Anda di halaman 1dari 18

Dasar Rangkaian Listrik dan Magnetik, III-1

MODUL III
DASAR RANGKAIAN LISTRIK DAN MAGNETIK

3.1 HUKUM-HUKUM DASAR RANGKAIAN LISTRIK

Berdasarkan sifat dari sinyal listrik di dalam rangkaian, secara garis besar rangkaian
listrik dapat dibedakan menjadi dua golongan besar yaitu rangkaian listrik arus searah dan
rangkaian listrik arus bolak-balik. Dalam rangkaian listrik arus searah, sinyal-sinyal listrik di
dalam rangkaian merupakan suatu besaran searah yaitu besaran listrik (arus, tegangan dan
daya) yang memiliki nilai konstan sepanjang waktu. Sedangkan dalam suatu rangkaian listrik
arus bolak-balik, sinyal-sinyal listrik rangkaian merupakan besaran-besaran yang berubah
terhadap waktu, misalnya sinyal sinusoidal dan lain-lain. Untuk sinyal listrik bolak-balik yang
bersifat periodik, sinyal-sinyal listriknya dapat dikarakterisasikan dengan dua besaran pokok

1
yaitu perioda sinyal (T, dimana T  f , dengan f adalah frekuensi sinyal) dan magnituda sinyal.

Meskipun kita mengenal dua macam rangkaian listrik yang berbeda, namun dalam analisisnya
hukum-hukum dasar rangkaian yang kita gunakan pada prinsipnya adalah sama. Terdapat tiga
hukum dasar utama yang kita gunakan dalam analisis rangkaian listrik. Ketiga hokum dasar
tersebut adalah:
 Hukum Ohm
 Hukum Kirchoff arus (KCL)
 Hukum Kirchoof tegangan (KVL)
 Hukum Ohm

Hukum Ohm secara umum dikenal sebagai karakterisasi hubungan arus dan tegangan
dari komponen rangkaian resistor. Namun Hukum Ohm sendiri (diambil dari nama George
Simon Ohm, 1787 – 1854) merupakan hasil analisis matematis dari rangkaian Galvanik yang
didasarkan pada analogy antara aliran listrik dan aliran panas. Formulasi Fourier untuk aliran
panas adalah :

dQ dT
 kA
dt dl

Pelatihan Operasi dan Trouble Shooting Turbin Generator


Jurusan Teknik Energi Politeknik Negeri Bandung
Dasar Rangkaian Listrik dan Magnetik, III-2

dengan Q adalah kuantitas panas dan T adalah temperature. Sedangkan k adalah konduktivitas
panas, A luas penampang dan l adalah tebal bidang.
Dengan mengikuti formulasi Fourier untuk persamaan konduksi panas dan
menganalogikan intensitas medan listrik dengan gradien temperature, Goerge Simon Ohm
menunjukkan bahwa arus listrik yang mengalir pada konduktor dapat dinyatakan dengan
persamaan:
A dv
I 
 dl
Dalam hal konduktor mempunyai luas penampang A yang merata, maka persamaan arus
itu menjadi:
AV V l
I   , dengan R 
 l R A
Dimana V adalah beda potensial pada konduktor sepanjang l yang luas penampangnya
A.  adalah karakteristik material yang dikenal sebagai resistivitas. Sedangkan R adalah
resistansi konduktor.
Hukum Ohm diatas dapat juga ditulis sebagai:
V  IR , atau untuk tegangan yang berubah terhadap waktu v  iR .
 Hukum Kirchoff Arus (KCL)
Hukum Kirchoff Arus ini menyatakan bahwa:
“Setiap saat, jumlah aljabar dari arus di satu titik simpul rangkaian adalah sama dengan
nol”
Disini kita harus memperhatikan tanda arus sesuai dengan elemen bersangkutan. Bila
arus menuju simpul ia bertanda positif, bila arus meninggalkan simpul ia bertanda negatif.
Dengan konvensi ini KCL dapat dinyatakan juga sebagai:
“Jumlah arus yang masuk ke suatu simpul sama dengan jumlah arus yang meninggalkan
simpul “
 Hukum Kirchoff Tegangan (KVL)
Hukum Kirchoff Tegangan ini menyatakan bahwa :
“ Setiap saat jumlah aljabar tegangan dalam suatu loop (rangkaian tertutup) adalah
sama dengan nol “
Disinipun kita harus memperhatikan tanda referensi tegangan dalam menuliskan
persamaan tegangan loop. Tegangan diberi tanda positif jika kita bergerak dari “+” ke “-“ dan
diberi tanda negatif bila kita bergerak dari “-“ ke “+”.

Pelatihan Operasi dan Trouble Shooting Turbin Generator


Jurusan Teknik Energi Politeknik Negeri Bandung
Dasar Rangkaian Listrik dan Magnetik, III-3

3.2 KOMPONEN-KOMPONEN RANGKAIAN LISTRIK

Secara garis besar komponen rangkaian listrik dapat dibagi menjadi dua yaitu
komponen rangkaian aktif dan komponen rangkaian pasif. Komponen rangkaian aktif
merupakan komponen yang memberikan daya kedalam rangkaian listrik (contohnya adalah
sumber tegangan dan sumber arus) sedangkan komponen pasif merupakan komponen
rangkaian yang menyerap daya. Kita mengenal tiga jenis komponen rangkaian pasif yaitu
resistansi, induktansi dan kapasitansi. Komponen rangkaian pasif induktansi dan kapasitansi
dikenal pula sebagai reaktansi (reaktansi induktif untuk komponen induktansi dan reaktansi
kapasitif untuk komponen kapasitansi).
 Resistansi dan Reaktansi

Dalam setiap rangkaian listrik, resistansi didefinisikan sebagai komponen yang bersifat
menahan aliran arus listrik. Dari hukum Ohm, resistansi dirumuskan oleh persamaan berikut:
VR
R ()
IR

Namun dalam suatu rangkaian listrik arus bolak-balik, resistansi hanya merupakan salah
satu bagian dari komponen yang bersifat menahan aliran arus listrik. Induktansi dan kapasitansi
dalam suatu rangkaian listrik arus bolak-balik juga merupakan komponen-komponen yang
bersifat menahan aliran arus listrik, yang dikenal juga dengan nama reaktansi.

Reaktansi induktif (XL) merupakan komponen yang bersifat melawan arus listrik bolak-
balik dalam suatu rangkaian induktif. Reaktansi induktif ini menyebabkan arus rangkaian yang
terbelakang terhadap tegangannya seperti tampak pada gambar 3.1. Reaktansi induktif ini
dirumuskan oleh persamaan:
XL = 2  f L ()
Dimana
 : konstanta sebesar 3,142
f : frekuensi suplai
L : induktansi rangkaian
Atau
VL
XL  ()
IL

Pelatihan Operasi dan Trouble Shooting Turbin Generator


Jurusan Teknik Energi Politeknik Negeri Bandung
Dasar Rangkaian Listrik dan Magnetik, III-4

Reaktansi kapasitif (XC) merupakan komponen yang menahan arus listrik bolak-balik
dalam rangkaian kapasitif. Reaktasi kapasitif ini mengakibatkan arus rangkaian yang
mendahului tegangannya, seperti tampak pada gambar 3.1. Reaktansi kapasitif ini dirumuskan
oleh persamaan:
1
XC  ()
2fC

Dimana
 : konstanta sebesar 3,142
f : frekuensi suplai
C : kapasitansi rangkaian
Atau
VC
XC  ()
IC

 Impedansi

Total dari komponen-komponen yang bersifat menahan arus dari rangkaian listrik arus
bolak-balik disebut dengan impedansi yang disimbolkan dengan huruf Z. Jadi impedansi
merupakan kombinasi dari resistansi, reaktansi induktif dan reaktansi kapasitif rangkaian yang
dapat dihitung dengan menggunakan persamaan:
Z  R 2  X 2 ()

Atau
Z = VT / IT

 Resistansi, Induktansi dan Kapasitansi dalam Rangkaian Arus Bolak-Balik

Jika hanya komponen resistor yang dihubungkan pada suatu rangkaian arus bolak-balik
maka gelombang arus dan tegangan akan mulai dan berakhir pada waktu yang bersamaan.
Gelombang-gelombang ini disebut dalam kondisi sefasa.

Jika suatu induktor murni dihubungkan pada rangkaian arus bolak-balik maka
gelombang arusnya akan tertinggal dengan sudut fasa 90 dari gelombang tegangannya.
Kondisi ini dikenal dengan istilah arus terbelakang terhadap tegangan sebesar 90. Sebaliknya
jika sebuah kapasitor murni yang terhubung pada rangkaian arus bolak-balik maka gelombang
arusnya akan mendahului gelombang tegangan dengan sudut fasa 90. Bermacam-macam efek

Pelatihan Operasi dan Trouble Shooting Turbin Generator


Jurusan Teknik Energi Politeknik Negeri Bandung
Dasar Rangkaian Listrik dan Magnetik, III-5

ini dapat diamati dengan menggunakan sebuah osiloskop. Adapun diagram rangkaian, bentuk
gelombang dan diagram fasor dari masing-masing rangkaian ini dapat dilihat pada gambar 3.1.

Gambar 3.1 Hubungan Tegangan dan Arus pada Rangkaian Resistif, Induktif dan Kapasitif

 Diagram Fasor

Diagram fasor dan rangkaian arus bolak-balik merupakan kombinasi yang tidak dapat
saling dipisahkan satu sama lainnya. Diagram fasa memungkinkan kita untuk membuat suatu
model atau gambaran dari rangkaian yang ditinjau yang akan membantu kita untuk memahami
rangkaian tersebut. Sebuah fasor merupakan suatu garis lurus yang memiliki panjang dan arah
tertentu yang merepresentasikan skala magnituda dan arah suatu gelombang misalnya arus,
tegangan ataupun impedansi.

Untuk menemukan efek kombinasi dari dua besaran maka kita harus
mengkombinasikan fasor-fasor dua besaran tersebut dengan cara menjumlahkan titik awal dari
fasor kedua pada titik akhir dari fasor pertama. Efek kombinasi dari kedua besaran ini
ditunjukkan oleh resultan fasornya yang diukur dari titik nol sampai ujung dari fasor terakhir.

 Sudut Fasa 

Dalam suatu rangkaian arus bolak-balik yang hanya mengandung komponen resistansi,
misalkan rangkaian pemanas listrik, tegangan dan arusnya akan sefasa yang artinya gelombang
tegangan dan arus ini akan mencapai nilai puncak dan nol masing-masing secara bersamaan
seperti tampak pada gambar 3.2(a).

Pelatihan Operasi dan Trouble Shooting Turbin Generator


Jurusan Teknik Energi Politeknik Negeri Bandung
Dasar Rangkaian Listrik dan Magnetik, III-6

Dalam suatu rangkaian arus bolak-balik yang mengandung komponen induktansi,


misalnya rangkaian motor atau lampu peluahan muatan, gelombang arusnya seringkali
mencapai nilai maksimum setelah gelombang tegangan yang artinya arus dan tegangannya tidak
sefasa seperti ditunjukkan oleh gambar 3.2 (b). Selisih fasa ini, diukur dalam selisih derajat
antara arus dan tegangan yang dikenal sebagai sudut fasa rangkaian dan disimbolkan oleh .

Gambar 3.2 Hubungan Fasa untuk Gelombang Arus Bolak-Balik (a) V dan I sefasa, sudut fasa
 = 0 dan faktor daya = cos = 1; (b) V dan I tergeser 45,  = 45 dan faktor daya = cos =
0,707; (c) V dan I tergeser 90,  = 90 dan faktor daya = cos = 0.

Untuk rangkaian-rangkaian yang mengandung dua atau lebih komponen-komponen


terpisah seperti RL, RC ataupun RLC, sudut fasa diantara total tegangan dan total arusnya
tidak akan bernilai 0 atau 90 tetapi akan ditentukan oleh nilai relatif dari resistansi dan
reaktansi rangkaian. Pada gambar 3.3 sudut fasa antara tegangan dan arus adalah sebesar .

Gambar 3.3 Rangkaian RL Seri dan Diagram Fasornya

3.3 RANGKAIAN SERI ARUS BOLAK-BALIK

Untuk suatu rangkaian yang mengandung sebuah komponen rangkaian resistor dan
induktor yang terhubung seri seperti tampak pada gambar 3.3, arus I akan mengalir melalui
komponen resistor dan induktor dan mengakibatkan terjadinya jatuh tegangan VR pada resistor
dan VL pada induktor. Jumlah dari kedua tegangan ini akan sama dengan tegangan suplai, VT.
Namun karena rangkaian ini merupakan rangkaian arus bolak-balik maka penjumlahan kedua
tegangan ini merupakan penjumlahan fasor. Hasil penjumlahan fasor ini terlihat pada gambar
Pelatihan Operasi dan Trouble Shooting Turbin Generator
Jurusan Teknik Energi Politeknik Negeri Bandung
Dasar Rangkaian Listrik dan Magnetik, III-7

3.3, dimana VR digambarkan dengan skala tertentu dan sefasa dengan arus sedangan VL
digambarkan dengan skala yang sama namun mendahului arus sebesar 90. Penjumlahan kedua
fasor ini akan menghasilkan magnituda dan arah dari tegangan VT, yang mendahului arus pada
sudut fasa tertentu sebesar .

Pada rangkaian yang mengandung komponen rangkaian berupa resistor dan kapasitor
yang terhubung seri seperti tampak pada gambar 3.4, arus I akan mengalir melalui komponen
resistor dan kapasitor yang akan mengakibatkan jatuh tegangan VR dan VC. Tegangan VR akan
sefasa dengan arus sedangkan tegangan VC akan terbelakang terhadap arus sebesar 90.
Penjumlahan fasor tegangan ini akan sama dengan VT, yang seperti tampak pada gambar 3.4,
tertinggal terhadap arus dengan sudut fasa .

Gambar 3.4 Rangkaian RC Seri dan Diagram Fasornya

 Segitiga Impedansi

Sejauh ini kita telah membangun konsep umum mengenai diagram fasor untuk
rangkaian arus bolak-balik hubungan seri. Gambar 3.3 dan 3.4 menunjukkan fasor-fasor
tegangan masing-masing rangkaian RL dan RC seri. Namun kita ketahui pula bahwa VR = IR,
VL = IXL, VC = IXC dan VT = IZT, dan oleh karenanya diagram fasor (a) dan (b) dari gambar 3.5
haruslah sama dan ekivalen. Dari gambar 3.5 (b), dengan menggunakan teorema Phytagoras
diperoleh:
(IZ)2 = (IR)2 + (IX)2
I2Z2 = I2R2 + I2X2
Jika kemudian masing-masing suku persamaan diatas kita bagi dengan I2 maka akan diperoleh:
Z2 = R2 + X2 atau Z = (R2 + X2) 
Diagram fasornya dengan demikian dapat disederhanakan menjadi segitiga impedansi seperti
tampak pada gambar 3.5 (c).

Pelatihan Operasi dan Trouble Shooting Turbin Generator


Jurusan Teknik Energi Politeknik Negeri Bandung
Dasar Rangkaian Listrik dan Magnetik, III-8

Gambar 3.5 Diagram Fasor dan Segitiga Impedansi

3.4 DAYA DAN FAKTOR DAYA

Faktor daya (p.f.) didefinisikan sebagai kosinus dari sudut fasa antara arus dan
tegangan:
p.f. = cos 
Jika arus terbelakang terhadap tegangan seperti yang diperlihatkan pada gambar 3.3, kita
katakan bahwa faktor daya terbelakang, dan jika arus mendahului tegangan seperti gambar 3.4
maka kita sebut faktor daya mendahului. Berdasarkan fungsi trigonometri dari segitiga
impedansi yang terlihat pada gambar 3.5, faktor daya akan sama juga dengan:
p.f. = cos  = R / Z = VR / VT
Daya listrik dalam rangkaian merupakan perkalian dari nilai sesaat tegangan dan arusnya.
Gambar 3.6 menunjukkan gelombang tegangan dan arus untuk induktor dan kapasitor murni.
Gelombang daya diperoleh dari perkalian antara tegangan dan arus pada setiap titik siklus.
Dapat dilihat bahwa gelombang daya berbalik setiap seperempat siklus. Hal ini menandakan
bahwa energi disuplaikan secara bolak-balik ke dalam ataupun ke luar dari induktor dan
kapasitor. Untuk satu siklus lengkap, jumlah bagian positif dan negatif dari gelombang daya
tersebut adalah sama besar, menunjukkan bahwa nilai rata-rata daya yang dikonsumsi oleh
induktor atau kapasitor murni adalah sama dengan nol. Hal ini memperlihatkan bahwa induktor

Pelatihan Operasi dan Trouble Shooting Turbin Generator


Jurusan Teknik Energi Politeknik Negeri Bandung
Dasar Rangkaian Listrik dan Magnetik, III-9

dan kapasitor akan menyimpan energi selama satu bagian siklus tegangan dan mengirimkannya
kembali kepada suplai pada siklus berikutnya. Induktor menyimpan energi dalam bentuk medan
magnet sedangkan kapasitor dalam bentuk medan listrik.

Dalam suatu rangkaian listrik, daya yang diambil dari suplai akan lebih besar daripada
daya yang akan dikembalikan karena sejumlah daya yang ditarik tersebut akan didisipasikan
sebagai panas oleh resistansi rangkaian:
P = I2R (W)

Untuk setiap rangkaian arus searah, besarnya daya yang dikonsumsi diberikan oleh
perkalian antara tegangan dan arus karena dalam suatu rangkaian arus searah tegangan dan
arusnya adalah sefasa. Sedangkan untuk rangkaian arus bolak-balik daya yang dikonsumsi
diberikan oleh perkalian arus dan bagian tegangan yang sefasa dengan arus. Komponen
tegangan yang sefasa ini dirumuskan oleh persamaan V cos  dan oleh karenanya daya yang
dikonsumsi ini dapat dirumuskan melalui persamaan:
P = VI cos  (W)

Pelatihan Operasi dan Trouble Shooting Turbin Generator


Jurusan Teknik Energi Politeknik Negeri Bandung
Dasar Rangkaian Listrik dan Magnetik, III-10

Gambar 3.6 Bentuk Gelombang Daya Arus Bolak-Balik pada Rangkaian Induktif Murni dan
Kapasitif Murni

3.5 SISTEM ARUS BOLAK-BALIK TIGA FASA

Tegangan bolak-balik tiga fasa dibangkitkan dengan cara yang sama persis dengan
tegangan bolak-balik satu fasa. Untuk membangkitkan suatu tegangan tiga fasa, tiga belitan
terpisah yang masing-masing berjarak 120 diputar dalam suatu medan magnet. Tegangan yang
dibangkitkan akan berupa tiga buah gelombang sinusoidal identik yang masing-masing berbeda
fasa sebesar 120 seperti tampak pada gambar 3.7.

Pelatihan Operasi dan Trouble Shooting Turbin Generator


Jurusan Teknik Energi Politeknik Negeri Bandung
Dasar Rangkaian Listrik dan Magnetik, III-11

Gambar 3.7 Pembangkitan Tegangan Tiga Fasa

 Hubungan Bintang dan Delta


Belitan-belitan tiga fasa dapat dihubungkan secara bintang ataupun delta seperti terlihat
pada gambar 3.8. Pada gambar ini juga terlihat hubungan antara arus fasa dan arus saluran
serta tegangan fasa dan tegangan saluran untuk masing-masing hubungan belitan. Besaran 3
merupakan suatu konstanta untuk rangkaian tiga fasa dengan nilai desimal 1,732. Hubungan
delta umumnya digunakan untuk keperluan transmisi daya listrik karena hubungan ini hanya
akan memerlukan tiga buah kawat penghantar. Hubungan delta ini juga banyak digunakan
untuk menghubungkan belitan-belitan motor karena akan dapat diperoleh belitan fasa yang
benar-benar seimbang sehingga tidak memerlukan kawat netral.

Hubungan bintang memiliki keuntungan yaitu tersedianya dua macam tegangan masing-
masing tegangan saluran diantara dua fasa serta tegangan fasa ke netral yang dihubungkan
pada titik tengah hubungan bintang.
Dalam setiap sistem hubungan bintang arus akan mengalir melalui saluran (IL), ke beban
dan kembali ke sumber melalui kawat netral di titik tengah hubungan bintang. Untuk sistem
tiga fasa seimbang semua arus akan memiliki nilai yang sama besar dan jika fasor-fasornya
saling dijumlahkan akan menghasilkan arus resultan yang sama dengan nol. Dengan demikian
tidak akan ada arus yang mengalir pada kawat netral dan titik tengah hubungan bintang
memiliki tegangan nol volt. Titik tengah hubungan bintang suatu transformator distribusi
biasanya ditanahkan karena tanah dipandang memiliki tegangan yang sama dengan nol juga.
Sistem yang dihubungkan dalam hubungan bintang dikenal juga dengan nama sistem tiga fasa
empat kawat yang memungkinkan kita untuk menghubungkan beban-beban satu fasa pada
sistem tiga fasa.

Pelatihan Operasi dan Trouble Shooting Turbin Generator


Jurusan Teknik Energi Politeknik Negeri Bandung
Dasar Rangkaian Listrik dan Magnetik, III-12

Gambar 3.8 Hubungan Bintang dan Delta

 Daya Tiga Fasa

Telah kita ketahui sebelumnya bahwa untuk sistem fasa tunggal daya listrik dapat
dihitung dengan menggunakan rumus:
Daya  VI cos  (W)
Untuk setiap sistem tiga fasa seimbang, daya totalnya akan sama dengan tiga kali daya masing-
masing fasa.
 Daya total tiga fasa  3VP IP cos  (W) (1)
Untuk hubungan bintang,
VL
VP  dan IL  IP (2)
3
Dengan mensubstitusi persamaan (2) ke dalam persamaan (1), diperoleh
 Daya total tiga fasa  3 VL IL cos  (W)

untuk hubungan delta,


IL
IP  dan VL  VP (3)
3
Dengan mensubstitusi persamaan (3) ke persamaan (1) untuk beban yang seimbang akan
diperoleh:
 Daya total tiga fasa  3 VL IL cos  (W)

3.6 MAGNETISME
Sebuah kawat penghantar yang dialiri arus akan menimbulkan medan magnet di
sekelilingnya yang besarnya sebanding dengan besar arus yang mengalir. Jika medan magnet ini

Pelatihan Operasi dan Trouble Shooting Turbin Generator


Jurusan Teknik Energi Politeknik Negeri Bandung
Dasar Rangkaian Listrik dan Magnetik, III-13

berinteraksi dengan medan magnet yang lain maka akan dihasilkan gaya. Konsep ini merupakan
prinsip kerja dari motor-motor listrik.
Michael Faraday pada tanggal 29 Agustus 1831 mendemontrasikan suatu percobaan
yang menunjukkan bahwa listrik dapat dihasilkan dari medan magnet. Faraday menyatakan
bahwa “jika sebuah kawat penghantar memotong atau dipotong oleh medan magnet, gaya
gerak listrik akan terinduksi pada kawat penghantar tersebut. Besarnya gaya gerak listrik
yang diinduksikan adalah sebanding dengan kecepatan medan magnet memotong kawat
penghantar”. Prinsip ini menjadi dasar dari hukum-hukum pembangkitan listrik di masa-masa
sekarang ini dimana medan magnetik yang kuat diputar didalam belitan kawat penghantar
untuk membangkitkan listrik.
Hukum ini dapat ditranslasikan menjadi formula sebagai berikut:
Gaya gerak listrik (ggl) induksi = Blv (V)
dimana:
B : rapat fluksi magnetik (Tesla). Satuan tesla ini diambil dari nama ilmuwan
Yugoslavia Nikola Tesla (1856 – 1943) yang menemukan alternator dan motor 2
fasa dan 3 fasa.
l : panjang kawat penghantar di dalam medan magnetik (m)
v : kecepatan kawat penghantar dalam memotong medan magnetik (m/detik)

 Induktansi

Jika sebuah kawat kumparan dililitkan pada sebuah inti besi seperti tampak pada
gambar 3.9, medan mengetik akan dibangkitkan di dalam inti besi tersebut jika terdapat arus
yang mengalir pada kumparan sebagai akibat dari proses penutupan saklar.

Gambar 3.9 Kumparan Induktif

Jika kemudian arus listrik ini diputuskan dengan membuka saklar maka fluksi magnetik
yang dibangkitkan sebelumnya akan gugur. Fluksi magnetik ini akan menginduksikan ggl pada

Pelatihan Operasi dan Trouble Shooting Turbin Generator


Jurusan Teknik Energi Politeknik Negeri Bandung
Dasar Rangkaian Listrik dan Magnetik, III-14

kumparan dan muncul sebagai tegangan di titik kontak saklar. Efek ini dikenal sebagai
induktansi diri atau singkatnya induktansi yang merupakan salah satu sifat yang dimiliki oleh
kumparan. Unit satuan yang digunakan untuk mengukur induktansi ini adalah henry (H),
sebagai penghargaan atas jasa fisikawan Amerika Joseph Henry (1797 – 1878). Suatu
rangkaian dikatakan memiliki induktansi 1 H jika ggl 1V terinduksi pada rangkaian karena laju
perubahan arus sebesar 1 A/detik.

Sebuah lampu fluoresen akan memiliki kumparan induktif yang terhubung seri dengan
tabung dan pengasut lampu. Saklar pengasut lampu akan menutup dan membuka dengan cepat
sehingga mengakibatkan perubahan arus yang sangat cepat yang akan menginduksikan
tegangan yang sangat besar diantara elektroda-elektroda tabung yang cukup untuk
menimbulkan percikan bunga api di dalam tabung.

Jika dua buah kawat kumparan terpisah diletakkan saling berdekatan, seperti
kumparan-kumparan dalam transformator, arus yang mengalir pada salah satu kumparan akan
membangkitkan fluksi magnetik yang juga akan melingkupi kumparan kedua. Fluksi magnetik
ini akan menginduksikan tegangan pada kumparan kedua. Ini merupakan prinsip dasar dari
kerja transformator. Kedua kumparan dalam kasus ini dikatakan memiliki induktansi bersama
atau induktansi mutual, seperti terlihat pada gambar 3.10. Induktansi mutual 1 H muncul
diantara dua buah kumparan ketika perubahan arus 1 A/detik di salah satu kumparan akan
menginduksikan ggl sebesar 1 volt pada kumparan lainnya.

Gambar 3.10 Induksi Mutual diantara Dua Kumparan

Pelatihan Operasi dan Trouble Shooting Turbin Generator


Jurusan Teknik Energi Politeknik Negeri Bandung
Dasar Rangkaian Listrik dan Magnetik, III-15

Ggl yang terinduksi pada sebuah kumparan seperti tampak pada gambar 3.9 akan
bergantung pada laju perubahan fluksi magnetik dan jumlah lilitan kumparan. Nilai rata-rata
dari ggl yang terinduksi ini diberikan oleh persamaan:
 ( 2   1 )
ggl   N (V)
t
dimana:
 : fluksi magnetik (Weber, Wb). Satuan weber ini digunakan sebagai penghargaan atas
jasa-jasa fisikawan Jerman, Wilhelm Weber (1804 – 1891).
t : waktu (detik)
N : jumlah lilitan

Perlu untuk diperhatikan bahwa tanda minus dalam persamaan diatas menunjukkan
bahwa ggl yang diinduksikan merupakan ggl balik yang melawan laju perubahan arus dan
dikenal dengan nama Hukum Lenz’s.

Energi yang Tersimpan Dalam Medan Magnetik


Ketika kita membuka saklar dari rangkaian induktif, misalnya rangkaian induktif yang
terlihat pada gambar 3.9, fluksi magnetiknya akan gugur dan mengakibatkan terjadinya
percikan api pada titik-titik kontak saklar. Percikan bunga api ini muncul karena pelepasan
energi magnetik yang tersimpan. Energi magnetik yang tersimpan, dalam satuan Joule,
dirumuskan oleh persamaan:

energi  W  1 2 LI 2 (J)

dimana:
L : induktansi kumparan (H)
I : arus yang mengalir dalam kumparan (A)

 Hysteresis Magnetik

Terdapat bermacam-macam jenis bahan magnetik yang masing-masing memiliki


responnya tersendiri yang berbeda satu sama lainnya jika dimagnetisasi. Beberapa material
mudah untuk dimagnetisasi sementara beberapa yang lainnya sukar untuk dimagnetisasi.
Beberapa bahan memiliki kemampuan untuk mempertahankan sifat magnetisasinya sementara
beberapa yang lain mudah untuk kehilangan sifat magnetisasinya. Sifat-sifat magnetik dari
suatu contoh bahan dapat diamati secara detil jika kita melakukan pengukuran rapat fluksi (B)
dari bahan tersebut dengan cara meningkatkan dan menurunkan kuat medan magnet (H). Hasil

Pelatihan Operasi dan Trouble Shooting Turbin Generator


Jurusan Teknik Energi Politeknik Negeri Bandung
Dasar Rangkaian Listrik dan Magnetik, III-16

pengujian sifat magnetik suatu bahan akan memiliki grafik yang kira-kira mirip dengan grafik
yang diperlihatkan pada gambar 3.11. Grafik pemagnetan seperti ini dikenal dengan nama
kurva lingkar hysterisis.

Gambar 3.11 Kurva Lingkar Hysterisis: (a) bahan elektromagnetik; (b) bahan magnetik
permanen.

Efek hysterisis ini akan mengakibatkan bahan-bahan magnetik memiliki kemampuan


untuk tetap mempertahankan sifat-sifat magnetiknya setelah kuat medan magnetnya
dihilangkan. Rapat fluksinya (B) tetap ada meskipun nilai H dibuat bernilai nol dan dikenal
dengan nama rapat fluksi sisa. Rapat fluksi sisa ini dapat dikurangi sampai menjadi nol dengan
cara memberikan nilai kuat medan magnetik negatif (-H). Gaya demagnetisasi ini dikenal
sebagai gaya koersif.

Apabila suatu bahan magnetik telah pernah digunakan untuk melakukan kerja hingga
mencapai kondisi saturasi magnetik yaitu mencapai nilai Bmaksimum dan Hmaksimum maka rapat fluksi
sisanya disebut dengan istilah remanensi dan gaya koersifnya disebut dengan istilah koersifitas.
Nilai koersifitas ini sangat bervariasi untuk berbagai bahan magnetik yang berbeda, mulai dari
40.000 A/m untuk Alnico (campuran logam yang terdiri atas besi, aluminium dan nikel sebagai
bahan pembentuk magnet permanen) hingga 3 A/m untuk bahan yang disebut dengan Mumetal
(campuran logam besi dan nikel).

Pelatihan Operasi dan Trouble Shooting Turbin Generator


Jurusan Teknik Energi Politeknik Negeri Bandung
Dasar Rangkaian Listrik dan Magnetik, III-17

Bahan-bahan yang digunakan untuk membuat magnet permanen umumnya memiliki


nilai rapat fluksi sisa dan gaya koersif yang tinggi sehingga kurva lingkar hysterisisnya akan
tampak lebar dan gemuk seperti diperlihatkan oleh gambar 3.11 (b).

Bahan untuk inti elektromagnet dipersyaratkan untuk mudah dimagnetisasi dan


didemagnetisasi. Sehingga bahan-bahan magnetik yang cocok untuk digunakan ialah bahan-
bahan yang memiliki kurva lingkar hysterisis yang sempit dan ramping dengan nilai rapat fluksi
sisa dan gaya koersif yang rendah seperti tampak pada gamar 3.11 (a).
Efek hysterisis ini akan mengakibatkan terjadinya rugi-rugi energi yang diakibatkan
oleh perubahan fluksi magnetik. Rugi-rugi energi ini akan muncul sebagai panas dari inti
magnet. Besarnya rugi-rugi energi yang terjadi selama satu siklus perubahan fluksi akan sama
dengan luas daerah tertutup dari kurva lingkar hysterisisnya.

Pada saat suatu inti besi dimagnetisasi secara bolak-balik, misalnya pada suatu
transformator, rugi-rugi energi akan muncul pada setiap siklus sehingga akan mengakibatkan
kehilangan daya yang kontinyu. Oleh karena alasan ini, untuk aplikasi seperti transformator ini
dipilih bahan-bahan magnetik yang memiliki kurva lingkar hysterisis yang ramping dan sempit.

 Aturan Tangan Kanan Fleming


Sejauh ini telah kita bahas dan lihat bahwa listrik dan magnet saling dihubungkan satu
sama lain berdasarkan hukum Faraday mengenai induksi elektromagnetik yang menyatakan
bahwa suatu gaya akan dibangkitkan pada sebuah kawat penghantar yang dialiri arus listrik
yang diletakkan di dalam suatu medan magnetik dan ggl induksi akan dibangkitkan jika suatu
kawat penghantar digerakkan di dalam medan magnetik. Hukum ini diterapkan pada motor-
motor listrik dan generator. Beberapa tahun kemudian Fleming menemukan bahwa ibu jari,
telunjuk dan jari tengah tangan kanan dapat digunakan untuk memprediksi arah ggl yang
terinduksi. Selanjutnya Fleming memformulakan aturan yang kemudian dikenal sebagai aturan
tangan kanan Fleming yang menyatakan bahwa dengan mengembangkan ibu jari, telunjuk dan
jari tengah tangan kanan sedemikian hingga ketiganya relatif saling tegak lurus satu sama lain
maka jika jari telunjuk akan menunjukkan arah medan magnetik (utara ke selatan) dan ibu jari
menunjukkan arah gerakan kawat penghantar relatif terhadap fluksi magnetik maka jari tengah
akan menunjukkan arah ggl induksi dan aliran arus. Aturan tangan kanan ini ditunjukkan pada
gambar 3.12 di bawah.

Pelatihan Operasi dan Trouble Shooting Turbin Generator


Jurusan Teknik Energi Politeknik Negeri Bandung
Dasar Rangkaian Listrik dan Magnetik, III-18

Gambar 3.12 Aturan Tangan Kanan Fleming

 Hukum Lenz

Setelah diterbitkannya hasil-hasil pekerjaan dan percobaan Michael Faraday mengenai


pembangkitan listrik dari medan magnet pada tahun 1831, ilmuwan-ilmuwan dari berbagai
negara banyak yang mengulang percobaan ini dan membangun prinsip-prinsip dasar tambahan
untuk penyempurnaan ilmu pengetahuan ini.

Pada tahun 1834, seorang ilmuwan Rusia bernama Heinrich Lenz berhasil menemukan
hukum induksi elektromagnetik lain yang menyatakan bahwa arah dari ggl induksi adalah
sedemikian hingga akan selalu menghasilkan arus yang melawan penyebab munculnya ggl
induksi ini.

Hukum ini membawa kita kepada prinsip ggl balik yang muncul pada motor-motor
listrik dan menjadi alasan dari penggunaan tanda minus pada rumus yang digunakan untuk
menghitung ggl induksi suatu kumparan seperti gambar 3.9.

Pelatihan Operasi dan Trouble Shooting Turbin Generator


Jurusan Teknik Energi Politeknik Negeri Bandung

Anda mungkin juga menyukai