Anda di halaman 1dari 67

4

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

II.1. Peraturan Perundang – Undangan yang Berlaku Terkait dengan

Tempat PKPA

A. Rumah Sakit

1. Definisi Rumah Sakit

Menurut WHO, rumah sakit adalah organisasi sosial terintegrasi yang

berfungsi menyediakan pelayanan “Health Care” yang lengkap bagi masyarakat.

Menurut ketentuan umum dalam Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia

Nomor 56 Tahun 2014, Rumah Sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang

menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang

menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan gawat darurat. Rumah Sakit

Umum adalah rumah sakit yang memberikan pelayanan kesehatan pada semua

bidang dan jenis penyakit. Rumah Sakit Khusus adalah rumah sakit yang

memberikan pelayanan utama pada satu bidang atau satu jenis penyakit tertentu

berdasarkan disiplin ilmu, golongan umur, organ jenis penyakit atau kekhususan

lainnya.

Rumah Sakit Umum Pemerintah adalah rumah sakit umum milik

pemerintah baik pusat, maupun daerah, Departemen Pertahanan dan Keamanan

dan Badan Usaha Milik Negara. Pelayanan kesehatan tersebut dapat berupa

pencegahan penyakit (preventif), pengobatan penyakit (kuratif), peningkatan

kesehatan (promotif) dan pemulihan kesehatan (rehabilitatif).


5

2. Misi dan Tugas Rumah Sakit

Misi rumah sakit adalah memberikan pelayanan kesehatan yang bermutu

dan terjangkau oleh semua lapisan masyarakat dalam rangka meningkatkan

derajat kesehatan masyarakat. Tugas rumah sakit adalah melaksanakan upaya

kesehatan secara berdaya guna dan berhasil guna dengan mengutamakan upaya

penyembuhan dan pemulihan yang dilaksanakan secara serasi dan terpadu dengan

upaya peningkatan dan pencegahan serta melaksanakan upaya rujukan.

3. Fungsi Rumah Sakit

Untuk melaksanakan misi dan tugasnya, rumah sakit mempunyai fungsi

sebagai berikut :

a. Menyelenggarakan pelayanan medis

b. Menyelenggarakan pelayanan penunjang medis dan nonmedis

c. Menyelenggarakan pelayanan dan asuhan keperawatan

d. Menyelenggarakan pelayanan rujukan

e. Menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan

f. Menyelenggarakan penelitian dan pengembangan

g. Menyelenggarakan administrasi umum dan keuangan.

4. Klasifikasi Rumah Sakit

Berdasarkan jenisnya pelayanan yang diberikan, Rumah Sakit di Indonesia

dikategorikan menjadi :
6

a. Berdasarkan pelayanan yang diberikan, terdiri dari :


1) Rumah Sakit Umum
Rumah Sakit Umum yaitu rumah sakit yang memberikan pelayanan secara

umum.

Rumah Sakit Umum sebagaimana diklasifikasikan menjadi :

a) Rumah Sakit Umum Kelas A;

Pelayanan yang diberikan oleh Rumah Sakit Umum Kelas A paling sedikit

meliputi:

 Pelayanan medik

Pelayanan medik paling sedikit terdiri dari:

- pelayanan gawat darurat;

- pelayanan medik spesialis dasar;

- pelayanan medik spesialis penunjang;

- pelayanan medik spesialis lain;

- pelayanan medik subspesialis; dan

- pelayanan medik spesialis gigi dan mulut

 Pelayanan kefarmasian;

Meliputi pengelolaan sediaan farmasi, alat kesehatan dan bahan medis

habis pakai, dan pelayanan farmasi klinik.

 Pelayanan keperawatan dan kebidanan;

Meliputi asuhan keperawatan generalis dan spesialis serta asuhan

kebidanan.

 Pelayanan penunjang klinik;


7

Meliputi pelayanan bank darah, perawatan intensif untuk semua

golongan umur dan jenis penyakit, gizi, sterilisasi instrumen dan rekam

medik.

 Pelayanan penunjang nonklinik

Meliputi pelayanan laundry/linen, jasa boga/dapur, teknik dan

pemeliharaan fasilitas, pengelolaan limbah, gudang, ambulans, sistem

informasi dan komunikasi, pemulasaraan jenazah, sistem

penanggulangan kebakaran, pengelolaan gas medik, dan pengelolaan air

bersih.

 Pelayanan rawat inap.

Pelayanan rawat inap harus dilengkapi dengan fasilitas sebagai berikut:

- jumlah tempat tidur perawatan Kelas III paling sedikit 30% (tiga

puluh persen) dari seluruh tempat tidur untuk Rumah Sakit milik

Pemerintah;

- jumlah tempat tidur perawatan Kelas III paling sedikit 20% (dua puluh

persen) dari seluruh tempat tidur untuk Rumah Sakit milik swasta;

- jumlah tempat tidur perawatan intensif sebanyak 5% (lima persen)

dari seluruh tempat tidur untuk Rumah Sakit milik Pemerintah dan

Rumah Sakit milik swasta.

Sumber daya manusia Rumah Sakit Umum kelas A terdiri atas:

 Tenaga medis;

Tenaga medis paling sedikit terdiri atas:

- 18 (delapan belas) dokter umum untuk pelayanan medik dasar;


8

- 4 (empat) dokter gigi umum untuk pelayanan medik gigi mulut;

- 6 (enam) dokter spesialis untuk setiap jenis pelayanan medik spesialis

dasar;

- 3 (tiga) dokter spesialis untuk setiap jenis pelayanan medik spesialis

penunjang;

- 3 (tiga) dokter spesialis untuk setiap jenis pelayanan medik spesialis

lain;

- 2 (dua) dokter subspesialis untuk setiap jenis pelayanan medik

subspesialis; dan

- 1 (satu) dokter gigi spesialis untuk setiap jenis pelayanan medik

spesialis gigi mulut.

 Tenaga kefarmasian;

Tenaga kefarmasian paling sedikit terdiri atas:

- 1 (satu) apoteker sebagai kepala instalasi farmasi Rumah Sakit;

- 5 (lima) apoteker yang bertugas di rawat jalan yang dibantu oleh

paling sedikit 10 (sepuluh) tenaga teknis kefarmasian;

- 5 (lima) apoteker di rawat inap yang dibantu oleh paling sedikit 10

(sepuluh) tenaga teknis kefarmasian;

- 1 (satu) apoteker di instalasi gawat darurat yang dibantu oleh minimal

2 (dua) tenaga teknis kefarmasian;

- 1 (satu) apoteker di ruang ICU yang dibantu oleh paling sedikit 2

(dua) tenaga teknis kefarmasian;


9

- 1 (satu) apoteker sebagai koordinator penerimaan dan distribusi yang

dapat merangkap melakukan pelayanan farmasi klinik di rawat inap

atau rawat jalan dan dibantu oleh tenaga teknis kefarmasian yang

jumlahnya disesuaikan dengan beban kerja pelayanan kefarmasian

Rumah Sakit; dan

- 1 (satu) apoteker sebagai koordinator produksi yang dapat merangkap

melakukan pelayanan farmasi klinik di rawat inap atau rawat jalan dan

dibantu oleh tenaga teknis kefarmasian yang jumlahnya disesuaikan

dengan beban kerja pelayanan kefarmasian Rumah Sakit.

 Tenaga keperawatan;

- Jumlah kebutuhan tenaga keperawatan sama dengan jumlah tempat

tidur pada instalasi rawat inap.

- Kualifikasi dan kompetensi tenaga keperawatan disesuaikan dengan

kebutuhan pelayanan Rumah Sakit.

 Tenaga kesehatan lain;

Jumlah dan kualifikasi tenaga kesehatan lain dan tenaga nonkesehatan

disesuaikan dengan kebutuhan pelayanan Rumah Sakit.

 Tenaga nonkesehatan.

Jumlah dan kualifikasi tenaga kesehatan lain dan tenaga nonkesehatan

disesuaikan dengan kebutuhan pelayanan Rumah Sakit.

b) Rumah Sakit Umum Kelas B;

Pelayanan yang diberikan oleh Rumah Sakit Umum Kelas B paling sedikit

meliputi:
10

 Pelayanan medik

Pelayanan medik paling sedikit terdiri dari:

- pelayanan gawat darurat;

- pelayanan medik spesialis dasar;

- pelayanan medik spesialis penunjang;

- pelayanan medik spesialis lain

- pelayanan medik subspesialis; dan

- pelayanan medik spesialis gigi dan mulut.

 Pelayanan kefarmasian;

Pelayanan kefarmasian meliputi pengelolaan sediaan farmasi, alat

kesehatan dan bahan medis habis pakai, dan pelayanan farmasi klinik.

 Pelayanan keperawatan dan kebidanan;

Pelayanan keperawatan dan kebidanan meliputi asuhan keperawatan dan

asuhan kebidanan

 Pelayanan penunjang klinik;

Pelayanan penunjang klinik meliputi pelayanan bank darah, perawatan

intensif untuk semua golongan umur dan jenis penyakit, gizi, sterilisasi

instrumen dan rekam medik.

 Pelayanan penunjang nonklinik

Pelayanan penunjang nonklinik meliputi pelayanan laundry/linen, jasa

boga/dapur, teknik dan pemeliharaan fasilitas, pengelolaan limbah,

gudang, ambulans, sistem informasi dan komunikasi, pemulasaraan


11

jenazah, sistem penanggulangan kebakaran, pengelolaan gas medik, dan

pengelolaan air bersih.

 Pelayanan rawat inap.

Pelayanan rawat inap harus dilengkapi dengan fasilitas sebagai berikut:

- jumlah tempat tidur perawatan kelas III paling sedikit 30% (tiga puluh

persen) dari seluruh tempat tidur untuk Rumah Sakit milik

Pemerintah;

- jumlah tempat tidur perawatan kelas III paling sedikit 20% (dua puluh

persen) dari seluruh tempat tidur untuk Rumah Sakit milik swasta;

- jumlah tempat tidur perawatan intensif sebanyak 5% (lima persen)

dari seluruh tempat tidur untuk Rumah Sakit milik Pemerintah dan

Rumah Sakit milik swasta.

Sumber daya manusia Rumah Sakit Umum kelas B terdiri atas:

 Tenaga medis

Tenaga medis paling sedikit terdiri atas:

- 12 (dua belas) dokter umum untuk pelayanan medik dasar

- 3 (tiga) dokter gigi umum untuk pelayanan medik gigi mulut

- 3 (tiga) dokter spesialis untuk setiap jenis pelayanan medik spesialis

dasar

- 2 (dua) dokter spesialis untuk setiap jenis pelayanan medik spesialis

penunjang
12

- 1 (satu) dokter spesialis untuk setiap jenis pelayanan medik spesialis

lain

- 1 (satu) dokter subspesialis untuk setiap jenis pelayanan medik

subspesialis; dan

- 1 (satu) dokter gigi spesialis untuk setiap jenis pelayanan medik

spesialis gigi mulut.

 Tenaga kefarmasian;

Tenaga kefarmasian paling sedikit terdiri atas:

- 1 (satu) orang apoteker sebagai kepala instalasi farmasi Rumah Sakit;

- 4 (empat) apoteker yang bertugas di rawat jalan yang dibantu oleh

paling sedikit 8 (delapan) orang tenaga teknis kefarmasian;

- 4 (empat) orang apoteker di rawat inap yang dibantu oleh paling

sedikit 8 (delapan) orang tenaga teknis kefarmasian;

- 1 (satu) orang apoteker di instalasi gawat darurat yang dibantu oleh

minimal 2 (dua) orang tenaga teknis kefarmasian;

- 1 (satu) orang apoteker di ruang ICU yang dibantu oleh paling sedikit

2 (dua) orang tenaga teknis kefarmasian;

- 1 (satu) orang apoteker sebagai koordinator penerimaan dan distribusi

yang dapat merangkap melakukan pelayanan farmasi klinik di rawat

inap atau rawat jalan dan dibantu oleh tenaga teknis kefarmasian yang

jumlahnya disesuaikan dengan beban kerja pelayanan kefarmasian

Rumah Sakit; dan


13

- 1 (satu) orang apoteker sebagai koordinator produksi yang dapat

merangkap melakukan pelayanan farmasi klinik di rawat inap atau

rawat jalan dan dibantu oleh tenaga teknis kefarmasian yang

jumlahnya disesuaikan dengan beban kerja pelayanan kefarmasian

Rumah Sakit.

 Tenaga keperawatan;

- Jumlah kebutuhan tenaga keperawatan sama dengan jumlah tempat

tidur pada instalasi rawat inap.

- Kualifikasi dan kompetensi tenaga keperawatan disesuaikan dengan

kebutuhan pelayanan Rumah Sakit.

 Tenaga kesehatan lain;

Jumlah dan kualifikasi tenaga kesehatan lain dan tenaga nonkesehatan

disesuaikan dengan kebutuhan pelayanan Rumah Sakit.

 Tenaga nonkesehatan.

Jumlah dan kualifikasi tenaga kesehatan lain dan tenaga nonkesehatan

disesuaikan dengan kebutuhan pelayanan Rumah Sakit.

c) Rumah Sakit Umum Kelas C

Pelayanan yang diberikan oleh Rumah Sakit Umum kelas C paling

sedikit meliputi:

 Pelayanan medik

Pelayanan medik paling sedikit terdiri dari:


14

- pelayanan gawat darurat;

- pelayanan medik umum;

- pelayanan medik spesialis dasar;

- pelayanan medik spesialis penunjang;

- pelayanan medik spesialis lain;

- pelayanan medik subspesialis; dan

- pelayanan medik spesialis gigi dan mulut.

 Pelayanan kefarmasian

Pelayanan kefarmasian meliputi pengelolaan sediaan farmasi, alat

kesehatan dan bahan medis habis pakai, dan pelayanan farmasi klinik.

 Pelayanan keperawatan dan kebidanan

Pelayanan keperawatan dan kebidanan meliputi asuhan keperawatan dan

asuhan kebidanan

 Pelayanan penunjang klinik

Pelayanan penunjang klinik meliputi pelayanan bank darah, perawatan

intensif untuk semua golongan umur dan jenis penyakit, gizi, sterilisasi

instrumen dan rekam medik.

 Pelayanan penunjang nonklinik

Pelayanan penunjang nonklinik meliputi pelayanan laundry/linen, jasa

boga/dapur, teknik dan pemeliharaan fasilitas, pengelolaan limbah,

gudang, ambulans, sistem informasi dan komunikasi, pemulasaraan

jenazah, sistem penanggulangan kebakaran, pengelolaan gas medik, dan

pengelolaan air bersih.


15

 Pelayanan rawat inap.

Pelayanan rawat inap harus dilengkapi dengan fasilitas sebagai berikut:

- jumlah tempat tidur perawatan kelas III paling sedikit 30% (tiga puluh

persen) dari seluruh tempat tidur untuk Rumah Sakit milik

Pemerintah;

- jumlah tempat tidur perawatan kelas III paling sedikit 20% (dua puluh

persen) dari seluruh tempat tidur untuk Rumah Sakit milik swasta;

- jumlah tempat tidur perawatan intensif sebanyak 5% (lima persen)

dari seluruh tempat tidur untuk Rumah Sakit milik Pemerintah dan

Rumah Sakit milik swasta.

Sumber daya manusia Rumah Sakit Umum kelas C terdiri atas:

 Tenaga medis

Tenaga medis paling sedikit terdiri atas:

- 9 (sembilan) dokter umum untuk pelayanan medik dasar;

- 2 (dua) dokter gigi umum untuk pelayanan medik gigi mulut;

- 2 (dua) dokter spesialis untuk setiap jenis pelayanan medik spesialis

dasar;

- 1 (satu) dokter spesialis untuk setiap jenis pelayanan medik spesialis

penunjang; dan

- 1 (satu) dokter gigi spesialis untuk setiap jenis pelayanan medik

spesialis gigi mulut.

 Tenaga kefarmasian

Tenaga kefarmasian paling sedikit terdiri atas:


16

- 1 (satu) orang apoteker sebagai kepala instalasi farmasi Rumah Sakit;

- 2 (dua) apoteker yang bertugas di rawat jalan yang dibantu oleh paling

sedikit 4 (empat) orang tenaga teknis kefarmasian;

- 4 (empat) orang apoteker di rawat inap yang dibantu oleh paling

sedikit 8 (delapan) orang tenaga teknis kefarmasian;

- 1 (satu) orang apoteker sebagai koordinator penerimaan, distribusi dan

produksi yang dapat merangkap melakukan pelayanan farmasi klinik

di rawat inap atau rawat jalan dan dibantu oleh tenaga teknis

kefarmasian yang jumlahnya disesuaikan dengan beban kerja

pelayanan kefarmasian Rumah Sakit.

 Tenaga keperawatan

- Jumlah kebutuhan tenaga keperawatan dihitung dengan perbandingan

2 (dua) perawat untuk 3 (tiga) tempat tidur.

- Kualifikasi dan kompetensi tenaga keperawatan disesuaikan dengan

kebutuhan pelayanan Rumah Sakit.

 Tenaga kesehatan lain

Jumlah dan kualifikasi tenaga kesehatan lain disesuaikan dengan

kebutuhan pelayanan Rumah Sakit.

 Tenaga nonkesehatan.

Jumlah dan kualifikasi tenaga nonkesehatan disesuaikan dengan

kebutuhan pelayanan Rumah Sakit.

d) Rumah Sakit Umum Kelas D.


17

Pelayanan yang diberikan oleh Rumah Sakit Umum Kelas D paling sedikit

meliputi:

 Pelayanan medik

Pelayanan medik paling sedikit terdiri dari:

- pelayanan gawat darurat;

- pelayanan medik umum;

- pelayanan medik spesialis dasar; dan

- pelayanan medik spesialis penunjang.

 Pelayanan kefarmasian

Pelayanan kefarmasian meliputi pengelolaan sediaan farmasi, alat

kesehatan dan bahan medis habis pakai, dan pelayanan farmasi klinik

 Pelayanan keperawatan dan kebidanan

Pelayanan keperawatan dan kebidanan meliputi asuhan keperawatan dan

asuhan kebidanan.

 Pelayanan penunjang klinik

Pelayanan penunjang klinik meliputi pelayanan darah, perawatan high

care unit untuk semua golongan umur dan jenis penyakit, gizi, sterilisasi

instrumen dan rekam medik.

 Pelayanan penunjang nonklinik

Pelayanan penunjang nonklinik meliputi pelayanan laundry/linen, jasa

boga/dapur, teknik dan pemeliharaan fasilitas, pengelolaan limbah,

gudang, ambulans, sistem informasi dan komunikasi, pemulasaraan


18

jenazah, sistem penanggulangan kebakaran, pengelolaan gas medik, dan

pengelolaan air bersih.

 Pelayanan rawat inap

Pelayanan rawat inap harus dilengkapi dengan fasilitas sebagai berikut:

- jumlah tempat tidur perawatan kelas III paling sedikit 30% (tiga puluh

persen) dari seluruh tempat tidur untuk Rumah Sakit milik

Pemerintah;

- jumlah tempat tidur perawatan kelas III paling sedikit 20% (dua puluh

persen) dari seluruh tempat tidur untuk Rumah Sakit milik swasta;

- jumlah tempat tidur perawatan intensif sebanyak 5% (lima persen)

dari seluruh tempat tidur untuk Rumah Sakit milik Pemerintah dan

Rumah Sakit milik swasta.

Sumber daya manusia rumah sakit umum kelas D terdiri atas:

 Tenaga medis

Tenaga medis paling sedikit terdiri atas :

- 4 (empat) dokter umum untuk pelayanan medik dasar;

- 1 (satu) dokter gigi umum untuk pelayanan medik gigi mulut;

- 1 (satu) dokter spesialis untuk setiap jenis pelayanan medik spesialis

dasar.

 Tenaga kefarmasian

Tenaga kefarmasian paling sedikit terdiri atas :

- 1 (satu) orang apoteker sebagai kepala instalasi farmasi Rumah Sakit;


19

- 1 (satu) apoteker yang bertugas di rawat inap dan rawat jalan yang

dibantu oleh paling sedikit 2 (dua) orang tenaga teknis kefarmasian;

- 1 (satu) orang apoteker sebagai koordinator penerimaan, distribusi dan

produksi yang dapat merangkap melakukan pelayanan farmasi klinik

di rawat inap atau rawat jalan dan dibantu oleh tenaga teknis

kefarmasian yang jumlahnya disesuaikan dengan beban kerja

pelayanan kefarmasian Rumah Sakit.

 Tenaga keperawatan

- Jumlah kebutuhan tenaga keperawatan sebagaimana dimaksud dalam

Pasal 54 ayat (1) huruf c dihitung dengan perbandingan 2 (dua)

perawat untuk 3 (tiga) tempat tidur.

- Kualifikasi dan kompetensi tenaga keperawatan sebagaimana

dimaksud pada ayat (1) disesuaikan dengan kebutuhan pelayanan

rumah sakit.

 Tenaga kesehatan lain

Jumlah dan kualifikasi tenaga kesehatan lain disesuaikan dengan

kebutuhan pelayanan Rumah Sakit.

 Tenaga nonkesehatan.

Jumlah dan kualifikasi tenaga nonkesehatan disesuaikan dengan

kebutuhan pelayanan Rumah Sakit.

Rumah Sakit Umum Kelas D diklasifikasikan menjadi:

a) Rumah Sakit Umum Kelas D; dan

b) Rumah Sakit Umum Kelas D pratama


20

Rumah Sakit Umum kelas D pratama didirikan dan diselenggarakan

untuk menjamin ketersediaan dan meningkatkan aksesibilitas masyarakat

terhadap pelayanan kesehatan tingkat kedua

Rumah Sakit Umum kelas D pratama hanya dapat didirikan dan

diselenggarakan di daerah tertinggal, perbatasan, atau kepulauan sesuai

dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Selain pada daerah, Rumah Sakit Umum kelas D pratama dapat juga

didirikan di kabupaten/kota, apabila memenuhi kriteria sebagai berikut:

 Belum tersedia Rumah Sakit di kabupaten/kota yang bersangkutan;

 Rumah Sakit yang telah beroperasi di kabupaten/kota yang

bersangkutan kapasitasnya belum mencukupi; atau

 Lokasi Rumah Sakit yang telah beroperasi sulit dijangkau secara

geografis oleh sebagian penduduk di kabupaten/kota yang

bersangkutan.

Ketentuan mengenai Rumah Sakit Umum kelas D pratama diatur dalam

Peraturan Menteri.

2) Rumah Sakit Khusus


Rumah Sakit Khusus yaitu rumah sakit yang memberikan pelayanan utama

pada satu bidang atau satu jenis penyakit tertentu berdasarkan disiplin ilmu,

golongan umur, organ, jenis penyakit, atau kekhususan lainnya.


21

Rumah Sakit Khusus meliputi rumah sakit khusus:

a) ibu dan anak;

b) mata;

c) otak;

d) gigi dan mulut;

e) kanker;

f) jantung dan pembuluh darah;

g) jiwa;

h) infeksi;

i) paru;

j) telinga-hidung-tenggorokan;

k) bedah;

l) ketergantungan obat; dan

m) ginjal.

Rumah Sakit Khusus sebagaimana dimaksud dalam diklasifikasikan

menjadi:

a) Rumah Sakit Khusus Kelas A;

b) Rumah Sakit Khusus Kelas B; dan

c) Rumah Sakit Khusus Kelas C. (Kemenkes RI, 2014)

b. Berdasarkan pengelolaannya, terdiri dari :


1) Rumah Sakit publik
Rumah Sakit publik yaitu rumah sakit yang pengelolaanya dapat dikelola

oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan badan hukum yang bersifat

nirlaba.
2) Rumah Sakit Privat
22

Rumah Sakit privat yaitu rumah sakit yang dikelola oleh badan hukum

dengan tujuan profit yang berbentuk Perseroan Terbatas atau Persero.


c. Berdasarkan penyelenggaraannya, terdiri dari :
Rumah Sakit Pendidikan yang merupakan Rumah Sakit yang

menyelenggarakan pendidikan dan penelitian secara terpadu dalam bidang

pendidikan profesi kedokteran, pendidikan kedokteran berkelanjutan, dan

pendidikan tenaga kesehatan lainnya. (Kemenkes RI, 2009).

Penetapan klasifikasi Rumah Sakit didasarkan pada:

 Pelayanan;

 Sumber daya manusia;

 Peralatan; dan

 Bangunan dan prasarana. (Kemenkes RI, 2014)

5. Organisasi dan Manajemen Rumah Sakit

Di rumah sakit terdapat dua kewenangan, yaitu : kewenangan birokrasi

organisasi rumah sakit dan kewenangan profesi pelayanan medis. Kedua - duanya

penting dan menentukan hasil akhir pelayanan medis rumah sakit. Hirarki

kewenangan birokrasi terlihat dari struktur organisasi rumah sakit dan hirarki

kewenangan profesi terlihat dari standard operating procedure (SOP) pelayanan

medis di rumah sakit.

B. Instalasi Farmasi Rumah Sakit

1. Definisi IFRS

Instalasi adalah penyelenggaraan pelayanan medis, pelayanan penunjang

medis, kegiatan penelitian, pengembangan, pendidikan, pelatihan dan

pemeliharaan sarana rumah sakit.


23

Instalasi Farmasi Rumah Sakit adalah suatu unit atau bagian di rumah

sakit yang merupakan fasilitas penyelenggaraan pelayanan kefarmasian dibawah

pimpinan seorang apoteker dan dibantu oleh beberapa orang apoteker yang

memenuhi persyaratan perundang-undangan yang berlaku dan kompeten secara

profesional yang bertanggung jawab atas seluruh pekerjaan serta pelayanan

kefarmasian yang terdiri atas pelayanan paripurna, mencakup perencanaan,

pengadaan, produksi, penyimpanan perbekalan farmasi, dispensing obat

berdasarkan resep bagi penderita rawat jalan dan rawat inap, pengendalian mutu,

pengendalian distribusi dan penggunaan seluruh perbekalan kesehatan di rumah

sakit, pelayanan klinik umum dan spesialistik. (J.P. Siregar, 2003)

Sediaan Farmasi adalah obat, bahan obat, obat tradisional dan kosmetika

(Kemenkes RI, 2014)

2. Kedudukan IFRS

Instalasi Famasi Rumah Sakit berada di bawah tanggung jawab Direktur

Penunjang Medis.

3. Tugas Pokok IFRS

Tugas pokok IFRS adalah :

a. Melangsungkan pelayanan farmasi yang optimal,


b. Menyelenggarakan kegiatan pelayanan farmasi profesional berdasarkan

prosedur kefarmasian dan etik profesi,


c. Melaksanakan Komunikasi, Informasi dan Edukasi (KIE),
d. Memberi pelayanan bermutu melalui analisa dan evaluasi untuk meningkatkan

mutu pelayanan farmasi,


e. Melakukan pengawasan berdasarkan aturan - aturan yang berlaku,
f. Menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan di bidang farmasi,
g. Mengadakan penelitian dan pengembangan di bidang farmasi,
24

h. Memfasilitasi dan mendorong tersusunnya standar pengobatan dan

formularium rumah sakit


4. Fungsi IFRS
a. Pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai

 memilih Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai

sesuai kebutuhan pelayanan Rumah Sakit;

 merencanakan kebutuhan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan

Medis Habis Pakai secara efektif, efisien dan optimal;

 mengadakan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis

Pakai berpedoman pada perencanaan yang telah dibuat sesuai ketentuan

yang berlaku;

 memproduksi Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis

Pakai untuk memenuhi kebutuhan pelayanan kesehatan di Rumah Sakit;

 menerima Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai

sesuai dengan spesifikasi dan ketentuan yang berlaku;

 menyimpan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis

Pakai sesuai dengan spesifikasi dan persyaratan kefarmasian;

 mendistribusikan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis

Habis Pakai ke unit-unit pelayanan di Rumah Sakit;

 melaksanakan pelayanan farmasi satu pintu;

 melaksanakan pelayanan Obat “unit dose”/dosis sehari;

 melaksanakan komputerisasi pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat

Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai (apabila sudah memungkinkan);


25

 mengidentifikasi, mencegah dan mengatasi masalah yang terkait dengan

Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai;

 melakukan pemusnahan dan penarikan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan,

dan Bahan Medis Habis Pakai yang sudah tidak dapat digunakan;

 mengendalikan persediaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan

Medis Habis Pakai;

 melakukan administrasi pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan

Bahan Medis Habis Pakai.

b. Pelayanan Farmasi Klinik

 mengkaji dan melaksanakan pelayanan Resep atau permintaan Obat;

 melaksanakan penelusuran riwayat penggunaan Obat;

 melaksanakan rekonsiliasi Obat;

 memberikan informasi dan edukasi penggunaan Obat baik berdasarkan

Resep maupun Obat non Resep kepada pasien/keluarga pasien;

 mengidentifikasi, mencegah dan mengatasi masalah yang terkait dengan

Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai;

 melaksanakan visite mandiri maupun bersama tenaga kesehatan lain;

 memberikan konseling pada pasien dan/atau keluarganya;

 melaksanakan Pemantauan Terapi Obat (PTO)

- pemantauan efek terapi Obat;

- pemantauan efek samping Obat;

- pemantauan Kadar Obat dalam Darah (PKOD).


26

 melaksanakan Evaluasi Penggunaan Obat (EPO);

 melaksanakan dispensing sediaan steril

- Melakukan pencampuran Obat suntik

- Menyiapkan nutrisi parenteral

- Melaksanakan penanganan sediaan sitotoksik

- Melaksanakan pengemasan ulang sediaan steril yang tidak stabil

 melaksanakan Pelayanan Informasi Obat (PIO) kepada tenaga kesehatan

lain, pasien/keluarga, masyarakat dan institusi di luar Rumah Sakit;

 melaksanakan Penyuluhan Kesehatan Rumah Sakit (PKRS).

5. Struktur Organisasi IFRS

Struktur organisasi IFRS minimal terdiri dari kepala IFRS, administrasi

IFRS, pengelolaan perbekalan farmasi, pelayanan farmasi klinik dan manajemen

mutu.

Pengorganisasian Instalasi Farmasi Rumah Sakit harus mencakup

penyelenggaraan pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis

Habis Pakai, pelayanan farmasi klinik dan manajemen mutu, dan bersifat dinamis

dapat direvisi sesuai kebutuhan dengan tetap menjaga mutu. (Kemenkes RI, 2014)

Struktur organisasi minimal IFRS dapat dilihat pada lampiran 1.

6. Peranan Apoteker di IFRS

Peranan apoteker di IFRS tergantung pada bobot dan beban rumah sakit,

artinya semakin besar dan luas fungsi rumah sakit maka peranan tenaga farmasi

atau apoteker semakin besar.


27

Upaya untuk melaksanakan peranan apoteker di rumah sakit dengan baik,

maka hendaknya seorang apoteker harus memenuhi kualifikasi sebagai berikut :

a. Mempunyai pengetahuan luas dan mendalam tentang obat dan khasiatnya,


b. Mampu mengembangkan dan mengelola program produksi obat-obatan,
c. Mempunyai pengetahuan tentang tata cara pengawasan,
d. Mampu memimpin dan turut serta dalam penelitian,
e. Mampu memimpin program pendidikan dan latihan,
f. Mampu memimpin dan mengelola semua kegiatan.

Fungsi dan peranan apoteker di rumah sakit antara lain:

a. Komunikasi – Nasihat – Konsultasi,


b. Peranan sebagai Pusat Informasi Obat (PIO),
c. Peranan dalam manajemen FRS,
d. Peranan dalam pengadaan perbekalan farmasi,
e. Peranan dalam penyimpanan obat,
f. Peranan dalam kontrol kualitas obat,
g. Distribusi obat,
h. Peranan dalam Panitia Farmasi dan Terapi, penerbitan dan pemeliharaan

formularium rumah sakit,


i. Peranan dalam pendidikan,
j. Peranan dalam penelitian dan pengembangan,
k. Melakukan sterilisasi sentral,
l. Peranan dalam kontrol keracunan. (Depkes RI, 1992)

7. Pelayanan Informasi Obat (PIO)

PIO didefinisikan sebagai kegiatan pelayanan yang dilakukan oleh apoteker

yang dilatih secara khusus (farmasi klinik) untuk memberikan informasi secara

akurat, kepada dokter, perawat pasien maupun tenaga kesehatan lainnya. Tujuan

dilakukannya PIO di suatu rumah sakit yakni:

a. Menunjang pengelolaan dan terapi obat yang rasional dan

berorientasi pada pasien

b. Menyediakan informasi mengenai obat kepada pasien dan

tenaga kesehatan di lingkungan rumah sakit


28

c. Menyediakan informasi untuk membuat kebijakan-

kebijakan yang berhubungan dengan obat terutama PFT

d. Meningkatkan profesionalitas apoteker

Dalam melakukan atau memberi informasi, dibutuhkan sumber-sumber

informasi yang dapat dibedakan menjadi 3 yakni:

a. Sumber informasi primer dalam bentuk jurnal - jurnal, artikel hasil

penelitian

b. Sumber informasi sekunder

c. Sumber informasi tersier seperti textbook

Kegiatan PIO dibedakan menjadi 3 (tiga) yakni kegiatan pelayanan,

kegiatan pendidikan, dan kegiatan penelitian yang meliputi :

a. Memberikan dan menyebarkan informasi kepada konsumen secara aktif

dan pasif.

b. Menjawab pertanyaan dari pasien maupun tenaga kesehatan melalui

telepon, surat, ataupun tatap muka langsung.

c. Membuat buletin, leaflet, atau label obat.

d. Menyediakan informasi bagi PFT sehubungan dengan penyusunan

formularium rumah sakit

e. Memberikan pendidikan kepada mahasiswa kedokteran, sarjana farmasi,

perawat, dan masyarakat.

f. Meningkatkan kemampuan SDM di instalasi farmasi melalui program

penelitian dan pengembangan


29

g. Meningkatkan hubungan kerja sama di bidang penelitian dan

pengembangan dengan unit terkait.

h. Dokumentasi dan evaluasi terhadap semua kegiatan (Anonim, 2001)

Konseling obat merupakan proses sistematik untuk mengidentifikasi dan

menyelesaikan masalah pasien yang berkaitan dengan pengambilan dan

penggunaan obat, diutamakan untuk pasien rawat jalan karena pasien rawat jalan

bertanggung jawab atas obatnya sendiri.

Tahap - tahap konseling:

a. Menghilangkan penghalang yang ada dalam komunikasi antara apoteker

dan penderita

b. Menanyakan tiga pertanyaan kunci menyangkut obat yang dikatakan oleh

dokter kepada pasien dengan metode open - ended question, yaitu:

1) apa yang dikatakan dokter mengenai obat ?

2) bagaimana cara pemakaian ?

3) apa efek yang diharapkan dari obat tersebut ?

c. Show and tell, yaitu memperagakan dan menjelaskan mengenai cara

penggunaan obat

d. Verifikasi akhir, yaitu mengecek pemahaman pasien, mengidentifikasi,

dan menyelesaikan masalah yang berhubungan dengan cara penggunaan obat

untuk mengoptimalkan tujuan terapi.

Masalah - masalah yang dibicarakan dalam konseling obat:

a. Nama obat
30

Pasien harus tahu nama obat yang dia minum dan biasakan untuk memberitahu

pasien nama generik dari obat tersebut.

b. Tujuan pengobatan

Gunakan istilah umum agar pasien mengerti, misalnya obat penurun panas

untuk mengganti istilah antipiretik.

c. Jadwal pengobatan

Kapan minum obat, sebelum / sesudah makan.

d. Cara penggunaan obat

Apakah diminum, dilarutkan dulu sebelum diminum, diletakkan di bawah

lidah, dikunyah, dan sebagainya.

e. Lama penggunaan obat

f. Efek samping obat

g. Tanda - tanda toksisitas (jika diperlukan)

h. Lama penyimpanan obat

i. Penggunaan obat-obat lain

Kriteria pemilihan pasien untuk diberikan konseling yaitu:

a. Apabila dokter sendiri yang meminta agar pasien diberikan konseling obat,

misalnya pasien psikiatri, pasien yang menggunakan alat atau obat yang

memerlukan cara-cara khusus dalam penggunaan, misalnya inhaler.

b. Pasien dengan penyakit tertentu atau penyakit kronis misalnya penyakit

jantung, darah tinggi, diabetes, dan lain-lain


31

c. Pasien yang menerima pengobatan tertentu misalnya berindeks terapi

sempit seperti digoksin dan teofilin

d. Obat dengan pengawasan tertentu seperti warfarin

e. Pasien geriatrik

f. Pasien pediatrik

g. Pasien pulang setelah rawat inap di rumah sakit yang mendapatkan

pengobatan polifarmasi atau cara pakai yang rumit (Anonim, 2001).

8. Pengelolaan Farmasi Klinik

Peran farmasis bergeser seiring dengan perkembangan teknologi

khususnya di bidang obat dan pengobatan, selain itu adanya tuntutan masyarakat

yang semakin kritis akan penfobatan dan pelayanan kesehatan yang bermutu

tinggi. Perubahan peran tersebut mengalami beberapa periode yakni periode

tradisional, periode transisional, periode clinical pharmacy dan menuju ke periode

pharmaceutical care.

Menurut Prof. Nicholas Barber, 1990, ciri farmasi klinik adalah

memaksimalkan efek terapi, meminimalkan risiko pengobatan, meminimalkan

biaya pengobatan, dan menghormati pilihan pasien. Di Indonesia, ada aturan

hukum yang mengatur penyelenggaraan farmasi klinik di rumah sakit yakni

Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia tentang standar pelayanan

kefarmasian di rumah sakit. Dalam peraturan tersebut, diatur pelayanan farmasi

klinis meliputi:
32

a. Pengkajian dan pelayanan Resep;

b. Penelusuran riwayat penggunaan Obat;

c. Rekonsiliasi Obat;

d. Pelayanan Informasi Obat (PIO);

e. Konseling;

f. Visite;

g. Pemantauan Terapi Obat (PTO);

h. Monitoring Efek Samping Obat (MESO);

i. Evaluasi Penggunaan Obat (EPO);

j. Dispensing sediaan steril; dan

k. Pemantauan Kadar Obat dalam Darah (PKOD);

Selain itu, berdasarkan pedoman pelayanan farmasi rumah sakit ruang

lingkup farmasi klinik adalah pengambilan riwayat pasien, pemantauan resep,

visite farmasi, pemantauan terapi obat, pencampuran obat suntik, nutrisi

parenteral, KIE pasien, MESO, dan pelaporan MESO.

Dari kedua acuan tersebut, dapat dikatakan bahwa ciri farmasi klimik

adalah berorientasi pada pasien, terlibat, dan menjalin kerjasama dengan tim

kesehatan yang ada di rumah sakit.

Dalam melaksanakan pelayanan farmasi klinik, ada beberapa hambatan

yang harus diperhatikan yaitu masih kurangnya kemampuan teknis, kurangnya

kemampuan berkomunikasi, masih rendahnya motivasi, kepercayaan diri, dan

masih kurangnya sosialisasi konsep farmasi klinik sendiri. Untuk itu maka strategi

yang harus diambil adalah meningkatkan kemampuan teknis dan kemampuan


33

berkomunikasi, menjalin hubungan antar profesi terkait, dan juga mengingatkan

sosialisasi konsep farmasi klinik.

C. Tim Farmasi dan Terapi (TFT)

Dalam pengorganisasian Rumah Sakit dibentuk Tim Farmasi dan Terapi

(TFT) yang merupakan unit kerja dalam memberikan rekomendasi kepada

pimpinan Rumah Sakit mengenai kebijakan penggunaan Obat di Rumah Sakit

yang anggotanya terdiri dari dokter yang mewakili semua spesialisasi yang ada di

Rumah Sakit, Apoteker Instalasi Farmasi, serta tenaga kesehatan lainnya apabila

diperlukan. TFT harus dapat membina hubungan kerja dengan komite lain di

dalam Rumah Sakit yang berhubungan/berkaitan dengan penggunaan Obat.

Ketua TFT dapat diketuai oleh seorang dokter atau seorang Apoteker,

apabila diketuai oleh dokter maka sekretarisnya adalah Apoteker, namun apabila

diketuai oleh Apoteker, maka sekretarisnya adalah dokter.

TFT harus mengadakan rapat secara teratur, sedikitnya 2 (dua) bulan sekali

dan untuk Rumah Sakit besar rapat diadakan sekali dalam satu bulan. Rapat TFT

dapat mengundang pakar dari dalam maupun dari luar Rumah Sakit yang dapat

memberikan masukan bagi pengelolaan TFT, memiliki pengetahuan khusus,

keahlian-keahlian atau pendapat tertentu yang bermanfaat bagi TFT.

TFT mempunyai tugas:

1. mengembangkan kebijakan tentang penggunaan Obat di Rumah Sakit;

2. melakukan seleksi dan evaluasi Obat yang akan masuk dalam formularium

Rumah Sakit;

3. mengembangkan standar terapi;


34

4. mengidentifikasi permasalahan dalam penggunaan Obat;

5. melakukan intervensi dalam meningkatkan penggunaan Obat yang rasional;

6. mengkoordinir penatalaksanaan Reaksi Obat yang Tidak Dikehendaki;

7. mengkoordinir penatalaksanaan medication error;

8. menyebarluaskan informasi terkait kebijakan penggunaan Obat di Rumah Sakit.

(Kepmenkes RI, 2014)

D. Sistem Formularium Rumah Sakit


Sistem formularium adalah suatu metode yang digunakan staf medik dari

suatu rumah sakit yang bekerja melalui PFT, mengevaluasi, menilai dan memilih

dari berbagai zat aktif obat dan produk obat yang tersedia, yang dianggap paling

berguna dalam perawatan pasien. Sistem formularium merupakan sarana penting

dalam memastikan mutu penggunaan obat dan pengendalian harganya. (JP.

Siregar, 2004)

Formularium adalah himpunan obat yang diterima atau disetujui oleh

Panitia Farmasi dan Terapi untuk digunakan di rumah sakit dan dapat direvisi

pada setiap batas waktu yang ditentukan.

Formularium rumah sakit berisi antara lain :

- Halaman judul
- Daftar nama anggota Panitia Farmasi dan Terapi
- Daftar Isi
- Informasi mengenai kebijakan dan prosedur di bidangobat
- Produk obat yang diterima untuk digunakan
- Lampiran
Sistem yang dipakai adalah suatu sistem dimana prosesnya tetap berjalan

terus, dalam arti kata bahwa sementara formularium itu digunakan oleh staf

medis, di lain pihak PFT mengadakan evaluasi dan menentukan pilihan terhadap
35

produk obat yang ada di pasaran, dengan lebih mempertimbangkan kesejahteraan

pasien. (Depkes RI, 2009)

II. 2. Gambaran Umum Tempat Praktik


A. Sejarah Singkat RSUD dr. Abdul Aziz Singkawang
Rumah Sakit Umum Daerah Dr.Abdul Aziz adalah Rumah Sakit Pemerintah

Kota Singkawang yang terletak di Jalan Dr.Soetomo No.28 Singkawang.

Sebelumnya rumah sakit ini terletak di JL.Diponegoro Singkawang yang

ditetapkan namanya menjadi Rumah Sakit Daerah dr. Abdul Aziz Singkawang

melalui PERDA No.2 Kabupaten Sambas tahun 1987 yang merupakan Rumah

Sakit Pemerintah kelas C milik Pemerintah Kabupaten Sambas.


Rumah Sakit Umum Daerah dr.Abdul Aziz Singkawang masih merupakan

milik Pemerintah Kabupaten Sambas. Setelah terjadi pemekaran wilayah yaitu :

Kabupaten Sambas, Kabupaten Bengkayang, dan Kota Singkawang; maka pada

tahun 2004 Pemerintah Kabupaten Sambas menyerahkan kepada Pemerintah Kota

Singkawang. Dengan diserahkannya Rumah Sakit Umum Daerah Dr.Abdul Aziz

Singkawang dari Pemerintah Kabupaten Sambas ke Pemerintah Kota Singkawang

dengan demikian semua kegiatan operasional Rumah Sakit Dr.Abdul Aziz

Singkawang dibiayai oleh APBD Kota Singkawang.

Pengembangan baik Sarana, prasarana dan SDM Rumah Sakit Abdul Aziz

Singkawang dari tahun ke tahun menunjukan peningkatan terutama dari jumlah

kunjungan dan animo masyarakat yang memilih Rumah Sakit Abdul Aziz sebagai

tempat rujukan, berobat dan memeriksakan kesehatan mereka terutama dari

daerah pecahan Kabupaten Sambas. Atas dasar perkembangan yang semakin hari

semakin meningkat serta fasilitas yang semakin bertambah maka pada tahun 2005

dengan diterbitkannya Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor


36

718/Menkes/SK/V/2005 tanggal 11 Mei 2005 tentang Peningkatan Kelas Rumah

Sakit Umum Daerah Dr.Abdul Aziz Singkawang milik Pemerintah Kota

Singkawang Provinsi Kalimantan Barat dari kelas C menjadi Kelas B Non

Pendidikan, hingga sekarang RSUD Dr.Abdul Aziz Singkawang selalu berusaha

mengembakan kegiatan pelayanan baik dari segi sarana, prasarana hingga SDM

agar apa yang diharapkan dapat tercapai.

B. Visi, Misi, dan Tujuan


1. Visi Rumah Sakit
Pelayanan Kesehatan Yang Bermutu, Aman, Nyaman Menuju Masyarakat

Sehat Yang Mandiri Dan Berkeadilan.


2. Misi Rumah Sakit
a. Meningkatkan Profesionalisme Sumber Daya Manusia, Memenuhi Standar

Kebutuhan Tenaga Dan Sarana Prasarana,


b. Melaksanakan Pengelolaan Keuangan Secara Tertib, Transparan Dan

Akuntabel,
c. Memberikan Pelayanan Kesehatan Sesuai Standar Pelayanan Minimal,

Standar Pelayanan Medis Dan Pelayanan Prima Dengan Mengacu Pada 14

Unsur Pelayanan,
d. Memberikan Pelayanan Keperawatan Dan Kebidanan Sesuai Dengan

Standar Asuhan Keperawatan.


3. Tujuan Rumah Sakit
a. Peningkatan kuantitas dan kualitas tenaga, sarana dan praserana sesuai

dengan standar,
b. Tertib administrasi sesuai dengan dan informasi pelayanan berbasis

teknologi informasi (data pegawai, kekayaan dan pelayanan kesehatan),


c. Peningkatan tertib administrasi belanja atau pengeluaran sesuai dengan

aturan,
37

d. Penggalian potensi pendapatan dalam rangka meningkatkan penerimaan

Rumah Sakit,
e. Terselenggaranya perencanaan program kegiatan dari segi biaya, kinerja,

serta evaluasi pemanfaatan biaya secara efektif.

C. Struktur Organisasi

Berdasarkan Peraturan Daerah Kota Singkawang No. 6 Tahun 2008 tanggal

26 September 2008 tentang Pembentukan dan Susunan Organisasi Perangkat

Daerah di Lingkungan Pemerintah Kota Singkawang, Struktur Organisasi Rumah

Sakit Daerah Kelas B RSUD Dr.Abdul Aziz Singkawang terdiri dari :

1. Direktur.
2. Wakil Direktur Umum dan Keuangan yang terdiri dari :
a. Bagian Tata Usaha terdiri dari 3 sub bagian yaitu :
 Sub Bagian Administrasi Umum dan Perlengkapan
 Sub Bagian Sumber Daya Aparatur
 Sub.Bagian Rekam Medik dan SIRS (Sistem Informasi Rumah Sakit)
b. Bagian Keuangan terdiri dari 3 sub bagian yaitu :
 Sub Bagian Verifikasi
 Sub Bagian Rencana Kerja dan Program
 Sub Bagian Pengelolaan Pendapatan
3. Wakil Direktur Pelayanan terdiri dari :
a. Bidang Pelayanan Medis dan Penunjang Medis terdiri dari 3 sub bidang

yaitu :
 Sub Bidang Pelayanan Medis
 Sub Bidang Pelayanan Penunjang Medis
 Sub Bidang Pelayanan Penunjang Non Medis
b. Bidang Keperawatan dan Kebidanan terdiri dari 3 sub bidang yaitu:
 Sub Bidang Keperawatan dan Kebidanan
 Sub Bidang Asuhan Keperawatan dan Kebidanan
 Sub Bidang Etika dan Mutu Keperawatan.
c. Kelompok Jabatan Fungsional
 Tenaga Medis
 Tenaga Para Medis
 Tenaga Para Medis Non Keperawatan :
- Apoteker
- Pelaksana Laboratotium
- Penilik Kesehatan
38

- Pelaksana Gizi
- Pelaksana Radiologi
- Pelaksana Fisioterapi
- Tehnisi Elektromedik
- Pelaksana Kefarmasian
d. Kelompok Non Fungsional
 Tenaga Administrasi
 Operator Komputer
 Tenaga Akuntansi
Struktur Organisasi RSUD Abdul Aziz Singkawang dan struktur Komite

Medik RSUD Abdul Aziz dapat dilihat pada Lampiran 2 dan Lampiran 3.

D. Sarana dan Prasarana Pendukung


RSUD dr. Abdul Aziz Singkawang memiliki sarana dan prasarana yang

terdiri dari Tanah/lahan, Bangunan, Peralatan Medis, Instalasi, pelayanan rawat

jalan dan rawat inap Aset lainnya.

1. Tanah

Area tanah yang dimiliki oleh RSUD dr. Abdul Aziz Singkawang sampai

dengan bulan Desember 2013 seluas 42.859 m²

2. Gedung atau Bangunan

Luas keseluruhan bangunan RSUD dr. Abdul Aziz Singkawang seluas 8.046

m².

E. Instalasi Rumah Sakit

Untuk dapat memberikan pelayanan kesehatan kepada masyarakat maka

Rumah Sakit sangat memerlukan Instalasi pendukung baik yang sifatnya

pelayanan Emergency maupun pelayanan rawat jalan serta rawat inap. Adapun

instalasi yang ada di RSUD dr. Abdul Aziz adalah :

a. Gawat Darurat
39

b. Laboratorium

c. Radiologi

d. Farmasi

e. Gizi

f. IPSRS

g. Sanitasi

F. Pelayanan Rawat Jalan

Rumah Sakit Abdul Aziz memberikan Pelayanan rawat jalan yang di

sesuaikan dengan disiplin Spesialistik dan tenaga dokter Spesialis yang ada.

Rumah Sakit Abdul Aziz belum bisa memberikan Pelayanan rawat jalan sesuai

dengan standar Rumah Sakit type B Non Pendidikan Karena dokter Spesialis yang

ada masih sangat terbatas dan sekarang ini untuk pemberian Pelayanan rawat jalan

adalah :

a. Poli Klinik Penyakit Dalam

b. Poli Klinik Bedah

c. Poli Klinik Anak

d. Poli Klinik Kebidanan/Kandungan

e. Poli Klinik Mata

f. Poli Klinik Saraf

g. Poli Klinik Paru

h. Poli Klinik Gigi dan Mulut

i. Klinik Keluarga Berencana

j. Klinik Konsultasi Gizi


40

k. Klinik Konsultasi HIV

l. Klinik PTRM

m. Klinik Rehabilitasi Medik

n. Fisioterapi

o. Poli Klinik Bedah Saraf

p. Poli Klinik Umum

G. Pelayanan Rawat Inap

Rumah Sakit Abdul Aziz adalah Rumah Sakit rujukan yang melayani

rujukan tingkat pertama dan rujukan dari Rumah Sakit dari Kab.Sambas, Rumah

Sakit Kab.Bengkayang, Rumah Sakit Kab.Pontianak serta Rumah Sakit

Kepulauan Natuna Provinsi Kepulauan Riau.

Adapun pelayanan rawat inap yang ada adalah :

a. Ruang Perawatan Umum VIP

b. Ruang Perawatan Umum Kelas I

c. Ruang Perawatan ICU

d. Ruang Perawatan Kebidanan & Ginekologi

e. Ruang Perawatan Penyakit Dalam

f. Ruang Perawatan Penyakit Bedah

g. Ruang Perawatan Penyakit Anak

h. Ruang perawatan Bayi ( Perinatologi )

i. Ruang pertolongan Persalinan

j. Ruang tindakan Operasi ( O.K )


41

H. Aset Lainnya
a. Incenerator
Sebagai alat pembakaran limbah padat Medis dan Non Medis Rumah Sakit
b. Listrik
Sumber Energi untuk memenuhi operasional RSUD Dr.Abdul Aziz

Singkawang disediakan dari Perusahaan Listrik Negara (PLN) dengan

kapasitas daya 250 KVA disamping itu mempunyai energi cadangan

Genset dengan kapasitas 31 KVA dan 30.5 KVA yang digunakan apabila

terputusnya suplai listrik dari PLN.


c. Pompa Air (Ground Reservoir)
Kebutuhan air bersih untuk kegiatan RSUD Dr.Abdul Aziz Singkawang

dipenuhi dari pegunungan kopisan dengan instalasi pipa langsung ke

rumah sakit. Air ditampung di bak penampungan, kemudian dinaikan ke

menara pembagi menggunakan mesin untuk selanjutnya didistribusikan ke

unit-unit pengguna. Kebutuhan air secara keseluruhan relatif tidak

menentu,sedangkan sumber air telah dimanfaatkan oleh masyarakat sekitar

sehingga untuk mengatasi kebutuhan air Rumah Sakit setiap tahun harus

membeli untuk memenuhi kebutuhan pasien.

d. IPAL (Instalasi Pengelolaan Air Limbah)


Sebagai tempat pengelolaan limbah cair Rumah Sakit sehingga tidak

mencemari lingkungan disekitar Rumah Sakit.

I. Instalasi Farmasi RSUD dr. Abdul Aziz


Instalasi Farmasi Rumah Sakit (IFRS) merupakan suatu

departemen atau unit atau bagian dari suatu rumah sakit, tempat

penyelenggaraan semua kegiatan atau pekerjaan kefarmasian yang

ditujukan untuk keperluan rumah sakit yang harus dipimpin oleh seorang
42

apoteker dan dibantu beberapa orang apoteker yang memenuhi persyaratan

perundangan yang berlaku dan kompeten secara professional.

Pelayanan farmasi rumah sakit merupakan salah satu kegiatan di

rumah sakit yang menunjang pelayanan kesehatan yang bermutu.

Pelayanan farmasi rumah sakit adalah bagian yang tidak terpisahkan dari

sistem pelayanan kesehatan rumah sakit yang utuh dan berorientasi kepada

pelayanan pasien, persediaan obat yang bermutu, termasuk pelayanan

farmasi klinik yang terjangkau bagi semua lapisan masyarakat.

Instalasi farmasi RSUD dr. Abdul Aziz merupakan unit penunjang

medis yang berada dalam naungan Kepala Bidang Penunjang Medik.

Kepala instalasi farmasi di RSUD dr. Abdul Aziz bertugas sebagai

koordinator terhadap 2 (dua) pelayanan kefarmasian yaitu :

a. Pelayanan pengelolaan perbekalan farmasi pengadaan dipimpin oleh

seorang apoteker penanggung jawab dibantu oleh 3 orang staf farmasi


b. Pelayanan kefarmasian dalam penggunaan obat dan alat kesehatan serta

administrasi dipimpin oleh seorang Apoteker penanggung jawab yang

terdiri dari 8 orang tenaga teknik kefarmasian dan 3 orang tenaga umum.
Struktur Organisasi Instalasi Farmasi RSUD Abdul Aziz dapat dilihat pada

Lampiran 4.

J. Cakupan Pelayanan Instalasi Farmasi


1. Pelayanan obat dan alat kesehatan habis pakai untuk peserta BPJS

Kesehatan atau Jaminan Kesehatan Nasional (JKN), Jamkesda

(Jaminan Kesehatan Masyarakat Daerah) kota Singkawang dan daerah

luar kota Singkawang yang bekerja sama dengan rumah sakit; baik

rawat jalan maupun rawat inap.


43

2. Pelayanan obat hibah atau program dari dinas kesehatan kabupaten

(obat malaria dan TBC), dan pusat (obat klinik metadon dan obat

HIV),
3. Pelayanan amprahan (distribusi) perbekalan farmasi ke ruangan

perawatan (Bangsal dan poliklinik) dan instalasi yang meliputi :


a. Obat anestesi;
b. Bahan dan alat kesehatan habis pakai untuk ruangan perawatan,

misalnya: alkohol, benang operasi, kapas, kasa, dan lain-lain;


c. Bahan dan alat kesehatan habis pakai untuk instalasi radiologi,

misalnya: film rontgen, film USG, cairan pencuci film, dan lain-

lain;
d. Bahan dan alat kesehatan habis pakai untuk poli gigi;
e. Reagen dan bahan habis pakai untuk instalasi laboratorium.
4. Pelayanan gas medis yang meliputi kegiatan pengadaan dan

pendistribusian.

K. Akreditasi Rumah Sakit

Akreditasi rumah sakit merupakan suatu proses dimana suatu

lembaga, yang independen, melakukan asesmen terhadap rumah sakit.

Tujuannya adalah menentukan apakah rumah sakit tersebut memenuhi

standar yang dirancang untuk memperbaiki keselamatan dan mutu

pelayanan.Standar akreditasi sifatnya berupa suatu persyaratan yang

optimal dan dapat dicapai.Akreditasi menunjukkan komitmen nyata

sebuah rumah sakit untuk meningkatkan keselamatan dan kualitas asuhan

pasien, memastikan bahwa lingkungan pelayanannya aman dan rumah

sakit senantiasa berupaya mengurangi risiko bagi para pasien dan staf

rumah sakit.Dengan demikian akreditasi diperlukan sebagai cara efektif


44

untuk mengevaluasi mutu suatu rumah sakit, yang sekaligus berperan

sebagai sarana manajemen. (Kemenkes RI, 2011)

RSUD Abdul Aziz merupakan Rumah Sakit Tipe B non

pendidikan yang telah terakreditasi B dengan penilaian 5 pelayanan dasar

yang meliputi, administrasi dan manajemen, pelayanan medis, pelayanan

gawat darurat, pelayanan keperawatan, dan rekam medis. Berdasarkan

UU no. 44 tahun 2009 pasal 40 ayat (1) tentang Rumah Sakit, Dalam

upaya peningkatan mutu pelayanan Rumah Sakit wajib dilakukan

akreditasi secara berkala menimal 3 (tiga) tahun sekali. Sehingga untuk

saat ini RSUD Abdul Aziz sedang mempersiapkan akreditasi lebih lanjut

dengan standar akreditasi rumah sakit yang terbaru dengan penilaian

sebagai berikut :

I. Kelompok pelayanan berfokus pada pasien


II. Kelompok standar manajemen rumah sakit
III. Sasaran keselamatan pasien rumah sakit
IV. Sasaran milenium development goals(MDG’s)

Untuk penilaian akreditasi pada IFRS berperan di manajemen dan

penggunaan obat (kelompok standar pelayanan berfokus pada pasien)

dan peningkatan keamanan pada obat yang perlu diwaspadai atau high-

alert (sasaran keselamatan pasien rumah sakit).

L. Sistem Distribusi Perbekalan Farmasi di Rumah Sakit


Distribusi merupakan suatu rangkaian kegiatan dalam rangka

menyalurkan/menyerahkan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan

Medis Habis Pakai dari tempat penyimpanan sampai kepada unit


45

pelayanan/pasien dengan tetap menjamin mutu, stabilitas, jenis, jumlah, dan

ketepatan waktu. Rumah Sakit harus menentukan sistem distribusi yang dapat

menjamin terlaksananya pengawasan dan pengendalian Sediaan Farmasi, Alat

Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai di unit pelayanan.

Sistem distribusi dirancang atas dasar kemudahan untuk dijangkau

oleh pasien dengan mempertimbangkan :

a. Efisiensi dan efektifitas sumber daya yang ada,


b. Metode sentralisasi atau desentralisasi,
c. Sistem floor stock, resep individu, dispensing dosis unit atau

kombinasi. (Kemenkes RI, 2014).

M. Pengelolaan Narkotika, Psikotropika, dan Prekursor Farmasi


1. Pemesanan
Berdasarkan Undang – Undang No. 35 tahun 2009 tentang Narkotika

pasal 40 dan 43, disebutkan bahwa Menteri Kesehatan memberikan izin

kepada Rumah Sakit untuk membeli, menyediakan, mengirim,

membawa atau mengangkut dan menggunakan narkotika untuk

kepentingan pengobatan.
Berdasarkan Undang - Undang No.5 tahun 1997 tentang pengelolaan

Psikotropika dan Peraturan Pemerintah No, 44 Tahun 2010 tentang

Prekursor, pemesanan Psikotropika dapat dipesan dengan menggunakan

Surat Pesanan (SP) yang ditandatangani oleh Apoteker penanggung

jawab
2. Penyimpanan

Tata cara penyimpanan narkotika di Rumah Sakit telah ditetapkan pada

Permenkes No. 3 Tahun 2015 tentang Peredaran, Penyimpanan,

Pemusnahan, dan Pelaporan Narkotika, yaitu :


46

 Pasal 25 ayat 1 dan ayat 2 :

(1) Tempat penyimpanan Narkotika, Psikotropika, dan Prekursor

Farmasi dapat berupa gudang, ruangan, atau lemari khusus.

(2) Tempat penyimpanan Narkotika dilarang digunakan untuk

menyimpan barang selain Narkotika.

 Pasal 26 ayat 1 – ayat 3 : :

(1) Gudang khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat (1)

harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:

a. dinding dibuat dari tembok dan hanya mempunyai pintu yang

dilengkapi dengan pintu jeruji besi dengan 2 (dua) buah kunci

yang berbeda;

b. langit-langit dapat terbuat dari tembok beton atau jeruji besi;

c. jika terdapat jendela atau ventilasi harus dilengkapi dengan jeruji

besi;

d. gudang tidak boleh dimasuki oleh orang lain tanpa izin Apoteker

penanggung jawab; dan

e. kunci gudang dikuasai oleh Apoteker penanggung jawab dan

pegawai lain yang dikuasakan.

(2) Ruang khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat (1)

harus memenuhi syarat sebagai berikut: a. dinding dan langit-

langit terbuat dari bahan yang kuat;

b. jika terdapat jendela atau ventilasi harus dilengkapi dengan jeruji

besi;
47

c. mempunyai satu pintu dengan 2 (dua) buah kunci yang berbeda;

d. kunci ruang khusus dikuasai oleh Apoteker penanggung

jawab/Apoteker yang ditunjuk dan pegawai lain yang

dikuasakan; dan

e. tidak boleh dimasuki oleh orang lain tanpa izin Apoteker

penanggung jawab/Apoteker yang ditunjuk.

(3) Lemari khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat (1)

harus memenuhi syarat sebagai berikut:

a. terbuat dari bahan yang kuat;

b. tidak mudah dipindahkan dan mempunyai 2 (dua) buah kunci

yang berbeda;

c. harus diletakkan dalam ruang khusus di sudut gudang, untuk

Instalasi Farmasi Pemerintah;

d. diletakkan di tempat yang aman dan tidak terlihat oleh umum,

untuk Apotek, Instalasi Farmasi Rumah Sakit, Puskesmas,

Instalasi Farmasi Klinik, dan Lembaga Ilmu Pengetahuan ; dan

e. kunci lemari khusus dikuasai oleh Apoteker penanggung

jawab/Apoteker yang ditunjuk dan pegawai lain yang

dikuasakan.

3. Pelaporan Narkotika

Apotek, Instalasi Farmasi Rumah Sakit, Instalasi Farmasi

Klinik, Lembaga Ilmu Pengetahuan, dan dokter praktik perorangan

wajib membuat, menyimpan, dan menyampaikan laporan pemasukan


48

dan penyerahan/penggunaan Narkotika dan Psikotropika, setiap bulan

kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dengan tembusan

Kepala Balai setempat.

Pelaporan paling sedikit terdiri atas:

a. nama, bentuk sediaan, dan kekuatan Narkotika, Psikotropika, dan/atau

Prekursor Farmasi;

b. jumlah persediaan awal dan akhir bulan;

c. jumlah yang diterima; dan

d. jumlah yang diserahkan. (Kemenkes RI, 2015)

Laporan disampaikan paling lambat setiap tanggal 10 bulan

berikutnya. (Kemenkes RI, 2015)

Pelaporan juga menggunakan Aplikasi SIPNAP (Sistem

Pelaporan Narkotika dan Psikotropika), yang dikembangkan dan

dikelola oleh Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian,

Ditjen Binfar dan Alkes, Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.

Aplikasi ini diperuntukkan bagi seluruh Unit Pelayanan (Apotek,

Klinik, dan Rumah Sakit), Instalasi Farmasi Kabupaten/Kota, Dinas

Kesehatan Kabupaten/Kota dan Dinas Kesehatan Provinsi Seluruh

Indonesia.
4. Pemusnahan Narkotika

Tata cara pemusnahan narkotika di Rumah Sakit telah ditetapkan pada

Permenkes No. 3 Tahun 2015 tentang Peredaran, Penyimpanan,

Pemusnahan, dan Pelaporan Narkotika, yaitu :


49

 Pasal 37 :

Pemusnahan Narkotika, Psikotropika, dan Prekursor Farmasi hanya

dilakukan dalam hal:

a. diproduksi tanpa memenuhi standar dan persyaratan yang

berlaku dan/atau tidak dapat diolah kembali;

b. telah kadaluarsa;

c. tidak memenuhi syarat untuk digunakan pada pelayanan

kesehatan dan/atau untuk pengembangan ilmu pengetahuan,

termasuk sisa penggunaan;

d. dibatalkan izin edarnya; atau

e. berhubungan dengan tindak pidana.

 Pasal 39

Pemusnahan Narkotika, Psikotropika, dan Prekursor Farmasi harus

dilakukan dengan:

a. tidak mencemari lingkungan; dan

a. tidak membahayakan kesehatan masyarakat.

 Pasal 40

Pemusnahan Narkotika, Psikotropika, dan Prekursor Farmasi

dilakukan dengan tahapan sebagai berikut:

a. penanggung jawab fasilitas produksi/fasilitas distribusi/fasilitas

pelayanan kefarmasian/pimpinan lembaga/dokter praktik

perorangan menyampaikan surat pemberitahuan dan permohonan

saksi kepada:
50

1. Kementerian Kesehatan dan Badan Pengawas Obat dan

Makanan, bagi Instalasi Farmasi Pemerintah Pusat;

2. Dinas Kesehatan Provinsi dan/atau Balai Besar/Balai Pengawas

Obat dan Makanan setempat, bagi Importir, Industri Farmasi, PBF,

Lembaga Ilmu Pengetahuan, atau Instalasi Farmasi Pemerintah

Provinsi; atau

3. Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dan/atau Balai Besar/Balai

Pengawas Obat dan Makanan setempat, bagi Apotek, Instalasi

Farmasi Rumah Sakit, Instalasi Farmasi Klinik, Instalasi Farmasi

Pemerintah Kabupaten/Kota, Dokter, atau Toko Obat

b. Kementerian Kesehatan, Badan Pengawas Obat dan Makanan,

Dinas Kesehatan Provinsi, Balai Besar/Balai Pengawas Obat dan

Makanan setempat, dan Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota

menetapkan petugas di lingkungannya menjadi saksi pemusnahan

sesuai dengan surat permohonan sebagai saksi.

c. Pemusnahan disaksikan oleh petugas yang telah ditetapkan

sebagaimana dimaksud pada huruf b.

d. Narkotika, Psikotropika dan Prekursor Farmasi dalam bentuk

bahan baku, produk antara, dan produk ruahan harus dilakukan

sampling untuk kepentingan pengujian oleh petugas yang

berwenang sebelum dilakukan pemusnahan.


51

e. Narkotika, Psikotropika dan Prekursor Farmasi dalam bentuk

obat jadi harus dilakukan pemastian kebenaran secara organoleptis

oleh saksi sebelum dilakukan pemusnahan.

 Pasal 42 Ayat 1 – 3 :

(1) Penanggung jawab fasilitas produksi/fasilitas distribusi/fasilitas

pelayanan kefarmasian/pimpinan lembaga/dokter praktik

perorangan yang melaksanakan pemusnahan Narkotika,

Psikotropika, dan Prekursor Farmasi harus membuat Berita Acara

Pemusnahan.

(2) Berita Acara Pemusnahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1),

paling sedikit memuat:

a. hari, tanggal, bulan, dan tahun pemusnahan;

b. tempat pemusnahan;

c.nama penanggung jawab fasilitas produksi/fasilitas

distribusi/fasilitas pelayanan kefarmasian/pimpinan lembaga/dokter

praktik perorangan;

d. nama petugas kesehatan yang menjadi saksi dan saksi lain

badan/sarana tersebut;

e. nama dan jumlah Narkotika, Psikotropika, dan Prekursor

Farmasi yang dimusnahkan;

f. cara pemusnahan; dan


52

g. tanda tangan penanggung jawab fasilitas produksi/fasilitas

distribusi/fasilitas pelayanan kefarmasian/pimpinan lembaga/

dokter praktik perorangan dan saksi.

(3) Berita Acara Pemusnahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

dibuat dalam rangkap 3 (tiga) dan tembusannya disampaikan

kepada Direktur Jenderal dan Kepala Badan/Kepala Balai

menggunakan contoh sebagaimana tercantum dalam Formulir 10

terlampir.

N. CSSD / Instalasi Sterilisasi Sentral

Instalasi Sterilisasi Sentral adalah unit pelayanan non struktural yang

berfungsi memberikan pelayanan sterilisasi yang sesuai standar/pedoman dan

memenuhi kebutuhan barang steril di rumah sakit. Instalasi sterilisasi sentral

ditetapkan oleh pimpinan rumah sakit sesuai kebutuhan rumah sakit. Instalasi

sterilisasi sentral dipimpin oleh seorang kepala yang diangkat dan

diberhentikan oleh pimpinan rumah sakit. Kepala Instalasi sterilisasi sentral

dalam melaksanakan tugasnya dibantu oleh tenaga-tenaga fungsional dan atau

non medis. (Depkes RI, 2009)

Di instalasi sterilisasi sentral, proses pembersihan, disinfeksi,

pengemasan, sterilisasi, penyimpanan dan pendistribusiannya dilakukan oleh

petugas khusus yang terlatih. Hal ini untuk memastikan kontrol yang lebih

baik dan hasil yang dapat diandalkan dan berkurangnya risiko akibat infeksi.

Manfaat dari instalasi sterilisasi sentral adalah :


2. Proses mensterilisasi peralatan dan bahan di bawah kondisi terkontrol oleh
53

tenaga yang terlatih dan berpengalaman sehingga ikut berpartisipasi dalam

mengontrol lingkungan rumah sakit secara keseluruhan


3. Dampak ekonomi yang lebih besar dengan menjaga dan mengoperasikan

peralatan proses yang mahal dalam satu area terpusat


4. Tercapainya keseragaman yang lebih besar sesuai standar teknik operasi
5. Memperoleh tingkat efisiensi yang lebih tinggi dalam operasi oleh personil

terlatih dengan prosedur proses yang tepat. (Kemenkes RI, 2012)

O. Limbah

Limbah rumah sakit adalah semua limbah yang dihasilkan dari

kegiatan Rumah Sakit dalam bentuk padat, cair dan gas.Rumah sakit

menghasilkan limbah dalam jumlah besar, beberapa diantaranya

membahayakan kesehatan di lingkungannya. (Permenkes, 2004)

Pengelolaan limbah rumah sakit merupakan bagian dari penyehatan

lingkungan di rumah sakit yang mempunyai tujuan untuk melindungi masyarakat dari

bahaya pencemaran lingkungan yang bersumber dari limbah rumah sakit serta

mencegah infeksi nosokomial di lingkungan rumah sakit, sehingga perlu

diupayakan bersama oleh unsur-unsur yang terkait dengan penyelenggaraan

kegiatan pelayanan rumah sakit.

Infeksi nosokomial adalah infeksi yang diperoleh di rumah sakit

dimana pada saat masuk rumah sakit tidak ada tanda atau gejala atau tidak

dalam masa inkubasi. (Depkes RI, 2009)

Untuk pengendalian infeksi nosokomial, dibentuklah suatu panitia

pengendalian infeksi rumah sakit yaitu suatu organisasi yang terdiri dari staf
54

medis, apoteker yang mewakili farmasi rumah sakit dan tenaga kesehatan

lainnya. Tujuan dibentuknya panitia pengendalian infeksi rumah sakit, adalah :

1. Menunjang pembuatan pedoman pencegahan infeksi,

2. Memberikan informasi untuk menetapkan disinfektan yang akan

digunakan di rumah sakit,

3. Melaksanakn pendidikan tentang pencegahan infeksi nosokomial di rumah

sakit.

4. Melaksanakan penelitian (surveilans) infeksi nosokomial di rumah sakit.

Limbah rumah sakit mengandung berbagai macam mikroorganisme

tergantung jenis rumah sakit dan tingkat pengolahannya sebelum

dibuang.Limbah cair rumah sakit dapat mengandung bahan organik dan

anorganik yang umumnya diukur dengan parameter BOD (Biological Oxygen

Demand), COD (Chemical Oxygen Demand) dan lain-lain.Sedangkan limbah

padat rumah sakit terdiri atas sampah yang sudah membusuk, mudah terbakar

dan lain-lain.

Limbah - limbah tersebut kemungkinan besar mengandung limbah

patogen atau Bahan kimia Beracun Berbahaya (B3) yang dapat menyebabkan

penyakit infeksi dan dapat tersebar ke lingkungan rumah sakityang dapat

disebabkan pelayanan kesehatan yang kurang memadai, kesalahanpenanganan

bahan-bahan terkontaminasi dan peralatan, sertapenyediaan dan pemeliharaan

sarana sanitasi yang masih buruk.

Prinsip umum pembuangan limbah rumah sakit adalah sejauh mungkin

menghindari resiko terkontaminasi dan trauma (injury).


55

Limbah rumah sakit dapat dibedakan menjadi 5 jenis limbah, yaitu :

1. Limbah klinik yaitu limbah yang dihasilkan selama pelayanan pasien

secararutin, pembedahan, dan di unit-unit resiko tinggi. Limbah ini

mungkin berbahaya dan mengakibatkan resiko tinggi infeksi kuman dan

populasi umum serta staf rumah sakit. Oleh karena itu perlu diberi label

yang jelas sebagai resiko tinggi, Contoh limbah jenis tersebut adalah

perban atau pembungkus yang kotor, cairan badan, anggota badan yang

diamputasi, jarum-jarum dan semprit bekas, kantung urin, dan produk

darah.
2. Limbah patologi yaitu limbah yang juga dianggap resiko tinggi

dansebaiknya diotoklaf sebelum keluar dari unit patologi. Limbah

tersebutharus diberi label Biohazard.


3. Limbah bukan klinik yaitu limbah yang meliputi kertas-kertas

pembungkus atau kantong dan plastik yang tidak terkontak dengan cairan

badan. Meskipun tidak menimbulkan resiko sakit, limbah tersebut cukup

merepotkan karena memerlukan tempat yang besar untuk mengangkut dan

membuangnya.
4. Limbah radioaktif yaitu limbah yang berasal dari sisa-sisa

radioaktif.Walaupun limbah ini tidak menimbulkan persoalan

pengendalian infeksidirumah sakit, pembuangannya secara aman perlu

diatur dengan baik.

Pada dasarnya pengelolaan limbah merupakan upaya mengurangi

volume, konsentrasi atau bahaya limbah, setelah proses produksi atau

kegiatan, melalui proses fisika, kimia, atau hayati. Upaya pertama yang harus

dilakukan adalah upayapreventif yaitu mengurangi volume bahaya limbah


56

yang dikeluarkan ke lingkungan yang meliputi upaya mengurangi limbah

pada sumbernya, serta upaya pemanfaatan limbah.

P. Penanganan Limbah

Pengelolaan lingkungan rumah sakit sangat penting untuk dilakukan

karena mempengaruhi pengobatan terhadap pasien. Pengelolaan lingkungan

rumah sakit mencakup pengelolaan limbah. Sumber pencemaran yang diperoleh

dari rumah sakit biasanya berasal dari seluruh bagian rumah sakit dan

laboratorium klinis yang berasal dari limbah klinis, produk farmasi kadaluarsa,

peralatan laboratorium, dan residu dari proses insecerasi. Pengelolaan lingkungan

rumah sakit perlu dilakukan sehingga lingkungan rumah sakit menjadi bersih dan

sehat walaupun banyak bahan-bahan pencemar lingkungan.

Pengelolaan limbah mencakup limbah padat, cair, dan gas. Pengelolaan

limbah perlu ditangani dengan serius karena limbah merupakan sumber utama

pencemaran lingkungan. Limbah yang dibuang langsung ke dalam lingkungan

dapat menimbulkan bahaya terhadap lingkungan dan kesehatan manusia serta

makhluk hidup lainnya. Mengingat risiko tersebut, perlu diupayakan agar setiap

kegiatan di rumah sakit dapat meminimalkan limbah yang dihasilkan. Untuk

menghilangkan atau mengurangi risiko yang dapat ditimbulkan dari limbah yang

dihasilkan maka perlu adanya pengelolaan limbah secara khusus. Pengelolaan

limbah merupakan suatu rangkaian kegiatan yang mencakup penyimpanan,

pengumpulan, pemanfaatan, dan termasuk penimbunan hasil pengolahan tersebut.


57

Jika pengolahan limbah dapat ditangani dengan baik maka salah satu sumber

pencemaran lingkungan dapat dikurangi.

Q. Sterilisasi

Pusat sterilisasi merupakan salah satu mata rantai yang penting untuk

pengendalian infeksi dan berperan dalam menekan kejadian infeksi. Untuk

melaksanakan tugas dan fungsi sterilisasi, pusat sterilisasi sangat bergantung pada

unit penunjang lain seperti unsur pelayanan medik, unsur penunjang medik

maupun instansi lain misalnya perlengkapan, rumah tangga, pemeliharaan sarana

rumah sakit, sanitasi, dan lain-lain. Apabila terjadi hambatan pada salah satu sub

unit di atas maka akhirnya akan mengganggu proses dan hasil sterilisasi.

Ditinjau dari besarnya volume alat dan bahan yang harus disterilisasi maka

rumah sakit dianjurkan mempunyai instalsi pusat sterilisasi tersendiri, yang

merupakan salah satu instalasi penunjang medik yang berada di bawah dan

bertanggung jawab langsung kepada Wakil Direktur Penunjang Medik.

Ada beberapa metode yang bisa digunakan dalam proses sterilisasi, yaitu:

a. Sterilisasi panas kering

Proses sterilisasi panas kering terjadi melalui mekanisme konduksi panas,

di mana panas akan diabsorpsi oleh permukaan luar lat yang disterilkan lalu

merambat ke bagian permukaan dalam sampai akhirnya suhu untuk sterilisasi

tercapai. Sterilisasi panas kering biasa digunakan untuk alat-alat/bahan di mana

steam tidak dapat berpenetrasi secara mudah atau untuk peralatan yang terbuat

dari kaca.
58

Ada dua jenis oven konveksi panas kering: oven koneksi panas kering

danoven konveksi mekanis. Pada oven konveksi panas kering, distribusi suhu

tidak merata, sebaliknya pada oven konveksi mekanis distribusi suhu lebih merata

karena adanya bantuan blower.

b. Sterilisasi etilen oksida

Metode sterilisasi etilen oksida merupakan metode sterilisasi suhu rendah.

Etilen oksida membunuh mikroorganisme dengan cara bereaksi terhadap DNA

mikroorganisme melalui mekanisme alkilasi. Untuk pemakaian pada fasilitas

kesehatan, etilen oksida biasa digunakan dalam bentuk wadah kecil dan

berkonsentrasi 100%. Etilen oksida dapat digunakan untuk sterilisasi alat yang

tidak dapat disterilkan dengan metode sterilisasi uap.

Ada empat unsur esensial yang perlu diperhatikan pada sterilisasi etilen

oksida adalah:

1) Konsentrasi gas tidak kurang dari 400 mg/liter

2) Suhu, tidak kurang dari 36ºC (siklus dingin), dan tidak lebih dari

60ºC (siklus hangat)

3) Kelembaban relatif antara 40-100%

4) Waktu, berkorelasi langsung dengan suhu dan konsentrasi gas,

makin tinggi suhu dan konsentrasi gas, waktu proses sterilisasi makin

cepat.

c. Sterilisasi uap

Salah satu upaya pencegahan infeksi nosokomial di rumah sakit adalah

melalui proses sterilisasi yang efektif. Salah satu metode sterilisasi yang paling
59

efisien dan efektif adalah melalui sterilisasi uap. Uap dapat membunuh

mikroorganisme melalui denaturasi dan koagulasi protein sel secara irreversibel.

Ada dua jenis mesin sterilisasi uap yaitu:

1) Mesin sterilisasi uap tipe gravitasi, di mana udara dikeluarkan dari

chamber berdasarkan gravitasi

2) Mesin sterilisasi uap tipe prevakum, di mana udara dikeluarkan

dari chamber oleh suatu pompa vakum. Pada proses sterilisasi

menggunakan sistem prevakum biasanya waktu sterilisasi dapat

berlangsung lebih cepat karena efikasi dan kecepatan pengeluaran udara

berlangsung lebih baik.

Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam metode sterilisasi uap yaitu:

1) Kualitas uap

Kualitas uap sangat penting untuk keberhasilan dan keefektifan proses

sterilisasi. Apabila uap terlalu kering atau terlalu basah, kemampuan

penetrasinya akan terganggu. Kualitas uap yang baik adalah dengan fraksi

kekeringan 97%.

2) Tekanan supply uap

Sebaiknya diperiksa setiap minggu oleh bagian teknik rumah sakit

sehingga memenuhi persyaratan spesifik pabrik pembuat mesin.

3) Pengujian alat sterilisasi

Sebelum mesin sterilisasi dapat digunakan secara rutin maka harus

dilakukan pengujian terlebih dahulu sesuai dengna prosedur pada masing-

masing autoclave atau sesuai dengna mesin sterilisasi yang digunakan.


60

Selanjutnya untuk menjamin bahwa peralatan medis yang disediakan

benar-benar steril maka diperlukan monitoring proses sterilisasi yang dapat

menggunakan indikator. Ada tiga jenis indikator sterilisasi:

1) Indikator mekanik

Indikator ini adalah bagian dari instrumen mesin sterilisasi seperti

gauge, table, dan indikator suhu maupun tekanan yang menunjukkan apakah

alat sterilisasi bekerja dengan baik. Kegunaannya:

a) Pengukuran temperatur dan tekanan merupakan fungsi penting dari

sistem monitoring sterilisasi, maka bila indicator mekanik berfungsi

dengan baik, akan memberikan informasi segera mengenai temperatur,

waktu, dan fungsi mekanik lainnya dari alat.

b) Memberikan indikasi adanya masalah apabila alat rusak dan

memerlukan perbaikan

Adapun keterbatasan dari indikator mekanik:

a) Indikator mekanik tidak menunjukkan bahwa keadaan steril sudah

tercapai, melainkan hanya memberikaninformasi secara cepat tentang

fungsi dari alat sterilisasi.

b) Karena bersifat mekanis maka jika tidak dialkukan kalibrasi alat dengan

tepat atau pemakaian yang terlalu sering dapat memberikan informasi yang

tidak tepat.

2) Indikator kimia

Indikator kimia adalah indikator yang menandai terjadinya paparan

sterilisasi (misalnya: uap panas atau gas etilen oksida) pada objek yang
61

disterilkan dengan adanya perubahan warna. Indikator ini diproduksi dalam

berbagai bentuk (strip, tape, kartu, vial), serta sensitif terhadap satu atau lebih

parameter sterilisasi. Indikator ini juga memberikan informasi tercapainya

kondisi steril pada tiap kemasan (Pack by Pack Basis) sehingga selain

digunakan di luar ada juga yang diletakkan dalam kemasan.

Ada dua jenis indikator kimia yaitu indikator eksternal dan internal.

Indikator eksternal berbentuk tape dan digunakan di bagian luar kemasan.

Dengan terjadinya perubahan warna, indikator ini memberikan informasi

bahwa bagian luar kemasan primer yang disterilkan telah melewati proses

sterilisasi. Manfaat indikator ini dalam praktek lapangan, antara lain:

memberikan bukti visual benda yang sudah melewati proses sterilisasi, dapat

membedakan antara benda yang sudah dan belum disterilkan serta berfungsi

sebagai segel/pengaman kemasan. Kelemahannya karena hanya berada pada

kemasan luar sehingga tidak dapat membuktikan adanya penetrasi sterilan ke

dalam kemasan bagian dalam.

Indikator internal berbentuk strip dan pemakaiannya diletakkan dalam

setiap kemasan untuk memberikan informasi bahwa benda di dalam kemasan

telah melewati proses sterilisasi lewat perubahan warna indikator.

Kelebihan dari indikator kimia yaitu: dapat memberikan informasi

segera bahwa suatu benda sudah melewati proses sterilisasi dan bahwa

parameter-parameter/kondisi yang diperlukan untuk proses sterilisasi sudah

terpenuhi dan memberikan informasi secara spesifik pada setiap kemasan.


62

Sebaliknya kelemahannya yaitu indikator kimia belum menjamin bahwa suatu

benda sudah melewati kondisi-kondisi sterilisasi dalam suatu siklus sterilisasi.

3) Indikator biologi

Indikator biologi adalah sediaan berisi populasi mikroorganisme

spesifik dalam bentuk spora yang resisten terhadap beberapa parameter yang

terkontrol dan terukur dalam suatu proses sterilisasi tertentu. Prinsip kerjanya

adalah dengan mensterilkan spora hidup mikroorganisme yang non patogenik

dan sangat resisten dalam jumlah tertentu. Dengan demikian, pemakaian

indikator biologi merupakan salah satu komponen dalam program jaminan

mutu menyeluruh untuk sterilisasi di rumah sakit atau fasilitas kesehatan

lainnya serta dimanfaatkan untuk usaha berikut: kualifikasi instalasi alat

sterilisasi, pengembangan siklus sterilisasi, program jaminan mutu sterilisasi,

dan rekualifikasi alat sterilisasi (Anonim,2001).

R. Pelayanan Dialisis

Dialisis adalah tindakan medis pemberian pelayanan terapi pengganti

fungsi ginjal sebagai bagian dari pengobatan pasien gagal ginjal dalam upaya

mempertahankan kualitas hidup yang optimal, yang terdiri dari dialisis peritonial

dan hemodialisis (Kemenkes, 2010b).

Dialisis Peritonial adalah salah satu terapi pengganti fungsi ginjal yang

mempergunakan peritonium pasien yang bersangkutan sebagai membran

semipermeabel antara lain Continuous Ambulatory Peritonial Dialysis (CAPD)

dan Ambulatory Peritoneal Dialysis (APD) (Anonim,2010)..


63

Hemodialisis adalah salah satu terapi pengganti ginjal yang menggunakan

alat khusus dengan tujuan mengeluarkan toksin uremik dan mengatur cairan,

elektrolit tubuh (Anonim,2010).

Persyaratan penyelenggaraan pelayanan hemodialisis menurut Permenkes

Republik Indonesia Nomor 812 / MENKES / PER / VII / 2010, sarana dan

prasarana sekurang – kurangnya meliputi :

a. Ruang peralatan mesin hemodialisis untuk kapasitas 4 (empat) mesin

hemodialisis

b. Ruang pemeriksaan dokter / konsultasi

c. Ruang tindakan

d. Ruang perawatan, ruang sterilisasi, ruang penyimpanan obat dan ruang

penunjang medik

e. Ruang admisnistrasi dan ruang tunggu pasien

f. Ruang lainnya sesuai kebutuhan

Persyaratan peralatan sekurang – kurangnya meliputi :

a. 4 (empat) mesin hemodialisis siap pakai

b. Peralatan medik standar sesuai kebutuhan

c. Peralatan reuse dialiser manual atau otomatik

d. Peralatan sterilisasi alat medis

e. Peralatan pengolahan air untuk dialisis yang memenuhi standar

f. Kelengkapan peralatan lain sesuai kebutuhan

Sedangkan untuk persyaratan ketenagaan sekurang – kurangnya meliputi :


64

a. Seorang Konsultan Ginjal Hipertensi (KGH) sebagai Supervisor

Unit Dialisis yang bertugas membina, mengawasi, dan bertanggung jawab

dalam kualitas pelayanan Dialisis suatu unit dialisis yang menjadi afiliasinya

b. Dokter Spesialis Penyakit Dalam Konsultan Ginjal Hipertensi (Sp.

PD KGH) yang memiliki Surat Izin Praktek (SIP) dan atau Dokter Spesialis

Penyakit Dalam yang terlatih bersertifikat pelatihan hemodialisis yang

dikeluarkan oleh organisasi profesi sebagai penanggung jawab

c. Perawat mahir hemodialisis minimal sebanyak 3 orang perawat

untuk 4 mesin hemodialisis dari organisasi profesi

d. Teknisi elektromedik dengan pelatihan khusus mesin dialisis

e. Tenaga administrasi serta tenaga lainnya sesuai kebutuhan

S. Komite Farmasi dan Terapi

Komite Farmasi dan Terapi adalah suatu badan penasehat dan pelayanan

melalui garis organisatoris, yang berperan sebagai penghubung antara staf medis

dengan instalasi farmasi rumah sakit. Komite ini berhak mengusulkan

kebijaksanaan obat-obatan kepada para staf medis tentang penggunaan obat

sebagai sarana pengobatan. Ketua Komite Farmasi dan Terapi adalah seorang

dokter yang ahli dalam terapi atau seorang farmakolog dan dibantu oleh seorang

apoteker sebagai sekretaris.

Tujuan utama Komite Farmasi dan Terapi ialah:


65

a. Memberi nasehat

Komite dapat memberikan usulan penggunaan atau membantu didalam

merumuskan kebijaksanaan/cara-cara untuk evaluasi, pemilihan, dan pemakaian

obat-obatan di Rumah Sakit.

b. Bidang pendidikan

Komite Farmasi dan Terapi memberikan usulan atau membantu didalam

merumuskan program-program yang dibuat guna memenuhi kebutuhan staf

professional (dokter, farmasis, perawat, dan tenaga kesehatan lainnya) akan

pengetahuan terbaru dan lengkap berkenaan dengan obat-obatan dan

penggunaannya.

Tugas dan tanggung jawab Komite Farmasi dan Terapi yaitu:

a. Memberi nasehat kepada staf medis dan administrasi Rumah Sakit untuk

seluruh masalah yang berkaitan dengan penggunaan obat-obatan yang sedang

dalam penelitian.

b. Membuat formularium yang disetujui penggunaannya di Rumah Sakit dan

mengadakan revisi terus menerus. Pemilihan obat-obatan untuk dimasukkan

dalam formularium berdasarkan penilaian objektif tentang manfaat, keamanan,

dan biaya pengobatan.

c. Memberikan masukan kepada instalasi farmasi Rumah Sakit di dalam

mengembangkan dan meninjau kebijaksanaan, tata tertib dan peraturan

penggunaan obat-obatan di Rumah Sakit sesuai dengan peraturan lokal,

nasional, dan regional.

Peran khusus dari Komite Farmasi dan Terapi adalah:


66

a. Memerintahkan penghentian pemesanan secara otomatis untuk

obat-obat yang berbaya, misalnya semua pesanan untuk obat-obat narkoti,

sedatif, hipnotik, dan antikoagulan secara otomatis tidak berlaku stelah 48

jam, kecuali pesanan tersebut menunjukkan jumlah dosis yang harus diberikan

secara tepat, masa pengobatan yang tepat diberikan secara spesifik atau dokter

yang merawat memperbaharui pesanan tersebut.

b. Membuat daftar untuk obat-obat gawat darurat, misalnya obat-obat

jantung.

c. Membuat program untuk pelaporan adanya reaksi efek samping

obat.

d. Tinjauan penggunaan obat-obatan (Drug Utilization Review)

Secara umum, Komite Farmasi dan Terapi bertanggungjawab untuk

menambah dan menghapus obat-obatan ke atau dari formularium rumah sakit,

sehingga diperlukan criteria dalam membuat keputusan yang tepat.

Ada dua faktor yang perlu dipertimbangkan oleh Komite Farmasi dan

Terapi, yaitu:

a. Faktor institusional

Dalam hal ini, kebijakan akan obat didasarkan pada kebutuhan-kebutuhan

rumah sakit yang bersangkutan, artinya kebijakan obat antara rumah sakit yang

satu berbeda dengan rumah sakit lainnya.

b. Faktor - faktor khusus, yang berkaitan dengan farmakokinetik obat -

obatan, biofarmasi, dan biaya.


67

1). Faktor obat

Hal - hal yang harus dipertimbangkan kemungkinan efek samping

obat, biofarmasi, farmakologi, kebutuhan klinik, rute pemberian,

farmakokinetik serta keberadaannya dalam formularium rumah sakit.

2). Faktor biaya

Setelah penilaian ilmiah maka harus juga disesuaikan dengan faktor

biaya karena keduanya harus diputuskan secara integral agar rumah sakit

dapat memberikan pelayanan sebaik mungkin kepada pasien namun dengan

biaya seminim mungkin (Anonim, 2001).

T. Akreditasi Rumah Sakit

Akreditasi rumah sakit adalah suatu pengakuan yang diberikan kepada

rumah sakit oleh pemerintah atau badan yang berwenang karena rumah sakit telah

memenuhi standar minimal yang ditentukan. Tujuan umum dilakukan akreditasi

adalah untuk memberikan gambaran rumah sakit di Indonesia yang telah

memenuhi standar, sehingga pelayanannya dapat dipertanggungjawabkan.

Tujuan khusus akreditasi adalah:

a. Memberikan pengakuan kepada rumah sakit bahwa rumah sakit telah

mencapai standar yang ditetapkan.

b. Memberikan jaminan kepada petugas rumah sakit bahwa telah tersedia

sarana prasarana dan tenaga yang cukup untuk mendukung upaya pengobatan

dan penyembuahn yang sebaik-baiknya.


68

c. Memberikan jaminan kepuasan kepada pelanggan.

Manfaat akreditasi bagi rumah sakit adalah:

a. Sebagai forum komunikasidan konsultasi antara rumah sakit

dengan badan akreditasi yang akan memberikan saran perbaikkan atau

rekomendasi untuk peningkatan mutu pelayanan.

b. Sebagai self evaluation untuk menyadari adanya pelayana yang

masih dibawah standar dan perlu di tingkatkan.

c. Sebagai alat negosiasi dengan piihak asuransi.

d. Meningkatkan citra rumah sakit.

e. Alat untuk mengajukan anggaran.

f. Memberikan rasa aman, nyaman, dan tenang kepada para pegawai

rumah sakit.

g. Sebagai pertimbangan pemerintah untuk menentukan kriteria dan

ijin rumah sakit.

Manfaat akreditasi rumah sakit bagi pemerintah, yaitu:

a. Merupakan salah satu pendekatan untuk meningkatkan dan

membudayakan konsep mutu pelayanan rumah sakit melalui pembinaan yang

teraraah dan berkesinambungan.

b. Dapat memberikan gambaran mengenai keadaan rumah sakit di

Indonesia sehingga dapat berguna untuk merencanakan pembangunan

kesehatan di masa yang akan datang.

Manfaat akreditasi rumah sakit bagi masyarakat, yaitu memberikan

keyakinan dalam memilih rumah sakit yang aman selama menjalani perawatan,
69

sedangkan manfaat bagi petugas adalah memberikan rasa aman, tenang, dan

senang serta adanya self assessment sebagai motivasi dalam bekerja, sehingga

pelayan terhadap pasien menjadi lebih baik (Luwiharsih, 1999).

Program akreditasi rumah sakit menggunakan metode yang saling

berkaitan dan dilaksanakan secara periodic dan berkesinambungan, yaitu:

a. Pra survei akreditasi

Rumah sakit menilai sendiri menggunakan instrumen.

b. Survei akreditasi

Survei yang dilakukan oleh tim survei yang ditugaskan oleh komisi

akreditasi rumah sakit dan sarana kesehatan lainnya dengan cara melakukan

kunjungan ke rumah sakit selama 3 - 5 hari.

c. Pasca survei akreditasi

Rumah sakit memperbaikai kekurangan-kekurangannya yang telah di

rekomendasikan oleh tim survei.

Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 012

Tahun 2012 Tentang Akreditasi Rumah Sakit, Pelaksanaan Akreditasi meliputi

survei Akreditasi dan penetapan status Akreditasi.

Penetapan status Akreditasi dilakukan oleh lembaga independen pelaksana

Akreditasi berdasarkan rekomendasi dari surveior Akreditasi. Selain memberikan

rekomendasi penetapan status Akreditasi, surveior Akreditasi harus memberikan

rekomendasi perbaikan - perbaikan yang harus dilakukan oleh Rumah Sakit untuk

pemenuhan Standar Pelayanan Rumah Sakit. Rumah Sakit yang telah

mendapatkan status Akreditasi diwajibkan membuat perencanaan perbaikan


70

strategis sesuai dengan rekomendasi surveior untuk memenuhi Standar Pelayanan

Rumah Sakit yang belum tercapai.

Kegiatan pasca Akreditasi dilakukan dalam bentuk survei verifikasi.

Survei verifikasi hanya dapat dilakukan oleh lembaga independen pelaksana

Akreditasi yang melakukan penetapan status Akreditasi terhadap Rumah Sakit.

Survei verifikasi bertujuan untuk mempertahankan dan/atau meningkatkan mutu

pelayanan Rumah Sakit sesuai dengan rekomendasi dari surveior. Pelaksanaan

kegiatan pasca Akreditasi diatur oleh lembaga independen pelaksana Akreditasi.

Anda mungkin juga menyukai