Anda di halaman 1dari 20

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Perkembangan ilmu dan teknologi yang sangat cepat telah merubah paradigma
sistem dan metode pembelajaran dalam hal mengajar. Mahasiswa sebagai
pembelajar dituntut untuk menguasai materi pembelajaran yang diukur dengan
kompetensi. Di sisi lain pergeseran paradigma sistem pengajaran juga muncul
pada transfer ilmu pengetahuan yang pada mulanya lebih menekankan pada
proses mengajar (teaching), berbasis pada isi (content base), bersifat abstrak
dan hanya untuk golongan tertentu dan pada proses ini pengajaran cenderung
pasif.

Saat ini pendidikan mulai bergeser pada proses belajar (learning), berbasis
pada masalah (case base), bersifat kontekstual dan tidak terbatas hanya untuk
golongan tertentu sehingga pelajar dituntut untuk lebih aktif mempelajari dan
mengembangkan materi pelajaran dengan mengoptimalkan sumber-sumber
lain.

Berbicara tentang mengajar maka tidak lepas dari guru, maka guru menjadi
figur yang teramat penting ditengah derasnya dinamika dan tuntutan
perubahan kebijakan menyangkut peningkatan mutu pendidikan dewasa ini.
Sebab apapun perubahan dibidang pendidikan, pada akhirnya akan ditentukan
oleh guru melalui pekerjaan profesinya sebagai orang yang berdiri di depan
kelas.

Perkembangan teknologi, informasi dan komunikasi yang pesat saat ini,


tantangan bagi guru justru semakin besar terutama menyongsong
pemberlakuan Ku-rikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Perubahan ini
tentunya menuntut guru untuk meningkatkan kompetensinya, baik kompetensi
pribadi, kompetensi sosial, kompetensi pedagogik dan kompetensi profesional

1
dalam hal pembelajaran. Kompetensi ini selanjutnya akan menempatkan guru
pada sebuah paradigma baru dalam proses pembelajaran. Model pendekatan
guru yang dulu begitu otoriter dengan asumsi bahwa guru tahu segala-galanya
dan siswa tidak tahu apa-apa sudah tidak berlaku lagi. Pendekatan
pembelajaran dewasa ini mesti memiliki nuansa demokratis, dimana guru dan
siswa saling belajar dan membantu dan bekerja sama.

1.2 Rumusan Masalah


a. Apa pengertian dan paradigma baru pembelajaran?
b. Bagaimana model pembelajaran berpusat pada mahasiswa (SCL)?

1.3 Tujuan Pembelajaran


a. Untuk mengetahui dan memahami pengertian dan paradigma baru
pembelajaran.
b. Untuk mengetahui dan memahami model pembelajaran berpusat pada
mahasiswa (SCL).

2
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Paradigma Baru Pembelajaran


2.1.1 Pengertian
Dalam paradigma baru pendidikan, tujuan pembelajaran bukan hanya
untuk merubah perilaku siswa, tetapi membentuk karakter dan sikap
mental profesional yang berorientasi pada global mindset. Fokus
pembelajarannya adalah pada ‘mempelajari cara belajar’ (learning how
to learn) dan bukan hanya semata pada mempelajari substansi mata
pelajaran. Sedangkan pendekatan, strategi dan metoda pembelajarannya
adalah mengacu pada konsep konstruktivisme yang mendorong dan
menghargai usaha belajar siswa dengan proses enquiry dan discovery
learning. Dengan pembelajaran konstruktivisme memungkinkan
terjadinya pembelajaran berbasis masalah. Siswa sebagai stakeholder
terlibat langsung dengan masalah, dan tertantang untuk belajar
menyelesaikan berbagai masalah yang relevan dengan kehidupan
mereka. Dengan skenario pembelajaran berbasis masalah ini siswa akan
berusaha memberdayakan seluruh potensi akademik dan strategi yang
mereka miliki untuk menyelesaikan masalah secara individu/kelompok.
Prinsip pembelajaran konstruktivisme yang berorientasi pada masalah
dan tantangan akan menghasilkan sikap mental profesional, yang
disebut researchmindedness dalam pola pikir siswa, sehingga kegiatan
pembelajaran selalu menantang dan menyenangkan.

Diantara model pembelajaran yang masih relevan sekarang ini yaitu


PAKEM. Mengapa Pakem?. Pakem yang merupakan singkatan dari
pembelajaran aktif, kreatif, efektif dan menyenangkan, merupakan
sebuah model pembelajaran kontekstual yang melibatkan paling sedikit
empat prinsip utama dalam proses pembelajarannya.

3
1. Pertama, proses Interaksi (siswa berinteraksi secara aktif dengan
guru, rekan siswa, multi-media, referensi, lingkungan dsb).
2. Kedua, proses Komunikasi (siswa mengkomunikasikan pengalaman
belajar mereka dengan guru dan rekan siswa lain melalui cerita,
dialog atau melalui simulasi role-play).
3. Ketiga, proses Refleksi, (siswa memikirkan kembali tentang
kebermaknaan apa yang mereka telah pelajari, dan apa yang mereka
telah lakukan).
4. Keempat, proses Eksplorasi (siswa mengalami langsung dengan
melibatkan semua indera mereka melalui pengamatan, percobaan,
penyelidikan dan/atau wawancara).

Pelaksanaan Pakem harus memperhatikan bakat, minat dan modalitas


belajar siswa, dan bukan semata potensi akademiknya. Dalam
pendekatan pembelajaran Quantum (Quantum Learning) ada tiga
macam modalitas siswa, yaitu modalitas visual, auditorial dan
kinestetik. Dengan modalitas visual dimaksudkan bahwa kekuatan
belajar siswa terletak pada indera ‘mata’ (membaca teks, grafik atau
dengan melihat suatu peristiwa), kekuatan auditorial terletak pada
indera ‘pendengaran’ (mendengar dan menyimak penjelasan atau
cerita), dan kekuatan kinestetik terletak pada ‘perabaan’ (seperti
menunjuk, menyentuh atau melakukan). Jadi, dengan memahami
kecenderungan potensi modalitas siswa tersebut, maka seorang guru
harus mampu merancang media, metoda/atau materi pembelajaran
kontekstual yang relevan dengan kecenderungan potensi atau modalitas
belajar siswa.

Peranan Seorang Guru. Agar pelaksanaan Pakem berjalan sebagaimana


diharapkan, John B. Biggs and Ross Telfer, dalam bukunya “The
Process of Learning”, 1987, edisi kedua, menyebutkan paling tidak ada
12 aspek dari sebuah pembelajaran kreatif, yang harus dipahami dan

4
dilakukan oleh seorang guru yang baik dalam proses pembelajaran
terhadap siswa:
a. Memahami potensi siswa yang tersembunyi dan mendorongnya
untuk berkembang sesuai dengan kecenderungan bakat dan minat
mereka,
b. Memberikan kesempatan kepada siswa untuk belajar meningkatkan
rasa tanggung jawab dalam melaksanakan tugas dan bantuan jika
mereka membutuhkan,
c. Menghargai potensi siswa yang lemah/lamban dan memperlihatkan
entuisme terhadap ide serta gagasan mereka,
d. Mendorong siswa untuk terus maju mencapai sukses dalam bidang
yang diminati dan penghargaan atas prestasi mereka,
e. Mengakui pekerjaan siswa dalam satu bidang untuk memberikan
semangat pada pekerjaan lain berikutnya.
f. Menggunakan kemampuan fantasi dalam proses pembelajaran
untuk membangun hubungan dengan realitas dan kehidupan nyata.
g. Memuji keindahan perbedaan potensi, karakter, bakat dan minat
serta modalitas gaya belajar individu siswa,
h. Mendorong dan menghargai keterlibatan individu siswa secara
penuh dalam proyek-proyek pembelajaran mandiri,
i. Menyatakan kapada para siswa bahwa guru-guru merupakan mitra
mereka dan perannya sebagai motivator dan fasilitator bagi siswa.
j. Menciptakan suasana belajar yang kondusif dan bebas dari tekanan
dan intimidasi dalam usaha meyakinkan minat belajar siswa,
k. Mendorong terjadinya proses pembelajaran interaktif, kolaboratif,
inkuiri dan diskaveri agar terbentuk budaya belajar yang bermakna
(meaningful learning) pada siswa.
l. Memberikan tes/ujian yang bisa mendorong terjadinya umpan balik
dan semangat/gairah pada siswa untuk ingin mempelajari materi
lebih dalam.

5
Proses pembelajaran akan berlangsung seperti yang diharapkan dalam
pelaksanaan konsep Pakem jika peran para guru dalam berinteraksi dengan
siswanya selalu memberikan motivasi, dan memfasilitasinya tanpa
mendominasi, memberikan kesempatan untuk berpartisipasi aktif,
membantu dan mengarahkan siswanya untuk mengembangkan bakat dan
minat mereka melalui proses pembelajaran yang terencana. Perlu dicatat
bahwa tugas dan tanggung jawab utama para guru dalam paradigma baru
pendidikan ”bukan membuat siswa belajar” tetapi ”membuat siswa mau
belajar”, dan juga ”bukan mengajarkan mata pelajaran” tetapi ”mengajarkan
cara bagaimana mempelajari mata pelajaran”. Prinsip pembelajaran yang
perlu dilakukan: ”Jangan meminta siswa Anda hanya untuk mendengarkan,
karena mereka akan lupa. Jangan membuat siswa Anda memperhatikan saja,
karena mereka hanya bisa mengingat. Tetapi yakinkan siswa Anda untuk
melakukannya, pasti mereka akan mengerti”.

2.2. Model Pembelajaran Berpusat pada Mahasiswa


2.2.1 Pengertian Student Center Learning (SCL)
Student Center Learning (SCL) ialah pembelajaran yang berpusat
pada mahasiswa. Itu berarti bahwa seorang mahasiswa harus lebih
aktif dalam kegiatan pembelajaran, dan guru/dosen bertugas
sebagai fasilisator dalam kegiatan pembelajaran.

Student-centered learning (SCL) merupakan pendekatan


pembelajaran yang menempatkan peserta didik di pusat kegiatan
pembelajaran. Di dalam SCL para peserta didik memiliki dan
memanfaatkan peluang dan / atau keleluasaan untuk
mengembangkan segenap kapasitas dan kemampuannya (prior
knowledge and experience) sebagai pembelajar sepanjang hayat
(“ngangsu kawruh”: cipta, karsa, rasa, dan karya), melalui berbagai
macam aktivitas. Student Centered Learning (SCL) adalah sebuah
sistem pembelajaran yang berpusat pada mahasiswa dengan cara,
dosen memberikan suatu permasalahan yang sesuai dengan materi
dan kemudian para mahasiswa ditugaskan untuk memecahkan

6
masalah tersebut dengan bantuan berupa tips-tips dari sang dosen
dan referensi yang ada.

Sistem SCL ini pada awalnya digunakan oleh negara-negara maju


untuk membuat para mahasiswa menjadi kreatif sehingga tidak lagi
bergantung dengan penyelesaian-penyelesaian masalah yang ada
dan mahasiswa akhirnya dapat menemukan cara penyelesaian
masalah yang baru dan lebih bagus seperti menemukan rumus-
rumus baru, mengemukakan sebuah pernyataan fakta tentang suatu
penelitian dan berbagai hal lainnya yang nantinya akan membuat
dunia ilmu pengetahuan semakin menigkat dengan pesat. Sistem
SCL ini tidak lagi menjadikan dosen sebagai pusat pemberi
informasi tetapi mahasiswa lah yang harus mencari sendiri
informasi-informasi tentang materi yang mereka pelajari jadi
mahasiswa harus aktif dalam mencari informasi dengan sering
membaca buku diperpustakaan sering latihan mengerjakan soal-
soal dan berperan aktif dalam diskusi-diskusi yang membahas
tentang ilmu pengetahuan. Jadi, sistem ini adalah sistem yang
sangat luar biasa dan benar-benar akan menciptakan mahasiswa
yang berpotensi untuk menjadi ilmuwan “jika penerapannya
dilakukan dengan benar”.

Pengertian SCL menurut para ahli:


1. Rogers (1983)
SCL merupakan hasil dari transisis perpidahan kekuatan dalam
proses pembelajaran, dari kekuatan dosen sebagai pakar
menjadi kekuatan mahasiswa sebagai pembelajar. Perubahan
ini terjadi setelah banyak harapan untuk memodifikasi
atmosfer pembelajaran yang menyebabkan siswa menjadi
pasif, bosan dan resisten.

7
2. Kember (1997)
SCL merupakan sebua kutub proses pembelajaran yang
menekankan mahasiswa sebagai pembangun pengetahuan
sedangkan kutub yang lain adalah dosen sebagai agen yang
memberikan pengetahuan.
3. Harden dan Crosby (2000)
SCL menekankan pada Mahasiswa sebagai pembelajar dan apa
yang dilakukan mahasiswa untuk sukses dalam belajar
dibanding dengan apa yang dilakukan oleh dosen.

2.2.2 Tujuan Student Center Learning (SCL)


Tujuan SCL yaitu :
1) Meningkatkan kualitas pembelajaran
2) Mengembangkan potensi mahasiswa secara optimal
3) Menciptakan gambaran pengetahuan yang bermakna dan saling
berhubungan, meningkatkan dan merangsang rasa ingin tahu
mahasiswa tentang suatu pengetahuan.

Kegiatan yang dapat dilakukan guru dalam penerapan SCL antara


lain :
1) Mengemukakan berbagai alternatif tujuan pembelajaran yang
harus dicapai sebelum kegiatan pembelajaran dimulai.
2) Menyusun tugas-tugas belajar bersama mahasiswa.
3) Memberikan informasi kegiatan pembelajaran yang harus
dilakukan.
4) Memberikan bantuan dan pelayanan pembelajaran kepada
mahasiswa yang memerlukan.
5) Memberikan motivasi dan bimbingan melalui pertanyaan-
pertanyaan.
6) Membantu mahasiswa menarik kesimpulan.

8
2.2.3 Metode Student Center Learning (SCL)
1. Small Group Discussion
Diskusi merupakan salah satu elemen belajar secara aktif dan
merupakan bagian dari banyak model pembelajaran SCL yang
lain, seperti CL, CbL, PBL dan lain-lain. Di dalam kelas, para
mahasiswa membuat kelompok kecil (misalnya 5 – 10 orang)
untuk mendikusikan bahan yang dapat diberikan oleh dosen
ataupu bahan yang diperoleh sendiri oleh anggota kelompok
tersebut.

Tujuan dalam penggunaan metode kerja kelompok dalam suatu


strategi pembelajaran yaitu :
a) Memecahkan masalah pembelajaran melalui proses
kelompok.
b) Mengembangkan kemampuan bekerjasama dalam kelompok.

Metode ini dapat digunakan ketika akan menggali ide,


menyimpulkan poin penting, mengakses tingkat skill dan
pengetahuan mahasiswa, mengkaji kembali topik di kelas
sebelumnya, membandingkan teori, isu dan interprestasi, dapat
juga untuk menyelesaikan masalah. Mahasiswa akan belajar
untuk menjadi pendengar yang baik, bekerjasama untuk tugas
bersama, memberikan dan menerima umpan balik yang
konstruktif, menghormati perbedaan pendapat, mendukung
pendapat dengan bukti, serta menghargai sudut pandang yang
bervariasi.

1. Simulation
Simulasi adalah model yang membawa situasi yang mirip
dengan sesungguhnya ke dalam kelas. Misalnya simulasi
sebagai seorang manajer atau pemimpin, mahasiswa diminta
untuk membuat perusahaan fiktif, kemudian di minta untuk

9
berperan sebagai manajer atau pemimpin dalam perusahaan
tersebut. Simulasi ini dapat berbentuk permainan peran (role
playing). Permainan-permainan simulasi dan lain-lain.

Simulasi ini dapat mengubah cara pandang (mindset)


mahasiswa dengan jalan: mempraktekkan kemampuan umum
(dalam komunikasi verbal dan nonverbal), mempraktekkan
kemampuan khusus mempraktekkan kemampuan tim,
mengembangkan kemamapuan menyelesaikan masalah,
mengembangkan kemampuan empati dan lain-lain.

2. Discovery Learning (DL)


DL adalah metode belajar yang difokuskan pada pemanfaatan
informasi yang tersedia, baik yang diberikan dosen maupun
yang dicari sendiri oleh mahasiswa, untuk membangun
pengetahuan dengan cara belajar mandiri.

Metode ini dapat dilakukan misalnya dengan memberikan


tugas kepada mahasiswa untuk memperoleh bahan ajar dari
sumber-sumber yang dapat diperoleh melalui internet atau
melalui buku, Koran, majalah dan lain sebagainya.

3. Self Directed Learning (SDL)


SDL adalah proses belajar yang dilakukan atas inisiatif
individu mahasiswa sendiri. Mahasiswa sendiri yang
merencanakan, melaksanakan dan menilai sendiri terhadap
pengalaman belajar yang telah dijalani, dilakukan semuanya
oleh individu yang bersangkutan. Peran dosen dalam metode
ini hanya bertindak sebagai fasilitator, yang memberi arahan,
bimbingan dan konfirmasi terhadap kemajuan belajar yang
telah dilakukan individu mahasiswa tersebut.

10
Manfaat dari metode ini adalah menyadarkan dan
memberdayakan mahasiswa, bahwa belajar adalah tanggung
jawab mereka sendiri. Individu mhasiswa didorong untuk
bertanggung jawab terhdapa semua fikiran dan tindakan yang
dilakukannya. Untuk dapat menerapkan metode ini,
sebelumnya kita harus dapat memenuhi asumsi bahwa
kemampuan mahasiswa semestinya bergeser dari orang yang
tergantung pada orang lain menjadi individu yang mampu
belajar mandiri.

4. Cooperative Learning (CL)


CL merupakan metode belajar berkelompok yang dirancang
oleh dosen untuk memecahkan suatu masalah/kasus atau
mengerjakan suatu tugas. Kelompok ini terdiri dari atas
beberapa orang mahasiswa yang memiliki kemampuan
akademik yang beragam.

Metode ini sangat terstruktur, karena pembentukan


kelompok, materi yang dibahas, langkah-langkah diskusi
serta produk akhir yang harus dihasilkan, semuanya
ditentukan dan dikontrol oleh dosen. Mahasiswa hanya
mengikuti prosedur diskusi yang dirancang oleh dosen. CL
bermanfaat untuk membantu menumbuhkan dan mengasah
kebiasaan belajar aktif pada diri mahasiswa, rasa
tanggungjawab individu dan kelompok mahasiswa,
kemampuan dan ketrampilan bekerjasama antar mahasiswa,
dan keterampilan sosial mahasiswa.

5. Collaborative Learning (CbL)


CbL adalah metode belajar yang menitikberatkan pada kerja
sama antar mahasiswa yang didasarkan pada consensus yang
dibangun sendiri oleh anggota kelompok.

11
Masalah/tugas/kasus memang berasal dari dosen dan bersifat
open ended, tetapi pembentukan kelompok yang didasarkan
pada minat, prosedur kerja kelompok, penentuan waktu dan
tempat diskusi/kerja kelompok, sampai dengan bagaimana
hasil diskusi/kerja kelompok ingin dinilai oleh dosen,
semuanya ditentukan melalui consensus bersama antar
anggota kelompok.

6. Contextual Instruction (CI)


CI adalah konsep belajar yang membantu dosen mengaitkan
isi mata kuliah dengan situasi nyata dalam kehidupan sehari-
hari dan memotivasi mahasiswa untuk membuat
keterhubungan antara pengetahuan dan aplikasinya dalam
kehidupan sehari-hari sebagai anggota masyarakat, pelaku
kerja professional atau manajerial, entrepreneur, maupun
investor.

7. Project-based Learning (PjBL)


PjBL adalah metode belajar yang sistematis, yang melibatkan
mahasiswa dalam belajar pengetahuan dan ketrampilan
melalui proses pencarian/penggalian (inquiry) yang panjang
dan terstruktur terhadap pertanyaan yang otentik dan
kompleks serta tugas dan produk yang dirancang dengan
sangat hati-hati

8. Problem-based Learning/Inquiry (PBL/I)


PBL/I adalah belajar dengan memanfaatkan masalah an
mahasiswa harus melakukan pencarian/penggalian informasi
(inquiry) untuk dapat memecahkan masalah tersebut.

12
Pada umumnya, terdapat empat langkah yang perlu dilakukan
mahasiswa dalam PBL/I, yaitu:
1) Menerima masalah yang relevan dengan salah
satu/beberapa kompetensi yang dituntut mata kuliah, dari
dosennya.
2) Melakukan pencarian data dan infromasi yang relevan
untuk memecahkan masalah
3) Menata data dan mengaitkan data dengan masalah
4) Menganalisis strategi pemecahan masalah.

2.2.4 Prinsip-Prinsip Student Center Learning (SCL)


Terdapat 8 prinsip dalam pembelajaran berpusat pada mahasiswa,
antara lain :
1. Tanggung Jawab
Siswa mempunyai tanggung jawab pada pelajarannya sehingga
siswa diharapkan akan lebih berusaha dan lebih termotivasi
dalam memaknai pelajarannya.
2. Peran Serta
Siswa harus berperan aktif dalam pembelajaran sehingga dapat
mengembangkan potensinya secara maksimal dan mendorong
bertumbuhnya kreativitas dan inovasi.
3. Keadilan
Semua siswa mempunyai hak yang sama untuk tumbuh dan
berkembang dan diharapkan semua siswa dapat bersama-sama
berhasil mencapai tujuan secara maksimal.
4. Mandiri
Semua siswa harus mengembangkan segala kecerdasannya
(intelektual, emosi, moral, dsb) karena guru hanya fasilitator dan
narasumber.

13
5. Berfikir Kritis Dan Kreatif,
Siswa harus menggunakan segala kecerdasan intelektual dan
emosinya yang berwujud kreativitas, inovasi, dan analisa untuk
mengatasi berbagai tantangan.
6. Komunikatif,
Siswa harus menggunakan kemampuannya berkomunikasi baik
lisan maupun tertulis karena boleh jadi siswa melihat konsep
dengan cara yang berbeda sebagai hasil pengalaman hidupnya,
sehingga diperlukan media dan sarana yang efektif untuk
menyamakan presepsi.
7. Kerjasama
Kondisi dimana para peserta didik dapat saling bersinergi dan
saling mendukung pencapaian keberhasilan atau tujuan yang
ditetapkan dalam pembelajaran.
8. Integritas
Siswa harus menunjukkan perilaku moralitas tinggi, dan percaya
diri dalam melaksanakan segala sesuatu yang diyakininya dalam
kegiatan belajarnya.

2.2.5 Penerapan Student Center Learning (SCL)


Penerapan SCL dalam pembelajaran :
1. Kadar SCL dilihat dari proses perencanaan yaitu :
Adanya keterlibatan mahasiswa dalam :
a) Perumusan tujuan pembelajaran
b) Menyusun rancangan pembelajaran
c) Menentukan dan memilih sumber belajar
d) Menentukan dan pengadaan media.
2. Kadar SCL dilihat dari proses pembelajaran yaitu :
a) Adanya keterlibatan mahasiswa secara fisik,mental,emosional
dan spiritual dalam proses pembelajaran
b) Mahasiswa belajar secara langsung,

14
c) Adanya keinginan mahasiswa untuk terciptanya iklim belajar
yang kondusif,
d) Prakarsa mahasiswa dalam memecahkan masalah,
e) Terjadi interaksi multi arah.
3. Kadar SCL dilihat dari kegiatan evaluasi yaitu :
a) Adanya self assessment,
b) Kemandirian mahasiswa dalam kegiatan evaluasi,
c) Kemauan mahasiswa dalam menyusun laporan kegiatan
belajar.

2.2.6 Manfaat Student Center Learning (SCL)


Manfaat dilaksanakan SCL adalah:
1. Meningkatkan prestasi serta kemampuan mahasiswa dalam
Dasar-dasar Hortikultura.
2. Meningkatkan peran dosen dan mahasiswa dalam proses
pembelajaran.
3. Meningkatkan keterampilan mahasiswa dalam belajar mandiri
agar dapat mempelajari hal-hal lain lebih lanjut secara mandiri
sehingga mahasiswa menjadi pembelajar seumur hidup (lifelong
learners).
4. Meningkatkan soft skill mahasiswa, yang meliputi:
a) Kemauan untuk bekerja keras, tidak sekedar pasif dalam
belajar;
b) Kemampuan bekerja mandiri, karena peran dosen hanya
sebagai tutor, mahasiswa dituntut belajar mandiri berdasarkan
arahan yang diberikan;
c) Kemampuan bekerja dalam tim, karena kerjasama tim sangat
menentukan nilai akhir masing-masing individu anggota
kelompok;
d) Kemampuan bekerja dalam tekanan;

15
e) Kemampuan berfikir analitis, dalam praktikum mahasiswa
akan membuat analisa-analisa penting dalam membangun
perusahaan;
f) Kemampuan mahasiswa berdiskusi secara logis dan
bertanggung jawab (memformulasikan pertanyaan yang
berkualitas tentang suatu subyek, menjawab pertanyaan
menggunakan berbagai metode, mengungkapkan pendapat dan
berargumentasi secara logis, kejujuran dalam menilai jawaban
atas pertanyaan sendiri maupun pertanyaan kawan,
kemampuan untuk menerima dan mengelola perbedaan
pendapat);
g) Kemampuan berkomunikasi baik secara lisan maupun tulisan.
5. Meningkatkan kemampuan technopreneurship mahasiswa. Hal ini
diperoleh dengan praktikum.

2.2.7 Keuntungan dan Kerugian Student Centered Learning (SCl) :


1. Keuntungan
a) Karena pembelajaran berpusat pada mahasiswa, sehingga
mahasiswa menjadi lebih aktif
b) Mendorong mahasiswa untuk mencari lebih banyak informasi
dari berbagai sumber
c) Mendorong pembelajaran secara aktif dan berpikir kritis
d) Mengenalkan hubungan antara ilmu pengetahuan dengan
kehidupan nyata

e) Mengembangkan sifat kreatifitas dan kemampuan mahasiswa


dalam pemecahan beberapa masalah
f) Akan berkembangnya karakter mahasiswa (life-long learning)
g) Kualitas lulusan akan lebih kreatif, inovatif dan selalu
memecahkan masalah tidak secara tekstual melainkan secara
konstekstual
h) Melatih tanggung jawab kepada para mahasiswa

16
i) Pemanfaatan teknologi informasi yang efisien dan efektif
j) Mahasiswa akan mempunyai sifat kooperatif, kolaboratif dan
suportif
k) Cukup menyenangkan bagi mahasiswa dan tutor dan prosesnya
membutuhkan partisipasi seluruh mahasiswa dalam proses
pembelajaran

2. Kerugian
a) Memerlukan waktu pembelajaran yang lebih lama
b) Tidak sesuai dengan beberapa jenis kurikulum
c) Tidak cocok untuk mahasiswa yang pasif
d) Jumlah pengajar yang diperlukan dalam proses tutorial lebih
banyak dari pada sistem konvensional
e) Banyak mahasiswa yang ingin mengakses perpustakaan dan
komputer dalam waktu bersama
f) Sulit diimplementasikan pada kelas besar

17
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Dalam paradigma baru pendidikan, tujuan pembelajaran bukan hanya untuk


merubah perilaku siswa, tetapi membentuk karakter dan sikap mental
profesional yang berorientasi pada global mindset. Fokus pembelajarannya
adalah pada ‘mempelajari cara belajar’ (learning how to learn) dan bukan
hanya semata pada mempelajari substansi mata pelajaran. Sedangkan
pendekatan, strategi dan metoda pembelajarannya adalah mengacu pada
konsep konstruktivisme yang mendorong dan menghargai usaha belajar siswa
dengan proses enquiry dan discovery learning.

Dalam proses pembelajaran yang berpusat pada siswa, maka siswa


memperoleh kesempatan dan fasilitas untuk membangun sendiri
pengetahuannya sehingga mereka akan memperoleh pemahaman yang
mendalam (deep learning), dan pada akhirnya dapat meningkatkan mutu
kualitas dan kreatifitas siswa.

3.2 Saran
Diharapkan agar peserta didik mampu menguasai dan memahami penerapan
metode pembelajaran Student Center Learning (SCL) dan menjadikan peserta
didik lebih aktif dalam proses pembelajaran, dan peserta didik tidak terpaku
pada pendidik agar kemampuannya lebih berkembang dalam hal dan tujuan
yang bermanfaat untuk kepentingan bangsa dan negara agar menjadi penerus
bangsa yang berpendidikan baik dan berakhlak mulia.

18
DAFTAR PUSTAKA

Suryosubroto. 2011. Proses Belajar-Mengajar di Sekolah. Jakarta: Rineka Cipta.


Usman, Moh Uzer. 2012. Menjadi Guru Profesional. Bandung: Remaja
Rosdakarya.
Wina Sanjaya. 2011. Strategi Pembelajaran Standard Proses Pendidikan. Jakarta:
Kencana.
Atwi Suparman. 2014. PAU Untuk Peningkatan dan Pengembangan Aktivitas
Instruksional. Jakarta: Ditjen Dikti Depdiknas.
Depdiknas. 2014. Kurikulum Pendidikan Dasar. Jakarta : Depdiknas.
Hamalik, O. 2011. Metode dan Kesulitan Belajar. Bandung: Tarsito.
Mujiono. 2016. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta : Dirjen Dikti Depdikbud.
Purwanto, Ngalim. 2013. Psikologi Pendidikan. Bandung : Remaja Rosdakarya.
Sardiman. 2016. Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar. Jakarta: Rajawali
Press.
Sudjana, N. 2017. Cara Siswa Aktif dalam Proses Belajar Mengajar. Bandung:
Lembaga Penelitian IKIP Bandung.
Sudana Degeng, Nyoman. 2013. Ilmu Pengajaran Taksonomi Variable. Jakarta:
Ditjen Dikti Depdikbud. Project Pengembangan Lembaga Pendidikan
Tenaga Kependidikan.

19
20

Anda mungkin juga menyukai