progam Keluarga Berencana (KB) di Indonesia telah dilaksanakan mulai
tahun 1965 yang disponsori oleh Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia
(PKBI) (majalah bidan 2004). KB merupakan salah satu cara usaha kesehatan preventive yang paling dasar bagi wanita, meskipun tidak selalu diakui demikian. Untuk optimalisasi manfaat kesehatan KB, pelayanan tersebut harus disediakan bagi wanita dengan cara menggabungkan dan memenuhi kebutuhan kesehata n reproduksi utama dan yang lain (Khomsan, 2007)
Kontrasepsi suntikan di Indonesia merupakan salah satu kontrasepsi yang
populer. Kontrasepsi suntikan yang digunakan ialah long-acting progestin,yaitu Noritesteron Enantat(NET EN) dan Depo Medroksi Progesterone Acetat (DMPA). Suntikan diberikan pada hari ke 3-5 hari pasca persalinan, segera setelah keguguran, dan pada masa interval sebelum hari ke 5 haid. (Prawiroharjo, 2005).
Faktor- faktor yang mempengaruhi dalam pemillihan metode kontrasepsi
adalah sebagai berikut: usia, paritas, usia anak terkecil, tujuan reproduksi, frekwensi hubungan seksual, pengaruh orang lain, resiko PMS, resiko HIV, faktor ekonomi dan aksebilitas, kesalahan persepsi tentang suatu metode, kepercayaan religius dan budaya, tingkat pendidikan, persepsi resiko kehamilan, pengetahuan (Brahm, 2006)
Pendidikan merupakan salah satu cara menyebarkan informasi tentang KB.
Progam pendidikan dapat meningkatkan manfaat Keluarga Berencana (KB) dan membantu calon peserta memilih cara KB yang paling tepat bagi mereka (Maxwell, 2002). Tingkat pendidikan tidak saja mempengaruhi kerelaan menggunakan keluarga berencana, tetapi juga pemilihan suatu metode. Beberapa studi telah memperlihatkan bahwa metode kalender lebih banyak digunakan oleh pasangan yang lebih berpendidikan. Dihipotesiskan bahwa wanita yang berpendidikan menginginkan keluarga berencana yang efektif, tetapi tidak rela untuk mengambil resiko yang terkait dengan sebagian metode kontrasep si modern.(Brahm, 2007) Usia seorang wanita dapat mempengaruhi kecocokan dan akseptabilitas metode-metode kontrasepsi tertentu. Dua kelompok pemakai kontrasepsi yaitu remaja dan premenepouse perlu mendapatkan perhatian khusus.(Brahm, 2007)
Paritas seorang wanita dapat mempengaruhi cocok atau tidaknya suatu
metode secara medis. Oleh karena itu penyedia layanan harus cermat meneliti apakah wanita tersebut masih nulipara ataukah multipara, karena bila salah pemakaian KB dapat mengganggu kesuburan di masa depan.(Brahm, 2007) Data dari Survey Demografi Keluarga Indonesia(SDKI) pada tahun 2009 didapatkan prosentse peserta KB aktif di Indonesia, menurut alat dan cara KB, adalah pil 18,3 %, IUD 12 %, suntik 51%, kondom, 0,8%, implant 6,4%, MOW 5,9% , MOP 0%. Menurut hasil suvey tahun 2009 di Jawa Timur peserta KB aktif sebanyak 78.083, dengan rincian menurut alat dan cara KB adalah IUD 3,93% MOW 0,76% MOP 0,02% kondom 6,47% implant 2,57% suntik 61,95% pil 24,28%. (BKKBN,2009
Berdasarkan data dari Dinas Kesehatan Kabupaten Jombang, peserta KB
aktif pada tahun 2009 sebanyak 176.559 dengan rincian menurut alat dan cara KB adalah IUD 11.990(6,7%), MOW/MOP 11.453 (6,5%), implant 10.401 (5,9%), suntik 104.706 (59,3%), pil 36.058(20,42%), kondom 1.909 (1,08%). Didapatkan data di Puskesmas Cukir jumlah peserta KB aktif sebanyak 8.165. Dengan pemakai KB suntik terbanyak di wilayah Kabupaten Jombang, yaitu dengan rincian sebagai berikut, suntik 5.284(64,7%) IUD 463 (5,7%) MOP/MOW 662(8,1%) implant 265(3,3%) pil 1.419(17,4%) kondom 72(0,9%). Dan desa Bandung merupakan wilayah kerjaPuskesmas Cukir yang jumlah peserta KB suntiknya terbanyak dari pada 10 desa lainnya yaitu dengan rincian sebagai berikut, suntik 928(63,9%) IUD 94(6,5%) MOP 2(0,13%) MOW 58(4%) implant 59(4%) pil 288(19,8%) kondom 23(1,6%). (Dinkes Kabupaten jombang, 2009) Dalam pelayanan KB dibagi menjadi 3 fase, yaitu fase menunda kehamilan pada usia <20 th dianjurkan memakai pil, IUD-mini dan metode sederhana dan tidak dianjurkan memakai suntikan. Fase menjarangkan kehamilan pada usia 20 -35 th pilihan terbaik adalah menggunakan IUD dan suntikan. Fase mengakhiri kehamilan pada usia >35 th lebih dianjurkan memakai kontap, IUD.(Ha nafi, 2004)
Berdasarkan studi pendahuluan di Desa Bandung Kecamatan Diwek
Kabupaten Jombang didapatkan data bahwa pemakai KB suntik yang berumur <20 th sebanyak 10 orang, umur 20-35 th sebanyak 309 orang, dan umur >35 th sebanyak 609 orang. Dan dilakukan wawancara dengan dengan 10 orang ibu yang memakai alat kontrasepsi suntik. Bahwa mereka memakai KB suntik karena mudah dan tidak begitu menakutkan dibandingkan dengan IUD, implant, dan streril.Dari uraian di atas ditemukan suatu masalah, yaitu masih terdapat ibu yang memakai
KB suntik 3 bulan yang berdasarkan pekerjaan Swasta 8 orang (57,14%)
merupakan pemakai tertinggi di bandingkan dengan yang menggunakan kb suntik yang 1 bulan sebanyak 6 orang (42,85%),dan pekerjaan Ibu rumah tangga yang menggunakan KB suntik 3 bulan 11 orang (25,56) sedangkan yang menggunakan KB suntik 1 bulan 32 orang (74,42%). tetapi juga karena metode- metode tersebut membutuhkan pertimbangan yang dapat diterima sehubungan dengan kebijakan nasional KB, kurangnya pengetahuan wanita tentang metode kontrasepsi, kesehatan individual, dan seksualitas wanita atau biaya untuk memperoleh kontrasepsi. Dalam memilih suatu metode, wanita harus menimbang berbagai faktor, termasuk status kesehatan mereka, efek samping potensial suatu metode, konsekuensi terhadap kehamilan yang tidak diinginkan,besarnya keluarga yang diinginkan, kerjasama pasangan, dan norma budaya mengenai kemampuan mempunyai anak (Maryani, 2008).
Terdapatnya permasalahan dalam pemakaian KB suntik merupakan salah
satu pengaruh dari kurangnya pengetahuan akseptor tentang KB. Untuk mengatasi permasalahan itu akseptor membutuhkan konselling yang tepat tentang KB. Tentunya dangan memperhatikan beberapa aspek, yaitu: kesehatan, agama, dan yang terpenting adalah pendidikan calon akseptor KB tersebut. Dan dapat menyesuaikan cara komunikasi sesuai dengan kemampuan penerimaan calon akseptor tersebut.