Anda di halaman 1dari 11

LAPORAN PENDAHULUAN

ASFIKSIA

Ruang Lili

STASE MATERNITAS

Dosen Koordinator : Ns.Desy Ayu Wardani,.M.Kep.Sp.Kep.Mat

NUR JANAH

P1908115

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI NERS

INSTITUT TEKNOLOGI KESEHATAN & SAINS

WIYATA HUSADA SAMARINDA

2020

1
1. Pengertian

Asfiksia neonatorum ialah keadaan dimana bayi tidak dapat segera


bernapas secara spontan dan teratur setelah dilahirkan (Prawirohardjo, 2008).

Asfiksia adalah keadaan dimana fetus atau neonatus mengalami


kekurangan oksigen (hipoksia) dan atau menurunnya perfusi (iskemia) ke

berbagai macam organ.


Asfiksia adalah keadaan dimana bayi baru lahir tidak dapat bernapas

secara spontan dan teratur. Bayi dengan riwayat gawat janin sebelum lahir,
umumnya akan mengalami asfiksia pada saat dilahirkan. Masalah ini erat

hubungannya dengan gangguan kesehatan ibu hamil, kelainan tali pusat, atau
masalah yang mempengaruhi kesejahteraan bayi selama atau sesudah

persalinan.

2. Etiologi
Penyebab terjadinya asfiksia menurut Wiknjosastro (2008) antara lain :

a. Keadaan Ibu
Beberapa keadaan pada ibu dapat menyebabkan aliran darah ibu melalui

plasenta berkurang, sehingga aliran oksigen ke janin berkurang, akibatnya


terjadi gawat janin. Hal ini dapat menyebabkan asfiksia :

1) Preeklampsia dan eklampsia


2) Pendarahan abnormal (plasenta previa atau solusio plasenta)

3) Partus lama atau partus macet yaitu persalinan yang berjalan lebih dari 24
jam pada primigravida dan atau 18 jam pada multigravida.

4) Deman selama persalinan


5) Infeksi barat (malaria, sifilis, TBC, HIV)

6) Kehamilan Lewat Waktu (sesudah 42 minggu kehamilan)


b. Keadaan bayi

Pada keadaan berikut bayi mungkin mengalami asfiksia meskipun tanpa


didahului tanda gawat janin:

2
1) Bayi premature (sebelum 37 minggu kehamilan)

2) Persalinan dengan tindakan (sungsang, bayi kembar, distosia bahu,


ekstraksi vakum, ekstraksi forsep)

3) Kelainan bawaan (congenital)


4) Air ketuban bercampur mekonium (warna kehijauan)

Menurut Stright (2004) penyebab asfiksia yaitu sebagai berikut :


a. Faktor ibu, meliputi amnionitis, anemia, diabetes hipertensi yang diinduksi

oleh kehamilan, obat-obatan infeksi.


b. Faktor uterus, meliputi persalinan lama, persentasi janin abnormal.

c. Faktor plasenta, meliputi plasenta previa, solusio plasenta, insufisiensi


plasenta.

d. Faktor umbilikal, meliputi prolaps tali pusat, lilitan tali pusat.


e. Faktor janin, meliputi disproporsi sefalopelvis, kelainan kongenital, kesulitan

kelahiran

3. Manifestasi Klinik
a. Pada Kehamilan

Denyut jantung janin lebih cepat dari 160 x/mnt atau kurang dari 100 x/mnt,
halus dan ireguler serta adanya pengeluaran mekonium.

1) Jika DJJ normal dan ada mekonium : janin mulai asfiksia


2) Jika DJJ 160 x/mnt ke atas dan ada mekonium : janin sedang asfiksia

3) Jika DJJ 100 x/mnt ke bawah dan ada mekonium : janin dalam gawat
b. Pada bayi setelah lahir

1) Bayi pucat dan kebiru-biruan


2) Usaha bernafas minimal atau tidak ada

3) Hipoksia
4) Asidosis metabolik atau respiratori

5) Perubahan fungsi jantung


6) Kegagalan sistem multiorgan

3
4. Klasifikasi

Klinis 0 1 2

Detak jantung Tidak ada Kurang dari lebih dari 100/menit

100/menit

Pernapasan Tidak ada Tidak teratur Tangis kuat

Reflek waktu Tidak ada Menyeringai Batuk/bersin

jalan napas
dibersihkan

Tonus otot Lunglai Fleksi ekstermitas Fleksi kuat


(lemah) Gerak aktif

Warna kulit Biru pucat Tubuh merah Merah seluruh tubuh

Ekstermitas biru

Dengan menilai Apgar Score pada menit ke I, Apgar Score : 0 – 3 : Asfiksia Berat,

Apgar Score 4 – 6 : Asfiksia Sedang, Apgar Score : 7 – 10: Normal Pemantauan :


Bila Apgar Score 5 menit masih kurang dari 7, penilaian dilanjutkan setiap 5

menit, sampai score mencapai 7.

5. Patofisiologi
Bila terdapat gangguan pertukaran gas atau pengangkutan O2 selama

kehamilan / persalinan, akan terjadi asfiksia. Keadaan ini akan mempengaruhi


fungsi sel tubuh dan bila tidak teratasi akan menyebabkan kematian. Kerusakan

dan gangguan ini dapat reversible atau tidak tergantung dari berat badan dan
lamanya asfiksia. Asfiksia ringan yang terjadi dimulai dengan suatu periode

appnoe, disertai penurunan frekuensi jantung. Selanjutnya bayi akan

menunjukan usaha nafas, yang kemudian diikuti pernafasan teratur. Pada


asfiksia sedang dan berat usaha nafas tidak tampak sehingga bayi berada dalam

periode appnoe yang kedua, dan ditemukan pula bradikardi dan penurunan
tekanan darah.Disamping perubahan klinis juga terjadi gangguan metabolisme

dan keseimbangan asam dan basa pada neonatus. Pada tingkat awal

4
menimbulkan asidosis respiratorik, bila gangguan berlanjut terjadi metabolisme

anaerob yang berupa glikolisis glikogen tubuh, sehingga glikogen tubuh pada
hati dan jantung berkurang. Hilangnya glikogen yang terjadi pada

kardiovaskuler menyebabkan gangguan fungsi jantung. Pada paru terjadi


pengisian udara alveoli yang tidak adekuat sehingga menyebabkan resistensi

pembuluh darah paru. Sedangkan di otak terjadi kerusakan sel otak yang dapat
menimbulkan kematian atau gejala sisa pada kehidupan bayi selanjutnya. Jika

tidak meninggal, asfiksia akan meninggalkan masalah bayi dengan cacat.


(Prawirohardjo, 2008).

Asfiksia pada BBL dapat memberikan dampak terhadap berbagai sistim


organ, sehingga akan memberikan gejala bermacam-macam. Derajat

manifestasi gejala asfiksia janin akan bervariasi, tergantung pada berat,


kekerapan timbul, dan kronisitas asfiksia. Keadaan ini disertai dengan hipoksia,

hiperkapnea, dan berakhir dengan asidosis. Apabila asfiksia berlanjut bayi dapat
mengalami Apnoe (henti nafas) yang ditandai berhentinya gerakan pernafasan,

penurunan denyut jantung dan tonus otot bayi. Dengan adanya hipoksia dan
asidosis maka fungsi miokardium menurun, curah jantung menurun, dan aliran

darah ke alat-alat vital berkurang. Apabila kondisi terus berlanjut tanpa


mendapat penangan dapat menyebabkan kematian. (Wiknjosastro, 2007)

Asfiksia atau gagal nafas dapat menyebabkan suplai oksigen ke tubuh


menjadi terhambat jika terlalu lama membuat bayi menjadi koma, walaupun

sadar dari koma bayi akan mengalami cacat otak. Pada awal asfiksia, darah lebih
banyak dialirkan ke otak dan jantung, dengan adanya hipoksia dan asidosis

maka fungsi miokardium menurun, curah jantung menurun dan aliran darah ke
alat-alat vital juga berkurang. Kejadian asfiksia jika berlangsung terlalu lama

dapat menimbulkan perdarahan otak, kerusakan otak dan kemudian


keterlambatan tumbuh kembang. Asfiksia juga dapat menimbulkan kematian

jika terlambat di tangani, mengakibatkan cacat seumur hidup seperti buta, tuli
dan cacat otak.

5
Gangguan pertukaran gas dan transpor O2 dapat terjadi karena kelainan

dalam kehamilan atau persalinan yang bersifat menahun atau mendadak.


Kelainan menahun seperti gizi ibu yang buruk atau penyakit menahun pada ibu

(anemia, hipertensi, penyakit jantung dan lain-lain) dapat ditanggulangi dengan


melakukan pemeriksaan antenatal ibu yang teratur. Kelainan yang bersifat

mendadak yang umumnya terjadi pada persalinan hampir selalu mengakibatkan


anoksia / hipoksia yang berakhir dengan asfiksia bayi (Mansjoer, 2005).

6. Penatalaksanaan

Prinsip resusitasi (Prawirohardjo, 2005) :


a. Menciptakan lingkungan yang baik bagi bayi dan mengusahakan tetap

bebasnya jalan napas.


b. Memberikan bantuan pernapasan secara aktif kepada bayi dengan usaha

pernapasan buatan.
c. Memperbaiki asidosis yang terjadi.

d. Menjaga agar peredaran darah tetap baik.


Nilai APGAR 7 – 10 (bayi dinyatakan baik) :

Pada keadaan ini bayi tidak memerlukan tindakan istimewa. penatalaksanaan


terdiri dari :

a. Memberikan lingkungan suhu yang baik pada bayi


b. Pembersihan jalan napas bagian atas dari lendir dan sisa-sisa darah

c. Kalau perlu melakukan rangsangan pada bayi (Mansjoer, 2005).


Tindakan untuk mengatasi asfiksia neonatorum disebut resusitasi bayi

baru lahir yang bertujuan untuk mempertahankan kelangsungan hidup bayi dan
membatasi gejala sisa yang mungkin muncul. Tindakan resusitasi bayi baru lahir

mengikuti tahapan-tahapan yang dikenal dengan ABC resusitasi :


1) Memastikan saluran nafas terbuka :

a) Meletakan bayi dalam posisi yang benar


b) Menghisap mulut kemudian hidung kalau perlu trachea

6
2) Memulai pernapasan :

a) Lakukan rangsangan taktil, beri rangsangan taktil dengan menyentil atau


menepuk telapak kaki. Lakukan penggosokan punggung bayi secara cepat,

mengusap atau mengelus tubuh, tungkai dan kepala bayi.


b) Bila perlu lakukan ventilasi tekanan positif

3) Mempertahankan sirkulasi darah :


Rangsang dan pertahankan sirkulasi darah dengan cara kompresi dada

atau bila perlu menggunakan obat-obatan


Cara resusitasi dibagi dalam tindakan umum dan tindakan khusus:

(1)Tindakan umum
a) Pengawasan suhu

b) Pembersihan jalan nafas


c) Rangsang untuk menimbulkan pernafasan

(2)Tindakan khusus
a) Asphyksia berat

Resusitasi aktif harus segera dilaksanakan, langkah utama


memperbaiki ventilasi paru dengan pemberian O2 dengan tekanan dan

intermiten, cara terbaik dengan intubasi endotrakeal lalu diberikan O2


tidak lebih dari 30 mmHg. Asphiksia berat hampir selalu disertai

asidosis, koreksi dengan bikarbonas natrium 2-4 mEq/kgBB, diberikan


pula glukosa 15-20 % dengan dosis 2-4ml/kgBB. Kedua obat ini

disuntuikan kedalam intra vena perlahan melalui vena umbilikalis, reaksi


obat ini akan terlihat jelas jika ventilasi paru sedikit banyak telah

berlangsung. Usaha pernapasan biasanya mulai timbul setelah tekanan


positif diberikan 1-3 kali, bila setelah 3 kali inflasi tidak didapatkan

perbaikan pernapasan atau frekuensi jantung, maka masase jantung


eksternal dikerjakan dengan frekuensi 80-100/menit. Tindakan ini

diselingi ventilasi tekanan dalam perbandingan 1:3 yaitu setiap kali satu
ventilasi tekanan diikuti oleh 3 kali kompresi dinding toraks, jika

7
tindakan ini tidak berhasil bayi harus dinilai kembali, mungkin hal ini

disebabkan oleh ketidakseimbangan asam dan basa yang belum


dikoreksi atau gangguan organik seperti hernia diafragmatika atau

stenosis jalan nafas.


b) Asphyksia sedang

Stimulasi agar timbul reflek pernapsan dapat dicoba, bila dalam


waktu 30-60 detik tidak timbul pernapasan spontan, ventilasi aktif harus

segera dilakukan, ventilasi sederhana dengan kateter O2 intranasal


dengan aliran 1-2 lt/mnt, bayi diletakkan dalam posisi dorsofleksi

kepala. Kemudian dilakukan gerakan membuka dan menutup nares dan


mulut disertai gerakan dagu keatas dan kebawah dengan frekuensi 20

kali/menit, sambil diperhatikan gerakan dinding toraks dan abdomen.


Bila bayi memperlihatkan gerakan pernapasan spontan, usahakan

mengikuti gerakan tersebut, ventilasi dihentikan jika hasil tidak dicapai


dalam 1-2 menit, sehingga ventilasi paru dengan tekanan positif secara

tidak langsung segera dilakukan, ventilasi dapat dilakukan dengan dua


cara yaitu dengan dari mulut ke mulut atau dari ventilasi ke kantong

masker. Pada ventilasi dari mulut ke mulut, sebelumnya mulut penolong


diisi dulu dengan O2, ventilasi dilakukan dengan frekuensi 20-30 kali

permenit dan perhatikan gerakan nafas spontan yang mungkin timbul.


Tindakan dinyatakan tidak berhasil jika setelah dilakukan berberapa saat

terjadi penurunan frekuensi jantung atau perburukan tonus otot,


intubasi endotrakheal harus segera dilakukan, bikarbonas natrikus dan

glukosa dapat segera diberikan, apabila 3 menit setelah lahir tidak


memperlihatkan pernapasan teratur, meskipun ventilasi telah dilakukan

dengan adekuat.

8
7. Pemeriksaan Diagnostik

a. Darah
Nilai darah lengkap pada bayi asfiksia terdiri dari :

 Hb (normal 15-19 gr%), biasanya pada bayi dengan asfiksia Hb cenderung


turun karena O2 dalam darah sedikit.

 Leukositnya lebih dari 10,3 x 10 gr/ct (normal 4,3-10,3 x 10 gr/ct) karena


bayi preterm imunitas masih rendah sehingga resiko tinggi.

 Trombosit (normal 350 x 10 gr/ct).


 Distrosfiks pada bayi preterm dengan pos asfiksi cenderung turun karena

sering terjadi hipoglikemi.


Nilai analisa gas darah pada bayi post asfiksi terdiri dari :

 pH (normal 7,36-7,44). Kadar pH cenderung turun terjadi asidosis


metabolik.

 pCO2 (normal 35 – 45 mmHg). Kadar pCO2 pada bayi post asfiksia


cenderung naik sering terjadi hiperapnea.

 pO2 (normal 75-100 mmHg). Kadar pO2 bayi post asfiksia cenderung turun
karena terjadi hipoksia progresif.

 HCO3 (normal 24-28 mEq/L)


b. Urine

Nilai serum elektrolit pada bayi post asfiksia terdiri dari :


 Natrium (normal 134-150 mEq/L)

 Kalium (normal 3,6-5,8 mEq/L)


 Kalsium (normal 8,1-10,4 mEq/L)

c. Foto thorax
Pulmonal tidak tampak gambaran, jantung ukuran normal.

8. Diagnosa Keperawatan yang mungkin muncul

a. Bersihan jalan nafas tidak efektif b.d produksi mukus berlebih


b. Pola nafas tidak efektif b.d hipoventilasi/ hiperventilasi

9
c. Gangguan pertukaran gas b.d ketidakseimbangan perfusi ventilasi

d. Risiko hipotermi b.d kurangnya suplai oksigen dalam darah

10
DAFTAR PUSTAKA

Mansjoer, Arif dkk. 2005. Kapita Selekta Kedokteran Edisi ketiga Jilid 1 Cetakan
keenam. Jakarta: Media Aesculapius

Prawirohardjo, Sarwono. 2008. Ilmu Kebidanan Sarwono Prawirohardjo. Jakarta: PT.


Bina Pustaka Sarwono

Wiknjosastro. 2008. Ilmu Kandungan. Edisi 2. EGC : Jakarta.

Wilkinson. 2007. Buku Saku Diagnosa Keperawatan dengan Intervensi NIC dan
Criteria Hasil NOC. Edisi 7. Jakarta : EGC

11

Anda mungkin juga menyukai