Anda di halaman 1dari 25

KARYA TULIS ILMIAH

TINJAUAN KEPUSTAKAAN

Episkleritis

Oleh:

Nama : Yogi Pranata Putra


NPM : 1310070100083

Pembimbing : dr.Azhar Kiman, Sp.OG. DFM. PIA

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS BAITURRAHMAH
PADANG
2016
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis haturkan ke hadirat Allah SWT, karena berkat anugerah-Nya karya

tulis ilmia yang berjudul Episkleritis ini dapat diselesaikan.

Di dalam menyelesaikan penulisan karya tulis ilmiah ini, penulis banyak menemui

kendala. Akan tetapi, kendala tersebut dapat penulis atasi karena mendapat masukan yang berarti

dari berbagai pihak. Untuk itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada dr. Azhar Kiman,

Sp.Og. DFM. PIA selaku pembimbing yang telah memberikan saran-saran konstruktif bagi

kelancaran penulisan karya tulis ilmiah ini. Semoga segala bantuan (waktu, koreksi, pemikiran,

dan lain-lain) tersebut menjadi amal ibadah dan dibalasi oleh Allah SWT, dengan pahala yang

berlipat ganda. Amin.

Penulis menyadari bahwaa karya tulis ilmiah ini belumlah sempurna. Oleh sebab itu,

keritikan dan saran yang konstruktif sangat penulis harapkan dari pembaca. Akhirnya, dengan

segala kerendahan hati penulis berharap karya tulis ilmiah ini ada manfaatnya. Amin.

Padang,10 Januari 2016

Penulis
ABSTRAK

Episkleritis merupakan peradangan yang mengenai episklera, yakni lapisan tipis jaringan

ikat vaskuler yang menutupi sklera. Kelainan ini cenderung terjadi pada orang muda, khasnya

pada dekade ketiga atau keempat kehidupan, mengenai wanita tiga kali lebih sering dibanding

pria. Penyebab dari episkleritis dapat tidak diketahui, tetapi reaksi hipersensitivitas mungkin

yang berperan. Penyakit-penyakit sistematik tertentu misalnya arthritis rematoid, sindrom

Sjorgren, koksidioidomikosis, sifilis, herpes zoster, dan tuberkulosis pernah dilaporkan berkaitan

dengan episkleritis. Hubungan yang paling signifikan adalah dengan hiperurisemia dan gout.

Dapat juga berupa suatu reaksi toksik, alergik atau merupakan bagian daripada infeksi. Dapat

saja kelainan ini terjadi secara spontan dan idiopatik.

Umumnya kelainan ini sembuh sendiri dalam 1-2 minggu. Namun kekambuhan dapat

terjadi selama bertahun-tahun. Pada kebanyakan kasus perjalanan penyakit dipersingkat dengan

pengobatan yang baik.

Kata kunci : Episkleritis,penyebab,prognosa


ABSTRACT

Episcleritis is an inflammation of the episclera , which is a thin layer of vascular

connective tissue that covers the sclera . This disorder tends to occur in young people , typically

in the third or fourth decade of life , the women three times more often than men .

The cause of episcleritis may not be known , but a hypersensitivity reaction may be at play.

Certain systemic diseases eg rheumatoid arthritis , Sjogren's syndrome , koksidioidomikosis ,

syphilis , herpes zoster , and tuberculosis have been reported associated with episcleritis . The

most significant relationship is with hyperuricemia and gout . Can also be a toxic reaction ,

allergic or are part of the infection . These abnormalities may occur spontaneously and

idiopathic.

This disorder generally recover on their own within 1-2 weeks . However, relapse can

occur for many years . In most cases the disease course was shortened with good treatment .

Keywords : Episcleritis,causes,prognosis
Daftar isi

Kata Pengantar ……………………………………………………………………………………………………………..... i

Abstrak ……………………………………………………………………………………………………………………………. ii

Daftar Isi …………………………………………………………………………………………………………………………. iii

BAB I. Pendahuluan………………………………………………………………………………………………………… 1

1.1. Latar Belakang …………………………………………………………………………………………. 1


1.2. Tujuan ………………………………………………………………………………………………………. 2
1.3. Manfaat ……………………………………………………………………………………………………… 2

BAB II. Tinjauan Pustaka ………………………………………………………………………………………………… 3

2.1. Defenisi ……………………………………………………………………………………………………… 3


2.2. Anatomi/Fisiologi ………………………………………………………………………………………. 3
2.3. Etiologi ………………………………………………………………………………………………………. 12
2.4. Gejala dan Tanda ……………………………………………………………………………………….. 13
2.5. Patofisiologi/Patogenesa …………………………………………………………………………….. 13
2.6. Tatalaksana …………………………………………………………………………………………………. 15
2.7. Prognosa ........................................................................................................... 16
BAB III. Kesimpulan dan Saran …………………………………………………………………………………... 17
BAB IV. Daftar Pustaka ……………………………………………………………………………………………….. 18
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Sklera adalah pembungkus fibrosa pelindung mata dibagian luar. Jaringan ini padat dan

berwarna putih serta bersambungan dengan kornea di sebelah anterior dan duramater nervus optikus di

belakang. Permukaan luar sklera anterior dibungkus oleh sebuah lapisan tipis dari jaringan elastik halus,

episklera yang mengandung banyak pembuluh darah yang memasuk sclera. Episkleritis adalah suatu

peradangan pada episklera. Sklera terdiri dari serat-serat jaringan ikat yang membentuk dinding putih

mata yang kuat. Sklera dibungkus oleh episklera yang merupakan jaringan tipis yang banyak

mengandung pembuluh darah untuk memberi makan sklera. Di bagian depan mata, episklera terbungkus

oleh konjungtiva.

Episkleritis merupakan kondisi inflamasi yang dapat sembuh sendiri yang terjadi

di bagian episklera dan bersifat jinak. Penyakit ini jarang dialami oleh anak-anak maupun dewasa muda.

Episkleritis biasanya ringan, dapat sembuh sendiri, dan penyakit yang sering kambuh.

Kebanyakan kasus episkleritis merupakan idiopatik, meskipun hampir sepertiga kejadian

kasus ini disebabkan oleh penyakit sistemik yang mendasari. Beberapa kasus dapat diakibatkan oleh

reaksi inflamasi eksogen.


1.2. Tujuan

 Mengetahui dan memahami & anatomi dan fisiologi sklera dan

episklera

 Mengetahui dan memahami etiologi episkleritis

 Mengetahui dan memahami patofisiologi terjadinya episkleritis

 Mengetahui dan memahami penatalaksanaan episkleritis

 Mengetahui dan memahami prognosa episkleritis

1.3. Manfaat

 Memberikan gambaran umum mengenai episkleritis sehingga dapat dijadikan

sebagai tambahan ilmu pengetahuan.

 Mahsiswa mampu menyusun karya tulis ilmiah yang baik dan benar

 Membentuk pola pikir mahasiswa menjadi terarah dan sitemik


BAB II

TINJAUAN KEPUSTAKAAN

2.1. Defenisi

Episkleritis adalah peradangan lokal sklera yang relative sering dijumpai. Kelainan ini

bersifat unilateral pada dua-pertiga kasus,dan insidens pada kedua jenis kelamin setara.

Episkleritis dapat kambuh di tempat yang sama atau di dekatnya di jaringan palpebra.

2.2. Anatomi/fisiologi

Mata adalah organ penglihatan yang mendeteksi cahaya. Yang dilakukan mata yang

paling sederhana tak lain hanya mengetahui apakah lingkungan sekitarnya adalah terang atau

gelap. Mata yang lebih kompleks dipergunakan untuk memberikan pengertian visual.
Organ luar

 Bulu mata berfungsi menyaring cahaya yang akan diterima.

 Alis mata berfungsi menahan keringat agar tidak masuk ke bola mata.

 Kelopak mata (Palpebra) berfungsi untuk menutupi dan melindungi mata.

Organ dalam

Bagian-bagian pada organ mata bekerjasama mengantarkan cahaya dari sumbernya menuju

ke otak untuk dapat dicerna oleh sistem saraf manusia. Bagian-bagian tersebut adalah:

 Kornea

Merupakan bagian terluar dari bola mata yang menerima cahaya dari sumber cahaya.

 Sklera

Merupakan bagian dinding mata yang berwarna putih. Tebalnya rata- rata 1 milimeter.

 Pupil dan iris

Dari kornea, cahaya akan diteruskan ke pupil. Pupil menentukan kuantitas cahaya yang

masuk ke bagian mata yang lebih dalam. Pupil mata akan melebar jika kondisi ruangan

yang gelap, dan akan menyempit jika kondisi ruangan terang. Lebar pupil dipengaruhi

oleh iris di sekelilingnya. Iris berfungsi sebagai diafragma,iris inilah terlihat sebagai

bagian yang berwarna pada mata.


 Lensa mata

Lensa mata menerima cahaya dari pupil dan meneruskannya pada retina. Fungsi lensa

mata adalah mengatur fokus cahaya, sehingga cahaya jatuh tepat pada bintik kuning

retina. Untuk melihat objek yang jauh (cahaya datang dari jauh), lensa mata akan

menipis. Sedangkan untuk melihat objek yang dekat (cahaya datang dari dekat), lensa

mata akan menebal.

 Retina

Retina adalah bagian mata yang paling peka terhadap cahaya, khususnya bagian retina

yang disebut bintik kuning.Setelah retina, cahaya diteruskan ke saraf optik.

 Saraf optic

Saraf yang memasuki sel tali dan kerucut dalam retina, untuk menuju ke otak.
Palpebra

 Palpebra melindungi mata dari cedera dan cahaya yang berlebihan.

 Terdiri dari : Palpebra superior dan inferior

 Permukaan suferficial ditutupi oleh kulit dan permukaan dalam diliputi oleh membran

mukosa conjunctiva.

 Conjunctiva membentuk ruang potensial yaitu saccus conjunctivalis.

 Sudut lateral fissura palpebra lebih tajam dari medial.

 Sudut medial dan bola mata dipisahkan oleh rongga sempit (saccus lacrimalis) dan

terdapat tonjolan kecil ( caruncula lacrimalis)


Lapisan bola mata

Mata tertanam pada adiposum orbitae, terdapat 3 lapisan :

Tunika fibrosa :

 Sclera

 Cornea

Tunika Vasculosa Pigmentosa :

 Choroidea

 Corpus Cilliary

 Iris dan pupil

Tunika Nervosa :
 Retina

Otot-otot penggantung bola mata


Vaskularisasi bola mata

Ada 2 sistem vaskularisasi bola mata :

1. Sistem arteri siliar, terdiri dari :

 Arteri siliaris anterior (9)

 Arteri siliaris posterior brevis (7)

 Arteri siliaris longus (4)

2. Sistem arteri Sentralis

 Retina (12)
Persarafan

Saraf yang bertangung jawab terhadap mata manusia adalah saraf optikus (Nervus II). Bagian

mata yang mengandung saraf optikus adalah retina. Saraf optikus adalah kumpulan jutaan serat saraf yang

membawa pesan visual dari retina ke otak.


Sedangkan saraf yang menggerakkan otot bola mata adalah saraf okulomotoris (Nervus

III), saraf ini bertanggung jawab terhadap pergerakan bola mata, membuka kelopak mata, dan

mengatur konstraksi pupil mata.

Saraf lainnya yang mempengaruhi fungsi mata adalah saraf lakrimalis yang merangsang

dalam pembentukan air mata oleh kelenjar air mata. Kelenjar Lakrimalis terletak di puncak tepi

luar dari mata kiri dan kanan dan menghasilkan air mata yang encer.
Sistem cairan mata – Intraokular

Mata diisi dengan cairan intraokuolar, yang mempertahankan tekanan yang cukup pada

bola mata untuk menjaga distensinya. Cairan ini dibagi dua : Humor aqueous (anterior lensa),

Humor vitreus (posterior lensa & retina) Humor aqueous berperan sebagai pembawa zat

makanan dan oksigen untuk organ di dalam mata yang tidak berpembuluh darah yaitu lensa dan

kornea, disamping itu juga berguna untuk mengangkut zat buangan hasil metabolisme pada

kedua organ tersebut. Adanya cairan tersebut akan mempertahankan bentuk mata dan

menimbulkan tekanan dalam bola mata/tekanan intra okuler.


Sirkulasi Aqueous Humor

2.3 Etiologi

Etiologi dari episkleritis dapat tidak diketahui, tetapi reaksi hipersensitivitas mungkin

yang berperan. Penyakit-penyakit sistematik tertentu misalnya arthritis rematoid, sindrom

Sjorgren, koksidioidomikosis, sifilis, herpes zoster, dan tuberkulosis pernah dilaporkan berkaitan

dengan episkleritis. Hubungan yang paling signifikan adalah dengan hiperurisemia dan gout.

Dapat juga berupa suatu reaksi toksik, alergik atau merupakan bagian daripada infeksi. Dapat

saja kelainan ini terjadi secara spontan dan idiopatik.


2.4 Gejala dan Tanda

Gejala episkleritis dapat berupa mata terasa kering,dengan rasa

s a k i t ya n g ringan, mengganjal, dan rasa silau dan tidak mempengaruhi

visus. Bentuk radang yang terjadi pada episkleritis mempunyai gambaran

khusus, yaitu berupa benjolan setempat dengan batas tegas dan warna putih di

bawah konjungtiva. Bila benjolan itu ditekan dengan kapas atau ditekan pada

kelopak di atas benjolan,akan memberikan rasa sakit,rasa sakit akan menjalar ke

sekitar mata.

2.5 Patofisiologi

Episkleritis merupakan peradangan yang mengenai episklera, yakni lapisan tipis jaringan

ikat vaskuler yang menutupi sklera. Kelainan ini cenderung terjadi pada orang muda, khasnya

pada dekade ketiga atau keempat kehidupan, mengenai wanita tiga kali lebih sering dibanding

pria. Bersifat unilateral pada dua-pertiga kasus. Kekambuhan sering terjadi dan penyebabnya

tidak diketahui. Kelainan lokal atau sitemik terkait misalnya rosasea okular, atopi, gout, infeksi

atau penyakit kolagen vaskuler dijumpai pada sepertiga populasi pasien.

Episkleritis menunjukkan respon inflamasi yang terlokalisir pada superficial episcleral

vascular network, patologinya menunjukkan inflamasi nongranulomatous dengan dilatasi

vascular dan infiltrasi perivascular. Penyebab tidak diketahui, paling banyak bersifat idiopatik

namun sepertiga kasus berhubungan dengan penyakit sistemik dan reaksi hipersensitivitas

mungkin berperan.

Penyakit-penyakit sistemik tertentu misalnya collagen vaskular disease, penyakit infeksi,

penyebab tidak diketahui, dan beberapa penyebab yang jarang. Collagen vascular disease :
Polyarteritis nodosa, seronegative spondyloarthropathies-Ankylosing spondylitis, inflamatory

bowel disease, Reiter syndrome, psoriatic arthritis, artritis rematoid.

Penyakit infeksi misalnya Bacteri tuberculosis, Lyme disease dan syphilis, viruses

termasuk herpes, fungi, parasites. Penyakit yang tidak diketahui : Gout, Atopy, Foreign bodies,

Chemicals. Penyebab lain/yang berhubungan (jarang) : T-cell leukemia, Paraproteinemia,

Paraneoplastic syndromes-Sweet syndrome, dermatomyositis, Wiskott-Aldrich syndrome,

Adrenal cortical insufficiency, Necrobiotic xanthogranuloma, Progressive hemifacial atrophy,

Insect bite granuloma, Malpositioned Jones tube, following transscleral fixation of posterior

chamber intraocular lens.

Gambar: Episkleritis sederhana dan Nodular Episkleritis

Terdapat dua tipe klinik yaitu episkleritis sederhana dan nodular. Tipe yang paling sering

dijumpai adalah simple episcleritis (80%), merupakan penyakit inflamasi moderate hingga

severe yang sering berulang dengan interval 1-3 bulan, terdapat kemerahan yang bersifat sektoral

atau dapat bersifat diffuse (jarang), dan edema episklera. Tiap serangan berlangsung 7-10 hari

dan paling banyak sembuh spontan dalam 1-2 atau 2-3 minggu. Dapat lebih lama terjadi pada

pasien dengan penyakit sistemik. Pada anak kecil jarang kambuh dan jarang berhubungan
dengan penyakit sistemik. Beberapa pasien melaporkan serangan lebih sering terjadi saat musim

hujan atau semi. Faktor presipitasi jarang ditemukan namun serangan dapat dihubungkan dengan

stress dan perubahan hormonal. Pasien dengan nodular episcleritis mengalami serangan yang

lebih lama, berhubungan dengan penyakit sistemik (30% kasus, 5% berhubungan dengan artritis

rematoid, 7% berhubungan dengan herpes zoster ophthalmicus atau herpes simplex dan 3%

dengan gout atau atopy) dan lebih nyeri dibandingkan tipe simple. Nodular episcleritis (20%)

terlokalisasi pada satu area, membentuk nodul dengan injeksi sekelilingnya.

2.6 Penatalaksanaan
Kelainan ini bersifat jinak dan perjalanan penyakit biasanya sembuh sendiri dalam 1-2

minggu. Tanpa adanya penyakit sistemik, terapi yang diberikan berupa air mata buatan penyejuk

setiap 4-6 jam hingga kemerahan mereda. Namun, pada kasus-kasus yang didasari oleh kelainan

lokal atau sistemik, dibutuhkan terapi yang lebih spesifik, contohnya doxycycline, 100 mg dua

kali sehari untuk rosasea, terapi antimikroba untuk tuberkulosis, sifilis atau infeksi herpes virus,

obat antiinflamasi nonsteroid lokal atau sistemik atau kortikosteroid untuk penyakit kolagen

vaskuler,simple Lubrikan atau Vasokonstriktor digunakan pada kasus yang ringan

Steroid Topikal mungkin cukup berguna, akan tetapi penggunaannya dapat menyebabkan

rekurensi. Oleh karena itu dianjurkan untuk memberikannya dalam periode waktu yang pendek.

Terapi topikal dengan Deksametason 0,1 % meredakan peradangan dalam 3-4 hari.

Kortikosteroid lebih efektif untuk episkleritis sederhana daripada daripada episkleritis noduler.

Oral Non Steroid Anti-Inflammatory Drugs (NSAID). Obat yang termasuk golongan ini

adalah Flurbiprofen 300 mg sehari, yang diturunkan menjadi 150 mg sehari setelah gejala

terkontrol, atau Indometasin 25 mg tiga kali sehari. Obat ini mungkin bermanfaat untuk kedua
bentuk episkleritis, terutama pada kasus rekuren. Pemberian aspirin 325 sampai 650 mg per oral

3-4 kali sehari disertai dengan makanan atau antasid.

Follow up

 Pasien yang diberi pengobatan dengan air mata artifisial tidak perlu diperiksa kembali

episkleritis nya dalam beberapa minggu, kecuali bila gejala tidak membaik atau malah

makin memburuk.

 Pasien yang diberi steroid topikal harus diperiksa setiap mingggunya (termasuk

pemeriksaan tekanan intraokular) sampai gejala-gejalanya hilang. Kemudian frekuensi

pemberian steroid topikal ditappering off.

Kepada pasien harus dijelaskan bahwa episkleritis dapat berulang pada mata yang sama atau

pada mata sebelahnya.

2.7. Prognosis

Umumnya kelainan ini sembuh sendiri dalam 1-2 minggu. Namun kekambuhan dapat

terjadi selama bertahun-tahun. Pada kebanyakan kasus perjalanan penyakit dipersingkat dengan

pengobatan yang baik.


BAB III
PENUTUP

3.1. Simpulan
Episklera mengandung banyak pembuluh darah yang menyediakan nutrisi untuk sklera

dan permeabel terhadap air, glukosa dan protein. Episkleritis merupakan peradangan yang

mengenai episklera, yakni lapisan tipis jaringan ikat vaskuler yang menutupi sklera. Terdapat

dua tipe klinik yaitu simple dan nodular. Tipe yang paling sering dijumpai adalah simple

episcleritis (80%).Kelainan ini bersifat jinak dan perjalanan penyakit biasanya sembuh sendiri

dalam 1-2 minggu. Diagnosa banding pada epiksleritis meliputi skleritis, iritis dan konjungtivitis.

Sering relaps dan pada kasus yang jarang dapat terjadi skleritis.

3.1 Saran
Episkleritis merupakan salah satu penyakit yang sering relaps, sehingga diperlukan

penatalaksanaan yang baik pada pasien.


Daftar Pustaka

Afshari NA et al: Inflammatory condition of the eye associated with reumathic disease. Curr

Rheumatol Rep 2001;3:453. (PMID: 11564378)

Akpek EK et al: Evaluation of patients with scleritis for systemic disease. Ophthamology

2004;111:51. (PMID:15019326)

Albini TA et al: Evaluation of subkonjunctival triamcinolonc for non-necrotizing anterior

scleritis. Ophthalmology 2005;112:1814. (PMID: 16199269)

Andrcoli CM, Foster CS : Vogt-Koyanagi-Harada disease. Int Ophhthalmol Clin 2006;46:111.

(PMID:16770158)

Beeker MD et al: Interferon as a treatment for uveitis associated with multiple sclerosis. Br J

Opthalmol 2005;89:1254. (PMID:16170111)

FeinbergEdward,EpiscleritisinHttp://www.pennhealthj.com/ency/article/001019.htm.

Kanski J. Jack, Disorders of the Cornea and Sclera in Clinical Ophthalmology 4th Edition pp. 151-2. Great

Britain. 1999. Butterworth-Heinemann.

Kanski J. Jack, Disorders of the Cornea and Sclera in Clinical Ophthalmology 5th Edition pp. 151-2.

Great Britain. 2003. Butterworth-Heinemann.

Lim L, Suhler EB, Smith JR: Biologic therapies for inflammatory eye disease. Clin Experiment

Opthalmol 2006;34:365. (PMID: 16764659)

Okhravi N et al: Scleritis. Surv Ophthamol 2005;50:351. (PMID: 15967190)

Pavan-Langston, Cornea and External Disease in Manual of Ocular Diagnosis and Therapy 5th Edition

pp. 125-126. Philadelphia. 2002. Lippincott Williams & Wilkins.

Pavesio CE et al: Systemic disorders associated with episcleritis and scleritis. Curr Opin Opthalmol

2001;12:471. (PMID: 11734688)


Zamir F et al: A prospective evaluation of subkonjunctival injection of triamcinolone acetonide for

resistant anterior scleritis Opthalmology 2002;109:798. (PMID:11927443)

Rhee Douglas and Pyfer Mark, Episcleritis in The Wills Eye Manual 3rdEdition pp133-134. United States

of America. 1999. Lippincott Williams & Wilkins

Riordan Paul-Eva, Episkleritis dalam Oftalmologi Umum edisi 14 hal.170-171. Jakarta. 2000. Widya

Medika.

Roy Hampton, Episcleritis in Http://www.emedicine.com/oph/topic641.htm

Anda mungkin juga menyukai