Satriana Seminar HD
Satriana Seminar HD
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
2
3
BAB II
PEMBAHASAN
bila molekul zat terlarut dapat melewati membran semipermiabel demikian juga
sebaliknya.
b. Proses Ultrafiltrasi
Proses ultrafiltrasi adalah proses pergeseran zat terlarut dan pelarut secara simultan
dari kompartemen darah kedalam kompartemen dialisat melalui membran semipermiabel.
Proses ultrafiltrasi ini terdiri dari ultrafiltrasi hidrostatik dan osmotik.
1) Ultrafiltrasi hidrostatik
a) Transmembrane pressure (TMP)
TMP adalah perbedaan tekanan antara kompartemen darah dan
kompartemen dialisat melalui membran. Air dan zat terlarut didalamnya berpindah
dari darah ke dialisat melalui membran semipermiabel adalah akibat perbedaan
tekanan hidrostatik antara kompertemen darah dan kompartemen dialisat.
Kecepatan ultrafiltrasi tergantung pada perbedaan tekanan yang melewati
membran.
b) Koefisien ultrafiltrasi (KUf)
Besarnya permeabilitas membran dializer terhadap air bervariasi
tergantung besarnya pori dan ukuran membran. KUf adalah jumlah cairan (ml/jam)
yang berpindah melewati membran per mmHg perbedaan tekanan (pressure
gradient) atau perbedaan TMP yang melewati membran.
2) Ultrafiltrasi osmotik
Dimisalkan ada 2 larutan “A” dan “B” dipisahkan oleh membran
semipermiabel, bila larutan “B” mengandung lebih banyak jumlah partikel dibanding
“A” maka konsentrasi air dilarutan “B” lebih kecil dibanding konsentrasi larutan “A”.
Dengan demikian air akan berpindah dari “A” ke “B” melalui membran dan sekaligus
akan membawa zat -zat terlarut didalamnya yang berukuran kecil dan permiabel
terhadap membran, akhirnya konsentrasi zat terlarut pada kedua bagian menjadi sama.
c. Hal-hal Yang Perlu Diperhatikan
1) UF Goal / UFR
2) Metoda Heparin
3) Lokasi & type AV
4) Blood flow rate & lama HD
5) Type & luas permukaan dialiser
6) Komposisi cairan dialisat
4
5
5
6
6
7
7
8
3) Dialisa Peritoneal
Tidak jauh berbeda dengan HD, dialisis peritoneal (DP) juga menggunakan
kateter namun yang dipakai adalah Stylet Catheter (kateter peritoneum) untuk dipasang
pada abdomen masuk dalam kavum peritoneum sehingga ujung kateter terletak dalam
kavum Douglasi.
Cairan dialisat yang digunakan mengandung elektrolit dengan kadar seperti pada plasma
darah normal.
Elektrolit Meq/L Tek Osmosis (mOsm/L)
Na+ 140,0 140,0
Ca++ 4,0 2,0
Mg++ 1,5 0,8
Cl- 102,0 102,0
Laktat 43,5 83,3
Glukosa 15,0 gr/L
291,0 Meq/L 371,6 mOsm/L
Gb 1. Mesin Hemodialisa
8
9
e. Komplikasi Hemodialisa
Komplikasi Penyebab
Demam 1. Bakteri atau zat penyebab demam (pirogen) di
dalam darah
2. Dialisat terlalu panas
Reaksi anafilaksis yang 1. Alergi terhadap zat di dalam mesin
berakibat fatal (anafilaksis) 2. Tekanan darah rendah
Tekanan darah rendah Terlalu banyak cairan yang dibuang
Gangguan irama jantung Kadar kalium & zat lainnya yang abnormal dalam
darah
Emboli udara Udara memasuki darah di dalam mesin
Perdarahan usus, otak, mata Penggunaan heparin di dalam mesin untuk mencegah
atau perut pembekuan
9
10
a. Glumerulonefritis kronis
b. Nefropati diabetik
c. Nekrosis hipertensif
d. Penyakit ginjal polikistik
e. Pielonefritis kronis dan nefritis intestinal
Menurut Sudoyo, et al., (2010) klasifikasi penyakit gagal ginjal atas dasar diagnosis etiologi
antara lain:
Tabel 2.2 Klasifikasi penyakit gagal ginjal kronis atas dasar diagnosis etiologi
d. Ulserasi dan pendarah mulut, napas bau amoniak, konstipasi, diare, mual dan muntah
e. Kelemahan atau keletihan, konfusi
f. Kram otot, kehilangan kekuatan otot, nyeri tulang
g. Penurunan libidio
h. Anemia dan trombositopenia
4. Klasifikasi
Menurut Ketut (2010) klasifikasi gagal ginjal kronik di dasarkan atas dua hal yaitu
atas derajat penyakit dan atas dasar diagnosis etiologi. Klasifikasi derajat penyakit di buat
atas dasar LFG, yang dihitung menggunakan rumus Kockeroft-Gault sebagai berikut:
5. Patofisiologi
Patofisiologi gagal ginjal kronik pada awalnya tergantung penyakit yang
mendasarinya. Selama proses terjadinya penyakit ini akan terjadi pengurangan massa ginjal
nefron (Suharyanto & Madjid, 2013). Hal ini mengakibatkan hiperfiltrasi yang diikuti oleh
peningkatan tekanan kapiler dan aliran darah glumerulus yang menyebabkan proteinuria.
Hal ini mengakibatkan terjadinya maladaptasi berupa sklerosis nefron sehingga terjadi
penurunan fungsi nefron yang progresif (Sudoyo, et al. 2010). Adanya aktifitas renin
dan progresifitas tersebut. Beberapa hal yang dianggap berperan dalam terjadinya
al., 2010).
11
12
Pada stadium dini kehilangan daya cadang ginjal dengan keadaan LFG masih
normal atau malah meningkat. Tetapi secara perlahan akan terjadi penurunan fungsi nefron
yang progresif ditandai dengan peningkatan kadar urea dan kreatinin serum (Susila et al.,
2014). Pada pasien dengan LFG 60% belum terjadi keluhan (asimtomatik) tetapi telah
terjadi peningkatan kreatinin serum dan urea. Pada LFG dibawah 30% mulai terjadi keluhan
nokturia, badan lemah, nafsu makan kurang dan penurunan berat badan. Sampai LFG
dibawah 30% akan memperlihatkan tanda dan gejala uremia karena gangguan reabsorsi
ginjal seperti anemia, hipertensi, gangguan metabolisme kalsium dan pruritus. Sehingga
pasien dapat mengalami gangguan keseimbangan cairan seperti hipo atau hipervolemia serta
gangguan keseimbangan elektrolit antara lain natrium dan kalium. Ketika kerusakan ginjal
semakin berlanjut atau LFG dibawah 15% maka akan terjadi komplikasi yang lebih serius
sehingga memerlukan terapi pengganti ginjal antara lain seperti dialisis dan transplantasi
6. Komplikasi
Menurut Pranata dan Prabowo (2014) karena penyakit gagal ginjal bersifat
ireversible maka akan menyebabkan gangguan pada sistemik karena terjadi penurunan
a. Penyakit kardiovaskuler
Ginjal sebagai kontrol sistemik akan berdampak langsung terjadinya hipertensi,
b. Anemia
Sekresi hormon etiroproetin yang mengalami defisiensi di ginjal akan mengakibatkan
penurunan hemoglobin.
c. Disfungsi seksual
Gangguan sirkulasi pada ginjal akan menyebabkan penurunan libido dan terjadi
d. Penyakit tulang
Hipokalsemia akan secara langsung mengakibatkan dekalsifikasi matriks tulang
sehingga dapat terjadi osteoporosis dan jika berlangsung lama akanb mengakibatkan
12
13
fraktur patologis.
7. Pemeriksaan Penunjang
Menurut Sudoyo et al. (2010) pemeriksaan penunjang yang dibutuhkan untuk menegakkan
a. Gambaran laboratoris
1) Sesuai penyakit yang mendasarinya
2) Peningkatan kadar ureum dan kreatinin serum
3) Kelainan biokimia darah meliputi penurunan HB, peningkatan asam urat, hiper atau
hipokalemia, hiponatremia, hipo atau hiperkloremia
3. USG ginjal, ukuran ginjal yang mengecil, korteks yang menipis, hidronefrosis.
c. Biopsi dan histopatologi ginjal
Dilakukan pada pasien yang ukuran ginjal masih mendekati normal yang
8. Penatalaksanaan
Menurut Brunner & Studdart (2014) fungsi ginjal yang rusak sulit untuk dilakukan
pengembalian, maka tujuan dari penatalaksanaan klien gagal ginjal kronis adalah
a) Penatalaksanaan farmakologis
1) Hiperfosfatemia dan hiperkalemia ditangani dengan pemberian agen
pengikat fosfat dalam saluran cerna
3) Diet cairan sebesar 500 hingga 600 ml dan tidak boleh lebih dari jumlah
halauran urin selama 24 jam.
4) Asupan kalori dan vitamin harus mamadai. Kalori yang diberikan dalam
bentuk karbohidrat dan lemak untuk mencegah pelisutan otot.
c) Dialisis
Dialisis membantu untuk mengoptimalkan atau membantu fungsi
ginjal. Umunya dilakukan untuk pasien yang tidak dapat mempertahankan gaya
d) Pentalaksanaan keperawatan
1 Kaji status cairan dan identifikasi sumber potensi ketidakseimbangan cairan
dengan penimbangan berat badan setiap hari. Kolaborasi dengan medis jika
2 Terapkan program diet untuk menjamin asupan nutrisi yang memadai dan
sesuai dengan batasan regimen terapai.
4 penjelasan dan informasi kepada pasien dan keluarga terkait penyakit gagal
ginjal kronik, pilihan pengobatan, dan kemungkinan komplikasi.
14
15
DAFTAR PUSTAKA
Cahyaningsih, N.D. 2009. Hemidialisis; Panduan Praktis Perawatan Gagal Ginjal. Cet Ke-2.
Jogyakarta: Mitra Cendikia Press
Guyton & Hall. 1996. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta : EGC.
Hudak & Gallo. 1997. Keperawatan Kritis : Pendekatan Holistik edisi 4 volume 2. Jakarta : EGC..
Sovari, A.A. 2008. Renal Failure, Chronic, & Dialysis Complication, (Online),
(http://emedicine.medscape.com/article/157452-media, diakses pada tgl 1 Maret 2010).
Ketut dalam Sudoyo, A.W., Setiyohadi, B., Alwi, I., Simadibrata, K.M., Setiati, S. (2010). Buku ilmu
penyakit dalam. Jakarta: Internal Publising.
Prabowo, E., Pranata, A.E. (2014). Buku ajar asuhan keperawatan sistem perkemihan. Yogyakarta:
Nuha Medika
Sudoyo, A.W., Setiyohadi, B., Alwi, I., Simadibrata, K.M., Setiati, S. (2010). Buku ilmu penyakit
dalam. Jakarta: Internal Publising.
Suharyanto & Madjid, A. (2013). Asuhan keperawatan pada pasien dengan gangguan sistem
perkemihan. Jakarta: CV. Trans Info Media
15