Anda di halaman 1dari 32

MAKALAH

ASUHAN KEPERAWATAN PADA LANSIA


DENGAN DIAGNOSA KETIDAKBERDAYAAN

Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Gerontik


Dosen Pembimbing: Suyamto, A.Kep. MPH

Disusun oleh :
Kelas 3B
Awang Cahyo G (2720162884)
Bangun Gagah P (2720162886)
Bedi Kurniawan (2720162887)
Bella Marsela Sari (2720162888)
Dame Lasmaria (2720162889)
Destia Wisudawati (2720162891)
Devi Anggraini (2720162892)
Devita Elma Endarti (2720162893)
Dewi Purwantina (2720162894)
Dian Yulianti (2720162895)

AKADEMI KEPERAWATAN NOTOKUSUMO


YOGYAKARTA
2019

i
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penyusun panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah
menganugerahkan kepada penyusun sehingga makalah ini dapat tersusun dengan
baik. Makalah ini disusun berdasarkan berbagai data dari media elektronik berupa
internet dan juga dari buku-buku kesehatan. Ucapan terima kasih kepada seluruh
pihak yang telah membantu dalam penyusunan makalah ini.
Penyusun berharap makalah ini dapat bermanfaat bagi semua pihak dan
khususnya di bidang pelayanan kesehatan. Saran dan kritik sangat diharapkan
demi hasil yang lebih baik untuk karya tulis yang belum sempurna ini.

Yogyakarta, Februari 2019

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL......................................................................................................... i
HALAMAN PENGESAHAN ........................................................................................... ii
DAFTAR ISI ..................................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ...................................................................................................... 4
B. Tujuan ................................................................................................................... 6
BAB II PEMBAHASAN
A. Definisi ............................................................................................................ 7
B. Etiologi ............................................................................................................ 10
C. Tanda dan Gejala............................................................................................. 11
D. Klasifikasi ...................................................................................................... 15
BAB III ASUHAN KEPERAWATAN
A. Kasus .............................................................................................................. 17
B. Pengkajian ..................................................................................................... 17
C. Diagnosa Keperawatan ................................................................................... 22
D. Intervensi Keperawatan .................................................................................. 24
BAB IV PENUTUP
A. Kesimpulan .................................................................................................... 26
B. Saran ................................................................................................................ 26
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................................... 27

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Setiap orang pasti akan mengalami proses pertumbuhan dan
perkembangan dari bayi sampai menjadi tua (lansia). Lanjut usia (lansia)
adalah seseorang yang telah mencapai masa usia 60 tahun keatas dengan
kemampuan fisik dan kognitifnya yang semakin menurun. World Health
Organization (WHO) dalam buku Grandfa (2008) menggolongkan lansia
menjadi 4 yaitu usia pertengahan (middle age) adalah 45–59 tahun, lanjut usia
(elderly) adalah 60–74 tahun, lanjut usia tua (old) adalah 75–90 tahun dan
usia sangat tua (very old) diatas 90 tahun (Nugroho,2008). Populasi lansia
diperkirakan akan mengalami peningkatan secara global di seluruh dunia.
Peningkatan jumlah lansia juga akan diiringi dengan peningkatan masalah
kesehatan yang sering dikeluhkan oleh lansia yaitu masalah kesehatan jiwa.
Salah satu masalah kesehatan jiwa yang terus meningkat adalah
ketidakberdayaan (Grandfa, 2008).

Ketidakberdayaan adalah persepsi yang menggambarkan perilaku


seseorang yang tidak akan berpengaruh secara signifikan terhadap hasil; suatu
keadaan dimana individu kurang dapat mengendalikan kondisi tertentu atau
kegiatan yang baru dirasakan. Ketidakberdayaan dapat muncul disebabkan
banyak factor yang dibagi menjadi tiga, yaitu patofisiologi, situasional, dan
maturasional. Berdasarkan patofisiologi, ketidakberdayaan dapat muncul
karena proses penyakit akut atau kronis, seperti ketidakmampuan
mengomunikasikan sakitnya, ketidakmampuan melakukan aktivitas fisik.
Faktor situasional yang dapat menyebabkan ketidakberdayaan dapat berupa
perubahan personal dan lingkungan seperti hospitalisasi, peningkatan
ketakutan, menerima masukan negative. Secara maturasional, proses
pendewasaan menjadi remaja/ dewasa atau berubah menjadi lansia, serta

4
kehilangan (pemecatan, defisitsensori, kehilanganuang, dan orang terdekat)
(Carpenito&Moyet, 2009).

Pada kasus lansia dengan masalah jiwa ketidakberdayaan, Menurut WHO


prevalensi depresi padalansia di dunia berkisar 9-17% dan hasil meta analisis
dari laporan negara-negara di 2 dunia mendapatkan prevalensi rata-rata
depresi pada lansia adalah 16,5% (Kompas, 2012). Prevalensi masalah jiwa
pada lansia di Vietnam dan Jepang yang diukur pada penelitian yang sama
menunjukan angka lebih rendah dibandingkan Indonesia, di Indonesia
menurut penelitian yang telah dilakukan dengan pengukuran menggunakan
Geriatric Depression Scale short form (GDS-SF) sebanyak 23,7% (Mass
Meridean, 2011). Prevalensi kejadian masalah kesehatan jiwa pada lansia di
unit komunitas bervariasi antara 1-35% (Frazer, Christonson & Griffith,
2008). Pada kasus di Yogyakarta ditemukan adalah ketidakberdayaan lansia
dengan prevalensi kejadiannya berkisar 23-40% dari kasus kesehatan jiwa
yang lain (Dharmono, 2008).

Kejadian kasus ini, pada kenyataannya masih banyak tenaga kesehatan


yang belum maksimal melakukan intervensi tindakan yang mampu
mengurangi masalah ketidakberdayaan pada lansia. Tindakan keperawatan
yang dilakukan untuk mengatasi diagnose keperawatan ketidakberdayaan
pada lansia bertujuan klien mampu meningkatkan harga diri dan
meningkatkan sumber daya individu, memiliki mechanism koping yang lebih
efektif, mampu memulai hubungan atau interaksi dengan orang lain, serta
dapat mengembangkan dan meningkatkan hubungan atau interaksi social
dengan orang lain (Stuart &Laria, 2009). Sehingga pada kesempatan kali ini,
penulis ingin mengetahui asuhan keperawatan pada lansia dengan masalah
ketidakberdayaan baik di tatanan masyarakat maupun pada tatanan pelayanan
kesehatan.

5
B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Mampu mengetahui asuhan keperawatan pada lansia dengan
masalah ketidakberdayaan.

2. Tujuan Khusus
a. Mampu mengetahui definisi ketidakberdayaan pada lansia.
b. Mampu mengetahui penyebab ketidakberdayaan pada lansia.
c. Mampu mengetahui tanda dan gejala ketidakberdayaan pada lansia.
d. Mampu mengetahui Klasifikasi ketidakberdayaan pada lansia.
e. Mampu mengetahui pohon masalah ketidakberdayaan pada lansia.
f. Mampu mengetahui penatalaksanaan masalah ketidakberdayaan
pada lansia.
g. Mampu mengetahui pengkajian pada lansia dengan masalah
ketidakberdayaan.
h. Mampu mengetahui diagnose keperawatan pada lansia dengan
masalah ketidakberdayaan.
i. Mampu mengetahui intervensi keperawatan pada lansia dengan
masalah ketidakberdayaan.

6
BAB II

PEMBAHASAN

A. Definisi
Kekuatan yang memiliki peran yang signifikan dalam pengalaman
manusia. Kekuatan didefinisikan sebagai kombinasi kekuasan dan
pengaruh yang berasal dari beragam sumber termasuk posisi, keahlian, dan
kualitas personal (Prescott & Dennis,1985). Posisi dapat memberi
kekuatan saat peran atau kantor memberikan otoritas kepada individu
dalam kantor atau peran tersebut. Kekuatan yang berasal dari pengetahuan
dan pendidikan seseorang dapat memberi kekuatan yang mengiringi
keahlian. Kekuatan yang berasal dari kualitas personal terjadi saat
karateristik personal meningkat perasaan ketertarikan seseorang. Persepsi
ketidak berdayaan dapat sangat memburuk pada lansia, yang cenderung
memiliki sumber yang lebih sedikit dan memiliki dasar kekuatan yang
lebih lemah bergantung pada dukungan. Diagnosis yang adekuat untuk
lansia yang mengalami ketidakberdayaan tidak dapat diformulasikan tanpa
pemahaman yang mendalam akan makna dari ketidakberdayaan itu
sendiri.
Bacharach dan Lawyer (1980) mengidentifikasi 2 dimensi
konstruksi kekuatan yang berbeda yaitu: otoritas dan pengaruh. Otoritas
meliputi kekuatan formal, seperti yang dihubungkan dengan posisi
administratif, sedangkan pengaruh bersifat informal dan berhubungan
dengan kemampuan individu untuk mengajak atau meyakinkan orang lain
tentang posisi seseorang. Dimensi otoritas dan pengaruh ini cenderung
lebih konkret dan objektif, sebagai contoh, kekuatan untuk
memperkerjakan dan memecat seseorang muncul dari posisi atau keahlian.
Namun, kekuatan juga menjadi fenomena subjektif yang diciptakan oleh
perasaan personal. Individu secara subjektif merasa memiliki kekuatan,
akan merasa lebih kuat dibandingkan dengan orang yang memiliki posisi
yang sama atau situasi yang sama yang merasa tidak berdaya. Baik otoritas

7
maupun pengaruh, keduanya merupakan dimensi yang berada dibawah
kontrol personal dan secara personal juga dapat mempengaruhi oleh
perubahan status mental seseorang oleh karena itu, meskipun otoritas dan
pengaruh timbul sebagai bagian dari sumber-sumber external, keduanya
dihasilkan secara internal dan menjadi bagian dari kontrol personal
(Mirowsky,1997).
Pemberdayaan terjadi saat perasaan kekuatan diinternalisasi pada
diri seseorang atau difasilitasi oleh orang lain. Perasaan pemberdayaan
merupakan hal mendasar dan penting untuk aktualisasi diri yang optimal.
Pada kenyataannya, bagi lansia, perasaan personal akan memberdayakan
merupakan suatu alat yang berasal dari sikap positif seseorang dan orang
lain, serta perasaan dapat mengendalikan lingkungan. Kurangnya perasaan
akan kekuatan dapat mengakibatkatkan rasa tidak aman, kesukaran
emosional, dan depresi serta dapat menghalangi hubungan yang efektif
dengan orang terdekat dan dengan tenaga kesehatan profesional.
Perasaan kekuatan tidak secara otomatis didapatkan saat masuk
kedalam suatu posisi status sosial atau dengan adanya prestasi pendidikan.
Tanpa memperhatikan posisi dan status, kurangnya perasaan akan
kekuatan pada beberapa orang dapat dirasakan dalam kehidupan. Pada
orang lain, perasaan akan kekuatan muncul secara alamiah dan tampak
tertanam dalam kepribadian individu bahkan dari lahir. Pada orang lain
juga kemampuan untuk merasakan kuatan personal tampak berkembang
sepanjang waktu dan dihasilakan dari usaha yang besar. Meskipun
demikian, tanpa mempertimbangkan keamanan dan perasaan kekuatan,
seorang dewasa dapat dikategorikan dalam rentang lansia, perasaan
kekuatan sering berkurang akibat kehilangan kendali, setres, berduka,
kehilangan orang yang dicintai, komplikasi dari proses penuaan,
kehilangan sumber, dan penyakit yang menyebabkan tidak berdaya.
Ketidakberdayaan memberikan banyak konsekuensi yang buruk bagi
lansia. Perasaan ketidakberdayaan telah dihubungkan dengan kurangnya
prilaku kesehatan preventif diantara individu lansia. Melakukan penelitian

8
selama 1 tahun dan menemukan pada lansia perasaan yang umum akan
pengendalian yang kurang secara signifikan berhubungan dengan prilaku
berikut ini:
1. Prilaku kesehatan preventif yang lebih sedikit.
2. Tingkat kesehatan diri yang kurang.
3. Jumlah epidsode penyakit yang lebih besar termasuk
membutuhkan tirah baring total.
Hubungan yang jelas antara perasan ketidakberdayaan perilaku
layanan kesehatan preventif dikembangkan dalam kajian terdahulu yang
dilakukan oleh Rodin dan Langer (1977), yang menyatakan bahwa
intervensi kendali yang relevan memberikan dampak positif pada
kesehatan pada populasi lansia yang dirawat inap yang mereka teliti.
Seeman dan Lewis (1995) melakukan penelitian serupa pada lansia laki-
laki (yang berusia 30-44 tahun), dengan mengumpulkan data secara teratur
selama periode waktu lebih dari 10 tahun. Temuan penelitian ini
menyatakan bahwa terdapat hubungan langsung antara penurunan status
kesehatan dengan peningkatan kondisi ketidakberdayaan. Temuan lebih
lanjut dari penelitian ini juga mengindikasikan bahwa peningkatan rasa
penguasaan dihubungkan dengan penurunan rasa ketidakberdayaan.
Membandikan nilai antara prediktor ketidakberdayaan dengan status
kesehatan cenderung dilakukan pada lansia pria dan wanita yang dewasa.
Ketidakberdayaan tetap menjadi prediktor yang unggul dalam
mengukur mortalitas, terutama saat individu dinyatakan sangat terbatas
dalam melakukan aktivitas awal dan saat gejala psikologis dan kepuasan
akan status kesehatan disertakan ke dalam seluruh perhitungan.
Ketidakberdayaan merupakan prediktor moralitas yang unggul baik pada
lansia pria dan wanita dewasa, sedangkan prediktor mortalitas yang terbaik
pada lansia yang senang dan tidak senang dengan status kesehatan mereka,
adalah usia. Temuan penelitian yang sangat penting ini tampaknya
menyatakan bahwa setiap tahun, baik pada lansia pria maupun wanita
dewasa ketidakberdayaan secara signifikan dihubungkan dengan

9
pembatasan aktivitas yang lebih besar dan peningkatan gejala psikologik.
Analisis lebih jauh pada data mereka juga menemukan bahwa perubahan
status kesehatan secara signifikan berhubungan dengan perubahan dalam
rasa ketidakberdayaan. Pada kenyataannya, peningkatan ketidakberdayaan
mengiringi penurunan status kesehatan dan merupakan prediksi terhadap
peningkatan masalah kesehatan. Saat mortalitas lebih sering tampak pada
lansia yang memiliki perasaan ketidakberdayaan, terutama pada kaum
pria, Seeman dan Lewis (1195) menyimpulkan bahwa kasus seperti ini
hanya terjadi pada individu yang pada awalnya tidak merasa senang pada
kesehatan mereka.
Kurangnya efek perasaan kendali tidak hanya mempengaruhi moral
pasien lansia, tapi juga moral dan harga diri anggota keluarga dan pemberi
asuhan (Davidhizar 1994). Diantara beberapa orang, reaksi terhadap
seseorang yang mengalami penyakit kronis bervariasi, tapi perasaan
ketidakberdayaan sering kali bersifat siklis, sehingga saat pasien
mengalami peningkatan ketidakberdayaan, pemberi asuhan juga
merasakan hal yang sama.
Dengan demikian, kekutan, kewenangan, dan ketidakberdayaan
merupakan konsep penting bagi lansia dan tenaga kesehatan profesional
yang berinteraksi dengan mereka. Diagnosis ketidakberdayaan penting
dalam membuat suatu pengkajian yang holistik pada lansia., intervensi
berikutnya oleh tenaga kesehatan profesional penting untuk memfasilitasi
perasaan sejahtera.

B. Etiologi
Ketidakberdayaan dapat muncul dan disebabkan oleh banyak
faktor Carpenito & Moyet (2009). Berdasarkan Patofisiologi,
Ketidakberdayaan dapat muncul karena proses penyakit akut dan kronis:
1. ketidakmampuan mengkomunikasikan sakitnya
2. ketidakmampuan melakukan aktivitas fisik
3. Ketidakmampuan melaksanakan peran dan tanggung jawab.

10
ketidakberdayan dibagi menjadi 3: yaitu patofisiologi, situasional
dan maturasional. kelemahan karena penyakit dan penyakit yang
disebabkan kemunduran mental. faktor situasional yang meyebabkan
ketidakberdayaan dapat berupa perubahan personal seperti hospitalisasi,
peningkatan ketakutan, menerima masukan negatif. Secara maturasional,
Proses pendewasaan menjadi remaja/dewasa atau berubah menjadi lansia,
serta kehilangan (pemecatan, defisit sensori, kehilangan uang dan orang
terdekat.

C. Tanda dan Gejala


Data subyektif :
a) Mengungkapkan dengan kata-kata bahwa tidak mempunyai
kemampuan mengendalikan atau mempengaruhi situasi.
b) Mengungkapkan tidak dapat menghasilkan sesuatu.
c) Mengungkapkan ketidakpuasan dan frustasi terhadap ketidakmampuan
untuk melakukan tugas atau aktivitas sebelumnya.
d) Mengungkapkan keragu-raguan terhadap penampilan peran.
e) Mengatakan ketidakmampuan perawatan diri.
Data obyektif :
a) Ketidakmampuan untuk mencari informasi tentang perawatan.
b) Tidak berpartisipasi dalam pengambilan keputusan saat diberikan
kesempatan.
c) Enggan mengungkapkan perasaan sebenarnya.
d) Ketergantungan terhadap orang lain yang dapat mengakibatkan
iritabilitas, ketidaksukaan, marah, dan rasa bersalah.
e) Gagal mempertahankan ide/pendapat yang berkaitan dengan orang lain
ketika mendapat perlawanan.
f) Apatis dan pasif.
g) Ekspresi muka murung.
h) Bicara dan gerakan lambat.
i) Tidak berlebihan.

11
j) Nafsu makan tidak ada atau berlebihan.
k) Menghindari orang lain

1. Kognitif
a) Lapang pandang menjadi sempit.
b) Kurang mampu menerima rangsang dari luar.
c) Waspada dengan gejala fisiologis.
d) Bingung.
e) Takut akan konsekuensi yang abstrak.
f) Cenderung menyalahkan diri sendiri.
g) Berfokus pada diri sendiri.
h) Kurang konsentrasi.
i) Gangguan perhatian.
j) Mengungkapkan ketidakmampuan karena perubahan dalam fungsi
tubuh yang mengalami gangguan.
k) Mengungkapkan keluhan karena perubahan pada kejadian kehidupan.
l) Sulit mengambil keputusan.
m) Mengatakan takut kehilangan kontrol.

2. Afektif
a) Gelisah.
b) Sedih yang mendalam hingga mengalami frustasi.
c) Menangis.
d) Mengalami penyesalan.
e) Merasa tidakberdaya.
f) Berfokus pada diri sendiri.
g) Merasa bingung.
h) Ragu dan tidak percaya diri.
i) Merasa khawatir.
j) Cenderung menyalahkan diri sendiri.
k) Apatis.

12
l) Pesimis.
m) Mudah marah.

3. Fisiologis
a) Tanda-tandavital : Tekanan Darah, Nadi, Respirasi, suhu badan.
b) Berat badan.
c) Wajah murung dan muka berkerut.
d) Suara bergetar dan kadang melemah / pelan.
e) Gangguan pola tidur (tidur berlebihan).
f) Nafsu makan menurun/ hilang sama sekali.
g) Simpatik:
1) Anoreksia.
2) Mulut kering.
3) Wajah pucat.
4) Nadi dan tekanan darah turun.
5) Pupil menyempit.
6) Lemah.
7) Nafas pelan sesekali nafas dalam.
h) Parasimpatik:
1) Nyeri kepala (pusing).
2) Penurunan tekanan darah dan frekuensi denyut nadi.
3) Letih.
4) Tidur berlebihan.
5) Lesu.

4. Perilaku
a) Gerakan pelan dan lemas.
b) Penurunan produktivitas.
c) Gelisah dan melihat hanya sepintas.
d) Kontak mata buruk.
e) Apatis.

13
f) Melamun.
g) Menunduk.
h) Memalingkan wajah.

5. Sosial
a) Bicara pelan dan lirih.
b) Menarik diri dari hubungan interpersonal.
c) Kurang inisiatif.
d) Menghindari kontak sosial dengan orang lain.
e) Menunjukkan sikap apatis.

6. Sumber Koping
a) Personal ability
1) Pengetahuan klien tentang masalah yang dirasakan
(ketidakberdayaan).
2) Kemampuan klien mengatasi masalah yang dirasakan
(ketidakberdayaan).
3) Jenis upaya klien mengatasi masalah yang dirasakan
(ketidakberdayaan).
4) Kemampuan dalam memecahkan masalah.
b) Sosial support
1) Caregiver utama dalam keluarga.
2) Kader kesehatan yang ada di lingkungan tempat tinggal.
3) Per group yang ada turut serta dalam memberi dukungan.
c) Material asset
1) Keberadaan asset harta benda pendukung pengobatan yang dimiliki
(tanah, rumah, tabungan) serta fasilitas yang membantunya selama
proses gangguan fisiologis.
2) Mempunyai fasilitas Jamkesmas, SKTM, ASKES.
3) arak/ akses pelayanan kesehatan yang dikunjungi

14
d) Positive belief
1) Keyakinan dan nilai positif tentang ketidakberdayaan yang
dirasakan: tidak ada.
2) Keyakinan dan nilai positif tentang pelayanan kesehatan yang ada.

7. Mekanisme Koping
a) Konstruktif
1) Menilai pencapaian hidup yang realistis.
2) Kreatif dalam mencari informasi terkait perubahan status
kesehatannya sehingga dapat beradaptasi secara normal.
3) Mampu mengembangkan minat dan hobi baru sesuai dengan
perubahan status kesehatan dan peran yang telah dialami.
4) Peduli terhadap orang lain disekitarnya walaupun mengalami
perubahan kondisi kesehatan.
b) Destruktif
1) Mengungkapkan ketidakmampuan untuk mengatasi masalah atau
meminta bantuan.
2) Menggunakan mekanisme pertahanan yang tidak sesuai.
3) Ketidakmampuan memenuhi peran yang diharapkan (mengalami
ketegangan peran, konflik peran).
4) Mengungkapkan kesulitan dalam berkeinginan mencapai tujuan.
5) Tidak mampu memenuhi kebutuhan dasar seperti makan minum,
kebersihan diri, istirahat dan tidur dan berdandan
6) Perubahan dalam interaksi sosial (menarik diri, bergantung pada
orang lain).
7) Enggan mengungkapkan perasaan yang sebenarnya.

D. Klasifikasi ketidak berdayaan


Menurut Dharmono (2008) ketidakberdayaan terdiri dari tiga
klasifikasi yaitu 1) rendah, klien mengungkapakan ketidak pastian tentang
fluktuasi tingkat energy dan bersikap pasif. 2) sedang, klien mengalami

15
ketergantungan pada orang lain yang dapat mengakibatkan ititabilitas,
ketidaksukaan, marah dan rasa bersalah. Klien tidak melakukan praktik
perawatan diri ketika ditantang. Klien tidak ikut memantau kemajuan
pengobatan. Klien menunjukkan ekspresi ketidakpuasan terhadap ketidak
mampuan melakukan aktivitas atau tugas sebelumnya. Klien menujukkan
ekspresi keraguan tentang performa peran. 3) berat, klien menunjukkan
sikap apatis, depresi terhadap perburukan fisik yang terjadi dengan
mengabaikan kepatuhan pasien terhadap program pengobatan dan
menyatakan tidak memiliki kendali (terhadap perawatan diri, situasi, dan
hasil).

16
BAB III

ASUHAN KPERAWATAN KETIDAKBERDAYAAN

A. Kasus
Bapak. S usia 66 tahun dengan kondisi compos mentis, beragama
islam, saat ini klien sudah tidak bekerja. Sebelum sakit klien merupakan
petani dan pernah bekerja menjadi kuli bangunan. Memiliki riwayat
hipertensi sejak 10 tahun yang lalu dan mempunyai riwayat gagal jantung
sejak 9 tahun yang lalu. Klien sudah tidak bekerja, tidak melakukan
aktivitas berat hanya dirumah makan tidur dan kebutuhan klien dibantu
oleh istrinya. Klien mempunyai anak dua laki-laki dan sudah mempunyai
cucu dua. Klien mengatakan sedih karena merasa tidak berguna dan
hanya menjadi beban di keluarganya. Keluarga juga mengatakan sejak
sakit klien menjadi sakit pendiam dan banyak melamun jika di rumah.
Keluarga mengasumsikan mungkin klien merasa bosn karena sebelum
sakit klien merupakan oang yang aktif bekerja dan melakukan aktivitas
dimasyarakat seperti pengajian dan kerja bakti. Terkadang klien juga
marah jika istrinya tidak menjaga disampingnya.

B. Pengkajian
1) Identitas Klien
Nama : Bp. S
Umur : 66 Tahun
Alamat : Tamansari RT 03, RW 05 Yogyakarta
Pekerjaan : Tidak bekerja
Agama : Islam

17
2) Keluhan Utama
Klien mengatakan merasa sedih karena menjadi beban anak dan
istrinya ketika sakit dan klien juga merasa hanya menjadi beban
anaknya karena semenjak sakit 9 bulan yang lalu klien tidak
bekerja hanya tidur- makan sehingga semua biaya hidup
ditangggung oleh anaknya.
3) Riwayat kesehatan sekarang
Klien mengatakan sedih dan merasa tidak berguna hanya menjadi
beban keluarganya karena dia sakit 9 bulan yang lalu dan dia hanya
dirumah tidak melakukan pekerjaan apapun
4) Riwayat kesehatan dahulu
Klien mengalami sakit gagal jantung semenjak 9 bulan yang lalu
dan memiliki riwayat hipertensi sejak 10 tahun yang lalu
5) Riwayat kesehatan keluarga
Keluarga tidak ada yang mengalami gangguan psikologi seperti
yang dialami oleh klien dan tidak mempunyai penyakit genetik
yang mempengaruhi psikososisal.
6) Pemeriksaan fisik
a) Keadaan umum
Keadaan umum klien lansia yang mengalami masalah
psikososial: Depresi yang lemah
b) Kesadaran
Klien Compos mentis
c) Tanda- tanda vital :
1. Suhu: 37C
2. Nadi dalam batas normal N:70-82X/Menit
3. Tekanan darah : 160/80mmHg
4. Pernafasan : 24x/Menit
7) Pemeriksaan Review Of System
a) Sistem Pernafasan (B1: Breathing)
Frekuensi nafas masih dalam batas normal

18
b) Sistem Sirkulasi(B2: Bleeding)
Frekuensi nadi dalam batas normal, tekanan darah dalam
batas normal
c) Sistem Persyarafan (B3:Brain)
Klien apatis, gangguan konsentrasi, kurang perhatian
d) Sistem perkemihan (B4:Bleder)
Klien tidak mengalami gangguan dalam berkemih
e) Sistem pencernaan (B5:Bowel)
Klien kadang makan berlebihan atau kurang, konstipasi,
perubahan berat badan
f) Sistem Muskuloketal(B6:Bone)
Klien kadang mengeluh nyeri otot, nyeri punggung
8) Pola Fungsi Kesehatan
Yang perlu dikaji adalah aktivitas apa saja yang biasa dialakukan
sehubungan dengan adanya masalah psikososial depresi:
9) Pola Persepsi Dan Tata Laksana Hidup Sehat
Klien mengalami gangguan persepsi, klien mengalami gangguan
memelihara dan menangani masalah kesehatannya
10) Pola Nutrisi
Klien makan tidak teratur
11) Pola Eliminasi
Klien mengalami tidak mengalami gangguan dalam berkemih
12) Pola Istirahat Dan Tidur
Klien mengalami kesulitan memulai tidur, tidur hanya 4-6 jam per
hari
13) Pola Aktivitas
Klien mengalami gangguan dalam pemenuhan dalam aktivitas
sehari-hari karena penurunan minat
Pengkajian kemampuan klien dalam memenuhi kebutuhan
aktivitas sehari-hari dengan menggunakan index KATZ
14) Pola Hubungan Dan Peran

19
Klien memiliki hubungan baik dengan keluarga, istri, cucu dan
anaknya. Klien sangat peduli dengan cucu- cucunya
15) Pola Sensori Dan Kognitif
Klien mengalami ambifalensi, kebingungan, ketidakmampuan
berkonsentrasi, kehilangan minat dan motovasi, menyalahkan diri
sendiri, mencela diri sendiri, pikiran yang destruktif tentang diri
sendiri, pesimis dan ketidakpastian, mudah tersinggung, emosi
labil dan disorientasi.
16) Pola persepsi dan konsep diri
1) Citra Diri
Klien tidak menerima perubahan dirinya, klien menolak
penjelasan perubahan tubuh, klien memiliki persepsi yang
negative terhadap tubuhnya, klien mengungkapkan
keputusan.
2) Ideal Diri
Klien mengungkapkan keputusan akibat penyakitnya, klien
mengungkapkan keinginan yang terlalu tinggi
3) Harga Diri
Klien merasa malu terhadap diri sendiri akibat penyakit yang
dialaminya. Klien merasa bersalah terhadap diri sendiri, klien
merendahkan martabatnya sendiri, klien mengalami
gangguan hubungan sosial dan percaya dirinya kurang.
4) Peran Diri2
Klien mengalami ketidakpuasan peran, klien mengalami
kegagalan menjalankan peran yng baru, klien mengalami
ketegangan dalam menjalankan peran yang baru, klien apatis,
bosan/jenuh dan putus asa.
5) Identitas Diri
Klien merasa tidak ada percaya diri, sulit mengambil
keputusan, ketergantungan terhadap orang lain, ada masalah

20
dalam hubungan interpersonal dank lien tidak yakin terhadap
keinginanya.
17) Pola Seksual Dan Reproduksi
Klien mengalami penurunan minat terhadap pemenuhan
kebutuhan seksual.
18) Pola Mekanisme/Penanggulangan Stress Dan Koping
Klien menggunakan mekanisme koping yang tidak efektif dalam
menangani stress yang dialaminya.
19) Pola Tata Nilai Dan Kepercayaan
Klien tidak mengalami gangguan dalam spiritual.

C. Diagnosa Keperawatan
1. Pohon diagnosa

Koping individu tidak efektif

ketidakberdayaan

Kurang pengetahuan

Diagnosa Data yang telah ditemukan


Kurang pengetahuan Klien tidak menemukan cara alternatif
untuk menangani masalahnya, klien
mengatakan bingung.

Ketidakberdayaan Klien mengatakan sepertinya tidak mampu


menyelesaikan skripsinya karena tidak bisa
pergi bimbingan skripsi.

Koping individu tidak efektif Klien menyalahkan dirinya sendiri dan

21
enggan bertemu dengan orang yang akan
menjenguknya (membatasi hubungan
interpersonal).

2. Tindakan Keperawatan
Klien dengan ketidakberdayaan dilakukan tindakan sesuai asuhan
keperawatan sesuai dengan standar asuhan keperawatan psikososial
yang dikembangkan generalis keperawatan jiwa terdiri dari dua
strategi pelaksanaan:
a) Tindakan keperawatan untuk klien dengan ketidakberdayaan yaitu
dengan latihan berpikir positif.
b) Evaluasi ketidakberdayaan, berusaha mengembangkan harapan
positif dan latihan mengontrol perasaan ketidakberdayaan.
Sesuai dengan standar asuhan keperawatan intervensi pertama pada
ketidakberdayaan adalah melakukan pendekatan untuk mengkaji
masalah ketidakberdayaan. Dalam melakukan pendekatan perawat
menggunakan:
a. Lakukan pendekatan yang hangat, bersifat empati, tunjukkan
respon emosional dan menerima pasien apa adanya.
b. Mawas diri dan cepat mengendalikan perasaan dan reaksi diri
perawat sendiri (misalnya ; rasa marah, frustasi dan simpati).
c. Sediakan waktu untuk berdiskusi dan bina hubungan yang
sifatnya supportif, beri waktu klien untuk berespon.
d. Gunakan teknik komunikasi terapeutik terbuka, eksplorasi dan
klarifikasi.
e. Bantu klien untuk mengekspresikan perasaannya dan identifikasi
area-area situasi kehidupannya yang tidak berada dalam
kemampuannya untuk mengontrol.
f. Bantu klien untuk mengidentifikasi faktor-faktor yang dapat
berpengaruh terhadap ketidakberdayaan.

22
g. Diskusi tentang masalah yang dihadapi klien tanpa memintanya
untuk menyimpulkan.
h. Identifikasi pemikiran yang negatif dan bantu untuk menurunkan
melalui interupsi atau substitusi.
i. Bantu pasien untuk meningkatkan pemikiran positif.
j. Evaluasi ketetapan presepsi, logika, dan kesimpulan yang dibuat
klien.
k. Identifikasi presepsi klien yang tidak tepat, penyimpangan dan
pendapatnya yang tidak rasional.
l. Kurangi penilaian pasien yang negatif terhadap dirinya.
m. Bantu untuk menyadari nilai yang dimilikinya atau perilakunya
dan perubahannya yang terjadi.
n. Libatkan klien dalam menetapkan tujuan-tujuan perawatan yang
ingin dicapai. Motivasi klien untuk membuat jadwal aktivitas
perawatan dirinya.
o. Berikan klien privasi sesuai kebutuhan yang ditentukan.
p. Berikan reinforcement positif untuk keputusan yang dibuat dan
jika klien berhasil melakukan kegiatan atau penampilan yang
bagus. Motivasi untuk mempertahankan penampilan / kegiatan
tersebut.
q. Diskusikan dengan klien pilihan yang realistis dalam perawatan,
berikan penjelasan untuk pilihan ini. Bantu klien untuk
mendapatkan tujuan yang realistis. Fokuskan kegiatan pada saat
ini bukan pada kegiatan masa lalu.
r. Bantu klien mengidentifikasi area-area situasi kehidupan yang
dapat dikontrolnya. Dukung kekuatan-kekuatan diri yang dapat
diidentifikasi oleh klien.
s. Identifikasi cara-cara yang dapat dicapai oleh klien. Dorong untuk
berpartisipasi dalam aktivitas-aktivitas tersebut dan berikan
penguatan positif untk partisipasi dalam pencapaian.

23
t. Motivasi keluarga untuk berperan aktif dalam membantu klien
menurunkan perasaan ketidakberdayaan.
u. Dorong kemandirian, tetapi bantu klien jika tidak melakukan.
v. Libatkan klien dalam pembuatan keputusan tentang rutinitas
keperawatan. Jelaskan alasan setiap perubahan perencanaan
perawatan kepada klien.
w. Adakan suatu konferensi multidisiplin untuk mendiskusikan dan
mengembangkan perawatan rutin klien.
Tindakan keperawatan untuk keluarga yaitu penjelasan kondisi
pasien dan cara merawat serta evaluasi peran keluarga merawat
pasien, dengan cara latihan mengontrol perasaan ketidakberdayaan
(FIK UI-RSMM, 2012).Antara lain :
a. Membina hubungan saling percaya
b. Mengenali dan mengekspresikan emosinya
c. Memodivikasi pola kognitif yang negatif
d. Berpartisispasi dalam mengambil keputusan yang berkenan
dengan perawatannya sendiri
e. Termotivasi untuk aktif mencapai tujuan yang realistis

D. Intervensi Keperawatan
1. Intervensi untuk Klien
Tujuan Umum : Klien mampu mengatasi rasa ketidakberdayaan
yang dialaminya
Tujuan Khusus:
a) Membina hubungan saling percaya
b) Meningkatkan harga diri
c) Meningkatkan kualitas hidup
d) Mengenali dan mengekspresikan emosinya
e) Modifikasi pola kognitif dan negatif
f) Berpartisipasi dalam pengambilan keputusan yang berkenaan
dengan perawatan dirinya

24
2. Intervensi Keperawatan
a. Membina hubungan saling percaya
a) Mengucapkan salam terapeutik
b) Berjabat tangan
c) Menjelaskan tujuan interaksi
b. Meningkatkan harga diri
a) Mampu meningkatkan rasa percaya diri
b) Mengenali diri sendiri dengan baik
c) Mengungkapkan perasaan bahwa dirinya berharga
c. Meningkatkan kualitas hidup
a) Mampu meningkatkan status kesehatan
b) Mengetahui situasi sosial
d. Mengenali dan mengkspresikan emosinya
a) Lakukan pendekatan yang hangat
b) Sediakan waktu untuk berdiskusi dan bina hubungan yang
suportif
c) Gunakan teknik komuniksi teraputik terbuka
d) Bantu klien mengeskrepsikan perasaanya
e) Bantu klien mengidentifikasi faktor- faktor yang dapat
berpengaruh terhadap ketidakberdayaan
e. Modifikasi pola kognitif dan negatif
a) Identifikasi pemikiran yang negatif
b) Bantu klien untuk meningkatkan pemikiran yang positif
c) Bantu klien untuk menyadari nilai yang dimilikinya
f. Berpartisipasi dalam pengambilan keputusan yang berkenaan
dengan perawatan dirinya
a) Motivasi klien untuk membuat jadwal aktivitas perawatan
diri
b) Berikan klien privasi sesuai yang dibutuhkan

25
c) Berikan reinforcement positif untuk keputusan yang di buat
jika klien berhasil melakukan ketgiatan yang bagus (Renata
kumalasari, 2011)

26
BAB IV
TERAPI KOGNITIF

A. Definisi
Kognisi adalah suatu tindakan atau proses memahami. Terapi kognitif
menjelaskan bahwa bukan suatu peristiwa yang menyebabkan kecemasan dan
tanggapan maadaptive melainkan harapan masyarakat, penilaian, dan
interprestasi dari setiap peristiwa ini. Sugesti bahwa perilaku maladaptive dapat
diubah oleh berhubungan langsung dengan pikiran dan keyakinan orang
(Stuart, 2009).
Terapi kognitif adalah terapi yang mempergunakan pendekatan
terstruktur, aktif, direktif dan berjangka waktus ingkat, untuk menghadapi
berbagai hambatan dalam kepribadian, misalnya ansietas atau depresi (Singgih,
2008).
Perasaan kekuatan tidak secara otomatis didapatkan saat masuk kedalam
suatu posisi status social atau dengan adanya prestasi pendidikan. Tanpa
memperhatikan posisi dan status, kurangnya perasaan akan kekuatan pada
beberapa orang dapat dirasakan dalam kehidupan. Pada orang lain, perasaan
kekuatan muncul secara alamiah dan tampak tertanam dalam kepribadian
individu bahkan dari lahir. Pada orang lain juga kemampuan untuk merasakan
kekuatan personal tampak berkembang sepanjang waktu dan dihasilkan dari
usaha yang besar. Meskipun demikian, tanpa memperhatikan keamanan dan
perasaan kekuatan personal, seorang dewasa dapat dikategorikan dalam
rentang lansia, perasaan kekuatan sering berkurang akibat kehilangan kendali,
stress, berduka, kehilangan orang yang dicintai, komplikasi dari proses
penuaan, kehilangan sumber, dan penyakit yang menyebabkan perasaan
ketidakberdayaan. Perasaan ketidakberdayaan telah dihubungkan dengan
kurangnya perilaku kesehatan preventif diantara individu lansia (Mass
Meridean dkk, 2011).

27
Ketidakberdayaan adalah pengalaman hidup kurang pengendalian
terhadap situasi, termasuk persepsi bahwa tindakan seseorang secara signifikan
tidak akan mempengaruhi hasil (Herdman, 2015).
Jadi dapat disimpulkan bahwa ketidakberdayaan merupakan persepsi
individu yang memandang bahwa dirinya tidak dapat melakukan sesuatu
yang signifikan atau tidak dapat merubah terhadap suatu keadaan.

Tanda dan Gejala menurut Carpenito (2009) ada 2 yaitu1) mayor (harus
ada): memperlihatkan atau menutupi (marah, apatis) ekspresi ketidakpuasan
atas ketidakmampuan mengontrol situasi yang mengganggu pandangan,
tujuan, dan gaya hidup, 2) minor (mungkin ada) meliputi apatis dan pasif,
ansietas dan depresi, marah dan perilaku kekerasan, perilaku buruk dan
kebergantungan yang tidak memuaskan orang lain, gelisahan dan cenderung
menarikdiri

Ketidakberdayaan dapat muncul disebabkan banyak factor menurut


Carpenito&Moyet (2009) membagi etiologi ketidakberdayaan menjadi tiga,
yaitu patofisiologi, situasional, dan maturasional. Berdasarkan patofisiologi,
ketidakberdayaan dapat muncul karena proses penyakit akut atau kronis,
seperti ketidak mampuan mengomunikasikan sakitnya, ketidak mampuan
melakukan aktivitas fisik, ketidak mampuan mengerjakan peran dan tanggung
jawabnya, kelemahan karena penyakit dan penyakit yang disebabkan
kemunduran mental. Faktor situasional yang dapat menyebabkan
ketidakberdayaan dapat berupa perubahan personal dan lingkungan seperti
hospitalisasi, peningkatan ketakutan, menerima masukan negative. Secara
maturasional, proses pendewasaan menjadi remaja/ dewasa atau berubah
menjadi lansia, serta kehilangan (pemecatan, defisitsensori, kehilangan uang,
dan orang terdekat).
Batasan karakteristik klien dengan ketidakberdayaan menurut Herdman
(2015) ketidakberdayaan yang dialami antara lain bergantung pada orang lain,
depresi, frustasi tentang ketidakmampuan untuk melakukan aktivitas

28
sebelumnya, kurang partisipasi dalam perawatan, kurang rasa kendali, malu,
merasa asing, ragu tentang penampilan peran.

B. Tujuan
Tujuan terapi ini mengubah pikiran negative menjadi positif, mengetahui
penyebab perasaan negatif yang dirasakan, membantu mengendalikandiri,
pencegahan serta perkembangan pribadi, memperoleh keringanan gejala
secepat mungkin, untuk membantuk klien dalam mengidentifikasikan
disfungsional pola pemikiran dan tindakan serta untuk memandu klien pada
bukti serta logika yang secara efektif menguji kebenaran dari dysfunctional
thingking. Terapi memfokuskan pada mengubah “pemikiran otomatis”,
mengubah kepercayaan (anggapan) tidak logis, penalaran salah, dan
pernyataan negatif yang mendasari permasalahan perilaku (Stuart &Laraia,
2009).

C. Manfaat
Terapi kognitif pada pasien ketidakberdayaan sangat bermanfaat untuk
memberikan motivasi agar tidak mudah menyerah atau putus asa menjalani
hidup sehari-hari, memberikan hal yang positif bagi pasien ketidakberdayaan
dan membantu mengurangi gejala klien dengan restrukturisasi system
keyakinan yang salah (Singgih, 2008).

29
BAB V
PENUTUP

A. Kesimpulan
Lanjut usia (lansia) adalah seseorang yang telah mencapai masa usia 60
tahun keatas dengan kemampuan fisik dan kognitifnya yang semakin
menurun. Masalah kesehatan yang sering dikeluhkan oleh lansia yaitu
masalah kesehatan jiwa. Salah satu masalah kesehatan jiwa yang terus
meningkat adalah ketidakberdayaan (Grandfa, 2008).

Ketidakberdayaan adalah persepsi yang menggambarkan perilaku


seseorang yang tidak akan berpengaruh secara signifikan terhadap hasil; suatu
keadaan dimana individu kurang dapat mengendalikan kondisi tertentu atau
kegiatan yang baru dirasakan. Tindakan keperawatan yang dilakukan untuk
mengatasi diagnose keperawatan ketidakberdayaan pada lansia bertujuan
klien mampu meningkatkan harga diri dan meningkatkan sumber daya
individu, memiliki mechanism koping yang lebih efektif, mampu memulai
hubungan atau interaksi dengan orang lain, serta dapat mengembangkan dan
meningkatkan hubungan atau interaksi social dengan orang lain (Stuart
&Laria, 2009).

B. Saran
Asuhan keperawatan pada lansia haruslah diakukan secara
profesional dan komprehensif, yaitu dengan memandang pada aspek bio-
psiko-sosial-spiritual pada lansia. Aspek psikologis pada lansia merupakan
aspek yang tak kala penting dari aspek yang lain, olehnya itu pelaksanaan
asuhan keperawataan lansia dengan diagnosa ketidakberdayaan harus
dilakukan dengan sebaik-baiknya demi terciptanya lansia yang sehat
jasmani dan rohani.

30
DAFTAR PUSTAKA

Carpenito, L.J. &Moyet. 2009. Nursing Diagnosis Application to Clinical


Practise. Lippincott: Wlliams& Wilkins

Carpenito, L.J. 2009. Diagnosis Keperawatan: Aplikasi Pada Praktik Klinis. Ed.9.
Jakarta: EGC.
Dharmono, Adi. Penerapan Tindakan Keperawatan: Terapi Generalis Terhadap
Ketidakberdayaan Pada Lansia. Universitas Indonesia Depok Jawa Barat.
2008. Vol 3 Hal 23-26.

Frazer, Christorison&Gviffith. 2008. Aplikasi KeperawatanLansia dengan


Masalah Tertentu. Jakarta : EGC.

Grandfa, Mochammad. 2008. Penerapan Terapi Pada Usia Lanjut. Jakarta :


Gunung Mulia.

Hidayat, A. 2014. http://lib.ui.ac.id/file?file=digital/2016-5/20390998-PR-


Asep%20Hidayat.pdf. Asuhan Keperawatan Psikososial
Ketidakberdayaan Pada Tn. H. Dengan Diagnosa Medis Diabetes Melitus
Tipe 2 Di Ruang Antasena Rumah Sakit Marzoeki Mahdi Bogor.
FK.UI.Jakarta. diakses 27 Maret 2017
Kompas. Isu Perkembangan Lansia di Indonesia. Kompas.com. 2012. Diakses
tanggal 20 Maret 2018.
Mamnu’ah. 2017. Panduan Praktikum Keperawatan Jiwa II. Yogyakarta: UNISA
Mass Meridean, dkk. 2011. AsuhanKeperawatanGetriatrik: diagnosis NANDA,
kriteriahasil NOC, danintervensi NIC. Jakarta: EGC

Nugroho. 2008. KeperawatanGerontik. Jakarta : ECG

Renata kumalasari, A. l. (2011). Asuhan Keperawatan Geriatrik. Jakarta : EGC.

Stuart & Laraia. 2005. Buku Saku Keperawatan Jiwa (terjemahan). Jakarta: EGC.

31
Townsend, M.C (2010). Buku Saku Diagnosis Keperawatan Psikiatri rencana
Asuhan & Medikasi Psikotropik. Edisi 5. Jakarta: Penebit Buku
Kedokteran EGC

32

Anda mungkin juga menyukai