Anda di halaman 1dari 35

LEMBAR PENGESAHAN

Laporan kasus atas nama AANDI RISKA AMIRULLAH Nim :

PO.71.3.241.17.1.007 dengan judul “Penatalaksanaan Fisioterapi terhadap Gangguan

Fungsional Gerak akibat Hemiparese sinistra post NHS (Non Hemoragic Stroke) di rs

islam faizal Makassar” telah disetujui untuk diajukan sebagai salah satu persyaratan

dalam menyelesaikan praktek klinik di Rumah Sakit islam faizal, mulai tanggal 11

November 2019 – 06 Desember 2019.

Makassar, 28 November 2019

Mengetahui,

Pembimbing Klinik Pembimbing Akademik

Rahmi Amalia,Amd.Ft Fahrul Islam, S.Ft.Physio.m.Kes


NIP:0260150269150316 NIP : 196010719910310003

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat

serta hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan kasus mengenai

“Penatalaksanaan Fisioterapi terhadap Gangguan Fungsional Gerak akibat Hemiparese

sinistra post Non Hemoragic Stroke post NHS (Non Hemoragic Stroke) di Rs Islam

Faizal Makassar”.

Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan laporan klinik ini masih jauh dari

kata sempurna, maka dari itu penulis menerima segala saran dan kritik yang

membangun, agar dalam penyusunan laporan kasus selanjutnya dapat lebih baik dan

mudah-mudahan laporan kasus ini dapat berguna bagi kemajuan ilmu fisioterapi.

Penulis.

2
BAB I

PENDAHULUAN

Stroke adalah serangan di otak yang timbulnya mendadak akibat tersumbat atau

pecahnya pembuluh darah otak sehingga menyebabkan sel-sel otak tertentu kekurangan

darah, oksigen atau zat-zat makanan dan akhirnya dapat terjadi kematian sel-sel tersebut

dalam waktu yang sangat singkat (Yayasan Stroke Indonesia, 2006).

Berdasarkan etiologinya stroke diklasifikasikan menjadi dua yaitu Stroke

Haemoragik dan Stroke Non Haemoragik (Sidharta, 2000). Stroke hemoragik yaitu

suatu kerusakan pembuluh darah otak, sehingga menyebabkan perdarahan pada area

tersebut. Hal ini menyebabkan gangguan fungsi saraf (Haryono, 2002). Stroke Non

Haemoragik yaitu gangguan fungsi saraf yang disebabkan oleh tersumbatnya pembuluh

darah otak sehingga distribusi oksigen dan nutrisi ke area yang mendapat suplai

terganggu (Osamulia, 1996).

Stroke merupakan satu masalah kesehatan yang besar dalam kehidupan modern

saat ini. Di Indonesia, diperkirakan setiap tahun terjadi 500.000 penduduk terkena

serangan stroke, sekitar 2,5 % atau 125.000 orang meninggal, dan sisanya cacat ringan

maupun berat. Jumlah penderita stroke cenderung terus meningkat setiap tahun, bukan

hanya menyerang penduduk usia tua, tetapi juga dialami oleh mereka yang berusia

muda dan produktif. Stroke dapat menyerang setiap usia, namun yang sering terjadi

pada usia di atas 40 tahun. Angka kejadian stroke meningkat dengan bertambahnya usia,

3
makin tinggi usia seseorang, makin tinggi kemungkinan terkena serangan stroke

(Yayasan Stroke Indonesia, 2006).

Di Indonesia, belum ada data epidemologis stroke yang lengkap, tetapi proporsi

penderita stroke dari tahun ke tahun cenderung meningkat. Hal ini terlihat dari laporan

survei Kesehatan Rumah Tangga Depkes RI di berbagai rumah sakit di 27 provinsi di

Indonesia. Hasil survei itu menunjukkan terjadinya peningkatan antara 1984 sampai

1986, dari 0,72 per 100 penderita pada1984 menjadi 0,89 per 100 penderita pada 1986.

Di RSU Banyumas, pada 1997 pasien stroke yang rawat inap sebanyak 255 orang, pada

1998 sebnyak 298 orang, pada 1999 sebanyak 393 orang, dan pada 2000 sebanyak 459

orang (Hariyono, 2006).

Stroke atau cerebrovascular accident, merupakan penyebab invaliditas yang

paling sering pada golongan umur diatas 45 tahun Di negara industri stroke merupakan

penyebab kematian nomor tiga setelah penyakit jantung dan keganasan

(Lumbantombing, 1984).

Bencana Peredaran Darah Otak (BPDO) sering dikenal dengan nama stroke atau

cerebrovascular accident merupakan penyebab invaliditas yang paling pada golongan

umur diatas 45 tahun. Stroke adalah sindrom klinis yang awal timbulnya mendadak

progresif cepat, berupa defisit neurologis fokal dan atau global yang berlangsung 24 jam

atau lebih atau langsung menimbulkan kematian dan semata-mata disebabkan oleh

gangguan peredaran darah otak non traumatik (Mansjoer, 2000). Stroke dibedakan

menjadi dua jenis,yaitu stroke non-hemoragik dan stroke hemoragik.

Stroke hemoragic merupakan stroke yang disebabkan oleh karena pecahnya

pembuluh darah pada otak. Otak sangat sensitif terhadap perdarahan dan kerusakan

4
dapat terjadi dengan sangat cepat. Perdarahan didalam otak dapat mengganggu jaringan

otak, sehingga menyebabkan pembengkakan, mengumpul menjadi sebuah massa yang

disebut hematoma. Perdarahan juga meningkatkan tekanan pada otak dan menekan

tulang tengkorak. Sedangkan non hemoragic stroke merupakan stroke yang

menyebabkan iskemia akibat emboli dan trombosis serebral biasanya terjadi setelah

lama beristirahat baru bangun tidur atau di pagi hari yang tidak terjadi perdarahan pada

otak.

5
BAB II

ANATOMI FISIOLOGI

A. Anatomi Sistem Saraf Pusat

Sistem saraf pusat meliputi otak (bahasa latin ;ensephalon) dan sum-sum

tulang belakang (bahasa latin ; medulla spinalis).

Keduanya merupakan organ yang sangat lunak, dengan fungsi yang

sangat penting maka perlu perlindungan. Selain tengkorak dan ruas-ruas

tulang belakang, otak juga dilindungi 3 lapisan selaput meninges. Bila

membran ini terkena infeksi maka akan terjadi radang yang disebut

meningitis.

Membrane meninges (3 lapisan dari luar kedalam) yaitu :

1. Durameter; terdiri dari dua lapisan, yang terluar bersatu dengan

tengkorak sebagai endostium, dan lapisan lain sebagai duramater yang

mudah dilepaskan dari tulang kepala. Di antara tulang kepala dengan

duramater terdapat rongga epidural.

2. Arachnoidea mater; disebut demikian karena bentuknya seperti sarang

labah-labah. Di dalamnya terdapat cairan yang disebut liquor

cerebrospinalis; semacam cairan limfa yang mengisi sela sela membran

araknoid. Fungsi selaput arachnoidea adalah sebagai bantalan untuk

melindungi otak dari bahaya kerusakan mekanik.

3. Piameter. Lapisan terdalam yang mempunyai bentuk disesuaikan dengan

lipatan-lipatan permukaan otak.

6
Otak dan sumsum tulang belakang mempunyai 3 materi esensial yaitu:

1. badan sel yang membentuk bagian materi kelabu (substansi grissea)

2. serabut saraf yang membentuk bagian materi putih (substansi alba)

3. sel-sel neuroglia, yaitu jaringan ikat yang terletak di antara sel-sel saraf

di dalam sistem saraf pusat

Walaupun otak dan sumsum tulang belakang mempunyai materi sama

tetapi susunannya berbeda. Pada otak, materi kelabu terletak di bagian luar

atau kulitnya (korteks) dan bagian putih terletak di tengah. Pada sumsum

tulang belakang bagian tengah berupa materi kelabu berbentuk kupu-kupu,

sedangkan bagian korteks berupa materi putih.

a. Otak

Otak mempunyai lima bagian utama, yaitu: otak besar (serebrum),

otak tengah (mesensefalon), otak kecil (serebelum), sumsum sambung

(medulla oblongata), dan jembatan varol.

 Otak besar (serebrum)

Otak besar mempunyai fungsi dalam pengaturan semua aktivitas

mental, yaitu yang berkaitan dengan kepandaian (intelegensi), ingatan

(memori), kesadaran, dan pertimbangan.

Otak besar merupakan sumber dari semua kegiatan/gerakan sadar

atau sesuai dengan kehendak, walaupun ada juga beberapa gerakan refleks

otak. Pada bagian korteks otak besar yang berwarna kelabu terdapat bagian

penerima rangsang (area sensor) yang terletak di sebelah belakang area

motor yang berfungsi mengatur gerakan sadar atau merespon rangsangan.

7
Selain itu terdapat area asosiasi yang menghubungkan area motor dan

sensorik. Area ini berperan dalam proses belajar, menyimpan ingatan,

membuat kesimpulan, dan belajar berbagai bahasa. Di sekitar kedua area

tersebut dalah bagian yang mengatur kegiatan psikologi yang lebih tinggi.

Misalnya bagian depan merupakan pusat proses berfikir (yaitu mengingat,

analisis, berbicara, kreativitas) dan emosi. Pusat penglihatan terdapat di

bagian belakang.

(Gambar 2.1 Cerebrum)

 Otak tengah (mesensefalon)

Otak tengah terletak di depan otak kecil dan jembatan varol. Di

depan otak tengah terdapat talamus dan kelenjar hipofisis yang mengatur

kerja kelenjar-kelenjar endokrin. Bagian atas (dorsal) otak tengah

merupakan lobus optikus yang mengatur refleks mata seperti

penyempitan pupil mata, dan juga merupakan pusat pendengaran.

8
(Gambar 2.2 Mensensefalon)

 Otak kecil (serebelum)

Serebelum mempunyai fungsi utama dalam koordinasi gerakan

otot yang terjadi secara sadar, keseimbangan, dan posisi tubuh. Bila ada

rangsangan yang merugikan atau berbahaya maka gerakan sadar yang

normal tidak mungkin dilaksanakan.

(Gambar 2.3 Cerebellum)

 Sumsum sambung (medulla oblongata)

Sumsum sambung berfungsi menghantar impuls yang datang dari

medula spinalis menuju ke otak. Sumsum sambung juga memengaruhi

jembatan, refleks fisiologi seperti detak jantung, tekanan darah, volume

9
dan kecepatan respirasi, gerak alat pencernaan, dan sekresi kelenjar

pencernaan.

Selain itu, sumsum sambung juga mengatur gerak refleks yang

lain seperti bersin, batuk, dan berkedip.

(Gambar 2.4 Medulla Oblongata)

 Jembatan varol (pons varoli)

Jembatan varol berisi serabut saraf yang menghubungkan otak

kecil bagian kiri dan kanan, juga menghubungkan otak besar dan

sumsum tulang belakang.

(Gambar 2.5 Pons Varoli)

10
B. Sum-sum Tulang Belakang (Medulla Spinalis)

Medula spinalis (spinal cord) adalah jaringan saraf berbentuk seperti

kabel putih yang memanjang dari medula oblongata turun melalui tulang

belakang dan bercabang ke berbagai bagian tubuh. Medula spinalis

merupakan bagian utama dari sistem saraf pusat yang melakukan impuls

saraf sensorik dan motorik dari dan ke otak.

(Gambar 2.6 Medulla Spinalis)

Vaskularisasi otak

Otak merupakan organ terpenting dalam tubuh, yang membutuhkan

suplai darah yang memadai untuk nutrisi dan pembuangan sisa-sisa

metabolisme. Otak juga membutuhkan banyak oksigen. Menurut penelitian

kebutuhan fital jaringan otak akan oksigen dicerminkan dengan melakukan

percobaan dengan menggunakan kucing. Para peneliti menemukan lesi

permanen yang berat didalam kortek kucing setelah sirkulasi darah otaknya

di hentikan selama 3 menit. Diperkirakan bahwa metabolisme otak

menggunakan kira-kira 18% oksigen dari total konsumsi oksigen oleh

tubuh.

Pengaliran darah keotak dilakukan oleh dua pembuluh arteri utama yaitu

oleh sepasang arteri karotis interna dan sepasang arteria vertebralis.

11
Keempat arteria ini terletak didalam ruang subarakhnoid dan cabang-

cabangnya beranastomosis pada permukaan inferior otak untuk membentuk

circulus willisi. Arteri carotis interna, arteri basilaris, arteri cerebri anterior,

arteri communicans anterior, arteri cerebri posterior dan arteri comminicans

posterior dan arteria basilaris ikut membentuk sirkulus ini.

Vaskularisasi susunan saraf pusat sangat berkaitan dengan tingkat

kegiatam metabolisme pada bagian tertentu dan ini berkaitan dengan banyak

sedikitnya dendrit dan sinaps di daerah tersebut.

Menurut Chusid (1993), pokok anastomose pembuluh darah arteri yang

didalam jaringan otak adalah circulus willisi. Darah mencapai circulus

willisi interna dan arteri vertebralis. Sebagian anastomose terjadi

diantaracabang-cabang arteriole di circulus willisi pada substantia alba

subscortex.

12
BAB III

PATOLOGI TERAPAN

A. Definisi Kasus

Stroke diartikan oleh awam dengan istilah penyakit lumpuh, padahal

stroke tidakselalu disertai dengan kelumpuhan. Stroke juga disebut serangan

otak. Sebutan yang terakhir ini mungkin lebih tepat karena stroke adalah suatu

kondisi yang ditandai dengan serangan otak akibat pukulan telak yang terjadi

secara mendadak (Lingga, 2013).Stroke adalah sindrom klinis yang awal

timbulnya mendadak, progresif cepat, berupa defisit neurologis fokal dan/atau

global, yang berlangsung 24 jam atau lebih atau langsung menimbulkan

kematian dan semata-mata disebabkan oleh gangguan darah otak non traumatik.

Bila gangguan peredaran darah otak ini berlangsung sementara, beberapa detik

hingga beberapa jam (kebanyakan 10-20 menit), tapi kurang dari 24 jam, disebut

sebagai serangan iskemia otak sepintas (transient ischemia attack = TIA)

(FKUI, 2000). Munculnya tanda dan gejalan fokal atau global pada stroke

disebabkan oleh penurunan aliran darah otak. Oklusi dapat berupa trombus,

embolus, atau tromboembolus, menyebabkan hipoksia sampai anoksi pada salah

satu daerah percabangan pembuluh darah di otak tersebut (Bruno et al., 2000).

B. Patologi

Stroke non hemoragik dapat berupa iskemia atau emboli dan trombosit

serebri, umumnya terjadi saat setelah lama beristirahat, baru bangun tidur pada

13
pagi hari. Tidak terjadi perdarahan namun terjadi iskemia yang menimbulkan

hipoksia, kesadaran umumnya baik (Muttaqin, 2008).

Emboli serebral merupakan penyumbatan pembulu darah otak oleh

bekuan darah, lemak dan udara. Pada umumnya emboi berasal dari trombus di

jantung yang terlepas yang merupakan perwujutan penyakit jantung. Stroke non

haemoragik akibat emboli. Emboli terjadi karena adanya kelainan dari arteria

carotis communis. Emboli adalah penyumbatan pembuluh darah oleh bekuan

darah yang terbawa aliran darah dari bagian tubuh lain ke dalam otak. Biasanya

dari jantung, emboli dapat berupa jendalan darah, kristal kolesterol, deposit

metatasi, embolus septik, embous traumatik (karena trauma) (Rosjidi, 2007).

C. Etiologi

Stroke non hemoragik atau iskemik, memiliki dua kemungkinan

penyebab. Penyebab pertama, yaitu gumpalan darah yang terbentuk di pembuluh

darah di otak Anda. Penyebab kedua, adalah gumpalan yang terbentuk di tempat

lain dan terbawa melalui pembuluh darah menuju ke otak. Gumpalan darah

tersebut dapat menghentikan aliran darah menuju bagian otak tertentu. Stroke

non hemoragik adalah jenis stroke yang paling sering terjadi, yakni sekitar 87

persen dari seluruh kasus stroke.

D. Gejala

Gejala stroke non hemoragik atau iskemik bergantung pada bagian otak

mana yang terpengaruh. Beberapa gejala tersebut meliputi:

14
 Mati rasa atau terjadi kelemahan pada wajah, lengan, atau tungkai secara

tiba-tiba. Seringkali pada satu sisi tubuh saja, tapi bisa terjadi juga pada

kedua sisi tubuh.

 Mengalami kebingungan.

 Terjadi gangguan dalam berbicara atau memahami ucapan orang lain.

 Pusing, sakit kepala, kehilangan keseimbangan atau koordinasi, serta

kesulitan berjalan.

 Penglihatan kabur atau ganda.

E. Faktor-faktor Resiko

Stroke tidak mengenal gender, usia, ataupun kodisi social seseorang. Jika

faktor resiko-resiko pemicu stroke dimiliki seseorang, maka suatu saat stroke

dapat terjadi pada orang yang bersangkutan. Faktor resiko terjadinya stroke

menurut Smeltzer & Bare (2002), yaitu:

1) Hipertensi, pengendalian hipertensi adalah kunci untuk mencegah stroke

2) Penyakit kardiovaskuler

3) Kolesterol tinggi

4) Obesitas

5) Diabetes

6) Merokok.

Hipertensi kronik erat kaitannya dengan timbulnya sklerosis arterial yang

menyeluruh, yang tidak berkembang melalui ateromatosis, tetapi langsung

mengeraskan dinding arteri yang dikenal sebagai arteriosklerosis (Billinger,

2010).

15
F. Komplikasi

Menurut Smeltzer & Bare (2002), setelah mengalami stroke klienmungkin akan

mengalami komplikasi yang dapat dikelompokanberdasarkan:

o Hipoksia serebral

o Hipertensi atau hipotansi

o Embolisme serebral

o Pemeriksaan penunjang

G. penatalaksanaan fisioterapi

1. Palpasi

Tujuan :Untuk mengecek kekakuan dan suhu pada tubuh.

2. Pemeriksaan Refleks

Refleks adalah respon yang terjadi secara otomatis tanpa usaha sadar.

Refleks sangat penting untuk pemeriksaan keadaan fisis secara umum,

fungsi nervus, dan koordinasi tubuh.

- Refleks Fisiologi

o APR

Teknik :Tungkai difleksikan pada sendi lutut dan kaki

didorsofleksikan. Ketuklah pada tendon Achilles, sehingga terjadi

plantar fleksi dari kaki dan kontraksi otot gastrocnemius.

o KPR

Teknik :Orang coba duduk pada tempat yang agak tinggi sehingga

kedua tungkai akan tergantung bebas atau orang coba berbaring

terlentang dengan fleksi tungkai pada sendi lutut. Ketuklah tendon

16
patella dengan hammer sehingga terjadi ekstensi tungkai disertai

kontraksi otot quadriceps.

o Biceph

Teknik :Lengan pasien setengah difleksikan pada sendi siku.

Ketuklah pada tendon otot biceps yang akan menyebabkan fleksi

lengan pada siku dan tampak kontraksi otot biceps.

o Triceph

Teknik :Lengan bawah difleksikan pada sendi siku dan sedikit

dipronasikan. Ketuklah pada tendon otot triceps 5 cm di atas siku

akan menyebabkan ekstensi lengan dan kontraksi otot triceps.

- Refleks Patologi

o Babinsky

Teknik : Lakukan goresan pada telapak kaki dari arah tumit ke arah

jari melalui sisi lateral.

3. Pemeriksaan MMT

 Tujuan :Untuk menentukan fungsi copability dari suatu otot atau

sekelompok otot dalam menyiapkan gerakan serta kemampuannya

sebagai stabilisator aktif dan support.

Tabel nilai Manual Muscle Testing

No Nilai Kiteria Cara

1 5 Pasien atau subjek dapat Terapis memberikan

(normal menyelesaikan ROM tahanan minimal pada

100%) secara penuh melawan gerak fleksi, ekstensi,

17
gravitasi dengan abduksi dan adduksi pada

resistance maksimal dari pergelangan tangan.

fisioterapis

2 4 Pasien dapat Terapis memberikan

(Good menyelesaikan ROM tahanan yang moderat

75%) secara penuh melawan pada gerak fleksi,

gravitasi dengan ekstensi, abduksi dan

resistance sedang adduksi.

3 3+ Pasien dapat Terapis memberikan

(Fair menyelesaikan ROM tahanan minimal pada

plus) secara penuh melawan gerak fleksi, ekstensi,

gravitasi dengan abduksi dan adduksi pada

resistance minimal pergelangan tangan.

4 3 Pasien hanya dapat Pasien disuruh untuk

(Fair menyelesaikan ROM bergerak fleksi, ekstensi,

50%) melawan gravitasi abduksi dan adduksi

tanpa resistance sendiri.

5 2+ Pasien dapat Pasien disuruh untuk

(Poor menggerakkan sendi bergerak fleksi, ekstensi,

plus) sebatas ROM tertentu abduksi dan adduksi

melawan gravitasi sendiri.

tetapi tidak dapat

18
menyelesaikan gerakan

secara penuh

6 2 Pasien tidak dapat Posisi pasien tidur

(Poor melakukan gerakan terlentang pasien disuruh

25%) melawan gravitasi. untuk menggerakkan

Tetapi dapat fleksi, ekstensi, abduksi

menyelesaikan ROM dan adduksi pada sebuah

ketika gravitasi di papan sendiri.

tiadakan

7 2- Pasien hanya dapat Posisi pasien tidur

(Poor melakukan sebagian terlentang pasien disuruh

minus ROM diawal gerakan untuk menggerakkan

25%) meski gravitasi fleksi, ekstensi, abduksi

ditiadakan dan adduksi pada sebuah

papan sendiri.

8 1 (trace Pasien tidak mampu Pasien disuruh untuk

5%) untuk menggerakkan bergerak fleksi, ekstensi,

sendi meski gravitasi abduksi dan adduksi

ditiadakan. Namun sendiri lalu terapis

19
dengan pemeriksaan mempalpasi otot.

palpasi oleh fisioterapis

dapat mendeteksi

kontraksi otot

intramuscular

9 0 ( zero

0%) Tidak ada kontraksi Pasien disuruh untuk

otot yang terdeteksi bergerak ekstensi, fleksi,

meski dengan abduksi dan adduksi

pemeriksaan palpasi sendiri lalu terapis

oleh fisioterapis mempalpasi otot.

4. Pengukuran indeks barthel

Tujuan :

Untuk mengukur performance (kinerja) dalam activity of daily living

(ADL). Setiap item performance dinilai pada skala ini dengan 0-10 point

untuk setiap variabel. Tujuan untuk memperoleh tingkat kemampuan dan

ketergantungan pasien dalam melakukan activity of daily living (ADL)

20
5. Infra red

Tujuan :Membantu merileksasikan otot-otot yang kaku, terjadi vasodilatasi

yang dapat memperbaiki sirkulasi darah dan memperbaiki proses

metabolisme didalam tubuh.

6. Exercise Therapy

 Streching

Tujuan : Mengulur otot-otot yang mengalami kontraktur dan menjaga

sifat fisiologi otot.

 Rex (Strengthening)

Tujuan : untuk menambah/meningkatkan kekuatan otot pada

ektremitas.

 Walking Exercise (Edukasi)

Tujuan : Mengajarkan cara berjalan yang benar agar artropi pada otot

bias kembali normal.

7. Proprioceptive Neuromuscular Facilitation (PNF)

Tujuan : Membantu meningkatkan kekuatan otot yang dilatih

21
BAB IV

STATUS KLINIS

A. Data – Data Medis RS

 Diagnosa Medis : hemiparise sinistra post NHS

B. Anamnesis Umum

 Nama : Tn. L

 Umur : 59 Tahun

 Jenis kelamin : laki laki

 Pekerjaan : Pensiunan

C. Anamnesis Khusus

 Keluhan utama : Kelemahan Otot pada sebagian tubuh daerah sinistra

 Lokasi keluhan : Sebagian tubuh sebelah sinistra

 RPP : akhir tahun 2018 pasien terkena stroke serangan pertama

mengalami kehilangan suaranya dan dirawat di rs selama 2 minggu,

setelah keluar dari rs 2 minggu kemudian pasien terserang stroke

serangan kedua dan mengalami kelumpuhan sisi tubuh sebela kiri

D. Pemeriksaan Vital Sign

 Tekanan darah : 130/90 mmhg

 Pernafasan : 20x/Menit

 Denyut nadi : 83x/Menit

22
E. Inspeksi

a. Statis

Ekspresi wajah semangat

Bahu tidak simetris

b. Dinamis

Saat pasien berjalan kakinya diseret, tangan pasien tergantung dan tidak

terayung pada saat berjalan

F. Pemeriksaan Dan Pengukuran

a. Palpasi

Teknik :

Fisioterapis menyentuh pasien dengan cara meraba pasien dengan indra

peraba.

 Spasme otot pada group otot Fleksor

 Temperatur suhu tubuh sisi sinistra lebih dingin dibanding sisi dekstra

saat dipalpasi

b. Pemeriksaan Fungsi Gerak Dasar

 Shoulder Joint

Gerakan Aktif Pasif TIMT

Fleksi nyeri, tidak full nyeri, full ROM, tidak terlalu mampu

ROM hard feel (nilai otot 3)

Ekstensi Tidak nyeri, full Tidak nyeri, full mampu (nilai otot

ROM ROM, soft feel 3+)

Abduksi Tidak nyeri, full Tidak nyeri, full mampu (nilai otot

23
ROM ROM, soft feel 3+)

Adduksi Tidak nyeri, full Tidak nyeri, full mampu (nilai otot

ROM ROM, soft feel 3+)

Endorotasi Tidak nyeri, full Tidak nyeri, full mampu (nilai otot

ROM ROM, soft feel 3+)

Eksorotasi Tidak nyeri, full Tidak nyeri, full mampu (nilai otot

ROM ROM, soft feel 3+)

 Elbow Joint

Gerakan Aktif Pasif TIMT

Fleksi Tidak nyeri, full Tidak nyeri, full mampu (nilai otot

ROM ROM, soft feel 3+)

Ekstensi Tidak nyeri, full Tidak nyeri, full mampu (nilai otot

ROM ROM, hard feel 3+)

Endorotasi Tidak nyeri, full Tidak nyeri, full mampu (nilai otot

ROM ROM, soft feel 3+)

Eksorotasi Tidak nyeri, full Tidak nyeri, full mampu (nilai otot

ROM ROM, soft feel 3+)

Supinasi Tidak nyeri, full Tidak nyeri, full mampu (nilai otot

ROM ROM, soft feel 3+)

Pronasi Tidak nyeri, full Tidak nyeri, full mampu (nilai otot

ROM ROM, soft feel 3+)

24
 Wrist Joint

Gerakan Aktif Pasif TIMT

Dorso fleksi Tidak nyeri, full Tidak nyeri, full mampu (nilai otot

ROM ROM, hard feel 3+)

Palmar fleksi Tidak nyeri, full Tidak nyeri, full mampu (nilai otot

ROM ROM, soft feel 3+)

Ulnar deviasi Tidak nyeri, full Tidak nyeri, full mampu (nilai otot

ROM ROM, hard feel 3+)

Radial deviasi Tidak nyeri, full Tidak nyeri, full mampu (nilai otot

ROM ROM, soft feel 3+)

 Hip Joint

Gerakan Aktif Pasif TIMT

Fleksi tidak nyeri, tidak Tidak nyeri, tidak tidak terlalu mampu

full ROM full ROM, soft feel (nilai otot 4)

Ekstensi Tidak nyeri, full Tidak nyeri, full Tidak terlalu

ROM ROM, hard feel mampu (nilai otot

4-)

Abduksi Tidak nyeri, full Tidak nyeri, full Tidak nyeri, mampu

ROM ROM, soft feel (nilai otot 4+)

Adduksi Tidak nyeri, full Tidak nyeri, full Tidak nyeri, mampu

ROM ROM, soft feel (nilai otot 4+)

Endorotasi Tidak nyeri, full Tidak nyeri, full Tidak nyeri, mampu

ROM ROM, soft feel (nilai otot 4+)

25
Eksorotasi Tidak nyeri, full Tidak nyeri, full Tidak nyeri, mampu

ROM ROM, soft feel (nilai otot 4+)

 Knee Joint

Gerakan Aktif Pasif TIMT

Fleksi Tidak nyeri, full Tidak nyeri, full mampu (nilai otot

ROM ROM, soft feel 4+)

Ekstensi Tidak nyeri, full Tidak nyeri, full mampu (nilai otot

ROM ROM, hard feel 4+)

Endorotasi Tidak nyeri, full Tidak nyeri, full mampu (nilai otot

ROM ROM, soft feel 4+)

Eksorotasi Tidak nyeri, full Tidak nyeri, full mampu (nilai otot

ROM ROM, soft feel 4+)

 Ankle Joint

Gerakan Aktif Pasif TIMT

Dorso fleksi Tidak nyeri, full Tidak nyeri, full mampu (nilai otot

ROM ROM, soft feel 4+)

Plantar Fleksi Tidak nyeri, full Tidak nyeri, full mampu (nilai otot

ROM ROM, soft feel 4+)

Inversi Tidak nyeri, full Tidak nyeri, full mampu (nilai otot

ROM ROM, soft feel 4+)

Eversi Tidak nyeri, full Tidak nyeri, full mampu (nilai otot

ROM ROM, soft feel 4+)

26
c. Pemeriksaan sensory integrity

1. Pemeriksaan Refleks

Refleks Destra Sinistra

Refleks Fisiologis Patella Normal Normal

Achilles Normal Hyporefleks

Triceps Normal Normal

Biceps Normal Normal

Refleks Patologis Babinsky Normal Normal

2. Tes koordinasi

 Finger to nose

Hasil : Dapat melakukan dengan baik

 Finger to finger

Hasil : Dapat melalukan dengan baik

 Finger to fisoterapis finger

Hasil : Dapat melakukan dengan baik

3. Pemeriksaan MMT

Regio Otot Nilai

Shoulder Fleksor 3+

Ekstensor 3+

Adductor 3+

Abductor 3+

27
Elbow Fleksor 3+

Ekstensor 3+

Pronator 3+

Supinator 3+

Wrist Dorsi fleksor 3+

Palmar fleksor 3+

Ulnar deviator 3+

Radial deviator 3+

Hip Fleksor 4+

Ekstensor 4+

Adductor 4+

Abductor 4+

Knee Fleksor 4-

Ekstensor 4-

Ankle Dorsi fleksor 4+

Plantar fleksor 4+

Inventor 4+

Eversor 4+

28
4. Pengukuran Index Barthel

NO AKTIFITAS SCORE

DEPENDENCE INDEPENDENCE

1 PEMELIHARAAN 0 5

KESEHATAN DIRI

2 MANDI 0 5

3 MAKAN 5 10

4 TOILET 5 10

(AKTIFITAS BAB &

BAB)

5 NAIK/TURUN 5 10

TANGGA

6 BERPAKAIAN 5 10

7 KONTROL BAB 5 10

8 KONTROL BAK 5 10

9 AMBULASI 15

KURSI RODA 10

(BILA Px

A,BULASI

DENGAN

KURSI RODA)

10 TRANSFER 5-10 15

KURSI/BED

29
TOTAL: 100

Hasil : 100 (Mandiri)

G. Diagnosa Fisioterapi

 Gangguan Fungsional Gerak akibat Hemiparese sinistra post Non

Hemoragic Stroke

H. Problematik Fisioterapi

 Activity Limitation

 Kesulitan pada saat berjalan

 Impairment

 Kelemahan otot tubuh sisi sinistra dengan lengan nilai 4 dan tungkai

nilai 4

 Participation Restriction

 Kesulitan untuk beraktivitas

I. Tujuan Intervensi Fisioterapi

 Jangka Pendek : Meningkatkan kekuatan otot dan menjaga sifat fisiologi

otot

 Jangka Panjang : Kembali normal sehingga tidak sulit dalam berjalan

dan bekerja

30
J. Intervensi Fisioterapi

1. Infra Red

Teknik:

Possikan pasien diatas bed. Posisikan pasien senyaman mungkin.

Bebaskan area yang akan diterapi dari pakaian yang menghalangi. Atur

jarak IR 30-45 cm dari area permukaan kulit. Arahkan IR pada leher,

tangan, tungkai selama 10-15 menit. Rapikan alat.

F : 2 kali seminggu

W : 10 menit

2. Exercise Therapy

 Streching

 Rex (Strengthening)

 Walking Exercise (Edukasi)

3. Proprioceptive Neuromuscular Facilitation (PNF)

Teknik:

Repeated Contaction Arahkan pasien untuk menggerakkan tangan ke arah

diagonal. Lalu ketika bergerak berikan sedikit tahanan. Lakukan gerakan

ini 4 kali.

Hold Rilex Arahkan pasien untuk meluruskan tangan namun diberi

tahanan oleh fisioterapis, beri aba-aba untuk menahan lalu rileks kan

gerakan ke arah Fleksi. Ulangi 8 kali gerakan.

31
K. Home Program

 Pasien dianjurkan untuk melakukan latihan dirumah

 Ketika berjalan, pola jalan harus diperhatikan. Pastikan pasien tidak

berjalan dengan menyeret tungkai yang lemah

L. Evaluasi Dan Follow Up

Setelah dilakukan beberapa terapi maka ditemukan hasil evaluasi

Problematik Sebelum Setelah

Nilai otot extremitas atas Nilai otot extremitas atas

Impairment 4 dan extremitas bawah 4 menjadi 4 dan extremitas

bawah menjadi 4

Activity Limitation Kesulitan untuk Ada peningkatan


beraktifitas
dan Participation kemampuan untuk

Restriction melakukan ADL seperti

makan dan naik turun

32
tangga sudah mandiri serta

ketika ingin memakai baju

sudah tidak

ketergantungan pada orang

lain

33
BAB V

PENUTUP

 KESIMPULAN

Stroke diklasifikasikan menjadi dua yaitu Stroke Haemoragik dan Stroke

Non Haemoragik (Sidharta, 2000). Stroke hemoragik yaitu suatu kerusakan

pembuluh darah otak, sehingga menyebabkan perdarahan pada area tersebut. Hal

ini menyebabkan gangguan fungsi saraf (Haryono, 2002). Stroke Non

Haemoragik yaitu gangguan fungsi saraf yang disebabkan oleh tersumbatnya

pembuluh darah otak sehingga distribusi oksigen dan nutrisi ke area yang

mendapat suplai terganggu (Osamulia, 1996).

 SARAN

Semoga laporan kasus ini bisa menjadi bahan referensi pembelajaran khususnya

dalam keilmuan fisioterapi.

34
DAFTAR PUSTAKA

http://www.who.int/classification/icf/introns/icf-Eng-Intro-pdf2002.

Micielle.G (2002).Guideline Compliance Improve Stroke Outcome

Carr Janet H., Roberta B Shepherd, 1987, A Motor Relearning Programme for

Stroke, second ed, Butterworth-Heinemann, Oxford.

Duus, Peter, 1996; Diagnosis Topik Neurologi: Anatomi, Fisiologi, Tanda,

Gejala, cetakan pertama, EGC, Jakarta.

Feigin, V, 2006; Stroke , Bhuana Ilmu Populer, Jakarta.

Luklukaningsih, Zuyina, 2009. Sinopsis Fisioterapi untuk Terapi Latihan.

Mitra Cendikia Press. Yogykarta.

School of Physiotherapy, 2001, Physiotherapy Studies 1 : Neurological

Physiotherapy, School of Physiotherapy The University of Melbourne.

http://fisioterapi-puskesmas-sukabumi.blogspot.com, diakses pada tanggal 20

September

Luklukaningsih, Zuyina, 2009. Sinopsis Fisioterapi untuk Terapi Latihan. Mitra

Cendikia Press. Yogykarta.

School of Physiotherapy, 2001, Physiotherapy Studies 1 : Neurological

Physiotherapy, School of Physiotherapy The University of Melbourne.

http://fisioterapishartanto.blogspot.com/2011/11/index-barthel.html Diakses pada

tanggal 20 Septermber

https://www.halodoc.com/kesehatan/pemeriksaan-fisik Diakses pada tanggal 20

Septermber

35

Anda mungkin juga menyukai