Anda di halaman 1dari 19

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG MASALAH


Belajar merupakan suatu proses atau bentuk perubahan tingkah laku, perubahan pemahaman,
pandangan, harapan atau pola berpikirnya seseorang. Dengan proses belajar, maka terlihat
adanya perbedaan-perbedaan nyata antara yang satu dengan yang lainnya. Ketidakmampuan
dalam belajar disebut juga anak yang mempunyai problem kesulitan belajar yang mereka
hadapi. Dalam masalah tersebut menurut suatu pemikiran dari pihak-pihak tertentu juga
pihak sekolah khususnya guru tentang bagaimana cara / strategi penanganan yang efektif dan
efisien bagi anak berkesulitan belajar.

Yusuf, 2008: 11 mengungkapkan bahwa anak berkesulitan belajar adalah anak yang secara
nyata mengalami kesulitan dalam tugas-tugas akademik khusus maupun umum, baik
disebabkan oleh adanya disfungsi neurologis, proses psikologis dasar maupun sebab-sebab
lain sehinnga prestasi belajarnya rendah dan anak tersebut berisiko tinggi tinggal kelas.
Anak-anak berkesulitan belajar spesifik adalah mereka yang memiliki kapasitas intelektual
normal ke atas tetapi mempunyai kesulitan pada prestasi belajar yang rendah pada satu atau
beberapa bidang akademik tertentu seperti membaca (disleksia), menulis (disgrafia),
berbahasa (disfasia), berhitung (diskalkulia), gangguan konsentrasi (Attention Deficit
Disorder) dan/atau hiperaktif (ADHD), dengan tingkat kecerdasan normal atau diatas
normal. Kesulitan belajar diklafikasikan menjadi tiga yaitu kesulitan belajar menulis,
kesulitan belajar membaca, dan kesulitan belajar berhitung.

Prestasi yang rendah dan tidak sesuai dengan harapan, bukan berarti anak memiliki
kemampuan yang rendah atau taraf inteligensi yang rendah. Karena tidak semua anak yang
tidak berprestasi merupakan anak yang berinteligensi rendah. Biasanya penyebab prestasi
belajar anak menjadi rendah dikarena inteligensi, malas, kurangnya perhatian orang tua dan
juga anak memiliki kesulitan dalam proses belajarnya. Anak-anak yang mengalami kesulitan
belajar spesifik ini mempunyai inteligensi yang normal bahkan tinggi tetapi karena anak
mengalami gangguan persepsi sehingga salah dalam mengamati huruf ataupun angka
sehingga menyebabkan prestasi belajar yang kurang optimal.
1.2 RUMUSAN MASALAH

1. Apa pengertian dari berkesulitan belajar spesifik?


2. Berapa jenis dari berkesulitan belajar spesifik?
3. Apa saja faktor penyebabnya?
4. Apa dampak berkesulitan belajar spesifik terhadap fisiologis,psikologis,sosiologis?
5. Apa saja prinsip layanan terhadap anak berkesulitan belajar spesifik?
6. Apa saja pendekatan layanannya?
7. Apa saja fasilitas pendidikan teradap anak berkesulitan belajar spesifik?

1.3 TUJUAN

1. Dapat memahami dan mengetahui definisi dari anak berkesulitan belajar spesifik.

2. Dapat mengetahui berbagai jenis kesulitan belajar spesifik.


3. Dapat mengetahui faktor penyebab berkesulitan belajar spesifik.
4. Dapat mengetahui berbagai dampak anak yang mengalami berkesulitan belajar spesifik
terhadap fisiologis, psikologis, dan sosiologis.
5. Dapat mengetahui prinsip layanan anak berkesulitan belajar spesifik.
6. Dapat mengetahui macam pendekatan layanan
7. Dapat mengetahui fasilitas yang digunakan anak berkesulitan spesifik
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 PENGERTIAN BERKESULITAN BELAJAR SPESIFIK

A. 2.2 JENIS BERKESULITAN BELAJAR SPESIFIK


Kesulitan belajar merupakan kelompok kesulitan yang heterogen, sehingga sulit untuk
diklasifikasikan secara spesifik. Namun demikian, pengklasifikasikan itu diperlukan
dalam menentukan strategi pembelajaran yang tepat. Kirk dan Gallagher (1989 : 187)
menjelaskan bahwa kesulitan belajar dibedakan dalam kategori besar, yaitu :
1. Kesulitan belajar yang berhubungan dengan perkembangan (developmental learning
disabilities), mencakup gangguan :
a. Perhatian
b. Ingatan
c. Motorik dan Persepsi

Lerner (1981: 189) mengemukakan gangguan perkembangan motorik sering


diperlihatkan dalam bentuk adanya gerakan melimpah (misalnya ketika anak ingin
menggerakkan tangan kanan, tanpa disengaja tangan kiri ikut bergerak), kurangnya
koordinasi dalam aktivitas motorik, kesulitan dalam koordinasi motorik halus, kurang
mempunyai penghayatan tubuh (body image), kekurangan pemahaman dalam hubungan
keruangan dan arah, kebingungan literalitas. Lerner juga pernah mengemukakan persepsi
adalah batasan yang digunakan pada proses memahami dan menginterpretasikan
informasi sensori, atau kemampuan intelek untuk mencarikan makna dari data yang
diterima oleh berbagai indera (Lerner, 1988: 282). Sehingga, anak kesulitan belajar yang
memiliki gangguan perkembangan persepsi memiliki kesulitan dalam memahami dan
menginterpretasikan informasi sensori, atau kemampuan intelek untuk mengetahui makna
dari informasi yang diterima oleh indera.

d. Kesulitan Belajar Bahasa


Menurut Lerner (1988: 311) bahasa merupakan suatu sistem komunikasi
yang terintegrasi, mencakup bahasa ujaran, membaca, dan menulis.
Dengan demikian, kita simpulkan bahwa kesulitan belajar bahasa adalah
ketidakmampuan seseorang pada satu atau lebih dari komponen bahasa
yang menimbulkan kesulitan wicara. Akan tetapi, orang yang miliki
kesulitan wicara tidak selalu memiliki kesulitan bahasa.
e. Berpikir

2. Kesulitan belajar akademik (academic learning disabilities), mencakup


kesulitan :

a. Kesulitan Belaja Membaca


Soedarso (1983: 4) mengemukakan bahwa membaca adalah aktivitas
kompleks yang memerlukan sejumlah besar tindakan terpisah-pisah,
mencakup penggunaan pengertian, khayalan, pengamatan, dan ingatan.
Kesulitan belajar membaca adalah kesulitan mempelajari komponen-
komponen bacaan (kata dan kalimat) juga kesulitan dalam memahami bacaan
yang dibacanya, seperti hubungan urutan bacaan, tema, dan isi bacaan.

b. Kesulitan Belajar Menulis


Lerner (1985: 413) menyatakan bahwa menulis adalah menuangkan ide-
ide dalam bentuk visual. Taringan (1986: 21) mengemukakan menulis sebagai
melukiskan lambang-lambang grafis dari bahasa yang dipahami oleh
penulisnya maupun orang lain yang menggunakan bahasa yang sama dengan
penulisnya.

c. Kesulitan Berhitung atau Matematika


Johnson dan Myklebust (1967: 244) berpendapat bahwa matematika
adalah bahasa simbolis yang fungsi praktisnya untuk mengekspresikan
hubungan-hubungan kuantitatif dan keruangan, sedangkan fungsi teoretisnya
adalah untuk memudahkan berpikir. Aritmatika itu sendiri merupakan bagian
dari matematika. Aritmatika lebih tepat didefinisikan sebagai ilmu hitung
dasar dari matematika yang berupa penjumlahan, pengulangan, perkalian,
pembagian, dan aritmatika turunannya yang lebih kompleks.

Kesulitan belajar dalam perkembangan dapat mempengaruhi proses untuk


menerima, menginterprestasikan, dan merespon stimulus dari lingkungannya. Dengan
demikian masalah sering terjadi dalam proses penerimaan informasi, tetapi tidak selalu
dihubungkan dengan masalah prestasi akademik. Sebagai contoh, ada beberapa anak
yang mengalami kekurangan perceptual-motor tidak mampu membaca, tetapi anak
lainnya dengan kekurangan yang sama mampu membaca.

Dalam beberapa hal terdapat hubungan antara kesulitan dalam perkembangan dan
kesulitan belajar akademik, yang menggambarkan kekurangan dalam keterampilan
prasyarat (prerequisite). Sebagai contoh, sebelum anak dapat belajar menulis, ia harus
memiliki keterampilan atau kemampuan tertentu ( sebagai prasyarat ) seperti koordinasi
mata-tangan, mengingat, dan kemampuan mengurutkan; sedangkan untuk belajar
membaca, anak membutuhkan kemampuan membedakan stimulus visual dan auditori,
mengingat, asosiasi, dan mengkonsentrasikan perhatiannya.

Kesulitan belajar akademik merupakan suatu kondisi yang secara signifikan


menghambat proses belajar membaca, menulis, dan operasi hitung. Kesulitan tersebut
tampak ketika anak sudah masuk sekolah dan prestasinya di bawah potensi akademiknya.
Rendahnya prestasi tersebut bukan disebabkan oleh keterbatasan mental (tuna grahita),
gangguan emosi yang serius, atau gangguan sensori, atau keterasingan dari lingkungan.

2.3 FAKTOR PENYEBAB BERKESULITAN BELAJAR SPESIFIK

Ada beberapa penyebab kesulitan belajar yang terdapat pada literatur dan hasil riset
(Harwell, 2001), yaitu :

1. Faktor keturunan/bawaan

2. Gangguan semasa kehamilan, saat melahirkan atau prematur


3. Kondisi janin yang tidak menerima cukup oksigen atau nutrisi dan atau ibu yang
merokok, menggunakan obat-obatan (drugs), atau meminum alkohol selama masa
kehamilan.

4. Trauma pasca kelahiran, seperti demam yang sangat tinggi, trauma kepala, atau pernah
tenggelam.

5. Infeksi telinga yang berulang pada masa bayi dan balita. Anak dengan kesulitan belajar
biasanya mempunyai sistem imun yang lemah.

6. Awal masa kanak-kanak yang sering berhubungan dengan aluminium, arsenik,


merkuri/raksa, dan neurotoksin lainnya.

Selain dari faktor-faktor di atas, kita juga bisa mengklasifikasikan faktor-faktor penyebab
kesulitan belajar tersebut sebagai berikut:

1. Faktor Intern (dalam)

a) Faktor Fisiologi

Faktor fisiologi adalah faktor fisik dari anak itu sendiri. seorang anak yang sedang
sakit, tentunya akan mengalami kelemahan secara fisik, sehingga proses menerima
pelajaran, memahami pelajaran menjadi tidak sempurna.

b) Faktor Psikologi

Faktor psikologis adalah berbagai hal yang berkenaan dengan berbagai perilaku yang
ada dibutuhkan dalam belajar. Sebagaimana kita ketahui bahwa belajar tentunya
memerlukan sebuah kesiapan, ketenangan, rasa aman. Anak yang memiliki IQ cerdas
(110 – 140), atu genius (lebih dari 140) memiliki potensi untuk memahami pelajaran
dengan cepat. Sedangkan anak-anak yang tergolong sedang (90 – 110) tentunya tidak
terlalu mengalami masalah walaupun juga pencapaiannya tidak terlalu tinggi.
Sedangkan anak yang memiliki IQ dibawah 90 ataubahkan dibawah 60 tentunya
memiliki potensi mengalami kesulitan dalam masalah belajar. Untuk itu, maka orang
tua, serta guru perlu mengetahui tingkat IQ yang dimiliki anak atau anak didiknya.

2. Faktor Ekstern (luar)

a) Faktor-faktor sosial

Yaitu faktor-faktor seperti cara mendidik anak oleh orang tua mereka di rumah.
Anak-anak yang tidak mendapatkan perhatian yang cukup tentunya akan berbeda
dengan anak-anak yang cukup mendapatkan perhatian, atau anak yang terlalu
diberikan perhatian. Selain itu juga bagimana hubungan orang tua dengan anak,
apakah harmonis, atau jarang bertemu, atau bahkan terpisah. Hal ini tentunya juga
memberikan pengaruh pada kebiasaan belajar anak.

b) Faktor-faktor non-sosial

Faktor-faktor non-sosial yang dapat menjadi penyebab munculnya masalah kesulitan


belajar adalah faktor guru di sekolah, kemudian alat-alat pembelajaran, kondisi
tempat belajar, serta kurikulum.

2.4 Dampak anak yang berkesulitan belajar spesifik

Anak yang mempunyai masalah berkesulitan belajar spesifik mempunyai berbagai dampak baik
dampak bagi diri sendiri, keluarga maupun berdampak di lingkungan tempat tinggalnya. Dampak
yang ditimbulkan anak yang berkesulitan belajar spesifik dapat dibagi menjadi tiga:

A. Dampak fisiologis

Dampak fisiologis pada anak yang mengalami berkesulitan belajar spesifik salah satunya
karena faktor fisik dari anak itu sendiri. Biasanya seorang anak yang mengalami
berkesulitan belajar spesifik mempunyai kondisi tubuh yang lemah atau sering sakit-
sakitan bisa juga karena pola pertumbuhannya tidak seimbang/tak genap, sehingga
proses menerima pelajaran, memahami pelajaran menjadi tidak sempurna.
Dampak fisiologis juga bisa dari koordinasi motorik yaitu bagi mereka mengalami
masalah motorik kasar akan berkesulitan melakukan aktifitas yang melibatkan otot
besar seperti kalau mereka berjalan terlihat kurang seimbang, sering jatuh, kikuk, dll.
Sedangkan bagi mereka yang mengalami masalah motorik halus mereka akan
berkesulitan melakukan aktifitas yang melibatkan otot kecil seperti sulit mengerakan
jari serta pergelangan tangan mereka, mereka juga akan mengalami kesulitan dalam
memakai baju sendiri, belajar makan, memasang atau melepas baju , kesulitan
mengunakan pensil atau krayon.

Selain sakit faktor fisiologis yang perlu kita perhatikan karena dapat menjadi penyebab
munculnya masalah kesulitan belajar adalah cacat tubuh, yang dapat kita bagi lagi
menjadi cacat tubuh yang ringan seperti kurang pendengaran, kurang penglihatan, serta
gangguan gerak, serta cacat tubuh yang tetap (serius) seperti buta, tuli, bisu, dan lain
sebagainya.

B. Dampak Psikologis

Anak-anak dengan kesulitan belajar spesifik adalah anak-anak yang mengalami


hambatan salah satunya dalam proses psikologis seperti: sensori-persepsi,
pemahaman/penggunaan bahasa, bicara, menulis atau kemampuan tidak sempurna
dalam mendengar, berpikir, bicara, membaca, mengeja, dan mengerjakan hitungan
matematik dan sebagainya.

1. Bagi anak yang berkesulitan belajar spesifik, dampak dari kesulitan sensori-
persepsi adalah:
a. Dalam penglihatan (visual): dampaknya siswa akan tampak kesulitan untuk
membedakan bentuk huruf, sulit membedakan angka, sulit mencari huruf-huruf
yang sama.

b. Dalam pendengaran (audiotori): mereka akan berkesulitan membedakan bunyi


huruf, sulit menggabungkan bunyi huruf ketika belajar membaca, kesulitan
mengingat hal-hal yang disampaikan melalui bahasa, kesulitan mengingat
arahan atau intruksi yang di berikan.
c. Dalam perabaan atau gerak (kinestetik): siswa akan sulit membedakan sesuatu
yang kasar atau halus, sulit mengidentifikasi jari-jarinya ketika di pegang oleh
individu lain. Dan juga lemah dalam ketrampilan bermain di lapangan sehingga
tampak tidak lincah saat bermain.

2. Kesulitan membaca

Dampak dari anak yang kesulitan membaca adalah menyebabkan anak membaca dengan
campur aduk dalam mengatur urutan huruf atau angka ketika menulis, kemampuan
membaca menjadi lambat, kemampuan memahami isi bacaan menjadi rendah, dan kalau
membaca sering banyak kesalahan. Seperti anak tidak paham mengapa harus diurutkan I-
B-U, bukan B-U-I. Tidak hanya itu kesulitan membaca juga menyebabkan anak lambat
dalam membaca juga menjadi anak yang pemahamannya rendah. Padahal anak dengan
hambatan membaca maka ia akan mempunyai kecenderungan untuk enggan dan bahkan
menolak untuk belajar membaca.

3. Kesulitan belajar menulis

Dampak dari anak yang kesulitan menulis adalah jika kalau anak di berikan tugas oleh guru
untuk menyalin, anak akan terlambat menyelesai salinan tulisan, anak akan sering salah
menuliskan huruf b dengan p, p dengan q, v dengan u, 2dengan 5, 6 dengan 9, dan lain-lain,
dan jika kalau anak menulis tulisannya jelek dan tidak terbaca dan juga tulisannya banyak
salah/terbalik/huruf hilang.

4. Kesulitan belajar berhitung

Dampak dari anak yang kesulitan belajar berhitung adalah anak akan sulit membedakan
tanda-tanda: +, -, x, :, >, <, =, anakj juga akan sulit mengoperasikan hitungan/bilangan, anak
akan sering salah membedakan angka 9 dengan 6; 17 dengan 71, 2 dengan 5, 3 dengan 8, dan
sebagainya

C. Dampak sosiologis

Dampak sosiologis anak yang mengalami berkesulitan belajar spesifik itu di karenakan
faktor sosial seperti cara mendidik anak oleh orang tua (keluarga) mereka di rumah.
Anak-anak yang tidak mendapatkan perhatian yang cukup tentunya akan berbeda dengan
anak-anak yang cukup mendapatkan perhatian, atau anak yang terlalu diberikan
perhatian. Selain itu juga bagimana hubungan orang tua dengan anak, apakah harmonis,
atau jarang bertemu, atau bahkan terpisah dari orang tua. Hal ini tentunya juga
memberikan pengaruh pada kebiasaan belajar anak.

Licht (Smith, 1998) mengemukakan bahwa kegagalan yang sering dialami oleh anak
dengan kesulitan belajar mengarah pada perilaku adaptasi yang salah. Mereka sering
bersikap agresif dan mempunyai perilaku negatif secara verbal maupun non verbal
(McConaughly, Mattison, & Peterson, 1994; Sigafoos, 1995, dalam Pavri & Luftig) dan
juga merusak atau menarik diri (Clare & Leach, 1991; McIntosh, Vaughn, & Zaragosa,
1991 dalam Pavri & Luftig). Hal tersebut menyebabkan mereka mengalami kesulitan
interaksi sosial dan cenderung ditolak oleh teman-teman (Farmer & Rodkin, 1996;
Nabasoku & Smith, 1993 dalam Pavri & Luftig). Sehingga mereka kesulitan untuk
mengikuti pembicaraan memahami dan mengunakan bahasa untuk komunikasi dua arah
dengan orang lain. Biasanya mereka kesulitan untuk memulai percakapan, menjelaskan
dan menceritakan pengalaman, dan berkomunikasi dua arah dengan orang lain. Ketidak
mampuan komunikasi ini juga akan menyebabkan mereka berkesulitan memahami
kalimat baik yang di utarakan maupun tertulis. Juga dapat kesulitan dalam mengingat
nama orang dan juga tempat.

Kesulitan dalam penyesuaian perilaku sosial pada anak yang periakunya tidak
diterima oleh lingkungan sosialnya, baik oleh sesama anak, guru, maupun orang tua.
Sehingga anak akan merasa terkucilkan, kecewa, tidak percaya diri, merasa
tidak berguna dan merasa direndahkan sehingga mereka mencoba untuk
diakui keberadaannya dengan berperilaku negatif lainnya seperti sering
mengganggu, tidak sopan, tidak tahu aturan atau berbaga iprilaku negative lainnya.
Jika kesulitan penyesuaian perilaku sosial ini tidak secepatnya ditangani maka
tidak hanya menimbulkan kerugian bagi anak itu sendiri, tetapi juga bagi
lingkungan.

2.5 Prinsip-prinsip layanan


a. Prinsip kasih sayang
Sebagai manusia, anak berkebutuhan khusus membutuhkan kasih sayang dan bukan
belas kasihan. Perubahan lingkungan dari lingkungan keluarga yang penuh kasih sayang
ke lingkungan sekolah pada awal anak masuk sekolah merupakan peristiwa yang
menentukan bagi perkembangan anak selanjutnya. Untuk itu, guru seharusnya mampu
menggantikan kedudukan orangtua untuk memberikan perasaan kasih sayang kepada
anak. Wujud pemberian kasih sayang dapat berupa sapaan, pemberian tugas sesuai
dengan kemampuan anak, menghargai dan mengakui keberadaan anak.

b. Prinsip keperagaan
Anak berkebutuhan khusus ada yang memiliki kecerdasan di bawah jauh rata-rata.
Keadaan ini berakibat anak mengalami kesulitan dalam menangkap informasi, ia
memiliki keterbatasan daya tangkap pada hal-hal yang konkret, ia mengalami kesulitan
dalam menangkap hal-hal yang abstrak. Untuk itu, guru dalam membelajarkan anak
hendaknya menggunakan alat peraga yang memadai agar anak terbantu dalam
menangkap pesan. Alat-alat peraga hendaknya disesuaikan dengan bahan, suasana, dan
perkembangan anak.

c. Pengembangan minat dan bakat


Proses pembelajaran pada anak berkebutuhan khusus pada dasarnya mengembangkan
minat dan bakat mereka. Minat dan bakat masing-masing subjek didik berbeda, baik
dalam kuantitas maupun kualitasnya. Tugas guru dan orangtua adalah mengembangkan
minat dan bakat yang terdapat pada diri anak masing-masing. Hal ini dilakukan karena,
minat dan bakat seseorang memberikan sumbangan dalam pencapaian keberhasilan. Oleh
karena itu, proses pembelajaran pada anak berkebutuhan khusus hendaknya didasarkan
pada minat dan bakat yang mereka miliki.

d. Kemampuan anak
Masing-masing subjek didik perlu memperoleh perhatian dan layanan yang sesuai
dengan kemampuannya. Kemampuan yang dimaksud meliputi keunggulan-keunggulan
apa yang ada pada diri anak, dan juga aspek kelemahan-kelemahannya. Proses
pendidikan yang berdasar pada kemampuan anak akan lebih terarah ketimbang yang
berdasar bukan pada kemampuan anak, seperti keinginan orangtua atau tuntutan paket
kurikulum.
e. Model
Guru merupakan model bagi subjek didiknya. Perilaku guru akan ditiru oleh anak
didiknya. Oleh karena itu, guru perlu merancang secermat mungkin pembelajaran agar
model yang ditampilkannya oleh guru dapat ditiru oleh anak, mulai dari cara berpakaian,
bertutur kata, berdiri di kelas atau di luar kelas.Di sekolah, anak-anak lebih percaya pada
guru-gurunya daripada orangtuanya. Hal ini terjadi karena dunia anak telah pindah dari
lingkungan keluarga ke lingkungan baru, yaitu sekolah. Kepercayaan anak terhadap
orang-orang yang ada di sekolah perlu dimanfaatkan dalam proses pendidikan.

f. Pembiasaan
Penanaman pembiasaan pada anak normal lebih mudah bila dibarengi dengan informasi
pendukungnya. Hal ini tidak mudah bagi anak berkebutuhan khusus. Pembiasaan bagi
anak berkebutuhan khusus membutuhkan penjelasan yang lebih konkret dan berulang-
ulang. Hal ini dilakukan karena keterbatasan indera yang dimiliki oleh anak
berkebutuhan khusus dan proses berpikirnya yang kadang lambat. Untuk itu, pembiasaan
pada anak berkebutuhan khusus harus dilakuakn secara berulang-ulang dan diringi
dengan contoh yang konkret.

g. Latihan
Latihan merupakan cara yang sering ditempuh dalam pendidikan bagi anak berkebutuhan
khusus. Latihan sering dilakukan bersamaan dengan pembentukan pembiasaan. Porsi
latihan yang diberikan kepada anak berkebutuhan khusus disesuaikan dengan
kemampuan yang dimilikinya. Pemahaman akan kemampuan anak dalam memberikan
latihan pada diri subjek didik akan membantu penguasaan keterampilan yang telah
dirancangkan lebih dahulu. Latihan yang diberikan tidak melebihi kemampuan anak,
sehingga anak senang melakukan kegiatan yang telah diprogramkan oleh pengelola
pendidikan.
h. Pengulangan
Karakteristik umum anak berkebutuhan khusus adalah mudah lupa. Oleh karena itu,
pengulangan dalam memberikan informasi perlu memperoleh perhatian tersendiri.
Pengulangan diperlukan untuk memperjelas informasi dan kegiatan yang harus dilakukan
anak. Meskipun hal ini sering menjemukan, tetapi kenyataan mereka memerlukan demi
penguasaan suatu informasi yang utuh.
i. Penguatan
Penguatan atau reinforcement merupakan tuntutan untuk membentuk perilaku pada anak.
Pemberian penguatan yang tepat berupa pujian, atau penghargaan yang lain terhadap
munculnya perilaku yang dikehendaki pada anak akan membantu terbentuknya perilaku.
Pujian yang diberikan padanya akan memiliki arti tersendiri dalam pencapaian usaha
keberhasilan. Secara psikologis akan memberikan penghargaan pada diri subjek didik,
bahwa dirinya mampu berbuat. Penghargaan ini akan memberikan motivasi pada diri
mereka. Bila ini terjadi, anak akan berusaha untuk menampilkan prestasi lain.

2.6 PENDEKATAN LAYANAN

Secara umum, pendekatan layanan pendidikan bagi anak-anak berkebutuhan khusus ada dua,
yaitu:

1. Pendekatan kelompok/klasikal, memilki kelebihan dalam hal pelaksanaan dari segi


waktu, tenaga, dan biaya.
2. Pendekatan individual pencapaian kompetensi yang diharapkan tentu akan lebih baik dan
lebih efektif, sesuai dengan kondisi dan kemampuan masing-masing anak.

Selain itu, jika berorientasi ke pencapaian hasil belajar anak, ada dua pendekatan
yang digunakan dalam layanan pendidikan anak berkebutuhan khusus, yaitu pendekatan
remidial dan pendekatan akseleratif. Pendekatan remidial bertujuan untuk membantu
anak berkebutuhan khusus dalam upaya mencapai kompetensi yang ditentukan dengan
lebih menekankan pada hambatan atau kekurangan yang ada pada anak berkebutuhan
khusus.
3. Pendekatan remidial didasarkan pada bagian-bagian sub kompetensi yang belum dicapai
oleh anak.
4. Pendekatan layanan pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus bergantung pada
kelainan yang dialami anak. Anak tunanetra layanan pendidikan meliputi (1) penguasaan
braille, (2) latihan orientasi dan mobilitas, (3) penggunaan alat bantu dalam pembelajaran
berhitung dan matematika, meliputi cubaritma, papan taylor frame, abacus (sempoa)
dalam operasi penambahan, pengurangan, perkalian, pembagian, dan beberapa konsep
matematika braille, (4) pembelajaran pendidikan jasmani bagai anak tunanetra, dan (5)
pembelajaran IPA. Anak tunarungu, layanan pendidikanadalah terletak pada
pengembangan persepsi bunyi dan komunikasi. Anak tunadaksa layanan pendidikan
utama terletak pada bina gerak.Untuk memberikan layanan bina gerak yang tepat
diperlukan dukungan terapi, khususnya fisioterapi untuk memulihkan kondisi otot dan
tulang anak agar tidak semakin menurun kemampuannnya. Pendekatan layanan
pendidikan bagi anak tunagrahita lebih diarahkan pada pendekatan indivudual dan
pendekatan remidiatif. Tujuan utama layanan pendidikan bagi anak tunagrahita adalah
penguasaan kemampuan aktivitas kehidupan sehari-hari dalam mengelola diri sendiri.
Untuk mencapai itu perlu pembelajaran mengurus diri sendiri dan pengembangan
keterampilan vocational terbatas sesuai dengan kemampuannnya.Layanan pendidikan
khusus bagi anak tunagrahita meliputi latihan senso motorik, terapi bermain dan okupasi,
dan latihan mengurus diri sendiri. Pendekatan layanan pendidikan bagi anak tunalaras
adalah pendekatan bimbingan dan konseling serta terapi. Pendekatan terapi yang sering
digunakan untuk layanan pendidikan anak tunalaras adalah (1) insight-oriented therapies;
(2) play therapy; (3) group therapy; (4) behavior therapi; (5) marital and family therapy;
dan (6) drug therapy. Pendekatan layanan pendidikan bagi anak berbakat di sekolah dasar
dilakukan melalui dua tahap, yaitu tahap penjaringan (screening) dan tahap seleksi
(identifikasi) setelah teridentifikasi keberbakatan anak, langkah selanjutnya adalah
menentukan layanan pendidikan bagi mereka. Ada berbagai macam layanan pendidikan
bagai anak berbakat, yaitu layanan akselerasi, layanan kelas khusus, layanan kelas
unggulan, dan layanan bimbingan sosial dan kepribadian. Pendekatan layanan pendidikan
bagi anak berkesulitan belajar spesifik ada tiga macam, yaitu layanan remidiasi, layanan
kompensasi dan layanan prevensi.
Fasilitas pendidikan untuk anak berkebutuhan khusus bergantung pada
karakteristik masing-masing anak. Fasilitas pendidikan bagi anak tunanetra adalah braille
dan peralatan orientasi mobilitas, serta media pelajaran yang menungkinkan anak untuk
memanfaatan fungsi perabaan dengan optimal. Fasilitas pendidikan bagi anak tunarungu
meliputi audiometer, hearing aids, telephone-typewriter, mikro komputer, audiovisual,
tape recorde, spatel, cermin. Fasilitas pendidikan untuk anak tunagrahita adalah latihan
sensomotorik dan pembentukan motorik halus. Fasilitas pendukung pendidikan untuk
anak tunadaksa berkaitan dengan aksesibilitas gedung dan ruangan dan fasilitas
fisioterapi, terapi bermain, dan terapi okupasi. Selain itu, bagi anak tunadaksa adalah
fasilitas mobilisasi meliputi kruk, splint, brace, dan kursi roda. Fasilitas pendukung
pendidikan bagi anak tunalaras lebih berkaitan dengan fasilitas terapi bermain, terapi
okupasi, dan fisioterapi.Langkah awal yang dilakukan dalam menemukan dan
menentukan anak-anak berkebutuhan khusus di sekolah dasar adalah melalui identifikasi.
Secara umum, identifikasi adalah upaya menemukenali anak-anak yang diduga
mengalami kelainan, atau berkebutuhan khusus. Kegiatan ini sangat penting dilakukan
oleh guru, untuk dapat mememukan dan memberikan layanan sesuai dengan kebutuhan
pendidikannya. Identifikasi dapat dilakukan dengan beberapa teknik, diantaranya melalui
observasi yang dilakukan secara seksama dan sistematis, baik langsung maupun tidak
langsung. Untuk melengkapi data atau informasi yang diperoleh melalui observasi
tersebut, perlu dilakukan pula wawancara dengan orangtua, keluarga, teman sepermainan,
ataupun dengan fihak-fihak lain yang dapat memberikan informasi tambahan mengenai
keberadaan seorang anak. Selain itu identifikasi juga dapat dilakukan melalui teknik tes
yang berupa serangkaian tugas yang harus dikerjakan anak, baik yang sederhana buatan
guru sendiri ataupun tes psikologi yang telah distandarkan. Tes buatan guru sendiri dapat
dirancang berdasarkan usia anak, sedangkan tes psikologi merupakan bentuk tes yang
sudah dibakukan.Sebagai pendalaman materi ini, latihan-latihan dan kunjungan ke
sekolah-sekolah untuk anak berkebutuhan khusus sangat dianjurkan. Melalui aktivitas ini
didukung dengan pencermatan karakteristik anak-anak berkebutuhan khusus, maka
seorang guru tidak akan mengalami kesulitan dalam menemukenali anak-anak
berkebutuhan khusus di sekolah dasar.Asesmen merupakan aktivitas yang amat penting
dalam proses pembelajaran di sekolah, untuk itu pelaksanaannya harus benar-benar
dilakukan secara obyektif dan komprehentif terhadap kondisi dan kebutuhan anak. Pada
intinya asesmen berorientasi pada upaya pengumpulan informasi secara sistematis dalam
upaya perencanaan dan implementasi pembelajaran siswa di sekolah. Tujuan daripada
pelaksanaan asesmen dalam konteks pendidikan anak-anak berkebutuhan khusus
diantaranya adalah untuk (1) penseleksian anak-anak yang berkebutuhan khusus, (2)
penempatan siswa berkebutuhan khusus, sesuai dengan kemampuannya, (3) perencanaan
program dan strategi pembelajaran, dan (4) mengevaluasi serta memantau perkembangan
belajar siswa. Pelaksanaan asesmen tersebut dilakukan dengan terlebih dahulu
merumuskan tujuannya dengan memperhatikan tahapan ruang lingkup materinya.
Langkah selanjutnya adalah merumuskan prosedurnya, yang dapat dilakukan melalui tes
formal maupun informal untuk memperoleh informasi yang diperlukan. Dari hasil
informasi yang telah diperoleh, selanjutnya diolah dan dianalisis guna menentukan tujuan
pembelajaran, dan strateginya dalam pembelajaran yang sesuai dengan kebutuhan anak.
Sebagai tindak lanjutnya adalah implementasi kegiatan pembelajaran bagi anak-anak
berkebutuhan khusus. Ada beberapa teknik yang dapat dilakukan dalam upaya
pelaksanaan asesmen untuk anak-anak berkebutuhan khusus antara lain melalui
observasi, tes formal dan informal, dan wawancara, dengan didukung beberapa instrumen
seperti checklist ataupun skala penilaian.Anak berkebutuhan khusus memiliki
karakteristik yang unik, dengan berbagai ragam permasalahan belajar yang dihadapi di
sekolah. Untuk mengobtimalkan potensinya, maka perlu dirancang program khusus yang
sesuai dengan kebutuhan pendidikan masing-masing individu, yang mungkin selama ini
masih mengikuti program umum di sekolahnya. Program pembelajaran individual (PPI)
merupakan salah satu program yang disusun sesuai dengan kebutuhan individu anak-anak
berkebutuhan pendidikan khusus, baik untuk pendidikan jangka pendek atau jangka
panjang Langkah awal untuk mengembangkan program pembelajaran individu adalah
dengan melakukan identifikasi dan asesmen untuk mengetahui kompetensi dan bidang
kesulitan yang dialami oleh seorang anak. Informasi tersebut sangat diperlukan, terutama
untuk dapat memberikan layanan pendidikan yang sesuai. Untuk mengembangkan
program ini, ada beberapa langkah yang dapat dilakukan, yaitu; (1) mendeskripsikan
kompetensi siswa secara rinci pada saat sekarang dalam berbagai bidang pelajaran; (2)
merumuskan tujuan, baik jangka panjang (tahunan) ataupun tujuan jangka pendek, secara
khusus dalam kegiatan pembelajaran; (3) menentukan teknik dan alat evaluasi untuk
mengetahui kemajuan yang telah dicapai; (4) mengembangkan ranah kurikulum yang
akan dibuat atau diprogramkan, serta (5) menetapkan strategi pembelajaran, sesuai
dengan penekanan pada ranah kurikulumnya. Pelaksanaan program dilakukan dengan
terlebih dahulu berkoordinasi dengan tim, dan mempersiapkan materi dan lembar
kegiatan, fasilitas dan sumber, serta kalender akademik yang akan digunakan. Selama
pelaksanaan, kegiatan harus selalu dipantau dan dievaluasi untuk melihat perkembangan
dan kemajuan yang telah dicapai siswa.

2.7 FASILITAS PENDIDIKAN

Fasilitas pendidikan untuk anak berkesulitan belajar spesifik berkaitan dengan bagaimana
cara kita untuk menarik siswa dan membuat siswa mampu untuk melakukan hal – hal yang
mereka anggap sulit. Selain itu anak berkesulitan belajar spesifik ini harus mendapatkan
perhatian khusus.
 Anak yang kesulitan membaca
Dengan menggunakan buku yang didminasi oleh gambar maka anak tersebut akan
tertarik untuk sedikit demi sedikit berlatih membaca.
 Anak yang kesulitan menulis
Dengan alat bantu buku bergaris-garis maka anak tersebut akan bisa terbantu untuk
bagaimana cara menulis yang indah dan benar.
 Anak yang kesulitan berhitung
Dengan alat bantu berhitung misalnya saja sempoa dan menggunakan jari untuk
berhitung maka anak tersebut merasa akan terbantu dengan alat tersebut.

Selain itu dengan menggunakan metode mengajar yang menarik, maka anak tidak akan
merasa kesulitan dan menyukai mata pelajaran yang dianggaonya sulit itu.

Agar anak tersebut mampu untuk melawan berkesulitan belajar tersebut maka guru atau
orang tua hendaknya:

 Meminta anak untuk mengenali dirinya.


 Mengenali saat-saat menjadi minder, putus asa.

 Mengembangkan kemampuan non-akademik, misal : meja rapi, membantu teman, sopan.

BAB III

PENUTUP

3.1 KESIMPULAN

3.2 SARAN
DAFTAR PUSTAKA

Kirk, A. Samuel & Gallagher, J. James (1989). Educating Exceptional Children. Boston :
Houghton Mifflin Company.
Soedarso. 2001. Speed Reading: Sistem Membaca Cepat dan Efektif. Jakarta:Gramedia
Pustaka Utama

http://merahputih4pgsd.blogspot.com/2010/07/abk.html

http://pendidikankhusus.wordpress.com/2008/12/23/anak-berkesulitan-belajar/

http://kancahkreatif.blogspot.com/2011/02/faktor-kesulitan-belajar.html

http://id.shvoong.com/social-sciences/education/2258066-anak-dengan-kesulitan-belajar-
learning/#ixzz29B2EgiM6

Anda mungkin juga menyukai