Anda di halaman 1dari 28

TUGAS SISTEM PENCERNAAN

ISS-IT ASKEP
“SIROSIS HEPATIS”

Disusun Oleh :

(Kelompok 5)

1. Kastina Sholihah (10215007)


2. Oktavia Eka Puspitasari (10215013)
3. Yunita Sari (10215025)
4. Shinta Putri Gitayu (10215026)
5. Dadang Ari Wibowo (10215037)
6. Ajeng Rahma Miaji (10215047)
7. Septiawan Agung Dwi Sahuri Eriana (10215053)

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN


INSTITUT ILMU KESEHATAN BHAKTI WIYATA
KEDIRI
2017
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, Puja dan Puji Syukur tercurahkan kepada Allah SWT karena atas
limpahan nikmat dan karunia-Nya. Shalawat serta salam semoga tercurahkan kepada
Nabi Muhammad SAW sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah kelompok
ini tepat pada waktunya. Dengan judul TUGAS SISTEM PENCERNAAN ISS-IT
ASKEP SIROSIS HEPATIS. Banyak kesulitan yang kami hadapi dalam membuat tugas
makalah ini tapi dengan semangat dan kegigihan serta arahan, semangat dari kerja
kelompok kami sehingga kami mampu menyelesaikan tugas makalah ini dengan baik.

Kami menyimpulkan bahwa tugas makalah ini masih belum sempurna, oleh
karena itu kami menerima kritik dan saran, guna kesempurnaan tugas makalah ini dan
bermanfaat bagi kami dan pembaca pada umumnya.

Kediri, 28 Maret 2017

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

COVER
KATA PENGANTAR .......................................................................................... ii
DAFTAR ISI ......................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ...................................................................................... 4
B. Rumusan Masalah ................................................................................. 5
C. Tujuan .................................................................................................. 5
D. Manfaat ................................................................................................ 6
BAB II PEMBAHASAN
A. Definisi Sirosis Hepatis .................................................................... 7
B. Klasifikasi ......................................................................................... 7
C. Etiologi Sirosis Hepatis ..................................................................... 8
D. Patofisiologi Sirosis Hepatis .............................................................. 10
E. Manifestasi Klinis Sirosis Hepatis ..................................................... 10
F. Pemeriksaan Penunjang Sirosis Hepatis ............................................ 12
G. Komplikasi Sirosis Hepatis................................................................ 13
H. Penatalaksanaan Sirosis Hepatis ........................................................ 14
I. Pathway Sirosis Hepatis .................................................................... 17
J. Asuhan Keperawatan Sirosis Hepatis ................................................ 20
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan .......................................................................................... 30
B. Saran .................................................................................................... 30
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 31

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Hati merupakan organ terbesar dalam tubuh manusia. di dalam hati terjadiproses-
proses penting bagi kehidupan kita. yaitu proses penyimpanan energi, pengaturan
metabolisme kolesterol, dan peneralan racun/obat yang masuk dalam tubuh kita.
sehingga dapat kita bayangkan akibat yang akan timbul apabila terjadi kerusakan pada
hati (Price & Wilson, 2005). Peradangan sel hati yang luas dan menyebabkan banyak
kematian sel menyebabkan banyaknya terbentuk jaringan ikat dan regenerasi noduler
dengan berbagai ukuran yang di bentuk oleh sel parenkim hati yang masih sehat.
akibatnya bentuk hati yang normal akan berubah disertai terjadinya penekanan pada
pembuluh darah dan terganggunya aliran darah vena pota yang akhirnya menyebakan
hipertensi portal (Hockenberry & Wilson, 2008).
Sirosis hepatis adalah suatu penyakit di mana sirkulasi mikro, anatomi pembuluh
darah besar dan seluruh system arsitekture hati mengalami perubahan menjadi tidak
teratur dan terjadi penambahan jaringan ikat (firosis) di sekitar paremkin hati yang
mengalami regenerasi. Sirosis didefinisikan sebagai proses difus yang di karakteristikan
oleh fibrosis dan perubahan struktur hepar normal menjadi penuh nodule yang tidak
normal. Di Negara barat akibat tersering dari penyakit sirosis adalah akibat
mengkonsumsi alcohol, sedangkan di Indonesia terbanyak akibat dari infeksi virus
hepatitis B dan C. Hasil dari penelitian di Indonesia menyebutkan sirosis hepatitis B
menyebabkan sirosis sebesar 40-50% dan virus hepatitis C 30-40%, sedangkan 10-20%
penyebabnya tidak diketahui dan termaksud kelompok virus B dan C (Hockenberry &
Wilson, 2008).
Penyakit sirosis hepatis merupakan penyebab kematian terbesar setelah penyakit
kardiovaskuler dan kanker (Lesmana, 2004). Diseluruh dunia sirosis hepatis menempati
urutan ketujuh penyebab kematian. Sekitar 25.000 orang meninggal setiap tahun akibat
penyakit ini. Menurut organisasi kesehatan dunia (WHO), pada tahun 2006 sekitar170
juta umat manusia terinfeksi sirosis hepatis. Angka ini meliputi sekitar3% dariseluruh
populasi manusia di dunia dan setiap tahunnya infeksi barusirosis hepatis bertambah 3-4
juta orang.Menurut laporan rumah sakit umum pemerintah di Indonesia, rata-rata
prevalensi sirosis hati adalah 3,5% seluruh pasien yang dirawat di bangsal

4
PenyakitDalam, atau rata-rata 47,4% dari seluruh pasien penyakit hati yang dirawat.
Perbandingan prevalensi sirosis pada pria:wanita adalah 2,1:1 dan usia rata-rata 44 tahun.
Berdasarkan studi kasus diatas, kami ingin mengangkat makalah tentang sirosis
hepatik atau sirosis hati sehingga diharapkan dapat menambah pengetahuan tentang
sirosis hepatik serta mengetahui penanganan yang tepat agar dapat menurunkan angka
kejadian dari sirosis hepatik.

B. Rumusan Masalah
1. Apa definisi dari sirosis hati ?
2. Apa klasifikasi sirosis hati ?
3. Apa etiologi sirosis hati ?
4. Bagaimana patofisiologi dari sirosis hati ?
5. Bagaimana manifestasi klinis dari sirosis hati ?
6. Bagaimana pemeriksaan diagnostik dari sirosis hati ?
7. Bagaimana komplikasi dari sirosis hati ?
8. Bagaimana Penatalaksanaan dari sirosis hati ?
9. Bagaimana pathways sirosis hati ?
10. Bagaimana Asuhan Keperawatan dari sirosis hati ?

A. Tujuan
1. Untuk mengetahui definisi dari sirosis hati
2. Untuk mengetahui klasifikasi sirosis hati
3. Untuk mengetahui etiologi sirosis hati
4. Untuk mengetahui patofisiologi dari sirosis hati
5. Untuk mengetahui manifestasi klinis dari sirosis hati
6. Untuk mengetahui apasaja pemeriksaan diagnostik dari sirosis hati
7. Untuk mengetahui komplikasi dari sirosis hati
8. Untuk mengetahui penatalaksanaan dari sirosis hati
9. Untuk mengetahui pathways sirosis hati
10. Untuk mengetahui asuhan keperawatan dari sirosis hati

5
C. Manfaat
1. Bagi Mahasiswa
Pembaca dapat menambah wawasan mengenai sirosis hati dan asuhan
keperawatan dari sirosis hati terutamauntuk mahasiswa kesehatan.
2. Bagi Masyarakat
Menambah wawasan kepada masyarakat terkait sirosis hepatik dan
penanganannya.

6
BAB II

PEMBAHASAN

A. DEFINISI
Sirosis adalah suatu keadaan patologis yang menggambarkan stadium akhir
fibrosis hepatic yang berlangsung progesif yang ditandaidengan distorssi dari
arsitektur hepar dan pembentukan nodulus regenerative. (Sudoyo Aru,dkk 2009)
Penyakit hati kronik ini dicirikandengan destorsi arsitektur hati yang normal
oleh lembar-lembar jaringan ikat dan nodul-nodul regenerasi sel hati yang
maengalami regenerasi yang tidak berkaitan dengan faskuler normal (Sylvia A price,
2006).
Sirosis hepatis adalah penyakit hati menahun yang ditandai dengan adanya
pembentukan jaringan ikat disertai nodul. Biasanya dimulai dengan adanya proses
peradangan nekrosis sel hati yang luas, pembentukan jaringan ikat, dan usaha
regenerasi nodul. Distrorsi arsitektur hati akan menimbulkan perubahan sirkulasi
mikro dan makro menjadi tidak teratur akibat penambahan jaringan ikat dan nodul
tersebut (Suzanne C.Smeltzer dan Brenda G. Bare, 2001:1154).
Berdasarkan beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa sirosishati
adalah penyakit hati kronis yang ditandai oleh adanya peradangan difus pada hati,
dikuti dengan proliferasi jaringan ikat, degenerasi dan regenerasi sel hati disertai
nodul dan merupakan stadium akhir dari penyakit hati kronis dan terjadinya
pengerasan dari hati.

B. KLASIFIKASI
Berdasarkan mortologi sherlock membagi sirosis hati atas 3 jenis, yaitu :
1. Mikronodular
2. Makronodular
3. Campuran ( gyang memperlihatkan gambaran mikro-dan makronodular )

7
Secara fungsional sirosis terbagi atas :

1. Sirosis hati kompensata


Sering disebut dengan laten sirosis hati. Pada atadiu kompensata ini belum
terlihat gejala-gejala yang nyata. Biasanya stadium ini ditemukan pada saat
pemeriksaan screening.
2. Sirosis hati dekompensaata
Dikenal dengan active sirosis hati dan stadium ini biasanya gejala-gejala sudah
jelas, misalnya : ascites, edema, dan ikterus.

C. ETIOLOGI

Penyebab yang pasti dari Sirosis Hepatis sampai sekarang belum jelas.

1. Faktor keturunan dan malnutrisi


WATERLOO (1997) berpendapat bahwa faktor kekurangan nutrisi
terutama kekurangan protein hewani menjadi penyebab timbulnya Sirosis
Hepatis. Menurut CAMPARA (1973) untuk terjadinya Sirosis Hepatis
ternyata ada bahan dalam makanan, yaitu kekurangan alfa 1-antitripsin.
2. Hepatitis virus
Hepatitis virus sering juga disebut sebagai salah satu penyebab dari Sirosis
Hepatis. Dan secara klinik telah dikenal bahwa hepatitis virus B lebih
banyak mempunyai kecenderungan untuk lebih menetap dan memberi gejala
sisa serta menunjukkan perjalanan yang kronis bila dibandingkan dengan
hepatitis virus A. penderita dengan hepatitis aktif kronik banyak yang
menjadi sirosis karena banyak terjadi kerusakan hati yang kronis.
Sebagaimana kita ketahui bahwa sekitar 10 % penderita hepatitis virus B
akut akan menjadi kronis. Apalagi bila pada pemeriksaan laboratories
ditemukan HBs Ag positif dan menetapnya e-Antigen lebih dari 10 minggu
disertai tetap meningginya kadar asam empedu puasa lebih dari 6 bulan,
maka mempunyai prognosis kurang baik.
3. Zat hepatotoksik
Beberapa obat-obatan dan zat kimia dapat menyebabkan terjadinya
kerusakan fungsi sel hati secara akut dan kronik. Kerusakan hati secara akut
akan berakibat nekrosis atau degenerasi lemak. Sedangkan kerusakan kronik

8
akan berupa Sirosis Hepatis. Pemberian bermacam obat-obatan hepatotoksik
secara berulang kali dan terus menerus. Mula-mula akan terjadi kerusakan
setempat, kemudian terjadi kerusakan hati yang merata, dan akhirnya dapat
terjadi Sirosis Hepatis. Zat hepatotoksik yang sering disebut-sebut adalah
alcohol. Efek yang nyata dari etil-alkohol adalah penimbunan lemak dalam
hati.
4. Penyakit Wilson
Suatu penyakit yang jarang ditemukan, biasanya terdapat pada orang-orang
muda dengan ditandai Sirosis Hepatis, degenerasi ganglia basalis dari otak,
dan terdapatnya cincin pada kornea yang berwarna coklat kehijauan disebut
Kayser Fleiscer Ring. Penyakit ini diduga disebabkan defisiensi bawaan dan
sitoplasmin.
5. Hemokromatosis
Bentuk sirosis yang terjadi biasanya tipe portal. Ada 2 kemungkinan
timbulnya hemokromatosis, yaitu :
sejak dilahirkan, penderita mengalami kenaikan absorpsi dari Fe.
Kemungkinan didapat setelah lahir (aquisita), misalnya dijumpai pada
penderita dengan penyakit hati alkoholik. Bertambahnya absorpsi dari Fe,
kemungkinan menyebabkan timbulnya Sirosis Hepatis.
6. Sebab-sebab lain
kelemahan jantung yang lama dapat menyebabkan timbulnya sirosis kardiak.
Perubahan fibrotik dalam hati terjadi sekunder terhadap anoksi dan nekrosis
sentrilibuler. Sebagai akibat obstruksi yang lama pada saluran empedu akan
dapat menimbulkan sirosis biliaris primer. Penyakit ini lebih banyak
dijumpai pada kaum wanita. Penyebab Sirosis Hepatis yang tidak diketahui
dan digolongkan dalam sirosis kriptogenik. Penyakit ini banyak ditemukan di
Inggris (menurut Reer 40%, Sherlock melaporkan 49%). Penderita ini
sebelumnya tidak menunjukkan tanda-tanda hepatitis atau alkoholisme,
sedangkan dalam makanannya cukup mengandung protein (Sujono, 2002).

9
D. PATOFISIOLOGI

Meskipun ada beberapa faktor yang terlibat dalam etiologi sirosis, konsumsi
minuman beralkohol dianggap sebagai faktor penyebab yang utama. Sirosis terjadi
dengan frekuensi paling tinggi pada peminum minuman keras. Meskipun defisiensi
gizi dengan penurunan asupan protein turut menimbulkan kerusakan hati pada sirosis,
namun asupan alkohol yang berlebihan merupakan faktor penyebab yang utama pada
perlemakan hati dan konsekuensi yang ditimbulkannya. Namun demikian, sirosis juga
pernah terjadi pada individu yang tidak memiliki kebiasaan minum minuman keras
dan pada individu yang dietnya normal tetapi dengan konsumsi alkohol yang tinggi
(Smeltzer & Bare, 2001).
Sebagian individu tampaknya lebih rentan terhadap penyakit ini dibanding
individu lain tanpa ditentukan apakah individu tersebut memiliki kebiasaan meminum
minuman keras ataukah menderita malnutrisi. Faktor lainnya dapat memainkan
peranan, termasuk pajanan dengan zat kimia tertentu (karbon tetraklorida, naftalen
terklorinasi, asen atau fosfor) atau infeksi skistosomiasis yang menular. Jumlah laki-
laki penderita sirosis adalah dua kali lebih banyak daripada wanita, dan mayoritas
pasien sirosis berusia 40-60 tahun (Smeltzer & Bare, 2001).
Sirosis alkoholik atau secara historis disebut sirosis Laennec ditandai oleh
pembentukan jaringan parut yang difus, kehilangan sel-sel hati yang uniform, dan
sedikit nodul regeneratif. Sehingga kadang-kadang disebut sirosis mikronodular.
Sirosis mikronodular dapat pula diakibatkan oleh cedera hati lainnya. Tiga lesi utama
akibat induksi alkohol adalah perlemakan hati alkoholik, hepatitis alkoholik, dan
sirosis alkoholik (Tarigan, 2001).

E. MANIFESTASI KLINIS

Menurut Smeltzer & Bare (2001) manifestasi klinis dari sirosis hepatis antara lain:
1. Pembesaran Hati
Pada awal perjalanan sirosis hati, hati cenderung membesar dan sel-selnya
dipenuhi oleh lemak. Hati tersebut menjadi keras dan memiliki tepi tajam yang
dapat diketahui melalui palpasi. Nyeri abdomen dapat terjadi sebagai akibat dari
pembesaran hati yang cepat dan baru saja terjadi sehingga mengakibatkan
regangan pada selubung fibrosa hati (kapsula Glissoni). Pada perjalanan

10
penyakit yang lebih lanjut, ukuran hati akan berkurang setelah jaringan parut
menyebabkan pengerutan jaringan hati. Apabila dapat dipalpasi, permukaan hati
akan teraba berbenjol-benjol (noduler).
2. Obstruksi Portal dan Asites
Manifestasi lanjut sebagian disebabkan oleh kegagalan fungsi hati yang
kronis dan sebagian lagi oleh obstruksi sirkulasi portal. Semua darah dari organ-
organ digestif praktis akan berkumpul dalam vena porta dan dibawa ke hati.
Karena hati yang sirotik tidak memungkinkan perlintasan darah yang bebas,
maka aliran darah tersebut akan kembali ke dalam limpa dan traktus
gastrointestinal dengan konsekuensi bahwa organ-organ ini menjadi tempat
kongesti pasif yang kronis; dengan kata lain, kedua organ tersebut akan
dipenuhi oleh darah dan dengan demikian tidak dapat bekerja dengan baik.
Pasien dengan keadaan semacam ini cenderung menderita dyspepsia kronis dan
konstipasi atau diare. Berat badan pasien secara berangsur-angsur mengalami
penurunan. Cairan yang kaya protein dan menumpuk dirongga peritoneal akan
menyebabkan asites. Hal ini ditunjukkan melalui perfusi akan adanya shifting
dullness atau gelombang cairan. Splenomegali juga terjadi. Jaring-jaring
telangiektasis, atau dilatasi 12 arteri superfisial menyebabkan jaring berwarna
biru kemerahan, yang sering dapat dilihat melalui inspeksi terhadap wajah dan
keseluruhan tubuh.
3. Varises Gastrointestinal
Obstruksi aliran darah lewat hati yang terjadi akibat perubahan fibrotik
juga mengakibatkan pembentukan pembuluh darah kolateral dalam sistem
gastrointestinal dan pemintasan (shunting) darah dari pembuluh portal ke dalam
pembuluh darah dengan tekanan yang lebih rendah. Sebagai akibatnya,
penderita sirosis sering memperlihatkan distensi pembuluh darah abdomen yang
mencolok serta terlihat pada inspeksi abdomen (kaput medusae), dan distensi
pembuluh darah diseluruh traktus gastrointestinal. Esofagus, lambung dan
rektum bagian bawah merupakan daerah yang sering mengalami pembentukan
pembuluh darah kolateral. Distensi pembuluh darah ini akan membentuk varises
atau hemoroid tergantung pada lokasinya.
Karena fungsinya bukan untuk menanggung volume darah dan tekanan
yang tinggi akibat sirosis, maka pembuluh darah ini dapat mengalami ruptur dan
menimbulkan perdarahan. Karena itu, pengkajian harus mencakup observasi

11
untuk mengetahui perdarahan yang nyata dan tersembunyi dari traktus
gastrointestinal. Kurang lebih 25% pasien akan mengalami hematemesis ringan;
sisanya akan mengalami hemoragi masif dari ruptur varises pada lambung dan
esofagus.
4. Edema
Gejala lanjut lainnya pada sirosis hepatis ditimbulkan oleh gagal hati yang
kronis. Konsentrasi albumin plasma menurun sehingga menjadi predisposisi
untuk terjadinya edema. Produksi aldosteron yang berlebihan akan
menyebabkan retensi natrium serta air dan ekskresi kalium.
5. Defisiensi Vitamin dan Anemia
Karena pembentukan, penggunaan dan penyimpanan vitamin tertentu
yang tidak memadai (terutama vitamin A, C dan K), maka tanda-tanda
defisiensi vitamin tersebut sering dijumpai, khususnya sebagai fenomena
hemoragik yang berkaitan dengan defisiensi vitamin K. Gastritis kronis dan
gangguan fungsi gastrointestinal bersama-sama asupan diet yang tidak adekuat
dan gangguan fungsi hati turut menimbulkan anemia yang sering menyertai
sirosis hepatis. Gejala anemia dan status nutrisi serta kesehatan pasien yang
buruk akan mengakibatkan kelelahan hebat yang mengganggu kemampuan
untuk melakukan aktivitas rutin sehari-hari.
6. Kemunduran Mental
Manifestasi klinis lainnya adalah kemunduran fungsi mental dengan
ensefalopati dan koma hepatik yang membakat. Karena itu, pemeriksaan
neurologi perlu dilakukan pada sirosis hepatis dan mencakup perilaku umum
pasien, kemampuan kognitif, orientasi terhadap waktu serta tempat, dan pola
bicara.

F. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK / PEMERIKSAAN PENUNJANG


1. Pemeriksaan fungsi hepar abnormal:
a. Peningkatan alkalin fosfat serum, ALT, dan AST (akibat dari destruksi
jaringan hepar)
b. Peningkatan kadar ammonia darah (akibat dari kerusakan metabolism protein)
c. PT memanjang (akibat kerusakan sintesis protombin dan factor pembekuan)
2. Biopsy hepar dapat memastikan diagnosis bila pemeriksaan serum dan
pemeriksaan radiologis tidak dapat menyimpulkan
12
3. Scan CT, atau MRT di lakukan untuk mengkaji ukuran hepar, derajat obstruksi
dari aliran darah hepatic
4. Elektrolit serum menunjukkan hipokalemia, alkalosis, dan hiponatremia
(disebabkan oleh peningkatan skresi aldosteron pada respons terhadap kekurangan
volume cairan ekstraseluler sekunder terhadap asites)
5. TDL menunjukkan penurunan SDM, hemoglobin, hematokrit, trombosit, dan SDP
(hasil dari depresi sumsum sekunder terhadap kegagalan ginjal dan kerusakan
metabolisme nutrient)
6. Urinalisis menunjukkan bilirubinuria
7. SGOT, SGPT, LDH (meningkat)
8. Endoskopi retrograde kolangiopankreatografi (ERCP) obstruksi duktus koledukus
9. Esofagoskopi (varises) dengan barium esofagografi
10. Biopsy hepar & ultrasonografi (Nurarif & Kusuma, 2015)

1. Peningggian kadar gula darah. Hati tidak mampu membentuk glikogen, bila terus
meninggi prognosis jelek.
2. Pemeriksaan marker serologi seperti virus, HbsAg/HbsAb, HbcAg/ HbcAb, HBV
DNA, HCV RNA. Untuk menentukan etiologi sirosis hati dan pemeriksaan AFP
(alfa feto protein) penting dalam menentukan apakah telah terjadi transpormasi
kearah keganasan.

Pemeriksaan Laboratorium Secara Umum dapat kita lihat dari :

1. Urine : bila ada ikterus, urobilin dan bilirubin menjadi positif.


2. Feses : ada perdarahan maka test benzidin positif.
3. Darah : dapat timbul anemia, hipoalbumin, hiponatrium.
4. Test faal hati.

G. KOMPLIKASI
Komplikasi yang sering ditemukanantara lain adalah:

1. Pendarahan gastrointestinal
2. Hipertensi portal menimbulkan varises oesofagos, dimana suatu saat akan pecah
sehingga timbul pendarahan
3. Koma hepatikum

13
4. Ulkus hepatikum
5. Karsinoma hepatoselulir
6. Kemungkinan timbul karena adanya hiferflasia noduler yang akan berubah
menjadi edenomata multiple dan akhirnya akan menjadi karsinoma yang multiple
7. Infeksi misalnya:
a. Peritonitis
b. Pnemonira
c. Bronchopneumonia
d. TBC
e. Paru
f. Glumerolumerolunephiritis, pielonheparitis, sistits, peritonitis, endocarditis
8. Srrplas, septikema
9. Penyebab kematian
Komplikasi sirosis hepatis menurut Tarigan (2001) adalah:
1. Hipertensi portal

2. Coma/ ensefalopaty hepatikum

3. Hepatoma

4. Asites

5. Peritonitis bakterial spontan

6. Kegagalan hati (hepatoselular)

7. Sindrom hepatorenal

H. PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan menurut Tarigan (2001) adalah:
1. Pasien dalam keadaan kompensasi hati yang baik cukup dilakukan kontrol
yang teratur, istirahat yang cukup, susunan diet tinggi kalori tinggi protein,
lemak secukupnya.
2. Pasien sirosis dengan penyebab yang diketahui seperti :

14
b. Alkohol dan obat-obatan dianjurkan menghentikan penggunaannya.
Alkohol akan mengurangi pemasukan protein ke dalam tubuh. Dengan
diet tinggi kalori (300 kalori), kandungan protein makanan sekitar 70-90
gr sehari untuk menghambat perkembangan kolagenik dapat dicoba
dengan pemberian D penicilamine dan Cochicine.
c. Hemokromatis
Dihentikan pemakaian preparat yang mengandung besi/ terapi kelasi
(desferioxamine). Dilakukan vena seksi 2x seminggu sebanyak 500cc
selama setahun.
d. Pada hepatitis kronik autoimun diberikan kortikosteroid.
7. Terapi terhadap komplikasi yang timbul
a. Asites
Tirah baring dan diawali diet rendah garam, konsumsi garam sebanyak 5,2
gram/ hari. Diet rendah garam dikombinasi dengan obat-obatan diuretik.
Awalnya dengan pemberian spironolakton dengan dosis 100-200 mg
sekali sehari. Respons diuretik bisa dimonitor dengan penurunan berat
badan 0,5 kg/ hari, tanpa adanya edema kaki atau 1 kg/ hari dengan
adanya edema kaki. Bilamana pemberian spironolakton tidak adekuat bisa
dikombinasi dengan furosemid dengan dosis 20-40 mg/ hari. Pemberian
furosemid bisa ditambah dosisnya bila tidak ada respons, maksimal
dosisnya 160 mg/ hari. Parasentesis dilakukan bila asites sangat besar.
Pengeluaran asites bisa hingga 4-6 liter dan dilindungi dengan pemberian
albumin.
b. Perdarahan varises esofagus (hematemesis, hematemesis dengan melena
atau melena ja)
1) Lakukan aspirasi cairan lambung yang berisi darah untuk mengetahui
apakah perdarahan sudah berhenti atau masih berlangsung.
2) Bila perdarahan banyak, tekanan sistolik dibawah 100 mmHg, nadi
diatas 100 x/menit atau Hb dibawah 99% dilakukan pemberian IVFD
dengan pemberian dextrose/ salin dan tranfusi darah secukupnya.
3) Diberikan vasopresin 2 amp 0,1 gr dalam 500cc D5% atau normal salin
pemberian selama 4 jam dapat diulang 3 kali.
c. Ensefalopati

15
1) Dilakukan koreksi faktor pencetus seperti pemberian KCL pada
hipokalemia.
2) Mengurangi pemasukan protein makanan dengan memberi diet sesuai.
3) Aspirasi cairan lambung bagi pasien yang mengalami perdarahan pada
varises.
4) Pemberian antibiotik campisilin/ sefalosporin pada keadaan infeksi
sistemik.
5) Transplantasi hati.
d. Peritonitis bakterial spontan
Diberikan antibiotik pilihan seperti cefotaksim, amoxicillin, aminoglikosida.
e. Sindrom hepatorenal/ nefropatik hepatik
Mengatur keseimbangan cairan dan garam.

16
J. ASUHAN KEPERAWATAN
Pengkajian
1. Identitas:
a) Umur ( biasanya Usia : diatas 30 tahun )
b) Laki-laki beresiko lebih besar daripada perempuan

2. Riwayat Kesehatan
a) Keluhan Utama :
Klien mengeluh perut terasa mual dan muntah
b) Riwayat Penyakit Sekarang :
Iterus, anoreksia, mual, muntah dan gangguan pola tidur.
c) Riwayat Kesehatan masa lalu :
Hepatitis C atau B dan riwayat penggunaan alkohol
d) Riwayat penyakit keluarga :
riwayat kesehatan keluarga yang lain tidak ada yang pernah menderita
penyakit seperti ini.

Pemeriksaan Fisik
1. Head to toe
a. Kepala
1) Kepala
Inspeksi: Bentuk kepala simetris
Palpasi: Tidak ada lesi, tidak ada benjolan
2) Rambut
Inspeksi: Kondisi rambut bersih, tidak ada ketombe, warna rambut hitam,
rambut lurus tidak rontok.
3) Mata
Inspeksi: Warna sklera putih, konjungtiva anemis, pupil isokor sclera agak
ikterus, reflek cahaya positif, tajam penglihatan menurun.
Palpasi: Tidak adanya edema dan tidak ada benjolan disekitar mata

20
4) Hidung
Inspeksi: Deformitas pada hidung, tidak ada cuping hidung, ada sekret,
tidak ada polip atau benjolan didalam hidung, fungsi penciuman menurun,
kedua lubang hidung simetris dan tidak terjadi pendarahan pada lubang
hidung (epistaksis).
5) Mulut
Inspeksi: Tidak ada perdarahan rahang gigi, warna mukosa mulut pucat,
membran mukosa kering, tidak ada lesi, tidak terdapat benjolan pada lidah,
tidak ada karies pada gigi.
6) Telinga
Inpeksi: Kedua telinga simetris, tidak ada lesi pada telinga, ada sekret
berlebih, tidak adanya edema, ketika diperiksa dengan otoskop tidak
adanya peradangan, dan tidak terdapat cairan pada membran timpani.
Palpasi: tidak ada nyeri tekan pada aurikula dan membran timpani normal.
Auskultasi: Tes rinne (+), tes wibber (+).
b. Leher
Inspeksi: Bentuk simetris, warna kulit rata sama dengan tubuh, tidak ada lesi,
tidak ada pembesaran kelenjar limfe.
Palpasi: Tidak ada deformitas pada trakea, tidak ada benjolan pada leher, tidak
ada nyeri tekan dan tidak ada peradangan.
c. Dada
1) Paru
Inspeksi: Bentuk dada bidang, simetris antara kiri dan kanan, pola napas
pendek pada istirahat dan aktivitas, frekuensi napas pasien reguler,
pergerakan otot bantu pernafasan normal.
2) Jantung
TD: peningkatan sistolik dengan diastolic stabil.
Inspeksi: denyutan jantung normal
Palpasi: Ictus cordis normal di IC ke 5
Auskultasi: Bunyi jantung normal, tidak ada pembesaran jantung atau
tidak ada kardiomegali.
Perkusi: pekak
d. Abdomen

21
Inspeksi: warna kulit abdomen normal seperti warna kulit disekitarnya, tidak
ada distensi, tidak adanya bekas operasi, tidak terdapat kolostomi, asites, perut
terasa mual dan begah.
Auskultasi: peristaltik usus normal 5-30 x/ menit
Perkusi: timpani
Palpasi: adanya nyeri tekan, tidak ada hematomegali, ada pembesaran.
e. Otot
Inspeksi: Kelemahan otot dan penurunan kekuatan
f. Integumen
Inspeksi: Terdapat kemerahan, edema misalnya pada muka ( terutama
palpebra dan bibir ), gangguan fungsi kulit, eritema, papula (lesi teraba kecil),
vesikel (lepuhan kecil berisi cairan), skuama (kulit yang bersisik), dan
likenifikasi (penebalan kulit).

g. Persyarafan
1) Tingkat kesadaran: composmentis
2) GCS:
a) Eye: Membuka secara spontan 4
b) Verbal: Orientasi bisa komunikasi atau menjawab dengan jelas, nilai
5
c) Motorik: Mengikuti perintah, nilai 6
Total GCS: Nilai 15

h. ADL (Activitas Daily Living)


(1) Pola Persepsi Kesehatan
(a) Riwayat mengonsumsi alkohol
(b) Tidak ada konsultasi dokter sebelumnya
(c) Hygiene personal yang kurang.
(d) Lingkungan yang kurang sehat.
(2) Pola Nutrisi Metabolik
(a) Nafsu makan menurun.
(b) Muntah-muntah.
(c) Penurunan berat badan.
(d) Turgor kulit buruk, kering, bersisik, pecah-pecah, benjolan.

22
(3) Pola Eliminasi
(a) Urin berwarna gelap
(4) Pola Aktivitas dan Latihan
(a) pemenuhan sehari-hari terganggu.
(b) Kelemahan umum, malaise.
(c) Toleransi terhadap aktivitas rendah.
(d) Perubahan pola napas saat melakukan aktivitas.
(5) Pola Tidur dan Istirahat
(a) Kesulitan tidur pada malam hari karena ansietas.
(6) Pola Persepsi dan Konsep Diri.
(a) Perasaan tidak percaya diri atau minder.
(b) Perasaan terisolasi.
(7) Pola Mekanisme Koping dan Toleransi Terhadap Stress
(a) Ansietas, takut akan penyakitnya
(b) Disorientasi, gelisah
(8) Pola Sistem Kepercayaan
(a) Perubahan dalam diri klien dalam melakukan ibadah

DIAGNOSA KEPERAWATAN

1. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan hipokalemia


dan anemia.
2. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan ketidakmampuan untuk mengabsorbsi nutrien
3. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan umum
4. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan pruritas
5. Resiko pendarahan berhubungan dengan gangguan fungsi hati atau gangguan
metabolisme protein
6. Resiko ketidakseimbangan elektrolit berhubungan dengan diare
7. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan perubahan warna kulit
8. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan asites dan edema perifer
9. Nyeri berhubungan dengan inflamasi akut
10. Resiko gangguan fungsi hati berhubungan dengan fungsi hati terganggu

23
11. Ansietas berhubungan dengan, respon psikologis : cemas, perubahan status
kesehatan

ASUHAN KEPERAWATAN

N Diagnosa Perencanaan keperawatan


O keperawatan Tujuan dan kriteria hasil Intervensi
1. Ketidakefektifan Setelah dilakukan asuhan 1. Monitor adanya daerah
perfusi jaringan keperawatan selama 3x24 tertentu yang hanya peka
perifer jam diharapkan tidak terhadap
berhubungan terjadi perfusi jaringan dan panas/dingin/tajam/tumpul.
dengan kenaikan status sirkulasi 2. Monitor adanya parestese.
hipokalemia dan dengan kriteria hasil 1. 3. Ukur tanda-tanda vital
anemia. Mendemonstrasikan status setiap 1-2jam pada awalnya,
sirkulasi yang ditandai kemudian setiap 4 jam bila
dengan : klien sudah stabil.
a. tekanan systole dan 4. Monitor adanya
diastole dalam rentang tromboplebitis.
yang diharapkan
b. tidak ada ortostatik
hipertensi
c. tidak ada tanda-tanda
peningkatan tekanan
intrakranial (tidak lebih
dari 15 mmHg)
2. Mendemostraikan
kemampuan kognitif yang
diitandai dengan pasien
dapat berkominukasi
dengan jelas.
3. Menunjukkan fungsi
sensori motori cranial

24
yang utuh : tingkat
kesadaran membaik, tidak
ada gerakan-gerakan
involunter.

2. Ketidakseimbanga Setelah dilakukan asuhan 1. Anjurkan pasien untuk


n nutrisi kurang keperawatan selama 3 x 24 meningkatkan intake Fe.
dari kebutuhan jam diharapkan status gizi 2. Anjurkan pasien untuk
tubuh pasien membaik dan akan meningkatklan protein dan
berhubungan mempertahankan vitamin C.
dengan kebutuhan nutrisi yang 3. Berikan substansi gula.
ketidakmampua adekuat dengan kriteria 4. Monitor jumlah nutrisi dan
n untuk hasil adanya peningkatan kandungan kalori.
mengabsorbsi berat badan sesuai dengan 5. BB pasien dalam batas
nutrien. tujuan, mampu normal.
mengidentifikasi 6. Monitor adanya penurunan
kebutuhan nutrisi, tidak berat badan.
ada tanda-tanda malnutrisi, 7. Monitor kadar albumin ,
tidak terjadi penurunan total protein, Hb, dan kadar
berat badan yang berarti. Ht.

3. Intoleransi Setelah dilakukan asuhan


aktivitas keperawatan selama 3 x 24 1. Bantu klien untuk
berhubungan jam diharapkan dari pasien mengidentifikasi aktivitas
dengan kelemahan optimal sesuai tingkat yang mampu dilakukan.
umum. toleransi individu dengan 2. Bantu untuk memilih
kriteria hasil kebutuhan aktivitas konsisten yang
sehari-hari pasien dapat sesuai dengan kemampuan
terpenuhi secara mandiri, fisik, psikologi dan sosial.
tanda-tanda vital normal. 3. Bantu pasien untuk
mengembangkan motivasi
diri dan penguatan.
4. Monitor respon fisik, emosi,

25
social dan spiritual.

4. Kerusakan Setelah dilakukan asuhan 1. Anjurkan pasien untuk


integritas kulit keperawatan selama 3x24 menggunakan pakaian yang
berhubungan jam diharapkan integritas longgar.
dengan pruritas. jaringan membaik dengan 2. Jaga kebersihan kulit agar
kriteria hasil integritas tetap bersih dan kering.
kulit yang baik bisa 3. Mobilisasi pasien (ubah
dipertahankan (sensasi, posisi pasien setiap dua jam
elastisitas, temperatur, sekali).
hidrasi, pigmentasi), tidak 4. Monitor kulit akan adanya
kemerahan.
ada luka/lesi pada kulit,
perfusi jaringan baik,
menunjukkan pemahaman
dalam proses perbaikan
kulit dan mencegah
terjadinya cedera berulang.

5. Resiko pendarahan Setelah dilakukan asuhan 1. Monitor ketat tanda-tanda


berhubungan keperawatan selama 3x24 pendarahan.
dengan gangguan jam diharapkan pasien 2. Catat nilai Hb dan HT
fungsi hati atau tidak lagi mengalami sebelum dan sesudah
gangguan kehilangan darah dengan terjadinya pendarahan.
metabolisme kriteria hasil tidak ada 3. Monitor TTV ortostastik.
protein. hematuria dan 4. Kolaborasi dalam
hematemesis, kehilangan pemberian produk darah
darah yang terlihat, (platelet atau fresh frozen
tekanan darah dalam batas plasma).
normal sistole dan 5. Anjurkan pasien untuk
diastole, hemoglobin dan meningkatkan intake
hematokrit dalam batas makanan yang banyak
normal. mengandung vitamik K.

26
6. Resiko Setelah dilakukan asuhan 1. Pertahankan catatn intake
ketidakseimbangan keperawatan selama 3x24 dan output yang akurat.
elektrolit jam diharapkan 2. Monitor status hidrasi
berhubungan keseimbangan cairan (kelembapan, membran
dengan diare. pasien meningkat, status mukosa, nadi adekuat,
nutrisi membaik dengan tekanan darah ortostastik),
kriteria hasil jika diperlukan.
mempertahankan urine 3. Monitor vital sign.
output sesuai dengan usia 4. Monitor masukan
dan BB, Bj urine normal, mkanan/cairan dan hitung
HT normal, tidak ada intake kalorri harian.
tanda-tanda dehidrasi, 5. Kolaborasikan pemberian
elastisitas turgor kulit baik, IV.
membran mukosa lembab,
tidak ada rasa haus yang
berlebihan.
7. Gangguan citra Setelah dilakukan asuhan 1. Kaji secara verbal dan non
tubuh berhubungan keperawatan secara verbal respon klien terhadap
dengan perubahan berkelanjutan diharapkan tubuhnya.
warna kulit. kepercayaan diri pasien 2. Monitor frekuensi
meningkat dengan kriteria mengkritik dirinya.
hasil body image positif, 3. Jelaskan tentang
mampu mengidentifikasi pengobatan, perawatan,
kekuatan personal, kemajuan dan prognosis
mendiskripsikan secara penyakit.
faktual perubahan fungsi 4. Dorong klien
tubuh, mempertahankan mengungkapkan
interaksi sosial. perasaannya.
8. Kelebihan volume Setelah dilakukan asuhan 1. Pertahankan catatan intake
cairan keperawatan selama 3x24 dan output yang akurat.
berhubungan jam diharapkan dalam 2. Monitor hasil Hb yang
dengan asites dan tubuh pasien terjadi sesuai dengan retensi cairan
edema perifer. adanya keseimbanngan (BUN, Hmt, osmolalitas

27
elektrolit dan asam basa di urin).
dalam tubuh dengan 3. Monitor status
kriteria hasil terbebas dari hemodinamik termasuk
edema, efusi dan anaskara, CVP, MAP, PAP, dan
bunyi nafas bersih, tidak PCWP.
ada dyspneu/ortopneu, 4. Monitor Vital Sign.
terbebas dari distensi vena 5. Monitor indikasi
jugularis, reflek retensi/kelebihan cairan
hepatojugular (+). (cracles, CVP, edema,
distensi vena leber, asites).
6. Kaji lokasi dan luas edema.
9. Nyeri berhubungan Setelah dilakukan asuhan 1. Lakukan pengkajian nyeri
dengan inflamasi keperawatan selama 3x24 secara komprehensif
akut. jam diharapkan tingkat termasuk lokasi,
nyeri yang dirasakan karakteristik, durasi,
pasien berkurang dan frekuensi, kulitas dan faktor
pasien menjadi lebih presipitasi.
nyaman dengan kriteria 2. Obsevarsi reaksi non verbal
hasil mampu mengontrol dari ketidaknyamanan.
nyeri (tahu penyebab 3. Kaji kultur yang
nyeri, mampu mempengaruhi respon
menggunakan tehnik nyeri.
nonfarmakologi untuk 4. Kontrol lingkungan yang
mengurangi nyeri, mencari dapat mempengaruhi nyeri
bantuan), melaporkan seperti suhu ruangan,
bahwa nyeri berkurang pencahayaan dan
dengan menggunakan kebisingan.
manajemen nyeri,
menyatakan rasa nyaman
setelah nyeri berkurang.

28
10. Resiko gangguan Setelah dilakukan asuhan 1. Beritahukan pengetahuan
fungsi hati keperawatan selama 5x24 tentang proses penyakit.
berhubungan jam diharapkan fungsi hati 2. Identifikasi kemungkinan
dengan fungsi hati membaik dengan kriteria penyebab.
terganggu. hasil terjadi keseimbangan 3. Berikan medikasi dan terapi
elektrolit dan asam basa untuk proses penyakit yang
dalam tubuh, adanya mendasari, untuk
respon terhadap menurunkan resiko
pengobatan, adanya gangguan fungsi hati.
pengendalian resiko 4. Identifikasi perubahan
terhadap penyakit. kondisi fisik paien.
11. Ansietas Setelah dilakukan asuhan 1. Gunakan pendekatan yang
berhubungan keperawatan selama 5x24 menenangkan.
dengan, respon jam diharapkan 2. Pahami prespektif pasien
psikologis : cemas, kepercayaan diri pasien terhadap situasi stress.
perubahan status meningkat dengan adanya 3. Temani untuk memberikan
kesehatan kontrol terhadap keamanan dan mengurangi
kecemasan yang dialami takut.
pasien dengan kriteria 4. Identifikasi tingkat
hasil kliem mampu kecemasan.
mengindentifikasi dan 5. Bantu pasien mengenal
mengungkapkan gejala situasi yang menimbulkan
rasa cemas, kecemasan.
mengidentifikasi, 6. Dorong pasien untuk
mengungkapkan dan mengungkapkan perasaan,
menunjukkan tehnik untuk ketakutan, persepsi.
mengontrol cemas, vital 7. Instruksikan pasien
sign dalam batas normal, menggunakan tehnik
postur tubuh, ekspresi relaksasi.
wajah , bahasa tubuh dan
tingkat aktivitas
menunjukkan
berkurangnya kecemasan.

29
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Sirosis Hepatis merupakan perubahan struktur sel hati (fibrosis). Pentingnya
identifikasi dini terhadap gejala yang timbul (pemeriksaan fisik dan penunjang).
Merupakan penatalaksanan preventif segera dan tepat akan menurunkan resiko
komplikasi dan progresifitas penyakit. Kemampuan perawat klinik yang memadai dalam
memahami kondisi sirosis hepatis.

B. Saran

Sebagai mahasiswa keperawatan kita harus mengetahui tentang penyakit sitosis


hepatis ini,hal ini ditujukan apabila mahasiswa menemukan kasus penyakit sirosis di
lingkungannya,mahasiswa dapat melakukan tindakan lebih awal dengan meminta pasien
memeriksakan dirinya ke dokter. Selainn itu asuhan keperawatan pada klien dengan
sirosis sangat penting dipelajari siswa agar siswa dapat membuat asuhan keperawatan
pada klien dengan sirosis dan merawat klien jika berhadapan langsung dengan klien
dengan sirosis hepatis.

30
DAFTAR PUSTAKA

Lesmana.L.A, Pembaharuan Strategi Terapi Hepatitis Kronic C, Bagian Ilmu Penyakit


Dalam FK UI. RSUPN Cipto mangunkusumo
Nurarif, A. H., & Kusuma, H. (2015). Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan
Diagnosa Medis & NANDA NIC-NOC. Jogjakarta: Mediaction Jogja
Price & Wilson. 2005. Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-proses Penyakit. Jakarta:
EGC
Price, Sylvia A, (2006). Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit Edisi 6.
Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta
Rosenack,J, Diagnosis and Therapy of chronic Liver and Biliarry Diseases
Smeltzer, Suzanne C dan Brenda G. Bare. (2001). Keperawatan Medikal Bedah 2. (Ed
8). Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran (EGC)
Sudoyo Aru,dkk. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, jilid 1,2,3, edisi keempat.
Internal Publishing :Jakarta

Sujono, Hadi. 2002. Sirosis Hepatis dalam Gastroenterologi. Bandung:Alumni.pp:637-


638.

Sulaiman, Akbar, Lesmana dan Noer. 2007. Buku Ajar Ilmu Penyakit Hati. Jakarta:
Jayabadi

Syaifuddin. 2012. Anatomi Fisiologi. Edisi IV.EGC : Jakarta

Tarigan, P. 2001. Buku Ajar Penyakit Dalam jilid 1 Ed. 3 Sirosis Hati. Jakarta:Balai
Penerbit FKUI

Tim Pengajar Akper. 2012. Petunjuk pelaksanaan UAP D3 Keperawatan. Kendal: Akper
Muhammadiyah Kendal.

Wiley,Blackwell. 2011. Sherlock’s Disease of the liver and biliary system. fifth edition.
Blackwell Scientific Publications, Hal 425-439.

Wong, D. L., Hockenberry-Eaton, M., Wilson, D., Winkelstein, M. L.,Schwartz, P.


(2008). Buku Ajar Keperawatan Pediatrik. (A. Sutama, N. Juniarti, & H.
Kuncara, Penerj.) Jakarta: EGC.

31

Anda mungkin juga menyukai