Jurnal Bu Vilya

Anda mungkin juga menyukai

Anda di halaman 1dari 12

Diagnosis dan Tata Laksana Infeksi Virus Influenza A H5N1

Abstrak: Virus influenza A H5N1 adalah virus influenza A subtipe baru yang sangat patogen,

sebelumnya menyerang unggas kemudian dapat menyerang manusia dengan gejala dan

komplikasi yang sangat berat. Oleh karena itu, virus ini diperkirakan dapat sebagai penyebab

terjadinya pandemi di kemudian hari. Pengobatan harus diberikan secepat mungkin tanpa

menunggu hasil konfirmasi laboratorium. Pemeriksaan laboratorium yang jitu sangat

diperlukan untuk memastikan diagnosis serta untuk kepentingan surveilans penyakit secara

ketat. Saat ini WHO mengorganisasi berbagai usaha untuk mencegah agar virus influenza A

H5N1 tidak dapat mengadakan mutasi dan mengadaptasi diri pada manusia, sehingga tidak

dapat menimbulkan pandemi di kemudian hari. Usaha-usaha tersebut di antaranya,

mengisolasi penderita di rumah sakit, memberikan obat antivirus, memusnahkan ternak yang

terifeksi virus H5N1, mencegah dengan imunisasi, dan memberikan profilaksis antivirus.

Kata kunci: diagnosis, pengobatan, virus influenza H5N1

Pendahuluan

Influenza unggas atau sering disebut “flu burung” adalah penyakit infeksius pada spesies

burung yang menyerang saluran napas dari gejala yang paling ringan sampai dengan yang

paling berat. Penyakit ini disebabkan oleh 16 subtipe H dan 9 subtipe N virus influenza A yang

berasal dari influenza unggas. Saat ini ada dua subtipe virus influenza A yang beredar pada

populasi manusia di seluruh dunia, yaitu H1N1 dan H2N3. Juga ada subtipe lain yang beredar

pada populasi binatang, terutama pada spesies burung air. Karena genom virus influenza

berbentuk segmen, maka sangat mudah terjadi gen reassortment. Adanya koinfeksi pada satu

pejamu oleh dua virus yang berbeda mengakibatkan terbentuknya virion hibrid. Virus dengan

patogenisitas rendah dapat mengalami mutasi menjadi virus yang sangat patogenik. Virus hasil

mutasi dapat mengakibatkan terjadinya pandemi di seluruh dunia, di antaranya virus influenza
subtipe H2N2 yang mengakibatkan pandemi di Asia tahun 1957 dan subtipe H3N2 yang

mengakibatkan pandemi di Hongkong pada tahun 1968. Akhir-akhir ini, ditemukan infeksi

virus influenza A subtipe baru yang menyebabkan kejadian luar biasa (KLB) dan sangat

patogenik, yaitu virus influenza A subtipe H5N1, yang dapat menyebabkan penyakit yang

sangat berat pada manusia. Virus galur H5N1 mempunyai kemampuan untuk menghindari

sitokin dalam menghadapi mekanisme pertahanan tubuh (sitokin merupakan lini pertahanan

pertama tubuh terhadap infeksi virus influenza). Dengan munculnya virus subtipe baru H5N1

yang sangat patogen, maka timbul dugaan bahwa galur virus subtipe baru ini merupakan galur

penyebab terjadinya pandemi di seluruh dunia di kemudian hari.

Cara Penularan pada Manusia

Influenza pada manusia ditularkan melalui inhalasi droplet infeksius secara langsung dan

mungkin juga secara tidak langsung dengan memegang muntah yang infeksius, kemudian

secara tidak sengaja memegang hidung atau mata, sehingga terjadi infeksi. Cara penularan

efisien yang lain sampai saat ini belum diketahui. Untuk infeksi virus influenza A (H5N1) pada

manusia terbukti penularan dari unggas ke manusia, dan kemungkinan dari lingkungan ke

manusia.

Virus influenza berkembang pada saluran napas dan saluran cerna unggas yang terinfeksi,

sehingga virus banyak ditemukan pada saliva, sekret hidung atau pada feses dari unggas

tersebut. Unggas yang rentan akan terinfeksi bila mengadakan kontak dengan ekskresi atau

kontak langsung dengan unggas yang terinfeksi. Banyak ahli yakin bahwa sebagian besar kasus

infeksi flu burung pada manusia disebabkan oleh kontak dengan ternak yang terinfeksi.

Dari hasil penelitian kasus kontrol faktor risiko penularan penyakit influenza unggas H5N1

pada manusia yang Diagnosis dan Tata Laksana Infeksi Virus Influenza A H5N1 dilakukan di

Hong Kong, penularan terjadi sebagai akibat manusia terpajan peternakan (berkunjung ke
peternakan, sebagai penjual ayam hasil peternakan yang masih hidup), dan bukan disebabkan

karena melakukan perjalanan, atau memasak ayam hasil peternakan. Dicurigai adanya

penularan dari orang ke orang, tetapi masih belum teribukti dengan jelas.

Walaupun hasil penelitian ini menunjukkan bahwa paparan terhadap ternak yang masih hidup

merupakan faktor risiko utama untuk mendapat infeksi influenza A H5N1, tetapi cara

penularan yang pasti masih belum diketahui. Umumnya, cara penularan virus influenza pada

manusia karena adanya kontak langsung atau tidak langsung dengan bebek atau ayam yang

terinfeksi virus melalui aerosol, cairan hidung, dan kotoran yang mengandung banyak virus.

Virus yang diekskresi lewat kotoran dapat hidup beberapa hari dalam lingkungan udara

terbuka. Secara teori beberapa cara penularan lain juga mungkin terjadi, misalnya menelan air

kolam renang yang terkontaminasi virus pada saat berenang. Selain itu, penggunaan kotoran

ternak unggas sebagai pupuk, juga mungkin merupakan sumber penularan terhadap manusia.

Virus influenza A H5N1 mungkin juga menular dengan cara yang sama. Diperkirakan,

penularan dari peternakan ke manusia agaknya sangat sulit untuk menimbulkan pandemi

influenza, tetapi virus ini mempunyai potensi untuk mengadakan reassortment atau mengalami

mutasi dan rekombinasi materi genetik dengan subtipe virus influenza manusia, sehingga

dengan mudah dapat menular ke manusia, yang dapat mengakibatkan terjadinya pandemi di

seluruh dunia.

Sampai saat ini belum ada bukti adanya penularan langsung dari orang ke orang, walaupun

ditemukan sedikit bukti adanya penularan dari orang ke orang berdasarkan penelitian yang

dilakukan di Hong Kong dan di Thailand.

Berdasarkan studi serologis juga menunjukkan bahwa tidak ada bukti adanya penularan dari

manusia ke manusia. Untungnya, sampai saat ini virus H5N1 belum dapat menular dengan

mudah dari orang ke orang, sehingga kita masih mempunyai kesempatan untuk mengatasi

masalah yang mungkin akan timbul. Walaupun demikian, kita harus selalu waspada dengan
mengadakan surveilans yang ketat agar virus ini tidak memiliki kemampuan untuk menular

dari orang ke orang.

Tanda dan Gejala

Tanda dan gejala yang ditimbulkan oleh infeksi virus influenza A H5N1 pada manusia sangat

bervariasi dan pada umumnya sama seperti infeksi virus influenza yang lain. Masa inkubasi

juga sangat bervariasi antara 2 hingga 17 hari.4 Gejala yang muncul dapat berupa penyakit

ringan, infeksi subklinis, atau dapat juga menampilkan gejala yang tidak khas, misalnya

ensefalopati dan gastroenteritis. Pada sebagian penderita ditemukan gejala demam, badan

lemas, nyeri otot, nyeri tenggorokan, batuk dan pilek. Gejala konjungtivitis sangat jarang

ditemukan. Demam tinggi secara terus-menerus merupakan gejala yang cukup khas.

De Jong et al. 2005, melaporkan seorang anak meninggal karena menderita infeksi virus

influenza A H5N1 tanpa adanya gejala kelainan sistem pernapasan.12 Virus dapat diisolasi dari

spesimen cairan serebrospinal, feses, usapan tenggorokan, dan serum. Penderita hanya

menunjukkan gejala diare yang berat, kemudian diikuti kejang dan koma yang progresif,

sehingga diagnosis yang ditegakkan adalah ensefalitis akut. Dua minggu sebelumnya kakak

perempuannya juga menderita penyakit yang sama. Ada yang melaporkan bahwa perjalanan

penyakit infeksi virus H5N1 sangat progresif dan sering menimbulkan komplikasi yang sangat

berat seperti sindrom gagal napas yang berat (sehingga memerlukan alat bantu napas), gagal

ginjal, hemofagositosis, leukopeni, dan limfopeni.7 Faktor risiko yang memegang peranan

penting terjadinya penyakit yang berat adalah umur yang sudah tua, terlambat mendapat

perawatan rumah sakit, pneumonia, leukopeni, limfopeni, kegagalan organ multipel, dan

sindrom Reye, sehingga penderita meninggal.

Gejala lain yang juga ditemukan adalah diare, muntah, nyeri perut, nyeri dada, perdarahan

hidung dan gigi, yang umumnya ditemukan pada permulaan perjalanan penyakit. Diare berair
tanpa darah lebih sering ditemukan pada subtipe H5N1 dibandingkan dengan infeksi virus

influenza yang lain, dan biasanya terjadi satu munggu sebelum munculnya gejala kelainan

saluran napas. Walaupun ditemukan adanya manifestasi gejala kelainan saluran pencernaan,

gangguan fungsi hepar, ginjal, dan kelainan hematologi yang memberi kesan bahwa tropisme

virus H5N1 lebih luas dari pada virus influenza A H1N1 atau H3N2, akan tetapi tidak ada bukti

yang jelas adanya replikasi virus di luar saluran napas.

Respons Antibodi Terhadap Virus H5N1

Kinetik respons antibodi netralisasi serum terhadap virus influenza A H5N1 sama dengan

respons antibodi terhadap virus influenza A manusia yang beredar sebelumnya (H1N1, H3N2

dan H2N2).13 Antibodi netralisasi umumnya dapat dideteksi 14 hari atau lebih sesudah

timbulnya gejala. Titer antibodi yang dapat diamati pada anak-anak maupun pada orang dewasa

adalah >640, 20 hari atau lebih sesudah munculnya gejala. Respons immunoglobulin (Ig) G

dan M yang spesifik H5 dapat dideteksi pada sebagian besar anak dan orang dewasa. Setelah

diadakan surveilans seroepidemiologi pada populasi masyarakat umum di Hong Kong ternyata

tidak ditemukan adanya antibodi terhadap virus H5N1. Antibodi hanya terdeteksi pada pekerja

di peternakan. Hal itu mungkin disebabkan oleh adanya pajanan infeksi virus influenza H5N1

dari peternakan.

Mendeteksi Kasus dan Tatalaksana Perawatan di Rumah Sakit

Bila jumlah penderita infeksi virus H5N1 masih sedikit, penderita yang dicurigai atau sudah

jelas menderita influenza A (H5N1) sebaiknya dirawat di rumah sakit dalam ruang isolasi untuk

pengamatan perjalan klinis, melakukan tes laboratorium, dan pemberian obat antivirus. Jika

penderita dipulangkan dengan cepat, kedua orang tua dan keluarganya diberikan penjelasan

tentang kebersihan pribadi dan cara mencegah terjadinya infeksi. Penderita yang dirawat harus
diberikan perawatan penunjang seperti oksigen dan alat bantu napas jika diperlukan. Penderita

harus menggunakan masker nebulizers dengan tekanan oksigen tinggi untuk mencegah infeksi

nosokomial.

Diagnosis

Pasien dicurigai menderita influenza unggas atau flu burung jika mengeluh adanya penyakit

saluran napas, yang sebelumnya pernah mengadakan kontak langsung ataupun tidak langsung,

menangani atau memelihara, atau terpajan langsung dengan ayam atau burung yang sakit

influenza.

Selain adanya gejala klinis tersebut di atas, pemeriksaan foto thoraks juga sangat berguna untuk

mendeteksi adanya pneumonia fase dini.3,15 Diagnosis dipastikan dengan pemeriksaan

laboratorium spesimen yang berasal dari hapusan tenggorokan, cairan yang berasal

endotrakhea, sputum, dan serum penderita yang dicurigai secara klinis.

Diagnosis berdasarkan laboratorium

Identifikasi infeksi virus influenza A manusia dengan pemeriksaan laboratorium umumnya

dilakukan sesuai dengan anjuran WHO (2005), yaitu dengan mendeteksi antigen virus secara

langsung, mengisolasi virus dalam biakan sel, atau mendeteksi RNA spesifik-influenza dengan

pemeriksaan reverse transcriptase-polymerase chain reaction (RT-PCR) menggunakan

pasangan primer yang spesifik untuk sekuens HA dan NA virus influenza A/H5N1. Strategi

tes laboratorium tahap pertama dari masingmasing spesimen adalah untuk mendiagnosis

infeksi virus influenza secara cepat, serta menyingkirkan kemungkinan infeksi yang

disebabkan oleh virus lain yang dapat menginfeksi saluran napas. Idealnya, hasil harus sudah

diperoleh dalam 24 jam.


Prosedur untuk mendiagnosis influenza

Pemeriksaan yang tersedia untuk mendiagnosis infeksi virus influenza A adalah:

1. Mendeteksi antigen secara cepat (hasil dapat diperoleh dalam waktu 15-30 menit).

- Tes influenza pada penderita (Near-patient test for influenza). Tes ini sudah tersedia secara

komersial.

- Immunofluorescence assay. Pemeriksaan ini sudah digunakan secara luas dan merupakan

metode yang sangat sensitif untuk mendiagnosis infeksi virus influenza A dan B serta lima

infeksi virus pernapasan yang sangat penting secara klinis.

- Enzyme immuno assay. Untuk pemeriksaan nukleoprotein (NP) influenza A.

2. Biakan virus. Hasil didapat dalam 2-10 hari. Metode shellvial dan biakan sel standar

digunakan untuk mendeteksi virus pernapasan yang penting secara klinis. Biakan influenza

yang positif mungkin memperlihatkan efek sitopatik, tetapi lebih sering tidak. Untuk itu,

diperlukan pemeriksaan immunofluorescence biakan sel atau haemagglutinasi inhibisi (HI) dari

medium biakan sel untuk mengidentifikasi virus. Isolasi virus merupakan teknik yang sangat

sensitif. Selain mempunyai keuntungan dapat mengidentifikasi virus, metode ini juga dapat

digunakan untuk menganalisis antigenik dan genetik virus, menguji suseptibilitas virus

terhadap obat, serta virus yang diperoleh dapat digunakan untuk membuat vaksin. Sel yang

paling sering digunakan adalah sel garis keturunan Madin-Daby Canine Kidney cells

(MDCK).3 Setiap spesimen dengan hasil virus influenza A yang positif dan dicurigai sebagai

infeksi flu burung harus dites lebih lanjut untuk memastikan adanya infeksi H5 menggunakan

referensi laboratorium H5 WHO. Laboratorium yang tidak mempunyai kemampuan untuk

melakukan prosedur mengidentifikasi subtipe virus influenza diharuskan untuk mengirim

spesimen atau isolat virus ke pusat influenza nasional.

3. Polymerase chain reaction dan Real-time PCR assay.


Merupakan teknik yang sangat kuat untuk mengidentifikasi genom virus influenza. Genom

virus influenza merupakan RNA untai tunggal, dan salinan DNA (cDNA) harus disintesis

terlebih dahulu menggunakan reverse transcriptase (RT) polymerase.

Prosedur untuk amplikasi genom RNA memerlukan pasangan primer spesifik untuk gen

hemagglutinin (HA) virus influenza A H5 dan neuraminidase (NA) N1.

Hasil dapat diperoleh dalam beberapa jam setelah spesimen klinis atau biakan sel yang

terinfeksi sudah tersedia.

Primer HA yang digunakan

H5-1: GCC ATT CCA CAA CAT ACA CCC

H5-2: CTC CCC TGC TCA TTG CTA TG

Memberikan hasil panjangnya 219 bp.

Primer NA yang digunakan

N1-1: TTG CTT GGT CGG CAA GTG C

N1-2: CCA GTC CAC CCA TTT GGA TCC

Memberikan hasil panjangnya 616 bp

Pemeriksaan serologis untuk mengidentifikasi dilakukan dengan mengukur antibodi spesifik

menggunakan tes hemagglutinasi inhibisi, pemeriksaan immuno enzim, dan tes neutralisasi

virus, dan yang lebih spesifik adalah dengan tes mikro netralisasi yang juga sudah

dikembangkan. Karena tes ini memerlukan virus hidup, maka penggunaannya untuk

mendeteksi antibodi spesifik virus influenza burung yang sangat patogenik dibatasi hanya

untuk laboratorium yang mempunyai fasilitas biosafety level.

Pengobatan

Umumnya obat yang digunakan sebagai obat antivirus influenza adalah golongan inhibitor

protein matriks M2 dan golongan penghambat neuramidase (NA). Golongan penghambat M2


adalah amantadin dan rimantadin, sedangkan golongan inhibitor neuraminidase adalah

oseltamivir dan zanavir. Jika seorang pasien dicurigai menderita penyakit flu burung, maka

pengobatan harus diberikan secepat mungkin, tanpa menunggu konfirmasi hasil laboratorium.

Pengobatan terhadap infeksi subtipe virus influenza A H5N1, pada prinsipnya adalah sama

dengan infeksi yang disebabkan oleh virus influenza A yang lain. Sayangnya, subtipe virus

influenza A H5N1 yang beredar saat ini sudah ada yang resisten terhadap obat amantadin dan

rimantadin. Kedua obat ini biasanya digunakan untuk mengobati influenza. Tetapi, obat

antivirus lain (oseltamivir dan zanavir) masih efektif terhadap virus galur H5N1. Walaupun

demikian, virus H5N1 juga dilaporkan sudah ada yang resisten terhadap obat oseltamivir.

19 Saat ini sedang diteliti tentang efektivitas obat oseltamivir dengan dosis dua kali lipat untuk

mencegah terjadinya resistensi. Dosis obat antivirus oseltamivir yang diberikan kepada

penderita H5N1 pada prinsipnya adalah sama dengan penderita influenza yang lain. Untuk

orang dewasa umur lebih 13 tahun diberikan 2x75 mg sehari selama 5 hari, sedangkan untuk

anak yang berumur >1 tahun dengan berat <15 kg diberikan 2x30 mg sehari; 15-23 kg diberikan

2x45 mg sehari; 23-40 kg diberikan 2x60 mg sehari; dan anak dengan berat badan >40 kg

diberikan 2x75 mg sehari.

Pengobatan diberikan selama 5 hari. Untuk penggunaan profilaksis pada orang dewasa yang

berumur lebih 13 tahun yang kontak erat dengan penderita diberikan 1x75 mg sehari selama

lebih 7 hari, dan bila terjadi wabah diberi 1x75 mg sehari selama 6 minggu.22-24

Usaha untuk Pertahanan

Usaha yang paling penting dilakukan untuk mempertahankan agar virus jangan sampai

menginfeksi manusia adalah dengan membunuh semua ternak yang terbukti terserang infeksi

virus influenza A H5N1. Usaha ini banyak dilakukan di negara maju yang kondisi ekonominya

sudah baik, seperti, Hong Kong, Jepang, Cina, Korea Selatan, Vietnam, dan Thailand.25 Di
Indonesia usaha ini juga sudah dilakukan, tetapi masih belum secara keseluruhan. Usaha lain

yang dilakukan adalah dengan mengimunisasi ternak (ayam dan bebek). Tetapi imunisasi

ternak masih menjadi perdebatan. Dengan imunisasi berarti masih memberikan kesempatan

kepada virus untuk beredar pada peternakan, karena imunisasi tidak dapat mencegah infeksi

virus 100% pada ternak. Sering kali ternak masih menderita penyakit influenza A tanpa gejala

atau dengan gejala yang ringan. Hal ini memberikan kesempatan kepada virus untuk

beradaptasi dan mengadakan mutasi, sehingga ia selalu beredar dalam peternakan dan mungkin

dapat meloncat dan beradaptasi pada manusia.3 Apabila ternak diimunisasi, maka harus

dilakukan pada daerah yang tidak terinfeksi H5N1, dan harus dilakukan monitoring secara ketat

terhadap kemungkinan terjadinya reassortment virus.

Surveilans terhadap penderita harus dilakukan dengan ketat. Penderita yang dicurigai

menderita influenza A H5N1 harus diteliti kemudian dikonfirmasi dengan hasil laboratorium,

selanjutnya dilakukan penelitian untuk menentukan sumber infeksi.

Pencegahan

Sekarang banyak negara melarang mengimpor ayam hidup atau hasil ternak yang lain dari

negara yang sudah terserang flu burung. Karena ini dianggap hal yang paling penting dalam

penyebaran virus influenza A H5N1 dari satu negara ke negara lain.3,27 Tahap penting lain

yang harus diikuti adalah:3

1. Bagi orang yang menangani ternak harus menggunakan masker dan sarung tangan.

2. Dapur dan peralatan yang digunakan harus dibersihkan sebelum dan sesudah digunakan.

3. Ayam atau bebek harus dimasak sampai mencapai temperatur mendidih.

4. Lalu lintas manusia yang keluar masuk peternakan harus dikontrol.

5. Apabila ada ayam, bebek, atau burung sakit atau mati tanpa diketahui penyebabnya; atau

petugas peternakan yang sakit, maka harus dilaporkan ke pihak yang berwajib.
Imunisasi

Usaha pencegahan lain yang sangat penting untuk mencegah timbulnya penyakit pada manusia

adalah imunisasi menggunakan vaksin yang dibuat sesuai dengan antigen yang dimiliki oleh

virus influenza A H5N1. Sampai saat ini belum ada vaksin virus influenza A (H5) yang tersedia

untuk manusia secara komersial. Sebelumnya pernah dibuat vaksin H5, tetapi kurang

imunogenik sehingga perlu diberikan dua sampai tiga dosis. Penelitian sudah banyak dilakukan

untuk membuat vaksin terhadap virus influenza A H5N1. membuat vaksin DNA yang

mengkode hemaglutinin yang memberikan perlindungan terhadap infeksi virus influenza A

H5N1 pada mencit. Vaksin ini cukup baik dan perlu diteliti lebih lanjut pada binatang

mamalia.32 Bresson et al. (2006) juga sudah meneliti vaksin virion H5N1 mati terpisah (split

vaccine) sudah sampai pada fase I.33 Manfaat vaksin ini untuk menghadapi pandemi juga harus

diteliti lebih jauh. Profilaksis dengan memberikan obat antivirus (oseltamivir) juga dapat

dilakukan, terutama di daerah yang sudah terjangkit penyakit influenza A H5N1.

Pengawasan di Rumah Sakit

Influenza terkenal sebagai patogen nosokomial. Oleh karena itu, sangat disarankan untuk

mencegah terjadinya penularan ke petugas kesehatan dan penderita lain dalam situasi

nonpandemi dan dalam perawatan penderita. Dalam menangani penderita, para perawat harus

menggunakan masker. Perawat yang terpajan tanpa alat pelindung harus diberikan

kemoprofilaksis oseltamivir 75 mg setiap hari selama 7 sampai 10 hari. Pemberian profilaksis

sebelum terpajan dibenarkan jika terbukti bahwa galur virus influenza A (H5N1) dapat menular

dari orang ke orang secara efisien atau untuk seseorang yang memiliki risiko pajanan yang

tinggi.
Kontak di dalam Rumah Tangga dan Kontak Dekat

Seseorang yang mengadakan kontak dengan penderita influenza A (H5N1) di dalam rumah

tangga harus mendapat profilaksis seperti di atas. Penderita yang dicurigai mengadakan kontak

dengan virus, maka gejala demam dan gejala lain yang mungkin akan muncul harus diamati.

Walaupun sampai saat ini penularan sekunder sangat rendah, tetapi orang yang terpajan perlu

dikarantina selama 1 minggu setelah mengadakan kontak dengan penderita. Jika ada bukti

terjadi penularan dari orang ke orang, maka orang yang mengadakan kontak harus dikarantina.

Jika seseorang tanpa pelindung mengadakan kontak dengan penderita atau dengan sumber

infeksi (seperti, peternakan) yang diperkirakan tertular dengan virus influenza A (H5N1), maka

disarankan untuk mendapat kemoprofilaksis.

Penutup

Virus influenza A subtype H5N1 adalah virus subtipe baru yang sangat patogen pada manusia,

diperkirakan akan menjadi penyebab pandemi di kemudian hari. Untuk mencegah agar tidak

terjadi peristiwa pandemi yang tidak diinginkan tersebut, maka para peneliti, klinisi, ahli

epidemiologi, dan ahli yang lain, mengadakan pemantauan yang ketat terhadap perkembangan

dan penyebaran virus.

Usaha-usaha yang dilakukan di antaranya dengan menegakkan diagnosis secepat mungkin dan

dengan tatalaksana yang baik, di antaranya berupa perawatan dan isolasi di rumah sakit,

pemberian obat antivirus, tindakan pencegahan secara umum, pencegahan dengan imunisasi,

dan tindakan pencegahan dengan kebersihan pribadi, serta mengadakan survelans yang ketat.

Dengan melakukan usaha ini diharapkan virus H5N1 tidak dapat berkembang dan tidak

menjadi penyebab terjadinya pandemi dikemudian hari.

Anda mungkin juga menyukai