Anda di halaman 1dari 7

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Anjing (Canis familiaris) merupakan hewan yang telah lama dikenal sebagai hewan piaraan
dan pekerja. Di Indonesia, terdapat anjing yang dipelihara untuk dijadikan sebagai anjing
pemburu, anjing penjaga ladang, ataupun penjaga rumah. Salah satu contoh anjing yang
digunakan adalah anjing kampung (anjing lokal) untuk berburu babi hutan. Penggunaan anjing
kampung ini karena memiliki tubuh yang kecil memanjang, telinga dan moncongnya runcing,
penciuman tajam, dapat berlari dengan cepat serta memiliki kemampuan berenang. Selain itu,
anjing kampung mampu bersosialisasi dengan manusia dan dalam perawatannya tidak terlalu
susah.
Dewasa ini, presentasi kasus-kasus penyakit yang berdampak pada gangguan saluran
pencernaan mulai mengalami peningkatan. Kecukupan nutrisi tubuh berpengaruh besar terhadap
produktivitas dan hal itu sangat berkaitan erat dengan fungsi kerja saluran pencernaan. Saluran
pencernaan yang berfungsi secara optimal akan mampu memaksimalkan nilai pemanfaatan
ransum melalui proses pencernaan dan penyerapan nutrisi. Kerugian utama adanya gangguan
pada organ dan saluran pencernaan tentunya berupa terganggunya penyerapan nutrisi. Gangguan
pencernaan akibat kesalahan makanan misalnya akan menyebabkan saluran pencernaan tidak
dapat bekerja dengan baik. Hal lain berakibat pada terjadinya immunosuppresif.
Pemeriksaan klinis pada anjing merupakan sebuah prosedur dengan memperhatikan semua
kondisi normal ataupun kelainan yang diperoleh untuk menentukan suatu diagnosa penyakit.
Sebelum melakukan pemeriksaan, didahului dengan melakukan sinyalemen dan anamnesa
dengan keterangan dari klien.Tata cara pemeriksaan fisik hewan dapat dilakukan dengan catur
indera, yakni dengan penglihatan, perabaan, pendengaran, serta penciuman (pembauan) antara
lain dengan cara inspeksi, palpasi atau perabaan, perkusi atau mengetuk, auskultasi atau
mendengar, serta pemeriksaan dengan alat dignostik lain.
1.2. Rumusan Masalah

Bagaimana metode pemeriksaan klinis sistem digesti pada anjing yang meliputi:

a. Pemeriksaan umum (rongga mulut- anus)

b. Pemeriksaan fisik (palpasi, auskultasi, perkusi)

c. Pemeriksaan abdomen (epigastrium, mesogastrium, hipogastrium)

d. Pemeriksaan rektal

1.3. Tujuan

Untuk mengetahui metode pemeriksaan klinis sistem digesti pada anjing yang meliputi:

a. Pemeriksaan umum (rongga mulut- anus)

b. Pemeriksaan fisik (palpasi, auskultasi, perkusi)

c. Pemeriksaan abdomen (epigastrium, mesogastrium, hipogastrium)

d. Pemeriksaan rektal
BAB II

PEMBAHASAN

2.1. Pemeriksaan Umum

2.1.1. Rongga mulut

Sebelum kita melakukan pemeriksaan daerah yang spesifik pada saluran pencernaan, kita
perlu melakukan pemeriksaan terhadap status fisik hewan secara umum. Pemeriksaan rutin
terhadap mulut anjing biasanya tidak memerlukan perlakuan obat penenang (transquilizer)
namun pemeriksa dapat melakukan pemeriksaan dengan menggeser bibir hewan dan melakukan
pemeriksaan terhadap gigi dan gusi. Selain itu, pemeriksaan dapat dilakukan dengan
menggunakan cotton-tipped agar efektif untuk menggeser bibir atas ke atas atau bahkan untuk
membuka mulut. Untuk membuka mulut anjing, diperlukan alat yang dinamakan spekulum
mulut ( mouth speculum) dan rongga mulut dihadapkan di bawah sinar terang. Bila didapatkan
penyakit pada selaput lendir mulut, maka bibir akan terlihat pucat. Pada selaput lendir mulut dan
gusi dapat ditemukan perubahan-perubahan yang superfisial seperti nodule, fesicullae, pustulae,
abses-abses, luka endapan yang berupa selaput palsu dan granuloma. Teknik dalam melakukan
pemeriksaan mulut pada anjing terkait lidah dan jaringan lainnya disarankan untuk menggunakan
sarung tangan plastik sekali pakai (disposable).

a. Mukosa dan gusi

Mukosa normal berwarna merah muda. Warna putih, lavender, abu-abu atau biru
menunjukkan bahwa peredaran darah hewan peliharaan tidak dalam kondisi baik. Indikator lain
yakni aliran jantung atau darah hewan peliharaan tidak normal termasuk pulsus menurun atau
tidak ada dan detak irama jantung yang abnormal. Sebagian mukosa bisa teramati berpigmen
atau keseluruhan, tergantung ras anjing yang diperiksa. Gusi hendaknya diperiksa warnanya,
apakah ada titik-titik pendarahan di bawah mukosa atau perdarahan yang meluas, apakah gusi
mengalami hipertrofi atau malah tergerus, apakah ada leleran di seputar pangkal gigi, atau
adakah peradangan, pembengkakan atau pertumbuhan gusi secara berlebihan? Lakukan pula
pemeriksaan terhadap langit-langit keras mulut (pallatum durum) terhadap kemungkinanadanya
benda asing yang menyangkut. Anjing yang memiliki riwayat bersin-bersin dan leleran hidung,
harus diperiksa terhadap kemungkinan terjadinya fistula oronasal (gunakan dental probeuntuk
memeriksa sisi medial gigi taring maksila) atau cleft palate (Gambar 1). Peradangan pada
mukosa mulut (stomatitis) ada kemungkinan berkaitan dengan agen infeksi primer dan
merupakan ikutan penyakit (metabolik) sistemik (seperti gagal ginjal kronis) yang ditandai
dengan napas yang bau, gusi bengkak, (gingivitis), radang bagian belakang rongga mulut, radang
larings, tukak pada sisi dalam pipi, air liur yang liat, nyeri di mulut (ditandai anjing menggaruk
mulut dengan dorsal gigit), ulserasi gusi-bibir, plaque pada gigi (Gambar 2).

Gambar 1. cleft palate Gambar 2. Stomatitis

b. Saliva

Pada saat anjing mengalami demam tinggi dan kehilangan cairan tubuh akibat penurunan
sekresi saliva yang ditandai dengan selaput lendir mulut yang mengering. Sekresi saliva
diperhebat atau disebut hipersalivatio dan ditambahkan pernyataan sejati jika benar-benar
sebagai produksi berlebihan akibat dari sekresi yang berlebihan. Hipersekresi ringan dari
kelenjar saliva dapat diketahui dari gejala hewan yang selalu melakukan gerak menelan akibat
adanya makanan dalam mulutnya. Hiperesekresi saliva yang hebat atau disebut ptyalismus
mudah dikenali karena saliva menggantung dari mulutnya seperti benang-benang yang
transaparan dan disebabkan oleh bergeraknya rahang-rahang dan disertai suara “kecap-kecap”.
Saliva yang bercampur dengan darah atau nanah adalah tanda adanya peradangan yang hemoragi
atau purulent, atau juga sebagai tanda adanya perlukaan pada rongga mulut atau faring. Factor
ex ore atau bau busuk yang keluar dari rongga mulut, dapat disebabkan oleh adanya peradangan
diphterik pada selaput lendir mulut dan faring juga dapat disebabkan oleh adanya cremor
dentium. Pakan yang terselip diantara gigi-geligi yang telah menjadi busuk juga dapat
menjadikan bau busuk pada rongga mulut.

c. Lidah

Memeriksa sisi atas lidah untuk melihat warna dan gerakan serta melihat sisi bawah lidah
untuk string atau benda asing lainnya, massa, atau laserasi dari frenulum. Pemeriksaan lidah
juga bertujuan untuk mengetahui: apakah ada perubahan warna pada lidah; apakah pada
permukaan lidah terbentuk suatu membran atau pseudomembran; apakah ada tukak atau ulserasi
atau adanya sesuatu yang tumbuh atau hiperplasia pada lidah. Lidah juga dapat menunjukkan
perubahan warna, oedematous, kerusakan- kerusakan jaringan, menjadi keras atau pergerakannya
dapat menurun akibat kelumpuhan syaraf-syaraf motorisnya. Pada bagian bawah lidah, di dekat
frenum lingae dapat dijumpai ranula. Ranula ialah kista yang disebabkan oleh retentio salivae
akibat buntunya saluran pengeluaran ludah.

d. Gigi

Sebelum kita melakukan pemeriksaan daerah yang spesifik pada saluran pencernaan, kita
perlu melakukan pemeriksaan terhadap status fisik hewan secara umum. Pemeriksaan rutin
terhadap mulut anjing biasanya tidak memerlukan perlakuan obat penenang (transquilizer)
namun pemeriksa dapat melakukan pemeriksaan dengan menggeser bibir hewan dan melakukan
pemeriksaan terhadap gigi dan gusi. Selain itu, pemeriksaan dapat dilakukan dengan
menggunakan cotton-tipped agar efektif untuk menggeser bibir atas ke atas atau bahkan untuk
membuka mulut.

Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pemeriksaan gigi anjing adalah melihat ada tidaknya
karang gigi, mengetahui adanya karies gigi, enamel yang tumbuh tidak sempurna, akar gigi
terpapar, deposisi kalkulus dan plaque, CA yang menyelip diantara gigi dan periodontitis seperti
gigi yang tanggal, gigi bengkok (crooked), dan tepi gigi tajam (fraktura). Selain itu, periksa pula
kedudukan antara maksila dan mandibula terhadap kemungkinan terjadinya prognathisma
(rahang bawah kepanjangan/ undershot jaw) atau brachygnathisma.

Gambar 3. Anjing yang mengalami Gambar 4. Anjing yang mengalami


Prognathisma brachygnathisma

e. Tonsil

Tonsil terletak jauh dan paling kaudal di dalam rongga mulut, dikedua belah sisi pangkal lidah
dan terlihat sebagai penonjolan yang berwarna ros, berbentuk lonjong seperti cabe rawit.
Sebelum melakukan pemeriksaan tonsil secara langsung, pemeriksa perlu melakukan
pengamatan (inspeksi) terhadap selaput lendir mulut, karena pada mukosa mulut tersebut sangat
mungkin terjadi perubahan warna (tidak lagi berwarna merah muda/ pink), perdarahan
(hemoragi), peradangan (inflamasi), abrasi, tukak (ulserasi), leleran (discharge) abnormal,
adanya membran atau pseudomembran, dan pertumbuhan yang tidak normal. Pada saat
melakukan inspeksi terhadap tonsil, yang perlu diperhatikan adalah apakah simetri antara tonsil
kiri dengan tonsil kanan, ukuran tonsil, warna, konsistensi, ada tidaknya abses, hemoragi, CA
dan bagaimana keadaan jaringan di sekitar tonsil. Palpasi pada daerah tonsil dilakukan dengan
membuka mulut anjing dan menekan sedikit bagian pangkal lidah.

Pada kejadian tonsil yang mengalami pembesaran misalnya amandel, diagnosis tergantung
pada hasil biopsi (mengambil sampel jaringan pada hewan hidup) yang kemudian diperiksa
secara histopatologi. Pada pemeriksaan terhadap uvula (tumbuh daging kecil), misalnya uvula
palatina (palatum molle) pemeriksa harus mencatat ukuran panjang uvula tersebut. Selain uvula,
benda asing secara tidak sengaja dapat ditemukan pada hewan menyangkut pada lubang hidung
bagian belakang (nares posterior). Memeriksa bagian dalam mulut tanpa bantuan alat endoskopi
(faringoskopi), pemeriksa hanya dapat mengamati sisi bagian kaudal nasofarings. Pemeriksaan
dengan faringoskopi sangat membantu dalam melakukan pengamatan terhadap nares posterior
dan dapat melakukan biopsi jaringan jika mengalami gangguan.

f. Faring

Faring berfungsi untuk menghubungkan rongga mulut dengan esophagus. Palatum molle
membagi faring ke dalam nasofaring dorsalis dan orofaring ventralis. Tonsil terletak di sisi kiri
dan kanan faring. Pemeriksaan faring pada anjing dapat diperiksa secara langsung atau dengan
menggunakan endoskopi. Pemeriksaan dilakukan terhadap selaput lendir faring dan melihat
adanya peradangan-peradangan pada selaput-selaputnya, CA dan hemoragi. Untuk menguji
apakah anjing mampu menelan atau tidak dapat dilakukan dengan merangsang area faring. Jika
area faring terangsang dengan sentuhan, maka anjing dapat menunjukkan upaya menelan.

Anjing yang mengalami kesulitan menelan (disfagia) penyebabnya bisa karena penyakit lokal
pada orofaring atau gangguan sistem saraf pusat. Disfagia pada hewan, salah satu faktor yang
dapat memengaruhinya adalah terjadinya patah (fraktura) pada tulang lidah atau os hyoideus.
Tumor atau abses pada retrofaringealis apabila terjadi dapat membuat faring atau laring tertekan
ke arah ventral. Palpasi digital (jari) jaringan retrofaring secara seksama dapat merasakan adanya
masa jaringan yang tidak dapat teramati oleh pemeriksa. Kejadian neoplasia yang umum
ditemukan pada mulut dan farings anjing adalah melanoma, squamous cell carcinoma, dan
fibrosarkoma.

Anda mungkin juga menyukai