Anda di halaman 1dari 7

TUGAS MAKALAH

PALEONTOLOGI UMUM
FOSIL BERDASARKAN MAKANAN ORGANISME

KELAS E
KELOMPOK 7

Nuzul Ramansyah 111.190.126 TEKNIK GEOLOGI


Alvin Fatur Fadillah 111.190.130 TEKNIK GEOLOGI
Sameera Vadilaputri S. 111.190.132 TEKNIK GEOLOGI
Febyan Ananda Putri K. 111.190.141 TEKNIK GEOLOGI

UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL


“VETERAN” YOGYAKARTA
2019/2020
Fosil Berdasarkan Makanan Organisme

Geologi adalah ilmu yang mempelajari tentang bumi, komposisinya, struktur,


sifat-sifat fisik, sejarah, dan proses pembuatannya. Salah satu cabang ilmu geologi
adalah petrologi yang mempelajari mengenai batuan pembentuk bumi. Untuk
mengetahui umur dari suatu batuan, terdapat beberapa hukum geologi yang diterapkan
dengan menggunakan fosil sebagai alat identifikasi, yaitu faunal sucession, facies
sediment, dan strata identified by fossils. Untuk dapat menerapkannya, perlu dipelajari
terlebih dahulu mengenai fosil melalui Paleontologi.
Paleontologi berasal dari kata paleo yang artinya lampau, onto yang artinya
kehidupan, dan logos yang artinya ilmu. Makna kata secara keseluruhan, paleontologi
diartikan sebagai ilmu yang mempelajari mengenai kehidupan masa lampau.
Kehidupan masa lampau dalam ilmu pengetahuan geologi dikenal dengan fosil.
(Sukandarrumidi, 2008).
Fosil adalah sisa-sisa jejak kehidupan masa lampau yang terawetkan secara
alami dan anorganik dan berumur lebih dari 10.000 tahun yang lalu (lebih tua dari
holosen). Fosil ditemukan berdasarkan lingkungan pengendapannya, yaitu lingkungan
darat, lingkungan transisi, dan lingkungan laut. Pada lingkungan laut digunakan Zona
Bathimetri oleh Laporte yang menjelaskan pembagian lingkungan laut berdasarkan
kedalaman. Bathimetri merupakan ukuran tinggi rendahnya dasar laut. Pengukuran
bathimetri dengan metode konvensional dilakukan dengan menggunakan metode batu
duga, yaitu system pengukuran dasar laut menggunakan kabel yang dilengkapi bandul
pemberat yang massanya berkisar 25-75 kg. Namun dengan perkembangan teknologi,
pemetaan bathimetri bias dilakukan dengan teknologi akustik, yaitu menggunakan
gelombang suara tanpa merusak lingkungan. Beberapa kegunaan bathimetri:
1. Penentuan jalur pelayaran yang aman
2. Perencanaan bangunan pinggir pantai dan lepas pantai
3. Pendeteksian adanya potensi bencana tsunami di suatu wilayah
4. Pertambangan minyak lepas pantai
Zona Bathimetri (Laporte, 1968)
Pembagian laut berdasarkan kedalamannya adalah sebagai berikut:
1. Lithoral
Wilayah lithoral merupakan wilayah pantai atau pesisir atau shore. Di wilayah
ini pada saat air pasang tergenang air dan pada saat air laut surut berubah menjadi
daratan. Oleh karena itu wilayah ini sering juga disebut wilayah pasang-surut.
Organisme yang terawetkan di wilayah ini biasanya memiliki tubuh lunak serta
memiliki sifat sedimen yang kasar.
Pada wilayah ini jarang ditemukan fosil atau biasa fosil yang ditemukan tidak
sempurna dan pecah-pecah sebab butiran pada wilayah ini memiliki butiran
kasar sehingga sulit untuk tersedimentasi.
2. Neritic
Wilayah neritic merupakan lingkungan laut dengan kedalaman 0-200 meter.
Pada zona ini masih dapat ditembus oleh sinar matahari sehingga pada wilayah
ini paling banyak terdapat berbagai jenis kehidupan baik hewan maupun
tumbuh-tumbuhan, seperti terumbu karang dan berbagai jenis ikan.
3. Bathyal
Wilayah bathyal merupakan lingkungan laut dengan kedalaman 200-4000
meter. Sinar matahari hanya masuk sampai batas bathyal atas, sehingga pada
zona ini sering terdapat fosil bersifat planktonik. Jenis hewan yang bisa hidup
pada zona ini adalah jenis ikan-ikan besar.
4. Abyssal
Wilayah abyssal merupakan lingkungan laut dengan kedalaman 4000-5000
meter. Zona ini jarang memiliki kehidupan dikarenakan zona yang gelap, dingin,
dan bertekanan tinggi. Contoh yang bisa hidup pada zona ini adalah cumi-cumi.
5. Hadal
Wilayah hadal merupakan lingkungan laut dengan kedalaman > 5000 meter atau
sering disebut dengan palung laut. Pada zona ini yang dapat bertahan hidup
hanya organisme seperti radiolaria.

Lingkungan Hidup dan Tempat Organisme Hidup (Tosk, 1988)


Zona bathimetri dimulai dari zona pasang surut atau disebut dengan lithoral.
Pada daerah ini banyak pepohonan seperti pohon bakau yang biasa berada di daerah
pesisir pantai. Pohon-pohon memiliki klorofil yang dengan batuan sinar matahari dapat
menghasilkan oksigen untuk kehidupan organisme-organisme. Pada zona lithoral sulit
ditemukan fosil sebab sering tergerus arus ditambah dengan butiran pasir yang kasar
membuat proses pemfosilan tidak sempurna, sehingga sering ditemukan fosil yang
pecah-pecah namun tebal cangkangnya disebabkan adanya penambahan mineral-
mineral. Sedangkan pada daerah sungai, arus yang dimiliki lebih kencang daripada
zona lithoral yang menyebabkan fosil yang ditemukan memiliki cangkang yang tipis
karena tergerus arus tersebut.
Sinar matahari merupakan sumber kehidupan baik pada daratan maupun lautan.
Sinar matahari hanya menembus laut hingga batas bathyal atas melewati zona neritic.
Zona neritic merupakan zona yang paling kaya akan sinar matahari dibandingkan zona
lainnya yang memiliki kedalaman 0-200 meter, yang menyebabkan zona ini paling
kaya akan organisme baik tumbuh-tumbuhan maupun hewan, seperti terumbu karang.
Pada zona ini arus yang dimiliki sangat kencang yang dapat mempercepat mereka mati
sehingga organisme-organisme memiliki variasi pada tubuhnya untuk menahan diri
mereka dari arus yang kencang, seperti duri untuk menancapkan tubuhnya pada
lapisan-lapisan sedimen atau biasa disebut dengan cara hidup bentonik yaitu merayap,
baik pada daratan (sesil) ataupun pada laut (vagil), seperti kayu, batang, dan lain-lain.
Fosil yang biasa ditemukan adalah fosil biocoenosis sebab apabila thanatocoenosis,
artinya fosil tersebut akan jatuh ke zona di bawahnya yaitu zona bathyal yang biasa
berbentuk lereng dengan gap kedalaman 3800 meter yang dapat merusak fosil. Fosil
pada zona ini juga biasa tersusun atas unsur-unsur karbonat.
Zona bathyal merupakan lingkungan laut yang memiliki kedalaman 200-4000
meter yangmana matahari hanya masuk hingga bathyal atas saja. Arus yang dimiliki
tidak terlalu kencang dengan tekanan yang lebih tinggi daripada zona neritic. Zona ini
memiliki suhu yang rendah dan tekanan yang tinggi sehingga organisme yang terdapat
pada zona ini biasanya memiliki tubuh yang besar dan tebal untuk bisa bertahan hidup
dengan cara berenang bebas atau nektonik, seperti ikan-ikan besar dan planktonik baik
fitoplankton yang menyerupai tumbuhan maupun zooplankton yang menyerupai
hewan. Fosil yang ditemukan pada zona ini jarang tersusun atas unsur-unsur karbonat
sebab terdapat batas ACD dan CCD yang apabila organisme itu tersusun atas unsur-
unsur karbonat, ia akan larut setelah melewati batas ACD atau CCD.
Pada zona abyssal yang bertekanan tinggi dengan arus yang tenang, jarang
terdapat kehidupan, biasanya organisme yang hidup disini memiliki pertahanan diri
yang khusus, seperti cumi-cumi dengan tinta hitamnya, nereites. Pada zona terdalam
yaitu zona hadal atau sering disebut dengan palung laut, organisme yang hidup disini
biasanya tersusun atas silika, seperti radiolaria. Sehingga fosil yang ditemukan di
bawah zona CCD kaya akan silika.

Contoh Organisme pada Tiap Kedalaman


Pada gambar di atas dapat terlihat contoh-contoh organisme yang hidup di tiap-
tiap zona. Pada zona lithoral yang merupakan zona pasang surut akan jarang ditemukan
fosil yang sempurna. Pada zona neritic merupakan zona yang kaya akan fosil
dikarenakan zona ini juga pula kaya akan organisme seperti terumbu karang dan
organisme crustacean yang memiliki variasi pada tubuhnya. Pada zona bathyal sudah
mulai kekurangan sinar matahari sehingga organisme yang biasa ditemukan berupa
planktonik. Dan pada zona hadal hanya ditemukan organisme semacam radiolaria,
nereites.
DAFTAR PUSTAKA

Hapsari, Karunia. 1997. Apa Itu Batimetri (Jurnal). (diakses di


https://www.academia.edu/19971741/APA_ITU_BATIMETRI, pada I
Februari 2020)
Maha, Mahap, dkk.. 2020. Buku Panduan Praktikum Makropaleontologi. Yogyakarta:
UPN “Veteran” Yogyakarta
Masrukhin, dkk.. 2014. Jurnal Oseonograf: Studi Bathimetri dan Morfologi Dasar
Laut dalam Penentuan Jalur Peletakkan Pipa Bawah Laut (Jurnal).
Priyantoro. 20178. Geologi Umum Bagian Kedua. Yogyakarta: Gadjah Mada
University Press
Sukandarrumidi. 2008. Paleontologi Aplikasi: Penuntun Praktis untuk Geologi Muda.
Yogyakarta: Gadjah Mada University Press

Anda mungkin juga menyukai