Universitas Indonesia

Gambaran pengetahuan..., Habsah, FKM UI, 2012


39

Gambar 4.1 Skema kerja uji kualitatif kandungan boraks pada sampel

4.7 Prosedur Uji Formalin pada Mi Basah


4.7.1 Persiapan Alat dan Bahan
Daftar bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
Tabel 4.3 Bahan Penelitian
No Bahan tes kit Formalin Jumlah
1 Mi basah matang 7 jenis
2 Mi basah mentah 13 jenis
3 Mi kering 1 jenis

Tabel 4.4 Bahan Reagent dan Pengujian


No Reagent tes formalin*
1 Reagent A
2 Reagent B
3 Air panas
*diperoleh dari CV.ET Group Jl. Jendral Sudirman, Jakarta 10250, Indonesia

Universitas Indonesia

Gambaran pengetahuan..., Habsah, FKM UI, 2012


40

Sedangkan alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah:


Tabel 4.5 Alat Penelitian
No Alat tes kit Formalin Jumlah dan ukuran
1 Mortar 6 bh
2 Sendok teh 10 bh
3 Baker gelas 6 bh @100ml
4 Tabung reaksi 6 bh
5 Pipet tetes 2 bh
6 Kompor Gas 1
7 Spatula 3 bh
8 Rak tabung reaksi 1 bh

4.7.2 Prosedur Kerja Uji Formalin


Prosedur kerja uji lab menggunakan tes kit formalin adalah:
1. Melumatkan/menghaluskan bahan mi basah dan mi kering menggunakan
mortar;
2. Setelah bahan lumat/halus, kemudian diambil 10 gram ( ± 1 sendok
makan) dan memasukkan ke dalam beaker gelas;
3. Menambahkan lumatan/serbuk dengan 20 ml air panas. Kemudian diaduk
dan dibiarkan hingga dingin;
4. Mengambil ekstrak sampel (airnya saja), dituangkan ke dalam beaker
gelas sebanyak 5 ml, kemudian pindahkan ke dalam tabung reaksi;
5. Menambahkan reagent A sebanyak 4 tetes kemudian dilanjutkan dengan
reagent B 4 tetes;
6. Mengocok selama beberapa saat dan tunggu selama 5 – 10 menit;
7. Mengamati perubahan warna yang terjadi. Apaila terbentuk warna ungu
maka dapat disimpulkan bahan mi yang diuji mengandung formalin.
Apabila tidak ada perubahan warna (tetap putih) maka sampel mi yang
diuji tidak mengandung formalin.

Universitas Indonesia

Gambaran pengetahuan..., Habsah, FKM UI, 2012


41

Gambar 4.1 Skema kerja uji kualitatif kandungan formalin pada sampel

4.8 Pengumpulan Data


Cara pengumpulan data diperoleh melalui:
4.8.1 Data Primer
Data primer diperoleh dari hasil survey awal berupa wawancara langsung
kepada pedagang mi basah mengenai pengetahuan dan perilaku terhadap mi
basah. Wawancara terhadap pedagang mi basah dilakukan dengan bantuan
kuesioner yang berisi karakteristik pedagang, perlakuan pedagang terhadap mi
basah, dan pengetahuan pedagang mengenai bahan pengawet formalin. Selain
wawancara, data primer penelitian ini juga berupa pengamatan langsung jenis
produk makanan berbahan dasar mi basah dan mi kering di setiap kantin

Universitas Indonesia

Gambaran pengetahuan..., Habsah, FKM UI, 2012


42

Univeristas X dan pemeriksaan laboratorium terhadap kandungan formalin pada


mi basah matang dan mi basah mentah yang dijajakan pedagang kantin.

4.9 Pengolahan Data Kuesioner, Uji Boraks dan Formalin


Pengetahuan adalah segala sesuatu yang diketahui oleh pedagang mi basah
tentang boraks dan formalin yang diukur melalui 13 pertanyaan yang diajukan
kepada responden. Variabel pengetahuan untuk setiap pertanyaan diberi tiga
pilihan jawaban. Masing-masing jawaban mempunyai nilai berbeda. Jawaban
benar mendapat skor 2, jawaban salah diberi skor 1, dan jawaban tidak tahu diberi
skor 0. Jawaban yang dipilih pedagang kemudian diakumulasikan untuk
kemudian dikategorikan sebagai variabel independen berbentuk data numerik.
Pengetahuan pedagang diukur melalui kuesioner dengan total nilai pengetahuan
benar yaitu 18,00 dari 9 pertanyaan mengenai bahan tambahan pangan dan
formalin.
Berdasarkan skor yang diperoleh tersebut maka kriteria pengukuran adalah
sebagai berikut (Khomsan, 2000) :
a. Baik, apabila jawaban responden memiliki skor >80% menjawab benar
dari 13 pertanyaan.
b. Sedang, apabila jawaban responden memiliki skor 60-80% menjawab
benar dari 13 pertanyaan.
c. Rendah, apabila jawaban responden memiliki skor <40% yang menjawab
benar dari 13 pertanyaan yang diajukan.
Sedangkan untuk variabel penggunaan boraks dan formalin diteliti melalui uji
boraks dan formalin pada bahan mi basah. Uji boraks dan formalin ini untuk
mengetahui ada tidaknya kandungan boraks dan formalin pada bahan mi basah
yang dijual pedagang. Bila mi basah yang telah diuji positif mengandung boraks
atau formalin maka diberi skor 1 dan mi basah yang negatif mengandung boraks
atau formalin diberi skor 0. Hasil ini kemudian diakumulasikan untuk kemudian
dikelompokkan menjadi data kategorik.

Universitas Indonesia

Gambaran pengetahuan..., Habsah, FKM UI, 2012


43

4.10 Pengumpulan Data


4.10.1 Petugas Pengumpulan Data
Pengumpulan data ini akan dilakukan langsung oleh peneliti dengan
dibantu oleh rekan-rekan mahasiswa dari jurusan gizi FKM UI angkatan 2008
serta seorang petugas laboratorium Gizi FKM UI.
Tugas dari peneliti adalah mengumpulkan sampel mi basah yang dibeli
dari setiap kantin di Universitas X, mempersiapkan alat dan bahan penelitian,
menjelaskan prosedur kerja analisis kepada tim, mencatat hasil uji analisis, dan
mendokumentasikan prosedur kerja analisi dari awal hingga akhir analisis.

4.10.2 Instrumen Penelitian


Untuk melakukan pengumpulan data, diperlukan instrument penelitian,
yaitu:
1. Sampel mi semi basah produk mi ayam dan mi basah produk soto mi dan
mi pempek.
2. Tes kit Boraks yang terdiri dari:
a. Reagen cair
b. Kertas Uji
3. Tes kit formalin yang terdiri:
a. Reagent A
b. Reagent B
4. Air panas
5. Gelas ukur
6. Beaker gelas
7. Tabung reaksi
8. Pipet tetes
9. Lumpang batu
10. Timbangan makanan
11. Sendok teh
12. Spatula

Universitas Indonesia

Gambaran pengetahuan..., Habsah, FKM UI, 2012


44

4.10.3 Prosedur Pengumpulan Data


Dalam melakukan pengumpulan data, peneliti melakukan tahap-tahap
pengumpulan sebagai berikut:
1. Peneliti mengurus perijinan untuk menggunakan laboratorium Gizi FKM
UI sebagai tempat pengujian bahan mi basah.
2. Peneliti membantu mengumpulkan sampel mi basah dan mi kering dengan
prosedur pengumpulan sebagai berikut:
a. Hari pertama :Peneliti mengumpulkan sampel mi basah dan
mi kering di lokasi kantin A, B, C, K, dan L
b. Hari kedua :Peneliti mengumpulkan mi basah dan mi kering
di lokasi kantin D, E, F, dan G.
c. Hari ketiga : Peneliti mengumpulkan mi basah dan mi kering
di lokasi kantin H, I, J, dan N.
3. Peneliti dan tim melakukan analisis untuk mengetahui ada tidaknya
kandungan formalin dalam sampel mi basah dan mi kering dari hari I
hingga hari III.
4. Peneliti melakukan wawancara kepada pedagang mi basah disertai dengan
pengisian kuesioner pengetahuan mengenai formalin.

Universitas Indonesia

Gambaran pengetahuan..., Habsah, FKM UI, 2012


45

Alur Pengumpulan Data

Hari I Hari II Hari II

Mengambil sampel mi di: Mengambil sampel mi di: Mengambil sampel mi di:


- A :1 mi mentah, 1 mi - D :1 mi mentah, 1 mi - D :1 mi mentah, 1 mi
basah basah basah
- B :1 mi basah - E :1 mi mentah - E :1 mi mentah
- C :1 mi mentah, 2 mi - F :1 mi mentah, 1 mi - F :1 mi mentah, 1 mi
basah basah basah
- K :1 mi mentah, 1 mi - G :2 mi mentah, 2 mi - G :2 mi mentah, 2 mi
basah basah basah
- L :1 mi basah Jumlah mi basah 4, mi Jumlah mi basah 4, mi
Jumlah mi basah 5, mi mentah 5, mi kering 1 mentah 5, mi kering 1
mentah 4, mi kering 1

Dibawa ke Lab.Gizi FKM UI


dengan dimasukkan ke dalam
plastik transparan yg diberi label
dan disimpan dalam box

Persiapan alat, pereaksi, dan bahan


uji Boraks dan Formalin

Uji Boraks dan Formalin

Gambar 4.2 Alur Pengumpulan Data

4.10.4 Tahapan Pengolahan Data


Untuk mendapatkan menghasilkan informasi yang benar dari analisis
penelitian, paling tidak ada empat tahapan dalam pengolahan data yang harus
dilalui (Hastono, 2006), yaitu:

Universitas Indonesia

Gambaran pengetahuan..., Habsah, FKM UI, 2012


46

1. Editing
Tahapan ini merupakan tahap untuk melakukan pengecekan isian semua
kuesioner yang terkumpul apakah jawaban yang ada di kuesioner sudah lengkap,
jelas, relevan, dan konsisten.
2. Coding
Tahapan ini merupakan kegiatan merubah data berbentuk huruf menjadi
data berbentuk angka/bilangan. Misalnya untuk variabel pendidikan dilakukan
koding 1 = SD, 2 = SMP, 3 = SMU dan 4 = PT. Jenis kelamin: 1 = laki-laki dan 2
= perempuan, dsb. Peran dari tahap coding adalah untuk mempermudah pada saat
analisis data dan juga mempercepat pada saat entri data.
3. Processing
Setelah semua kuesioner sudah lengkap diperiksa dan diberi kode, maka
langkah selanjutnya adalah memproses data agar data yang di-entry dapat analisis.
Pemrosesan data dilakukan dengan cara meng-entry data dari kuesioner ke paket
program komputer. Paket program SPSS for Window yang akan digunakan untuk
melakukan tahap entry data.
4. Cleaning
Cleaning (pembersihan data) merupakan tahap pengecekan kembali data
yang sudah di-entry untuk mengetahui adanya kesalahan atau tidak pada hasil
entry data.

4.11 Analisis Data


4.11.1 Univariat

Analisa univariat dilakukan dengan tujuan untuk mendapatkan gambaran


pada masing-masing variabel yang akan diteliti. Data akan disampaikan dalam
bentuk distribusi frekuensi menurut masing-masing variabel yang akan diteliti.
Variabel dependen pada penelitian ini yaitu perilaku penambahan boraks dan
formalin pada mie basah yang dijual di kantin-kantin, sedangkan variabel
independen pada penelitian ini adalah pengetahuan pedagang yang meliputi
pengetahuan seputar bahan tambahan pangan, boraks dan formalin.

Universitas Indonesia

Gambaran pengetahuan..., Habsah, FKM UI, 2012


47

4.11.2 Bivariat

Analisis bivariat ini menggunakan bantuan perangkat lunak. Analisis


bivariat dilakukan dengan tujuan untuk melihat ada atau tidaknya
hubungan SPSS for windows bermakna antara setiap variabel independen
dengan variabel dependen yang akan diteliti. Dalam penelitian ini, analisis
bivariat dilakukan dengan menggunakan uji Chi Square karena seluruh
variabel merupakan data kategorik. Rumus Chi Square adalah sebagai
berikut.

Keterangan :
X2 = Nilai Chi Square
O = Nilai yang diamati
E = Nilai yang diharapkan
Hasil penelitian dinyatakan dalam p value dengan tingkat kemaknaan (α)
5% dan CI 95%. Bila nilai p value ≤ 0,05, maka diputuskan bahwa terdapat
hubungan antara variabel independen yang diteliti dengan variabel dependen.
Namun bila nilai p value > 0,05, maka diputuskan tidak ada hubungan antara
variabel independen yang dimaksud dengan variabel dependen (Sabri dan
Hastono, 2006).

Universitas Indonesia

Gambaran pengetahuan..., Habsah, FKM UI, 2012


BAB V
HASIL PENELITIAN

5.1 Karakteristik Responden


Responden dari penelitian ini adalah pedagang mi basah, baik mi basah
mentah maupun mi basah matang yang berjualan di kantin-kantin Universitas X
Depok. Berikut adalah data karakteristik responden yang telah diberikan
kuesioner hubungan pengetahuan dengan penggunaan formalin. Data yang
disajikan yaitu merupakan gambaran usia, jenis kelamin, dan pendidikan terakhir
responden.
5.1.1 Usia
Berikut ini adalah gambaran usia dari 20 responden pedagang mi basah
berdasarkan usia.

Distribusi Responden Berdasarkan Usia


5%

18-24 th
40% 25-40 th
55%
41-65 th

Gambar 5.1 Distribusi Responden Berdasarkan usia


Dari gambar 5.1, diketahui bahwa responden yang paling banyak adalah
yang berusia 41 – 65 tahun (55%). Sedangkan yang paling sedikit yaitu yang
berusia 18 – 24 tahun (5%). Usia termuda responden adalah 24 tahun dan usia
tertua responden adalah 52 tahun. Namun demikian, semua kategori usia
responden pedagang mi basah masih dalam usia produktif.

5.1.2 Jenis Kelamin


Gambaran jenis kelamin pada penelitian ini dapat dilihat pada gambar di
bawah ini.

48
Universitas Indonesia

Gambaran pengetahuan..., Habsah, FKM UI, 2012


49

Distribusi Responden Berdasarkan Jenis


Kelamin

45% laki-laki
55% perempuan

Gambar 5.2 Distribusi Responden Berdasakan Jenis Kelamin


Gambar 5.2 menunjukkan umur terbanyak responden didominasi oleh
laki-laki, yaitu mencapai 55%. Sedangkan sisanya 45% ditempati oleh responden
perempuan.

5.1.3 Pendidikan
Pendidikan terakhir responden pada penelitian ini dapat ditunjukkan pada
gambar di bawah ini.

Distribusi Responden Berdasarkan Tingkat


Pendidikan terakhir
10% 5%

SD
30% SMP
SMA
55%
PT

Gambar 5.3 Distribusi Responden bredasarkan Pendidikan terakhir


Dari gambar 5.3 terlihat bahwa Sekolah Menengah Atas (SMA) atau sedarajat
dengan SLTA adalah pendidikan terakhir terbanyak yang disandang oleh
responden. Usia paling sedikit yang disandang oleh responden yaitu tamatan
pendidikan Sekolah Dasar (SD) sebanyak 5%.

Universitas Indonesia

Gambaran pengetahuan..., Habsah, FKM UI, 2012


50

5.2 Hasil Pengetahuan Responden Mi Basah


Pengetahuan responden mi basah mentah dan responden mi basah matang
dikelompokkan menjadi 4 macam, yaitu pengetahuan mengenai bahan
tambahan pangan, pengetahuan mengenai bahan pengawet, pengetahuan
mengenai boraks, dan pengetahuan mengenai formalin.

5.2.1 Pengetahuan mengenai bahan tambahan pangan


Tabel 5.1 Distribusi Responden Berdasarkan Pengetahuan BTP
Responden Mi Basah Responden Mi Basah
Mentah Matang
No Jenis Pengetahuan
Benar N Salah N Benar N Salah N
(%) (%) (%) (%)
Pengertian bahan tambahan 5 8 5 2
1 38,5 61,5 71,4 28,6
pangan
2 Manfaat bahan tambahan pangan 53,8 7 46,2 6 71,4 5 28,6 2
3 Contoh bahan tambahan pangan 53,8 7 46,2 6 57,1 5 42,9 2
Ciri-ciri makanan yang 7 6 2 5
4 53,8 46,2 28,6 71,4
mengandung bahan pengawet
Pada tabel 5.1 terlihat kategori pengetahuan seluruh responden dari setiap
pertanyaan kuesioner. Pada pertanyaan mengenai pengertian bahan tambahan
pangan, hanya 38,5% responden mi basah mentah menjawab benar mengenai
pengertian bahan tambahan pangan dan dari responden mi basah cukup baik yaitu
sebanyak 71,4%.
Untuk pertanyaan manfaat bahan tambahan pangan, pengetahuan responden
mi basah mentah dan responden mi basah matang cenderung baik. Hal ini terlihat
dari presentase jawaban benar pada 13 responden mi basah mentah sebesar 53,8%
dan dari 7 responden mi basah matang sebesar 71,4%.
Persentase pengetahuan responden mi basah mentah dari jawaban pertanyaan
contoh bahan tambahan pangan dan ciri-ciri makanan yang mengandung
pengawet bernilai sama yaitu 53,8%. Sedangkan untuk responden mi basah
matang, pengetahuan responden cenderung baik mengenai contoh bahan
tambahan pangan yaitu sebesar 57,1% menjawab benar. Namun untuk
pengetahuan mengenai ciri-ciri makanan yang mengandung bahan pengawet,
persentase responden yang menjawab benar hanya sebesar 28,6%.

Universitas Indonesia

Gambaran pengetahuan..., Habsah, FKM UI, 2012


51

Secara keseluruhan pengetahuan tentang bahan tambahan pangan pada


responden mi basah mentah dan responden mi basah matang dapat dilihat pada
tabel 5.2.
Tabel 5.2 Distribusi responden berdasarkan kategori pengetahuan BTP
Responden mi Responden mi
Kategori basah mentah basah matang
pengetahuan
Jumlah % Jumlah %
Mean 69 % 80 %
Kurang 1 7,7 0 0
Sedang 6 46,2 3 42,9
Baik 6 46,2 4 57,1
Total 13 100,0 7 100,0
Tabel 5.2 menunjukkan kategori pengetahuan responden baik dan sedang
terlihat sama besarnya (46,2%), sedangkan sisanya (1 orang) termasuk ke
dalam kategori pengetahuan kurang. Rata-rata pengetahuan responden mi
basah mentah yaitu sebanyak 69%, sedangkan responden mi basah matang
memiliki rata-rata pengetahuan tentang bahan tambahan pangan sebesar 80%.
Angka rata-rata kedua responden berbeda namun masih dalam kategori yang
sama yaitu sedang. Pada responden mi basah matang, tidak ada ditemui
responden yang mempunyai tingkat pengetahuan kurang. Kelompok
pengetahuan baik lebih banyak pada responden mi basah matang (57,1%)
dibandingkan kelompok pengetahuan sedangnya (42,9%).

5.2.2 Pengetahuan mengenai boraks


Pertanyaan tentang pengetahuan boraks terdiri dari 5, yaitu fungsi boraks
yang sebenarnya, contoh makanan yang mengandung boraks, ciri-ciri mi
basah yang mengandung boraks, boleh tidaknya menambahkan boraks pada
mi basah, dan bahan alami pengganti boraks.
Tabel 5.3 menampilkan kategori responden berdasarkan pengetahuan
boraks dilihat dari presentase dan jumlah responden berpengetahuan baik dan
rendah.

Universitas Indonesia

Gambaran pengetahuan..., Habsah, FKM UI, 2012


52

Tabel 5.3 Distribusi responden berdasarkan pengetahuan boraks


Responden Mi Basah Responden Mi Basah
Mentah Matang
No Pengetahuan Boraks
Benar N Salah N Benar N Salah N
(%) (%) (%) (%)
1 Fungsi boraks yang sebenarnya 0 0 100 13 0 0 100 7
Contoh makanan yang 9 4 4 3
2 69 31 57 43
mengandung boraks
Ciri-ciri mi basah yang 4 9 3 4
3 31 69 43 57
mengandung boraks
Boleh tidaknya menambahkan 13 0 7 0
4 100 0 100 0
boraks pada mi basah
5 Bahan alami pengganti boraks 8 1 92 12 0 0 100 7
Berdasarkan tabel 5.3, terlihat 100% responden mi basah mempunyai
pengetahuan kurang untuk menjawab pertanyaan mengenai fungsi boraks yang
sebenarnya. Hal ini dibuktikan dengan seluruh responden menjawab tidak tahu
dari pertanyaan fungsi boraks yang sebenarnya.
Untuk pertanyaan mengenai contoh makanan yang mengandung boraks,
lebih banyak responden yang menjawab benar. Terlihat pada tabel 5.3 sebanyak
69% responden mi basah mentah dan 57% responden mi basah matang menjawab
benar.
Pengetahuan mengenai ciri-ciri mi basah yang mengandung boraks
cenderung rendah pada kedua responden mi basah, hanya sebesar 31% responden
mi basah mentah dan 43% responden mi basah matang yang menjawab benar
untuk jawaban pertanyaan tersebut.
Sedangkan untuk pertanyaan boleh tidaknya menambahkan boraks pada
makanan terutama mi basah, seluruh responden mi basah menyatakan setuju
untuk tidak meperbolehkan menambahkan boraks pada mi basah.
Dari 20 responden yang diwawancarai, hanya satu orang responden mi
basah yang mengetahui bahan alami pengganti boraks yaitu responden mi basah
mentah. Sementara lainnya mengaku tidak tahu alternatif bahan alami pengganti
boraks.
Secara keseluruhan, rata-rata dan kategori pengetahuan responden mi
basah dapat dilihat pada tabel di bawah ini.

Universitas Indonesia

Gambaran pengetahuan..., Habsah, FKM UI, 2012


53

Tabel 5.4 kategori pengetahun responden mi basah keseluruhan


Responden mi Responden mi
Kategori basah mentah basah matang
pengetahuan
Jumlah % Jumlah %
Mean 70,7% 70%
sedang 13 100,0 7 100,0
Pada tabel 5.4 diketahui bahwa seluruh responden, baik responden dari
pedagang mi basah mentah maupun pedagang mi basah matang, tingkat
pengetahuan mengenai boraks berada pada kelompok pengetahuan sedang.

5.2.3 Pengetahuan mengenai Formalin


Sama seperti boraks, pertanyaan mengenai pengetahuan formalin sama
persis dengan pertanyaan pada pengetahuan boraks hanya berbeda pada
pilihan jawaban yang diberikan.
Berikut ini merupakan distribusi responden berdasarkan pengetahuan formalin
dilihat dari presentase dan jumlah responden menjawab benar dan salah.
Tabel 5.5 Distribusi Responden Berdasarkan Pengetahuan tentang Formalin
Responden Mi Basah Responden Mi Basah
Mentah Matang
No Pengetahuan Formalin
Benar N Salah N Benar N Salah N
(%) (%) (%) (%)
Fungsi formalin yang 9 4 4 3
1 69 31 57 43
sebenarnya
Contoh makanan yang 8 5 5 2
2 62 38 72 28
mengandung formalin
Ciri-ciri mi basah yang 10 3 4 3
3 77 23 57 43
mengandung formalin
Boleh tidaknya menambahkan 13 0 7 0
4 100 0 100 0
formalin pada mi basah
5 Bahan alami pengganti formalin 0 0 100 13 0 0 100 7
Dari tabel 5.5 ditunjukkan bahwa pengetahuan kedua responden mi basah
untuk pertanyaan fungsi formalin yang sebenarnya lebih banyak yang benar.
Jawaban ini terlihat dari 69% responden mi basah mentah dan 57% responden
mi basah matang memilih jawaban benar.
Untuk pertanyaan contoh makanan dan ciri-ciri mi basah yang
mengandung formalin, lebih banyak responden mi basah yang menjawab
dengan benar seperti terlihat pada tabel 5.5 tersebut.

Universitas Indonesia

Gambaran pengetahuan..., Habsah, FKM UI, 2012


54

Kedua responden mi basah, baik responden mi basah mentah maupun


responden mi basah matang, seluruhnya menyatakan tidak boleh
menambahkan formalin pada makanan termasuk mi basah.
Berlawanan dengan jawaban pertanyaan boleh tidaknya menambahkan
formalin yang kesemuanya menjawab benar. Pada pertanyaan mengenai bahan
alami pengganti formalin, seluruh responden menyatakan tidak tahu apa bahan
alami alternatif pengganti formalin.
Rata-rata dan kategori pengetahuan responden mi basah mengenai
formalin secara keseluruhan dapat dilihat pada tabel di bawah ini.
Tabel 5.6 Distribusi responden berdasarkan kategori pengetahuan
formalin
Responden mi basah Responden mi basah
Kategori mentah matang
pengetahuan
Jumlah % Jumlah %
Mean 73,8% 78,5%
Kurang 0 0 0 0
Sedang 13 100,0 5,0 71,4
Baik 0 0 2 28,6
Total 13 100,0 7 100,0
Untuk pengetahuan mengenai formalin, tabel 5.4 di atas menunjukkan
seluruh responden dari pedagang mi basah mentah termasuk dalam kelompok
pengetahuan sedang tentang formalin. Sedangkan untuk responden dari
pedagang mi basah matang lebih banyak yang juga masih dalam tingkat
pengetahuan sedang (71,4%) dibandingkan dengan pengetahuan baik yang
hanya dimiliki oleh 2 orang responden (28,6%).

5.2.4 Pengetahuan Responden Mi Basah secara Keseluruhan

Tabel 5.7 berikut adalah distribusi pengetahuan responden mi basah


secara keseluruhan, baik responden mi basah mentah maupun responden
mi basah matang.
Tabel 5.7 Distribusi Pengetahuan Responden Secara Keseluruhan
No Kategori
N % Mean Min Maks
Pengetahuan
1 Kurang 0 0
2 Sedang 19 95,00
74% 64% 86%
3 Baik 1 5,00
Total 20 100
Universitas Indonesia

Gambaran pengetahuan..., Habsah, FKM UI, 2012


55

Berdasarkan tabel 5.7, diketahui bahwa rata-rata pengetahuan responden


mi basah secara keseluruhan sebesar 74% dengan nilai minimum 64% dan
tertinggi 86% dari total pertanyaan pengetahuan yang dijawab. Artinya, dari
20 responden hanya 1 orang responden mempunyai pengetahuan baik,
sementara 19 orang lainnya termasuk ke dalam kategori pengetahuan sedang.

5.3 Deskripsi Sampel Uji Boraks dan Formalin


Sampel mi basah yang diteliti adanya boraks dan formalinnya diambil dari 14
kantin yang ada di di Universitas X Depok (kantin A, B, C, D, E, F, G, H, I, J, K,
L, M, dan N). Universitas X Depok memiliki 10 fakultas yang setiap fakultasnya
masing-masing memiliki kantin. Rata-rata setiap fakultas mempunyai satu kantin
kecuali pada dua fakultas yang mempunyai 2 kantin dalam satu fakultas. Selain
itu, keberadaan rektorat dan asramanya juga ikut dalam penelitian karena masih
dalam lingkungan Univ. X tesebut. Sebagian besar sampel mi basah matang dan
mi basah mentah yang didapatkan dari pedagang kantin bukan hasil produksi
sendiri, melainkan memesan pada industri rumahan atau membeli di pasar-pasar
terdekat.
Kantin-kantin Universitas X Depok banyak dijual beraneka ragam makanan
terutama berbahan dasar mi, baik sebagai makanan utama maupun makanan
selingan. Berdasarkan hasil observasi yang dilakukan langsung di 14 kantin
tersebut, mi basah matang dan mi basah mentah yang dijual mempunyai
kekenyalan dan daya simpan yang berbeda. Terdapat 25 sampel mi basah dan mi
mentah yang dijual di seluruh kantin. Ada satu pedagang yang menjual berbagai
produk makanan namun bahan dasar yang digunakan adalah sama. Oleh sebab itu
sampel mi basah dan mi kering yang diambil sebagai bahan penelitian ini adalah
sebanyak 24 sampel dari penjual yang berbeda.
Dari 24 sampel mi basah, hanya 20 sampel yang diperiksa kandungan boraks
dan formalinnya, sedangkan 3 sampel masuk dalam kriteria eksklusi karena
pedagangya sudah beberapa minggu tidak berjualan dan sampai penelitian
berlangsung belum juga berjualan dan 1 sampel mi basah telah diganti oleh
pedagangnya menjadi mi kering karena mi basah yang biasa dibeli di pasar tidak
berjualan.

Universitas Indonesia

Gambaran pengetahuan..., Habsah, FKM UI, 2012


56

Berikut ini adalah gambar 5.4 yaitu mi basah matang dan mi basah mentah
yang menjadi bahan uji penelitian, serta mi kering yang digunakan sebagai
kontrol penelitian:

(A) (B) (C)


Gambar 5.4 Contoh sampel mi basah mentah (A), mi basah matang (B) dan mi kering (C)

5.4 Hasil Uji Boraks


Hasil pemeriksaan uji boraks pada 20 sampel mi basah yang berasal dari 14
(empat belas) lokasi di Kantin Universitas X Depok dilakukan di Laboratorium
Gizi Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia dan dapat dilihat pada
tabel berikut ini :
Tabel 5.7 Hasil Pemeriksaan Kualitatif Boraks Pada Mi Basah di Seluruh
Kantin Universitas X Depok Tahun 2012
Jenis Mi Boraks Total
Lokasi
Basah n (+) % n (-) % n %
A, L, C,
M, D, E Mie basah
4 31 9 69 13 100
F, G, H, I, mentah
J, K M
B, I, F, K, Mie Basah
7 0 0 100 7 100
G, C, H Matang
Berdasarkan Tabel 5.2. dapat diketahui bahwa pada 20 sampel mi basah yang
diperiksa secara kualitatif dengan reaksi reagen, terjadi perubahan warna kuning
pada kertas uji menjadi merah kecoklatan atau merah bata pada 11 sampel dari 4
mi basah mentah dan 7 mi basah matang. Sebanyak 31% mi basah mentah dan
seluruh mi basah matang (100%) mengandung boraks. Kemungkinan kadar
boraks yang terkandung dalam mi basah berbeda-beda jumlahnya.
Kadar boraks paling sedikit diduga dimiliki oleh 6 mi basah (3 mi basah
mentah dan 3 mi basah matang). Hal ini terlihat dari sangat sedikit perubahan
warna pada kertas uji setelah dicelupkan pada campuran bahan uji dan reagen
cair. Pada kertas uji hanya terlihat garis warna merah bata pada bagian perbatasan
Universitas Indonesia

Gambaran pengetahuan..., Habsah, FKM UI, 2012


57

antara bagian kertas yang dicelup dan bagian kertas yang tidak dicelup. Perubahan
sedikit warna juga terjadi pada bagian ujung-ujung kertas uji. Perubahan warna
pada kertas uji ini tidak dapat dilihat dari gambar melalui poto kamera karena
perubahan warna yang terjadi sangat sedikit sehingga hanya dapat dilihat oleh
mata telanjang saja.

Kandungan boraks dengan kadar sedikit diduga dimiliki oleh 4 mi basah yang
seluruhnya berasal dari mi basah matang. Perubahan warna pada kertas uji lebih
banyak karena warna kertas yang berubah manjadi merah bata terjadi pada bagian
perbatasan kertas yang dicelup hingga ke bagian tengah. Perubahan warna kertas
ini dapat dilihat melalui gambar kamera yang telah difoto peneliti. Namun
perubahan warna yang terjadi masih tergolong sedikit mengingat tidak seluruh
kertas yang dicelupkan mengalami perubahan warna.

Secara keseluruhan dari 11 mi basah matang dan mi basah mentah yang


mengandung boraks, terdapat satu sampel yang kandungan boraksnya paling
tinggi, yaitu pada sampel Mm J. Hal ini terlihat dari perubahan warna kertas uji
dari kuning menjadi merah bata. Perubahan warna merah bata pada sampel MmJ
terlihat sangat mencolok dan seluruh permukaan kertas yang dicelupkan
mengalami perubahan warna menjadi merah bata seperti pada gambar di bawah
ini. Perubahan warna ini sangat terlihat jelas dan sangat mencolok. Sedangkan
pada kertas uji yang lain terjadi sedikit perubahan wana kertas menjadi merah
bata. Berikut ini adalah gambar perubahan warna kertas pada 20 sampel mi basah
yang diuji kandungan boraksnya.

Universitas Indonesia

Gambaran pengetahuan..., Habsah, FKM UI, 2012


58

Gambar 5.5 Warna Kertas Uji pada Uji Boraks

5.5 Hasil Uji Formalin


Analisa formalin pada mi basah matang dan mi basah mentah yang dijual
di kantin-kantin Universitas X Depok dilakukan pada 20 sampel yang berasal
dari produsen yang berbeda. Terdapat 7 sampel mi basah matang yang
diperiksa, seluruhnya mengandung formalin. Hasil analisa formalin secara
kualitatif dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 5.8 Hasil Pemeriksaan Kualitatif Formalin Pada Mi di Seluruh Kantin
Universitas X Depok Tahun 2012
Jenis Mi Boraks Total
Lokasi
Basah n (+) % n (-) % n %
A, L, C,
M, D, E Mie basah
0 0 13 100 13 100
F, G, H, I, mentah
J, K M
B, I, F, K, Mie Basah
7 100 0 0 7 100
G, C, H Matang
Berdasarkan Tabel 5.8 dapat diketahui bahwa pada 20 sampel mi basah yang
diperiksa secara kualitatif dengan reaksi reagen A dan reagen B, terjadi perubahan
warna ungu pada campuran pada 7 sampel. Pada campuran menunjukkan
perubahan warna setelah ditetesi dengan reagen A dan reagen B dari putih
menjadi ungu violet setelah didiamkan selama 5 – 10 menit. Hal ini menunjukkan
bahwa 7 sampel tersebut mengandung formalin. Adanya kandungan formalin
seluruhnya dimiliki oleh mi basah matang sedangkan mi basah mentah tidak ada
Universitas Indonesia

Gambaran pengetahuan..., Habsah, FKM UI, 2012


59

yang mengandung formalin. Kadar formalin dalam 7 sampel mi basah tersebut


tidak diuji lebih lanjut. Namun diduga ada 1 jenis mi basah matang mempunyai
kandungan formalin paling sedikit daripada kandungan pada mi basah yang lain.
Hal ini terlihat dari perubahan warna pada campuran kurang berwarna ungu
violet. Sedangkan kadar formalin sedang diduga dimiliki oleh 3 mi basah matang
karena warna yang berubah kurang menunjukkan warna ungu violet juga.
Kandungan formalin terbanyak diduga dimiliki oleh 3 mi basah matang.
Perubahan warna ungu violet sangat terlihat jelas warnanya pada campuran.
Untuk lebih jelasnya, berikut ini adalah gambar hasil uji kandungan formalin pada
sampel mi basah dan mi mentah.

Gambar 5.6 Warna campuran setelah ditetesi reagen A dan reagen B

Universitas Indonesia

Gambaran pengetahuan..., Habsah, FKM UI, 2012


60

Analisis Bivariat
5.6 Hubungan Pengetahuan Responden dengan Perilaku Penambahan
Boraks pada Mi Basah
Tabel 5.9 Tabulasi silang antara pengetahuan dengan perilaku penambahan
boraks pada mi basah
Hasil uji Boraks Total
Kategori
n P value
Pengetahuan % n (-) % n %
(+)
Sedang 10 53 9 47 19 100
1,00
Baik 1 100 0 0 1 100
Total 11 55 9 45 20 100
Hasil analisis hubungan antara pengetahuan dengan perilaku penambahan
boraks pada mi basah diperlihatkan pada tabel 5.9 dan diperoleh bahwa ada
sebanyak 10 (53%) pengetahuan sedang dimiliki oleh responden yang mi
basahnya positif mengandung boraks. Hasil uji statistik diperoleh nilai p
value=1,00 maka dapat disimpulkan tidak ada perbedaan proporsi tingkat
pengetahuan antara responden yang mi basahnya mengandung boraks dengan
yang tidak (tidak ada hubungan yang signifikan antara pengetahuan dengan
perilaku perilaku penambahan boraks pada mi basah).

5.7 Hubungan Pengetahuan Responden mengenai Boraks dengan


Perilaku Penambahan Formalin pada Mi Basah
Tabel 5.10 Tabulasi silang antara pengetahuan dengan perilaku penambahan
formalin pada mi basah
Hasil uji Formalin Total
Kategori
n P value
Pengetahuan % n (-) % N %
(+)
Sedang 6 32 13 68 19 100
0,35
Baik 1 100 0 0 1 100
Total 7 35 13 65 20 100
Tabel 5.10 menunjukkan hasil analisis hubungan antara pengetahuan
dengan perilaku penambahan formalin pada mi basah. dari tabel 5.10
diperoleh bahwa sebesar 6 (32%) pengetahuan sedang dimiliki oleh responden
yang mi basahnya positif mengandung formalin. Hasil uji statistik diperoleh
nilai p value = 0,35 maka dapat disimpulkan tidak ada perbedaan proporsi
tingkat pengetahuan antara responden yang mi basahnya mengandung

Universitas Indonesia

Gambaran pengetahuan..., Habsah, FKM UI, 2012


61

formalin dengan yang tidak (tidak ada hubungan yang signifikan antara
pengetahuan dengan perilaku perilaku penambahan formalin pada mi basah).

5.8 Perlakuan Pedagang Terhadap Mi Basah


Perilaku menjadi hal penting dalam menentukan kualitas makanan yang
dihidangkan, mulai dari produksi mi basah, harga mi basah perkilogram,
penambahan bahan tambahan mi basah, daya tahan mi basah, perlakuan pedagang
bila mendapati mi basah yang dijualnya bersisa dan pernah tidaknya mengikuti
pelatihan seputar bahan tambahan pangan. Berikut ini adalah hasil wawancara
mengenai perilaku pedagang dalam memperlakukan mi basah yang dijajakan di
kantin-kantin Universitas X Depok yang disajikan ke dalam bentuk gambar
grafik.

5.8.1 Produksi Mi Basah


Hasil wawancara mengenai produksi mi basah, apakah diproduksi sendiri atau
tidak, dapat dilihat pada gambar 5.4 di bawah ini.
Gambar 5.4 Distribusi Responden Berdasarkan Produksi Mi Basah

Produksi Mi Basah Sendiri

25%
Tidak
Ya
75%

Gambar 5.4 terlihat bahwa sebagian besar responden (75%) tidak


memproduksi sendiri mi basah yang dijual, melainkan membeli di pasar atau
pabrik industri rumahan. Sedangkan sisanya memproduksi sendiri mi basah
yang dijual (15%). Mi basah yang diproduksi sendiri semuanya adalah jenis mi
basah mentah.

Universitas Indonesia

Gambaran pengetahuan..., Habsah, FKM UI, 2012


62

5.8.2 Harga Mi Basah Perkilogram


Gambaran distribusi harga mi basah yang dibeli responden dapat dilihat pada
gambar berikut.
Gambar 5.5 Distribusi Mi Basah Berdasarkan Harga
Range Harga Mie Basah
15
10
jumlah

5
0
mie basah matang mie basah mentah
Rp10000-14000 0 13
Rp 6000-8000 7 0

Berdasarkan gambar 5.5, diketahui seluruh mi basah matang yang dijual


mempunyai harga antara Rp 6000 – Rp 8.000/kg. Sedangkan mi basah mentah
seluruh responden membeli dengan harga Rp10.000 – Rp14.000/kg.

5.8.3 Penambahan Bahan Tambahan lain dalam Pembuatan Mi Basah


Selain bahan utama
Berikut ini merupakan distribusi hasil wawancara apakah ada responden
yang melakukan penambahan bahan tambahan lain selain bahan utama dalam
memperlakukan mi basah.
Gambar 5.6 Distribusi Mi Basah Berdasarkan Penambahan BTP

Penambahan Bahan Tambahan Selain Bahan


Utama

20 pedagang
100%

Dari gambar 5.6 hasil wawancara mengenai BTP, tidak ada satupun
responden yang menyatakan menambah bahan tambahan lain selain bahan
utama, baik responden yang memproduksi sendiri maupun yang tidak
memproduksi sendiri mi basah yang dijajakan. Responden yang tidak
Universitas Indonesia

Gambaran pengetahuan..., Habsah, FKM UI, 2012


63

memproduksi sendiri mi basahnya mengaku tidak menambahkan bahan


tambahan lain setelah membeli dari pasar. Namun mereka tidak mengetahui
apakah produsen mi basah langgganan mereka ada menambahkan bahan
tambahan lain dalam pembuatan mi atau tidak.

5.8.4 Daya Tahan Mi Basah


Hasil wawancara mengenai daya tahan mi basah yang dijajakan oleh
responden dijelaskan melalui gambar di bawah ini.
Gambar 5.7 Distribusi Mi Basah Berdasarkan Daya tahannya

Daya Tahan Mie Basah


14
12
10
8
Jumlah

6
4
2
0
daya tahan mie daya tahan mie
basah mentah basah matang
1 - 2 hari 13 7
Lebih dari 2 hari 0 0

Berdasarkan gambar 5.7 dapat diketahui bahwa seluruh pedagang mi


basah, baik mi basah mentah maupun mi basah matang mengaku mi yang
mereka jual hanya bertahan 1 – 2 hari bila disimpan dalam suhu ruang dan
tidak satupun pedagang menyatakan daya tahan mi lebih dari 2 hari, kecuali
bila disimpan dalam lemari pendingin (kulkas).

5.8.5 Perlakuan Bila Mi Basah Bersisa


Distribusi perlakuan pedagang terhadap mi basah yang bersisa dapat
dilihat pada gambar 5.8 di bawah ini.

Universitas Indonesia

Gambaran pengetahuan..., Habsah, FKM UI, 2012


64

Gambar 5.8 Distribusi Mi Basah Berdasarkan Sisa Bahan

Perlakuan Mie Basah Bila Bersisa


12
10
8

Jumlah
6
4
2
0
Diolah Tidak pernah
Dibuang
kembali bersisa
mie basah mentah 0 10 3
mie basah matang 1 0 6

Pada Tabel 5.8 ditunjukkan bahwa sebagian besar responden mi basah


mentah mengaku mengolah kembali mi basah yang mereka jual bila mi tidak
habis terjual/ bersisa. Sedangkan sisanya mengaku mi basah yang mereka jual
tidak pernah bersisa. Sama seperti mi basah mentah, hampir seluruh responden
mi basah matang mengaku tidak pernah mendapati mi yang mereka jual
bersisa, hanya 1 responden mi basah matang yang mengaku membuang mi jika
mi yang dijual bersisa.

5.8.6 Pernah Tidaknya Mengikuti Pelatihan Seputar Keamanan Pangan


Berikut ini adalah hasil distribusi responden berdasarkan pernah tidaknya
mengikuti pelatihan seputar keamanan pangan seperti terlihat pada gambar 5.9.
Gambar 5.9 Distribusi responden berdasarkan pernah tidaknya mengikuti
pelatihan

Distribusi Responden Berdasarkan Pernah Tidaknya


mengikuti pelatihan seputar Keamanan Pangan
5%

pernah
tidak pernah

95%

Distribusi responden berdasarkan pernah tidaknya mengikuti pelatihan

Universitas Indonesia

Gambaran pengetahuan..., Habsah, FKM UI, 2012


65

terlihat pada gambar 5.9. Dari seluruh responden yang berjumlah 20 orang, 19
orang responden menyatakan tidak pernah mengikuti kegiatan seperti pelatihan
atau seminar mengenai bahan tambahan pangan dan hanya 1 orang yang
menjawab sudah pernah. Artinya hampir seluruh responden yang diwawancarai
tidak pernah mengikuti pelatihan seputar bahan tambahan pangan.

5.9 Hasil Pengamatan Ciri Fisik Mi Basah yang Positif Mengandung


Boraks
Secara umum, terdapat perbedaan ciri-ciri fisik mi basah yang positif
mengandung boraks dan yang negatif mengandung boraks. Berdasarkan teori, ada
4 (empat) ciri-ciri fisik mi basah yang positif mengandung boraks yaitu: mi
tampak mengkilap, tidak mudah putus, liat (kenyal) dan tidak lengket. Ketika
dilakukan observasi terhadap sampel mi basah matang, seluruh sampel mi basah
matang tersebut mengandung formalin boraks sehingga peneliti tidak dapat
membuat perbandingan ciri-ciri fisik mi basah matang yang mengandung boraks
dengan mi basah matang yang tidak mengandung boraks. Hasil yang diperoleh
dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 5.9 Ciri-ciri Fisik mi basah matang yang Positif Mengandung Boraks
Ciri-ciri
Fisik Mi Lokasi Kantin Mi Basah Matang
No Basah N
positif B I F K G C H
Boraks
Warna
1 7 Ya Ya Ya Ya Ya Ya Ya
mengkilap
Tidak
2 mudah 7 Ya Ya Ya Ya Ya Ya Ya
Putus
Tidak
3 7 Tidak Ya Tidak Ya Tidak Ya Ya
lengket
Liat
4 7 Ya Ya Ya Ya Ya Ya Ya
(kenyal)
Selain sebagai pengenyal, boraks pada mi basah juga berfungsi sebagai
pengawet. peneliti mengamati perubahan fisik mi basah matang setelah disimpan
lebih dari 2 hari. Setelah peneliti menyimpan mi basah matang selama 4 hari
dalam suhu kamar, terlihat mi basah matang yang telah 4 hari disimpan itu masih
dalam keadaan bagus. Dari 7 mi basah matang yang disimpan, hanya 1 mi basah
Universitas Indonesia

Gambaran pengetahuan..., Habsah, FKM UI, 2012


66

matang saja yang sudah mulai mengalami pembusukan. Hal ini ditandai dengan
tumbuhnya jamur pada salah satu bagian mi basah. Sedangkan 6 mi basah yang
lain masih terlihat baik dan tidak ditumbuhi jamur satupun.
Untuk mi basah mentah, peneliti dapat membedakan ciri-ciri fisik mi basah
mentah yang mengandung boraks dan mi basah mentah yang tidak mengandung
boraks. Hal ini karena tidak semua sampel mi basah mentah yang diuji
mengandung boraks. Dari 13 sampel mi basah mentah yang diuji, hanya 4 sampel
mi basah mentah yang positif mengandung boraks. Perbedaan ciri fisik mi basah
mentah yang positif boraks dan mi basah mentah yang negating boraks dapat
dilihat dari tabel di bawah ini.
Tabel 5.10 Ciri-ciri Fisik mi basah mentah yang Positif Mengandung Boraks
Ciri-ciri Fisik Mi Lokasi Kantin Mi Basah Mentah
N
Basah positif N
o A L C M D E F G H I J K M
Boraks
1 Warna mengkilap 13 - - - - - - - - - - - - -
Tidak mudah
2 13 - + + - - - - - - - + - +
Putus
3 Tidak lengket 13 + + + + + + + + + + + + +
4 Liat (kenyal) 13 - + + - - - + + + + + - +
Keterangan : (-) : Tidak
(+) : Ya
Dari tabel 5.8 dapat ditunjukkan bahwa seluruh mi basah mentah tidak
mempunyai warna mengkilap melainkan bewarna putih agak gelap dan tidak
lengket. Dari 13 sampel mi mentah yang diteliti, hanya 4 sampel yang mempunyai
karakteristik tidak mudah putus dan 4 sampel yang mempunyai sifat liat (kenyal).

5.10 Hasil Pengamatan Ciri Fisik Mi Basah yang Positif Mengandung


Formalin
Beberapa ciri fisik mi basah yang mengandung formalin bisa dilihat dari
beberapa pengamatan. Mi basah yang mengandung formalin memiliki bau
menyengat, tahan lebih dari 2 hari dalam suhu kamar ( 250C), tahan ≥ 15 hari
pada suhu lemari es, warna mengkilap, tidak mudah putus (kenyal), dan tidak
lengket. Ketika dilakukan observasi terhadap sampel mi basah, mi basah mentah
tidak ada yang mengandung formalin sedangkan seluruh mi basah matang yang
diperiksa mengandung formalin sehingga peneliti tidak dapat membuat

Universitas Indonesia

Gambaran pengetahuan..., Habsah, FKM UI, 2012


67

perbandingan ciri-ciri fisik mi basah matang berformalin dengan mi basah matang


yang tidak berformalin. Hasil yang diperoleh dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 5.11 Ciri-ciri Fisik Mi Basah Matang yang Positif Mengandung Formalin
Ciri-ciri Fisik
Lokasi Kantin Mi Basah Matang
Mi Basah
No N
positif
B I F K G C H
Formalin
Tahan lebih 2
1 hari dalam 7 Tidak Ya Ya Ya Ya Ya Ya
suhu kamar
Bau
2 7 Tidak Ya Tidak Ya Tidak Ya Ya
menyengat
Warna
3 7 Ya Ya Ya Ya Ya Ya Ya
mengkilap
Tidak mudah
4 7 Ya Ya Ya Ya Ya Ya Ya
Putus
5 Tidak lengket 7 Tidak Ya Tidak Ya Tidak Ya Ya
Berdasarkan tabel 5.9 dapat dilihat bahwa dari seluruh sampel mi basah
matang yang diamati ada 1 sampel yang tidak tahan disimpan lebih dari 2 hari
dalam suhu kamar dan 6 sampel lain tahan disimpan lebih dari 2 hari dalam suhu
kamar. Dari 7 sampel mi basah matang yang diamati ada 4 sampel yang didapati
dengan bau formalin yang menyengat dan 3 sampel mi basah matang yang
mengandung formalin tapi tidak memiliki bau menyengat. Semua mi basah
matang yang diamati juga memiliki warna mengkilap dan tidak mudah putus.
Terdapat 3 sampel mi yang tidak lengket dan 4 sampel mi basah yang lengket.

Universitas Indonesia

Gambaran pengetahuan..., Habsah, FKM UI, 2012


BAB VI
PEMBAHASAN

6.1 Keterbatasan Penelitian


Penelitian ini memiliki keterbatasan dalam beberapa hal yang patut menjadi
bahan pertimbangan. Keterbatasan dalam penelitian tersebut adalah sebagai
berikut :
1. Penelitian ini hanya mengidentifikasi kandungan formalin pada mi basah
secara kualitatif, yaitu hanya menjelaskan ada tidaknya kandungan bahan
pengawet formalin pada mi basah. Uji kuantitatif, yaitu mengidentifikasi
kadar formalin yang terdapat dalam mi basah tidak diuji lebih lanjut. Uji
kuantitatif tidak diteliti karena mengingat biaya yang dibutuhkan untuk
menguji kadar formalin cukup besar sehingga peneliti hanya sampai kepada
uji kualitatif saja.
2. Dalam uji boraks, sebagian besar perubahan warna pada kertas uji dari
kuning menjadi merah bata terjadi sedikit. Hal ini diduga karena peneliti
tidak mengambil bahan uji secara menyeluruh dari bagian permukaan,
samping, tengah, dan bagian bawah dari wadah. Peneliti hanya mengambil
bahan uji dari bagian atas, tengah, dan samping saja sehingga perubahan
warna kertas tidak seluruhnya merah bata.

6.2 Pengetahuan Pedagang Mi Basah


Pengetahuan adalah hasil dari tahu dan ini terjadi setelah orang melakukan
penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Sebagian besar pengetahuan manusia
diperoleh dari melalui mata dan telinga (Notoatmodjo,2003).
Berikut ini adalah pembahasan pengetahuan pedagang mi basah mengenai
bahan tambahan pangan, ciri-ciri makanan brepengawet, boraks, dan formalin.

6.2.1 Pengetahuan Pedagang Mi Basah mengenai bahan tambahan pangan


Pengetahuan mengenai bahan tambahan pangan diberikan 4 pertanyaan
meliputi pengertian bahan tambahan pangan, manfaat bahan tambahan pangan,

68
Universitas Indonesia

Gambaran pengetahuan..., Habsah, FKM UI, 2012


69

contoh bahan tambahan pangan, dan ciri-ciri makanan yang mengandung bahan
pengawet.
Berdasarkan tabel 5.1 pada bab sebelumnya, diketahui bahwa sebagian
besar responden mi basah mentah dan responden mi basah matang mempunyai
penetahuan yang baik mengenai Bahan Tambahan Pangan. Hal ini terlihat dari
tabel 5.1 yang menunjukkan lebih banyak responden yang menjawab benar pada
pertanyaan manfaat bahan tambahan pangan dan contoh bahan tambahan pangan
daripada responden yang menjawab salah.
Walaupun sebagian besar pedagang menjawab dengan benar dari
pertanyaan-pertanyaan mengenai Bahan Tambahan Pangan, masih ada ditemukan
responden belum paham mengenai pengertian bahan tambahan pangan dan ciri-
ciri makanan yang mengandung bahan pengawet. Hal ini terlihat dari jawaban
responden yang hanya 38,5% dari responden mi basah mentah yang menjawab
benar. Sementara itu, dari pertanyaan mengenai ciri bahan makanan yang
mengandung pengawet hanya sebanyak 28,6% responden mi basah matang yang
menjawab benar.
Persentase jawaban responden mi basah mentah untuk jawaban pertanyaan
manfaat dan contoh bahan tambahan pangan serta ciri makanan yang mengandung
bahan pengawet mempunyai nilai sama yaitu sebesar 53,8%. Sedangkan
pengetahuan responden mi basah matang mengenai contoh bahan tambahan
pangan sedikit lebih tinggi yaitu sebesar 57,1%, namun masih tergolong rendah.
Dari hasil wawancara diketahui bahwa responden yang mempunyai tingkat
pengetahuan rendah mengenai pengertian bahan tambahan pangan dan ciri
makanan yang mengandung bahan pengawet adalah responden yang tidak
memproduksi sendiri mi basah yang mereka jual. Dengan demikian dapat
diartikan bahwa responden yang tidak memproduksi mi basahnya sendiri
cenderung memiliki pengetahuan rendah mengenai pengertian bahan tambahan
pangan dan ciri makanan yang mengandung pengawet, walaupun kondisi ini tidak
berlaku secara umum pada seluruh pedagang.
Selain tidak memproduksi sendiri mi basah yang dijual, responden yang
mempunyai tingkat pengetahuan rendah terkait pengertian BTP dan ciri makanan
berpengawet juga mungkin merupakan responden yang kurang terpapar informasi

Universitas Indonesia

Gambaran pengetahuan..., Habsah, FKM UI, 2012


70

mengenai bahan tambahan pangan dari berebagai media khususnya televisi.


Kemungkinan mereka jarang menonton berita-berita televisi yang
memberitahukan tentang bahan tambahan pangan yang aman dan yang tidak aman
bagi kesehatan.
Di samping kurang terpaparnya responden mengenai informasi-informasi
kesehatan mengenai bahan tambahan pangan, kemungkinan lain yang
menyebabkan tingkat pengetahuan responden mi basah mentah dan matang yang
cenderung rendah pada pertanyaan pengertian BTP dan ciri makanan berpengawet
adalah karena responden mi basah matang kurang konsentrasi dalam menjawab
pertanyaan tersebut. Kurang konsentrasinya mungkin disebabkan oleh karena
adanya konsumen yang membeli makanan yang dijual responden pada saat sedang
berlangsung pengisian kuesioner.
Secara keseluruhan, baik pedagang mi basah mentah maupun pedagang mi
basah matang, pengetahuan yang dimiliki tentang bahan tambahan pangan sudah
termasuk dalam kategori sedang dan baik. Hanya ada satu pedagang mi basah
mentah yang memiliki pengetahuan kurang.
Rata-rata pengetahuan pedagang mi basah mentah mengenai bahan
tambahan pangan seperti terlihat pada tabel adalah 69% yang termasuk dalam
kategori tingkat pengetahuan sedang. Sedangkan rata-rata pengetahuan pedagang
mi basah matang (80%) termasuk dalam kategori baik. Perbedaan rata-rata
pengetahuan pedagang ini mungkin disebabkan karena pedagang mi basah matang
sering melihat tayangan televisi seputar bahan tambahan pangan sehingga bisa
menjawab dengan benar pertanyaan yang terdapat dalam kuesioner. Kemungkinan
kedua karena beberapa pedagang mi basah mentah tidak konsentrasi dalam
menjawab pertanyaan yang diberikan karena sudah ada pelanggan yang ingin
membeli makanaan mi ayam sehingga jawaban yang dipilih pun kurang valid.

6.2.2 Pengetahuan pedagang mi basah mengenai boraks


Pengetahuan mengenai boraks diberikan 5 pertanyaan yaitu fungsi boraks
sebenarnya, contoh makanan berboraks, ciri makanan berboraks, boleh tidaknya
menambahkan boraks pada makanan, dan bahan alami pengganti boraks.

Universitas Indonesia

Gambaran pengetahuan..., Habsah, FKM UI, 2012


71

Boraks sebenarnya merupakan pembersih, fungisida, herbisida, dan


insektisida yang bersifat toksik atau beracun bila masuk ke dalam tubuh manusia
(Yuliarti, 2007). Seluruh responden mi basah menjawab “salah” pada pertanyaan
fungsi boraks yang sebenarnya. Hal ini kemungkinan karena responden jarang
membaca informasi dari berbagai media sehingga mereka belum begitu
mengetahui fungsi sebenarnya dari boraks.
Umumnya pengetahuan responden mengenai ciri-ciri mi basah yang
mengandung boraks rendah (31%) pada responden mi basah mentah maupun
responden mi basah matang (43%). Rendahnya pengetahuan responden
kemungkinan disebabkan karena kurang terpapar oleh informasi tentang
keamanan pangan sehingga mereka belum mengetahui secara pasti bagaimana
ciri-ciri mi basah yang mengandung boraks.
Boraks sebenarnya dilarang penggunaannya dalam pembuatan bahan
pangan. Namun sampai saat ini masih saja banyak ditemukan makanan yang
teridentifikasi mengandung boraks seperti mi basah, bakso, ikan asin, ikan segar,
tahu, dan hasil tangkapan laut lain. Secara umum responden mempunyai
pengetahuan baik mengenai hal ini karena mungkin mereka lebih sering melihat
contoh-contoh makanan tersebut di pasaran atau melihat informasinya dari
televisi.
Boraks dilarang penggunaannya dalam bahan pangan. Pemerintah secara
tegas menetapkan bahan tambahan pangan yang dilarang dalam pengolahan
makanan, salah satunya boraks. Boraks tidak boleh digunakan dalam makanan
karena boraks bersifat racun atau toksin yang dapat membahayakan kesehatan
manusia. Sejalan dengan pendapat responden yang seluruhnya mengatakan tidak
boleh menambahkan boraks dalam pembuatan makanan.
Untuk pertanyaan bahan alami pengganti boraks, hanya 8% responden mi
basah mentah yang mengetahui bahan alami pengganti boraks, sementara tidak
satupun responden mi basah matang mengetahui bahan alami pngganti boraks.
Hal ini terlihat dari pedagang yang memilih opsi jawaban “tidak tahu” pada
pertanyaan tersebut. Ketidaktahuan pedagang ini mungkin disebabkan oleh
kurangnya pengetahuan yang bisa mereka dapatkan dari berbagai sumber
informasi seperti dari media televisi, kegiatan penyuluhan, dan sumber informasi

Universitas Indonesia

Gambaran pengetahuan..., Habsah, FKM UI, 2012


72

yang lain. Kurangnya berinteraksi dengan paparan informasi tentang keamanan


pangan inilah yang membuat produsen sewenang-wenang dalam memperlakukan
mi basahnya tanpa mengetahui sejauh mana dampak yang bisa merugikan
masyarakat khususnya konsumen. Hal ini menandakan bahwa hampir seluruh
responden tidak mengetahui contoh bahan alami pengganti boraks.
Sementara dari beberapa media elektronik maupun cetak sudah memberikan
informasi tentang bahan alami pengganti boraks seperti air ki (air abu dari merang
padi), air abu dari daun pisang kering, air kapur dan keragenan. Air abu ini mudah
diperoleh karena banyak dijual di warung/kedai sekitar pemukiman masyarakat
dan harganya pun tidak terlalu mahal sekitar Rp 1000/botol. Selain itu pengenyal
alami yang dapat digunakan sebagi pengganti boraks pada mi basah adalah
karagenan. Karegenan aman dikonsumsi karena terbuat dari bahan alami rumput
laut dan sangat efektif untuk mengenyalkan mi. Walaupun harganya lebih mahal
dari boraks kareganan harus digunakan sebagai alternatif pengganti boraks agar
konsumen terjaga dari bahaya bahan tambahan pangan.
Dari data yang telah ditampilkan pada bab sebelumnya, diketahui bahwa
rata-rata pengetahuan pedagang mengenai boraks termasuk dalam kategori sama,
yaitu sedang. Jawaban yang dipilih pedagang hampir mendekati benar namun
belum seluruhnya benar. Hal ini karena sebagian besar pedagang bingung oleh
pilihan jawaban yang diberikan melalui kuesioner. Rata-rata pedagang memilih
opsi jawaban yang di dalam opsi itu terdapat jawaban yang benar dan jawaban
yang salah sehingga mereka bingung menentukan jawaban mana yang dianggap
paling benar.

6.2.3 Pengetahuan pedagang mi basah mengenai formalin


Pertanyaan pengetahuan mengenai formalin yang diberikan kepada pedagang
sama dengan pertanyaan yang diberikan pada pengetahuan boraks yang meliputi
fungsi formalin yang sebenarnya, contoh makanan yang mengandung formalin,
ciri mi basah berformalin, boleh tidaknya menambahkan formalin pada makanan
khususnya mi basah, dan bahan alami pengganti formalin.
Pengetahuan responden terkait pertanyaan fungsi formalin sebenarnya,
contoh makanan yang mengandung formalin dan ciri mi basah yang mengandung

Universitas Indonesia

Gambaran pengetahuan..., Habsah, FKM UI, 2012


73

formalin cenderung lebih baik, baik responden mi basah mentah maupun


responden mi basah matang. Namun ada perbedaan proporsi jawaban beanr
responden mi basah mentah dan matang. Pada pertanyaan fungsi formalin
sebenarnya, lebih banyak responden mi basah mentah yang menjawab benar yaitu
sebanyak 69% daripada responden mi basah matang (57%). Untuk pertanyaan
contoh makanan yang mengandung formalin, lebih banyak responden mi basah
matang yang menjawab benar (72%) daripada responden mi basah mentah (62%),
dan untuk pertanyaan ciri makanan yang mengandung formalin lebih banyak
responden mi basah mentah yang menjawab benar (77%). Perbedaan persentase
jawaban kedua responden mi basah ini mungkin disebabkan karena kurang
konsentrasinya responden mi basah menjawab pertanyaan tersebut sehingga lebih
banyak jawaban yang dipilih itu adalah jawaban yang salah.
Sama seperti boraks, seluruh responden juga menyatakan ketidaksetujuannya
menambahkan formalin dalam makanan karena berbahaya bagi kesehatan.
Bahan alami pengganti formalin sebenarnya telah ditemukan dan sudah
diedarkan dalam masyarakat. Namun banyak juga masyarakat yang belum
mengetahuinya. Seperti dalam wawancara peneliti kepada responden, seluruh
responden mengaku “tidak tahu” mengenai bahan alami pengganti formalin yang
sudah ditemukan tersebut, padahal sudah cukup banyak produsen yang menjual
produk alami pengganti formalin. Kurangnya pengetahuan responden terkait
bahan alami pengganti formalin ini karena mereka kurang terpapar oleh media
informasi dari Koran maupun televisi. Telah diketahui bahwa salah satu bahan
alami pengganti formalin adalah Citosan yang berasal dari limbah cangkang
udang dan air kelapa yang telah diberi mikroba yang telah dijelaskan pada bab
sebelumnya.
Rata-rata pengetahuan pedagang mi basah mentah dan pedagang mi basah
matang termasuk dalam kategori sama, yaitu sedang. Jawaban yang dipilih
pedagang pun hampir sama dengan jawaban yang dipilih pada pertanyaan
pengetahuan mengenai boraks. Pilihan jawaban pertanyaan formalin menurut
mereka lebih membingungkan lagi karena jawaban pada pertanyaan formalin
menurut mereka hampir sama dengan pilihan jawaban pada pertanyaan boraks.

Universitas Indonesia

Gambaran pengetahuan..., Habsah, FKM UI, 2012


74

Oleh karena itu rata-rata mereka memilih pilihan jawaban yang kurang benar
karena pilihan jawaban tersebut terdapat jawaban benar dan jawaban yang salah.

6.2.4 Pengetahuan pedagang mi basah secara keseluruhan


Berdasarkan tabel 5.7 pada bab sebelumnya, pengetahuan pedagang mi basah
secara keseluruhan mengenai bahan tambahan pangan, boraks dan formalin
hampir seluruhnya termasuk ke dalam kategori sedang. Hal ini membuktikan
bahwa tingkat pengetahuan pedagang mi basah belum mencapai kategori baik
karena kurangnya informasi yang didapat dari berbagai media massa termasuk
televisi.

6.3 Hasil uji Kualitatif Boraks pada mi basah


Telah diketahui bahwa pada 20 sampel mi basah yang diperiksa secara
kualitatif dengan reaksi reagent, terjadi perubahan warna kuning pada kertas uji
menjadi merah kecoklatan atau merah bata pada 11 sampel dengan perubahan
warna yang berbeda beda konsentrasinya. Hal ini menunjukkan bahwa 11 sampel
tersebut (57%) mengandung boraks. Kemungkinan kadar boraks yang terkandung
dalam mi basah berbeda-beda jumlahnya.
Penelitian yang dilakukan oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM
RI, 2004), pada beberapa makanan di seluruh kota besar di Indonesia berupa mi
basah, bakso, makanan ringan, kerupuk, mi kering dan makanan lainnya
ditemukan positif mengandung boraks. Hal ini menunjukkan bahwa penggunaan
boraks telah menyebar di seluruh Indonesia, untuk itu sebaiknya Dinas Kesehatan
memberikan penyuluhan kepada masyarakat tentang dampak penggunaan boraks
terhadap kesehatan agar masyarakat lebih hati-hati dalam memilih dan
menggunakan bahan tambahan pangan.
Meskipun mi basah yang dikonsumsi sudah sudah melalui proses pemasakan,
tidak berarti bahwa boraks yang ditambahkan pada waktu pembuatan mi basah
menjadi hilang, melainkan hanya kadarnya berkurang (Mujamil, 1997).
Walaupun boraks memiliki dampak yang sangat berbahaya bagi tubuh, tetap
saja masyarakat menggunakan boraks sebagai Bahan Tambahan Pangan. Masih
banyak masyarakat Indonesia kurang mampu untuk membeli makanan yang

Universitas Indonesia

Gambaran pengetahuan..., Habsah, FKM UI, 2012


75

bermutu tinggi dan memenuhi persyaratan. Hal ini disebabkan karena tingkat
ekonomi masyarakat yang rendah dan juga pengetahuan yang kurang sehingga
kondisi inilah yang menyebabkan pedagang makanan memproduksi makanan
dengan harga yang murah dengan menggunakan bahan-bahan yang berbahaya.
Selain itu juga karena boraks lebih mudah didapatkan di pasaran dengan harga
yang relatif lebih murah disbanding dengan bahan pengawet lain yang aman.
Kurangnya kepedulian pedagang terhadap keselamatan masyarakat menyebabkan
banyaknya penyakit yang timbul akibat mengonsumsi makanan yang tidak
memenuhi persyaratan tersebut.

6.4 Hasil Uji kualitatif formalin pada mi basah


Berdasarkan data uji formalin pada bab sebelumnya, diketahui bahwa pada 20
sampel mi basah yang diperiksa secara kualitatif menunjukkan bahwa 7 sampel
tersebut mengandung formalin. Mi basah yang mengandung formalin seluruhnya
berasal dari mi basah matang.
Seluruh mi basah matang yang mengandung formalin tersebut adalah mi
basah yang tidak diproduksi sendiri oleh pedagangnya, melainkan membeli di
pasar tradisional terdekat. Hal ini dapat diartikan bahwa mi yang tidak diproduksi
sendiri oleh pedagang adalah mi basah yang mengandung formalin. Padagang mi
basah yang tidak memproduksi sendiri mi basah disebabkan karena kerepotan bila
harus memproduksi sendiri mi basah. Selain itu bahan makanan pelengkap
pendamping mi sudah cukup repot untuk dipersiapkan sehingga mereka tidak
punya waktu untuk memproduksi sendiri bahan mi basah tersebut.
Selain itu, di pasar-pasar terdekat mulai dari pasar tradisional hingga
swalayan pun sudah banyak yang menyediakan aneka macam bahan mi basah
sehingga dengan tidak memproduksi sendiri mi basah pun tidak akan membuat
pedagang mi basah kesusahan membeli bahan dasar tersebut karena
keberadaannya yang cukup mudah didapatkan dengan harga yang relatif lebih
murah dibandingkan dengan memproduksi sendiri.
Harga merupakan salah satu indikator untuk menentukan kualitas bahan
yang dibeli. Biasanya kurva harga dengan kualitas bahan berbanding lurus, bila
harga bahan makanan lebih besar maka kualitas bahan makanan juga lebih baik.

Universitas Indonesia

Gambaran pengetahuan..., Habsah, FKM UI, 2012


76

Keadaan ini tidak berlaku secara umum, namun sebagian besar berlaku di
masyarakat.
Dari hasil wawancara pedagang mengenai harga mi basah, seluruh
pedagang mi basah matang mengaku membeli mi basah dengan range harga
Rp6000 – Rp8.000/kg. Sedangkan dari 13 pedagang mi basah mentah, seluruh
pedagang mengaku membeli atau menjual mi basahnya dengan kisaran harga
Rp10.000 – Rp14.000/kg. Setelah peneliti menguji kandungan formalin pada mi
basah, ternyata dapat diinterprtasikan bahwa mi yang mengandung bahan
pengawet berbahaya (dalam hal ini adalah formalin) umumnya memiliki harga
jual yang relatif lebih murah dibanding dengan mi basah yang tidak mengandung
formalin.
Dengan harga yang relatif lebih murah dari harga pada umumnya ini akan
membantu konsumen dalam membeli bahan makanan agar lebih berhati-hati
memilih makanan yang akan dibeli. Harga mi yang berbeda-beda ini diduga
karena bahan yang digunakan dalam membuat mi berbeda harga dan kualitas.
Kesalahan fatal yang dilakukan oleh para produsen makanan adalah
menggunakan formalin sebagai bahan pengawet makanan (Saparinto, 2006).
Adanya pengawet berbahaya dalam makanan ini sebenarnya sudah lama menjadi
rahasia umum. Fakta ini lebih menyadarkan masyarakat bahwa selama ini terdapat
bahaya formalin yang mengancam kesehatan yang berasal dari konsumsi makanan
sehari-hari.
Formalin selain harganya murah, mudah didapat dan pemakaiannya pun tidak
sulit sehingga sangat diminati sebagai pengawet oleh produsen pangan yang tidak
bertanggung jawab.

6.5 Pengetahuan dan hubungannya dengan Perilaku Penambahan Boraks


Hasil uji statistik pada tabel 5.9 menunjukkan nilai p-value sebesar 1,00 yang
berarti terdapat hubungan yang tidak bermakna antara pengetahuan pedagang
dengan perilaku penambahan boraks pada mi basah. Hubungan ini tidak bermakna
karena rata-rata pengetahuan pedagang mi basah sudah cukup baik dalam
menjawab pertanyaan. Meskipun demikian, teori Green menyatakan bahwa ada
pengaruh pengetahuan seseorang dengan perilaku yang dilakukan. Hal ini dapat

Universitas Indonesia

Gambaran pengetahuan..., Habsah, FKM UI, 2012


77

dibuktikan sebagian besar pedagang memiliki pengetahuan yang rendah pada


beberapa pertanyaan tentang pengertian BTP, ciri makanan yang mengandung
pengawet, fungsi sebenarnya Boraks dan formalin, ciri makanan berboraks dan
berformalin dan bahan alami pengganti boraks dan formalin.

6.6 Pengetahuan dan Perilaku Penambahan Formalin


Sama seperti boraks, hasil uji statistik formalin menunjukkan nilai p-value
sebesar 0,35 yang berarti terdapat hubungan yang tidak bermakna antara
pengetahuan pedagang dengan perilaku penambahan formalin pada mi basah.

6.7 Perlakuan Pedagang Terhadap Mi Basah


Kualitas makanan sangat ditentukan oleh pengetahuan, sikap, dan tindakan si
penjamahnya. Bila pengetahuan dan perlakuan yang diberikan baik, maka kualitas
makanan akan menjadi baik. Wawancara mengenai perlakuan pedagang ini ingin
mengetahui kebiasaan yang dilakukan pedagang terhadap mi basah yang dijual
untuk dapat diinterpretasikan berdasarkan hasil uji formalin. Hasil wawancara
perilaku pedagang ini kemudian dapat memperkirakan gambaran pengetahuan
pedagang dan penggunaan formalin pada mi basah.
Hasil wawancara mengenai perlakuan pedagang terhadap mi basah yang
mereka jual meliputi produksi mi basah (sudah dibahas), harga mi basah
perkilogramnya (sudah dibahas), ada tidaknya penambahan bahan tambahan
pangan, daya tahan mi basah, perlakuan bila mendapati mi basahnya bersisa, dan
pernah tidaknya mengikuti pelatihan seputar bahan tambahan pangan.

6.7.1 Penambahan Bahan Tambahan lain dalam Pembuatan Mi Basah


Selain Bahan Utama
Seluruh pedagang mi basah, baik mi basah matang maupun mi basah
mentah mengaku tidak menambahkan bahan tambahan pangan lain selain bahan
utama, baik pedagang yang memproduksi sendiri maupun yang tidak
memproduksi sendiri mi basahnya. Pedagang yang tidak memproduksi sendiri mi
basahnya mengaku tidak menambahkan bahan tambahan lain setelah membelinya
dari pasar.

Universitas Indonesia

Gambaran pengetahuan..., Habsah, FKM UI, 2012


78

Namun mereka tidak mengetahui apakah produsen mi basah yang sudah


menjadi langganan mereka ada menambahkan bahan tambahan lain dalam proses
pembuatan mi atau tidak. Hasil jawaban ini kemudian diukur dengan uji
kandungan formalin mi basah. Ternyata pengakuan pedagang mi basah mentah
yang memproduksi sendiri mi basahnya sesuai dengan hasil uji formalin pada
bahan.

6.7.2 Daya Tahan Mi Basah


Hasil wawancara pedagang mengenai daya tahan mi basah menunjukkan
bahwa seluruh pedagang mi basah, baik mi basah matang maupun mi basah
mentah mengaku mi basah yang mereka jajakan hanya berlaku 1 – 2 hari saja bila
disimpan dalam suhu ruang. Oleh karena itu beberapa pedagang mi basah mentah
menyimpan mi basahnya dalam lemari pendingin agar daya tahan mi lebih lama.
Pernyataan bahwa seluruh mi basah hanya dapat bertahan 1 – 2 hari ini
bertentangan dengan hasil uji dan pengamatan yang telah dilakukan. Seluruh mi
basah matang yang diuji, semuanya mengandung formalin. Sedangkan salah satu
ciri mi basah matang yang positif mengandung formalin adalah tahan disimpan
lebih dari 2 hari dalam suhu ruang. Pengamatan terhadap daya tahan mi basah
telah diamati sendiri oleh peneliti dan ternyata mi basah matang mampu bertahan
hingga 4 hari, masih kelihatan segar, kenyal, masih bagus, dan tidak ditumbuhi
jamur kecuali pada satu jenis mi basa matang.
Jadi dapat dikatakan pernyataan pedagang mi basah matang dengan hasil
pengamatan sangat berlawanan. Hal ini mungkin disebabkan karena kurangnya
pengetahuan pedagang dalam mengamati daya tahan mi basah matang. Di
samping itu pula mi basah yang dijual tidak sampai lebih dari 2 hari didiamkan
begitu saja oleh si pedagang melainkan digunakan sebagai pelengkap makaanan
soto mi dan mi pempek.

6.7.3 Tindakan yang dilakukan bila mi basah bersisa


Dari 20 orang pedagang mi basah yang diwawancarai, 50% nya mengaku
mengolah kembali mi basah yang dijual bila mendapati mi tidak habis terjual
(bersisa). Pedagang yang mengaku mengolah kembali mi yang bersisa seluruhnya

Universitas Indonesia

Gambaran pengetahuan..., Habsah, FKM UI, 2012


79

adalah pedagang mi basah mentah. Sebagian besar pedagang mengaku


menggunakan sisa mi basah dalam pembuatan pangsit dan hanya satu pedagang
mengaku menjemur kembali mi basahnya untuk kemudian digunakan kembali
keesokan harinya. Mi basah yang bersisa biasanya setelah lebih dari 2 hari baru
kemudian digunakan dalam pembuatan pangsit.
Tindakan pedagang dalam menggunakan kembali mi yang bersisa setelah
2 hari dapat membahayakan konsumen, khususnya konsumen yang membeli
pangsit sisa mi basah yang digunakan kembali. Mi basah mentah yang tidak
mengandung formalin umumnya mempunyai daya tahan 50 – 60 jam saja. Bila
lebih dari 60 jam maka mi basah mentah tidak dapat digunakan lagi dalam bentuk
makanan lain apapun karena kemungkinan besar bakteri dan jamur akan tumbuh
pada mi sehingga dapat merusak kesehatan si pengonsumsinya (BPOM, 2006).

6.7.4 Pernah tidaknya mengikuti pelatihan seputar Bahan Tambahan


Pangan (BTP)
Dari 20 orang pedagang yang diwawancarai, hampir seluruhnya
menyatakan tidak pernah mengikuti pelatihan atau penyuluhan terkait Bahan
Tambahan Pangan, baik di dalam maupun di luar lingkungan kampus. Hanya satu
orang yang menyatakan pernah mengikuti kegiatan pelatihan terkait Bahan
Tambahan Pangan. Hal ini boleh diartikan ke dalam dua makna, pertama karena
memang lingkungan kampus Universitas X tidak pernah mengadakan kegiatan
pelatihan khusus untuk para pedagang seputar Bahan Tambahan Pangan dan
kemungkinan kedua adalah memang pedagang yang tidak mengikuti kegiatan
pelatihan atau penyuluhan seputar Bahan Tambahan Pangan yang mungkin
pernah diadakan pihak kampus.
Pengetahuan seputar Bahan Tambahan Pangan yang aman dan tidak aman
didapatkan pedagang dari media massa khususnya televisi. Mereka mengaku
pernah atau sering melihat di televisi disiarkan berita terkait investigasi makanan
yang mengandung bahan-bahan pengawet berbahaya seperti formalin dan boraks.
Rata-rata pedagang juga sudah mengetahui apa itu formalin, namun banyak juga
yang mengaku tidak mengetahui fungsi formalin yang sebenarnya dan dampak
yang ditimbulkan bila formalin masuk ke dalam tubuh.

Universitas Indonesia

Gambaran pengetahuan..., Habsah, FKM UI, 2012


80

6.8 Pengamatan Ciri Fisik Mi Basah yang Positif Mengandung Boraks


6.8.1 Tampak Mengkilat
Seluruh sampel, baik sampel mi basah matang yang mengandung boraks
memiliki ciri fisik yang tampak mengkilap. Secara teori mi basah yang
tampilannya tampak mengkilap adalah merupakan ciri fisik mi basah yang
mengandung boraks.

6.8.2 Liat (Tidak mudah putus)


Mi basah matang tanpa menggunakan pengawet biasanya memiliki sifat
cepat putus apabila akan diolah. Berdasarkan ciri mudah atau tidaknya mi basah
putus, seluruh sampel mi basah yang positif mengandung boraks tidak mudah
putus.

6.8.3 Tidak Lengket


Mi basah tanpa menggunakan pengawet biasanya memiliki sifat lengket di
tangan. Terdapat 4 sampel mi basah matang yang positif mengandung boraks
tidak lengket dan 3 sampel mi basah matang yang positif mengandung formalin
memiliki ciri fisik lengket. Perbedaan ini terjadi mungkin karena ada beberapa
pedagang ada yang terlebih dahulu tidak merendam mi basah dalam air panas dan
beberapa pedagang merendam mi basah dalam air panas sehingga memiliki sifat
lengket.

6.9 Ciri Fisik Mi Basah yang Positif Mengandung Formalin


Observasi terhadap sampel mi basah, mi basah mentah tidak ada yang
mengandung formalin sedangkan seluruh mi basah matang yang diperiksa
mengandung formalin sehingga peneliti tidak dapat membuat perbandingan ciri-
ciri fisik mi basah matang berformalin dengan mi basah matang yang tidak
berformalin. Hasil yang diperoleh hanya menyebutkan ciri-ciri fisik mi basah
yang mengandung formalin. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat cirinya sebagai
berikut:

Universitas Indonesia

Gambaran pengetahuan..., Habsah, FKM UI, 2012


81

6.9.1 Bau Formalin Menyengat


Dari hasil observasi yang dilakukan ternyata ada 3 sampel mi basah yang
mengandung bau formalin yang menyengat dan 4 sampel yang mengandung
formalin namun tidak memiliki bau menyengat. Bau yang tidak menyengat
mungkin disebabkan karena pedagang sudah merendam mi tersebut ke dalam air
panas sehingga kandungan formalin yang terdapat pada mi basah tidak terlalu
besar jumlahnya dan menyebabkan baunya tidak menyengat.

6.9.2 Masa simpan


Masa simpan dilakukan untuk menentukan apakah awet selama 2 hari atau
lebih. Hasil yang terlihat adalah seluruh sampel mi basah yang positif
mengandung formalin masih awet dan tidak berjamur jika disimpan dalam suhu
ruang, dan hanya ada 1 (satu) sampel mi basah yang positif mengandung formalin
sudah ditumbuhi sedikit jamur pada saat disimpan selama 3 hari.
Faktor di atas mungkin disebabkan karena pedagang mi basah tersebut
merendam mi basah ke dalam air panas yang mempunyai suhu yang cukup tinggi
sehingga memungkinkan formalin menguap dan menjadikan kadarnya semakin
berkurang sehingga jamur atau bakteri dengan mudah berkembang di dalam mi
tersebut. Tanpa tambahan bahan pengawet, mi basah hanya dapat disimpan sekitar
1-2 hari atau sekitar 3-4 hari kalau disimpan dalam kulkas. Sedangkan bila
ditambahkan bahan pengawet bisa lebih lama daya simpannya.

6.9.3 Tampak Mengkilat


Seluruh sampel, baik sampel mi basah matang yang mengandung formalin
memiliki ciri fisik yang tampak mengkilap. Secara teori mi basah yang
tampilannya tampak mengkilap adalah merupakan ciri fisik mi basah yang
mengandung formalin.

6.9.4 Tidak mudah putus


Mi basah matang tanpa menggunakan pengawet biasanya memiliki sifat
cepat putus apabila akan diolah. Berdasarkan ciri mudah atau tidaknya mi basah

Universitas Indonesia

Gambaran pengetahuan..., Habsah, FKM UI, 2012


82

putus, seluruh sampel mi basah yang positif mengandung formalin tidak mudah
putus.

6.9.5 Tidak Lengket


Mi basah tanpa menggunakan pengawet biasanya memiliki sifat lengket di
tangan. Terdapat 3 (tiga) sampel mi basah yang positif mengandung formalin
tidak lengket dan 4 (lima) sampel mi basah yang positif mengandung formalin
memiliki ciri fisik lengket. Perbedaan ini terjadi mungkin karena ada beberapa
pedagang ada yang terlebih dahulu tidak merendam mi basah dalam air panas dan
beberapa pedagang merendam mi basah dalam air panas sehingga memiliki sifat
lengket.
Dari hasil observasi yang telah dilakukan ternyata untuk memilih mi basah
tanpa formalin tak cukup hanya dengan mengamati ciri-ciri fisik yang sering
terdengar. Untuk lebih akuratnya perlu dilakukan uji secara kimiawi yaitu di
laboratorium. Menurut Pakar Mikrobiologi Pangan dari Departemen Ilmu dan
Teknologi Pangan, Institut Pertanian Bogor (IPB) Dr Ir Ratih Dewanti (2006),
ciri-ciri fisik yang dapat diamati pada produk-produk makanan yang mengandung
formalin, terutama pada produk basah, bisa dilakukan yaitu dengan melihat
bentuk fisik yang kaku, dan bila formalinnya yang terkandung banyak, maka akan
memiliki bau yang menyengat.
Namun ciri-ciri fisik itu tidak akan terdeteksi bila kandungan formalin
yang terdapat dalam makanan itu memiliki dosis yang rendah.

Universitas Indonesia

Gambaran pengetahuan..., Habsah, FKM UI, 2012


BAB VII
KESIMPULAN DAN SARAN

7.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian mengenai pengetahuan dan pemeriksaan
boraks dan formalin pada mi basah matang dan mi basah mentah yang
dijajakan di kantin-kantin Universitas X Depok, maka diperoleh
kesimpulan sebagai berikut:
1. Pada umumnya pengetahuan pedagang mi basah cenderung baik.
Namun masih tergolong rendah pada beberapa pertanyaan mengenai
Bahan Tambahan Pangan (pengertian BTP dan ciri makanan yang
mengandung bahan pengawet), Boraks (fungsi boraks sebenarnya, ciri
makanan mengandung boraks dan bahan alami pengganti boraks) dan
Formalin (fungsi formalin sebenarnya dan bahan alami pengganti
formalin).
2. Tidak ada hubungan yang bermakna antara pengetahuan pedagang mi
basah dengan perilaku penambahan boraks maupun formalin pada mi
basah di kantin-kantin Universitas X Depok tahun 2012.
3. Hasil penelitian perilaku menunjukkan sebesar 25% pedagang mi
basah memproduksi sendiri mi basahnya, range harga mi basah
Rp10000-14000, 100% responden mengaku tidak menambahkan
bahan tambahan pangan lain selain bahan utama, 100% pedagang
mengaku mi basah yang dijual hanya bertahan 1-2 hari dan hanya 5%
pedagang yang mengaku pernah mengikuti pelatihan seputar bahan
tambahan pangan.
4. Berdasarkan pemeriksaan boraks yang dilakukan pada 13 mi basah
mentah, 4 diantaranya 30% nya mengandung boraks dan tidak ada
yang mengandung formalin.
5. Dari 7 mi basah matang yang diperiksa kandungan boraksnya,
seluruhnya mengandung boraks dan formalin (100%). Padahal
pemerintah sudah menyatakan bahwa boraks dan formalin adalah salah

83
Universitas Indonesia

Gambaran pengetahuan..., Habsah, FKM UI, 2012


84

satu pengawet yang dilarang penggunaanya dalam makanan, tidak


boleh digunakan walaupun dalam jumlah kecil.
6. Ciri-ciri mi basah yang mengandung boraks dapat diketahui secara
fisik yaitu bentuk mi yang kenyal, tidak mudah putus, dan warnanya
yang mengkilap.
7. Ciri-ciri mi basah yang mengandung formalin hampir sama dengan ciri
pada boraks. Yang membedakan hanya pada daya simpannya. Pada mi
yang mengandung formalin memiliki bau menyengat dan tahan lama
bila disimpan lebih dari 2 hari dalam suhu kamar (250C).

7.2 Saran
Saran yang bisa diberikan pada akhir penelitian ini adalah sebagai berikut:
7.2.1 Bagi Dinas Kesehatan Kota Depok
1. Perlu dilakukan penyuluhan tentang bahaya penggunaan pengawet
boraks dan formalin dalam pembuatan mi basah sebagai bahan
tambahan dalam makanan oleh Dinas Kesehatan Kota Depok kepada
para produsen sekaligus pedagang mi basah sebagai makanan yang
selalu dijajakan kepada masyarakat, khususnya mahasiswa.

7.2.2 Bagi Badan POM


1. Perlu dilakukan pemeriksaan keamanan pangan terutama pada mi
basah yang meliputi pemeriksaan kandungan boraks dan formalin pada
mi basah di setiap daerah khususnya di Kota Depok.

7.2.3 Bagi Produsen Mi Basah


1. Kepada pedagang yang tidak memproduksi mi basah sendiri,
sebaiknya mampu mengenali secara fisik mi basah yang mengandung
boraks dan formalin agar tidak tertipu oleh produsen mi basah yang
curang. Selain ciri fisik, pedagang juga bisa mengenali kemasan dan
label yang tercantum pada kemasan mi basah. Usahakan membeli mi
basah yang sudah mempunyai izin PIRT (Pangan Industri Rumah
Tangga) yang tertera pada kemasan produk.

Universitas Indonesia

Gambaran pengetahuan..., Habsah, FKM UI, 2012


85

2. Kepada produsen mi basah yang memproduksi mi basah sendiri


sebaiknya menggunakan karagenan dan air ki (air abu) sebagai
pengenyal alami pengganti boraks karena aman untuk dikonsumsi
masyarakat.
3. Untuk bahan alami pengganti formalin, sebaiknya produsen
menggunakan citosan, asap air tempurung kelapa dan air kelapa
sebagai pengganti bahan pengawet formalin yang berebahaya bagi
kesehatan.

7.2.4 Bagi Masyarakat


1. Bagi masyarakat khususnya konsumen agar lebih teliti dan jeli lagi
dalam memilih dan mengkonsumsi mi basah yang di jual di pasaran.
Konsumen dapat melakukan pengamatan pada label makanan yang
berisi tentang komposisi bahan pangan, keterangan kadaluarsa dan
keterangan halal.
2. Masyarakat sebagai konsumen perlu melakukan pengamatan secara
fisik ciri mi basah yang mengandung boraks dan formalin dengan mi
basah yang tidak mengandung keduanya seperti yang sudah dijelaskan
pada bab sebelumnya.

7.2.5 Bagi Rektorat Univ. X Depok


1. Agar menindak lanjuti masalah ini karena terbukti mi basah yang
dijual di kantin-kantin Universitas X Depok mengandung boraks dan
formalin. Bentuk penindaklanjutan dapat dimulai dengan melakukan
pelatihan atau penyuluhan kepada seluruh pedagang kantin, khususnya
pedagang mi basah mengenai keamanan bahan pangan.
2. Melakukan pengawasan dan pemeriksaan lebih lanjut pada makanan
yang dicurigai mengandung bahan tambahan pangan berbahaya agar
dibersihkan dan membuat peraturan untuk tidak memperbolehkan
pedagang berjualan jika setelah diberikan penyuluhan namun masih
ada yang menggunakan bahan pengawet berbahaya seperti boraks dan
formalin.

Universitas Indonesia

Gambaran pengetahuan..., Habsah, FKM UI, 2012


DAFTAR PUSTAKA

Anonimous. 2007. Penggunaan Formalin dalam Produk Pangan. Diakses tanggal


12 April 2012 http://www.smallcrab.com
Astawan, Made. 2008. Membuat Mie & Bihun. Jakarta: Penebar Swadaya
Azmi, A’yunin Nur. 2010. Pararosanilin sebagai Metode Efektif untuk
Mendeteksi Adanya Formalin. Jawa Timur: Digilib Unej dalam
http://digilib.unej.ac.id/gdl42/gdl.php?mod=browse&op=read&id=gdlhub-
gdl-a8217yunin-2209&newtheme=gray&newlang=english
BPOM RI, et al. 2004. Bahan Tambahan Ilegal - Boraks, Formalin dan
Rhodamin B dalam jurnal Food Watch: Sistem Keamanan Pangan Terpadu
BPOM RI. 2006. Sidang Ke 4 Accsq Product Working Group On Traditional
Medicines And Health Supplements. Dalam Jurnal Info POM Vol. 7, No.
1, Januari 2006.
Buckle K.A., et al. 1987. Ilmu Pangan. Jakarta: Universitas Indonesia Press
(UIP). Penerjemah Hari Purnomo Adiono – cet I.
Cahaya, Indra S. 2003. Bahan Tambahan Makanan, Bahaya dan Dampaknya
terhadap Kesehatan. INFO KESEHATAN vol VII No.1 Maret 2003.
Cahyadi, Wisnu. 2008. Analisis & Aspek Kesehatan BAHAN TAMBAHAN
PANGAN. Jakarta: PT Bumi Aksara
Detikhealth. 2012. Ini dia ciri-ciri Mie Berformalin dalam
http://food.detik.com/read/2012/03/07/093920/1859848/294/ini-dia-ciri-
ciri-mie-berformalin (diakses 1 Juni 2012).
Djoko Arisworo, Yusa, dan Nana Sutresna. 2006. Ilmu Pengetahuan Alam.
Jakarta: Grafindo Media Pratama
EasyTest. 2011. Prosedur Pemakaian Tes Kit Boraks dalam http://easyteskit.com
(diakses 1 Juni 2012)
Efendi, Ferry dan Makhfudli. 2009. Keperawatan Kesehatan Komunitas: Teori
dan Praktik dalam Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika
Elza, Des. 2005. Bahan Tambahan Pangan dalam http://katalog.lipi.go.id Diakses
tanggal 12 April 2012
Green, Lawrence. 1980. Health Education Planning, A Diagnostic Approach.
Baltimore. The John Hopkins University, Mayfield Publishing Co.
86
Universitas Indonesia

Gambaran pengetahuan..., Habsah, FKM UI, 2012


87

Handayani. 2006. Bahaya Kandungan Formalin pada Makanan dalam


http://www.kuliah.ftsl.itb.ac.id/wp-content/uploads/2008/10/formalin.pdf
(diakses 1 Juni 2012).
Handoko, Bagus Haryo. 2012. Beberapa Alasan Mengapa Anda Seharusnya
Mulai Mengurangi Konsumsi Mie Instan, dalam
http://haryobagushandoko.sitesled.com/. Diakses 11 April 2012.
Haryanto, Bambang & Munarso, S Joni. 2008. Perkembangan Teknologi
Pengolahan Mie. Jurnal Penelitian dan Pengembangan Pascapanen
Pertanian dan Pengkajian dan Penerapan Teknologi Agroindustri, BPPT.
Hutabarat, Pujita. 2010. Analisa Kandungan Formalin Pada Mi Basah Serta Ciri-
Ciri Fisik Mi Basah Yang Positif Mengandung Formalin Dan Yang
Negatif Mengandung Formalin Di Pasar Tradisional Medan Tahun 2010.
Skripsi FKM USU.
Jejaring Intelijen Pangan BPOM RI. 24 Januari 2006. Laporan Workshop:
Keamanan Pangan Mie Basah, Mencari Jalan Keluar dari Masalah
Formalin dan Boraks.
Khamid, I.R. 1993. Bahaya Boraks bagi Kesehatan. Harian Kompas
Koswara, S. 2005. Teknologi Pengolahan Mie. Jakarta: ebook Pangan
Kusrini. 2006. Sistem Pakar, Teori dan Aplikasi. Yogyakarta: Andi Offset
Malang, Putra Indonesia. 2012. Identifikasi Boraks pada Makanan. Dalam
http://www.putraindonesiamalang.or.id/identifikasi-boraks-pada-
makanan.html (diakses 1 Juni 2012)
Mujamil, Jejem. Deteksi dan Evaluasi Keberadaan Boraks pada Beberapa Jenis
Makanan di Kotamadya Palembang. Cermin Dunia Kedokteran No. 120,
1997 17.

Notoatmodjo. 2002. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: PT Rineka Citra


Notoatmojo, Soekidjo. 2003. Pendidikan dan Perilaku Kesehatan. Penerbit
Rineka Cipta, Jakarta
Permenkes RI No. 722/MenKes/Per/IX/1988 Tentang Bahan Tambahan Pangan,
Jakarta
PP RI No. 28 Tahun 2004. Keamanan Mutu dan Gizi Pangan. Sekretaris Negara
RI, Jakarta.

Universitas Indonesia

Gambaran pengetahuan..., Habsah, FKM UI, 2012


88

Kuesioner Penelitian Pengetahuan,Sikap Pedagang Bakso tentang Makanan

Jajanan yang Mengandung Formalin

A.Karakteristik Responden
No.Responden :
Nama :
Jenis Kelamin :
Umur :
Pendidikan :

Pengetahuan
1. Apakah bapak/ibu tahu yang dimaksud dengan bahan tambahan
makanan?
a. Bahan tambahan yang ditambahkan dalam makanan dengan tujuan
untuk mempengaruhi sifat dan bentuk makanan
b. Bahan tambahan makanan yang sengaja ditambahkan kedalam
makanan
c. Tidak tahu
2. Apakah manfaat dari penggunaan bahan tambahan makanan?
a. Untuk membuat makanan tampak lebih berkualitas, lebih menarik,
serta rasa dan teksturnya lebih sempurna
b. Untuk mengawetkan makanan tanpa mengubah tekstur dan kualitas
c. Tidak tahu
3. Apakah contoh-contoh bahan tambahan makanan?
a. Pengawet,pewarna,pemanis dan penyedap rasa
b. Pengawet,pewarna,penyedap rasa, dan penyegar
c. Tidak tahu
4. Bagaimanan ciri-ciri makanan yang mengandung pengawet?
a. Makanan tidak mudah membusuk, tahan lama, dapat memperbaiki
cita rasa, warna dan teksturnya
b. Makanan awet dan tahan lama, cita rasa, warna dan tekstur tidak
berubah
c. Tidak tahu

FORMALIN
1. Apakah fungsi sebenarnya formalin?
a. Pembunuh serangga, Pengawet mayat
b. Pengawet mayat, pembunuh kuman
c. Tidak tahu
2. Apakah contoh-contoh makanan yang mengandung formalin yang
bapak ketahui?
a. Bakso, mi, tahu, ikan asin
b. Bakso, mi, tahu, buah-buahan
c. Tidak tahu
3. Apakah bapak tahu ciri-ciri mi basah yang berformalin?
a. Teksturnya lebih kenyal, tidak rusak lebih dari 2 hari, bau
menyengat

Universitas Indonesia

Gambaran pengetahuan..., Habsah, FKM UI, 2012


89

b. Tekstur lebih kenyal, bau tidak menyengat, mudah rusak dalam


waktu 2 hari
c. Tidak tahu
4. Menurut bapak bolehkan menambahkan formalin dalam makanan
seperti mi basah?
a. Tidak boleh
b. Boleh
c. Tidak tahu
5. Sebutkan bahan alami pengganti formalin yang bapak ketahui!
a. Citosan
b. Lainnya____
c. Tidak tahu

BORAKS
1. Apakah fungsi sebenarnya boraks menurut Bapak/Ibu?
a. Bahan Pembersih dan pembunuh jamur (fungisida)
b. Pestisida (pembunuh hama tanaman) dan Pembunuh bakteri
c. Tidak tahu
2. Apakah contoh-contoh makanan yang mengandung boraks yang
Bapak/Ibu ketahui?
a. Bakso, mi, tahu, ikan asin
b. Bakso, mi, tahu, buah-buahan
c. Tidak tahu
3. Apakah Bapak/Ibu tahu ciri-ciri mi basah yang mengandung boraks?
a. Teksturnya lebih kenyal, tidak lengket, tidak mudah putus
b. Lembut dan bewarna putih, bau menyengat, lebih lengket
c. Tidak tahu
4. Menurut bapak bolehkan menambahkan boraks dalam makanan seperti
mi basah?
a. Tidak boleh
b. Boleh
c. Tidak tahu
5. Sebutkan bahan alami pengganti boraks yang bapak ketahui!
a. Air ki
b. Lainnya____
c. Tidak tahu

Universitas Indonesia

Gambaran pengetahuan..., Habsah, FKM UI, 2012


90

Perilaku
1. Apakah mie basah ini ibu produksi sendiri?
a. Ya b. Tidak
2. Berapa rupiah harga mie/kg nya?
3. Adakah bahan tambahan yang ibu tambahkan dalam pembuatan mie basah?
(selain bahan utama: tepung-tepungan, mentega, telur, air)
a. Tidak ada
b. Ada,
sebutkan__________________________________________________
4. Biasanya mie basah yang ibu gunakan tahan berapa lama?
a. 1 – 2 hari b. Lebih dari 2 hari
5. Jika mie yang dijual tidak habis (bersisa), tindakan apa yang Ibu lakukan
terhadap mie tersebut?
a. Dibuang b. Diolah kembali c. Tidak pernah bersisa
6. Apakah ibu pernah mengikuti pelatihan seputar bahan tambahan pangan?
a. Pernah b. Tidak pernah

Universitas Indonesia

Gambaran pengetahuan..., Habsah, FKM UI, 2012


91

Gambar Prosedur Uji Boraks

Prosedur Kerja UJi Formalin

Universitas Indonesia

Gambaran pengetahuan..., Habsah, FKM UI, 2012


92

Hasil Pemeriksaan Kualitatif Boraks dan Formalin Pada Mi Basah di Seluruh Kantin
Universitas X Depok Tahun 2012
Lokasi Kode Uji Tes Kit Hasil Uji
Jenis Mi
Kantin Sampel (Sampel+Reagen cair+kertas Uji) Boraks
Kantin A Mm A Warna kertas tidak berubah Boraks (-)
Warna kertas berubah  merah bata
Boraks (+)
Kantin L Mm L (sangat sedikit)
Warna kertas berubah  sedikit merah bata
Boraks (+)
Kantin C Mm C (sangat sedikit)
Warna kertas berubah  sedikit merah bata
Boraks (+)
Kantin M Mm M (sangat sedikit)
Kantin D Mm D Warna kertas tidak berubah Boraks (-)
Kantin E Mm E Warna kertas tidak berubah Boraks (-)
Mi Mentah Kantin F Mm F Warna kertas tidak berubah Boraks (-)
Kantin G Mm G Warna kertas tidak berubah Boraks (-)
Kantin H Mm H Warna kertas tidak berubah Boraks (-)
Kantin I Mm I Warna kertas tidak berubah Boraks (-)
Kantin J Mm J Warna kertas berubah  merah bata Boraks (+)
Kantin K Mm K Warna kertas tidak berubah Boraks (-)
Kantin M Mm M Warna kertas tidak berubah Boraks (-)
Kantin D Mm2 D - -
Kantin I Mm2 I - -
Warna kertas berubah merah bata
Boraks (+)
Kantin B Mb B (sedikit)
Warna kertas berubah merah bata
Boraks (+)
Kantin I Mb I (sangat sedikit)
Warna kertas berubah merah bata
Boraks (+)
Kantin F Mb F (sedikit)
Warna kertas berubah merah bata
Boraks (+)
Kantin K Mb K (sangat sedikit)
Mi Basah Warna kertas berubah  merah bata
Boraks (+)
Kantin G Mb G (sangat sedikit)
Warna kertas berubah merah bata
Boraks (+)
Kantin C Mb C (sedikit)
Warna kertas berubah merah bata
Boraks (+)
Kantin H Mb H (sedikit)
Kantin D Mb D - -
Kantin A Mb A - -
Mi Kering (kontrol) Mk Warna kertas tidak berubah Boraks (-)

Universitas Indonesia

Gambaran pengetahuan..., Habsah, FKM UI, 2012


93

Hasil Pemeriksaan Kualitatif Formalin Pada Mi di Seluruh Kantin Universitas


X Depok Tahun 2012
Jenis Lokasi Kode Uji Tes Kit Hasil Uji
Mi Kantin Sampel (Sampel+Reagen A+Reagen B) Formalin
Kantin A Mm A Tidak terjadi perubahan warna pada campuran Formalin (-)
Kantin L Mm L Tidak terjadi perubahan warna pada campuran Formalin (-)
Kantin C Mm C Tidak terjadi perubahan warna pada campuran Formalin (-)
Kantin M Mm M Tidak terjadi perubahan warna pada campuran Formalin (-)
Kantin D Mm D Tidak terjadi perubahan warna pada campuran Formalin (-)
Kantin E Mm E Tidak terjadi perubahan warna pada campuran Formalin (-)
Kantin F Mm F Tidak terjadi perubahan warna pada campuran Formalin (-)
Mi
Formalin (-)
Mentah Kantin G Mm G Tidak terjadi perubahan warna pada campuran
Kantin H Mm H Tidak terjadi perubahan warna pada campuran Formalin (-)
Kantin I Mm I Tidak terjadi perubahan warna pada campuran Formalin (-)
Kantin J Mm J Tidak terjadi perubahan warna pada campuran Formalin (-)
Kantin K Mm K Tidak terjadi perubahan warna pada campuran Formalin (-)
Kantin M Mm M Tidak terjadi perubahan warna pada campuran Formalin (-)
Kantin D Mm2 D - -
Kantin I Mm2 I - -
Terjadi perubahan warna pada campuran  ungu Formalin
Kantin B Mb B violet (+)
Terjadi perubahan warna pada campuran  ungu Formalin
Kantin I Mb I violet (+)
Terjadi perubahan warna pada campuran  ungu Formalin
Kantin F Mb F violet (+)
Terjadi perubahan warna pada campuran  ungu Formalin
Mi Kantin K Mb K violet (+)
Basah Terjadi perubahan warna pada campuran  ungu Formalin
Kantin G Mb G violet (+)
Terjadi perubahan warna pada campuran  ungu Formalin
Kantin C Mb C violet (+)
Terjadi perubahan warna pada campuran  ungu Formalin
Kantin H Mb H violet (+)
Kantin D Mb D - -
Kantin A Mb A - -
Mi Kering (K) Mk Tidak terjadi perubahan warna pada campuran Formalin (-)

Universitas Indonesia

Gambaran pengetahuan..., Habsah, FKM UI, 2012

Anda mungkin juga menyukai