Konjungtivitis Ok
Konjungtivitis Ok
Bagian Ilmu Penyakit Mata Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Temanggung
Disusun oleh:
Pembimbing:
1
PROGRAM PROFESI PENDIDIKAN DOKTER
2019
DAFTAR ISI
2
A. Jenis dan Desain Penelitian ......................................................................................... 33
B. Tempat dan Waktu Penelitian ..................................................................................... 33
C. Populasi dan Sampel ................................................................................................... 33
D. Variabel dan Definisi Operasional .............................................................................. 35
E. Instrumen Penelitian .................................................................................................... 36
F. Cara Pengumpulan Data .............................................................................................. 37
G. Analisis Data ............................................................................................................... 37
BAB IV .................................................................................................................................... 39
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ................................................................... 39
A. Hasil Penelitian ........................................................................................................... 39
B. Pembahasan ................................................................................................................. 42
BAB V ..................................................................................................................................... 46
KESIMPULAN DAN SARAN PENELITIAN ................................................................... 46
A. Kesimpulan Penelitian ................................................................................................ 46
B. Saran ............................................................................................................................ 46
DAFTAR PUSTAKA .............................................................................................................. 49
LAMPIRAN ............................................................................................................................. 52
3
ABSTRAK
Latar Belakang : Konjungtivitis dapat dijumpai di seluruh dunia, pada berbagai ras, usia, jenis
kelamin, dan strata sosial. Di Indonesia konjungtivitis termasuk dalam 10 besar penyakit rawat
jalan terbanyak, tetapi belum ada data statistik mengenai jenis konjungtivitis yang paling
banyak yang akurat. Indonesia merupakan negara dengan iklim tropis dengan musim kemarau
dan penghujan. Diketahui pada musim panas banyak terjadi masalah pada mata seperti
kekeringan, mata berair, mata merah dan terkena alergi mata. Walaupun demikian, pada musim
penghujan pun juga didapatkan lebih banyak pasien konjungtivitis, terutama yang disebabkan
oleh virus . Belum dilaporkan hubungan mengenai jenis musim terhadap kejadian
konjungtivitis di Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten (RSUD) Temanggung.
Tujuan : Untuk menentukan apakah ada hubungan antara perbedaan jenis musim dengan
angka kejadian konjungtivitis di Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Temanggung.
Metode : Pada penelitian ini metode yang digunakan adalah studi retrospektif dengan memakai
teknik cross sectional. Subjek penelitian adalah pasien konjungtivitis yang mengunjungi poli
mata Rumah Sakit Umum Daerah Temanggung sejak April 2018 sampai April 2019
Hasil : Berdasarkan data hasil waktu kunjungan selama 1 tahun, peneliti mengklasifikasikan
musim yang terjadi selama 1 tahun tersebut yaitu musim kemarau pada bulan April sampai
September 2018 dan musim penghujan pada bulan Oktober 2018 sampai Maret 2019. Hasil
data karakteristik pasien dengan konjungtivitis berdasarkan jenis musim didapatkan bahwa
saat musim kemarau terdapat 63 kunjungan dan pada saat musim penghujan terdapat 72
kunjungan Hasil dari penelitian menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara
perbedaan jenis musim dengan kejadian konjungtivitis (Nilai p = 0,001) di Rumah Sakit Umum
Daerah Kabupaten Temanggung, karena nilai p<0,05.
Kesimpulan : Terdapat hubungan yang signifikan antara perbedaan jenis musim dengan
kejadian konjungtivitis di Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Temanggung (Nilai p 0,001,
p<0,05).
Kata kunci : konjungtivitis, musim, retrospektif
4
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
konjungtiva terpajan oleh banyak mikroorganisme dan faktor faktor lingkungan lain yang
Konjungtivitis umumnya disebabkan oleh reaksi alergi, infeksi bakteri dan virus, serta
Konjungtivitis dapat dijumpai di seluruh dunia, pada berbagai ras, usia, jenis
kelamin, dan strata sosial. Walaupun tidak ada data yang akurat mengenai insidensi
konjungtivitis, penyakit ini diestimasi sebagai salah satu penyakit mata yang paling umum
10 besar penyakit rawat jalan terbanyak pada tahun 2009, tetapi belum ada data statistik
mengenai jenis konjungtivitis yang paling banyak yang akurat (Ditjen Yanmed, Kemkes
RI, 2010).
pemeriksaan serta perawatan mata khusus terutama pada mata merah. Mata merah atau
konjungtivitis merupakan jenis infeksi yang umum terjadi dan sangat menular. Hal ini bisa
disebabkan oleh bakteri atau virus dan kadang-kadang disebabkan oleh alergen. Penyakit
5
ini mudah ditularkan melalui udara, kain atau tangan yang kotor (Tarigan, 2010). Pada
umum pada konjungtivitis virus adalah virus herpes simplek tipe 1 dan 2, Varicella zoster,
virus pox dan Human Immunodeficiency Virus (Vaughan, 2010). Konjungtivitis alergi
biasanya disertai dengan riwayat alergi, dan terjadi pada waktu-waktu tertentu. Walaupun
prevalensi konjungtivitis alergi tinggi, hanya ada sedikit data mengenai epidemiologinya.
Hal ini disebabkan kurangnya kriteria klasifikasi, dan penyakit mata yang disebabkan oleh
alergi umumnya tercatat di departemen penyakit alergi (Majmudar, 2010). Pada musim
panas, banyak terjadi masalah pada mata seperti kekeringan, mata berair, mata merah dan
terkena alergi mata. Selain musim panas ada faktor lain yang dapat menyebabkan
peningkatan iritasi pada mata yaitu polusi. Hal ini menyebabkan peningkatan prevalensi
konjungtivitis pada musim panas (Anonim, 2014). Walaupun demikian, pada musim
penghujan pun juga didapatkan lebih banyak pasien konjungtivitis, terutama yang
konjungtivitis maka perlu dibuktikan lebih lanjut untuk diteliti, dan untuk dibandingkan
dengan musim kemarau dan penghujan terhadap jumlah pasien konjungtivitis di Rumah
B. Rumusan Masalah
Apakah ada hubungan antara perbedaan jenis musim dengan kejadian konjungtivitis di
6
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Untuk menentukan apakah ada hubungan antara perbedaan jenis musim dengan angka
7
2. Tujuan khusus
c. Untuk menganalisis hubungan antara perbedaan jenis musim dengan angka kejadian
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat teoritis
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi dan memberikan data tentang
2. Manfaat Aplikatif
a. Bagi mahasiswa
konjungtivitis.
8
Hasil penelitian ini diharapkan menjadi pengetahuan bagi dokter dan tenaga
c. Bagi Masyarakat
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan bagi masyarakat sebagai
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Anatomi Konjungtiva
Secara anatomis konjungtiva adalah membran mukosa yang transparan dan tipis
permukaan posterior kelopak mata dan melekat erat ke tarsus. Di tepi superior dan inferior
tarsus, konjungtiva melipat ke posterior (pada fornik superior dan inferior) dan
melekat longgar ke septum orbital di fornik dan melipat berkali-kali. Adanya lipatan-
lipatan ini memungkinkan bola mata bergerak dan memperbesar permukaan konjungtiva
9
Gambar 2.1 Anatomi konjungtiva (Vaughan, 2010)
Aliran darah konjungtiva berasal dari arteri siliaris anterior dan arteri palpebralis.
Kedua arteri ini beranastomosis bebas dan – bersama dengan banyak vena konjungtiva
yang umumnya mengikuti pola arterinya – membentuk jaring jaring vaskuler konjungtiva
yang banyak sekali. Pembuluh limfe konjungtiva tersusun dalam lapisan superfisial dan
lapisan profundus dan bersambung dengan pembuluh limfe palpebra hingga membentuk
oksigen ke kornea ketika mata sedang terbuka dan melindungi, dengan mekanisme
pertahanan nonspesifik yang berupa barier epitel, aktivitas lakrimasi, dan menyuplai
darah. Selain itu, terdapat pertahanan spesifik berupa mekanisme imunologis seperti sel
10
mast, leukosit, adanya jaringan limfoid pada mukosa tersebut dan antibodi dalam bentuk
IgA.
Pada konjungtiva terdapat beberapa jenis kelenjar yang dibagi menjadi dua grup
besar yaitu :
1. Penghasil musin.
Sel goblet, terletak dibawah epitel dan paling banyak ditemukan pada daerah
inferonasal.
2. Kelenjar asesoris lakrimalis. Kelenjar asesoris ini termasuk kelenjar Krause dan
kelenjar Wolfring. Kedua kelenjar ini terletak dalam dibawah substansi propria.
Pada sakus konjungtiva tidak pernah bebas dari mikroorganisme namun karena
suhunya yang cukup rendah, evaporasi dari cairan lakrimal dan suplai darah yang rendah
menyebabkan bakteri kurang mampu berkembang biak. Selain itu, air mata bukan
B. Histologi Konjungtiva
Secara histologis, lapisan sel konjungtiva terdiri atas dua hingga lima lapisan sel
epitel silindris bertingkat, superfisial dan basal (Junqueira, 2007). Sel-sel epitel superfisial
mengandung sel-sel goblet bulat atau oval yang mensekresi mukus yang diperlukan untuk
dispersi air mata. Sel-sel epitel basal berwarna lebih pekat dibandingkan sel-sel superfisial
dan dapat mengandung pigmen (Vaughan, 2010). Stroma konjungtiva dibagi menjadi satu
11
lapisan adenoid (superfisialis) dan satu lapisan fibrosa (profundus). Lapisan adenoid
mengandung jaringan limfoid dan tidak berkembang sampai setelah bayi berumur 2 atau
3 bulan. Lapisan fibrosa tersusun dari jaringan penyambung yang melekat pada lempeng
C. Konjungtivitis
penyakit mata yang paling umum di dunia. Karena lokasinya, konjungtiva terpajan oleh
2010). Penyakit ini bervariasi mulai dari hiperemia ringan dengan mata berair sampai
konjungtivitis berat dengan banyak sekret purulen kental. Jumlah agen-agen yang patogen
dan dapat menyebabkan infeksi pada mata semakin banyak, disebabkan oleh
meningkatnya jumlah pasien dengan infeksi HIV dan pasien yang menjalani transplantasi
12
Berdasarkan penyebabnya konjungtivitis di klasifikasikan menjadi
1. Konjungtivitis Bakteri
a. Definisi
bakteri. Pada konjungtivitis ini biasanya pasien datang dengan keluhan mata merah,
Konjungtivitis bakteri dapat dibagi menjadi empat bentuk, yaitu hiperakut, akut,
yang paling sering pada bentuk konjungtivitis bakteri subakut adalah H influenza dan
Escherichia coli, sedangkan bentuk kronik paling sering terjadi pada konjungtivitis
sekunder atau pada pasien dengan obstruksi duktus nasolakrimalis (Jatla, 2009).
Konjungtivitis bakterial biasanya mulai pada satu mata kemudian mengenai mata yang
sebelah melalui tangan dan dapat menyebar ke orang lain. Penyakit ini biasanya terjadi
pada orang yang terlalu sering kontak dengan penderita, sinusitis dan keadaan
c. Patofisiologi
13
pertahanan tubuh ataupun pada jumlah koloni flora normal tersebut dapat menyebabkan
infeksi klinis. Perubahan pada flora normal dapat terjadi karena adanya kontaminasi
eksternal, penyebaran dari organ sekitar ataupun melalui aliran darah (Rapuano, 2008).
perubahan flora normal pada jaringan mata, serta resistensi terhadap antibiotik
(Visscher, 2009). Mekanisme pertahanan primer terhadap infeksi adalah lapisan epitel
sistem imun yang berasal dari perdarahan konjungtiva, lisozim dan imunoglobulin yang
terdapat pada lapisan air mata, mekanisme pembersihan oleh lakrimasi dan berkedip.
Adanya gangguan atau kerusakan pada mekanisme pertahanan ini dapat menyebabkan
d. Gejala Klinis
konjungtiva baik segmental ataupun menyeluruh. Selain itu sekret pada kongjungtivitis
bakteri biasanya lebih purulen daripada konjungtivitis jenis lain, dan pada kasus yang
ringan sering dijumpai edema pada kelopak mata. Ketajaman penglihatan biasanya
tidak mengalami gangguan pada konjungtivitis bakteri namun mungkin sedikit kabur
karena adanya sekret dan debris pada lapisan air mata, sedangkan reaksi pupil masih
normal. Gejala yang paling khas adalah kelopak mata yang saling melekat pada pagi
e. Laboratorium
14
Pada kebanyakan kasus konjungtivitis bakterial, organisme dapat diketahui dari
disarankan pada semua kasus dan diharuskan pada penyakit yang purulen, bermembran,
atau pseudomembran. Uji sensitivitas antibiotik juga baik, namun sebaiknya harus
15
f. Komplikasi
pasien yang sangat muda yang bukan sasaran blefaritis. Parut di konjungtiva paling
sering terjadi dan dapat merusak kelenjar lakrimal aksesorius dan menghilangkan
duktulus kelenjar lakrimal. Hal ini dapat mengurangi komponen akueosa dalam film air
mata prakornea secara drastis dan juga komponen mukosa karena kehilangan sebagian
sel goblet. Luka parut juga dapat mengubah bentuk palpebra superior dan menyebabkan
trikiasis dan entropion sehingga bulu mata dapat menggesek kornea dan menyebabkan
g. Penatalaksanaan
Pada setiap konjungtivitis purulen yang dicurigai disebabkan oleh diplokokus gram-
negatif harus segera dimulai terapi topikal dan sistemik. Pada konjungtivitis purulen
dan mukopurulen, sakus konjungtivalis harus dibilas dengan larutan saline untuk
2. Konjungtivitis Virus
a. Definisi
berbagai jenis virus, dan berkisar antara penyakit berat yang dapat menimbulkan cacat
16
hingga infeksi ringan yang dapat sembuh sendiri dan dapat berlangsung lebih lama
17
b. Etiologi dan Faktor Resiko
adalah virus yang paling banyak menyebabkan penyakit ini, dan herpes simplex virus
yang paling membahayakan. Selain itu penyakit ini juga dapat disebabkan oleh virus
Varicella zoster, picornavirus (enterovirus 70, Coxsackie A24), poxvirus, dan human
Penyakit ini sering terjadi pada orang yang sering kontak dengan penderita dan
menyebarkan virus dan berada di kolam renang yang terkontaminasi (Ilyas, 2008).
c. Patofisiologi
d. Gejala Klinis
dijumpai demam dan mata seperti kelilipan, mata berair berat dan kadang dijumpai
pseudomembran. Selain itu dijumpai infiltrat subepitel kornea atau keratitis setelah
terjadi konjungtivitis dan bertahan selama lebih dari 2 bulan (Vaughan, 2010). Pada
konjungtivitis ini biasanya pasien juga mengeluhkan gejala pada saluran pernafasan
atas dan gejala infeksi umum lainnya seperti sakit kepala dan demam (Senaratne &
Gilbert, 2005).
18
Pada konjungtivitis herpetic yang disebabkan oleh virus herpes simplek (HSV)
yang biasanya mengenai anak kecil dijumpai injeksi unilateral, iritasi, sekret mukoid,
nyeri, fotofobia ringan dan sering disertai keratitis herpes. Konjungtivitis hemoragika
akut yang biasanya disebabkan oleh enterovirus dan coxsackie virus memiliki gejala
klinis nyeri, fotofobia, sensasi benda asing, hipersekresi airmata, kemerahan, edema
(Scott, 2010).
e. Laboratorium
nekrosis. Virus mudah diisolasi dengan mengusapkan sebuah aplikator berujung kain
f. Komplikasi
timbul parut linear halus atau parut datar, dan keterlibatan kornea serta timbul vesikel
g. Penatalaksanaan
Konjungtivitis virus yang terjadi pada anak di atas 1 tahun atau pada orang
dewasa umumnya sembuh sendiri dan mungkin tidak diperlukan terapi, namun
antivirus topikal atau sistemik harus diberikan untuk mencegah terkenanya kornea
19
(Scott, 2010). Pasien konjungtivitis juga diberikan instruksi hygiene untuk
20
3. Konjungtivitis Alergi
a. Definisi
Konjungtivitis alergi adalah bentuk alergi pada mata yang paling sering dan
disebabkan oleh reaksi inflamasi pada konjungtiva yang diperantarai oleh sistem imun
(Cuvillo et al, 2009). Reaksi hipersensitivitas yang paling sering terlibat pada alergi di
Etiologi dan faktor resiko pada konjungtivitis alergi berbeda-beda sesuai dengan
biasanya disebabkan oleh alergi tepung sari, rumput, bulu hewan, dan disertai dengan
rinitis alergi serta timbul pada waktu-waktu tertentu. Vernal konjungtivitis sering
c. Gejala Klinis
Pada konjungtivitis alergi musiman dan alergi tumbuh-tumbuhan keluhan utama adalah
gatal, kemerahan, air mata, injeksi ringan konjungtiva, dan sering ditemukan kemosis
berat. Pasien dengan keratokonjungtivitis vernal sering mengeluhkan mata sangat gatal
21
dengan kotoran mata yang berserat, konjungtiva tampak putih susu dan ditemukan giant
papil di konjungtiva palpebra inferior. Dapat ditemukan gambaran seperti renda pada
limbus (Horner trantas dots). Sensasi terbakar, pengeluaran sekret mukoid, merah, dan
Ditemukan juga tepian palpebra yang eritematosa dan konjungtiva tampak putih susu.
Pada kasus yang berat ketajaman penglihatan menurun, sedangkan pada konjungtivitis
papilar raksasa dijumpai tanda dan gejala yang mirip konjungtivitis vernal (Vaughan,
2010).
d. Laboratorium
e. Komplikasi
22
Komplikasi pada penyakit ini yang paling sering adalah ulkus pada kornea dan
f. Penatalaksanaan
dan kompres dingin untuk mengatasi gatal-gatal dan steroid topikal jangka pendek
23
4. Konjungtivitis Klamidia (Trachoma)
a. Definisi
Chlamydia trachomatis.
Iklim yang kering dan berdebu memiliki prevalensi yang lebih tinggi dalam
menyebabkan trachoma. Usia bayi dan anak lebih rentan terkena infeksi. Namun yang
paling banyak terjadi adalah dikarenakan kondisi higienis, kebersihan air, peralatan
yang bersih dan memadai dan edukasi tentang penyakit ini. Di indonesia yang
mayoritas islam biasanya dikarenakan cara berwudhlu dalam air yang tidak mengalir
c. Gejala Klinis
kanak yang berkembang sampai pembentukan parut konjungtiva. Pada kasus berat,
pembalikan kelopak mata kedalam (entropion) dan bulu mata kedalam (trikiasis) terjadi
pada masa dewasa muda sebagai akibat parut konjungtiva berat. Abrasi terus-menerus
oleh bulu mata yang membalik itu dan gangguan film air mata berakibat parut pada
Masa inkubasi rata-rata 7 hari namun bervariasi dari 5-14 hari. Pada bayi atau anak
biasanya diam-diam, dan penyakit ini dapat sembuh dengan sedikit atau tanpa
komplikasi pada orang dewasa sering akut dan subakut dan kompliksai cepat
24
sakit, eksudasi, edema palpebra, kemosis konjungtiva bulbi, hiperemia, hipertropi
papiler, folikel tarsal dan limbal, nyeri tekan, pembentukan panus. Semua tanda
trakoma lebih berat pada konjungtiva dan kornea bagian atas daripada bagian bawah.
Untuk memastikan trakoma endemik dikeluarga atau masyarakat, harus ada sekurang-
kurangnya 2 tanda berikut: lima atau lebih folikel pada konjungtiva tarsal rata pada
palpebra superior mata, parut konjungtiva khas dikonjungtiva tarsal superior, folikel
limbus dan sekuelenya, perluasan pembuluh darah keatas kornea paling jelas di limbus
atas.
d. Laboratorium
dengan giemsa tampak masa sitoplasma biru atau ungu gelap halus menutupi inti dari
sel epitel, namun tidak selalu ada. Pulasan antibodi fluorescein dan tes imuno-assay
enzim tersedia di pasaran dan banyak dipakai di laboratorium klinik, yang terbaru adalah
25
e. Komplikasi
Panus totalis dikonjungtiva adalah komplikasi yang sering terjadi pada trakoma
dan dapat merusak duktuli kelenjar lakrimal dan menutupi muara kelenjar lakrimal. Hal
ini akan mengurangi komponen air dalam film air mata pre-kornea, dan mungkin
hilangnya sebagian sel goblet. Luka parut akan menyebabkan trikiasis atau entropion,
sehingga bulu mata terus menerus menggesek kornea menyebabkan ulserasi kornea,
f. Penatalaksanaan
g/hari/oral dalam empat dosis selama 3-4 minggu. Doxycyclin 100 mg per os 2 kali
sehari selama 3 minggu, eritromycin 1 g/hari per os dibagi 4 dosis selama 3-4 minggu.
Tetracyclin sistemik jangan diberikan pada anak dibawah 7 tahun atau wanita hamil.
Karena tetracyklin mengikat kalsium pada gigi yang berkembang dan tulang yang
tumbuh sehingga gigi menjadi kuning dan kelainan rangka. Salep atau tetes topikal
5. Konjungtivitis Jamur
merupakan infeksi yang jarang terjadi. Penyakit ini ditandai dengan adanya bercak putih
dan dapat timbul pada pasien diabetes dan pasien dengan keadaan sistem imun yang
terganggu. Selain Candida sp, penyakit ini juga dapat disebabkan oleh Sporothrix
26
schenckii, Rhinosporidium serberi, dan Coccidioidesimmitis walaupun jarang (Vaughan,
2010).
6. Konjungtivitis Parasit
27
7. Konjungtivitis kimia atau iritatif
substansi iritan yang masuk ke sakus konjungtivalis. Substansisubstansi iritan yang masuk
ke sakus konjungtivalis dan dapat menyebabkan konjungtivitis, seperti asam, alkali, asap
dan angin, dapat menimbulkan gejala gejala berupa nyeri, pelebaran pembuluh darah,
fotofobia, dan blefarospasme. Selain itu penyakit ini dapat juga disebabkan oleh pemberian
obat topikal jangka panjang seperti dipivefrin, miotik, neomycin, dan obat-obat lain
dengan bahan pengawet yang toksik atau menimbulkan iritasi. Konjungtivitis ini dapat
diatasi dengan penghentian substansi penyebab dan pemakaian tetesan ringan (Vaughan,
2010).
8. Konjungtivitis lain
Selain disebabkan oleh bakteri, virus, alergi, jamur dan parasit, konjungtivitis juga
dapat disebabkan oleh penyakit sistemik dan penyakit autoimun seperti penyakit tiroid,
gout dan karsinoid. Terapi pada konjungtivitis yang disebabkan oleh penyakit sistemik
tersebut diarahkan pada pengendalian penyakit utama atau penyebabnya (Vaughan, 2010).
Konjungtivitis juga bisa terjadi sebagai komplikasi dari acne rosacea dan dermatitis
D. Jenis Musim
Wilayah Indonesia berada pada posisi strategis, terletak di daerah tropis, diantara
Benua Asia dan Australia, diantara Samudera Pasifik dan Samudera Hindia, serta dilalui
garis katulistiwa, terdiri dari pulau dan kepulauan yang membujur dari barat ke timur,
28
terdapat banyak selat dan teluk, menyebabkan wilayah Indonesia rentan terhadap
perubahan iklim/cuaca.
29
Fenomena yang mempengaruhi iklim di Indonesia :
2. Dipole Mode
Oscillation (ENSO) yang bersumber dari wilayah Ekuator Pasifik Tengah dan Indian
Ocean Dipole (IOD) yang bersumber dari wilayah Samudera Hindia barat Sumatera hingga
timur Afrika, keragaman iklim juga dipengaruhi oleh fenomena regional, seperti sirkulasi
angin monsun Asia-Australia, Daerah Pertemuan Angin Antar Tropis atau Inter Tropical
Convergence Zone (ITCZ) yang merupakan daerah pertumbuhan awan, serta kondisi suhu
berlembah, banyak pantai, merupakan topografi lokal yang menambah beragamnya kondisi
iklim di wilayah Indonesia, baik menurut ruang (wilayah) maupun waktu. Berdasarkan
hasil analisis data rata-rata 30 tahun terakhir (1981-2010), secara klimatologis wilayah
Indonesia memiliki 407 pola iklim, dimana 342 pola merupakan Zona Musim (ZOM)
terdapat perbedaan yang jelas antara periode musim hujan dan musim kemarau, sedangkan
65 pola lainnya adalah Non Zona Musim (Non ZOM). Daerah Non ZOM pada umumnya
30
memiliki 2 kali maksimum curah hujan dalam setahun (pola Ekuatorial) atau daerah dimana
Menurut BMKG 2019, prakiraan musim hujan 2018/2019 secara umum dapat
disimpulkan bahwa awal musim hujan 2018/2019 di 342 Zona Musim (ZOM) diprakirakan
umumnya mulai bulan Oktober 2018 sebanyak 78 ZOM (22.8%), November 2018
sebanyak 147 ZOM (43.0%), dan Desember 2018 sebanyak 85 ZOM (24.9%). Sedangkan
beberapa daerah lainnya awal Musim Hujan terjadi pada Agustus 2018 sebanyak 12 ZOM
(3.5%), September 2018 sebanyak 10 ZOM (2.9%), Maret 2019 sebanyak 5 ZOM (1.5%),
April 2019 sebanyak 4 ZOM (1.2%) dan Mei 2019 1 ZOM (0.3%).
Prakiraan musim kemarau 2018 secara umum dapat disimpulkan bahwa awal
musim kemarau 2018 di 342 Zona Musim (ZOM) diprakirakan umumnya mulai bulan Mei
2018 sebanyak 121 ZOM (35.4%) dan Juni 2018 sebanyak 99 ZOM (28.9%). Sedangkan
beberapa daerah lainnya awal musim kemarau terjadi pada Januari 2018 sebanyak 5 ZOM
(1.4%), Februari 2018 sebanyak 4 ZOM (1.2%), Maret 2018 sebanyak 10 ZOM (2.9%),
April 2018 sebanyak 59 ZOM (17.3%), Juli 2018 sebanyak 29 ZOM (8.5%), Agustus 2018
sebanyak 12 ZOM (3.5%), September 2018 sebanyak 1 ZOM (0.3%) dan Oktober 2018
bahwa awal musim kemarau 2019 di 342 Zona Musim (ZOM) diprakirakan umumnya
mulai bulan April 2019 sebanyak 79 ZOM (23.1%), Mei 2019 sebanyak 99 ZOM (28.1%),
dan Juni 2019 sebanyak 96 ZOM (28.1%). Sedangkan beberapa daerah lainnya awal
musim kemarau terjadi pada Januari 2019 sebanyak 1 ZOM (0.3%), Februari 2019
31
sebanyak 3 ZOM (0.9%), Maret 2019 sebanyak 22 ZOM (6.4%), Juli 2019 sebanyak 25
ZOM (7.3%), Agustus 2019 sebanyak 14 ZOM (4.1%), September 2019 sebanyak 2 ZOM
32
BAB III
METODE PENELITIAN
Pada penelitian ini metode yang digunakan adalah studi retrospektif dengan
memakai teknik cross sectional. Pemilihan metode cross sectional pada penelitian ini
karena secara teknis lebih mudah, lebih menghemat tenaga, waktu dan biaya, serta tidak
dilakukan perlakuan yang membutuhkan waktu untuk follow up. Penelitian retrospektif
yaitu penelitian berupa pengamatan terhadap peristiwa yang telah terjadi yang
bertujuan untuk mencari faktor yang berhubungan dengan penyebab. Penelitian ini
konjungtivitis berupa perbedaan jenis musim yang terjadi sejak April 2018 sampai
Temanggung dan waktu pelaksanaan sejak tanggal 12 Oktober 2019 sampai dengan 26
Oktober 2019.
1. Populasi
33
Populasi pada penelitian ini adalah semua pasien penderita konjungtivitis
yang menjalani rawat jalan di poli mata Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten
34
2. Sampel
rawat jalan di poli mata Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Temanggung sejak
April 2018 sampai April 2019 dengan kriteria inklusi dan eksklusi berikut:
a. Kriteria Inklusi
3) Pasien yang memiliki data tanggal pemeriksaan yang jelas pada rekam medis.
b. Kriteria Eksklusi
1. Variabel
a. Variabel Bebas
penelitian ini adalah jenis musim yang terjadi selama bulan April 2018 sampai
b. Variabel Terikat
dari variabel lain. Variabel terikat pada penelitian ini adalah kejadian
konjungtivitis.
35
2. Definisi Operasional
a. Konjungtivitis
berdasarkan klinis dan pemeriksaan fisik yang dilakukan. Data tersebut diambil
b. Jenis Musim
yang terjadi pada bulan April sampai dengan September 2019, dan musim
penghujan pada bulan Oktober 2018 sampai dengan Maret 2019 sesuai dengan
tersebut diambil dari waktu kunjungan pemeriksaan di poli mata Rumah Sakit
pengukuran yang digunakan adalah nominal yang meliputi musim kemarau dan
musim penghujan.
E. Instrumen Penelitian
Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah rekam medis pasien
rawat jalan di poli mata Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Temanggung sejak
April 2018 sampai April 2019 dengan diagnosis konjungtivitis yang memiliki
kelengkapan data meliputi identitas pasien, jenis kelamin, usia, dan waktu kunjungan
36
pemeriksaan. Data yang dikumpulkan akan dianalisis menggunakan komputer dengan
software SPSS.
Pengumpulan data yang dilakukan pada penelitian ini dengan melihat data
rekam medis pasien rawat jalan di poli mata Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten
Temanggung yang telah terdiagnosis konjungtivitis sejak April 2018 sampai April
2019. Data yang digunakan pada penelitian ini merupakan data sekunder yang
kelengkapan data identitas pasien, jenis kelamin, usia, dan waktu kunjungan
pemeriksaan. Pengumpulan data dilakukan dalam kurun waktu sejak tanggal 12 sampai
26 Oktober 2019.
G. Analisis Data
1. Analisis Univariat
masing-masing variabel.
2. Analisis Bivariat
Ananlisis bivariat dilakukan untuk melihat hubungan antar variabel. Penelitian ini
37
konjungtivitis dengan perbedaan jenis musim di Rumah Sakit Umum Daerah
Kabupaten Temanggung.
38
BAB IV
A. Hasil Penelitian
Sakit Umum Daerah Kabupaten Temanggung. Subjek penelitian adalah pasien rawat
jalan di poliklinik mata Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Temanggung yang
terdiagnosis konjungtivitis oleh dokter spesialis mata yang sudah memenuhi kriteria
inklusi dan eksklusi peneliti dengan jumlah sampel sebanyak 135 orang.
perempuan lebih banyak daripada penderita dengan jenis kelamin laki-laki, yaitu
(43,7%).
39
51-60 tahun 12 8,9 %
61-70 tahun 5 3,7 %
konjungtivitis pada usia rentang 0-10 tahun memiliki jumlah yang paling banyak yaitu
37 orang (27,4%), sedangkan rentang umur 61-70 tahun memiliki jumlah paling sedikit
yaitu 5 orang (3,7%). Pasien konjungtivitis pada rentang usia 11-20 tahun berjumlah 34
orang (25,2%), usia 21-30 tahun berjumlah 14 orang (10,4%), usia 31-40 tahun
berjumlah 15 orang (11,1%), usia 41-50 orang berjumlah 18 orang (13,3%), dan usia
25
20
20
15 14 14
FREKUENSI
13
12
10
10 9
8 8
7 7 7
6
WAKTU KUNJUNGAN
40
Hasil dari gambar menurut sampel berdasarkan waktu kunjungan didapatkan
kunjungan pasien dengan konjungtivitis dengan kasus baru pada bulan Oktober 2018
merupakan kunjungan terbanyak yaitu 20 orang, sedangkan pada bulan April 2019
merupakan kunjungan paling sedikit yaitu sebanyak 6 orang. Kunjungan pasien pada
bulan April 2018 diketahui sebanyak 7 orang, kemudian terjadi kenaikan pada bulan
berikutnya 13 orang, pada bulan Juni 2018 kembali sebanyak 7 orang kunjungan, lalu
penurunan kembali pada bulan Agustus 2018 dan September 2018 yaitu sebanyak 7
orang dan 9 orang, lalu terjadi kenaikan yang pesat pada bulan Oktober 2018. pada
bulan November 2018 tercatat terdapat 10 orang kunjungan, bulan Desember terdapat
12 kunjungan, kemudian pada bulan Januari dan Februari jumlah kunjungan stabil
yaitu sebanyak 8 orang. Pada bulan Maret terdapat peningkatan sebanyak 14 orang,
kunjungan.
mengklasifikasikan musim yang terjadi selama 1 tahun tersebut yaitu musim kemarau
pada bulan April sampai September 2018 dan musim penghujan pada bulan Oktober
2018 sampai Maret 2019. Hasil data karakteristik pasien dengan konjungtivitis
41
berdasarkan jenis musim didapatkan bahwa pada saat musim penghujan lebih banyak
penderita konjuntivitis yaitu sebanyak 72 orang (53,3%) daripada saat musim kemarau
Pada penelitian ini dilakukan uji analisis dengan chi square karena variabel yang
digunakan adalah nominal. Uji analisis ini digunakan untuk mendapatkan hasil apakah
berikut:
Hasil dari tabel di atas menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan
B. Pembahasan
Pada penelitian ini metode yang digunakan dalam penelitian adalah studi
retrospektif dengan memakai teknik cross sectional. Pemilihan metode cross sectional
pada penelitian ini karena secara teknis lebih mudah, lebih menghemat tenaga, waktu
dan biaya, serta tidak dilakukan perlakuan yang membutuhkan waktu untuk follow up.
Pengukuran variabel bebas dan tergantung pada penelitian ini dilakukan dalam satu kali
kesempatan. Pengumpulan data dilakukan dengan melihat rekam medis pasien dan
42
jadwal kedatangan pasien konjungtivitis dalam waktu rentang 1 tahun yang nantinya
akan dibagi ke 2 kelompok besar yaitu pasien konjungtivitis yang datang di musim
penyakit mata yang paling umum di dunia. Karena lokasinya, konjungtiva terpajan oleh
perbedaan iklim (Vaughan, 2010). Penyakit ini bervariasi mulai dari hiperemia ringan
dengan mata berair sampai konjungtivitis berat dengan banyak sekret purulen kental.
Jumlah agen-agen yang patogen dan dapat menyebabkan infeksi pada mata semakin
imunosupresif sistemik, serta meningkatnya jumlah pasien dengan infeksi HIV dan
pasien yang menjalani transplantasi organ dan menjalani terapi imunosupresif (Therese,
2002).
Pada penelitian ini didapatkan hasil bahwa pasien konjungtivitis terjadi paling
banyak pada usia 0-10 tahun dan 10-20 tahun. Hal ini sesuai dengan epidemiologi
konjungtivitis bahwa prevalensi tertinggi yaitu pada usia muda (usia anak – anak).
dari teman di sekolah, tempat bermain, atau bimbingan belajar (Hapsari et al, 2014).
tangan dan benda yang digunakan. Konjungtivitis bakteri dan virus adalah jenis
konjungtivitis yang paling mudah menular melalui hand to eye contact. Cairan mata
yang infeksius dan tangan yang terkontaminasi bakteri/virus adalah media yang paling
43
efektif untuk penyebarannya. Penularan dapat terjadi melalui benda yang dipegang oleh
penderita konjungtivitis kepada orang lain dengan cara adanya kontak langsung antara
seseorang dengan benda yang telah dipegang dari tangan kemudian ke mata bukan
penderita konjungtivitis (Hapsari et al, 2014). Konjungtivitis lebih sering terjadi pada
usia 1-25 tahun, anak-anak prasekolah dan anak usia sekolah, penyebab paling sering
dikarenakan kurangnya hygiene dan jarang mencuci tangan. Pada penelitian yang telah
dilakukan di Pondok Pesantren Nurul Hakim Kediri Lombok Barat, didapatkan angka
kejadian konjungtivitis pada siswi MTs pondok pesantren tersebut masih tinggi. Dari
344 siswi yang diperiksa didapatkan 192 (55,8%) siswa mengalami konjungtivitis. Dan
prevalensi konjungtivitis dengan keluhan mata merah sebanyak 60 kasus dan tanpa
Pada penelitian ini, peneliti ingin megetahui ada tidaknya hubungan antara
perbedaan musim dengan kejadian konjungtivitis pada pasien di Rumah Sakit Umum
konjungtivitis yang datang saat musim kemarau sebanyak 63 pasien. Sementara, pasien
konjungtivitis yang datang saat musim penghujan berjumlah 72 pasien. Hasil dari tabel
di atas menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara perbedaan jenis
musim dengan kejadian konjungtivitis (Nilai p = 0,001) di Rumah Sakit Umum Daerah
Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Chansaenroj dkk. pada
tahun 2015 bahwa konjungtivitis lebih sering terjadi pada musim hujan terutama
konjungtivitis virus. Pada musim hujan terjadi kenaikan curah hujan dan kecepatan
angin sehingga penularan konjungtivitis virus terjadi semakin sering karena pada kasus
44
konjungtivitis virus, sebagian besar penularan melalui media droplet udara ataupun air.
Penelitian serupa juga membuktikan bahwa konjungtivitis bakteri juga ditemukan lebih
45
BAB V
A. Kesimpulan Penelitian
1. Terdapat 63 kejadian konjungtivitis (46,7%) pada pasien rawat jalan poli mata
Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Temanggung pada musim kemarau (April-
September 2018).
2. Terdapat 72 kejadian konjungtivitis (53,3%) pada pasien rawat jalan poli mata
Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Temanggung pada musim penghujan (Oktober
2018-Maret 2019).
3. Terdapat hubungan yang signifikan antara perbedaan jenis musim dengan kejadian
p<0,05).
B. Saran
Hasil penelitian ini menghasilkan beberapa saran yang dapat dijadikan acuan
46
Penelitian ini diharapkan menjadi pengetahuan bagi dokter dan tenaga kesehatan
terjadinya konjungtivitis.
47
2. Bagi Masyarakat
Penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan bagi masyarakat sebagai bentuk
terjadi di masyarakat.
3. Bagi Peneliti
memberikan fokus diagnosis pada salah satu jenis konjungtivitis agar hasil faktor
48
DAFTAR PUSTAKA
https://www.bmkg.go.id/iklim/prakiraan-musim.bmkg?p=prakiraan musim-hujan-
Oktober 2019
https://www.bmkg.go.id/iklim/prakiraan-musim.bmkg?p=prakiraan musim-kemarau-
2019
5. Cuvillo, A., Sastre, J., Montoro, J., Jáuregui, I., Dávila, I., Ferre, M., Bartra, J., Mullol,
Pendidikan Kesehatan Mencuci Tangan pada Siswa Sekolah Dasar. Jurnal Kesehatan
7. Hurwitz, S.A. 2009. Antibiotics Versus Placebo for Acute Bacterial Conjunctivitis. The
com/userfiles/ccoch/file//CD001211.pdf.
49
8. Ilyas, S., 2008. Mata Merah. Dalam: Ilyas, S. Penuntun Ilmu Penyakit Mata. 3rd Ed.
9. James, B., Chew, C., Bron, A., 2005. Konjungtiva, Kornea, dan Sklera. Dalam: Bruce, J.
(eds). Lecture Notes Oftalmologi. 9th Ed. Jakarta: Penerbit Erlangga, 6-66.
10. Jatla, K.K., 2009. Neonatal Conjunctivitis. University of Colorado Denver Health
overview.
11. Junqueira L.C., J.Carneiro, R.O. Kelley. 2007. Histologi Dasar. 5th Ed. Tambayang J.,
hhtp://emedicine.medscape.com/article/1191467-overview.
14. Marlin, D.,S. 2005. Bacterial Conjunctivitis. Penn State College of Medicine. Diakses
dari : http://emedicine.com/article/1191370-overview.
15. Marlin, D.S., 2009. Bacterial Conjunctivitis. Penn State College of Medicine. Available
from: http://emedicine.medscape.com/article/1191370-overview.
16. Rapuano, C.J., Turaka, K., Panne, R.B. 2008. Conjunctivitis. American Academy of
50
17. Rietveld, R.P., Wert, H.C.M.P., Ter, R.G., Bindels P.J.E. 2003. Diagnostic impact of
18. Scott, I.U., 2010. Viral Conjunctivitis. Departement of Opthalmology and Public Health
19. Senaratne, T., Gilbert, C., 2005. Conjunctivitis Primary Eye Care. Community. Eye
20. Tarigan, Ikarowina. 2010. Kain dan Tangan Penyebab Mata Merah. Media Indonesia.
21. Therese, L.K., 2002. Microbiological Procedures for Diagnosis of Ocular Infection.
from: http://171.66.125.180/content/55/11/1071.short.
51
LAMPIRAN
Statistics
JENIS KELAMIN
N Valid 135
Missing 0
JENIS KELAMIN
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Statistics
USIA
N Valid 135
Missing 0
USIA
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
52
21-30 TAHUN 14 10.4 10.4 63.0
53
Data hasil karakteristik sampel berdasarkan waktu kunjungan
Statistics
WAKTU KUNJUNGAN
N Valid 135
Missing 0
WAKTU KUNJUNGAN
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
54
Data hasil karakteristik sampel berdasarkan jenis musim
Statistics
JENIS MUSIM
N Valid 135
Missing 0
JENIS MUSIM
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
55
Data hasil analisis Chi Square
Crosstabs
Case Processing Summary
Cases
Count
JENIS MUSIM
MUSIM MUSIM
KEMARAU PENGHUJAN Total
MEI 2018 13 0 13
JUNI 2018 7 0 7
JULI 2018 14 0 14
AGUSTUS 2018 7 0 7
SEPTEMBER 2018 9 0 9
OKTOBER 2018 0 20 20
NOVEMBER 2018 0 10 10
DESEMBER 2018 0 12 12
JANUARI 2019 0 8 8
FEBRUARI 2019 0 8 8
MARET 2019 0 14 14
56
APRIL 2019 6 0 6
Total 63 72 135
Chi-Square Tests
Asymptotic
Significance (2-
Value df sided)
57