Anda di halaman 1dari 24

LAPORAN PRAKTIKUM TEKNOLOGI PENCELUPAN 2

“PENCELUPAN POLIAKRILAT DENGAN


ZAT WARNA BASA DAN DISPERSI”

Nama : Wahyu Robi’ah N. (16020009)

Ririn Anjasni S. D. (16020015)

Hasna Azizatul A. (16020027)

Fauziah Hally M. (16020028)

Grup /Kelompok : 3K1 / 1

Dosen : Ika Natalia M., S.ST., MT.

Asisten : Hj. Hanny H. K., S.Teks.

Anna S.

POLITEKNIK STTT BANDUNG

2018
I. JUDUL
1.1 Pencelupan poliakrilat dengan zat warna basa variasi pH
1.2 Pencelupan poliakrilat dengan zat warna dispersi variasi pH dan penggunaan
pendispersi

II. MAKSUD DAN TUJUAN


2.1. Mengetahui pengaruh variasi konsentrasi pH dalam pencelupan poliakrilat dengan
zat warna basa
2.2. Mengetahui pengaruh variasi pH dan penggunaan zat pendispersi dalam
pencelupan poliakrilat dengan zat warna dispersi

III. DASAR TEORI


3.1.Serat Poliakrilat
Serat poliakrilat merupakan serat buatan yang terbentuk dari polimer sintetik
yaitu vinil sianida. Serat ini sangat kuat, hidrofob dan sukar dicelup. Penelitian
mengenai serat poliakrilat dimulai di Amerika pada tahun 1938 dan produk pertama
yang dikomersialkan dengan nama dagang Orlon pada tahun 1950 oleh Du Pont.
Kemudian Chemstrand Corporation memperkenalkan Acrilan pada tahun 1952, Dow
Chemical mula mengkomersilkan produknya, Zefran pada tahun 1958, dan
American Cyanamid memperkenalkan Creslan pada tahun 1959.

Karena serat sukar dicelup, kemudian serat polimer poliakrilat dimodifikasi


berupa kopolimer dengan monomer lain yang mengandung gugus yang bersifat
anionik seperti karboksil atau sulfonat. Dengan adanya gugus-gugus tersebut
membuat serat poliakrilat yang sekarang ini dapat dicelup dengan zat warna basa
yang bersifat kationik dalam larutan asam. Berat gugus-gugus anionik maksimum
15% dari berat serat.
Banyaknya gugus-gugus anionik pada serat dapat mempengaruhi kemampuan
maksimum serat poliakrilat menyerap zat warna. Hal itu biasa dinyatakan dengan
nilai faktor A dari serat atau Saturated Factor (SF). Semakin kecil nilai faktor A,
maka banyaknya zat warna yang dapat diserap oleh serat semakin kecil, begitu juga
sebaliknya. Nilai faktor A dari berbagai produsen serat poliakrilat disajikan pada
tabel dibawah ini.

3.1.1 Sifat Kimia


a. Ketahanan terhadap Zat Kimia
Serat poliakrilat pada umumnya memiliki ketahanan yang sangat baik
terhadap asam-asam mineral dan pelarut, minyak, lemak dan garam netral.
Serat poliakrilat tahan terhadap alkali lemah tetapi dalam larutan alkali kuat
panas akan rusak dengan cepat.
b. Ketahanan terhadap Panas
Serat poliakrilat memiliki sifat tahan panas yang baik. Serat poliakrilat
tahan pada pemanasan 150oC selama dua hari tanpa menunjukkan
penurunan kekuatan tarik. Serat dapat mengalami perubahan warna menjadi
kuning, coklat, dan hitam apabila pemanasan diteruskan. Setelah pemanasan
60 jam pada suhu 200oC, meskipun serat berwarna hitam, kekuatan tarik
lebih dari setengah kekuatan awal. Selain itu serat menjadi sangat stabil
terhadap pemanasan lebih lanjut meskipun dibakar dalam Bunsen.
Serat poliakrilat yang dipanaskan dalam keadaan kering tidak akan
membuat membuat rantai-rantai molekul putus, namun pada kondisi
tersebut dapat menyebabkan penyusunan kembali molekul-molekul menjadi
senyawa lingkar, warna berubah, ikatan hydrogen lepas, dan timbul gugus-
gugus basa. Dari pembentukan molekul baru juga membuat serat tidak larut
dalam pelarut-pelarut yang biasa digunakan untuk melarutkan serat
poliakrilat. Reaksi pembentukan senyawa lingkar digambarkan dalam
berikut:

3.1.2 Sifat Fisika


Serat poliakrilat bersifat rua/bulky akibat dari sifat ketidakstabilan
terhadap panas. Serat poliakrilat tidak dapat dilakukan set permanen seperti
halnya poliester dan nilon. Hal ini bisa menjadi sebuah keuntungan ataupun
kerugian. Ketidakstabilan terhadap panas dapat merugikan jika serat
dilakukan suatu proses basah panas pada kain. Proses basah tersebut dapat
menyebabkan mengkeret dan memberikan stabilitas dimensi kain jelek.
Namun ketidakstabilan tersebut dapat bermanfaat dalam proses pembuatan
benang rua (high bulk acrylic). Benang rua dapat dibentuk dengan
menggabungkan dua serat poliakrilat yang memiliki mengkeret serat
berbeda. Serat pertama biasanya dibuat stabil dengan penguapan (steam)
sedangkan serat kedua tidak diproses penguapan sehingga serat kedua
masih dapat mengkeret jika diproses dalam air panas. Kedua serat tersebut
kemudian digabungkan menjadi satu benang. Pada saat benang di proses
pada air mendidih seperti pada proses pencelupan, benang yang kedua akan
mengalami mengkeret hebat dan menarik benang pertama. Hal itu dapat
menyebabkan benang rua.
Sifat fisika serat poliakrilat yang paling penting adalah berat jenis yang
kecil yaitu 1.17 dan sifat rua. Pada kondisi standar, RH (Relative Humidity)
65% dan suhu ruangan 21oC, serat poliakrilat memiliki kekuatan tarik 4,2-
2,5 g/denier. Pada keadaan basah kekuatan tark serat poliakrilat sama
dengan kondisi standar. Mulur dalam keadaan standar 20-55% sedangkan
dalam keadaan basah 26-72%. Elastisitas serat dengan penarikan 5-10%
adalah 40-58%. Struktur poliakrilat yang rapat menyebabkan serat ini
bersifat hidrofob. MR (Moisture Regain) serat poliakrilat adalah 1,0-2,5%.
Perbandingan sifat-sifat serat poliakrilat disajikan pada tabel dibawah ini.

Penampang melintang filamen berbentuk tulang anjing atau bulat


bergantung pada produsen pembuat serat, sedangkan penampang
membujurnya sedikit bergaris. Gambar penampang melintang dan
membujur filamen poliakrilat disajikan pada gambar dibawah ini.

Penampang Melintang dan Membujur Serat Poliakrilat.


kiri Acrilan; Kanan: Orlon

3.2.Zat Warna Basa


Zat warna basa dikenal juga sebagai zat warna Mauvin, terutama dipakai untuk
mencelup serat protein seperti wol dan sutera. Zat warna ini tidak mempunyai afinitas
terhadap selulosa, akan tetapi dengan pengerjaan pendahuluan (mordanting)
memakai asam tanin, dapat juga mencelup serat selulosa. Zat warna basa yang telah
dimodifikasi sangat sesuai untuk mencelup serat poliakrilat dengan sifat ketahanan
yang cukup baik.
Nama dagang zat warna basa, adalah :
• Azatrazon (Bayer)
• Rhodamine (I.C.I)
• Sandocryl(Sandoz)
• Basacryl (BASF)
• Cationic (Mitsui)

Zat warna basa termasuk golongan zat warna yang larut dalam air. Sifat utama
dari zat warna basa adalah ketahanan sinarnya yang jelek. Ketahanan cuci pada
umumnya juga kurang baik. Beberapa di antaranya mempunyai ketahanan cuci
sedang.Warnanya sangat cerah dan intensitas warnanya sangat tinggi. Zat warna
basa di dalam larutan celup akan terionisasi dan bagian yang berwarna bermuatan
positif. Oleh karena itu zat warna basa disebut juga zat warna kationik.

3.2.1 Sifat Zat Warna Basa


Sifat utama zat warna basa adalah mempunyai kecerahan dan intensitas
warna yang tinggi. Zat warna basa segera larut dalam alkohol tetapi pada
umumnya tidak larut dalam air sehingga sering kali terbentuk gumpalan.
Demikian pula pada zat warna basa misalnya Anramine akan mengurai dengan
pendidihan sehingga pemakaiannya hanya pada temperatur 60 – 65oC. Dan pada
umumnya pada pendidihan yang lama akan terjadi penguraian sebagian yang
menghasilkan penurunnan intensitas warna. Bila kedalam larutan zat warna
basa ditambahkan alkali kuat maka akan terbentuk basa zat warna basa yang
tidak berwarna. Tetapi dengan penambahan suatu asam akan terbentuk lagi
bentuk garamnya yang berwarna. Basa tersebut akan larut dalam eter.
Zat warna basa memiliki ketahanan sinar yang jelek dan ketahanan cuci
yang kurang. Asam tanin akan memberikan senyawa yang tidak larut dalam air
dengan zat warna basa terutama bila tidak ada asam mineral. Sifat tersebut
berguna dalam pencelupan serat – serat sellulosa. Dengan istilah back tanning
tetapi kerja iring tersebut berguna akan menyuramkan kilap zat warna basa.
Beberapa senyawa reduktor akan mengubah zat warna basa menjadi basanya
yang tidak berwarna Basa tersebut teroksidasi menjadi bentuk semula.
3.2.2 Afinitas Zat Warna Basa
Serat-serat selulosa tidak mempunyai afinitas terhadap zat warna basa.
Apabila beberapa zat warna basa dapat mencelup serat–serat tersebut maka
ketahanan cucinya akan rendah sekali.Tetapi serat-serat protein afinitas terhadap
zat warna basa adalah besar karena terbentuk ikatan garam yang dapat digambar
sebagai berikut :

W-COO - + ( Kation-Zat warna ) + W-COO (Kation -Zat warna)

Zat warna tersebut akan terserap pada tempat-tempat yang bermuatan


negatif sehingga apabila tempat tersebut telah terisi maka penyerapan zat warna
akan terhenti.
Zat warna basa memiliki sifat-sifat sebagai berikut :
• Memiliki kecerahan warna yang tinggi.
• Larut dalam alkohol tetapi tidak mudah larut dalam air.
• Pendidihan yang lama dapat menurunkan intensitas warna.
• Penambahan alkali kuat dalam larutan zat warna basa akan membentuk
basa zat warna basa yang tidak berwarna. Bila ditambahkan asam,
maka akan terbentuk lagi bentuk garamnya yang berwarna. Basa
tersebut larut dalam eter.
• Karena bersifat kationik, maka dapat diendapkan oleh zat warna direk
dan zat warna asam terutama dalam larutan yang tidak encer.
• Ketahanan sinar dan cucinya kurang karena itu perlu pengerjaan iring.
• Beberapa reduktor dapat mengubah zat warna menjadi basanya yang
tidak berwarna. Basa tersebut mudah teroksidasi menjadi bentuk
semula. Misalnya pada zat warna Pararosaniline.

H2 N H H2 N
+ -
C N H2 Cl CH NH2
O
H2 N H2 N

berwarna tidak berwarna

Struktur Molekul Pararosaniline.


Tetapi zat warna basa yang mempunyai ikatan azo proses reduksi tersebut
akan membongkar ikatan azonya sehingga tidak mungkin kembali ke bentuk
semula dengan proses oksidasi.

3.3.Zat Warna Dispersi


Zat warna disperse adalah zat warna organik yang dibuat secara sintesis,
memiliki sifat kelarutan yang kecil dalam air dan merupakan larutan disperse. Zat
warna ini bersifat hidrofob sehingga dapat digunakan untuk mewarnai serat-serat
hidrofob seperti serat poliamida, poliester dan poliakrilat. Zat warna
dispersmempunyai berat molekul yang kecil dan tidak mengandung gugus pelarut.
Dalam pemakaiannya memerlukan zat pembantu yang berfungsi untuk
mendispersikan zat warna dan mendistribusikan secara merata di dalam larutan yang
disebut zat pendispersi.
Untuk pencelupan poliamida dengan zat warna disperse biasanya menggunakan
golongan C (tipe SE) dan D (tipe S) pada suhu 130⁰C. Namun untuk poliamida yang
elastisitasnya relatif tinggi dapat digunakan tipe B (tipe E) dengan suhu pencelupan
120⁰C.

3.4.Pencelupan
Pencelupan adalah suatu proses pemberian warna pada bahan tekstil secara
merata dan baik, sesuai dengan warna yang diinginkan. Sebelum pencelupan
dilakukan maka harus dipilih zat warna yang sesuai dengan serat.
3.4.1 Tahap-tahap pencelupan
 Migrasi
Pada tahap ini, zat warna dilarutkan dan diusahakan agar larutan zat warna
bergerak menempel pada bahan.Zat warna dalam larutan mempunyai muatan
listrik sehingga dapat bergerak.Gerakan tersebut menimbulkan tekanan
osmosis yang berusaha untuk mencapai keseimbangan konsentrasi, sehingga
terjadi difusi dari bagian larutan dengan konsentrasi tinggi meuju konsentrasi
rendah.Bagian dengan konsentrasi rendah terletak di permukaan serat, yaitu
pada kapiler serat. Jadi zat warna akan bergerak mendekati permukaan serat.
 Adsorpsi
Peristiwa absorpsi menyebabkan zat warna berkumpul pada permukaan serat.
Daya adsorpsi akan terpusat pada permukaan serat, sehingga zat warna akan
terserap menempel pada bahan.
 Difusi
Peristiwa ini terjadi karena adanya perbedaan konsentrasi zat warna di
permukaan serat dengan konsentrasi zat warna di dalam serat. Karena
konsentrasi di permukaan lebih tinggi, maka zat warna akan terserap masuk
ke dalam serat.
 Fiksasi
Fiksasi terjadi karena adanya ikatan antara molekul zat warna dengan serat,
yaitu ikatan antara gugus ausokrom dengan serat.

3.4.2 Faktor-faktor yang mempengaruhi pencelupan


 Pengaruh elektrolit
Pada intinya penambahan elektrolit kedalam larutan celup adalah
memperbesar penyerapan zat warna kedalam serat, meskipun beraneka zat
warna akan mempunyai kesepakatan yang berbeda.
 Pengaruh Suhu
Pada umumnya peristiwa pencelupan adalah eksotermis. Maka dalam
keadaan setimbang penyerapan zat warna pada suhu yang tinggi akan lebih
sedikit bila dibandingkan penyerapan pada suhu yang rendah. Akan tetapi
dalam praktek keadaan setimbang tersebut sukar dapat dicapai hingga pada
umumnya dalam pencelupan memerlukan pemanasan untuk mempercepat
reaksi.
 Pengaruh perbandingan larutan
Perbandingan larutan celup artinya perbandingan antara besarnya larutan
terhadap berat bahan tekstil yang diproses. Dalam kurva isotherm dapat
dilihat bahwa kenaikan konsentrasi zat warna dalam larutan akan menambah
besarnya penyerapan.Maka untuk mencelup warna-warna tua diusahakan
untuk memakai perbandingan larutan celup yang kecil, sehingga zat warna
yang terbuang atau hilang hanya sedikit.Untuk mengurangi pemborosan
dalam pemakian zat warna dapat mempergunakan larutan simpan bekas
(standing bath) celupan.Dengan menambahkan zat warna baru pada larutan
bekas tadi maka dapat diperoleh larutan celup dengan konsentrasi seperti
semula.
 Pengaruh pH
Penambahan asam mempunyai pengaruh menambah penyerapan pada
pencelupan poliamida dengan zat warna asam.
 Pengaruh bentuk dan unsur molekul zat warna
Bentuk dan usuran suatu molekul zat warna mempunyai pengaruh yang
penting terhadap sifat-sifat dalam pencelupan, misalnya : daya serap,
molekul zat warna yan datar memberkan daya serap pada serat, tetapi setiap
perubahan gugusan kimia yang merusak sifat datar molekul tersebut akan
mengakibatkan daya serap zat warna berkurang; kecepatan celup, besar serta
kelangsungan atau perubahan suatu zat warna akan mempengaruhi kecepatan
celup, molekul zat warna yang memanjang mempunyai daya lebih baik untuk
melewati poripori serat dari pada molekul yang melebar ; ketahanan, gugus
pelarut yang sama jumlahnya, maka ketahanan cucinya sebagian besar
ditentukan oleh berat molekul atau ukuran besar molekul zat warna tersebut,
molekul yang besar akan mempunyai ketahanan cuci lebih baik

3.4.3 Syarat-syarat proses pencelupan


Bahan, zat warna dan zat pembantu tekstil dapat dipegunakan pada
pencelupan harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:
 Agar hasil celupan rata, bahan harus bersih dari zat pengotor yang
mengganggu penyerapan zat warna. Untuk itu terhadap kain grey biasanya
dilakukan proses persiapan penyempurnaan terlebih dahulu meliputi proses
pembakaran bulu, penghilangan kanji, dan proses pemasakan, bahkan untuk
proses pencelupan warna muda dilanjutkan dengan proses pengelantangan
dan merserisasi agar warna hasil celupannya makin cerah.
 Zat warna yang dipakai mempunyai warna dan tahan luntur warna yang
sesuai dengan target.
 Pemilihan zat pembantu, skema proses dan resep harus tepat sesuai dengan
kondisi proses pencelupan dan sesuai dengan karakter mesin atau alat yang
dipakai sehingga proses pencelupannya menjadi lebih sempurna.
 Secara keseluruhan, pada pelaksanaan proses pencelupan harus dapat
memenuhi persyaratan aspek teknis, ekonomis dan lingkungan yang
ditetapkan.

IV. ALAT DAN BAHAN


4.1 Alat
- Gelas kimia - Tabung celup
- Gelas ukur - pH meter
- Pengaduk - Mesin pencelupan HT-
- Neraca Dyeing
- Pipet ukur - Panci
- Ball filler - Kompor/pemanas

4.2 Bahan
4.2.1. Pencelupan Polikrilat dengan Zat Warna Basa
- Kain poliakrilat
- Zat warna basa “Maxilon Blue 5G EC 300%”
- Asam asetat 98%
- Natrium karbonat
- Air
- Sabun
4.2.2. Pencelupan Polikrilat dengan Zat Warna Dispersi
- Kain poliakrilat
- Zat warna dispersi “Dispersol Red BB”
- Asam asetat 98%
- pendispersi
- Air
- Sabun
V. RESEP
5.1. Pencelupan Polikrilat dengan Zat Warna Basa
Resep Pencelupan
Zat warna basa : 1% owf
Retarder : 2 g/L
Asam asetat 98% : pH 2-4-6
Na2CO3 : pH 8
Vlot : 1:20
Suhu : 100°C
Waktu : 30 menit
Resep Pencucian
Sabun : 1 ml/L
Vlot : 1:20
Suhu : 60°C
Waktu : 10 menit

5.2. Pencelupan Polikrilat dengan Zat Warna Dispersi


Resep Pencelupan
Zat warna dispersi : 1% owf
Asam asetat 98% : pH 3-5-7
Pendispersi : 0,5 ml/L &1 ml/L
Vlot : 1:20
Suhu : 100°C
Waktu : 30 menit
Resep Pencucian
Sabun : 1 ml/L
Vlot : 1:20
Suhu : 60°C
Waktu : 10 menit
VI. FUNGSI ZAT
6.1. Pencelupan Polikrilat dengan Zat Warna Basa
• Zat warna basa berfungsi untuk memberikan warna pada serat poliakrilat dengan
ikatan ionik.
• Asam asetat 98% dan Natrium karbonat berfungsi untuk mendapatkan suasana
asam maupun basa pada larutan pencelupan serta mengatur pH larutan
pencelupan.
• Retarder kationik dan anionik berfungsi untuk menghambat masuknya zat warna
basa pada benang poliakrilat sehingga hasil celup lebih rata.
• Sabun untuk proses pencucian setelah proses pencelupan untuk menghilangkan
zat warna basa yang hanya menempel di permukaan serat.

6.2. Pencelupan Polikrilat dengan Zat Warna Dispersi


• Zat warna dispersi berfungsi memberi warna pada kain poliakrilat secara merata
dan permanen
• Asam asetat berfungsi untuk mendapatkan suasana asam agar tidak terjadi
kerusakan serat dan zat warna selam proses pencelupan
• Pendisperi berfungsi mendispersikan zat warna dispersi agar terdispersi
monomolekuler dalam larutan celup
• Sabun pada proses pencucian berfungsi untuk menghilangkan zat warna yang
menempel di permukaan kain

VII. DIAGRAM ALIR

Evaluasi
Persiapan Proses Ketuaan dan
Pencucian
pencelupan Pencelupan Kerataan
Warna
VIII. SKEMA PROSES
8.1. Pencelupan Poliakrilat dengan Zat Warna Basa

 Air
 Zw dispersi
(˚C)  pendispersi 100˚C
 Asam
asetat/Na2CO3
 kain Cuci sabun

60˚C

40˚C

5’ 30’ 30’ 20’ 10’

(menit)

8.2. Pencelupan Poliakrilat dengan Zat Warna Dispersi

 Air
 Zw basa
(˚C)  Asam 100˚C
asetat/Na2CO3
 retarder
 kain Cuci sabun

60˚C

40˚C

10’ 30’ 30’ 15’ 10’

(menit)

IX. CARA KERJA


a. Siapkan alat dan bahan yang diperlukan
b. Pilihlah jenis zat warna asam sesuai dengan resep yang dibuat
c. Buatlah larutan induk zat warna dari 1 gram zat warna dengan 100 ml air
d. Tambahkan bahan-bahan sesuai resep pada tabung rapid
e. Masukkan kain poliakrilat
f. Lakukan proses pencelupan menggunakan HT-dyeing
g. Lakukan proses pencucian dengan menambahkan bahan sesuai resep pencucian
h. Keringkan kain
i. Lakukan evaluasi pada hasil pencelupan
X. PERHITUNGAN
10.1. Pencelupan Poliakrilat dengan Zat Warna Basa
1) Variasi pH 2
Resep Pencelupan
Larutan zat warna induk = 1 g/100 ml
Berat bahan = 7,63 g
Kebutuhan larutan celup = 7,63 × 20 = 152,6 𝑚𝑙
100 𝑚𝑙
Zat warna basa = 1% × 7,63 𝑔 × = 7,63 𝑚𝑙
1𝑔

Zat pendispersi = 1 𝑚𝑙 ⁄𝐿 × 152,6 𝑚𝑙 = 0,1526 𝑚𝑙


Asam asetat 30% = 𝑝𝐻 2
Zat perata = 2 𝑚𝑙 ⁄𝐿 × 152,6 𝑚𝑙 = 0,3052 𝑚𝑙
Kebutuhan air = 152,6 − 7,63 − 0,1526 − 0,3052 = 144,5122 𝑚𝑙
Resep Pencucian
Berat bahan = 7,63 g
Kebutuhan larutan cuci = 7,63 × 20 = 152,6 𝑚𝑙
Sabun = 1 𝑚𝑙 ⁄𝐿 × 152,6 𝑚𝑙 = 0,1526 𝑚𝑙
Kebutuhan air = 152,6 − 0,1526 = 152,4474 𝑚𝑙
2) Variasi pH 4
Resep Pencelupan
Larutan zat warna induk = 1 g/100 ml
Berat bahan = 7,61 g
Kebutuhan larutan celup = 7,61 × 20 = 152,2 𝑚𝑙
100 𝑚𝑙
Zat warna basa = 1% × 7,61 𝑔 × = 7,61 𝑚𝑙
1𝑔

Zat pendispersi = 1 𝑚𝑙 ⁄𝐿 × 152,2 𝑚𝑙 = 0,1522 𝑚𝑙


Asam asetat 30% = 𝑝𝐻 4
Zat perata = 2 𝑚𝑙 ⁄𝐿 × 152,2 𝑚𝑙 = 0,3044 𝑚𝑙
Kebutuhan air = 152,2 − 7,61 − 0,1522 − 0,3044 = 144,1334 𝑚𝑙
Resep Pencucian
Berat bahan = 7,61 g
Kebutuhan larutan cuci = 7,61 × 20 = 152,2 𝑚𝑙
Sabun = 1 𝑚𝑙 ⁄𝐿 × 152,2 𝑚𝑙 = 0,1522 𝑚𝑙
Kebutuhan air = 152,2 − 0,1522 = 152,0478 𝑚𝑙
3) Variasi pH 6
Resep Pencelupan
Larutan zat warna induk = 1 g/100 ml
Berat bahan = 7,71 g
Kebutuhan larutan celup = 7,71 × 20 = 154,2 𝑚𝑙
100 𝑚𝑙
Zat warna basa = 1% × 7,71 𝑔 × = 7,71 𝑚𝑙
1𝑔

Zat pendispersi = 1 𝑚𝑙 ⁄𝐿 × 154,2 𝑚𝑙 = 0,1542 𝑚𝑙


Asam asetat 30% = 𝑝𝐻 6
Zat perata = 2 𝑚𝑙 ⁄𝐿 × 154,2 𝑚𝑙 = 0,3084 𝑚𝑙
Kebutuhan air = 154,2 − 7,71 − 0,1542 − 0,3084 = 146,0274 𝑚𝑙
Resep Pencucian
Berat bahan = 7,71 g
Kebutuhan larutan cuci = 7,71 × 20 = 154,2 𝑚𝑙
Sabun = 1 𝑚𝑙 ⁄𝐿 × 154,2 𝑚𝑙 = 0,1542 𝑚𝑙
Kebutuhan air = 154,2 − 0,1542 = 152,0458 𝑚𝑙
4) Variasi pH 8
Resep Pencelupan
Larutan zat warna induk = 1 g/100 ml
Berat bahan = 7,59 g
Kebutuhan larutan celup = 7,59 × 20 = 151,8 𝑚𝑙
100 𝑚𝑙
Zat warna basa = 1% × 7,59 𝑔 × = 7,59 𝑚𝑙
1𝑔

Zat pendispersi = 1 𝑚𝑙 ⁄𝐿 × 151,8 𝑚𝑙 = 0,1518 𝑚𝑙


Na2CO3 = 𝑝𝐻 8
Zat perata = 2 𝑚𝑙 ⁄𝐿 × 151,8 𝑚𝑙 = 0,3036 𝑚𝑙
Kebutuhan air = 151,8 − 7,59 − 0,1518 − 0,3036 = 143,7546 𝑚𝑙
Resep Pencucian
Berat bahan = 7,59 g
Kebutuhan larutan cuci = 7,59 × 20 = 151,8 𝑚𝑙
Sabun = 1 𝑚𝑙 ⁄𝐿 × 151,8 𝑚𝑙 = 0,1518 𝑚𝑙
Kebutuhan air = 151,8 − 0,1518 = 151,6482 𝑚𝑙
10.2. Pencelupan Poliakrilat dengan Zat Warna Dispersi
1) Variasi pH 3 dengan zat pendispersi 1 ml/L
Resep Pencelupan
Larutan zat warna induk = 1 g/100 ml
Berat bahan = 8,68 g
Kebutuhan larutan celup = 8,68 × 20 = 173,6 𝑚𝑙
100 𝑚𝑙
Zat warna dispersi = 1% × 8,68 𝑔 × = 8,68 𝑚𝑙
1𝑔

Zat pendispersi = 1 𝑚𝑙 ⁄𝐿 × 173,6 𝑚𝑙 = 0,1736 𝑚𝑙


CH3COOH 30% = 𝑝𝐻 3
Kebutuhan air = 173,6 − 8,68 − 0,1736 = 164,7464 𝑚𝑙
Resep Pencucian
Berat bahan = 8,68 g
Kebutuhan larutan cuci = 8,68 × 20 = 173,6 𝑚𝑙
Sabun = 1 𝑚𝑙 ⁄𝐿 × 173,6 𝑚𝑙 = 0,1736 𝑚𝑙
Kebutuhan air = 173,6 − 0,1736 = 173,4264 𝑚𝑙

2) Variasi pH 5 dengan zat pendispersi 1 ml/L


Resep Pencelupan
Larutan zat warna induk = 1 g/100 ml
Berat bahan = 8,01 g
Kebutuhan larutan celup = 8,01 × 20 = 160,2 𝑚𝑙
100 𝑚𝑙
Zat warna dispersi = 1% × 8,01 𝑔 × = 8,01 𝑚𝑙
1𝑔

Zat pendispersi = 1 𝑚𝑙 ⁄𝐿 × 160,2 𝑚𝑙 = 0,1602 𝑚𝑙


CH3COOH 30% = 𝑝𝐻 5
Kebutuhan air = 160,2 − 8,01 − 0,1602 = 152,0298 𝑚𝑙
Resep Pencucian
Berat bahan = 8,01 g
Kebutuhan larutan cuci = 8,01 × 20 = 160,2 𝑚𝑙
Sabun = 1 𝑚𝑙 ⁄𝐿 × 160,2 𝑚𝑙 = 0,1602 𝑚𝑙
Kebutuhan air = 160,2 − 0,1602 = 160,0398 𝑚𝑙
3) Variasi pH 7 dengan zat pendispersi 1 ml/L
Resep Pencelupan
Larutan zat warna induk = 1 g/100 ml
Berat bahan = 7,45 g
Kebutuhan larutan celup = 7,45 × 20 = 149 𝑚𝑙
100 𝑚𝑙
Zat warna dispersi = 1% × 7,45 𝑔 × = 7,45 𝑚𝑙
1𝑔

Zat pendispersi = 1 𝑚𝑙 ⁄𝐿 × 149 𝑚𝑙 = 0,149 𝑚𝑙


CH3COOH 30% = 𝑝𝐻 7 (0 ml)
Kebutuhan air = 149 − 7,45 − 0,149 = 141,401 𝑚𝑙
Resep Pencucian
Berat bahan = 7,45 g
Kebutuhan larutan cuci = 7,45 × 20 = 149 𝑚𝑙
Sabun = 1 𝑚𝑙 ⁄𝐿 × 149 𝑚𝑙 = 0,149 𝑚𝑙
Kebutuhan air = 149 − 0,149 = 148,851 𝑚𝑙

4) Variasi pH 5 dengan zat pendispersi 0,5 ml/L


Resep Pencelupan
Larutan zat warna induk = 1 g/100 ml
Berat bahan = 8,14 g
Kebutuhan larutan celup = 8,14 × 20 = 162,8 𝑚𝑙
100 𝑚𝑙
Zat warna dispersi = 1% × 8,14 𝑔 × = 8,14 𝑚𝑙
1𝑔

Zat pendispersi = 0,5 𝑚𝑙 ⁄𝐿 × 162,8 𝑚𝑙 = 0,0814 𝑚𝑙


CH3COOH 30% = 𝑝𝐻 5
Kebutuhan air = 162,8 − 8,14 − 0,0814 = 154,5786 𝑚𝑙
Resep Pencucian
Berat bahan = 8,14 g
Kebutuhan larutan cuci = 8,14 × 20 = 162,8 𝑚𝑙
Sabun = 1 𝑚𝑙 ⁄𝐿 × 162,8 𝑚𝑙 = 0,1628 𝑚𝑙
Kebutuhan air = 162,8 − 0,1628 = 162,6372 𝑚𝑙
XI. HASIL PENCELUPAN

9.1. Pencelupan Poliakrilat dengan Zat Warna Basa

Evaluasi
No. Variasi Hasil Pencelupan
Ketuaan Kerataan

1. pH 2 4 1

2. pH 4 5 1

3. pH 6 3 1

4. pH 8 2 1
9.2. Pencelupan Poliakrilat dengan Zat Warna Dispersi

Evaluasi
No. Variasi Hasil Pencelupan
Ketuaan Kerataan

pH 3
1. 5 1
Pendispersi 1 ml/L

pH 5
2. 4 1
Pendispersi 1 ml/L

pH 7
3. 3 1
Pendispersi 1 ml/L

pH 5
4. 2 1
Pendispersi 0,5 ml/L
XII. DISKUSI
12.1 Pencelupan Poliakrilat dengan Zat Warna Basa
Pada pencelupan kali ini praktikan mencelup serat poliakrilat dengan zat
warna basa, menggunakan variasi pH.
Serat poliakrilat merupakan serat buatan yang terbentuk dari polimer
sintetik yaitu vinil sianida. Serat ini sangat kuat, hidrofob dan sukar dicelup.
kemudian serat polimer poliakrilat dimodifikasi berupa kopolimer dengan
monomer lain yang mengandung gugus yang bersifat anionik seperti karboksil
atau sulfonat. Dengan adanya gugus-gugus tersebut membuat serat poliakrilat
yang sekarang ini dapat dicelup dengan zat warna basa yang dalam larutan celup
bersifat kationik.
Zat warna basa mempunyai muatan positif atau sebagai kation pada bagian
yang bewarna, zat warna basa termasuk zat warna yang tidak larut tetapi dalam
larutan yang bersifat asam zat warna akan berubah menjadi bentuk garam yang
mudah larut.
Pada pencelupan kali ini pH yang digunakan adalah pH 2-4-6-8. Dari
evaluasi hasil pencelupan, kain celup yang memiliki ketuaan yang paling tua
yaitu pH 4 dibandingkan dengan pH 2 yang lebih muda. Hal ini benar adanya,
bahwa pada umumnya pencelupan serat poliakrilat dengan zat warna basa
berlangsung dalam suasana asam pH 4-4,5 .
Jika pH terlalu rendah atau <4, zat warna akan sangat larut dan zat warna
basa akan sukar difusi ke dalam serat, sehingga hasil celup rata tetapi warnanya
muda. Jika pH >4, zat warna basa kurang larut dan akan menghasilkan warna
muda dan belang, belang ini dapat diatasi dengan penambahan retarder. Zat
warna basa ini sensitif terhadap pH sehingga warna dapat berubah-ubah jika pH
tidak stabil, oleh karena itu agar pH larutan celup stabil dapat digunakan sistem
buffer pH.
Sedangkan hasil celup dengan pH 3 memiliki ketuaan dengan nilai 3, untuk
pH 8 memiliki ketuaan dengan nilai 2 yang mana hasil celupannya yang paling
muda karena pada suasana ini zat warna basa kurang larut. Untuk kerataan semua
hasil celup menghasilkan kerataan yang sama baiknya, karena dengan adanya
penambahan retarder.
12.2 Pencelupan Poliakrilat dengan Zat Warna Dispersi
Pada pencelupan kali ini praktikan mencelup serat poliakrilat dengan zat
warna dispersi, menggunakan variasi pH dan pendispersi.
Serat poliakrilat merupakan serat buatan yang terbentuk dari polimer
sintetik yaitu vinil sianida. Serat ini sangat kuat, hidrofob dan sukar dicelup.
Pengerjaan panas diatas 110˚C akan menyebabkan warna serat berubah
kekuningan hingga hitam, untuk proses pencelupan kali ini cukup dengan suhu
100˚C.
Zat warna dispersi yang digunakan yang memiliki struktur molekul yang
kecil yaitu type A atau B. Zat warna dispersi ini bersifat hidrofob, sehingga dapat
digunakan untuk mewarnai serat poliakrilat yang hidrofob pula. Dalam
pemakaiannya memerlukan zat pembantu yang berfungsi untuk mendispersikan
zat warna dan mendistribusikannya secara merata di dalam larutan, dengan
penambahan zat pendispersi.
Pada pencelupan kali ini pH yang digunakan yaitu pH 3-5-7 dan zat
pendispersi yang digunakan 0,5 ml/L & 1 ml/L. Dari evaluasi hasi pencelupan,
kain celup yang memiliki ketuaan yang paling tua adalah pH 3 dengan
pendispersi 1 ml/L. Hal ini dikarenakan suasana pencelupan yang lebih asam
yang menyebabkan serat bermuatan positif lebih banyak, untuk poliakrilat sendiri
ketahanan terhadap alkali lemah cukup baik tetapi dalam alkali kuat panas akan
merusak serat dengan cepat. Dan penggunaan pendispersi yang lebih banyak (1
ml/L) menyebabkan pendispersian zat warna lebih baik dan lebih rata di dalam
larutan celup dibandingkan dengan hanya menambahkan pendispersi 0,5 ml/L.
Untuk ketuaan yang kedua yaitu pH 5 & pendispersi 1 ml/L, kemudian
ketuaan yang ketiga yaitu pH 7 & pendispersi 1 ml/L. Sedangkan hasil celupan
yang paling muda yaitu pH 5 & pendispersi 0,5 ml/L, hal ini dikarekan suasana
celup yang agak asam dan penambahan pendispersi yang sedikit ini bisa
menyebabkan zat warna dispersi tidak terdispersikan secara sempurna di dalam
larutan, sehingga yang tercelupnya pun lebih sedikit/warna muda. Untuk kerataan
semua hasil celup menghasilkan kerataan yang sama baiknya.
XIII. KESIMPULAN
 Pencelupan poliakrilat dengan zat warna asam yang memiliki ketuaan dan kerataan
yang paling baik ada pada pH 4
 Pencelupan poliakrilat dengan zat warna dispersi yang memiliki ketuaa dan kerataan
yang paling baik ada pada pH3 dan pendispersi 1ml/L
DAFTAR PUSTAKA

Gitopatmojo, I. (1978). Pengantar Kimia Zat Warna. ITT: Bandung.

Jufri, R. (1978). Teknologi Pengelantangan, Pencelupan dan Pencapan. Bandung: ITT.

M. Ichwan, A. (2013). BAHAN AJAR PRAKTIKUM PENCELUPAN II. Bandung: Sekolah


Tinggi Teknologi Tekstil.

P. Corbman, B. e. (1983). Textiles Fiber to Fabric. New York: Bronx Community College
City Univercity of New York.

Salihima, A. S. (1978). Pedoman Praktikum Pengelantangan dan Pencelupan. Bandung:


Institut Teknologi Tekstil.

Anda mungkin juga menyukai