PENDAHULUAN
LATAR BELAKANG
Ide mengenai Tanggunjawab Sosial Perusahaan ( TSP ) atau yang dikenal dengan
Corporate Social Responbility (CSR) kini semakin diterima secara luas. Kelompok yang
mendukung wacana TSP berpendapat bahwa perusahaan tidak dapat dipisahkan dari para
individu yang terlibat didalamnya, yakni pemilik dan karyawannya. Namun mereka tidak boleh
hanya memikirkan keuntungan finansialnya saja, melainkan pula harus memiliki kepekaan dan
kepedulian terhadap publik.
Secara lebih teoritis dan sistematis, konsep Piramida Tanggung Jawab Sosial Perusahaan
yang dikembangakan oleh Archie B Carrol memberi justify logis mengapa sebuah perusahaan
perlu menerapkan TSP bagi masyarakat di sekitarnya. Sebuah perusahaan tidak hanya memiliki
tangungjawab ekonomis, melainkan pula tanggungjawab legal, etis dan filantropis.
RUMUSAN MASALAH
TUJUAN PENULISAN
Untuk mengetahui tentang Tanggungjawab Sosial Perusahaan
BAB II
PEMBAHASAN
A. DEFINISI TANGGUNGJAWAB SOSIAL PERUSAHAAN
Schermerhorn (1993) memberi definisi Tanggung Jawab Sosial Perusahaan sebagai
suatu kepedulian organisasi bisnis untuk bertindak dengan cara-cara mereka sendiri
dalam melayanai kepentingan organisasi dan kepentingan public eksternal.
Secara konseptual, TSP adalah pendekatan dimana perusahaan mengintegarasikan
kepedulian sosial dalam operasi bisnis dan interaksi mereka dengan para pemangku
kepentingan ( stakeholders ) berdasarkan prinsip kesukarelaan dan kemitraan. ( Nuryana,
2005 ). Meskipun sesungguhnya memiliki pendekatan yang relative berbeda, beberapa nama lain
yang memiliki kemiripan atau bahkan identik dengan TSP antara lain, Investasi Sosial
Perusahaan( corporate social Investment/investing), pemberian perusahaan ( Corporate Giving),
kedermawanan Perusahaan ( Corporate Philantropy ).
Secara teoretis, berbicara mengenai tanggung jawab yang harus dilaksanakan oleh
perusahaan, maka setidaknya akan menyinggung 2 makna, yakni tanggung jawab dalam makna
responsibility atau tanggung jawab moral atau etis, dan tanggung jawab dalam makna liability
atau tanggung jawab yuridis atau hukum.
Berbicara tanggung jawab dalam makna liability, berarti berbicara tanggung jawab dalam
ranah hukum, dan biasanya diwujudkan dalam bentuk tanggung jawab keperdataan. Dalam
hukum keperdataan, prinsip-prinsip tanggung jawab dapat dibedakan sebagai berikut : 1)Prinsip
tanggung jawab berdasarkan adanya unsure kesalahan (liability based on fault); 2)Prinsip
tanggung jawab berdasarkan praduga(presumption of liability); 3)Prinsip tanggung jawab mutlak
(absolute liability or strict liability). Selain ketiga hal tersebut, masih ada lagi khusus dalam
gugatan keperdataan yang berkaitan dengan hukum lingkungan ada beberapa teori tanggung
jawab lainnya yang dapat dijadikan acuan, yakni : 1)Market share liability; 2)Risk contribution;
3)Concert of action; 4)Alternative liability; 5)Enterprise liability. Berdasarkan uraian tersebut,
dapat disimpulkan perbedaan antara tanggung jawab dalam makna responsibility dengan
tanggung jawab dalam makna liability pada hakekatnya hanya terletak pada sumber
pengaturannya. Jika tanggung jawab itu belum ada pengaturannya secara eksplisit dalam suatu
norma hukum, maka termasuk dalam makna responsibility, dan sebaliknya, jika tanggung jawab
itu telah diatur di dalam norma hukum, maka termasuk dalam makna liability
Munculnya Konsep TSP didorong oleh terjadinya Kecenderungan pada masyarakat
industri yang dapat disingkat dengan fenomena DEAF (yang dalam bahasa inggris berarti Tuli),
sebuah akronim dari Dehumanisasi, Equalisasi, Aquariumisasi, dan Feminisasi ( Suharto, 2005)
1. Dehumanisas industry. Efisien dan mekanisasi yang semakin menguat di dunia industri
telah menciptakan persoalan-persoalan kemanusiaan baik bagi kalangan buruh di
perusahaan tersebut, maupun bagi masyarakat di sekitar perusahaan. “Merger mania”
dan perampingan perusahaan telah menimbulkan gelombang Pemutusan Hubungan Kerja
dan pengangguran, ekspansi dan eksploitasi dunia industri telah melahirkan polusi
dan kerusakan lingkungan yang hebat.
2. Equalisasi hak-hak publik. Masyarakat kini semakin sadar akan haknya untuk
meminta pertanggungjawaban perusahaaan atas berbagai masalah sosial yang sering kali
ditimbulkan oleh beroperasinya perusahaan. Kesadaran ini semakin menuntut
akuntabilitas (accountability) perusahaan bukan saja dalam proses produksi,
melainkan pula dalam kaitannya dengan kepedulian perusahaan terhadap berbagai
dampak sosial yang ditimbulkannya.
3. Aquariumisasi dunia industri. Dunia kerja ini semakin transparan dan terbuka laksana
sebuah akuarium .Perusahaan yang hanya memburu rente ekonomi dan cenderung
mengabaikan hokum, prinsip, etis,dan, filantropis tidak akan mendapat dukungan publik.
Bahkan dalam banyak kasus, masyarakat menuntut agar perusahaan seperti ini di
tutup.
4. Feminisasi dunia kerja. Semakin banyaknya wanita yang bekerja semakin menuntut
dunia perusahaan, bukan saja terhadap lingkungan internal organisasi, seperti pemberian
cuti hamil dan melahirkan, kesehatan dan keselamatan kerja, melainkan pula terhadap
timbulnya biaya-biaya sosial, seperti penelantaran anak, kenakalan remaja akibat
berkurangnya kehadiran ibu-ibu dirumah dan tentunya dilingkungan masyarakat.
Pelayanan sosial seperti perawatan anak (child care), pendirian fasilitas pendidikan
dan kesehatan bagi anak-anak, atau pusat-pusat kegiatan olah raga dan rekreasi bagi
remaja bisa merupakan sebuah “kompensasi” sosial terhadap isu ini.
Apabila hendak menganut pemahaman yang digunakan oleh para ahli yang
menggodok ISO 26000 Guidance Standard on Social responsibility yang secara konsisten
mengembangkan tanggung jawab sosial maka masalah SR akan mencakup 7 isu pokok yaitu:
1. Pengembangan Masyarakat
2. Konsumen
4. Lingkungan
5. Ketenagakerjaan
ISO 26000 menerjemahkan tanggung jawab sosial sebagai tanggung jawab suatu
organisasi atas dampak dari keputusan dan aktivitasnya terhadap masyarakat dan
lingkungan, melalui perilaku yang transparan dan etis, yang:
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Setelah makalah kami presentasikan di depan kelas, terjadi diskusi yang menghasilkan
beberapa pertanyaan yang harus kami jawab. Pertanyaan itu antara lain :
Bagaimana perlakuan pemerintah kepada Perusahaan yang di satu sisi melaksanakan CSR
namun di sisi lain produknya juga merugikan masyarakat?
Sebenarnya perusahaan sudah melakukan kesalahan yang besar dengan menghasilkan produk
yang merugikan bagi masyarakat. Namun, kembali lagi dengan permintaan dari masyarakat itu
sendiri, selama produknya masih dibeli oleh masyarakat, selama itu pulalah perusahaan itu masih
akan tetap berdiri. Mengenai peran pemerintah sendiri sudah jelas, ia adalah sebagai regulator
dari segala kebijakan yang ada. Mungkin saja masyarakat kita masih kurang pengetahuan
mengenai dampak buruk yang bisa disebabkan oleh produk suatu perusahaan, maka di sinilah
peran pemerintah, yakni memberikan pengetahuan yang baik bagi masyarakatnya.
Tujuannya jelas!!! Yakni untuk membuat citra yang positif bagi perusahaan oleh masyarakat.
Semakin perusahaan dikenal “baik” oleh masyarakat, secara tidak langsung produk yang
dihasilkannya pun akan mendapatkan predikat “baik” pula, dan itu akan meningkatkan
kepercayaan masyarakat dan tentunya meningkatkan hasil penjualan juga.
Adapun alasan perusahaan melakukan CSR ada 3 hal seperti yang telah dijelaskan sebelumnya :
Ketiga hal di atas pulalah yang menjadi dasar suatu perusahaan melaksanakan program CSR bagi
masyarakat di sekitarnya.
Apa langkah kongkrit pemerintah dalam hal menjadi Regulator atas kebijakan perusahaan?
Apa peranan seorang Pekerja Sosial di dalam pelaksanaan CSR suatu perusahaan?
Menarik sekali pertanyaannya karena ini sudah memasuki wilayah pekerja sosial dalam
kaitannya dengan pelaksanaan CSR perusahaan. Yang jelas Pekerja Sosial di sana dapat menjadi
seorang manajer program, artinya Pekerja Sosial lah yang merancang program-program
pelayanan CSR bagi masyarakat. Pekerja Sosial juga yang melakukan asesmen terhadap
kebutuhan pelayanan masyarakat. Jadi nantinya program CSR yang dijalankan oleh perusahaan
akan tepat guna dan bermanfaat.
Ini juga sebuah pertanyaan yang menarik dan kami rasa patut menjadi pertanyaan kita semua.
Baiklah akan coba kami jawab. Sejatinya peluang Pekerja Sosial Industri ini amatlah luas. Hanya
saja memang dari kitanya sendiri yang masih “malu-malu” menunjukkan kualitas kita. Alhasil ya
malah orang lain yang menyerobot posisi strategis itu. Padahal sebenarnya kita yang bisa
menghandle dan mengerti kebutuhan khusus dari masyarakat melalui asesmen yang detil. Nah,
jadi sekarang ini merupakan PR bagi kita semua untuk menunjukkan kualitas kita sebagai
Pekerja Sosial Profesional dan juga dukungan dari semua pihak untuk ikut mempromosikan
profesi ini.
Kita saat ini sedang menjalani Jurusan Rehabilitasi Sosial, bagaimana penerapan Pekerja
Sosial Klinis dalam perusahaan?
Sungguh pertanyaan yang kritis. Sebagai Pekerja Sosial Klinis, kita dalam perusahaan bisa
memberikan pelayanan kepada Bos dan Karyawan dalam rangka ikut menyelesaikan
permasalahan-permasalahan yang dialami dan juga memberikan pelayanan konseling guna
meningkatkan kualitas dan semangat kerja.
DAFTAR PUSTAKA
Wahyudi, Isa & Busyra Azheri. 2008. Corporate Social Responsibility : Prinsip, Pengaturan dan
Implementasi. Malang : Inspire.
Tofi, La. Majalah Bisnis dan CSR. Juli 2008. Jakarta : LatofiSukma DivaEvente
http://www.jababeka.com/site/
http://www.unilever.co.id/ourvalues/
Suharto, Edi, Ph.D, 2007, Pekerjaan Sosial di Dunia Industri: Memperkuat Tanggungjawab
Sosial Perusahaan. Bandung : Refika Aditama.