Anda di halaman 1dari 29

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep dasar skizofrenia

1. Pengertian

Menurut Yudhantara, Surya & Istiqomah (2018), Skizofrenia

merupakan salah satu gangguan jiwa berat yang dapat mempengaruhi

pikiran , perasaan,dan perilaku individu dan skizofrenia bagian dari

gangguan psikosis yang terutama ditandai dengan kehilangan

pemahaman terhadap realita dan hilangnya daya tilik diri. Dimana

gangguan psikosis ditemukan gejala gangguan jiwa berat seperti

halusinasi , waham , perilaku yang kacau dan pembicaraan yang kacau

serta gejala negatif.

2. Jenis skizofrenia

Menurut (Direja, 2011), jenis skizofrenia ialah :

a. Skizofrenia simplex

Merupakan gejala utama kedangkalan emosi dan kemunduran

kemauan.

b. Skizofrenia hebefrenik

Merupakan gejala utama gangguan proses fikir kemauan dan

depersonalisasi dan depersonalisasi. Banyak terdapat waham dan

halusinasi.

c. Skizofrenia katatonik

Dengan gejala utama pada psikomotor seperti stupor maupun

gaduh gelisah katatonik.


d. Skizofrenia paranoid

Dengan gejala utama kecurigaan yang ekstrim disertai waham

kejar atau kebesaran.

e. Episode skizofrenia akut ( lir schizoprenia )

Adalah kondisi akut mendadak yang disertai dengan perubahan

kesadaran , kesadaran mungkin berkabut.

f. Skizofrenia psiko-afektif

Yaitu adanya gejala utama skizofrenia yang menonjol dengan

disertai dengan gejala depresi atau mania.

g. Skizofrenia residual

Adalah skizofrenia dengan gejala-gejala primernya dan muncul

setelah beberapa kali serangan skizofrenia.

3. Gejala skizofrenia

a. Gejala primer

1) Gangguan proses pikir (bentuk , langkah dan isi pikir). Yang

paling menonjol adalah gangguan asosiasi dan terjadi

inkoherensi

2) Gangguan afek emosi

3) Terjadi kedangkalan afek-emosi

4) Paramimi dan paratimi (incongruity of affect / inadekuat)

5) Emosi dan afek serta ekspresinya tidak mempunyai satu

kesatuan

6) Emosi berlebihan
7) Hilangnya kemampuan untuk mengadakan hubungan emosi

yang baik

8) Gangguan kemauan

9) Gejala psikomotor seperti autisme

b. Gejala sekunder

1) Waham

2) halusinasi

B. Konsep dasar halusinasi

1. Pengertian

Halusinasi merupakan salah satu tanda gejala yang sering

ditemukan pada pasien dengan gangguan jiwa. Halusinasi adalalah

salah satu gejala gangguan jiwa pada individu yang di tandai dengan

perubahan sensori persepsi : merasakan sensasi palsu berupa suara,

penglihatan, pendengaran, pengecapan, perabaan dan penghiduan

dimana pasien mersakan stimulasi yang sebenarnya tidak ada (Keliat,

2014) .

Halusinasi merupakan salah satu gejala yang sering ditemukan

pada klien dengan gangguan jiwa, haluisnasi identik dengan

skizofrenia dimana seluruh pasien skizofrenia diantaranya mengalami

halusinasi (Muhith, 2015). Halusinasi merupakan suatu gejala

gangguan jiwa dimana klien merasakan suatu stimulus yang

sebenarnya tidak ada dan salah satu dari sekian bentuk psikopatologi

yang paling parah serta membingungkan. Secara fenomenologis,


halusinasi adalah gangguan yang paling umum dan penting. Selain itu,

halusinasi di anggap sebagai karakteristik psikosis (Sutejo, 2017).

Menurut Direja (2011), menjelasan bahwa halusinasi adalah

hilangnya kemampuan manusia dalam membedakan rangsangan

internal (pikiran) dan rangsangan eksternal (dunia luar). Klien

memberi persepsi atau pendapat tentang lingkungan tanpa ada objek

atau rangsangan yang nyata. Sebagai contoh klien mengatakan

mendengar suara padahal tidak ada orang yang bicara. Halusinasi atau

gangguan persepsi sensori juga merupakan persepsi klien terhadap

lingkungan tanpa stimulus yang nyata, artinya klien

menginterpretasikan sesuatu yang nyata tanpa stimulus atau

rangsangan dari luar.

2. Rentang respon

Menurut Sutejo (2017), rentang respon halusinasi mengikuti

kaidah respon neurobiologi. Rentang respon neorobiologi yang paling

adaptif adalah adanya pikiran logis, persepsi akurat, emosi yang

konsisten dengan pengalaman, perilaku cocok dan terciptanya

hubungan sosial yang harmonis. Sementara itu, respon maladaptif

meliputi adanya waham, halusinasi, kesukaran proses emosi, perilaku

tidak terorganisasi dan isolasi sosial : menarik diri.berikut adalah

gambaran rentang respon neorobiologi.


Respon Adaptif Respon mal Adaptif

1. Pikiran logis 1. Kadang- 1. Waham


2. Persepsi kadang 2. Halusinasi
akurat proses pikir 3. Kerusakan
3. Emosi terganggu proses emosi
konsisten 2. Ilusi 4. Perilaku
dengan 3. Emosi tidak
pengalaman berlebihan terorganisasi
4. Perilaku 4. Perilaku yang 5. Isolasi sosial
cocok tidak biasa
5. Hubungan 5. Menarik diri
sosial
harmonis

Gambar 2.1 Rentang Respon Halusinasi (Stuart, 2013) dalam

(Sutejo,2017)

3. Dimensi halusinasi

Respon klien terhadap halusinas dapat berupa curiga, ketakutan ,

perasaan tidak aman, gelisah dan bingung, perilaku merusak diri,

kurang perhatian, tidak mampu mengambil serta tidak dapat

membedakan keadaan nyata dan tidak nyata. Masalah halusinasi

berlandas atas akibat keberadaan seorang individu sebagai makhluk


yang dibangun atas dasar unsur-unsur bio-psiko-sosio-spriritual

sehingga halusinasi dapat dilihat dari lima dimensi (Stuart dan Laraia ,

2005) dalam (Muhith, 2015) yaitu :

a. Dimensi fisik

Manusia dibangun oleh sistem indra untuk menanggapi

rangsangan eksternal yang diberikan oleh lingkungannya.

Halusinasi dapat ditimbulkan oleh beberapa kondisi fisik

seperti kelelahan yang luar biasa, penggunaan obat-obatan,

demam hingga delirium, intoksikasi alkohol dan kesulitan tidur

dalam waktu yang lama.

b. Dimensi emosional

Perasaan cemas yang berlebihan atas dasar problem yang tidak

dapat diatasi merupakan penyebab halusinasi itu terjadi.isi dari

halusinasi dapat berupa perintah memaksa dan menakutkan.

Klien tidak sanggup lagi menentang perintah tersebut hingga

dengan kondisi tersebut klien berbuat sesuatu terhadap

ketakutan tersebut.

c. dimensi intelektual

dalam dimensiintelektual ini menerangkan bahwa idividu

dengan halusinasi akan memperlihatkan adanya penurunan

fungsi ego. Pada awalnya, halusinasi merupakan usaha dari ego

sendiri untuk melawan impuls yang menekan ,namun

merupakan suatu hal yang menimbulkan kewaspadaan yang


dapat mengambil seluruh perhatian klien dan tak jarang akan

mengontrol semua perilaku klien.

d. dimensi sosial

dimana sosial pada individu dengan haluisnasi menunjukkan

adanya kecenderungan untuk menyendiri. Individu asik dengan

haluisnasinya, seolah-olah merupakan tempat untuk

memenuhikebutuhan akan interaksi sosial, kontrol diri, dan

harga diri yang tidak didapatkan dalam dunia nyata. Isi

halusinasi dijadikan sistem kontrol oleh individu tersebut

sehingga jikaperintah halusinasi berupa ancaman, maka

individu tersebut bisa membahayakan orang lain. Oleh karena

itu, aspek penting dalam melaksanakan intervensi keperawatan

klien dengan mengupayakan suatu proses interaksi yang

menimbulkan pengalaman interpersonalyang memuaskan, serta

mengusahakan klien tidak menyendiri sehingga klien selalu

berinteraksi dengan lingkungannya dan halusinasi tidak

berlangsung.

e. Dimensi spiritual

Diciptakan tuhan sebagai makhluk sosial sehingga interaksi

dengan manusia lainnya merupakan kebutuhan yang mendasar.

Individu yang mengalami halusinasi cenderung menyendiri

hingga proses di atas tidak terjadi, individu tidak sadar dengan

keberadaannya sehingga halusinasi menjadi sistem kontrol


dalam individu tersebut. Saat halusinasi menguasai dirinya,

individu kehilangan kontrol kehidupan dirinya.

4. Proses terjadinya halusinasi

Menurut Direja (2011), halusinasi berkembang melalui empat fase

yaitu sebagai berikut :

a. Fase pertama

Disebut juga dengan fase comporting yaitu fase yang

menyenangkan. Pada tahap ini masuk dalam golongan nonpsikotik.

Karakteristik : klien mengalami stress, cemas, perasaan perpisahan.

Rasa bersalah, kesepian yang memuncak dan tidak dapat

diselesaikan. Klien mulai melamun dan memikirkan hal-hal yang

menyenangkan, cara ini hanya menolong sementara.

Perilaku klien : tersenyum atau tertawa yang tidak sesuai,

menggerakkan bibir tanpa suara, pergerakkan mata cepat, respons

verbal yang lambat jika sedang asyik dengan halusinasinya dan

suka menyendiri.

b. Fase kedua

Disebut dengan fase condemming atau ansietas berat yaitu

halusinasi menjadi menjijikan, termasuk dalam psikotik ringan.

Karakteristik : pengalaman sensori menjijika dan menakutkan,

kecemasan meningkatkan, melamun, dan berfikir sendiri jadi

dominan. Mulai dirasakan ada bisikan yang tidak jelas klien tidak

inginorang lain tahu, dan ia tetap dapat mengontrolnya.


Perilaku klien : meningkatkan tanda-tanda sistem syaraf otonom

seperti peningkatan denyut jantung dan tekanan darah. Klien asik

dengan halusinasinya dan tidak bisa membedakan ealitas.

c. Fase ketiga

Merupakan fase coontrolling atau ansietas berat yaitu pengalaman

sensorimenjadi berkuaa. Termasuk dalam gangguan psikotik.

Karakteristik : bisikan suara, isi halusinasi semakin menonjol,

menguasai dan mengontrol klien. Klien menjadi terbiasa dan tidak

berdaya terhadap halusinasinya.

Perilaku klien : kemauan dikendalikan halusinasi,tentang perhatian

hanya beberapa menit atau detik. Tanda-tanda fisik berupa klie

berkeringat, tremor, dan tidak mampu mematuhi perintah.

d. Fase keempat

Merupakan fase conquering atau panik yaitu klien lebur dengan

halusinasinya, termasuk dalam psikotik berat.

Karakteristik : halusinasi berubah menjadi mengancam,

memerintah, dan memarahi klien. Klien menjadi takut, tidak

berdaya , hilang kontrol dan tidak dapat berhubungan secara nyata

dengan orang lain di lingkungan.

Perilaku klien : perilaku teror akibat panik, potensi bunuh diri,

perilaku kekerasan. Agitasi, menarik diri atau kakatoni m tidak

mampu merespon terhadap perintah kompleks, dan tidak mampu

berespon lebih dari satu orang.

5. Faktor penyebab halusinasi


Adapun faktor penyebab halusinasi terdiri atas faktor predisposisi dan

presipitasi.

a. Faktor predisposisi

Menurut (Yosep 2009) , dalam (Prabowo, 2014) faktor predisposisi

yang menyebabkan halusinasi adalah :

1) Faktor perkembangan

Tugas perkembangan pasien terganggu misalnya rendah dan

kehangatan keluarga menyebabkan pasien tidak mampu

mandiir sejak kecil , mudah frustasi, hilang percaya diri dan

lebih rentan terhadap stres.

2) Faktor sosiokultural

Sesorang yanag merasa tidak diterima lingkungannya sejak

bayi akan merasa disingkirkan, kesepian, dan tidak percaya

pada lingkungannya.

3) Faktor biokimia

Mempunyai pengaruh terhadap terjadinya gangguan jiwa.

Adanya stres yang berlebihan dialami seseorang maka di dalam

tubuh akan di hasilkan suatu zat yang dapat bersifat

halusinogenik neurokimia. Akibat stress berkepanjangan

menyebabkan teraktivasinya neurotransmitter otak.

4) Faktor psikologis

Tipe kepribadian lemah dan tidak bertanggung jawab mudah

terjerumus pada penyalahgunaan zat adiktif. Hal ini

berpengaruh pada ketidakmampuan pasien dalam mengambil


keputusan yang tepat demi masa depannya. Pasien lebih

memilih kesenangan sesaat dan lari dari alam nyata menuju

alam hayal.

5) Faktor genetik dan pola asuh

Penelitian menunjukan bahwa anak sehat yang diasuh oleh

orang tua skizofrenia cenderung mengalami skizofrenia. Hasil

studi menunjukan bahwa faktor keluarga menunjukan

hubungan yang sangat berpengaruh pada penyakit ini.

b. Faktor presipitasi

Menurut Stuart dan Sudden yang dikutip oleh (Jallo, 2008) dalam

(Prabowo, 2014) faktor presipitasi terjadi gangguan jiwa halusinasi

adalah :

1) Biologis

Gangguan dalam komunikasi dan putaran balikotak yang

mengatur proses informasi serta abnormalitas pada mekanisme

pintu masuk dalamotak yang mengakibatkan ketidakmampuan

untuk secara selektif menanggapi stimulus yang diterima oleh

otak untuk diinterpretasikan.

2) Stress lingkungan

Ambang toleransi terhadap stres yang berinteraksi terhadap

stresor lingkungan untuk menentukan terjadinya gangguan

perilaku.

3) Sumber koping
Sumber koping mempengaruhi respon individu dalam

menanggapi stres.

6. Psikodinamika terjadinya halusinasi

Faktor predisposisi Faktor presipitasi

Faktor sosial budaya


Faktor biologis Faktor psikologis Faktor genetik

Korban Riwayat
Riwayat Faktor herediter
penolakan
penggunaan napza penolakan
lingkungan

Kegagalan berulang

Kegagalan dalam
berhubungan sosial

Stres berlebihan Menarik diri

Tingkat khayalan yang Pengalaman sensori


tinggi berlanjut
Isolasi sosial

Gangguan Kesulitan tidur


persepsi sensori
Halusinasi lebih Individu cenderung Halusinasi
Perilaku
menonjol mengikuti isi mengancam
kekerasan
halusinasi ,memerintah
,menakutkan

7. Tanda dan gejala halusinasi

(Irman, 2016) Mengatakan tanda dan gejala halusinasi dinilai dari hasil

observasi terhadap pasien serta ungkapan pasien. Adapun tanda dan

gejala pasien halusinasi adalah sebagai berikut :

a. Data subjektif

Pasien mengatakan :

1) Mendengar suara-suara atau kegaduhan

2) Mendengar suara yang mengajak bercakap-cakap

3) Mendengar suara menyuruh melakuka sesuatu yang berbahaya

4) Melihat bayangan, sinar, bentuk geometris, bentuk kartun,

melihat hantu dan monster

5) Mencium bau-bauan seperti bau darah, urin, feses, kadang-

kadang bau itu menyenangkan

6) Merasa takut atau senang dengan halusinasinya

b. Data objektif

1) Bicara atau tertawa sendiri

2) Marah-marah tanpa sebab

3) Mengarahkan telinga ke arah tertentu

4) Menutup telinga

5) Menunjuk-nunjuk ke arah tertentu


6) Ketakutan pada sesuatu yang tidakjelas

7) Mencium sesuatu seperti sedang membaui bau-bauan tertentu

8) Menutup hidung

9) Sering meludah

10) Muntah

11) Menggaruk-garuk permukaan kulit

8. Jenis – jenis halusinasi

Prabowo (2014) Halusinasi terdiri dari beberapa jenis, dengan

karakteristik tertentu, diantaranya :

a. Halusinasi dengan pendengaran (akustik, audiotorik)

Gangguan stimulus dimana pasien mendengar suara-suara terutama

suara-suara orang , biasanya pasien mendengar suara orang yang

sedang membicarakan apa yang sedang dipikirannya an

memerintahkan untuk melakukan sesuatu.

b. Halusinasi penglihatan (visual)

Stimulus visual dalam bentuk beragam seperti bentuk pancaran

cahaya , gamaran geometrik , gambar kartun dan panorama yang

luas dan kompleks bayangan bias bisa menyenangkan atau

menakutkan.

c. Halusinasi penghidu (olfaktori)

Gangguan stimulus pada penghidu, yang ditandai dengan adanya

bau busuk, amis dan bau yang menjijikan seperti : darah, urin atau

feses. Kadang-kadang terhidu bau harum. Biasanya berhubungan

dengan stroke, tumor , kejang, dan dementia.


d. Halusinasi peraba (taktil, kinaestati)

Gangguan stimulus yang ditandai dengan adanya rasa sakit atau

tidak enak tanpa stimulus yang terlihat. Contoh : merasakan sensasi

listrik datang dari tanah , benda mati atau orang lain.

e. Halusinasi pengecap (gustatorik)

Gangguan stimulus yang ditandai dengan merasakan sesuatu yang

busuk , amis dan menjijikan.

f. Halusinasi sinestetik

Gangguan stimulus yang ditandai dengan merasakan fungsi tubuh

seperti darah mengalir melalui vena atau arteri, makanan dicerna

atau pembentukan urin. (Yosep , iyus 2007) dalam (Prabowo,

2014)

9. Perilaku halusinasi

Menurut (Dermawan, 2013) ada beberapa perilaku halusinasi yaitu :

a. Isi halusinasi

Data tentang isi halusinasi dapat diketahuidari hasil pengkajian

tentang jenis halusinasi,misalnya : melihat aspi yang sedang

mengamuk, padahal sesungguhnya adalah pamannya yang sedang

bekerja di ladang. Bisa juga mendengar suara yang menyuruh

untuk melakukan sesuatu, sedangkan sesungguhnya hal tersebut

tidak ada.

b. Waktu, frekuensi dan situasi yang menyebabkan munculnya

halusinasi
Perawat juga perlu mengkaji waktu, frekuensi dan situasi

munculnya halusinasi terjadi? Frekuensi terjadi apakah terus

menerusnya apa hanya sekali-kali saja?. Situasi terjadinya, apakah

kalau sendiri, atau setelah terjadi kejadian tertentu. Hal ini

dilakukan untuk menentukan intervensi khusus pada waktu

terjadinya halusinasi, sehingga pasien tidak larut dengan

halusinasinya. Dengan mengetahui frekuensi terjadinya halusinasi

dapat direncanakan frekuensi tindakan untuk mencegah terjadinya

halusinasi.

c. Situasi pencetus halusinasi

Perawat perlu mengidentifikasi situasi yang dialami klien

sebelummengalami halusinasi. Ini dapat dikaji dengan menanyakan

kepada klien peristiwa atau kejadian yang dialami sebelum

halusinasi ini muncul. Selain itu perawat juga bisa mengobservasi

apa yang dialami klien menjelang muncul halusinasi untuk

memvalidasi pernyataan klien (Muhith, 2015).

d. Respon klien

Untuk menentukan sejauh mana halusinasi telah mempengaruhi

klien, bisa dikaji dengan menanyakan apa yang dilakukan klien

saat mengalami pengalaman halusinasi atau sudah tidak berdaya

lagi terhadap halusinasi (Stuart, Laraia,2005) dalam (Muhith,2015)

10. Mekanisme koping

Sutejo (2017), mekanisme koping yang sering digunakan klien dengan

halusinasi meliputi :
a. Regresi

Regresi berhubungan dengan proses informasi dan upaya yang

digunakan untuk menanggulangi ansietas. Energi yang tersisa

untuk aktivitas sehari-hari tinggal sedikit, sehingga klien menjadi

malas beraktivitas sehari-hari.

b. Proteksi

Dalam hal ini, klien mencoba menjelaskan gangguan persepsi

dengan mengalihkan tanggung jwab kepada orang lain atau suatu

benda.

c. Menarik diri

Klien sulit mempercayai orang lain dan asyik dengan stimulus

internal.

d. Keluarga mengingkari masalah yang dialami oleh klien

11. Penatalaksanaan

Pengobatan harus secepat mungkin harus diberikan, disini peran

keluarga sangat penting karena setelah mendapatkan perawwatan di

RSJ pasien dinyatakan boleh pulang sehingga keluarga mempunyai

peranan yang sangat penting didalam hal merawat pasien, menciptakan

lingkungan keluarga yang kondusif dan sebagai pengawas minum obat

(Maramis, 2004) dalam (Prabowo, 2014).

a. Farmakoterapi
Neuroleptika dengan dosis efektif bermanfaat pada penderita

skizofrenia yang menahun, hasilnya lebih banyak jika mulai diberi

dalam dua tahun penyakit.

Neuroleptika dengan dosis efektif tinggi bermanfaat pada penderita

dengan psikomotorik yang meningkat.

b. Terapi kejang listrik

Terapi kejang listrik adalah pengobatan untuk menimbulkan kejang

grandmall secara artificial dengan melewatkan aliran listrik melalui

elektroda yang dipasang pada satu atau dua temples, terapi kejang

listrik dapat diberikan pada skizofrenia yang tidak mempan dengan

terapi neuroleptika oral atau injeksi, dosis terapi kejang listrik 4-5

joule/detik.

c. Psikoterapi dan rehabilitas

Psikoterapi individual atau kelompok sangat membantu karena

berhubungan dengan praktis maksud mempersiapkan pasien

kembali ke masyarakat, selain itu terapi kerja sangat baik untuk

mendorong pasien bergaul dengan orang lain, pasien lain, perawat

dan dokter. Maksudnya supaya pasien tidak mengasingkan diri

karena dapat membentuk kebiasaan yang kurang baik, dianjurkan

untuk mengadakan permainan atau latihan bersama, seperti therapy

modalitas yang terdiri dari:

1) Terapi aktivitas

a) Terapi musik
Fokus: mendengar, memainkan alat musik, bernyanyi, yaitu

menikmati dengan relaksasi musik yang disukai pasien.

b) Terapi seni

Fokus : untuk mengekpresikan perasaan melalui berbagai

pekerjaan seni

c) Terapi menari

Fokus pada : ekspresi perasaan melalui gerakan tubuh

d) Terapi relaksasi

Belajar dan praktek relaksasi dalam kelompok

Rasional: untuk koping/perilaku mal adaptif/deskriptif,

meningkatkan partisipasi dan kesenangan pasien dala

kehidupan

2) Terapi sosial

Pasien belajar bersosialisasi dengan pasien lain

3) Terapi kelompok

a) Terapi group (kelompok terapeutik)

b) Terapi aktivitas kelompok

c) TAK stimulus persepsi: Halusinasi

- Sesi 1 : mengenal halusinasi

- Sesi 2 : mengontrol halusinasi dengan menghardik

- Sesi 3 : mengontrol halusinasi dengan melakukan

kegiatan

- Sesi 4 : menegah halusinasi dengan bercakap-cakap

- Sesi 5 : mengontrol halusinasi dengan patuh minum


Obat

d) Terapi lingkungan

Suasana rumah atau rumah sakit dibuat seperti suasana di

dalam keluarga (home like atmosphere).

C. MANAJEMEN HALUSINASI

PPNI (2018), Manajemen halusinasi ialah mengidentifikasi dan

mengelola peningkatan keamanan, kenyamanan dan orientasi realita.

Upaya yang dilakuan untuk mengatasi halusinasi selama ini salah satunya

dengan menggunakan menghardik halusinasi (Pratiwi, Murni & Setiawan,

2018).

Cara yang dapat dilakukan dalam manajemen halusinasi adalah dengan

cara edukasi yaitu :

1. Anjurkan memonitor sendiri situasi terjadinya halusinasi

2. anjurkan bicara kepada orang yang dipercaya untuk memberikan

dukungan

3. ajarkan pasien dan keluarga cara mengontrol halusinasi

4. ajarkan distraksi seperti melakukan aktivitas dan teknik relaksas

Dalam Manajemen haluinasi salah satu tindakan yang di ambil yaitu

dengan tindakan menghardik.

1. Pengertian menghardik

Menghardik halusinasi adalah upaya mengendalikan diri terhadap

halusinasi dengan cara menolak halusinasi yang muncul. Pasien dilatih

untuk mengatakan “Tidak” terhadap halusinasi yang mucul (Muhith,

2015).
(Dermawan, 2013) menghardik halusinasi adalah upaya

mengendalikan diri terhadap halusinasi dengan cara menolak

halusinasi yang muncul. Pasien dilatih untuk mengatakan tidak, jika ini

dapat dilakukan pasien akan mampu mengendalikan diri dan tidak

mengikuti halusinasi yang mucul.

5. Tahapan menghardik

Menurut (Dermawan, 2013) tahapan tindakan menghardik sebagai

berikut :

a) Menjelaskan cara menghardik

b) Memperagakan cara menghardik

c) Meminta pasien memperagakan ulang

d) Memantau penerapan cara ini, menguatkan perilaku pasien

6. Cara menghardik

Teknik untuk menghardik halusinasi itu sendiri adalah fokus

pandangan luruh ke depan kemudian konsentrasi,memilih kata yang

akan digunakan untuk menghardik, selanjutnya perawat

mendemontrasikan kemudian klien diberi kesempatan

mendemontrasikan kembali (Pratiwi, Murni & Setiawan, 2018).


D. ASUHAN KEPERAWATAN TEORITIS

1. Pengkajian

Menurut (Muhith, 2015), pengkajian asuhan keperawatan pada

pasien halusinasi adalah sebagai berikut :

a. Identitas

Biasanya didapatkan identitas terdiri dari : nama pasien, umur

pasien, jenis kelamin, agama, alamat lengkap, pekerjaan,

tanggal masuk, alasan masuk, nomor rekap medis, informan,

dan keluarga yang bisa dihubungi.

b. Alasan masuk

Biasanya pasien masuk karena mengalami hal-hal seperti

berbicara, senyum dan tertawa sendirian. Mengatakan

mendengar suara-suara/ bisikan-bisikan makhluk halus atau

orang lain. Kadang pasien marah-marah sendiri tanpa sebab,

mengganggu lingkungan, bermenung, banyak diam, kadang

merasa takut dirumah, sikap curiga, bermusuhan, menarik diri,

sulit membuat keputusan, ketakutan, mudah tersinggung,

jengkel, mudah marah, ekspresi wajah tegang, pembicaraan

kacau dan tidak masuk akal.

c. Faktor predisposisi

Biasanya pasien pernah mengalami gangguan jiwa dimasa lalu,

pengobatan yang pernah dilakukan sebelumnya(biasanya

berhasil, kurang berhasil, dan tidak berhasil). Biasanya


halusinasi pasien disebabkan oleh aniaya fisik, aniaya seksual,

penolakan,kekerasan dalam rumah tangga atau tindak kriminal.

Biasanya ada anggota keluarga yang mengalami gangguan

jiwa. Biasanya ada pengalaman masa lalu pasien yang tidak

menyenangkan.

d. Pemeriksaan fisik

Biasanya pemeriksaan fisik dilakukan pemeriksaan head to toe

(kepala sampai kaki), tanda-tanda vital (TTV), dan keluhan

yang dirasakan pada fisik pasien.

e. Psikososial

1) Genogram

Biasanya adanya anggota keluarga pasien yang lain yang

mengalami gangguan jiwa, pola komunikasi terganggu,

begitu pula dengan pengambilan keputusan dan pola asuh.

Genogram dilihat dari 3 generasi sebelumnya.

2) Konsep diri

a) Gambaran diri

Biasanya berisi tentang persepsi pasien tentang

tubuhnya, bagian tubuh yang disukai dan begian tubuh

yang tidak disukainya. Biasanya pasien mudah kecewa,

mudah putus asa, dan menutup diri.

b) Identitas diri

Biasanya berisi status pasien atau posisi pasien sebelum

dirawat. Kepuasaan pasien sebagai laki-laki atau


perempuan. Kepuasan pasien terhadap status dan

posisinya (sekolah, tempat kerja, dan kelompok).

c) Peran diri

Biasanya pasien menceritakan tentang peran/tugas yang

diemban dalam keluarga/ kelompk masyarakat.

Kemampua pasien dalam melaksanakan tugas atau

peran tersebut. Biasanya mengalami krisis peran.

d) Ideal diri

Biasanya berisi tentang harapan pasien terhadap

penyakitnya. Harapan pasien terhadap lingkungan

(keluarga, sekolah, tempat kerja, dan masyarakat). Dan

harapan pasien terhadap tubuh, posisi, status, dan tugas

atau peran. Biasanya gambaran diri negatif.

e) Harga diri

Biasanya tentang bagaimana cara pasien memandang

dirinya, orang lain sesuai dengan kondisi pada

gambaran diri, identitas diri, peran diri, dan

kehidupannya. Biasanya pasien mengalami harga diri

rendah.

f. Hubungan sosial

Biasanya pasien dengan halusinasi tidak mempunyai orang

yang terdekat dan sering dicemoohkan oleh lingkungan

disekitar pasien.

g. Spiritual
1) Nilai dan keyakinan

Biasanya nilai-nilai dan keyakinan terhadap agama kurang

sekali, keyakinan agama pasien halusinasi juga terganggu.

2) Kegiatan ibadah

Biasanya pasien menjalankan kegiatan ibadah dirumah

sebelumnya, saat sakit ibadah terganggu atau sangat

berlebihan.

h. Status mental

1) Penampilan

Biasanya penampilan pasien tidak rapi,penggunaan pakaian

tidak sesuai dan cara berpakaian pasien tidak seperti

biasanya.

2) Cara bicara/pembicaraan

Biasanya cara bicara pasien dengan halusinasi biasanya

keras, gagap, inkoheren, apatis, lambat, membisu, dan tidak

mampu memulai pembicaraan.

3) Aktivitas motorik

Biasanya keadaan pasien tampak lesu, gelisah, sering

menyendiri dan tremor.

4) Alam perasaan

Biasanya keadaan pasien tampak seperti sedih, ketakutan,

putus asa, khawatir dan gembira secara berlebihan.

5) Afek
Biasanya afek pasien datar, tumpul, labil, tidak sesuai, dan

berlebihan.

6) Interaksi selama wawancara

Biasanya pada saat melakukan wawancara pasien

bermusuhan, tidak kooperatif, mudah tersinggung,kontak

mata kurang dan selalu curiga.

7) Persepsi

Biasanya tergantung dari halusinasi yang di derita oleh

pasien, seperti halusinasi pendengaran mendengar sesuatu,

penglihatan menglihat sesuatu, penghidumenghidu sesuatu,

pengecap mengecap sesuatu dan perabaan meraba sesuatu.

8) Proses pikir

Biasanya pada pasien dengan gangguan persepsi sensori

proses pikir pasien sirkumtansial, kehilangan asosiasi,

pengulangan pembicaraan.

i. Kebutuhan persiapan pulang

1) Makan

Biasanya pasien kurang makan dan makan pasien tidak

sesuai kebutuhan.

2) Mandi

Biasanya pasien tidak mau mandi, gosok gigi, tampak

kusam dan tidak mau menggunting kuku.

3) BAB/BAK

Biasanya BAB/BAK pasien normal tidak ada gangguan.


4) Berpakaian

Biasanya pasien tidak mau mengganti pakaian, dan

memakai pakaian yang tidak serasi.

5) Istirahat

Biasanya istirahat pasien terganggu.

6) Penggunaan obat

Biasanya pasien minum obat tidak teratur.

7) Aktivitas dalam rumah

Biasanya pasien malas mengerjakan pekerjaan rumah.

8) Aktivitas diluar rumah

Biasanya pasien tidak mau beraktivitas diluar rumah,

karena pasien selalu merasa ketakutan.

j. Mekanisme koping

1) Adaptif

Biasanya pasien mampu berbicara dengan orang lain,

mampu menyelesaikan masalah, teknik relaksasi, dan

pasien mampu berolah raga.

2) Maladaptif

Biasanya pasien suka minum alkohol, reaksi pasien lambat/

berlebihan, pasien bekerja secara berlebihan, selalu

menghindar dan menciderai diri sendiri.

3) Masalah psikososial dan lingkungan

Biasanya pasien mengalami masalah dalam berinteraksi

dengan lingkungan, biasanya diseabkan oleh kurangnya


dukungan dari kelompok, masalah dengan pendidikan,

masalah dengan pekerjaan, masalah dengan ekonomi.

4) Pengetahuan

Biasanya pasien halusinasi mengalami ganggua kognitif.

k. Aspek medik

Tindakan medis dalam memberikan asuhan kepeawatan pada

pasien dengan masalah gangguan persepsi sensori adalah

dengan memberikan terapi sebagai berikut :

1) ECT (Elektro confilsive teraphy)

2) Obat-obatan seperti : Haloperidol (HLP), Trihexphenidyl

(THP)

2. Pohon Masalah

Effect Resiko tinngi perilaku kekerasan

Core problem gangguan persepsi sensori:halusinasi

Causa isolasi sosial

Gambar 2.3 pohon masalah (Sutejo, 2017)

3. Masalah keperawatan

Masalah keperawaan yang mungkin muncul menurut Sutejo

(2017), adalah :

a. Resiko tinggi perilaku kekerasan

b. Gangguan persepsi sensori


c. Isolasi sosial

4. Intervensi keperawatan

Menurut standar intervensi keperawatan indonesia dan standar

luaran keperawatan indonesia intervensi yang perlu dilakukan ialah

Diagnosa SIKI SLKI

keperawatan

Gangguan persepsi

sensori

Anda mungkin juga menyukai