Anda di halaman 1dari 34

LAPORAN PENDAHULUAN

TRAUMA OKULI
A. KONSEP DASAR MEDIK
1. PENDAHULUAN
Trauma okuli merupakan trauma atau cedera yang terjadi pada mata
yang dapat mengakibatkan kerusakan pada bola mata, kelopak mata, saraf mata
dan rongga orbita, kerusakan ini akan memberikan penyulit sehingga
mengganggu fungsi mata sebagai indra penglihat. Trauma okuli merupakan
salah satu penyebab yang sering menyebabkan kebutaan unilateral pada anak
dan dewasa muda, karena kelompok usia inilah yang sering mengalami trauma
okuli yang parah. Dewasa muda (terutama laki-laki) merupakan kelompok yang
paling sering mengalami trauma okuli. Penyebabnya dapat bermacam-macam,
diantaranya kecelakaan di rumah, kekerasan, ledakan, cedera olahraga, dan
kecelakaan lalu lintas (Shetlar, D.J., 2010).
Prevalensi kebutaaan akibat trauma okuli secara nasional belum
diketahui dengan pasti, namun pada Survey Kesehatan Indra Penglihatan dan
Pendengaran pada tahun 1993-1996 didapatkan bahwa trauma okuli
dimasukkan ke dalam penyebab kebutaan lain-lain sebesar 0,15% dari jumlah
total kebutaan nasional yang berkisar 1,5%. Trauma okuli juga bukan
merupakan 10 besar penyakit mata yang menyebabkan kebutaan (Shetlar, D.J.,
2010).
Secara umum trauma okuli dibagi menjadi dua yaitu trauma okuli
perforans dan trauma okuli non perforans. Sedangkan klasifikasi trauma okuli
berdasarkan mekanisme trauma terbagi atas trauma mekanik (trauma tumpul
dan trauma tajam), trauma radiasi (sinar inframerah, sinar ultraviolet, dan sinar
X) dan trauma kimia (bahan asam dan basa) (Shetlar, D.J., 2010).
2. ANATOMI FISIOLOGI
a. Kelopak mata
Kelopak mata auatu palpebra mempunyai fungsi melindungi bola
mata, serta mengeluarkan sekresi kelenjar yang membentuk film air mata
di depan kornea. Kelopak merupakan alat menutup mata yang berguna
untuk melindungi bola mata terhadap trauma, trauma sinar dan pengeringan
bola mata. Kelopak mempunyai lapis kulit yang tipis pada bagian depan
sedang di bagian belakang ditutupi selaput lendir tarsus yang disebut
konjungtiva tarsal (Perdami, 2009).
Gangguan penutupan kelopak akan mengakibatkan keringnya
permukaan mata sehingga terjadi keratitis et lagoftalmus. Pada kelopak
terdapat bagian-bagian (Perdami, 2009).
- Kelenjar : kelenjar sebasea, kelenjar moll atau kelenjar keringat,
kelenjar zeis pada pangkal rambut dan kelnjar meibom pada tarsus.
Di dalam kelopak terdapat tarsus yang merupakan jaringan ikat
dengan kelnjar di dalamnya atau kelenjar meibom yang bermuara pada
margo palpebra. Septum orbita yang merupakan jaringan fibrosis berasal
dari rima orbita merupakan pembatas isi orbita dengan kelopak. Tarsus
ditahan oleh septum orbita yang melekat pada rima orbita pada seluruh
lingkaran pembukaan rongga orbita. Tarsus (terdiri atas jaringan ikat yang
merupakan jaringan penyokong kelopak dengan kelenjar meibom (40 di
kelopak atas dan 20 pada kelopak bawah). Pembuluh darah yang
memperdarahinya adalah arteri palpebra (Perdami, 2009).
Konjungtiva tarsal yang terletak dibelakang kelopak hanya dapat
dilihat dengan melakukan eversi kelopak. Konjungtiva merupakan
membrane mukosa yang mempunya sel goblet yang menghasilkan musin
(Perdami, 2009).
b. Sistem Lakrimalis
Sistem sekresi air mata atau lakrimal terletak di daerah temporal
bola mata. Sistem ekskresi mulai pada pungtum lakrimalis, kanalikuli
lakrimal, sakus lakrimal yang terletak di bagian depan rongga orbita, air
mata dari duktus lakrimal akan mengalir ke dalam rongga hidung di dalam
meatus inferior (Perdami, 2009).

c. Bola Mata

1) Sklera
Sklera merupakan jaringan ikat yang kenyal dan memberikan
bentuk pada mata serta bagian putih pada bola mata yang bersama
kornea sebagai pembungkus dan pelindung isi bola mata. Kekakuan
tertentu pada sklera mempengaruhi tekanan bola mata (Perdami, 2009).
2) Kornea
Menurut, (Perdami, 2009) Kornea (Latin cornum=seperti
tanduk) adalah selaput bening mata, bagian selaput mata yang tembus
cahaya. Kornea merupakan lapisan jaringan yang menutupi bola mata
sebelah depan dan terdiri atas 5 lapis, yaitu:
a) Epitel
- Tebalnya 50 μm, terdiri atas 5 lapis selepitel tidak bertanduk yang
saling tumpang tindih; satu lapis sel basal, sel poligonal dan sel
gepeng.
- Pada sel basal sering terlihat mitosis sel, dan sel muda ini terdorong
ke depan menjadi lapis sel sayap dan semakin maju ke depan
menjadi sel gepeng, sel basal berikatan erat berikatan erat dengan
sel basal di sampingnya dan sel poligonal di depannya melalui
desmosom dan makula okluden; ikatan ini menghambat pengaliran
air, eliktrolit, dan glukosa yang merupakan barrier.
- Sel basal menghasilkan membran basal yang melekat erat
kepadanya. Bila terjadi gangguan akan mengakibatkan erosi
rekuren.
- Epitel berasal dari ektoderm permukaan
b) Membran Bowman
- Terletak di bawah membran basal epitel kornea yang merupakan
kolagen yang tersusun tidak teratur seperti stroma dan berasal dari
bagian depan stroma.
- Lapisan ini tidak mempunyai daya regenerasi
c) Stroma
- Terdiri atas lamel yang merupakan susunan kolagen yang sejajar
satu dengan lainnya, pada permukaan terlihat anyaman yang teratur
sadangkan dibagian perifer serat kolagen ini bercabang;
terbentuknya kembali serat kolagen memakan waktu lama yang
kadang-kadang sampai 15 bulan. Keratosit merupakan sel stroma
kornea yang merupakan fibroblas terletak di antara serat kolagen
stroma. Diduga keratosit membentuk bahan dasar dan serat kolagen
dalam perkembangan embrio atau sesudah trauma.
d) Membran Descement
- Merupakan membran aselular dan merupakan batas belakang
stroma kornea dihasilkan sel endotel dan merupakan membran
basalnya.
- Bersifat sangat elastis dan berkembang terus seumur hidup,
mempunyai tebal 40 μm.
e) Endotel
- Berasal dari mesotelium, berlapis satu,bentuk heksagonal, besar 20-
40 μm. Endotel melekat pada membran descement melalui hemi
desmosom dan zonula okluden.
Kornea dipersarafi oleh banyak saraf sensoris terutama berasal
dari saraf siliar longus, saraf nasosiliar, saraf V. saraf siliar longus
berjalan supra koroid, masuk ke dalam stroma kornea, menembus
membran Boeman melepaskan selubung Schwannya. Seluruh lapis
epitel dipersarafi samapai kepada kedua lapis terdepan tanpa ada akhir
saraf. Bulbus Krause untuk sensasi dingin ditemukan di daerah limbus.
Daya regenerasi saraf sesudah dipotong di daerah limbus terjadi dalam
waktu 3 bulan (Perdami, 2009).
Trauma atau panyakkit yang merusak endotel akan
mengakibatkan sistem pompa endotel terganggu sehingga dekompresi
endotel dan terjadi edema kornea. Endotel tidak mempunya daya
regenerasi. Kornea merupakan bagian mata yang tembus cahaya dan
menutup bola mata di sebelah depan. Pembiasan sinar terkuat dilakukan
oleh kornea, dimana 40 dioptri dari 50 dioptri pembiasan sinar masuk
kornea dilakukan oleh kornea (Perdami, 2009).
3) Aqueous Humor
Aqueous humor mengandung zat-zat gizi untuk kornea dan lensa,
keduanya tidak memiliki pasokan darah. Adanya pembuluh darah di
kedua struktur ini akan mengganggu lewatnya cahaya ke fotoreseptor.
Aqueous humor dibentuk dengan kecepatan 5 ml/hari oleh jaringan
kapiler di dalam korpus siliaris, turunan khusus lapisan koroid di sebelah
anterior. Cairan ini mengalir ke suatu saluran di tepi kornea dan akhirnya
masuk ke darah. Jika aqueous humor tidak dikeluarkan sama cepatnya
dengan pembentukannya (sebagai contoh, karena sumbatan pada saluran
keluar), kelebihan cairan akan tertimbun di rongga anterior dan
menyebabkan peningkatan tekanan intraokuler (“di dalam mata”).
Keadaan ini dikenal sebagai glaukoma. Kelebihan aqueous humor akan
mendorong lensa ke belakang ke dalam vitreous humor, yang kemudian
terdorong menekan lapisan saraf dalam retina. Penekanan ini
menyebabkan kerusakan retina dan saraf optikus yang dapat
menimbulkan kebutaan jika tidak diatasi (Perdami, 2009).
4) Lensa
Jaringan ini berasal dari ektoderm permukaan yang berbentuk
lensa di dalam bola mata dan bersifat bening. Lensa di dalam bola mata
terletak di belakang iris dan terdiri dari zat tembus cahaya (transparan)
berbentuk seperti cakram yang dapat menebal dan menipis pada saat
terjadinya akomodasi (Perdami, 2009).
Lensa berbentuk lempeng cakram bikonveks dan terletak di
dalam bilik mata belakang. Lensa akan dibentuk oleh sel epitel lensa
yang membentuk serat lensa di dalam kapsul lensa. Epitel lensa akan
membentuk serat lensa terus-menerus sehingga mengakibatkan
memadatnya serat lensa di bagian sentral lensa sehingga membentuk
nukleus lensa. Bagian sentral lensa merupakan serat lensa yang paling
dahulu dibentuk atau serat lensa yang tertua di dalam kapsul lensa. Di
dalam lensa dapat dibedakan nukleus embrional, fetal dan dewasa. Di
bagian luar nukleus ini terdapat serat lensa yang lebih muda dan disebut
sebagai korteks lensa. Korteks yang terletak di sebelah depan nukleus
lensa disebut sebagai korteks anterior, sedangkan dibelakangnya korteks
posterior. Nukleus lensa mempunyai konsistensi lebih keras dibanding
korteks lensa yang lebih muda. Di bagian perifer kapsul lensa terdapat
zonula Zinn yang menggantungkan lensa di seluruh ekuatornya pada
badan siliar (Perdami, 2009).
Menurut, (Perdami, 2009) Secara fisiologis lensa mempunyai
sifat tertentu, yaitu:
- Kenyal atau lentur karena memegang peranan terpenting dalam
akomodasi untuk menjadi cembung
- Jernih atau transparan karena diperlukan sebagai media penglihatan,
- Terletak ditempatnya, yaitu berada antara posterior chamber dan
vitreous body dan berada di sumbu mata.
Keadaan patologik lensa ini dapat berupa:
- Tidak kenyal pada orang dewasa yang mengakibatkan presbiopia,
- Keruh atau apa yang disebut katarak,
- Tidak berada di tempat atau subluksasi dan dislokasi
Lensa orang dewasa dalam perjalanan hidupnya akan menjadi
bertambah besar dan berat.
5) Badan vitreous (badan kaca)
Badan vitreous menempati daerah mata di balakang lensa.
Struktur ini merupakan gel transparan yang terdiri atas air (lebih kurang
99%), sedikit kolagen, dan molekul asam hialuronat yang sangat
terhidrasi. Badan vitreous mengandung sangat sedikit sel yang
menyintesis kolagen dan asam hialuronat (Luiz Carlos Junqueira, 2003).
Peranannya mengisi ruang untuk meneruskan sinar dari lensa ke retina.
Kebeningan badan vitreous disebabkan tidak terdapatnya pembuluh
darah dan sel. Pada pemeriksaan tidak terdapatnya kekeruhanbadan
vitreous akan memudahkan melihat bagian retina pada pemeriksaan
oftalmoskopi. Vitreous humor penting untuk mempertahankan bentuk
bola mata yang sferis (Perdami, 2009).
6) Uvea
Uvea merupakan lapis vaskuler di dalam bola mata yang banyak
mengandung pembuluh darah yaitu ; iris, badan siliar, koroid. Iris atau
selaput pelangi mempunyai kemampuan mengatur secara otomatis
masuknya sinar ke dalam bola mata. Badan siliar mengandung otot untuk
melakukan akomodasi sehingga lensa dapat mencembung dan
merupakan susunan otot melingkar dan mempunyai sistem ekskresi di
belakang limbus. Koroid itu sendiri lapis tengah pembungkus bola mata
yang banyak mengandung pembuluh darah dan memberikan makan lapis
luar retina (Perdami, 2009).
7) pupil
Pupil pada anak-anak pupil berukuran kecil karena belum
berkembangnya saraf simpatis. Orang dewasa ukuran pupil sedang, dan
orang tua pupil mengecil akibat rasa silau yang dibangkitkan oleh lensa
yang sklerosis. Pada waktu tidur pupil mengalami pengecilan akibat dari
berkurangnya rangsangan simpatis dan kurang rangsangan hambatan
miosis. Mengecilnya pupil berfungsi untuk mencegah aberasi kromatis
pada akomodasi (Perdami, 2009).
8) Retina
Retina atau selaput jala merupakan bagian mata yang
mengandung reseptor dan akan meneruskan rangsangan cahaya yang
diterimanya berupa bayangan. Dalam retina terdapat macula lutea atau
bintik kuning yang merupakan bagian kecil dari retina dan area sensitif
paling rentan pada siang hari (Perdami, 2009).
9) Saraf Optik

Saraf yang memasuki sel tali dan kerucut dalam retina, untuk
menuju ke otak (Perdami, 2009).
3. DEFINISI
Trauma okuli adalah trauma atau cedera yang terjadi pada mata yang
dapat mengakibatkan kerusakan pada bola mata, kelopak mata, saraf mata dan
rongga orbita, kerusakan ini akan memberikan penyulit sehingga mengganggu
fungsi mata sebagai indra penglihat (Yulianti, S. R. 2011).
Menurut, (Yulianti, S. R. 2011) Ada 2 jenis trauma okuli, yaitu :
a. Trauma okuli non perforans, yaitu akibat benda tumpul dimana benda
tersebut dapat mengenai mata dengan keras (kencang) ataupun lambat,
mampu menimbulkan efek atau komplikasi jaringan seperti pada kelopak
mata, konjungtiva, kornea, uvea, lensa, retina, papil saraf optik dan orbita
secara terpisah atau menjadi gabungan satu kejadian trauma jaringan mata
dengan ciri-ciri :
1) Tidak menembus dinding orbital (kornea dan sklera masih utuh)
2) Mungkin terjadi robekan konjungtiva
3) Adanya perlukaan kornea dan sklera
4) Kontaminasi intra okuli dengan udara luar tidak ada
b. Trauma okuli perforans, yaitu trauma okuli dengan ciri-ciri :
1) Adanya dinding orbita yang tertembus
2) Adanya kontaminasi intra okuli dengan udara luar
3) Prolaps bisa muncul, bisa tidak.
4. KLASIFIKASI
Menurut klasifikasi BETT trauma okuli dibedakan menjadi closed
globe dan open globe. Closed globe adalah trauma yang hanya menembus
sebagian kornea, sedangkan open globe adalah trauma yang menembus seluruh
kornea hingga masuk lebih dalam lagi. Selanjutnya closed globe injury
dibedakan menjadi contusio dan lamellar laceration. Sedangkan open globe
injury dibedakan menjadi rupture dan laceration yang dibedakan lagi menjadi
penetrating, IOFB, dan perforating (Yulianti, S. R. 2011).
Secara garis besar trauma okuli dibagi menjadi dua yaitu trauma okuli
non perforans dan perforans, yang keduanya memiliki potensi menimbulkan
ruptur pada perlukaan kornea, iris dan pupil. Trauma tumpul mampu
menimbulkan trauma okuli non perforans yang dapat menimbulkan komplikasi
sepanjang bagian mata yang terkena (bisa meliputi mulai dari bagian kornea
hingga retina) (Yulianti, S. R. 2011).
Selain berdasarkan efek perforasi yang ditimbulkan trauma okuli juga
juga bisa diklasifikasikan berdasarkan penyebabnya yaitu:
- Trauma tumpul (contusio okuli) (non perforans)
- Trauma tajam (perforans)
- Trauma Radiasi
Trauma radiasi sinar inframerah, Trauma radiasi sinar ultraviolet, Trauma
radiasi sinar X dan sinart terionisasi
- Trauma Kimia
Trauma asam, Trauma basa
Trauma okuli non perforans akibat benda tumpul dimana benda tersebut
dapat mengenai mata dengan keras (kencang) ataupun lambat, mampu
menimbulkan efek atau komplikasi jaringan seperti pada kelopak mata,
konjungtiva, kornea, uvea, lensa, retina, papil saraf optik dan orbita secara
terpisah atau menjadi gabungan satu kejadian trauma jaringan mata (Yulianti,
S. R. 2011).
5. ETIOLOGI
Trauma okuli dapat terjadi diberbagai tempat, di rumah tangga, di
tempat kerja, maupun di jalan raya. Keadaan yang paling sering menyebabkan
trauma mata adalah kecelakaan di rumah, kekerasan, ledakan aki atau baterai,
cedera akibat olah raga, dan kecelakaan lalu lintas (Vats, 2008). Trauma pada
mata dapat mengenai jaringan mata seperti kelopak, konjungtiva, kornea, uvea,
lensa, retina, papil saraf optik, dan orbita (Ilyas, 2011)
Trauma mata juga dapat terjadi secara mekanik dan non mekanik
a. Mekanik, meliputi :
1) Trauma oleh benda tumpul, misalnya :
a) Terkena tonjokan tangan
b) Terkena lemparan batu
c) Terkena lemparan bola
d) Terkena jepretan ketapel, dan lainlain
2) Trauma oleh benda tajam, misalnya :
a) Terkena pecahan kaca
b) Terkena pensil, lidi, pisau, besi, kayu
c) Terkena kail, lempengan alumunium, seng, alat mesin tenun
d) Trauma oleh benda asing, misalnya :
a ) k elilipan pasir, tanah, abu gosok dan lain-lain
b . Non Mekanik, me l iputi :
1 ) Trauma oleh bahan kimia
a ) A ir accu, asam cuka, cairan HCL, air keras
b ) Coustic soda, kaporit, jodium tincture, baygon
c ) Bahan pengeras bakso, semprotan bisa ular, getah papaya, minyak
putih
6. PATOFISIOLOGI
Terdapat empat mekanisme yang menyebabkan terjadi trauma okuli
yaitu coup, countercoup,equatorial, global reposititioning (Evelyn. 2011).
Coup adalah kekuatan yang disebabkan langsung oleh trauma.
Countercoup merupakan gelombang getaran yang diberikan oleh cuop, dan
diteruskan melalui okuler dan struktur orbita. Akibat dari trauma ini, bagian
equator dari bola mata cenderung mengambang dan merubah arsitektur dari
okuli normal. Pada akhirnya, bola mata akan kembali ke bentuk normalnya,
akan tetapi hal ini tidak selalu seperti yang diharapkan (Evelyn. 2011).
Trauma mata yang sering adalah yang mengenai kornea dan permukaan
luar bola mata (konjungtiva) yang disebabkan oleh benda asing. Meskipun
demikian kebanyakan trauma ini adalah kecil, seperti penetrasi pada kornea dan
pembetukan infeksi yang berasal dari terputusnya atau perlengketan pada
kornea yang mana hal ini dapat menjadi serius. Benda asing dan aberasi di
kornea menyebabkan nyeri dan iritasi yang dapat dirasakan sewaktu mata dan
kelopak mata digerakkan. Defek epitel kornea dapat menimbulkan keruhan
serupa. Fluoresens akan mewarnai membran basal epitel yang terpajan dan
dapat memperjelas kebocoran cairan akibat luka tembus (uji Seidel positif)
(Evelyn. 2011).
7. MANIFESTASI KLINIS
Menurut, (Yulianti, S. R. 2011) Gejala klinis yang dapat terjadi pada
trauma mata antara lain:
a. Perdarahan atau keluar cairan dari mata atau sekitarnya
Pada trauma mata perdarahan dapat terjadi akibat luka atau
robeknya kelopak mata atau perdarahan yang berasal dari bola mata. Pada
trauma tembus caian humor akueus dapat keluar dari mata.
b. Memar pada sekitar mata
Memar pada sekitar mata dapat terjadi akibat hematoma pada
palpebra. Hematoma pada palpebra juga dapat terjadi pada pasien yang
mengalami fraktur basis kranii.
c. Penurunan visus dalam waktu yang mendadak
Penurunan visus pada trauma mata dapat disebabkan oleh dua hal,
yang pertama terhalangnya jalur refraksi akibat komplikasi trauma baik di
segmen anterior maupun segmen posterior bola mata, yang kedua akibat
terlepasnya lensa atau retina dan avulsi nervus optikus.
d. Penglihatan ganda
Penglihatan ganda atau diplopia pada trauma mata dapat terjadi
karena robeknya pangkal iris. Karena iris robek maka bentuk pupil menjadi
tidak bulat. Hal ini dapat menyebabkan penglihatan ganda pada pasien.
e. Mata bewarna merah
Pada trauma mata yang disertai dengan erosi kornea dapat
ditemukan pericorneal injection (PCI) sehingga mata terlihat merah pada
daerah sentral. Hal ini dapat pula ditemui pada trauma mata dengan
perdarahan subkonjungtiva.
f. Nyeri dan rasa menyengat pada mata
Pada trauma mata dapat terjadi nyeri yang disebabkan edema pada
palpebra. Peningkatan tekanan bola mata juga dapat menyebabkan nyeri
pada mata.
g. Sakit kepala
Pada trauma mata sering disertai dengan trauma kepala. Sehingga
menimbulkan nyeri kepala. Pandangan yang kabur dan ganda pun dapat
menyebabkan sakit kepala.
h. Mata terasa Gatal, terasa ada yang mengganjal pada mata
Pada trauma mata dengan benda asing baik pada konjungtiva
ataupun segmen anterior mata dapat menyebabkan mata terasa gatal dan
mengganjal. Jika terdapat benda asing hal ini dapat menyebabkan
peningkatan produksi air mata sebagai salah satu mekanisme perlindungan
pada mata.
i. Fotofobia
Fotofobia pada trauma mata dapat terjadi karena dua penyebab.
Pertama adanya benda asing pada jalur refraksi, contohnya hifema, erosi
kornea, benda asing pada segmen anterior bola mata menyebabkan jalur
sinar yang masuk ke dalam mata menjadi tidak teratur, hal ini menimbulkan
silau pada pasien. Penyebab lain fotofobia pada pasien trauma mata adalah
lumpuhnya iris. Lumpuhnya iris menyebabkan pupil tidak dapat mengecil
dan cenderung melebar sehingga banyak sinar yang masuk ke dalam mata.
Bila trauma disebabkan benda tajam atau benda asing masuk ke
dalam bola mata, maka akan terlihat tanda-tanda bola mata tembus, seperti
:
1) Mata merah, nyeri, fotofobia, blepharospasme dan lakrimasi.
2) Tajam penglihatan yang menurun akibat tedapatnya kekeruhan media
refrakta secara langsung atau tidak langsung akibat ruma tembus
tersebut.
3) Tekanan bola mata rendah akibat keluarnya cairan bola mata.
4) Bilik mata dangkal akibat perforasi kornea.
5) Bentuk dan letak pupil berubah.
6) Terlihatnya rupture pada kornea atau sclera.
7) Adanya hifema pada bilik mata depan
8) Terdapat jaringan yang prolaps seperti cairan mata, iris lensa, badan
kaca atau retina.
8. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
Diagnosis trauma okuli ditegakkan berdasarkan anamnesis,
pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Walaupun begitu, trauma okuli
jarang mengancam nyawa dan penanganan haruslah diprioritaskan ke trauma
lain yang lebih mengancam nyawa (Yulianti, S. R. 2011).
Anamnesis
Umumnya, pasien datang dengan keluhan ada cairan, gas, benda padat
yang mengenai mata.
Pada anamnesa perlu diketahui:
a. Kapan terjadi kecelakan dan lamanya penyebab berkontak dengan mata.
b. Jenis paparan trauma penyebab, nama dagang atau tipe produknya.
c. Tindakan awal membersihkan mata, dengan apa dibersihkan.
d. Apa yang sedang dilakukan saat kejadian.
e. Penggunaan alat pelindung diri seperti googles (kacamata) (Kenneth, 2002)
1) Pemeriksaan fisik
Diagnosis trauma okuli ditegakkan berdasarkan anamnesis,
pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Walaupun begitu, trauma okuli
jarang mengancam nyawa dan penanganan haruslah diprioritaskan ke trauma
lain yang lebih mengancam nyawa.
Anamnesis
Umumnya, pasien datang dengan keluhan ada cairan, gas, benda padat
yang mengenai mata.
Pada anamnesa perlu diketahui:
f. Kapan terjadi kecelakan dan lamanya penyebab berkontak dengan mata.
g. Jenis paparan trauma penyebab, nama dagang atau tipe produknya.
h. Tindakan awal membersihkan mata, dengan apa dibersihkan.
i. Apa yang sedang dilakukan saat kejadian.
j. Penggunaan alat pelindung diri seperti googles (kacamata) (Kenneth,
2002)
1. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik yang teliti dan lengkap harus ditunda sampai mata
yang terkena di irigasi dan pH nya sudah kembali netral. Setelah mata di irigasi
dilakukan pemeriksaan mata yang teliti yang di titik beratkan pada kejernihan
dan keutuhan kornea, derajat iskemia limbus, dan tekanan intra okuler. Supaya
pasien lebih nyaman dan lebih kooperatif sewaktu pemeriksaan, dapat
diberikan anastesi topikal terlebih dahulu.
Hasil pemeriksaan fisik yang sering muncul adalah:
a) Defek epitel kornea
Kerusakan epitel kornea dapat bervariasi mulai dari keratitis epitel
punctata yang ringan sampai defek kornea yang menyeluruh. Apabila
dicurigai adanya defek epitel namun tidak di temukan pada pemeriksaan
awal, mata tersebut harus di periksa ulang setelah beberapa menit.
b) Stroma yang kabur
Kekaburan stroma bervariasi, mulai dari yang ringan sampai
opasifikasi menyeluruh sehingga tidak bisa melihat KOA
c) Perforasi kornea
Perforasi kornea lebih sering dijumpai beberapa hari – minggu
setelah trauma perforans yang berat
d) Reaksi Inflamasi KOA
Tampak gambaran flare dan sel di KOA.
e) Peningkatan TIO
Terjadi peningkatan TIO tergantung kepada tingkat inflamasi
segmen anterior, dan tingkat deformitas jaringan kolagen kornea. Kedua hal
tersebut menyebabkan penurunan outflow uveoscleral dan peningkatan
TIO.
f) Kerusakan kelopak mata
Jika kerusakan kelopak mata menyebabkan mata tidak bisa ditutup
maka akan mudah iritasi
g) Inflamasi konjungtiva
Dapat terjadi hiperemi konjungtiva dan kemosis
h) Iskemia peri limbal
Iskemia perilimbal sangat mempengaruhi prognosis penyembuhan
kornea
i) Penurunan ketajaman penglihatan
Terjadi karena defek epitel atau kekeruhan kornea, meningkatnya
lakrimasi atau ketidaknyamanan pasien

2) Pemeriksaan Penunjang
a) Pemeriksaan pH permukaan mata
Hal ini penting dilakukan dan irigasi harus tetap dilakukan
sampai pH kembali netral
b) Tes Flouresein
Tes ini dilakukan untuk mengetahui kerusakan epitel kornea.
Pemeriksaan CT-scan dan USG B-Scan digunakan untuk mengetahui
posisi benda asing. MRI kontraindikasi untuk kecurigaan trauma akibat benda
logam. Electroretinography (ERG) berguna untuk mengetahui ada tidaknya
degenarasi pada retina dan sering digunakan pada pasien yang tidak
berkomunikasi dengan pemeriksa (Radleman, 2006).
9. PENATALAKSANAAN
Menurut Radleman (2006) empat tujuan utama dalam mengatasi kasus
benda asing intraokular adalah :
a. Memperbaiki penglihatan.
b. Mencegah terjadinya infeksi.
c. Mempertahankan arsitektur mata.
d. Mencegah sekuele jangka panjang.
Mata ditutup untuk menghindari gesekan dengan kelopak mata.
Benda asing yang telah diidentifikasi dan telah diketahui lokasinya harus
dikeluarkan. Antibiotik sistemik dan topikal dapat diberikan sebelum
dilakukan tindakan operasi. Untuk mengeluarkan benda asing, terlebih
dahulu diberikan anestesi topikal kemudian dikeluarkan dengan
menggunakan jarum yang berbentuk kait dibawah penyinaran slit lamp.
Penggunaan aplikator dengan ujung ditutupi kapas sedapat mungkin
dihindari, karena dapat merusak epitel dalam area yang cukup luas, dan
bahkan sering benda asingnya belum dikeluarkan Radleman (2006).
Pengeluaran benda asing yang berada di dalam kamera anterior
dilakukan secara arasentesis (bukan tepat di depan celah luka),dengan sudut
90-180º dari lokasi benda asing yang sebenarnya. Viskoelastik biasanya
digunakan untuk menghindari kerusakan iatrogenik dari endotel kornea dan
lensa. Benda asing yang masuk ke lensa tidak selalu menyebabkan katarak.
Kecuali jika ada resiko terjadinya siderosis atau kerusakannya luas. Pada
kasus seperti ini biasanya lensanya diangkat bersama benda asing
didalamnya, atau bisa juga benda asingnya terlebih dahulu dikeluarkan,
kemudian lensanya dan setelah itu intraocular lens (IOL) diimplantasi.
Benda asing yang berada di segmen posterior memerlukan tindakan
vitrektomi kecuali bila kerusakannya minimal. Prosedur yang biasa
dilakukan untuk ekstraksi benda asing besi adalah dengan menggunakan
magnet intraokular. Sedangkan untuk benda asing yang bukan besi biasanya
digunakan forsep Radleman (2006).
Preoperative
Penatalaksanaan yang berhubungan dengan pembedahan,
diperlukan pemilihan waktu operasi. Walaupun tidak ada data manapun
yang menuliskan kerugian dari menunda perbaikan dari bola mata lebih dari
36 jam, intervensi idealnya secepat mungkin. Perbaikan dapat memperkecil
banyaknya komplikasi.
a. Nyeri
b. Proliferasi mikroba yang diproyeksikan ke dalam bola mata
c. Perdarahan Suprachoroidal
d. Kontaminasi mikroba
e. Migrasi epithelium luka
f. Inflamasi intraocular
Efek yang mengganggu penundaan kecil dari perbaikan berikut
dapat diambil ukuran yang sangat baik dari preoperative sebagai berikut
Radleman (2006) :
a. Memakai pelindung diri
b. Hindari mengatur pengobatan topical
c. Menyimpan status NPO pasien
d. Menyediakan obat penenang/ sedasi yang sesuai, control nyeri, dan
antiemesis
e. Masase saraf muka untuk mengurangi penekanan pada kelopak mata
f. Mengambil kultur mata eksternal
g. Permulaan dengan antibiotic intravena (seperti tobramycin clindamycin
atau vancomycin)
h. Sediakan Profilaksis Tetanus
i. Konsultasi ke bagian Anastesi
Luka dengan benda asing yang tertahan pada intraokular
memerlukan perhatian terhadap resiko Bacillus endophthalmitis. Sebab
organisme ini dapat menghancurkan mata dalam 24 jam, intravena dan
terapi intravitreal seharusnya dipertimbangkan dengan antibiotik
yang efektif terhadap spesies Bacillus. Pada umumnya clindamycin atau
vancomysin. Perbaikan yang berhubungan dengan pembedahan harus
dikerjakan dengan menunda jika kasus ini yang berhadapan dengan resiko
terkontaminasi dengan organisme ini Radleman (2006).
Non Bedah
Beberapa luka tembus yang sangat minimalsecara spontan
menutup/memperkuat sebelum melakukan pemeriksaan ophthalmic,
dengan tidak ada kerusakan intraocular, prolaps, atau menempelnya
benda asing. Kasus ini hanya memerlukan sistemik atau terapi antibiotic
topikal dengan penutup sepanjang observasi. Jika luka kornea sudah
bocor, tetapi sisa kamar membentuk, clinician dapat mencoba
menghentikan kebocoran dengan supresi farmakologi dari produk yang
cair ( topical atau sistemik), penambalan, dan terapeutikcontact lens.
Umumnya, jika ukuran ini gagal untuk memperkuat luka dalam 3 hari,
menutup dengan menempelkan cyanoacrylate atau jahitan yang
direkomendasikan. Walaupun penempelan jaringan cyanoacrylate tidak
disetujui oleh FDA untuk digunakan pada mata, mereka telah
menggunakan secara ekstensif selama dua dekade terakhir untuk
menempel perforasi. Beberapa lem yang tersedia seperti histocryl and
bucrylate. Terapeutik kontak lensa harus digunakan setelah aplikasi
lem, sejak polymerisasi lem menghasilkan permukaan yang keras yang
mengelupas konjungtiva palpebra Radleman (2006).
Bedah
Penatalaksanaan laserasi tipe corneoscleral dengan prolaps uveal
biasanya memerlukan perawatan. Tujuan pertama dari perbaikan awal
yangberhubungan dengan pembedahan suatu laserasi corneoscleral adalah
memugar kembali integritas bola mata. Tujuan kedua, yang mungkin
terpenuhi ketika perbaikan utama atau selama prosedur yang berikut adalah
untuk memugar kembali perbaikan visus melalui keduanya melalui
kerusakan eksternal dan internal pada mata Radleman (2006) .
Jika prognosis visus dari mata yang terluka adalah sia-sia dan pasien
berisiko menderita sympathetic ophthalmic, Enukleasi harus
dipertimbangkan. Enukleasi primer hanya dapat dilakukan pada luka yang
tidak dapat dilakukan perbaikan dari segi anatomi, Maka dari itu pasien
dianjurkan untuk memilih prosedur lain. Pada kebanyakan kasus,
keuntungan menunda enukleasi untuk beberapa hari jauh lebih berat
dibanding keuntungan enukleasi primer.Penundaan ini (yang mestinya
tidak lebih dari 14 hari meskipun demikian mata yang terluka
menimbulkan sympathetic ophthalmia), mempertimbangkan penilaian
fungsi penglihatan post operasi. Vitreoretina atau konsultasi plastic
optalmik dan stabilisasi kondisi medis pasien. Yang terpenting, menunda
enukleasi yang gagal mengikuti perbaikan dan hilangnya persepsi cahaya
pada saat pasien mengetahuinya dan disertai kerusakan rupa dan untuk
mempertimbangkan enukleasi dalam menentukan non emergensi Radleman
(2006).
Anastesi
Anastesi umum hampir selalu diperlikan untuk memperbaiki bola
mata, sebab injeksianastesi pada retrobulbar atau peribulbar meningkatkan
tekanan orbita, yang bisa menyebabkan atau memperburuk tekanan
intraocular. Suatu non depolarisasi otot relaksan lebih disukai oleh karena
kemungkinan teoritis terjadi cocontraction ekstraokuler. Setelah perbaikan
yang berhubungan dengan bedah lengkap, suatu suntikan anstesi periokuler
mungkin digunakan untuk mengendalikan rasa sakit sesudah operasi
Radleman (2006).
Langkah-langkah dalam memperbaiki laserasi corneoscleral .
Semua usaha perbaikan laserasi corneoscleral harus dilakukan di ruangan
operasi denga menggunakan mikroskop operasi dan personil ophtalmik
yang terlatih. Tidak perlu membuat jahitan otot rectus pada suatu bola mata
terbuka. Sebab perawatan kelopak mata dapat mendesak bola mata terbuka
dan sebab laserasi kelopak mata tertentu benar-benar bisa
meningkatkan exposure, perbaikan luka adnexal mengikuti perbaikan bola
mata itu sendiri Radleman (2006).
Komponen luka kornea didekati dulu, jika vitreus atau fragmen
lensa mempunyai luka yang prolaps. Harus memotong kornea mata.
Berhati-hati menggunakannya bukan untuk daya tarik pada vitreus atau
serabut zonular. Jika uvea atau retina (yang dilihat seperti tembus cahaya)
menonjol, haruslah menggunakan teknik menyapu yang lembut melalui
insisi limbal yang terpisah, dengan bantuan suntikan viscoelastik untuk
sementara merubah kamar anterior. Jika epithelium telah berpindah tempat
ke permukaan uveal atau ke dalam luka, suatu usaha harus dibuat untuk
mengupas jaringan ini Radleman (2006).
Perbaikan sekunder dari trauma inraokuler. Mengikuti perbaikan
primer dari laserasi corneoscleral mengikuti perbaikan sekunder tersebut
ditandai:
a. Memindahkan benda asing dari intraokuler
b. Perbaikan iris
c. Ekstraksi katarak
d. Mekanik Vitrectomy
e. Penyisipan intraokuler lensa (IOL)
Dalam pembedahan biasanya digunakan mikroskop
yang merupakan alat yang peling baik dan khusus dalam perbaikan luka
pada kornea dan sklera. Tanpa mikroskop maka sangat sulit dan tidak
mungkin dapat menutup luka dengan baik. Ketika luka telah ditutup,
dilakukan injeksi gas, cairan atau elastic untuk membentuk BMD. Hal ini
dilakukan tidak hanya untuk mencegah terjadinya aposisi tetapi juga
mencagah terjadinya kontak dengan iris dan perlengketan Radleman
(2006).
Pembedahan sangat dianjurkan untuk mencegah timbulnya jaringan
parut dan penanganan selanjutnya adalah dengan reepitelisasi. Sebagian
besar telah mengupayakan untuk meminimalkan trauma pada saat
pembedahan dengan uapaya protektif dengan menggunakan cairan
fisiologis, mencegah sentuhan mekanik dan pengikatan dan mengontrol
terjadinya inflammasi dan tekanan intra ocular Radleman (2006).
Penanganan prolaps pada iris dan kerusakan pada iris adalah
merupakan hal yang mendasar. Beberapa tahun yang lalu, simpatetis
oftalmitis sering terjadi dan absisi yang luas akibat kerusakan iris selalu
diperlukan. Ketidakteraturan susunan iris dan pupil sering terjadi setelah
perbaikan pada luka kornea. Sehingga beberapa penanganan yang bersifat
konservatif selalu diupayakan untuk meningkatkan perbaikan dalam hal
fungsi dan kosmetik Radleman (2006).
Trauma pada palpebra dibagi menjadi dua yaitu : blunt trauma dan
penetrating trauma.
Penanganan umum trauma meliputi :
a. Pengambilan anamnesis dengan baik
b. Merekam aktivitas terbaik dari setiap mata
c. Menilai seluruh bola mata dan orbita
d. Menemukan kelainan radiologis yang ada
e. Memiliki pengetahuan tentang anatomi palpebra dan orbita
f. Mengupayakan perbaikan secara primer
Pada kasus Blunt trauma, sering ditemukan adanya ekimosis dan
edema yang sering muncul. Pasien sering memerlukan biomikroskopis dan
penilaian funduskopi untuk mengetahui kelainan intraokluler yang timbul.
Pemeriksaan CT-scan potongan axial dan koronal untuk mengetahui
adanya fraktur pada tulang orbita Radleman (2006).
Post operasi
Setelah perbaikan trauma perforasi segmen anterior, terapi
diarahkan pada pencegahan infeksi, supresi inflamasi, control IOP, dan
meringankan rasa sakit. Antibiotik intravena biasanya dilanjutkan 3-5 hari,
dan antibiotic topical biasanya digunakan untuk sekitar 7 hari. Topikal
kortikosteroid dan cyclopegics berangsur-angsur dikurangi, tergantung
pada derajat tingkat inflamasi. Suatu fibrinous massive mempunyai respon
yang baik pada prednisone sistemeik Radleman (2006).
Jahitan kornea yang tidak mengendur secara spontan biasanya
ditinggalkan pada tempatnya sedikitnya 3 bulan dan kemudian
memindahkan incrementally dalam beberapa bulan yang akan datang.
Fibrosis dan vaskularisasi adalah indicator yang cukup untuk penyembuhan
Radleman (2006).
Trauma pada mata meningkatkan resiko retainal detachment, maka
frekuensi pemeriksaan segmen posterior adalah wajib. Jika media opak
cukup menghalangi pemeriksaan fundus, evaluasi untuk defek pada aferen
pupilary dan B-scan ultrasonography sangat menolong dalam
memonitoring status retina Radleman (2006).
Refraksi dan koreksi dengan kontak lens atau kacamata dapat
berproses ketika permukaan okuler dan media surat ijin. Oleh karena resiko
amblyopia pada anak atau hilangnya peleburan pada orang dewasa.
Rehabilitasi visual tidak dapt ditunda.
B. KONSEP DASAR KEPERAWATAN
1. PENGKAJIAN
a. Identitas pasien meliputi nama, usia (dapat terjadi pada semua usia),
pekerjaan ,jenis kelamin (kejadian lebih banyak pada laki-laki daripada
wanita).
b. Keluhan utama
Klien biasanya mengeluh adanya penurunan penglihatan, nyeri pada
mata, danketerbatasan gerak mata.
c. Riwayat penyakit sebelumnya
Riwayat penyakit yang mungkin diderita klien seperti DM yang dapat
menyebabkan infeksi yang pada mata sulit sembuh.
d. Riwayat penyakit sekarang
Yang perlu dikaji adalah jenis trauma, bahan yang menyebabkan trauma,
lama terkena trauma, dan tindakan apa yang sudah dilakukan pada saat
trauma terjadi dan sebelum dibawa ke RS.
e. Riwayat psikososial
Pada umumnya klien mengalami berbagai derajat ansietas, gangguan
konsep diri dan ketakutan akan terjadinya kecacatan mata, gangguan
penglihatan yang menetap atau mungkin kebutaan. Klien juga dapat
mengalami gangguan interaksi sosial.
f. Pemeriksaan fisik
1) Tanda-tanda Vital (nadi, suhu, tekanan darah, dan pernapasan)
2) Pemeriksaan persistem
- B1(Breath) :disertai gangguan pernapasan jika trauma menyebar ke
mukosa hidung.
- B2 (Blood) :perdarahan jika trauma melibatkan organ tubuh lain
selain struktur mata.
- B3 (Brain) :pasien merasa pusing atau nyeri karena adanya
peningkatan TIO (tekanan intraokular).
- B4 (Bladder) :kebutuhan eliminasi dalam batas normal.
- B5 (Bowel) :idak ditemukan perubahan dalam sistem
gastrointestinal.
- B6 (Bone) :ekstremitas atas dan bawah tidak ditemukan adanya
kelainan.
3) Pemeriksaan khusus pada mata :
- Visus (menurun atau tidak ada)
- Gerakan bola mata ( terjadi pembatasan atau hilangnya sebagian
pergerakan bola mata)
- Adanya perdarahan, perubahan struktur konjugtiva, warna, dan
memar.
- Kerusakan tulang orbita, krepitasi tulang orbita.
- Pelebaran pembuluh darah perikornea.
- Hifema.
- Robek kornea
- Perdarahan dari orbita.
- Blefarospasme.
- Pupul tidak beraksi terhadap cahaya, struktur pupil robek.
- Tes fluoresens positif.
- Edema kornea.
- Nekrosis konjugtiva/sklera.
- Katarak.
4) Data Penunjang Lain
- Kartu snellen: pemeriksaan penglihatan dan penglihatan sentral
mungkin mengalami penurunan akibat dari kerusakan kornea,
vitreous atau kerusakan pada sistem suplai untuk retina.
- Luas lapang pandang: mengalami penurunan akibat dari tumor/
massa, trauma, arteri cerebral yang patologis atau karena adanya
kerusakan jaringan pembuluh darah akibat trauma.
- Pengukuran tekanan IOL dengan tonography: mengkaji nilai normal
tekanan bola mata (normal 12-25 mmHg).
- Pengkajian dengan menggunakan optalmoskop: mengkaji struktur
internal dari okuler, papiledema, retina hemoragi.

2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1) Nyeri akut berhubungan dengan imflamasi pada kornea atau peningkatan
tekanan intraokular dan kerusakan jaringan mata.
2) Resiko infeksi berhubungan dengan luka post operasi
3) Gangguan Sensori Perseptual : Penglihatan berhubungan dengan gangguan
penerimaan sensori /status organ indera. Lingkungan secara terapetik
dibatasi.
4) Ansietas yang berhubungan dengan kurangnya pengetahuan tentang
penyakit, prognosis.
5) Kurang pengetahuan
6) Kurang perawatan diri

3. INTERVENSI KEPERAWATAN
No Diagnosa keperawatan Tujuan Dan Inrevensi
Kriteria Hasil
1 Nyeri NOC : NIC :
 Pain Level, Pain Management
Definisi :  Pain control,  Lakukan pengkajian nyeri secara
Sensori yang tidak  Comfort level komprehensif termasuk lokasi,
menyenangkan dan Kriteria Hasil : karakteristik, durasi, frekuensi,
pengalaman emosional  Mampu kualitas dan faktor presipitasi
yang muncul secara mengontrol nyeri  Observasi reaksi nonverbal dari
aktual atau potensial (tahu penyebab ketidaknyamanan
nyeri, mampu
kerusakan jaringan atau menggunakan tehnik  Gunakan teknik komunikasi
menggambarkan nonfarmakologi untuk terapeutik untuk mengetahui
adanya kerusakan mengurangi nyeri, pengalaman nyeri pasien
(Asosiasi Studi Nyeri mencari bantuan)  Kaji kultur yang mempengaruhi
Internasional): serangan  Melaporkan respon nyeri
mendadak atau pelan bahwa nyeri  Evaluasi pengalaman nyeri masa
intensitasnya dari ringan berkurang dengan lampau
sampai berat yang menggunakan  Evaluasi bersama pasien dan tim
dapat diantisipasi manajemen nyeri kesehatan lain tentang
dengan akhir yang  Mampu mengenali ketidakefektifan kontrol nyeri masa
dapat diprediksi dan nyeri (skala, lampau
dengan durasi kurang intensitas, frekuensi  Bantu pasien dan keluarga untuk
dari 6 bulan. dan tanda nyeri) mencari dan menemukan dukungan
 Menyatakan rasa  Kontrol lingkungan yang dapat
Batasan karakteristik : nyaman setelah nyeri mempengaruhi nyeri seperti suhu
- Laporan secara berkurang ruangan, pencahayaan dan
verbal atau non verbal  Tanda vital dalam kebisingan
- Fakta dari rentang normal  Kurangi faktor presipitasi nyeri
observasi  Pilih dan lakukan penanganan
- Posisi antalgic nyeri (farmakologi, non farmakologi
untuk menghindari nyeri dan inter personal)
- Gerakan  Kaji tipe dan sumber nyeri untuk
melindungi menentukan intervensi
- Tingkah laku  Ajarkan tentang teknik non
berhati-hati farmakologi
- Muka topeng  Berikan analgetik untuk
- Gangguan tidur mengurangi nyeri
(mata sayu, tampak  Evaluasi keefektifan kontrol nyeri
capek, sulit atau  Tingkatkan istirahat
gerakan kacau,  Kolaborasikan dengan dokter jika
menyeringai) ada keluhan dan tindakan nyeri tidak
- Terfokus pada diri berhasil
sendiri  Monitor penerimaan pasien
- Fokus menyempit tentang manajemen nyeri
(penurunan persepsi
waktu, kerusakan Analgesic Administration
proses berpikir,  Tentukan lokasi, karakteristik,
penurunan interaksi kualitas, dan derajat nyeri sebelum
dengan orang dan pemberian obat
lingkungan)  Cek instruksi dokter tentang jenis
- Tingkah laku obat, dosis, dan frekuensi
distraksi, contoh : jalan-  Cek riwayat alergi
jalan, menemui orang  Pilih analgesik yang diperlukan
lain dan/atau aktivitas, atau kombinasi dari analgesik ketika
aktivitas berulang- pemberian lebih dari satu
ulang)
- Respon autonom  Tentukan pilihan analgesik
(seperti diaphoresis, tergantung tipe dan beratnya nyeri
perubahan tekanan  Tentukan analgesik pilihan, rute
darah, perubahan pemberian, dan dosis optimal
nafas, nadi dan dilatasi  Pilih rute pemberian secara IV, IM
pupil) untuk pengobatan nyeri secara
- teratur
- Tingkah laku  Monitor vital sign sebelum dan
ekspresif (contoh : sesudah pemberian analgesik
gelisah, merintih, pertama kali
menangis, waspada,  Berikan analgesik tepat waktu
iritabel, nafas terutama saat nyeri hebat
panjang/berkeluh  Evaluasi efektivitas analgesik,
kesah) tanda dan gejala (efek samping)

2. Resiko infeksi NOC : NIC :


 Immune Status Infection Control (Kontrol infeksi)
Definisi : Peningkatan  Knowledge :  Bersihkan lingkungan setelah
resiko masuknya Infection control dipakai pasien lain
organisme patogen  Risk control  Pertahankan teknik isolasi
Kriteria Hasil :  Batasi pengunjung bila perlu
Faktor-faktor resiko :  Klien bebas dari  Instruksikan pada pengunjung
- Prosedur Infasif tanda dan gejala untuk mencuci tangan saat
- Ketidakcukupan infeksi berkunjung dan setelah berkunjung
pengetahuan untuk  Mendeskripsikan meninggalkan pasien
menghindari paparan proses penularan  Gunakan sabun antimikrobia
patogen penyakit, factor yang untuk cuci tangan
- Trauma mempengaruhi  Cuci tangan setiap sebelum dan
- Kerusakan jaringan penularan serta sesudah tindakan kperawtan
dan peningkatan penatalaksanaannya,
 Gunakan baju, sarung tangan
paparan lingkungan  Menunjukkan
sebagai alat pelindung
- Ruptur membran kemampuan untuk
 Pertahankan lingkungan aseptik
amnion mencegah timbulnya
selama pemasangan alat
- Agen farmasi infeksi
 Jumlah leukosit  Ganti letak IV perifer dan line
(imunosupresan) central dan dressing sesuai dengan
- Malnutrisi dalam batas normal
 Menunjukkan petunjuk umum
- Peningkatan
perilaku hidup sehat  Gunakan kateter intermiten
paparan lingkungan untuk menurunkan infeksi kandung
patogen
kencing
- Imonusupresi
 Tingktkan intake nutrisi
- Ketidakadekuatan
imum buatan  Berikan terapi antibiotik bila
- Tidak adekuat perlu
pertahanan sekunder
(penurunan Hb,
Leukopenia, penekanan
respon inflamasi)
- Penyakit kronik
3. Gangguan Sensori NOC: NIC:
Fall Prevention Fall Prevention
Perseptual : 1. Identifikasi kebiasaan dan
Behaviour
Penglihatanberhubungan factor-faktor yang dapat
Indicator: mengakibatkan resiko jatuh
dengan gangguan 2. Kaji riwayat jatuh pada klien
a. Penggunaan alat
penerimaan sensori bantu dengan 3. Identifikasi karakteristik
benar lingkungan yang dapat
/status organ indera. meningkatkan terjadinya
b. Tidak ada
Lingkungan secara penggunaan resiko jatuh (lantai licin)
karpet 4. Sediakan alat bantu (tongkat,
terapetik dibatasi. wolker)
c. Hindari barang-
barang 5. Ajarkan penggunaan alat
berserakan di tongkat bantu
lantai 6. Intruksikan pada klien untuk
meminta bantuan ketika
melakukan perpindahan, jika
di perlukan
7. Ajarkan pada keluarga untuk
meminimalkan resiko
terjadinya jatuh pada klien
4. Ansietas berhubungan NOC : NIC :
dengan kurang  Anxiety control Anxiety Reduction (penurunan
pengetahuan dan  Coping kecemasan)
hospitalisasi Kriteria Hasil :  Gunakan pendekatan yang
Definisi :  Klien mampu menenangkan
Perasaan gelisah yang tak mengidentifikasi dan  Nyatakan dengan jelas harapan
jelas dari ketidaknyamanan mengungkapkan gejala terhadap pelaku pasien
atau ketakutan yang disertai cemas  Jelaskan semua prosedur dan apa
respon autonom (sumner  Mengidentifikasi, yang dirasakan selama prosedur
tidak spesifik atau tidak
mengungkapkan dan  Temani pasien untuk memberikan
diketahui oleh individu);
perasaan keprihatinan menunjukkan tehnik keamanan dan mengurangi takut
 Berikan informasi faktual mengenai
disebabkan dari antisipasi untuk mengontol cemas diagnosis, tindakan prognosis
terhadap bahaya. Sinyal ini  Vital sign dalam  Dorong keluarga untuk menemani anak
merupakan peringatan batas normal  Lakukan back / neck rub
adanya ancaman yang akan  Postur tubuh,
 Dengarkan dengan penuh perhatian
datang dan memungkinkan ekspresi wajah, bahasa
 Identifikasi tingkat kecemasan
individu untuk mengambil tubuh dan tingkat  Bantu pasien mengenal situasi yang
langkah untuk menyetujui aktivitas menunjukkan
terhadap tindakan menimbulkan kecemasan
Ditandai dengan berkurangnya  Dorong pasien untuk mengungkapkan
 Gelisah kecemasan perasaan, ketakutan, persepsi
 Insomnia  Instruksikan pasien menggunakan
 Resah teknik relaksasi
 Ketakutan  Barikan obat untuk mengurangi
 Sedih kecemasan
 Fokus pada diri
 Kekhawatiran
 Cemas

4. Kurang Pengetahuan NOC : NIC :


 Kowlwdge : Teaching : disease Process
Definisi : disease process 1. Berikan penilaian tentang tingkat
Tidak adanya atau  Kowledge : health pengetahuan pasien tentang proses
kurangnya informasi Behavior penyakit yang spesifik
kognitif sehubungan Kriteria Hasil : 2. Jelaskan patofisiologi dari
dengan topic spesifik.  Pasien dan penyakit dan bagaimana hal ini
keluarga berhubungan dengan anatomi dan
Batasan karakteristik : menyatakan fisiologi, dengan cara yang tepat.
memverbalisasikan pemahaman tentang 3. Gambarkan tanda dan gejala
adanya masalah, penyakit, kondisi, yang biasa muncul pada penyakit,
ketidakakuratan prognosis dan dengan cara yang tepat
mengikuti instruksi, program pengobatan 4. Gambarkan proses penyakit,
perilaku tidak sesuai.  Pasien dan dengan cara yang tepat
keluarga mampu 5. Identifikasi kemungkinan
melaksanakan penyebab, dengna cara yang tepat
prosedur yang 6. Sediakan informasi pada pasien
Faktor yang
dijelaskan secara tentang kondisi, dengan cara yang
berhubungan :
benar tepat
keterbatasan kognitif,  Pasien dan 7. Hindari harapan yang kosong
interpretasi terhadap keluarga mampu 8. Sediakan bagi keluarga
informasi yang salah, menjelaskan kembali informasi tentang kemajuan pasien
kurangnya keinginan apa yang dijelaskan dengan cara yang tepat
untuk mencari perawat/tim 9. Diskusikan perubahan gaya
informasi, tidak kesehatan lainnya hidup yang mungkin diperlukan
mengetahui sumber- untuk mencegah komplikasi di masa
sumber informasi. yang akan datang dan atau proses
pengontrolan penyakit
10. Diskusikan pilihan terapi atau
penanganan
11. Dukung pasien untuk
mengeksplorasi atau mendapatkan
second opinion dengan cara yang
tepat atau diindikasikan
12. Eksplorasi kemungkinan sumber
atau dukungan, dengan cara yang
tepat
13. Rujuk pasien pada grup atau
agensi di komunitas lokal, dengan
cara yang tepat
14. Instruksikan pasien mengenai
tanda dan gejala untuk melaporkan
pada pemberi perawatan kesehatan,
dengan cara yang tepat

5. Defisit perawatan diri NOC : NIC :


 Self care : Activity Self Care assistane : ADLs
Definisi : of Daily Living - Monitor kemempuan klien untuk
Gangguan kemampuan (ADLs) perawatan diri yang mandiri.
untuk melakukan ADL Kriteria Hasil : - Monitor kebutuhan klien untuk alat-
pada diri - Klien terbebas dari alat bantu untuk kebersihan diri,
bau badan berpakaian, berhias, toileting dan

Batasan karakteristik : - Menyatakan makan.

ketidakmampuan untuk kenyamanan terhadap - Sediakan bantuan sampai klien


mandi, ketidakmampuan kemampuan untuk mampu secara utuh untuk melakukan

untuk berpakaian, melakukan ADLs self-care.

ketidakmampuan untuk - Dapat melakukan - Dorong klien untuk melakukan


makan, ketidakmampuan ADLS dengan aktivitas sehari-hari yang normal

untuk toileting bantuan sesuai kemampuan yang dimiliki.


- Ajarkan klien/ keluarga untuk
mendorong kemandirian, untuk
memberikan bantuan hanya jika
pasien tidak mampu untuk
melakukannya.
DAFTAR PUSTAKA

Garcia-Ferrer, F.J., Schwab, I.R., Shetlar, D.J., 2010. Konjungtiva. Dalam: Vaughan
& Asbury. Oftalmologi Umum. Edisi 17. Jakarta: EGC
Ilyas, S., dan Yulianti, S. R. 2011. Ilmu Penyakit Mata Edisi Keempat. Jakarta: Badan
Penerbit FKUI.
Pearce, Evelyn. 2011. Anatomi dan Fisiologi untuk Paramedis. Terjemahan Sri Yuliani
Handoyo. Jakarta: Gramedia.
Perdami, 2009. Anatomi dan Faal Mata,Available from :
http://perdami.or.id/new/?page_id=8 .
Radleman, JB. 2006. Burn Chemical. Department of Ophthalmology.
http://www.emedicine.com.
Yulianti, S. R. 2011. Ilmu Penyakit Mata Edisi Keempat. Jakarta: Badan Penerbit FKUI

Anda mungkin juga menyukai