Anda di halaman 1dari 33

LAPORAN PENDAHULUAN

KEPERAWATAN GERONTIK PADA Ny R DENGAN HIPERTENSI

DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS MAGELANG UTARA

KOTA MAGELANG

Pada Program Studi D III Keperawatan Magelang

Oleh :

Novia Putri M.A

P1337420517092

PROGRAM STUDI D III KEPERAWATAN MAGELANG

JURUSAN KEPERAWATAN

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES SEMARANG

2020
BAB 1

A. Konsep Penyakit
1. Definisi Hipertensi
Hipertensi dapat didefinisikan sebagai tekanan darah persisten dimana
tekanan sistoliknya di atas 140 mmHg dan diastolik di atas 90 mmHg. Pada
populasi lansia, hipertensi didefinisikan sebagai tekanan sistolik 160 mmHg
dan tekanan diastolik 90 mmHg. (Smeltzer, 2001).
Hipertensi didefinisikan oleh Joint National Committee on Detection
(JIVC) sebagai tekanan yang lebih tinggi dari 140/90 mmHg dan
diklasifikasikan sesuai derajat keparahannya, mempunyai rentang dari
tekanan darah (TD) normal tinggi sampai hipertensi maligna.
Hipertensi dikategorikan ringan apabila tekanan diastoliknya antara
95 – 104 mmHg, hipertensi sedang jika tekanan diastoliknya antara 105 dan
114 mmHg, dan hipertensi berat bila tekanan diastoliknya 115 mmHg atau
lebih. Pembagian ini berdasarkan peningkatan tekanan diastolik karena
dianggap lebih serius dari peningkatan sistolik (Smith Tom, 1995).
2. Klasifikasi Hipertensi
Klasifikasi hipertensi menurut WHO, yaitu:
1. Tekanan darah normal yaitu bila sistolik kurang atau sama dengan
140 mmHg dan diastolik kurang atau sama dengan 90 mmHg
2. Tekanan darah perbatasan (broder line) yaitu bila sistolik 141-149
mmHg dan diastolik 91-94 mmHg
3. Tekanan darah tinggi (hipertensi) yaitu bila sistolik lebih besar atau
sama dengan 160 mmHg dan diastolik lebih besar atau sama dengan
95mmHg.
Klasifikasi menurut The Joint National Committee on the
Detection and Treatment of Hipertension, yaitu:
1. Diastolik
a. < 85 mmHg : Tekanan darah normal
b. 85 – 99 mmHg : Tekanan darah normal tinggi
c. 90 -104 mmHg : Hipertensi ringan
d. 105 – 114 mmHg : Hipertensi sedang
e. >115 mmHg : Hipertensi berat
2. Sistolik (dengan tekanan diastolik 90 mmHg)
a. < 140 mmHg : Tekanan darah normal
b. 140 – 159 mmHg : Hipertensi sistolik perbatasan terisolasi
c. > 160 mmHg : Hipertensi sistolik teriisolasi

Krisis hipertensi adalah Suatu keadaan peningkatan tekanan darah


yang mendadak (sistole ≥180 mmHg dan/atau diastole ≥120 mmHg), pada
penderita hipertensi, yg membutuhkan penanggulangan segera yang ditandai
oleh tekanan darah yang sangat tinggi dengan kemungkinan timbulnya atau
telah terjadi kelainan organ target (otak, mata (retina), ginjal, jantung, dan
pembuluh darah).

Tingginya tekanan darah bervariasi, yang terpenting adalah cepat


naiknya tekanan darah, diantaranya yaitu:

1. Hipertensi Emergensi
Situasi dimana diperlukan penurunan tekanan darah yang segera
dengan obat antihipertensi parenteral karena adanya kerusakan organ
target akut atau progresif target akut atau progresif. Kenaikan TD
mendadak yg disertai kerusakan organ target yang progresif dan di
perlukan tindakan penurunan TD yg segera dalam kurun waktu
menit/jam.
2. Hipertensi Urgensi
Situasi dimana terdapat peningkatan tekanan darah yang bermakna
tanpa adanya gejala yang berat atau kerusakan organ target
progresif bermakna tanpa adanya gejala yang berat atau kerusakan organ
target progresif dan tekanan darah perlu diturunkan dalam beberapa jam.
Penurunan TD harus dilaksanakan dalam kurun waktu 24-48 jam
(penurunan tekanan darah dapat dilaksanakan lebih lambat (dalam
hitungan jam sampai hari).
3. Etiologi
Pada umumnya hipertensi tidak mempunyai penyebab yang spesifik
(idiopatik). Hipertensi terjadi sebagai respon peningkatan cardiac output atau
peningkatan tekanan perifer. Namun ada beberapa faktor yang
mempengaruhi terjadinya hipertensi:
1. Genetik: Respon neurologi terhadap stress atau kelainan eksresi atau
transport Na.
2. Obesitas: terkait dengan level insulin yang tinggi yang mengakibatkan
tekanan darah meningkat.
3. Stress Lingkungan.
4. Hilangnya Elastisitas jaringan dan arterosklerosis pada orang tua serta
pelebaran pembuluh darah.
Berdasarkan etiologinya Hipertensi dibagi menjadi 2 golongan yaitu:
1. Hipertensi Primer
Penyebab tidak diketahui namun banyak factor yang
mempengaruhi seperti genetika, lingkungan, hiperaktivitas, susunan
saraf simpatik, system rennin angiotensin, efek dari eksresi Na, obesitas.
Ciri lainnya yaitu: umur (jika umur bertambah maka TD meningkat),
jenis kelamin (laki-laki lebih tinggi dari perempuan), ras (ras kulit hitam
lebih banyak dari kulit putih), kebiasaan hidup (konsumsi garam yang
tinggi melebihi dari 30 gr, kegemukan atau makan berlebihan, stres,
merokok, minum alcohol, dan minum obat-obatan (ephedrine, prednison,
epineprin).
2. Hipertensi Sekunder
Dapat diakibatkan karena penyakit parenkim renal/vaskuler renal,
diabetes melitus, stroke.
Penyebab hipertensi pada orang dengan lanjut usia adalah terjadinya
perubahan-perubahan pada:
1. Elastisitas dinding aorta menurun.
2. Katub jantung menebal dan menjadi kaku.
3. Kemampuan jantung memompa darah menurun 1% setiap tahun sesudah
berumur 20 tahun kemampuan jantung memompa darah menurun
menyebabkan menurunnya kontraksi dan volumenya.
4. Kehilangan elastisitas pembuluh darah. Hal ini terjadi karena kurangnya
efektifitas pembuluh darah perifer untuk oksigenasi Meningkatnya
resistensi pembuluh darah perifer.

5. Patofisiologi
Mekanisme yang mengontrol kontriksi dan relaksasi pembuluh darah
terletak dipusat vasomotor, pada medulla diotak. Vasokontriksi yang terjadi
menyebabkan suplai oksigen ke otak menurun. Pada saat yang sama resistensi
pembuluh darah pada otak menyebabkan meningkatnya tekanan pada
pembuluh darah otak. Sehingga klien sering mengalami nyeri kepala. Pada
saat bersamaan ketika sistem saraf simpatis merangsang pembuluh darah
sebagai respon rangsang emosi, kelenjar adrenal juga terangsang,
mengakibatkan tambahan aktivitas vasokontriksi. Korteks adrenal
menyekresi kortisol dan steroid lainnya, yang dapat memperkuat respons
vasokontriktor pembuluh darah. Vasokontriksi menyebabkan penurunan
aliran darah ke ginjal, menyebabkan pelepasan renin. Renin yang dilepaskan
merangsang pembentukan angiostensin yang kemudian diubah menjadi
angiostensi II, vasokontriksi kuat, yang pada akhirnya menyerang sekresi
aldosteron oleh korteks adrenal. Hormon ini menyebabkan retensi natrium
dan air oleh tubulus ginjal, menyebabkan peningkatan volume intravaskuler.
Semua faktor tersebut cenderung mencetuskan hipertensi Perubahan
struktural dan fungsional pada sistem pembuluh perifer bertanggung jawab
pada perubahan tekanan darah pada usia lanjut. Perubahan tersebut meliputi
aterosklerosis, hilangnya elastisitas jaringan ikat dan penurunan dalam
relaksasi ototo polos pembuluh darah, yang pada gilirannya menurunkan
kemampuan distensi dan daya regang pembuluh darah. vmengakibatkan
penurunan curah jantung dan peningkatan tahan perifer (Padila, 2013).
6. Pathway

Umur Jenis Kelamin Gaya hidup Obesitas

Hipertensi

Kerusakan vaskuler pembuluh darah

Perubahan Struktur

Penyumbatan pembuluh darah

Vasokontriksi

Gangguan Sirkulasi

Otak Pembuluh darah Kurangnya informasi

Resistensi Pembuluh darah otak Vasokontriksi tdk tahu


masalahkesehatan

Defisiensi
Nyeri akut Afterload pengetahun
(kepala)

Penurunan curah
jantung

Intoleransi
aktifitas
7. Tanda Dan Gejala
Sering dikatakan bahwa gejala terlazim yang menyertai hipertensi
meliputi nyeri kepala dan kelelahan. Dalam kenyataannya ini merupakan
gejala terlazim yang mengenai kebanyakan pasien yang mencari pertolongan
medis.
Menurut Rokhaeni (2001) manifestasi klinis beberapa pasien yang
menderita hipertensi yaitu: mengeluh sakit kepala, pusing lemas, kelelahan,
sesak nafas, gelisah, mual muntah, epistaksis, kesadaran menurun.
Manifestasi klinis pada klien dengan hipertensi adalah:
1. Peningkatan tekanan darah > 140/90 mmHg.
2. Sakit kepala
3. Pusing / migraine
4. Rasa berat ditengkuk
5. Penyempitan pembuluh darah
6. Sukar tidur
7. Lemah dan lelah
8. Nokturia
9. Azotemia
10. Sulit bernafas saat beraktivitas

8. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang dilakukan dua cara yaitu:
1. Pemeriksaan yang segera seperti:
a. Darah rutin (Hematokrit/Hemoglobin): untuk mengkaji hubungan
dari sel-sel terhadap volume cairan (viskositas) dan dapat
mengindikasikan factor resiko seperti: hipokoagulabilitas, anemia.
b. Blood Unit Nitrogen/kreatinin: memberikan informasi tentang
perfusi / fungsi ginjal.
c. Glukosa: Hiperglikemi (Diabetes Melitus adalah pencetus
hipertensi) dapat diakibatkan oleh pengeluaran Kadar ketokolamin
(meningkatkan hipertensi).
d. Kalium serum: Hipokalemia dapat megindikasikan adanya
aldosteron utama (penyebab) atau menjadi efek samping terapi
diuretik.
e. Kalsium serum: Peningkatan kadar kalsium serum dapat
menyebabkan hipertensi.
f. Kolesterol dan trigliserid serum: Peningkatan kadar dapat
mengindikasikan pencetus untuk/ adanya pembentukan plak
ateromatosa (efek kardiovaskuler).
g. Pemeriksaan tiroid: Hipertiroidisme dapat menimbulkan
vasokonstriksi dan hipertensi.
h. Kadar aldosteron urin/serum: untuk mengkaji aldosteronisme primer
(penyebab).
i. Urinalisa: Darah, protein, glukosa, mengisaratkan disfungsi ginjal
dan ada DM.
j. Asam urat: Hiperurisemia telah menjadi implikasi faktor resiko
hipertensi.
k. Steroid urin: Kenaiakn dapat mengindikasikan hiperadrenalisme.
l. EKG: 12 Lead, melihat tanda iskemi, untuk melihat adanya
hipertrofi ventrikel kiri ataupun gangguan koroner dengan
menunjukan pola regangan, dimana luas, peninggian gelombang P
adalah salah satu tanda dini penyakit jantung hipertensi.
m. Foto dada: apakah ada oedema paru (dapat ditunggu setelah
pengobatan terlaksana) untuk menunjukan destruksi kalsifikasi pada
area katup, pembesaran jantung.
2. Pemeriksaan lanjutan (tergantung dari keadaan klinis dan hasil
pemeriksaan yang pertama):
a. IVP :Dapat mengidentifikasi penyebab hipertensi seperti penyakit
parenkim ginjal, batu ginjal / ureter.
b. CT Scan: Mengkaji adanya tumor cerebral, encelopati.
c. IUP: mengidentifikasikan penyebab hipertensi seperti: Batu ginjal,
perbaikan ginjal.
d. Menyingkirkan kemungkinan tindakan bedah neurologi: Spinal tab,
CAT scan.
e. USG untuk melihat struktur gunjal dilaksanakan sesuai kondisi
klinis pasien

9. Komplikasi
Efek pada organ, otak (pemekaran pembuluh darah, perdarahan,
kematian sel otak: stroke), ginjal (malam banyak kencing, kerusakan sel
ginjal, gagal ginjal), jantung (membesar, sesak nafas, cepat lelah, gagal
jantung).

10. Penatalaksanaan
Pengelolaan hipertensi bertujuan untuk mencegah morbiditas dan
mortalitas akibat komplikasi kardiovaskuler yang berhubungan dengan
pencapaian dan pemeliharaan tekanan darah dibawah 140/90 mmHg.
Prinsip pengelolaan penyakit hipertensi meliputi:
1. Terapi tanpa Obat  Terapi tanpa obat digunakan sebagai tindakan
untuk hipertensi ringan dan sebagai tindakan suportif pada hipertensi
sedang dan berat. Terapi tanpa obat ini meliputi: diet destriksi garam
secara moderat dari 10 gr/hr menjadi 5 gr/hr, diet rendah kolesterol dan
rendah asam lemak jenuh.
2. Penurunan berat badan
3. Penurunan asupan etanol
4. Menghentikan merokok
5. Latihan Fisik
Latihan fisik atau olah raga yang teratur dan terarah yang
dianjurkan untuk penderita hipertensi adalah olah raga yang mempunyai
empat prinsip yaitu: Macam olah raga yaitu isotonis dan dinamis seperti
lari, jogging, bersepeda, berenang dan lain-lain. Intensitas olah raga yang
baik antara 60-80 % dari kapasitas aerobik atau 72-87 % dari denyut nadi
maksimal yang disebut zona latihan. Lamanya latihan berkisar antara 20
– 25 menit berada dalam zona latihan Frekuensi latihan sebaiknya 3 x
perminggu dan paling baik 5 x perminggu
6. Edukasi Psikologis
Pemberian edukasi psikologis untuk penderita hipertensi meliputi:
a. Tehnik Biofeedback
Biofeedback adalah suatu tehnik yang dipakai untuk
menunjukkan pada subyek tanda-tanda mengenai keadaan tubuh
yang secara sadar oleh subyek dianggap tidak normal.
Penerapan biofeedback terutama dipakai untuk mengatasi
gangguan somatik seperti nyeri kepala dan migrain, juga untuk
gangguan psikologis seperti kecemasan dan ketegangan.
b. Tehnik relaksasi
Relaksasi adalah suatu prosedur atau tehnik yang bertujuan
untuk mengurangi ketegangan atau kecemasan, dengan cara melatih
penderita untuk dapat belajar membuat otot-otot dalam tubuh
menjadi rileks Pendidikan Kesehatan (Penyuluhan).Tujuan
pendidikan kesehatan yaitu untuk meningkatkan pengetahuan pasien
tentang penyakit hipertensi dan pengelolaannya sehingga pasien
dapat mempertahankan hidupnya dan mencegah komplikasi lebih
lanjut.
7. Terapi dengan Obat
Tujuan pengobatan hipertensi tidak hanya menurunkan tekanan
darah saja tetapi juga mengurangi dan mencegah komplikasi akibat
hipertensi agar penderita dapat bertambah kuat. Pengobatan hipertensi
umumnya perlu dilakukan seumur hidup penderita.
Pengobatan standar yang dianjurkan oleh Komite Dokter Ahli
Hipertensi (Joint National Committee On Detection, Evaluation And
Treatment Of High Blood Pressure, Usa, 1988) menyimpulkan bahwa
obat diuretika, penyekat beta, antagonis kalsium, atau penghambat ACE
dapat digunakan sebagai obat tunggal pertama dengan memperhatikan
keadaan penderita dan penyakit lain yang ada pada penderita
11. Cara Pencegahan
1. Pencegahan Primer
Faktor resiko hipertensi antara lain: tekanan darah diatas rata-rata,
adanya hipertensi pada anamnesis keluarga, ras (negro), tachycardi,
obesitas dan konsumsi garam yang berlebihan dianjurkan untuk:
a. Mengatur diet agar berat badan tetap ideal juga untuk menjaga agar
tidak terjadi hiperkolesterolemia, Diabetes Mellitus, dsb.
b. Dilarang merokok atau menghentikan merokok.
c. Merubah kebiasaan makan sehari-hari dengan konsumsi rendah
garam.
d. Melakukan exercise untuk mengendalikan berat badan.
2. Pencegahan sekunder
Pencegahan sekunder dikerjakan bila penderita telah diketahui
menderita hipertensi berupa:
a. Pengelolaan secara menyeluruh bagi penderita baik dengan obat
maupun dengan tindakan-tindakan seperti pada pencegahan primer.
b. Harus dijaga supaya tekanan darahnya tetap dapat terkontrol secara
normal dan stabil mungkin.
c. Faktor-faktor resiko penyakit jantung ischemik yang lain harus dikontrol.
12. Diit Hipertensi
1. Konsumsi lemak dibatasi
2. Konsumsi kolesterol dibatasi
3. Konsumsi kalori dibatasi untuk yang terlalu gemuk atau obese
4. Makanan yang boleh dikonsumsi
a. Sumber kalori (beras,tales,kentang,macaroni,mie,bihun,tepung-
tepungan, gula).
b. Sumber protein hewani (daging,ayam,ikan,semua terbatas kurang
lebih 50 gram perhari, telur ayam,telur bebek paling banyak satu
butir sehari, susu tanpa lemak).
c. Sumber protein nabati (kacang-kacangan kering seperti
tahu,tempe,oncom).
d. Sumber lemak (santan kelapa encer dalam jumlah terbatas).
e. Sayuran (sayuran yang tidak menimbulkan gas seperti
bayam,kangkung,buncis, kacang panjang, taoge, labu siam, oyong,
wortel).
f. Buah-buahan (semua buah kecuali nangka, durian, hanya boleh
dalam jumlah terbatas).
g. Bumbu (pala, kayu manis,asam,gula, bawang merah, bawang putih,
garam tidak lebih 15 gram perhari).
h. Minuman (teh encer, coklat encer, juice buah).
5. Makanan yang tidak boleh dikonsumsi
a. Makanan yang banyak mengandung garam.
b. Makanan yang banyak mengandung kolesterol
c. Makanan yang banyak mengandung lemak jenuh.
d. Lemak hewan: sapi, babi, kambing, susu jenuh, cream, keju,
mentega.
e. Makanan yang banyak menimbulkan gas.
6. Obat Tradisional Untuk Hipertensi
Banyak tumbuhan obat yang telah lama digunakan oleh masyarakat
secara tradisional untuk mengatasi hipertensi atau tekanan darah tinggi.
Hal yang perlu diinformasikan kepada masyarakat adalah cara
penggunaannya, dosis, serta kemungkinan adanya efek samping yang
tidak diketahui. Obat – obat tradisional tersebut diantaranya:
a. Buah Belimbing
Buah ini dapat mengontrol tekanan darah dalam keadaan
normal dan juga bisa menurunkan tekanan darah bagi mereka yang
sudah mengalaminya. Caranya yaitu buah belimbing yang sudah
masak diparut halus. Kemudian parutan belimbing diperas sehingga
menjadi satu gelas sari belimbing. Air perasan ini diminum setiap
pagi, lakukan selama tiga minggu sampai satu bulan. Setelah satu
bulan sari belimbing ini dapat diminum dua hari sekali. Tidak perlu
menambahkan gula pasir atau sirup pada air perasan. Bagi mereka
yang sudah terlanjur menderita hipertensi, sebaiknya gunakan buah
belimbing yang besar sehingga air perasannya lebih banyak.
b. Daun Seledri
Cara penggunaannya dengan menumbuk segenggam daun
seledri sampai halus, saring dan peras deengan kain bersih dan halus.
Air saringan usahakan satu gelas diamkan selama satu jam,
kemudian diminum pagi dan sore dengan sedikit ampasnya yang ada
di dasar gelas. Menurut penelitian daun seledri bisa memperkecil
fluktuasi kenaikan tekanan darah.
c. Bawang Putih
Caranya dengan memakan langsung tiga siung bawang putih
mentah setiap pagi dan sore hari. Pilih bawang putih yang kulitnya
berwarna coklat kehitaman karena mutunya lebih baik. Jika tidak
mau memakannya dalam keadaan mentah bisa direbus atau dikukus
dulu.
d. Buah Mengkudu / Pace
Buah ini sebagai alternatif untuk menekan hipertensi. Caranya
hampir sama dengan buah belimbing, yaitu dengan cara memarut
halus, kemudian diperas memakai kain kassa yang bersih, diambil
airnya. Minum sari mengkudu setiap pagi dan sore hari secara teratur
e. Avokad
Caranya lima daun avokad dicuci bersih, kemudian direbus
dengan 4 gelas air putih. Tunggu air rebusan hingga menjaadi 2
gelas, saring. Satu gelas diminum pagi hari, satu gelas lagi diminum
sore hari.
f. Melon
g. Semangka
h. Mentimun
B. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN GERONTIK
1. Pengertian Lanjut Usia
Usia lanjut adalah suatu proses alami yang tidak dapat dihindari.
Menua atau menjadi tua adalah suatu keadaaan yang terjadi
didalam kehidupan manusia. Proses menua merupakan proses
sepanjang hidup, tidak hanya dimulai dari suatu waktu tertentu, tetapi
dimulai sejak permulaan kehidupan. Menjadi tua merupakan proses
alamiah, yang berarti seseorang telah melalui tiga tahap
kehidupannya, yaitu anak, dewasa dan tua. Tiga tahap ini berbeda,
baik secara biologis maupun psikologis. Memasuki usia tua berarti
mengalami kemunduran, misalnya kemunduran fisik yang ditandai
dengan kulit yang mengendur, rambut memutih, gigi mulai ompong,
pendengaran kurang jelas, pengelihatan semakin memburuk, gerakan
lambat dan figur tubuh yang tidak proporsional (Nugroho, 2008).
Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1998 tentang
kesejahteraan lanjut usia pada Bab 1 Pasal 1 Ayat 2 menyebutkan
bahwa usia 60 tahun adalah usia permulaan tua. Menua bukanlah
suatu penyakit, tetapi merupakan proses yang berangsur-angsur
mengakibatkan perubahan kumulatif, merupakan proses menurunya
daya tahan tubuh dalam menghadapi rangsangan dari dalam dan luar
tubuh.
Menua (menjadi tua) adalah suatu proses menghilangnya secara
perlahan lahan kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri atau
mengganti dan mempertahankan fungsi normalnya sehingga tidak dapat
bertahan terhadap infeksi dan memperbaiki kerusakan yang diderita. Proses
menua merupakan proses yang terus menerus (berlanjut) secara alamiah
dimulai sejak lahir dan umumnya dialami pada semua makhluk hidup
(Nugroho Wahyudi, 2000).
2. Batasan Lansia
a. WHO (1999) menggolongkan lanjut usia berdasarkan usia kronologis/
biologis menjadi 4 kelompok yaitu :
1) Usia pertengahan (middle age) antara usia 45 sampai 59
2) Lanjut usia (elderly) berusia antara 60 dan 74 tahun
3) Lanjut usia tua (old) 75 – 90 tahun
4) Usia sangat tua (Very old) di atas 90 tahun.
b. Menurut Prof. Dr. Koesmanto Setyonegoro, lanjut usia dikelompokkan
menjadi:
1) Usia dewasa muda (elderly adulthood), atau 29 – 25 tahun,
2) Usia dewasa penuh (middle years) atau maturitas, 25 – 60 tahun
atau 65 tahun,
3) Lanjut usia (geriatric age) lebih dari 65 tahun atau 70 tahun yang
dibagi lagi dengan:
a) 70 – 75 tahun (young old), 75 – 80 tahun (old),
b) lebih dari 80 (very old).
c. Penggolongan lansia menurut Depkes RI dikutip dari Azis (1994)
menjadi tiga kelompok yakni :
1) Kelompok lansia dini (55 – 64 tahun), merupakan kelompok yang
baru memasuki lansia.
2) Kelompok lansia (65 tahun ke atas).
3) Kelompok lansia resiko tinggi, yaitu lansia yang berusia lebih dari
70 tahun.
3. Teori Proses Menua
Proses menua bersifat individual:
a. Tahap proses menua terjadi pada orang dengan usia berbeda.
b. Setiap lanjut usia mempunyai kebiasaan yang berbeda.
c. Tidak ada satu faktor pun yang ditemukan dapat mencegah proses
menua.
1. Teori Biologis
a. Teori Genetik
Teori genetik clock, teori ini merupakan teori intrinsik yang
menjelaskan bahwa didalam tubuh terdapat jam biologis yang
mengatur gen dan menentukan proses penuaan. Teori ini
menyatakan bahwa menua itu telah terprogram secara genetik
untuk spesies tertentu. Setiap spesies didalam inti selnya
memiliki suatu jam genetik/jam biologis sendiri dan setiap
spesies mempunyai batas usia yang berbeda-beda yang telah
diputar menurut replikasi tertentu sehingga bila jenis ini berhenti
berputar, dia akan mati. Manusia mempunyai umur harapan
hidup nomor dua terpanjang setelah bulus. Secara teoritis,
memperpanjang umur mungkin terjadi, meskipun hanya
beberapa waktu dengan pengaruh dari luar, misalnya
peningkatan kesehatan dan pencegahan penyakit dengan
pemberian obat-obatan atau tindakan tertentu.
b. Teori mutasi somatic
Menurut teori ini, penuaan terjadi karena adanya mutasi somatik
akibat pengaruh lingkungan yang buruk. Terjadi kesalahan
dalam proses transkripsi DNA atau RNA dan dalam proses
translasi RNA protein/enzim. Kesalahan ini terjadi terus-
menerus sehingga akhirnya akan terjadi penurunan fungsi organ
atau perubahan sel menjadi kanker atau sel menjadi penyakit.
Setiap sel pada saatnya akan mengalami mutasi, sebagai contoh
yang khas adalah mutasi sel kelamin sehingga terjadi penurunan
kemampuan fungsional sel (Suhana, 2000).
c. Teori nongenetik
1) Teori penurunan sistem imun tubuh (auto-immune theory),
mutasi yang berulang dapat menyebabkan berkurangnya
kemampuan system imun tubuh mengenali dirinya sendiri
(self recognition). Mutasi yang merusak membran sel, akan
menyebabkan sistem imun tidak mengenalinya sehingga
merusaknya. Hal inilah yang mendasari peningkatan
penyakit auto-imun pada lanjut usia (Goldstein, 1989).
Proses metababolisme tubuh, memproduksi suatu zat
khusus. Ada jaringan tubuh tertentu yang tidak tahan
terhadap zat tersebut sehingga jaringan tubuh menjadi lemah
dan sakit. Sebagai contoh, tambahan kelenjar timus yang
pada usia dewasa berinvolusi dan sejak itu terjadi kelainan
autoimun.
2) Teori kerusakan akibat radikal bebas (free radical theory),
teori radikal bebas dapat terbentuk di alam bebas dan di
dalam tubuh, karena adanya proses metabolisme atau proses
pernapasan di dalam mitokondria. Radikal bebas merupakan
suatu atom atau molekul yang tidak stabil karena mempunyai
elektron yang tidak berpasangan sehingga sangat reaktif
mengikat atom atau molekul lain yang menimbulkan
berbagai kerusakan atau perubahan dalam tubuh. Tidak
stabilnya radikal bebas (kelompok atom) mengakibatkan
oksidasi oksigen bahan organik, misalnya karbohidrat dan
protein. Radikal bebas ini menyebabkan sel tidak dapat
bergenerasi (Halliwel, 1994). Radikal bebas dianggap
sebagai penyabab penting terjadinya kerusakan fungsi sel.
Radikal bebas yang terdapat dilingkungan seperti:
a) Asap kendaraan bermotor
b) Asap rokok
c) Zat pengawet makanan
d) Radiasi
e) Sinar ultraviolet yang mengakibatkan terjadinya
perubahan pigmen dan kolagen pada proses menua.
3) Teori menua akibat metabolism, telah dibuktikan dalam
berbagai percobaan hewan, bahwa pengurangan asupan
kalori ternyata bias menghambat pertumbuhan dan
memperpanjang umur, sedangkan perubahan asupan kalori
yang menyebabkan kegemukan dapat memperpendek umur
(Darmojo, 2000).
4) Teori rantai silang (cross link theory), teori ini menjelaskan
bahwa menua disebabkan oleh lemak, protein, karbohidrat,
dan asam nukleat (molekul kolagen) bereaksi dengan zat
kimia dan radiasi, mengubah fungsi jaringan yang
menyebabkan perubahan padamembran plasma, yang
mengakibatkan terjadinya jaringan yang kaku, kurang
elastis, dan hilangnya fungsi pada proses menua.
5) Teori fisiologis, teori ini merupakan teori intrinsik dan
ekstrinsik, terdiri atas teori oksidasi stres (wear and tear
theory). Di sini terjadi kelebihan usaha dan stres
menyebabkan sel tubuh lelah terpakai (regenerasi jaringan
tidak dapat mempertahankan kestabilan lingkungan
internal).
2. Teori Sosiologis
Teori Sosiologis tentang proses menua yang dianut selama ini antara
lain:
a. Teori Interaksi Sosial
Teori ini mencoba menjelaskan mengapa lanjut usia bertindak
pada suatu situasi tertentu, yaitu atas dasar hal-hal yang dihargai
masyarakat. Kemampuan lanjut usia untuk terus menjalin
interaksi sosial merupakan kunci mempertahankan status sosial
berdasarkan kemampuan bersosialisasi. Pokok-pokok sosial
exchange theory antara lain:
1) Masyarakat terdiri atas aktor sosial yang berupaya mencapai
tujuannya masing-masing.
2) Dalam upaya tersebut, terjadi interaksi sosial yang
memerlukan biaya dan waktu.
3) Untuk mencapai tujuan yang hendak dicapai, seorang actor
mengeluarkan biaya.
b. Teori aktivitas atau kegiatan
1) Ketentuan tentang semakin menurunnya jumlah kegiatan
secara langsung. Teori ini menyatakan bahwa lanjut usia
yang sukses adalah mereka yang aktif dan banyak ikut serta
dalam kegiatan sosial.
2) Lanjut usia akan merasakan kepuasan bila dapat melakukan
aktivitas dan mempertahankan aktivitas tersebut selama
mungkin.
3) Ukuran optimum (pola hidup) dilanjutkan pada cara hidup
lanjut usia.
4) Mempertahankan hubungan antara sistem sosial dan
individu agar tetap stabil dari usia pertengahan sampai lanjut
usia.
c. Teori kepribadian berlanjut (continuity theory)
Dasar kepribadian atau tingkah laku tidak berubah pada lanjut
usia. Teori ini merupakan gabungan teori yang disebutkan
sebelumnya. Teori ini menyatakan bahwa perubahan yang
terjadi pada seorang lanjut usia sangat dipengaruhi oleh tipe
personalitas yang dimilikinya. Teori ini mengemukakan adanya
kesinambungan dalam siklus kehidupan lanjut usia. Pengalaman
hidup seseorang suatu saat merupakan gambarannya kelak pada
saat dia menjadi lanjut usia. Hal ini dapat dilihat dari gaya hidup,
perilaku, dan harapan seseorang ternyata tidak berubah,
walaupun ia telah lanjut usia.
d. Teori pembebasan/penarikan diri (disangagement theory). Teori
ini membahas putusnya pergaulan atau hubungan dengan
masyarakat dan kemunduran individu dengan individu lainnya.
Pokok-pokok disangagement theory:
1) Pada pria, kehilangan peran hidup utama terjadi masa
pensiun. Pada wanita, terjadi pada masa peran dalam
keluarga berkurang, misalnya saat anak menginjak dewasa
dan meninggalkan rumah untuk belajar dan menikah.
2) Lanjut usia dan masyarakat menarik manfaat dari hal ini
karena lanjut usia dapat merasakan tekanan sosial berkurang,
sedangkan kaum muda memperoleh kesempatan kerja yang
lebih baik.
3) Ada tiga aspek utama dalam teori ini yang perlu
diperhatikan:
- Proses menarik diri terjadi sepanjang hidup
- Proses tersebut tidak dapat dihindari
- Hal ini diterima lanjut usia dan masyarakat.

Teori yang pertama diajukan oleh Cumming dan Henry (1961)


Teori ini menyatakan bahwa dengan bertambah lanjutnya usia,
apalagi ditambah dengan adanya kemiskinan, lanjut usia secara
berangsur-angsur mulai melepaskan diri dari kehidupan
sosialnya atau menarik diri dari pergaulan sekitarnya. Keadaan
ini mengakibatkan interaksi sosial lanjut usia menurun, baik
secara kualitas maupun kuantitas sehingga sering lanjut usia
mengalami kehilangan ganda (triple loss):

1. Kehilangan peran (loss of role).


2. Hambatan kontak sosial (restriction of contact and
relationship).
3. Berkurangnya komitmen (reduced commitment to social
mores
and values)

Menurut teori ini, seorang lanjut usia dinyatakan mengalami


proses menua yang berhasil apabila ia menarik diri dari kegiatan
terdahulu dan dapat memusatkan diri pada persoalan pribadi dan
mempersiapkan diri menghadapi kematiannya. Dari penyebab
terjadinya proses menua tersebut, ada beberapa peluang yang
memungkinkan dapat diintervensi agar proses menua dapat
diperlambat. Kemungkinan yang terbesar adalah mencegah:

1. Meningkatnya radikal bebas.


2. Memanipulasi sistem imun tubuh.
3. Melalui metabolisme/makanan, memang berbagai misteri
kehidupan masih banyak yang belum bisa terungkap, proses
menua merupakan salah satu misteri yang paling sulit
dipecahkan.

Selain itu, peranan faktor resiko yang datang dari luar (eksogen)
tidak boleh dilupakan, yaitu faktor lingkungan dan budaya gaya
hidup yang salah. Banyak faktor yang memengaruhi proses
menua (menjadi tua), antara lain herediter/genetik,
nutrisi/makanan, status kesehatan, pengalaman hidup,
lingkungan, dan stres. Proses menua/menjadi lanjut usia
bukanlah suatu penyakit, karena orang meninggal bukan karena
tua, orang muda pun bias meniggal dan bayi pun bisa meninggal.
Banyak mitos mengenai lanjut usia yang sering merugikan atau
bernada negatif, tetapi sangat berbeda dengan kenyataan yang
dialaminya (Nugroho, 2000).

4. Masalah psikologik pada lansia


Masalah psikologik yang dialami oleh golongan lansia ini pertama
kali mengenai sikap mereka sendiri terhadap proses menua yang mereka
hadapi, antara lain kemunduran badaniah atau dalam kebingungan untuk
memikirkannya. Dalam hal ini dikenal apa yang disebut disengagement
theory, yaitu berarti ada penarikan diri dari masyarakat dan diri pribadinya
satu sama lain. Dulu hal ini diduga dapat mensukseskan proses menua.
Anggapan ini bertentangan dengan pendapat-pendapat sekarang, yang
justru menganjurkan masih tetap ada social involvement (keterlibatan
sosial) yang dianggap lebih penting dan meyakinkan. Masyarakat sendiri
menyambut hal ini secara positif. Contoh yang dapat dikemukakan umpama
dalam bidang pendidikan, yang masih tetap ditingkatkan pada usia lanjut ini
untuk menaikkan intelegensi dan memperluas wawasannya (Broklehurst
dan allen, 1987). Di negara-negara industri maju bahkan didirikan apa yang
disebut university of the thrird age. Pemisahan diri (disengagement) baru
dilaksanakan hanya pada masa-masa akhir kehidupan lansia saja. Para
lansia yang realistis dapat menyesuaikan diri terhadap lingkungannya yang
baru.
Daya ingat (memori) mereka memang banyak yang menurun dari
lupa sampai pikun dan demensia. Biasanya mereka masih ingat betul
peristiwa-peristiwa yang telah lama terjadi, malahan lupa mengenai hal- hal
yang baru terjadi. Pada lansia yang masih produktif justru banyak yang
menggunakan waktu menulis buku ilmiah, maupun memorinya sendiri.
Biasanya sifat-sifat streotype para lansia ini sesuai dengan pembawaanya
pada waktu muda. Beberapa tipe yang dikenal adalah sebagai berikut:

1. Tipe konstruktif: orang ini mempunyai integritas baik, dapat menikmati


hidupnya, mempunyai toleransi tinggi, humoristis, fleksibel (luwes) dan
tahu diri. Biasanya sifat-sifat ini dibawanya sejak muda. Mereka dapat
menerima fakta-fakta proses menua, mengalami pensiun dengan tenang,
juga dalam menghadapi masa akhir.

2. Tipe ketergantungan (dependent): orang lansia ini masih dapat di terima


ditengah masyarakat, tetapi selalu pasif, tak berambisi, masih tahu diri,
tak mempunyai inisiatif dan bertindak tidak praktis. Biasanya orang ini
dikuasai istrinya. Ia senang mengalami pensiun, malahan biasanya
banyak makan dan minum, tidak suka bekerja dan senang untuk
berlibur.

3. Tipe defensif: orang ini biasanya dulunya mempunyai pekerjaan/jabatan


tak stabil, bersifat selalu menolak bantuan, sering kali emosinya tak
dapat di kontrol, memegang teguh pada kebiasaanya, bersifat konfulsif
aktif. Anehnya mereka takut menghadapi menjadi tua dan tak
menyenangi masa pensiun.

4. Tipe bermusuhan (hostility): mereka menganggap orang lain yang


menyebabkan kegagalanya, selalu mengeluh, bersifat agresif, curiga.
Biasanya pekerjaan waktu dulunya tidak stabil. Menjadi tua
dianggapnya tidak ada hal-hal yang baik, takut mati, iri hati pada orang
yang muda, senang mengadu untung pada pekerjaan-pekerjaan aktif
untuk menghindari masa yang sulit/buruk.

5. Tipe membenci/menyalahkan diri sendiri (selfhaters): orang ini bersifat


kritis terhadap dan menyalahkan diri sendiri, tak mempunyai ambisi,
mengalami penurunan kondisi sosio-ekonomi. Biasanya mempunyai
perkawinan yang tidak bahagia, mempunyai sedikit hobby merasa
menjadi korban dari keadaan, namun mereka menerima fakta pada
proses menua, tidak iri hati pada yang berusia muda, merasa sudah
cukup mempunyai apa yang ada. Mereka menganggap kematian sebagai
suatu kejadian yang membebaskannya dari penderitaan. Statistik kasus
bunuh diri menunjukkan angka yang lebih tinggi persentasenya pada
golongan lansia pada golongan lansia ini, apalagi pada mereka yang
hidup sendirian (Darmojo, 2009).

5.Upaya Kesehatan bagi Lanjut Usia


a. Upaya Promotif

Kegiatan promotif dilakukan kepada lanjut usia, keluarga ataupun


masyarakat di sekitarnya, antara lain berupa penyuluhan tentang
perilaku hidup sehat, gizi untuk lanjut usia, proses degeneratif seperti
katarak, presbikusis dan lain-lain. Upaya peningkatan kebugaran
jasmani, pemeliharaan kemandirian serta produktivitas masyarakat
lanjut usia.

1) Perilaku Hidup Sehat


Perilaku hidup sehat adalah sekumpulan perilaku yang dipraktekkan
atas dasar kesadaran sebagai hasil pembelajaran yang menjadikan
seseorang atau keluarga dapat menolong diri sendiri di bidang
kesehatan dan berperan aktif dalam mewujudkan kesehatan
masyarakatnya. Menurut Dachroni tahun 1998, PHBS erat kaitanya
dengan pemberdayaan masyarakat karena bidang garapanya adalah
membantu masyarakat yang seterusnya bermuara pada
pemeliharaan, perubahan, atau peningkatan perilaku positif dalam
bidang kesehatan.

2) Gizi untuk Lanjut Usia

Konsumsi makan yang cukup dan seimbang akan bermanfaat bagi


lanjut usia untuk mencegah atau mengurangi kemungkinan penyakit
kekurangan gizi, yang seyogyanya telah dilakukan sejak muda
dengan tujuan agar tercapai kondisi kesehatan yang prima dan tetap
produktif di hari tua. Hidangan gizi seimbang adalah makanan yang
mengandung zat tenaga, zat pembangun, dan zat pengatur.

a) Sumber zat tenaga atau kalori adalah bahan makanan pokok


seperti beras, jagung, ubi dan lainya yang mengandung
karbohidrat.

b) Sumber zat pembangun atau protein penting untuk pertumbuhan


dan mengganti sel-sel yang rusak, pada hewani seperti telur, ikan
dan susu.

c) Sedangkan pada nabati seperti kacang-kacangan, tempe, tahu.

d) Sumber zat pengatur, bahan mengandung berbagai vitamin dan


mineral yang berperan untuk melancarkan bekerjanya fungsi
organ tubuh contohnya sayuran dan buah.
b. Upaya Preventif

Kegiatan ini bertujuan untuk mencegah sedini mungkin terjadinya


penyakit dan komplikasinya akibat proses degeneratif. Kegiatan berupa
deteksi dini dan pemantauan kesehatan lanjut usia yang dapat dilakukan
di kelompok lanjut usia (posyandu lansia) atau Puskesmas dengan
menggunakan Kartu Menuju Sehat (KMS) lanjut usia.

c. Upaya Kuratif

Kegiatan pengobatan ringan bagi lanjut usia yang sakit bila


dimungkinan dapat di lakukan di kelompok lanjut usia atau Posyandu
lansia. Pengobatan lebih lanjut ataupun perawatan bagi lanjut usia yang
sakit dapat dilakukan di fasilitas pelayanan seperti Puskesmas
Pembantu, Puskesmas ataupun di Pos Kesehatan Desa. Apabila sakit
yang diderita lanjut usia membutuhkan penanganan dengan fasilitas
lebih lengkap, maka dilakukan rujukan ke Rumah Sakit setempat.

d. Upaya Rehabilitatif

Upaya rehabilitatif ini dapat berupa upaya medis, psikososial, edukatif


maupun upaya-upaya lain yang dapat semaksimal mungkin
mengembalikan kemampuan fungsional dan kepercayaan diri lanjut
usia.

6. Pengertian Keperawatan Gerontik


Keperawatan Gerontik adalah Praktek perawatan yang berkaitan
dengan penyakit pada proses menua (KOZIER, 1987). Menurut Lueckerotte
(2000) keperawatan gerontik adalah ilmu yang mempelajari tentang
perawatan pada lansia yang berfokus pada pengkajian kesehatan dan status
fungsional, perencanaan, implementasi serta evaluasi.

7. Fungsi Perawat Gerontik


Menurut Eliopoulous (2005), fungsi perawat gerontologi adalah:
1. Guide Persons of all ages toward a healthy aging process (Membimbing
orang pada segala usia untuk mencapai masa tua yang sehat).
2. Eliminate ageism (Menghilangkan perasaan takut tua).
3. Respect the tight of older adults and ensure other do the same
(Menghormati hak orang dewasa yang lebih tua dan memastikan yang
lain melakukan hal yang sama).
4. Overse and promote the quality of service delivery (Memantau dan
mendorong kualitas pelayanan).
5. Notice and reduce risks to health and well being (Memerhatikan serta
mengurangi risiko terhadap kesehatan dan kesejahteraan).
6. Teach and support caregives (Mendidik dan mendorong pemberi
pelayanan kesehatan).
7. Open channels for continued growth (Membuka kesempatan untuk
pertumbuhan selanjutnya).
8. Listern and support (Mendengarkan dan memberi dukungan).

A. ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN HIPERTENSI


1. Pengkajian Keperawatan
Data Subyektif
a. Identitas Pasien
Hal-hal yang perlu dikaji pada bagian ini antara lain : nama, umur, jenis
kelamin, pendidikan, pekerjaan, agama, suku, keluarga/orang terdekat,
alamat, nomor registrasi.
b. Riwayat atau Adanya Faktor Risiko
1) Riwayat garis keluarga tentang hipertensi
2) Penggunaan obat yang memicu hipertensi
c. Aktivitas/Istirahat
1) Kelemahan, letih, napas pendek, gaya hidup monoton
2) Frekuensi jantung meningkat
3) Perubahan irama jantung
4) Takipnea
d. Integritas ego
1) Riwayat perubahan kepribadian, ansietas, depresi, euphoria atau
marah kronik.
2) Faktor faktor stress multiple (hubungan, keuangan yang berkaitan
dengan pekerjaan).
e. Makanan dan cairan
1) Makanan yang disukai, dapat mencakup makanan tinggi garam,
tinggi lemak, tinggi kolesterol (seperti makanan yang digoreng,
keju, telur) gula-gula yang berwarna hitam, kandungan tinggi kalori.
2) Mual, muntah.
3) Perubahan berat badan akhir-akhir ini (meningkat atau menurun).
f. Nyeri atau ketidaknyamanan
1) Angina (penyakit arteri koroner /keterlibatan jantung)
2) Nyeri hilang timbul pada tungkai.
3) Sakit kepala oksipital berat seperti yang pernah terjadi sebelumnya.
4) Nyeri abdomen.
Data Obyektif
a. Pemeriksaan Fisik
1) Sirkulasi
Riwayat hipertensi, ateroskleorosis, penyakit jantung koroner atau
katup dan penyakit cerebro vaskuler.
2) Eliminasi
Gangguan ginjal saat ini atau yang lalu seperti infeksi atau obs-
truksi.
3) Neurosensori
a) Keluhan pusing.
b) Berdenyut, sakit kepala suboksipital (terjadi saat bangun dan
menghilang secara spontan setelah beberapa jam).
4) Pernapasan
a) Dispnea yang berkaitan dengan aktivitas/kerja.
b) Takipnea, ortopnea, dispnea noroktunal paroksimal.
c) Batuk dengan/tanpa pembentukan sputum.
d) Riwayat merokok.
b. Pemeriksaan Diagnostik
1) Hemoglobin/hematokrit : Bukan diagnostik tetapi mengkaji hubu-
ngan dari sel-sel terhadap volume cairan (viskositas) dan dapat
mengindikasikan faktor-faktor risiko seperti hiperkoagulabilitas,
anemia.
2) BUN/kreatinin : Memberikan informasi tentang perfusi atau fungsi
jaringan.
3) Glukosa : Hiperglikemia (diabetes militus adalah pencetus hiper-
tensi) dapat diakibatkan oleh peningkatan kadar katekolamin (me-
ningkatkan hipertensi).
4) Kalium serum : Hipokalemia dapat mengindikasikan adanya aldo-
steron utama (penyebab) atau menjadi efek samping terapi diuretic.

2. Diagnosa Keperawatan
1) Penurunan curah jantung b.d perubahan afterload ditandai dengan
perubahan tekanan darah.
2) Kelebihan volume cairan b.d peningkatan cairan intra-vaskuler, edema
ditandai dengan gangguan tekanan darah.
3) Nyeri akut b.d peningkatan tekanan vaskuler serebral ditandai dengan
perubahan aktifitas.
4) Intoleransi aktifitas b.d ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan
oksigen ditandai dengan respon tekanan darah abnormal terhadap
aktifitas.
3. Rencana Keperawatan
1.Penurunan NOC: NIC :
curah jantung b.d - CardiacPump Cardiac Care
perubahan effectiveness - Evaluasi adanya nyeri dada
afterload - Circulation status (intensitas, lokasi, durasi)
- Vital sign status - Monitor status kardiovaskuler
Kriteria hasil : - Monitor status pernafasan
- Tanda vital dalam yang menandakan gagal
rentan normal jantung
(tekanan darah, nadi, - Monitor abdomen sebagai
respirasi) indikator penurunan fungsi
- Dapat mentoleransi - Monitor adanya perubahan
aktivitas, tidak ada tekanan darah
kelelahan - Atur periode latihan dan
- Tidak ada edema istirahat untuk menghindari
paru, perifer, dan kelelahan
tidak ada ascites - Monitor adanya dypsneu,
fatigue, takipneu, dan
ortopneu
Vital Sign Monitoring
- Monitor tekanan darah, nadi,
suhu, dan RR
- Monitor frekuensi dan irama
pernafasan
- Monitor suhu, warna, dan
kelembapan kulit
- Monitor adanya cushyng triad
(tekanan nadi yang melebar,
bradikardi, peningkatan
sistolik)
- Identifikasi penyebab dari
perubahan vital sign.
2. Nyeri akut b.d NOC : NIC :
peningkatan a. Pain level a. Lakukan pengkajian nyeri secara
tekanan vaskuler b. Pain control komprehensif termasuk lokasi,
serebral c. Comfort level karakteristik, furasi, frekuensi,
kualitas dan faktor presipitasi
Setelah dilakukan tindakan b. Observasi reaksi nonverbal dari
keperawatan selama 2 x ketidaknyamanan
30menit Pasien tidak c. Bantu pasien dan keluarga untuk
mengalami nyeri, dengan : mrncari dan menemukan
Kriteria Hasil dukungan
a. Mampu mengontrol d. Kontrol lingkungan yang dapat
nyeri (tahu penyebab mempengaruhi nyeri seperti
nyer, mampu suhu rungan, pencahayaan dan
menggunakan teknik kebisingan
nonfarmakologi untuk e. Ajarkan tentang teknik non
mengurangi nyeri, farmakologi : napas dala,
mencari bantuan) relaksasi, distraksi, kompres
b. Melaporkan bahwa hangat/dingin
nyeri berkurang dnegan f. Monitor vital sign sebelum dan
menggunakan sesudah pemberian analgesik
manajemen nyeri
c. Mampu mengenali nyeri
(skala, intensitas,
frekuensi dan tanda
nyeri)
d. Menyatakan rasa
nyaman setelah nyeri
berkurang
e. Tanda vital dalam
rentang normal
f. Tidak mengalami
gangguan tidur

3.Kelebihan NOC NIC


volume cairan
Fluid Management
b/d peningkatan
cairan intra- 1. Electrolit and acid base a. Monitor vital sign
vaskuler, edema balance b. Monitor indikasi
2. Fluid balance retensi/kelebihan cairan
3. Hydration c. Kaji lokasi dan luas edema
Kriteria Hasil d. Monitor masukan
makanan/cairan dan hitung
a. Terbebas dari
intake kalori
edema, efusi,
e. Monitor status nutrisi
anaskara
Fluid Monitoring
b. Memelihara tekanan
vena sentral, tekanan a. Tentukan riwayat jumlah dan
kapiler paru, output tipe intake cairan dan
jantung dan vital eliminasi
sign dalam batas b. Tentukan kemungkinan
normal faktor risiko dari
c. Terbebas dari ketidakseimbangnn cairan
kelelahan, c. Monitor berat badan
kecemasan atau d. Monitor tekanan darah
kebingungan e. Monitor adanya distensi
d. Menjelaskan leher, eodem perifer,
indikator kelebihan penambahan BB
cairan f. Monitor tanda dan gejala dari
odema
4. Intoleransi NOC NIC
aktifitas b.d
a. Energy conservation a. Activity therapy
ketidakseimbang
b. Activity tolerance b. Bantu klien untuk
an antara suplai
c. Self care : ADLs mengidentifikasi aktivitas yang
dan kebutuhan
mampu dilakukan
oksigen
c. Bantu untuk memilih aktivitas
Setelah 2x30 menit interaksi
konsisten yang sesuai dengan
diharapkan:
Kriteria Hasil kemampuan fisik, psikologi, dan
social
a. Berpartisipasi dalam
d. Bantu untuk mengidentifikas dan
aktvitas fisik tanpa
mendapatkan sumber daya yang
disertai peningkatan
diperlukan untuk aktofitas yang
tekanan darah, nadi, dan
diiginkan
RR
e. Sediakan penguatan positif bagi
b. Mampu melakukan
yang aktif beraktifitas
aktivitas seharihar
f. Monitor respon fisik, emosi,
ADLs secara mandiri
social dan spiritual
c. Anda tanda vital normal
d. Mampu berpindah:
dengan atau tanpa
bantuan alat
e. Status kardiopulmonari
adekuat
f. Tatus respirasi:
pertukaran gas dan
ventilasi adekuat

4. Implementasi
Implementasi umum yang biasa dilakukan pada pasien hipertensi :

a. Monitor tanda-tanda vital


b. Monitor adanya perubahan tekanan darah
c. Catat adanya fluktuasi tekanan darah
d. Identifikasi penyebab dari perubahan vital sign
e. Memantau asupan nutrisi
f. Memantau intake dan output cairan
g. Membantu meningkatkan koping
h. Memberikan HE agar menghindari penyebab timbulnya hipertensi.
5. Evaluasi
Evaluasi merupakan tahap akhir proses asuhan keperawatan. Pada tahap
ini kita melakukan penilaian akhir terhadap kondisi pasien dan disesuaikan
dengan kriteria hasil yang sebelumnya telah dibuat.
Evaluasi yang diharapkan pada pasien yaitu:

1. Tekanan vena sentral, tekanan kapiler paru, output jantung, dan vital
sign dalam batas normal
2. Tekanan sistole dan diastole dalam rentang normal
3. Tidak ada ortostatik hipertensi
4. Tidak ada tanda-tanda peningkatan tekanan intrakranial (tidak lebih
dari 15 mmHg)
5. Mampu mengidentifikasi strategi tentang koping

Anda mungkin juga menyukai