Anda di halaman 1dari 20

BAB I

PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang

Karsinoma esophagus merupakan salah satu kanker unik karena memiliki


gambaran histopatologi yang bervariasi antar daerah. Insidens karsinoma esophagus
bervariasi berdasarkan letak geografis. Dilaporkan juga bahwa didaerah dengan
angka kejadian karsinoma esophagus yang tinggi juga didapatkan angka kejadian
orofaringeal yang tinggi pula. Penemuan ini dipikirkan lebih berhubungan dengan
paparan zat karsinogen spesifik dibandingkan dengan adanya factor genetik.1

Insiden karsinoma esophagus di Indonesia masih termasuk rendah, seperti


yang dilaporkan beberapa pusat penelitian misalnya di Palembang selama setahun
ditemukan tiga penderita, di Bandung selama lima tahun empat bulan diteukan empat
penderita. Sedangkan di Amerika Serikat karsinoma esophagus merupakan 1,1% dari
seluruh kanker, dan &% dari seluruh kanker organ digestif. Pada tahun 2001 di AS
ditemukan 13.200 kasus baru, dan 12.500 kematian karsinoma esophagus mempunyai
rasio kematian 0,95% disusul karsinoma payudara, prostat, paru, dan rektum.
Karsinoma esophagus relative jarang terjadi dibandingkan keempat kanker tersebut.
Kejadian karsinoma esophagus lebih banyak dialami pada pria dengana perbandingan
3:1 dibanding wanita. Karsinoma esophagus lebih sering dan agresif pada orang kulit
hitam dibandingkan orang kulit putih.2

Penyebab tumor ganas esophagus sampai saat ini belum diketahui beberapa
faktor yang erat hubungannya dengan timbulnya karsinoma esophagus adalah
makanan yang mengandung zat yang bersifat karsinogenik, misalnya nitrosamine,
alkohol, tembakau, makanan yang telah berjamur, tingkat status ekonomi, obesitas ,
penyakit seperti : akalasia, Barret esophagus, refluks gastroesofageal, infeksi H.
pylori maupun Human Papiloma Virus.1

1
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Anatomi Esofagus

Esophagus merupakan saluran yang menghubungkan dan menyalurkan


makanan dari rongga mulut dan lambung. Dalam perjalanannya dari faring menuju
gaster, esophagus melalui tiga kompartemen, yaitu leher, thorax, dan abdomen.
Panjang rata-rata esophagus adalah 25cm. esofagus yang berada dileher panjangnya 5
cm, berjalan diantara trakea dan kolumna vertebralis, serta selanjutnya memasuki
rongga thorax setinggi manubrium sterni.3

Di dalam rongga dada, esophagus berada di mediastinum posterior mulai


belakang lengkung aorta dan bronkus cabang utama kiri, kemudian agak membelok
ke kanan berada di samping kanan depan aorta torakalis bawah dan masuk ke dalam
rongga perut melalui hiatus esophagus dari diafragma dam berakhir di kardia
lambung. Panjang esophagus yang berada dirongga perut berkisar 2-4 cm.3

Sepertiga bagian atas oto esophagus adalah otot serat lintang yg berhubungan
erat dengan otot faring, sedangkan dua pertiga bagian bawahnya adalah otot polos
yang terdiri atas otot sirkular dan otot longitudinal, seperti pada saluran cerna
lainnya.3

Esophagus menyempit pada tiga tempat. Penyempitan pertama, yang bersifat


sfingter, terletak setinggi tulang rawan krikoid pada batas antara faring dan
esophagus, yaitu tempat peralihan otot serat lintang menjadi otot polos. Penyempitan
kedua terletak dirongga dada bagian tengah, akibat tertekan lengkung aorta dan
bronkus utama kiri. Penyempitan ini tidak bersifat sfingter. Penyempitan terakhir
terletak pada hiatus esophagus diafragma yaitu tempat berakhirnya esophagus
dikardia lambung. Otot polos pada bagian ini murni bersifat sfingter.3

2
Esophagus didarahi oleh banyak arteri kecil. Bagian atas esophagus yang
berada dileher dan rongga dada didarahi oleh arteri tiroidea inferior, beberapa cabang
arteri bronkialis dan beberapa arteri kecil dari aorta. Esophagus dihiatus esophagus
dan rongga perut didarahi oleh arteri frenika inferior kiri dan cabang a. gastrika kiri.
Kayanya pendarahan esophagus memungkin dilakukannya reseksi esophagus melalui
abdomen dan leher tanpa torakotomi.3

Pembuluh vena dimulai sebagai pleksus disubmukosa esophagus. Di


esophagus bagian atas dan tengah, dara vena dari pleksus esophagus mengalir
melalui vena esophagus ke vena azigos dan vena hemiazigos untuk kemudian masuk
ke vena kava superior. Di esophagus bagian bawah, semua pembuluh vena bermuara
ke dalam vena gasrtrika yang merupakan cabang vena porta, sehingga terjadi
hubungan langsung antara sirkulasi vena porta dan sirkulasi vena esophagus bagian
bawah vena porta melalui vena koronaria. Hubungan inilah yang menyebabkan
timbulnya varises esophagus bila terjadi bendungan vena porta ( hipertensi portal).3

3
Pembuluh limf esophagus membentuk pleksus dalam mukosa, submukosa,
lapisan otot, dan tunika adventisia. Dibagian sepertiga cranial, pembuluh ini berjalan
secara longitudinal bersama dengan pembuluh limf dari faring ke kelenjar di leher,
sedangkan dari bagian dua pertiga kaudal pembuluh ini bermuara ke kelenjar
seliakus, seperti halnya pembuluh limf dari lambung. Metastasis dari keganasan
esophagus dapat dijumpai diantara kelenjat limf leher dan kelenjar limf seliakus
diperut, bergantung pada letak, stadium, dan tingkat keganasan.3

Duktus torasikus berjalan didepan tulang belakang toraks disebelah dorsal


kanan esophagus, kemudian menyilang setinggi vertebra Th. VI atau VII ke sebalah
kiri belakang esophagus untuk turun kembali dan masuk kedalam vena subklavia kiri.
3

Persarafan utama esofagus dilakukan oleh serabut-serabut simpatis dan


parasimpatis dari sistem saraf otonom. Serabut-serabut parasimpatis dibawa oleh
nervus vagus yang dianggap merupakan saraf motorik. Selain persarafan ekstrinsik
tersebut, terdapat juga jala-jala longitudinal (pleksus Allerbach) dan berperan untuk
mengatur peristaltik esofagus normal.4

2.2. Fisiologi

Fungsi utama esophagus adalah menyalurkan makanan dan minuman dari


mulut ke lambung. Proses ini mulai dengan pendorongan makanan oleh lidah ke
belakang, penutupan glottis dan nasofaring, serta relaksasi sfingter faring esophagus.
Proses ini diatur oleh otot serat lintang didaerah faring.3

Di dalam esophagus, makanan turun oleh peristalsis primer dan gaya berat
terutama untuk makanan padat dan setengah padat, serta peristalsis ringan. Makanan
dari esophagus masuk kedalam lambung karena relaksasi sfingter esophagus kardia.
Setelah makanan masuk ke lambung, tonus sfingter ini kembali ke keadaan semula
sehingga mencegah makanan masuk kembali ke esophagus.3

4
Proses muntah terjadi karena tekanan didalam rongga perut dan lambung
meningkat serta terjadi relaksasi sementara sfingter esofagokardia sehingga secara
refleks makanan dan cairan dari dalam lambung dan esophagus naik ke faring dan
dikeluarkan melalui mulut.3

Menelan merupakan proses yang kontinu yang terjadi dalam tiga fase-oral,
faringeal, dan esophageal. Pada fase oral, makanan yang telah dikunyah oleh mulut
dalam bentuk bolus di dorong kebelakang mengenai dinding posterior faring oleh
gerakan involuntar lidah. Akibat yang timbul dari peristiwa ini adalah rangsangan
gerakan refleks menelan.5

Pada fase faringeal, palatum mole dan uvula bergerak secara refleks menutup
rongga hidung. Pada saat yang sama, laring terangkat dan menutup glottis, mencegah
makanan memasuki trakea. Kontraksi otot konstriktor faringeus mendorong bolus
melewati epiglottis menuju ke faring bagian bawah dan memasuki esophagus.
Gerakan retroversi epiglottis diatas orifisium laring akan melindungi saluran
pernafasan, tetapi terutama untuk menutup glottis sehingga mencegah makanan
masuk ke trakea.5

Fase esofageal mulai saat otot krikofaringeus relaksasi sejenak dan


memungkinkan bolus memasuki esophagus. Setelah relaksasi yang singkat,
gelombang peristaltic primer yang dimulai dari faring dihantarkan ke otot
krikofaringeus, menyebabkan otot ini berkontraksi. Gelombang peristaltik terus
berjalan sepanjang esophagus, mendorong bolus menuju sfingter esophagus bagian
distal. Adanya bolus merelaksasikan otot sfingter distal ini sejenak sehingga
memungkinkan bolus masuk ke lambung. Gelombang peristaltic primer bergerak
dengan kecepatan 2 sampai 4 cm/detik, sehingga makanan yang tertelan mencapai
lambung dalam 5 sampai 15 detik. Apabila gelombang peristaltic primer gagal
mengsosongkan esophagus, maka akan timbul gelombang peristaltic sekunder yang
di picu oleh peregangan esophagus oleh sisa partikel-partikel makanan.5

5
2.3. Tumor Ganas Esofagus

2.3.1. Definisi

Karsinoma esophagus meurpakan salah satu penyakit keganasan yang terdiri


dari 2 jenis histopatologi yaitu karsinoma sel skuamosa dan adenokarsinoma.1

2.3.2. Epidemiologi1

Karsinoma esophagus merupakan salah satu penyakit keganasan saluran cerna


yang ditemukan pada manusia. Meskipun kejadian ini dipengaruhi oleh factor
herediter, namun factor lingkungan dan geografis juga memegang peranan penting.

Jenis histopatologi yang ditemukan pada karsinoma esophagus bervariasi


berdasarkan letak geografis. Insidensi karsinoma esophagus di inggris adalah 6 per
100.000 dengan sebagian penderita adalah laki-laki dan gambaran histopatologi
utama karsinoma sel skuamosa (98%). Dilaporkan juga insidens karsinoma
esophagus jenis karsinoma sel skuamosa yang tinggi di daerah Iran, Cina, dan Afrika
Selatan. Di sisi lain, di Amerika Serikat justru ditemukan peningkatan insidens
adenokarsinoma esophagus.

Insiden karsinoma esophagus pada kelompok carrier (heterozigot) mencapai


95% pada usia 63 tahun dengan rerata usia awal saat diagnosis adalah 45 tahun.

1
2.3.3. Etiologi

Penyebab tumor ganas esophagus sampai saat ini belum dketahui beberapa
faktor yang erat hubungannya dengan timbulnya karsinoma esophagus adalah
makanan yang mengandung zat yang bersifat karsinogenik, misalnya nitrosamine,
alkohol, tembakau, makanan yang telah berjamur, tingkat status ekonomi, obesitas ,
penyakit seperti : akalasia, Barret esophagus, refluks gastroesofageal, infeksi H.
pylori maupun Human Papiloma Virus.

6
2.3.4. Patofisiologi6

Faktor risiko utama untuk karsinoma sel skuamosa termasuk konsumsi alkohol
dan penggunaan tembakau. Sebagian besar penelitian menunjukkan bahwa alkohol
adalah faktor risiko utama namun merokok dikombinasikan dengan alkohol.
Konsumsi bisa memiliki efek sinergis. Alkohol merusak DNA seluler dengan
mengurangi aktivitas metabolik di dalam sel dan oleh karena itu menghambat
detoksifikasi dan meningkatkan oksidasi. Alkohol adalah pelarut, khususnya senyawa
yang larut dalam lemak. Oleh karena itu, karsinogen di dalam tembakau mampu
menembus epitel esofagus lebih mudah. Beberapa karsinogen dalam tembakau
meliputi:

a) Amina aromatik
b) Nitrosamin
c) Hidrokarbon aromatik polisiklik
d) Aldehida
e) Phenols

Karsinogen lainnya, seperti nitrosamin yang ditemukan pada sayuran asin tertentu
dan ikan yang diawetkan, juga telah terlibat dalam karsinoma sel skuamosa.
Patogenesis muncul dikaitkan dengan pembengkakan epitel skuamosa yang
menyebabkan displasia dan in situ transformasi ganas.

Adenokarsinoma esofagus paling sering terjadi pada kerongkongan distal dan


memiliki hubungan yang berbeda dengan GERD. GERD yang tidak diobati dapat
berlanjut ke Barrett esophagus (BE), di mana epitel skuamosa berlapis yang biasanya
garis kerongkongan adalah diganti dengan kolumnis epitelium.

Refluks kronis asam lambung dan empedu pada sambungan gastroesofagus dan
kerusakan esofagus selanjutnya telah terlibat dalam patogenesis Barrett metaplasia
Diagnosis Barrett esophagus dapat dikonfirmasi dengan biopsi kolumnar mukosa
selama endoskopi bagian atas. Kejadian Barrett esophagus meningkat seiring

7
bertambahnya usia. Kelainan ini jarang terjadi pada anak-anak. Hal ini lebih sering
terjadi pada pria daripada wanita dan lebih sering terjadi pada orang kulit putih
daripada di Asia atau Asia orang Amerika keturunan Afrika.

Perkembangan metaplasia Barrett terhadap adenokarsinoma dikaitkan dengan


beberapa perubahan struktur gen, ekspresi gen, dan struktur protein. gen
onkosuppressor TP53 dan berbagai onkogen, terutama erb-b2dipelajari sebagai spidol
potensial. Casson dan rekannya mengidentifikasi mutasi di gen TP53 pada pasien
dengan epitel Barrett yang berhubungan dengan adenokarsinoma. Selain itu,
perubahan pada gen p16 dan kelainan siklus sel atau aneuploidy tampaknya terjadi
beberapa perubahan molekuler yang paling penting dan ditandai dengan baik.
Obesitas adalah faktor risiko lain untuk adenokarsinoma esofagus, khususnya pada
individu dengan distribusi lemak pusat. Adiposit hipertropi dan sel inflamasi di dalam
timbunan lemak menciptakan lingkungan radang kelas rendah dan meningkatkan
tumor pengembangan melalui pelepasan adipokin dan sitokin. Adiposit dilingkungan
mikro tumor memasok produksi energi dan mendukung pertumbuhan dan
perkembangan tumor.

2.3.5 Patologi7

a. Karsinoma sel skuamosa

Karsinoma sel skuamosa biasanya didahului oleh prodroma lama dysplasia


epitel mukosa diikuti oleh karsinoma in situ, dan akhirnya, oleh munculnya kanker
invasive. Lesi awal tampak sebagai elevasi atau penebalan mirip plak, kecil dan
berwarna putih abu-abu di mukosa. Dalam beberapa bulan atau tahun, lesi menjadi
tumor dengan mengambil salah satu dari tiga bentuk berikut : 1) massa eksofitik
polipoid yang menonjol ke dalam lumen.. 2) ulserasi kanker nekrotik yang dalam dan
kadang-kadang menimbulkan erosi hingga saluran napas, aorta atau tempat lain. 3)

8
neoplasma infiltrate difus yang menyebabkan penebalan dan kekakuan dinding serta
penyempitan lumen esophagus.

b. Adenokarsinoma

Adenokarsinoma tampaknya berasal dari mukosa displastik yang melapisi


esophagus barret. Tidak seperti karsinoma sel skuamosa, kanker ini biasanya terletak
disepertiga distal esophagus dan mungkin menginvasi kardia didekatnya. Kanker ini,
yang awalnya tampak sebagai bercak datar atau meninggi pada mukosa yang utuj,
dapat berkembang menjadi assa nodular besart atau memperlihatkan ulkus yang
didalam infiltrate difus. Secara mikrosko[iis, sebagian besar tumor kelenjar
menghasilkan musin dan memperlihatkan gambar tipe intestinal, sesuai dengan
morfologi mukosa metaplastik sebelumnya.

2.3.6. Manifestasi klinis

Gejala tumor ganas esophagus dapat digolongkan dalam gejala sumbatan, gejala
penyebaran tumor ke mediastinum dan gejala metastasis ke kelenjar limfa. Keluhan
paling banyak ditemukan pada kanker esophagus adalah disfagia dan penurunan berat
badan drastis. Keluhan disfagia ini berhubungan dengan progresivitas penyakit,
awalnya pasien mengeluh kesulitan menelan makanan padat, lama kelamaan dapat
timbul keluhan sulit menelan makanan cair/minuman bahkan air liur pasien sendiri.1,8

Gejala penyebaran tumor ke mediastinum akan menyebabkan suara parau, nyeri


di daerah retrosternal, nyeri didaerah punggung, didaerah servika dan gejala
bronkopulmonar. Gejala metastasis ke kelenjar linfa dapat berupa terabanya massa
tumor didaerah supraklavikula.gejala dini tumor ganas esophagus dapat berupa bolus
makanan terasa tertahan di suatu tempat pada saat menelan yang dapat menjalar ke
telinga, tenggorok, dada dan lengan serta pasme esophagus dibagian proksimal dari
tumor.8

Gejala disfagia biasanya timbul jika lumen esophagus sudah terisis massa tumor
lebih dari 50%. Pada permulaan disfagia terjadi bila pasien makan makanan padat.

9
Dengan meningkatnya derajat sumbatan pasien akan mengeluh sulit menelan
makanan lunak dan akhirnya makanan cair. Jika tumor telah menginfiltrasi trakea
akan timbul gejala batuk, stridor ekspirasi dan sesak.8

2.3.7. Diagnosis

Anamnesis terarah mengenai factor risiko dan pemeriksaan fisik yang lengkap
diperlukan untuk membantu menegakkan diagnosis. Penting dicari adanya keluhan
suara serak, nyeri tulang, nyeri retrosternal, sesak nafas serta adanya pembesaran
kelenjar getah bening dan efusi pleura.1

Untuk menegakkan diagnosis adanya tumor perlu dilakukan pemeriksaan


penunjang, dari pemeriksaan darah, dan pencitraan. Pemeriksaan penunjang yang
dapat membantu menegakkan diagnosis adalah pencitraan, endoskopi, dan
pemeriksaan secara histopatologi.2

2.3.8. Pemeriksaan Penunjang

a. Foto thorax

Pemeriksaan imaging dengan thorax x-rays beberapa bukti menunjukkan


adanya kanker esofagus, walaupun pada sebagian kasus hasilnya normal. Adanya air-
fl uid level pada mediastinum menunjukkan adanya retensi cairan di esofagus yang
dilatasi. Selain itu untuk mencari adanya metastase ke paru, tulang, infeksi
pneumonia, dilatasi trakea, pneumopericardium, efusi pleura, dan limfadenopati. 2

b. CT Scan

CT Scan dilakukan sebagai alat menentukan staging, menentukan


resektabilitasnya, dan perencanaan endoskopik paliatif. Pada CT Scan dapat
ditentukan penyebaran lokal dan hubungan dengan struktur sekitarnya. Struktur
sekitar esofagus meliputi arkus aorta, arteri pulmonalis kiri, atrium kiri, ventrikel kiri,
paru, trakea, bronkus utama kiri, bronkus segmental, hati, dan peritoneum.
Pemeriksaan ini juga dapat menunjukkan adanya metastase ke paru, hati, sistem

10
limfe, dan metastase jauh.Pemeriksaan lain yang dapat digunakan adalah Magnetic
Resonance Imaging (MRI) yang lebih mudah merekontruksi tumor lebih baik.2

c. Barium esofagogram (barium intake)

Barium esofagogram (barium intake)sangat penting untuk menegakkan diagnosis


dan staging dari kanker esofagus. Pemeriksaan ini sering merupakan prosedur awal
untuk menentukan lesi, lokasi tumor, panjangnya, karakteristik patologis makros, dan
hubungannya struktur berdampingan. Beberapa bentuk yang dapat ditampilkan
dengan barium esofagogram adalah tumor polipoid dan tumor ulseratif. Bentuk
polipoid biasanya terlokalisir tapi dapat juga multipel dan berkelompok. Bentuk
tumor ulseratif dimana terjadi lumen yang tidak rata (irregular) dan sering
menyempit. Secara gambaran makroskopis terdapat 3 bentuk tumor esofagus yang
umum yaitu polipoid, ulseratif, dan infi ltratif. Pada kenyaaannya bentuk tersebut
dapat saling tumpang tindih, dimana bentuk polipoid dapat menjadi ulseratif ataupun
sebaliknya. Bentuk tumor yang polipoid berkembang ke dalam lumen dari tempat
asalnya, dan umumnya mengakibatkan obstuksi. Tipe yang ulseratif jarang bulky
(besar) dan lebih sering terjadi perdarahan dibandingkan obstruksi. Infi ltrasi tumor di
submukosa dan dapat menyebabkan obstruksi akibat terjadinya konstriksi lumen.2

d. Endoskopi

Endoskopi juga diperlukan untuk mendapatkan spesimen jaringan dengan lebih


aman, mudah dan akurat. Biopsi dan pemeriksaan secara sitologik dapat langsung
didapat dibawah pengamatan langsung. Endoskopi memiliki akurasi yang tinggi
dalam mendiagnosis kanker esofagus. Bahan yang diambil secara multipel
memberikan hasil yang lebih baik; pemeriksaan 4 – 6 spesimen memberikan positive
yield sampai dengan 85%. Bila dilengkapi dengan cytologic brush dapat
meningkatkannya sampai 100%.2

11
e. Pemeriksaan bronkoskopi

Pemeriksaan bronkoskopi diperlukan pada kecurigaan massa tumor esophagus


bagian proksimal maupun pertengahan untuk mencari adanya invasi ke trakea
maupun fistula esofagotrakea.1

2.3.8. Stadium1

American Joint Committee on Cancer (AJCC) dan National Comprehensive


Cancer Network (NCNN) mengeluarkan panduan dalam menentukan stadium
karsinoma esophagus sesuai table dibawah ini.

Tabel 1. Sistem TNM Karsinoma Esofagus berdasarkan AJCC


Primary Tumor (T)
Tx Primary tumor can not be assesed
T0 No evidence of primary tumor
Tis High grade dysplasia (HGD)
T1 Tumor invades lamina propria, muscularis mucosa or
submucosa
T1a Tumor invades lamina propria or muscularis mucosa
T1b Tumor invades mucosa
T2 Tumor invades muscularis propria
T3 Tumor invades adventitia
T4 Tumor invades adjacent structure
T4a Resectable tumor, invading pleura, pericardium or
diaphragm
T4b Unresectable tumor invading other adjacent structures such
aorta, vertebral body, trachea
Regional lymph nodes (N)
Nx Regional lymph nodes can not be assesed
N0 No regional lymph nodes metastasis

12
N1 Metastasis in 1-2 regional lymph nodes
N2 Metastasis in 3-6 regional lymph nodes
N3 Metastasis in seven or more regional lymph nodes
Distant metastasis (M)
M0 No distant metastasis
M1 Distant metastasis

Tabel 2. Tahapan Anatomi Berdasarkan AJCC untuk Karsinoma Esofagus


Tahap T N M Grade Lokasi
tumor
Squamous Cell Carcinoma
Tahap 0 Tis (HGD) N0 M0 1,X Any
Tahap IA T1 N0 M0 1,X Any
Tahap IB T1 N0 M0 2-3 Any
T2-3 N0 M0 1,X Lower, x
Tahap IIA T2-3 N0 M0 1,X Upper,
T1-2 N0 M0 2-3 middle
Lower,x
Tahap IIB T2-3 N0 M0 2-3 Upper,
T1-2 N1 M0 Any middle
Any
Tahap T1-2 N2 M0 Any Any
IIIA T3 N1 M0 Any Any
T4a N0 M0 Any Any
Tahap T3 N2 M0 Any Any
IIIB
Tahap T4a N1-2 M0 Any Any
IIIC T4b Any M0 Any Any
Any N3 M0 Any Any

13
Tahap IV Any Any M1 Any Any
Adenocarcinoma
Tahap 0 Tis (HGD) N0 M0 1,X
Tahap IA T1 N0 M0 1-2, X
Tahap IB T1 N0 M0 3
T2 N0 M0 1-2,X
Tahap IIA T2 N0 M0 3
Tahap IIB T3 N0 M0 Any
T1-2 N1 M0 Any
Tahap T1-2 N2 M0 Any
IIIA T3 N1 M0 Any
T4a N0 M0 Any
Tahap T3 N2 M0 Any
IIIB
Tahap T4a N1-2 M0 Any
IIIC T4b Any M0 Any
Any N3 M0 Any
Tahap IV Any Any M1 Any
Histologic grade
Gx Grade can not be assessed stage group as G1
G1 Well differentiated
G2 Moderately differentiated
G3 Poorly differentiated
G4 Undifferentiated stage grouping as G3 squamous

2.3.9. Penatalaksanaan

Stadium I , II , dan III dari kanker esofagus semua berpotensi dioperasi , berikut
penanganannya:9

14
a) Stadium 0 sampai stadium I Pembedahan terutama diindikasikan untuk
stadium awal kanker esofagus
b) Stadium II Pembedahan, terapi kemoradiasi definitif , atau
kemoradioterapi neoadjuvant diikuti dengan pembedahan adalah
pilihan yang sesuai
c) Stadium III Kemoradioterapi dengan atau tanpa operasi dianjurkan
d) Stadium IV Kemoterapi , pengobatan simptomatik / perawatan
suportif

Penatalaksanaan karsinoma esophagus dipertimbangkan meliputi gambaran


histologi, gradasi, dan staging tumor. Beberapa modalitas yang dapat diberikan pada
penderita karsinoma esophagus diantaranya pembedahan, radioterapi, kemoterapi,
modalitas kombinasi, terapi paliatif dan adjuvant.

a. Pembedahan

Pembedahan merupakan pilihan standar untuk tumor tahap awal. Namun


sekitar 50% reseksi kuratif sulit dilakukan karena ternyata kondisi tumor intraoperatif
lebih ekstensif daripada saat pemeriksaan klinis. Median dari angka kesintasan pasien
dengan tumor yang resectable adalah 11 bulan.

Teknik operasi yang umum dilakukan adalah esofagogastrostomi, atau


esofagektomi dengan gastric pull-up. Laparotomi dapat sekaligus dikerjakan untuk
melihat perluasan di bawah diafragma bila ada kecurigaan ke arah sana. Pada tumor
di daerah servikal, mungkin dilakukan radical neck dissection sekaligus, terutama bila
jenis tumor adalah karsinoma sel skuamosa.

b. Kemoterapi

Kemoterapi tidak efektif sebagai modalitas tunggal. Penggunaan kemoterapi


cisplatin-based dapat memberikan respons pada 30 – 50% kasus, namun umumnya
bukan respons komplit. Kemoterapi dapat diberikan bersama dengan radioterapi
(kemoradiasi).

15
Kemoradiasi sebagai terapi definitif menjadi pilihan pada kasus-kasus yang
inoperabel. Terapi ini memberikan local control dan overall survival yang lebih
superior daripada radiasi saja. Suatu studi oleh Eastern Cooperative Oncology Group
(ECOG) membandingkan pemberian radiasi saja (60 Gy) dengan kemoradiasi (RE
60 Gy bersama dengan 5-FU/ mitomycin- C). hasilnya, angka kesintasan 2 tahun
adalah 12% pada kelompok pasien yang mendapat radiasi saja, dan 30% pada
kelompok pasien yang mendapat kemoradiasi, dengan median survival 14,9 bulan
berbanding 9,0 bulan, masing-masing kelompok.

Kemoradiasi juga dapat diberikan preoperatif pada tumor-tumor yang dinilai


resectable. Pemberian kemoradiasi tidak mempengaruhi angka kesintasan, namun
memperpanjang waktu rekurensi tumor. Sementara pemberian kemoradiasi
postoperatif menunjukkan sedikit penurunan angka relaps dalam 5 tahun (85%
menjadi 70%), terutama pada pasien dengan N0, namun juga tidak memperbaiki
angka kesintasan.8

c. Radiasi

Selama ini telah dilaporkan pemberian radiasi secara neoadjuvan dan adjuvan
konkuren dengan kemoterapi, maupun radiasi saja. Untuk mendapathasil yang lebih
baik, radiasi diberikan berbarengan dengan kemoterapi (kemoradiasi). Secara garis
besar, radiasi yang dapat dilakukan dalam tatalaksana kanker esofagus adalah radiasi
eksterna dan interna (brakiterapi).

1) Radiasi Eksterna Radiasi dapat diberikan dengan dua teknik,


yaitu konvensional atau 3D-konformal (3D-CRT). Data yang harus
ada sebelum memulai perencanaan radiasi adalah penentuan lokasi
tumor (gross atau tumor bed). Hal ini mempengaruhi teknik yang
dipilih serta penentuan lokasi subklinis serta aliran kelenjar getah
bening yang harus dimasukkan dalam lapangan penyinaran.
Prinsip umum dari radiasi pada kanker esofagus adalah
penentuan batas kranial dan kaudal dari tumor adalah 5 cm dan

16
batas secara radial (sekeliling tumor) 2 cm, berdasarkan pola
drainase limfatik esofagus, dari lapisan mukosa ke lapisan
muscularis propria yang sebagian besar berbentuk longitudinal.
2) Radiasi Interna/Brakiterapi Sebagai tambahan dari radiasi
eksterna, dapat diberikan brakiterapi, tentunya dengan
pertimbangan bahwa pasien adalah kandidat yang tepat (tidak ada
halangan secara teknis), dan pasien akan mendapatkan manfaat
dari terapi ini. Salah satu panduan yang ada dan masih digunakan
sampai saat ini adalah konsensus yang dikeluarkan oleh American
Brachytherapy Society (ABS).9 Menurut panduan tersebut,
brakiterapi pada kanker esofagus memiliki dua tujuan, yaitu
definitif dan paliatif.

Kontraindikasi untuk brakiterapi menurut panduan ini adalah:

a) Adanya keterlibatan trakeal atau bronkial


b) Lesi terletak di esofagus bagian servikal
c) Adanya stenosis
d) Status performance yang buruk

Saat ini, teknik 3D-konformal lebih disukai karena berdasarkan gambaran CT


scan, maka dapat dilihat lebih jelas ekstensi tumor, keadaan jaringan di sekitarnya
maupun ada atau tidaknya pembesaran kelenjar getah bening. Namun pada tumor
yang terletak di esofagus daerah servikal atau pasca krikoid, dapat diterapkan teknik
konvensional. Batas kranial adalah laring-faring dan batas bawah adalah subkarina,
dengan portal radiasi opposing lateral atau oblik. Bila KGB supraklavikula dan
mediastinal bagian atas dianggap memerlukan radiasi, maka dapat diberikan melalui
portal anterior- posterior (AP).

17
d. Paliatif

Salvage surgery terutama bertujuan untuk menyingkirkan sebagian besar


massa tumor, sehingga mengurangi obstruksi, serta mencegah abses, pembentukan
fistula maupun perdarahan dari massa tumor yang besar. Teknik paliatif lain
diantaranya intubasi intraluminal, terutama pada pasien yang debilitatif, dengan
fistula trakeoesofageal dan invasi tumor ke jaringan vital sekitarnya. Dilatasi lumen
esofagus sebanyak 15 mm sudah dapat mengurangi keluhan disfagia, dan dilatasi
harus dilakukan setiap minggu atau bulan sesuai kondisi pasien, untuk memperbaiki
gejala. Teknik lain yang tersedia adalah laser Nd:YAG (neodymium:yttrium-
aluminum-garnet) dan photoirradiation dengan argon, bersamaan dengan
presensitisasi dengan derivat hematoporfirin intravena, teknik ini memiliki risiko
yang minimal.

2.3.10. Prognosis6

Kelangsungan hidup pada pasien dengan kanker kerongkongan bergantung


pada stadium penyakit. Karsinoma sel skuamosa dan adenokarsinoma, stadium demi
tahap, tampaknya memiliki tingkat ketahanan hidup yang setara. Kelenjar getah
bening atau metastasis organ padat dikaitkan dengan tingkat kelangsungan hidup
yang rendah. Pada 2007-2013, tingkat kelangsungan hidup 5 tahun keseluruhan untuk
kanker kerongkongan adalah 18,8%. Pasien tanpa keterlibatan kelenjar getah bening
memiliki prognosis dan tingkat kelangsungan hidup 5 tahun yang jauh lebih baik
daripada pasien dengan kelenjar getah bening yang terlibat. Lesi stadium IV dengan
metastasis jauh dikaitkan dengan tingkat kelangsungan hidup 5 tahun sekitar 5%.
(Lihat tabel di bawah ini.)

Stage Survival rate (%)


Localized 42,9
Regional 23,4
Distant 4,6
All stages 18,8

18
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Karsinoma esophagus meurpakan salah satu penyakit keganasan yang terdiri


dari 2 jenis histopatologi yaitu karsinoma sel skuamosa dan adenokarsinoma.
Penyebab tumor ganas esophagus sampai saat ini belum diketahui beberapa faktor
yang erat hubungannya dengan timbulnya karsinoma esophagus adalah makanan
yang mengandung zat yang bersifat karsinogenik, misalnya nitrosamine, alkohol,
tembakau, makanan yang telah berjamur, tingkat status ekonomi, obesitas , penyakit
seperti : akalasia, Barret esophagus, refluks gastroesofageal, infeksi H. pylori maupun
Human Papiloma Virus. Untuk menegakkan diagnosis adanya tumor perlu dilakukan
pemeriksaan penunjang. Pemeriksaan penunjang yang dapat membantu menegakkan
diagnosis adalah pencitraan, endoskopi, dan pemeriksaan secara histopatologi.

19
DAFTAR PUSTAKA

1. Jack, Zakifman. 2014. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Jilid III Edisi VI. Jakarta :
Penerbit Buku Kedokteran EGC
2. Arsana I. 2010. Laporan Kasus : Seorang Penderita dengan Karsinoma Sel
Skuamus Esofagus. Denpasar : Jurnal penyakit Dalam
3. Sjamsuhidajat, R. 2011. Buku Ajar Ilmu Bedah. Jakarta:Penerbit Buku
Kedokteran EGC
4. Snell, R.S. 2006. Anatomi Klinik untuk Mahasiswa Kedokteran, Edisi VI.
Jakarta:Penerbit Buku Kedokteran EGC
5. Wilson, LM. 2005. Patofisiologi: Konsep Klini Proses-Proses Penyakit.
Jakarta:Penerbit Buku Kedokteran EGC
6. Masab, Muhammad. 2018. Esophageal Cancer. http://emedicine.medscape.com
diakses tanggal 5 Maret 2018
7. Robbins, dkk. 2007. Buku Ajar Patologi, Edisi VII. Jakarta:Penerbit Buku
Kedokteran EGC
8. Soepardi, E.A. dkk. 2007. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung
Tenggorokan, Edisi Keenam. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia
9. Rhodes, T.D. 2015. Esophageal Cancer Treatment Protocol.
http://emedicine.medscape.com diakses tanggal 5 Maret 2018
10. Indarti, F.A. 2013. Tatalaksana Radiasi Pada Kanker Esofagus. http://pori.or.id
diakses tanggal 7 Maret 2018

20

Anda mungkin juga menyukai