Seorang petugas menyemprotkan cairan pembasmi di Stasiun Hankou, Wuhan, Provinsi Hubei Tengah,
Tiongkok, Rabu (22/1/2020). Otoritas Wuhan mengimbau warga untuk waspada dan membatalkan
perayaan tahun baru Cina karena melarang penyebaran virus korona. AFP
Penelitian dilakukan Wei Ji dari Departemen Mikrobiologi, Pusat Ilmu Kesehatan Universitas Peking,
Sekolah Ilmu Kedokteran Dasar, Beijing dan peneliti lain di China. Studi itu dilakukan dengan
menganalisis lima urutan genetik atau genom virus korona baru atau novel corona virus (2019-nCoV) dan
membandingkannya dengan 217 virus dari berbagai spesies, seperti burung, ular, marmut, landak,
kelelawar, hingga manusia.
Analisis mereka menunjukkan, virus baru terlihat mirip dengan yang ditemukan pada kelelawar yang
sebelumnya menjadi sumber infeksi sindrom pernapasan akut parah atau SARS di China beberapa tahun
yang lalu.
Namun, kumpulan peneliti menganalisis bioinformatika yang melengkapi urutan 2019-nCoV, itu
menunjukkan virus korona ini lebih dekat dengan ular. ”Singkatnya, hasil yang diperoleh dari analisis
pengurutan kami menunjukkan untuk pertama kali ular merupakan reservoir hewan paling mungkin
untuk 2019-nCoV berdasarkan bias penggunaan kodon sama,” tulis paper ilmiah ini.
Hasil yang diperoleh dari analisis pengurutan kami menunjukkan untuk pertama kali ular merupakan
reservoir hewan paling mungkin untuk 2019-nCoV berdasarkan bias penggunaan kodon sama.
Selain itu, analisis peneliti menentukan kombinasi homolog dalam lonjakan glikoprotein mengikat
reseptor, yang dapat menentukan penularan lintas spesies dari ular ke manusia. Dua jenis ular, yang
digunakan dalam analisis ini adalah Bungarus multicinctus (welang) dan Naja atra (kobra China).