Anda di halaman 1dari 117

1

PENGARUH VARIASI TIME INVERSION SEQUENCE FLUID


ATTENUATED INVERSION RECOVERY (FLAIR) TERHADAP
KUALITAS CITRA MRI BRAIN KASUS TUMOR DI RUMAH SAKIT
KANKER DHARMAIS JAKARTA

SKRIPSI

Diajukan dalam rangka menyelesaikan sebagai tugas akhir Diploma 4


Teknik Radiodiagnostik dan Radioterapi Politeknik Kesehatan Kementerian
Kesehatan Jakarta II untuk memperoleh gelar Sarjana Terapan

Disusun Oleh:

ANASTASIA KHOIROTINNISA

NPM : P2.31.30.1.12.001

PROGRAM STUDI DIPLOMA 4


JURUSAN TEKNIK RADIODIAGNOSTIK DAN RADIOTERAPI
POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN
JAKARTA II
2016
2
3
4
5
6

INTISARI

PROGRAM DIPLOMA 4 JURUSAN TEKNIK RADIODIAGNOSTIK DAN


RADIOTERAPI POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTERIAN
KESEHATAN JAKARTA II

SKRIPSI, 2016

ANASTASIA KHOIROTINNISA

PENGARUH VARIASI TIME INVERSION SEQUENCE FLUID ATTENUATED


INVERSION RECOVERY (FLAIR) TERHADAP KUALITAS CITRA MRI BRAIN
KASUS TUMOR DI RUMAH SAKIT KANKER DHARMAIS JAKARTA

xv + V BAB + 71 halaman + 21 gambar + 10 tabel + 1 grafik + 10 lampiran

Pemeriksaan MRI Brain dengan kasus tumor menggunakan sequence FLAIR


dengan Time Inversion yang panjang. Berdasarkan literatur penggunaan Time Inversion
pada sequence FLAIR adalah 1700-2200 ms sedangkan di Rumah Sakit Kanker Dharmais
menggunakan Time Inversion 2500 ms. Pada penelitian ini menggunakan variasi Time
Inversion 1900 ms, Time Inversion 2200 ms dan Time Inversion 2500 ms.
Tujuan penelitian ini adalah untuk menguraikan pengaruh variasi Time Inversion
1900 ms, Time Inversion 2200 ms dan Time Inversion 2500 ms sequence FLAIR terhadap
kualitas citra MRI Brain kasus tumor, serta memperoleh nilai Time Inversion yang tepat
untuk menghasilkan kualitas citra yang baik.
Desain penelitian ini adalah kualitatif deksriptif. Penelitian ini dilakukan di Instalasi
Radiologi Rumah Sakit Kanker Dharmais pada bulan Februari sampai April 2016 dengan
20 sampel menggunakan purposive sample pada pasien yang sesuai dengan kriteria
penelitian.
Metode pengumpulan data yang digunakan yaitu observasi dan eksperimen.
Instrumen penelitian yang digunakan yaitu lembar kerja, lembar kuisioner dan komputer.
Pengolahan dan analisis data menggunakan perhitungan rata-rata.
Hasil dari penilaian 4 responden terhadap 20 gambaran MRI Brain pada aspek
resolusi penggunaan Time Inversion 1900 ms memperoleh skor 2,04 (cukup baik), Time
Inversion 2200 ms dengan skor 3,85 (sangat baik) dan Time Inversion 2500 ms
memperoleh skor 3,40 (sangat baik). Pada aspek kontras penggunaan Time Inversion
1900 ms memperoleh skor 2,05 (cukup jelas), Time Inversion 2200 ms dengan skor 3,67
(sangat jelas) dan Time Inversion 2500 ms memperoleh skor 3,49 (sangat jelas). Pada
aspek artefak penggunaan Time Inversion 1900 ms memperoleh skor 1,20 (tidak tampak
artefak), Time Inversion 2200 ms dengan skor 1,13 (tidak tampak artefak) dan Time
Inversion 2500 ms memperoleh skor 1,65 (tidak tampak artefak).
Dari hasil rata-rata penelitian tersebut diketahui bahwa terdapat pengaruh variasi
Time Inversion sequence FLAIR terhadap kualitas citra (resolusi, kontras dan artefak)
MRI Brain dengan kasus tumor.
Kesimpulan dari penelitian ini bahwa penggunaan Time Inversion 2200 ms
menghasilkan kualitas citra yang lebih baik dibandingkan dengan menggunakan Time
Inversion 1900 ms dan Time Inversion 2500 ms.

Kata Kunci : MRI Brain, Variasi Time Inversion dan Kualitas Citra
Daftar Bacaan : 27 buah (1989 - 2016)

vi
7

vii
8

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas rahmat dan hidayat-
Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini. Penyusunan
skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk ujian akhir Diploma 4 Teknik
Radiodiagnostik dan Radioterapi Politeknik Kesehatan Kemenkes Jakarta II.
Adapun judul skripsi ini adalah :

“Pengaruh Variasi Time Inversion Sequence Fluid Attenuated Inversion Recovery


(FLAIR) Terhadap Kualitas Citra MRI Brain Kasus Tumor Di Rumah Sakit
Kanker Dharmais Jakarta”

Dalam penyusunan skripsi ini tidak lepas dari bimbingan, pengarahan, dan
bantuan dari berbagai pihak, selain pada kesempatan ini penulis ingin
menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Kedua orang tua, yang selalu memberikan dukungan moril, materil, serta
doa yang tiada henti-hentinya.
2. Ibu Dra. Hj. Gando Sari, M. Kes, sebagai ketua jurusan Teknik
Radiodiagnostik dan Radioterapi Politeknik Kesehatan Kemenkes Jakarta
II.
3. Bapak Arif Jauhari, S. Si, M. KKK, sebagai dosen pembimbing materi
skripsi ini.
4. Bapak Khairil Anwar, S.Pd. M. Kes, sebagai dosen pembimbing teknis
skripsi ini.
5. Bapak Heri Wiranto S.ST, sebagai instuktur lapangan yang memberikan
banyak masukan, pengajaran, dan dukungan dalam penyusunan skripsi ini.
6. Seluruh staf Radiologi Rumah Sakit Kanker Dharmais Jakarta.
7. Seluruh staf dan dosen pengajar Teknik Radiologi Jurusan
Radiodiagnostik Dan Radioterapi Kesehatan Kemenkes Jakarta II.
8. Seluruh rekan-rekan seangkatan Program Diploma 4 yang telah ikut
memberikan dukungan.

viii
9

9. Sahabat-sahabat yang selalu menemani, membantu, dan mendukung dalam


penyusunan skripsi ini, Wulan, Novi, Vellyn, Aul, Ayus dan Isya
10. Teman-teman satu bimbingan skripsi, Sarah, Novi dan Yulius yang selalu
menemani setiap konsultasi dengan pembimbing.
11. David Krisnanda yang selalu membantu, mendukung, serta memberikan
semangat selama penulisan skripsi ini.
12. Citra, Ulfa, Dewi dan Faramitha yang selalu mendukung dan memberikan
semangat dalam penyusunan skripsi ini.
13. Semua pihak yang mendukung dalam penyelesaian skripsi ini yang tidak
dapat penulis sebutkan satu persatu.
Demikian ucapan terima kasih ini, semoga mereka mendapatkan balasan
yang setimpal dan sesuai dari Allah SWT, yang maha pengasih dan pemurah.
Amin.

Penulis menyadari dalam penulisan skripsi ini masih terdapat banyak


kekurangan dan kesalahan, oleh karena itu penulis mengharapkan saran dan kritik
yang bersifat membangun demi sempurnanya skripsi ini.

Akhirnya penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis
dan pembaca pada umumnya.

Jakarta, Juni 2016

Penulis

ix
10

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL
PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI
PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI
LEMBAR PENGESAHAN
LEMBAR PERSETUJUAN
INTISARI .................................................................................................................vi
ABSTRAK ................................................................................................................vii
KATA PENGANTAR ..............................................................................................viii
DAFTAR ISI .............................................................................................................x
DAFTAR GAMBAR ................................................................................................xii
DAFTAR TABEL ....................................................................................................xiii
DAFTAR GRAFIK ..................................................................................................xiv
DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................................xv
BAB I PENDAHULUAN .........................................................................................1
A. Latar Belakang...........................................................................................1
B. Rumusan Masalah .....................................................................................4
C. Batasan Masalah ........................................................................................4
D. Tujuan Penelitian .......................................................................................4
E. Manfaat Penelitian .....................................................................................5
F. Keaslian Penelitian ....................................................................................5
BAB II KAJIAN TEORI, KERANGKA KONSEP, DEFINISI
OPERASIONAL DAN HIPOTESIS ......................................................................9
A. Kajian Teori ...............................................................................................9
1. Definisi Magnetic Resonance Imaging (MRI)......................................9
2. Dasar-Dasar MRI ..................................................................................9
a. Prinsip Dasar MRI .........................................................................9
b. Instrumentasi MRI .........................................................................14
c. Parameter-Parameter MRI .............................................................19

x
11

d. Pulsa Sequence MRI ......................................................................27


3. Kualitas Citra MRI................................................................................31
a. Resolusi..........................................................................................32
b. Derau (Noise).................................................................................33
c. Kontras ...........................................................................................33
d. Artifact ...........................................................................................34
4. Otak .......................................................................................................37
a. Anatomi dan Fisiologi Otak...........................................................37
b. Tumor Otak ....................................................................................42
c. Gambaran Crossectional MRI Brain .............................................44
B. Kerangka Konsep ......................................................................................47
C. Definisi Operasional ..................................................................................47
BAB III METODE PENELITIAN 49

A. Desain Penelitian .......................................................................................49


B. Tempat dan Waktu Penelitian ...................................................................49
C. Populasi dan Sampel Penelitian.................................................................49
D. Instrumen Penelitian ..................................................................................50
E. Teknik Pengumpulan Data ........................................................................50
F. Pengolahan dan Analisis Data ...................................................................51
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ................................................................53
A. Hasil ...........................................................................................................53
B. Pembahasan ...............................................................................................65
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ...................................................................70
A. Kesimpulan ................................................................................................70
B. Saran .........................................................................................................71
DAFTAR PUSTAKA
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
LAMPIRAN

xi
12

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 2.1 Atom dan Magnet yang dihasilkan dari rotasi atom itu sendiri .........10

Gambar 2.2 Atom Hydrogen menjadi parallel dan anti parallel ..........................12

Gambar 2.3 Echo Train Sequence Fast Spin Echo ................................................28

Gambar 2.4 Sequence Inversion Recovery .............................................................29

Gambar 2.5 Sequence Fluid Attenuated Inversion Recovery (FLAIR) .................30

Gambar 2.6 Inflow artifact dalam sequence turboFLAIR ......................................34

Gambar 2.7 Kista ganglion pada infra-patellar. Axial (A) dan sagital (B) pada T2-
Weighted menunjukan batasan intensitas sinyal yang rendah akibat
chemical shift artifact ..........................................................................35

Gambar 2.8 Aliasing/Wrapround ...........................................................................36

Gambar 2.9 Shading Artifact .................................................................................36

Gambar 2.10 Magnetic Suspectibility Artifact ......................................................37

Gambar 2.11 Cerebrum ..........................................................................................38

Gambar 2.12 Cerebellum .......................................................................................40

Gambar 2.13 Sistem Limbik ...................................................................................41

Gambar 2.14 Gambar Crossectional Brain slice 1 ................................................44

Gambar 2.15 Gambar Crossectional Brain slice 6 ................................................45

Gambar 2.16 Gambar Crossectional Brain slice 14 ..............................................46

Gambar 4.1 MRI Siemens Magnetom Avanto 1,5 Tesla .......................................53

Gambar 4.2 Head Coil ..........................................................................................55

Gambar 4.3 Operator Console MRI ......................................................................55

xii
13

Gambar 4.4 Dryview 5850 Lasser Image Carestream ..........................................56

Gambar 4.5 (A) Hasil Gambaran MRI Brain Kasus Tumor dengan Time Inversion
1900 ms (B) Hasil Gambaran MRI Brain Kasus Tumor dengan Time
Inversion 2200 ms (C) Hasil Gambaran MRI Brain Kasus Tumor
dengan Time Inversion 2500 ms ........................................................61

xiii
14

DAFTAR TABEL

Halaman
Tabel 1.1 Persamaan Dan Perbedaan Dengan Penelitian Terdahulu ........................6
Tabel 2.1 Konstanta Gyromagnetik ..........................................................................11
Tabel 2.2 Definisi Operasional .................................................................................47
Tabel 3.1 Skala Likert Untuk Penilaian Aspek Resolusi dan Kontras ......................52
Tabel 3.2 Skala Likert Untuk Penilaian Aspek Artefak ............................................52
Tabel 4.1 Pengecekan Pemeliharaan Alat Atau Kalibrasi ........................................54
Tabel 4.2 Demografi Sampel ....................................................................................60
Tabel 4.3 Jumlah Nilai dan Rata-Rata Time Inversion 1900 ms, Time Inversion
2200 ms dan Time Inversion 2500 ms Aspek Resolusi ............................62
Tabel 4.4 Jumlah Nilai dan Rata-Rata Time Inversion 1900 ms, Time Inversion
2200 ms dan Time Inversion 2500 ms Aspek Kontras .............................63
Tabel 4.5 Jumlah Nilai dan Rata-Rata Time Inversion 1900 ms, Time Inversion
2200 ms dan Time Inversion 2500 ms Aspek Artefak ..............................63

xiv
15

LAMPIRAN

Lampiran 1 Surat Observasi


Lampiran 2 Surat Persetujuan Pengambilan Data
Lampiran 3 Surat Keterangan Ethical Clearance
Lampiran 4 Lembar Kerja
Lampiran 5 Kuisioner
Lampiran 6 Naskah Penjelasan
Lampiran 7 Persetujuan Setelah Penjelasan (PSP)
Lampiran 8 Tabulasi Data Kuisioner
Lampiran 9 Jadwal Penelitian dan Kegiatan Penyusunan Skripsi
Lampiran 10 Lembar Bimbingan

xv
1

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Magnetic Resonance Imaging (MRI) adalah teknik yang
mengkombinasikan teknologi komputer, medan magnet yang kuat dan
gelombang radio untuk menghasilkan gambaran yang tajam dan jelas dari
jaringan internal tubuh (1).
MRI menjadi teknik utama tindakan diagnosis rutin terhadap
beberapa proses penyakit. Pemeriksaan MRI memiliki berbagai
keuntungan dan merupakan pemeriksaan yang bersifat non invansif,
menggunakan radiasi non ionisasi, dan menghasilkan resolusi yang tinggi
terhadap jaringan lunak serta memungkinkan untuk pencitraan dengan
berbagai arah irisan pada segala bidang (transversal, sagital, coronal
bahkan oblique). Selain itu, pemeriksaan MRI selain memberikan
informasi secara morfologi juga memberikan informasi secara fungsional.
Informasi dari hasil pencitraan MRI didasarkan pada berbagai macam
parameter jaringan, dimana setiap parameter tersebut akan memberikan
kontras jaringan yang berbeda-beda (2).
MRI dengan cepat berkembang menjadi modalitas pencitraan pilihan
untuk berbagai kelainan neurologis, antara lain anomali kongenital
terutama pada fosa posterior (Arnold-Chiari); proses patologi pada sella
tursica seperti tumor hypofise, lesi pada fossa posterior yang melibatkan
batang otak atau cerebellum seperti glioma batang otak, astrositoma
cerebellum, lesi pada lobus temporalis (3).
Tumor otak adalah lesi yang mendesak ruang otak pada intracranial.
Tumor otak dapat berupa tumor jinak maupun ganas. Tumor tersebut
tumbuh di otak, meningeal dan tengkorak(4). Diagnosa tumor otak
ditegakkan berdasarkan pemeriksaan klinis dan pemeriksaan penunjang
yaitu pemeriksaan radiologi salah satunya adalah dengan menggunakan
modalitas MRI.

1
2

Jumlah penderita kanker otak masih rendah, yakni enam per 100.000
dari pasien tumor/kanker per tahun, namun tetap saja penyakit tersebut
masih menjadi hal yang menakutkan bagi sebagian besar orang. Pasalnya,
walaupun tumor yang menyerang adalah jenis tumor jinak, bila menyerang
otak tingkat bahaya yang ditimbulkan umumnya lebih besar daripada
tumor yang menyerang bagian tubuh lain. Tumor susunan saraf pusat
ditemukan sebanyak ± 10% dari neoplasma seluruh tubuh, dengan
frekuensi 80% terletak pada intracranial dan 20% di dalam canalis
spinalis. Insiden tumor otak pada anak-anak terbanyak dekade 1, sedang
pada dewasa pada usia 30-70 dengan usia 40-65 tahun (5).
Pemeriksaan MRI Brain di Rumah Sakit Kanker Dharmais per bulan
pada tahun 2016 data kunjungan pasien dapat mencapai 80 pasien,
sedangkan pada pasien dengan kasus tumor pada Brain dapat mencapai
15-20 pasien per bulan.
Berdasarkan literatur kepustakaan, sequence rutin yang digunakan
dalam pemeriksaan MRI Brain dengan kasus tumor salah satunya adalah
dengan menggunakan sequence Fluid Attenuated Inversion Recovery
(FLAIR) yang merupakan teknik Inversion Recovery (IR) yang berbeda
dari STIR karena menggunakan nilai Time Inversion (TI) yang panjang (6).
Dengan Time Inversion yang panjang maka terdapat penekanan pada
sinyal dari Cerebro Spinalis Fluid (CSF) dan dapat mendeteksi sinyal dari
jaringan Brain, tumor, edema dan lemak (7) (8).
Berdasarkan pengalaman Praktek Kerja Lapangan (PKL) dan
observasi di Rumah Sakit, terdapat ketidakseragaman pada penggunaan
Time Inversion (TI) pada sequence FLAIR, seperti pada pemeriksaan MRI
Brain. Di Rumah Sakit Kanker Dharmais menggunakan Time Inversion
(TI) 2500 ms, sedangkan menurut literatur kepustakaan menyatakan
bahwa penggunaan Time Inversion pada sequence FLAIR yaitu sekitar
(9)
1700-2200 ms . Pada penelitian ini penulis akan melakukan penelitian
untuk mengetahui pengaruh variasi Time Inversion pada sequence FLAIR
dengan kasus tumor Brain, yaitu Time Inversion 1900 ms, Time Inversion
2200 ms dan Time Inversion 2500 ms.
3

Penggunaan nilai Time Inversion berpengaruh terhadap kualitas citra


(9)
MRI salah satunya adalah kontras citra . Berdasarkan observasi di
lapangan, penggunaan variasi dengan nilai Time Inversion 1900 ms, Time
Inversion 2200 ms dan Time Inversion 2500 ms pada sequence FLAIR
pemeriksaan MRI Brain tumor terdapat perbedaan terhadap kualitas citra
MRI yaitu resolusi, kontras dan artefak.
Penggunaan sequence FLAIR menurut literatur kepustakaan dengan
Time Inversion 1700 - 2200 ms mempunyai keuntungan yaitu pada
penggunaan sequence FLAIR digunakan untuk kasus lesi atau tumor,
menghasilkan gambaran dengan citra MRI dengan kualitas yang baik dan
(9)
sensitif jika terdapat adanya patologi . Dan terdapat penelitian yang
menyatakan pada pemeriksaan MRI Brain pada penggunaan Time
Inversion 2200 ms dapat memperlihatkan adanya lesi dan dapat
memperlihatkan batasan yang lebih jelas dan tegas antara dua objek yang
(10)
berbeda .
Dengan pemilihan 3 variabel pada Time Inversion dalam penelitian
ini adalah untuk menguji teori kepustakaan yang menyebutkan bahwa
untuk penggunaan Time Inversion pada sequence FLAIR adalah 1700 -
2200 ms, akan tetapi di lapangan yang penulis temukan bahwa
pemeriksaan MRI Brain dengan kasus tumor menggunakan nilai Time
Inversion 2500 ms. Dalam hal ini penulis mengharapkan dengan
melakukan penelitian dapat memberikan informasi yang lebih akurat
dengan memberikan beberapa variasi Time Inversion pada pemeriksaan
Brain dengan kasus tumor di rumah sakit dengan pembanding literatur
teori dari kepustakaan. Dengan uraian di atas maka penulis ingin mengkaji
lebih detail dan melakukan suatu penelitian, serta mengangkat dalam
sebuah karya tulis yang berjudul “Pengaruh Variasi Time Inversion
Sequence Fluid Attenuated Inversion Recovery (FLAIR) Terhadap
Kualitas Citra MRI Brain Kasus Tumor Di Rumah Sakit Kanker
Dharmais Jakarta”.
4

B. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah berdasarkan latar belakang adalah :
Bagaimana pengaruh dilihat dari penggunaan variasi Time Inversion 1900
ms, Time Inversion 2200 ms dan Time Inversion 2500 ms terhadap
kualitas citra pada pemeriksaan MRI Brain dengan klinis tumor di Rumah
Sakit Kanker Dharmais?

C. Batasan Masalah
Batasan masalah penelitian adalah pemeriksaan yang dilakukan hanya
pada pemeriksaan MRI Brain klinis tumor dengan menggunakan variasi
Time Inversion pada sequence FLAIR potongan axial, yaitu Time
Inversion 1900 ms, Time Inversion 2200 ms dan Time Inversion 2500 ms
terhadap indikator kualitas citra pada pemeriksaan MRI Brain dengan
kasus tumor yaitu resolusi, kontras dan artefak. Sedangkan pengaruhnya
terhadap noise tidak diteliti karena sangat minim bahkan tidak tampak.

D. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Menguraikan pengaruh variasi nilai Time Inversion sequence
FLAIR terhadap kualitas citra MRI Brain dengan klinis tumor di
Rumah Sakit Kanker Dharmais.
2. Tujuan Khusus
a. Menguraikan pengaruh variasi nilai Time Inversion 1900 ms, 2200
ms dan 2500 ms terhadap resolusi pada sequence FLAIR
pemeriksaan MRI Brain dengan klinis tumor di Rumah Sakit
Kanker Dharmais.
b. Menguraikan pengaruh variasi nilai Time Inversion 1900 ms, 2200
ms dan 2500 ms terhadap kontras pada sequence FLAIR
pemeriksaan MRI Brain dengan klinis tumor di Rumah Sakit
Kanker Dharmais.
c. Menguraikan pengaruh variasi nilai Time Inversion 1900 ms, 2200
ms dan 2500 ms terhadap artefak pada sequence FLAIR
5

pemeriksaan MRI Brain dengan klinis tumor di Rumah Sakit


Kanker Dharmais.
d. Memperoleh nilai Time Inversion yang tepat untuk menghasilkan
kualitas citra yang baik pada pemeriksaan MRI Brain dengan kasus
tumor pada sequence FLAIR.

E. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Keilmuan
Diharapkan dapat menambah wawasan, khasanah dan
perbendaharaan referensi ilmu pengetahuan dan teknologi dalam
bidang radiologi tentang pemeriksaan MRI Brain.
2. Manfaat Institusi
Secara praktis dapat dijadikan bahan masukan atau pertimbangan
dalam melakukan pemeriksaan MRI Brain dengan klinis tumor
terhadap kualitas citra di Rumah Sakit Kanker Dharmais sehingga
memberikan hasil diagnosis yang informatif dan tepat.
3. Manfaat bagi penulis
Dapat menambah wawasan penulis tentang pengaruh variasi Time
Inversion sequence FLAIR pada pemeriksaan MRI Brain dengan
klinis tumor terhadap kualitas citra di Rumah Sakit Kanker Dharmais
dan pemilihan Time Inversion yang tepat sehingga menghasilkan
kualitas citra yang baik.

F. Keaslian Penelitian
Sebagai bentuk pertanggungjawaban keaslian penelitian, pada Tabel
1.1 dibawah ini akan dipaparkan perbandingan penelitian dengan judul
“Pengaruh Variasi Time Inversion Sequence Fluid Attenuated Inversion
Recovery (FLAIR) Terhadap Kualitas Citra MRI Brain Kasus Tumor Di
Rumah Sakit Kanker Dharmais Jakarta” dengan penelitian-penelitian
sebelumnya pada area penelitian yang sama.
6

Tabel 1.1 Persamaan Dan Perbedaan Dengan Penelitian Terdahulu


NO. JUDUL KOMPONEN
PERSAMAAN PERBEDAAN
PENELITIAN PERBANDINGAN
1. Pengaruh Variasi a. Tujuan Umum - Untuk
Time Inversion mengetahui
Pada Sequence pengaruh variasi
FLAIR Terhadap Time Inversion
Hasil Gambaran pada sequence
Otak Pada FLAIR terhadap
Pemeriksaan hasil gambaran
MRI Brain otak pada
Di RSPAD Gatot pemeriksaan
Subroto Jakara MRI Brain di
RSPAD Gatot
Subroto.
b. Tujuan Khusus - a. Untuk
mengetahui
bagaimana
pengaruh
variasi TI
terhadap hasil
. gambaran
Ventricle.
b. Untuk
mengetahui
bagaimana
pengaruh
variasi TI
terhadap hasil
gambaran
Batang Otak
(Ponds).
c. Untuk
mengetahui
bagaimana
pengaruh
variasi TI
terhadap hasil
gambaran
Lobus Otak.
d. Untuk
mengetahui
bagaimana
pengaruh
variasi TI
terhadap hasil
gambaran
Sulcus.
7

e. Untuk
mengetahui
bagaimana
pengaruh
variasi TI
terhadap hasil
gambaran
Gyrus.
f. Untuk
mengetahui
dengan
rentang nilai
Time
Inversion
2300 ms
sampai
dengan 2600
ms, pada Time
Inversion
berapakah
yang mampu
memperlihatk
an gambaran
otak dengan
baik.
g. Untuk
mengetahui
perbedaan
Acquisition
Time dengan
penggunaan
variasi Time
Inversion.
c. Kerangka Konsep - Variabel
Independen :
Variasi TI 2300
ms 2400 ms,
2500 ms, dan
2600 ms.

Variabel
Dependen :
Hasil gambaran
anatomi otak
pada ventricle,
batang otak,
lobus, sulcus
.
8

d. Jenis/Desain Penelitian -
Penelitian yang bersifat
kuantitatif
dengan metode
eksperimen

e. Tempat dan - RSPAD Gatot


Waktu Subroto
dilakukan pada
bulan September
tahun 2012.
f. Populasi dan - Pada seluruh
Sampel pemeriksaan
MRI Brain
dengan sampel 5
orang pasien.

g. Metode - Eksperimen,
Pengumpulan tanya jawab,
Data studi
kepustakaan
h. Instrumen Lembar Kerja Komputer
Penelitian dan Lembar
kuisioner
i. Pengolahan dan - Uji Chi Square
Analisis Data
9

BAB II
KAJIAN TEORI, KERANGKA KONSEP, DEFINISI OPERASIONAL DAN
HIPOTESIS

A. Kajian Teori
1. Definisi Magnetic Resonance Imaging (MRI)
Magnetic Resonance Imaging (MRI) adalah teknik pencitraan
yang menggunakan kekuatan medan magnet dan gelombang Radio-
Frequency (RF) terutama digunakan dalam pengaturan medis untuk
menghasilkan citra berkualitas tinggi pada bagian dalam tubuh
manusia. MRI didasarkan pada prisnsip-prinsip Nuklear Magnetic
Resonance (NMR). MRI dimulai sebagai teknik tomografi pencitraan
yang menghasilkan gambar dari sinyal NMR dalam irisan yang tipis
pada tubuh manusia (11).
MRI adalah teknik pencitraan khusus non invansif yang
menggunakan medan magnet, gelombang radio dan komputer untuk
melihat abnormalitas berupa tumor atau penyempitan jaringan lunak,
seperti otot, tendon dan tulang rawan. Karena yang digunakan
elektromagnet, pasien yang mengenakan implant logam, brace atau
pacemaker tidak dapat menjalani pemeriksaan ini. Pasien yang
menderita claustrofobia biasanya tidak mampu menghadapi ruangan
tertutup pada peralatan MRI tanpa penerangan (12).

2. Dasar-Dasar MRI
a. Prinsip Dasar MRI
Bagian terkecil dari material yang tidak dapat dibagi lagi
dikenal dengan atom. Atom tersusun atas partikel dasar atom yaitu
: electron, proton dan neutron. Electron merupakan partikel
bermuatan negatif yang bergerak mengelilingi inti atom (nucleus).
Inti atom tersusun atas proton (bermuatan positif) dan neutron
(tidak bermuatan). Gabungan antara proton dan neutron disebut
nucleon. Seluruh inti atom dengan jumlah nucleon ganjil dan

9
10

beberapa dengan jumlah nucleon genap memiliki momen magnetik


intrinsik. Jadi, atom-atom penyusun materi dapat bertindak seperti
suatu magnet batang yang amat kecil, dengan kutub utara dan
kutub selatan. Inti atom yang sering digunakan adalah Hydrogen
(1H) dan 13
C, meskipun beberapa isotop dari inti atom unsur
lainnya juga dapat diamati.
Electron, proton dan neutron sebagai partikel penyusun atom
berputar mengelilingi sumbu yang melalui dirinya, atau dikatakan
setiap partikel penyusun atom mempunyai sifat intrinsik yang
disebut spin.

Electron

Proton

Nucleus

Gambar 2.1 (a) Atom (b) Magnet kecil yang dihasilkan dari
rotasi atom itu sendiri (17)

Nucleus Magnetic Resonance (NMR) mempelajari sifat


magnetik inti atom, seperti pada atom Hydrogen dengan
menyearahkan arah momen magnetik inti atom menggunakan
medan magnet eksternal yang sangat kuat (dilambangkan dengan
Bo).
Pada saat tubuh pasien berada dalam medan magnet yang kuat,
atom-atom dalam tubuh mengalami pergerakan berputar, pada inti
atom yang berputar pada porosnya sendiri atau spin, gerakan
tersebut dinamakan presisi. Gerakan presisi tersebut mempunyai
frekuensi sudut yang disebut frekuensi Larmor atau frekuensi
resonansi. Pada keadaan demikian, sebuah partikel dengan spin
11

dalam medan magnet dapat menyerap energi photon dengan


frekuensi. Nilai frekuensi tersebut tergantung pada rasio
gyromagnetik dari partikel tersebut. Hubungan frekuensi Larmor ɷ
dengan kuat medan homogen B adalah :
ɷ=γ.B (2)
Dimana :
ɷ = frekuensi Larmor
B = kuat medan homogen
γ = konstanta gyromagnetik
Persamaan (2.1) disebut sebagai Teorema Larmor. Besarnya
konstanta gyromagnetik adalah spesifik untuk setiap inti atom, hal
ini dapat dilihat pada tabel berikut ini :
Tabel 2.1 Konstanta Gyromagnetik
Frekuensi
Konstanta Resonansi
Keberadaan Sensitifitas
Nuklida Spin Gyromagnetik dalam MHz
di alam (%) Relatif
(radian.Hz/T) pada :
1,0 T 1,5 T
1
H 99,98 ½ 2,6752 x 108 1,000 42,577 68,86
2
H 0,016 1 4,107 x 107 0,0097 6,53 9,80
13
C 1,11 ½ 6,725 x 107 0,016 10,70 16,05
14
N 99,64 1 -2,711 x 107 0,001 3,08 4,61
15
N 0,36 ½ -3,628 x 107 0,001 4,31 6,47
17
O 0,037 5/2 2,517 x 107 0,029 5,77 8,66
19 8
F 100,0 ½ 2,6752 x 10 0,830 40,06 60,09
23
Na 100,0 3/2 7,075 x 107 0,093 11,26 16,89
31
P 100,0 ½ 1,082 x 108 0,066 17,22 25,83
35
Cl 75,53 3/2 2,6198 x 107 0,047 4,14 6,25
39
K 93,10 3/2 1,2477 x 107 0,0005 1,98 2,98

Ketika proton diletakan dalam pengaruh medan magnet yang


eksternal, atom akan mengalami presisi kemudian diberikan sinyal
12

pulsa RF untuk transisi kemudian energi yang diberikan


disesuaikan dengan medan magnet eksternal. Vektor spin partikel
akan menjadi searah (parallel) dengan arah medan magnet
eksternal. Namun terjadi pula beberapa partikel proton yang
mengarahkan vektor spinnya berlawanan arah (anti parallel)
dengan arah medan magnet luar. Perbedaan penting dari proton
dengan arah parallel dan anti parallel adalah terletak pada tingkat
energi yang dimilikinya.
Atom Hydrogen dengan arah parallel memiliki tingkat energi
yang sedikit lebih rendah (Low Energi State atau LES) bila
dibandingkan dengan proton yang arahnya anti parallel terhadap
medan magnet eksternal (High Energi State atau HES). Oleh
karena itu lebih banyak atom Hydrogen yang memiliki tingkat
energi lebih rendah dibandingkan dengan atom Hydrogen yang
memiliki tingkat energi tinggi, maka dengan demikian secara
makroskopis kini magnetisasi tidak nol. Dengan kata lain terdapat
magnetisasi sebagai hasil momen magnetik mikroskopis inti-inti
atom Hydrogen tersebut yang arahnya searah (parallel) dengan
medan magnet utama (Bo).

Gambar 2.2 Atom Hydrogen menjadi parallel (berwarna orange) dan


anti parallel (berwarna putih) (17)
13

Proton-proton akan menempatkan diri sesuai dengan arah


medan magnet. Beberapa proton tertentu dapat menerima energi
dan berpresisi jika ada sinyal dengan frekuensi tertentu
dipancarkan ke jaringan tersebut. Frekuensi tersebut harus sama
dengan frekuensi Larmor atau frekuensi resonansi dari proton.
Setelah menyerap energi dari sinyal frekuensi itu, mereka akan
dieksitasikan ke dalam anti parallel yang mempunyai tingkat
energi paling tinggi. Setelah sinyal dari frekuensi resonansi
tersebut dihentikan, proton-proton atom akan kembali ke keadaan
parallel yang memiliki tingkat energi lebih rendah dan bersamaan
memancarkan kembali energi yang telah diserap. Proses ini disebut
dengan relaksasi. Sinyal yang dipancarkan kembali dari proton-
proton yang beresonansi disebut dengan sinyal NMR atau sinyal
Free Induction Decay (FID).
Peristiwa ini disebut dengan resonansi, yang menunjukkan
proses dimana inti atom menyerap energi (energi RF) bila
radiofrekuensi yang ditransmisikan sesuai dengan frekuensi
resonansi dari inti atom tersebut. Sesaat setelah pemberian RF
dihentikan, proton-proton yang berpresisi memberikan sinyal yang
disebut dengan “Free Induction Decay” (FID) pada receiver coil
yang terdapat pada sisi pasien. Pada saat kehilangan phase,
magnetisasi pada bidang transversal menghilang dan sinyal juga
perlahan menghilang. Kemudian pada saat relaksasi longitudinal,
magnetisasi muncul kembali dan siap untuk distimulasi kembali
untuk menghasilkan sinyal lain. Proses ini terjadi secara berulang
dan sinyal yang dihasilkan untuk menciptakan gambar jaringan.
Hasil irisan yang didapatkan berdasarkan tingkat kerapatan atom
Hydrogen. Pada hasil akhir akan ditampilkan rekonstruksi hasil
gambaran pada layar monitor kemudian diselesaikan dengan
menggunakan komputer (2).
14

b. Instrumentasi MRI
1) Sistem Magnet
Magnet adalah komponen dasar dari sebuah scanner MRI.
Magnet tersedia dalam berbagai kekuatan lapangan, bentuk,
dan bahan. Semua bidang magnet kekuatan diukur dalam
satuan Tesla atau Gauss (1 Tesla = 10.000 Gauss). Magnet
biasanya dikategorikan sebagai sistem low, medium, high field
dan ultra-high-field. Magnet low field memiliki kekuatan
magnet utama kurang dari 0,5 T. Sistem medium field memiliki
kekuatan magnet utama antara 0,5 dan 1,0 T. Sistem high field
memiliki kekuatan magnet utama antara 1,0 T dan 1,5 T, dan
sistem ultra-high-field harus memiliki kekuatan magnet utama
3,0 T atau lebih (13).
Terdapat 3 jenis magnet utama yang tersedia saat ini, yaitu
magnet resistif, magnet permanen dan magnet superkonduktif,
Magnet ini dapat dibandingkan dengan kekuatan di lapangan,
homogenitas dari medan magnet, volume pencitraan, stabilitas
lapangan, biaya dan berat magnet. Adapun 3 jenis magnet
tersebut adalah :
a) Magnet Resistif
Magnet resistif memiliki konstruksi yang sederhana
dibandingkan dengan magnet lainnya. Magnet dihasilkan
oleh aliran arus DC yang besar melalui kumparan resistif
untuk menghasilkan medan magnet utama. Kekurangan
dari magnet resistif adalah stabilitas power supply yang
sangat rendah dan menghasilkan suhu yang tinggi selama
magnet dioperasikan (14).
Magnet resistif memerlukan penyekat (magnetic
shielding) untuk melindungi lingkungan sekitar terhadap
pengaruh medan magnetnya serta sebaliknya. Pengaruh dari
luar yang dapat mengganggu homogenitas medan magnet
ini adalah benda feromagnetik (2).
15

b) Magnet Permanen
Magnet permanen merupakan sistem yang sering
digunakan daripada magnet resistif dan magnet
superkonduktif. Kekuatannya berkisar antara 0,2 – 0,35 T
dan beratnya sekitar 10-20 ton. Memiliki design yang lebih
kecil dan magnet permanen memiliki biaya pembelian dan
pemeliharaan yang rendah (14).
Yang dimaksud dengan magnet permanen adalah besi,
ferrite atau baja yang bersifat magnet tetap. Kelebihan
magnet permanen daripada magnet lainnya adalah tidak
memerlukan biaya operasional, pengaruh medan magnetnya
terhadap lingkungan kecil sehingga tidak memerlukan
penyekat magnet. Namun, magnet permanen juga memiliki
kekurangan yaitu faktor berat dan kestabilan termalnya. Hal
ini berpengaruh terhadap besarnya kuat medan magnet
yang dihasilkan. Oleh karena itu, MRI dengan magnet
permanen memerlukan sistem pemanas yang akan menjaga
kestabilan suhu magnet sekitar 32 derajat dengan toleransi
+/- 0.10 C (untuk magnet dari bahan ferrite) (2).
c) Magnet Superkonduktif
Magnet superkonduktif prinsipnya sama dengan
magnet resistif, namun kumparan yang dipakai dari bahan
niobium-titanium atau niobium-seng. Kumparan ini
didinginkan sampai suhu mendekati nol mutlak (4,2 Kelvin
= -269º C), sehingga mencapai keadaan superkonduktif
(tahanannya menjadi praktis nol) dan sekali arus dialirkan
maka akan mengalir terus menerus tanpa henti. Akibatnya
biaya operasional untuk energi listrik tidak begitu besar dan
dapat dihasilkan medan magnet yang lebih kuat dan lebih
stabil.
Namun biaya operasionalnya bertambah karena magnet
ini memerlukan perlengkapan tambahan yang disebut
16

sebagai cyrogen yaitu helium cair dan nitrogen cair. Oleh


karena itu magnet superkonduktif disebut juga sebagai
cyrogenic. Fungsi dari cyrogen adalah untuk menjaga agar
suhu kumparan tetap mendekati nol mutlak sehingga
diperoleh medan magnet yang tetap stabil tanpa
mengalirkan lagi arus listrik.
Magnet superkonduktif juga memerlukan penyekat
medan magnet seperti pada medan magnet resistif.
Kelebihan magnet superkonduktif adalah bahwa kuat
medan magnet yang dapat dihasilkan lebih besar
dibandingkan ke dua medan magnet yang terdahulu yaitu
antara 0,15 T sampai 2,0 T. Arah medan magnetnya
horizontal (2).
2) Sistem Gradient
Gradient magnet dihasilkan dengan mengalirkan arus
listrik pada kumparan konduktor dalam bermacam-macam
bentuk geometris. Bentuk geometris dari kumparan-kumparan
gradient magnet dan arah arus akan menentukan orientasi
gradient magnet tersebut.
Kumparan gradient magnet dirancang khusus untuk
menghasilkan medan magnet yang berubah secara linear.
Dengan kata lain ada suatu titik nol ditengah-tengah kumparan
gradient magnet tersebut. Medan magnet yang dihasilkan pada
ke dua sisi dari titik nol ini arahnya sama dengan arah medan
magnet utama (2).
Terdapat 3 kumparan gradient yang terdapat pada medan
magnet, yaitu (6):
a) Gradient Z yang mengubah kekuatan medan magnet
sepanjang Z-(longitudinal) sumbu magnet.
b) Gradient Y yang mengubah kekuatan medan magnet
sepanjang Y-(ventrical) sumbu magnet.
17

c) Gradient X yang mengubah kekuatan medan magnet


sepanjang X-(horizontal) sumbu magnet.
3) Sistem Radio Frekuensi (RF)
Sistem Radio Frekuensi (RF) berfungsi untuk
membangkitkan sinyal RF, menerima sinyal NMR yang berasal
dari bagian tubuh yang diperiksa dan mengirimkannya ke
komputer pemroses citra (2).
Radio Frekuensi (RF) coil terdiri dari putaran kawat, ketika
arus dilewatkan melalui kumparan maka menghasilkan medan
magnet 900 ke medan magnet utama (Bo) (9).
Konfigurasi pemancar dan penerima RF coil
mempengaruhi kualitas sinyal MR. Ada beberapa jenis coil
dalam pencitraan MRI, yaitu :
a) Transmit/receive coil
Coil pemancar RF dan penerima sinyal MR sering
disebut dengan transceiver. Hal ini mencakup seluruh
anatomi dan dapat digunakan baik untuk kepala atau
seluruh pencitraan tubuh. Tipe dari head dan body coil
dikenal sebagai konfigurasi dari sangkar yang digunakan
untuk daerah organ yang relatif besar dan menghasilkan
SNR seragam atas seluruh volume pencitraan. Kualitas
sinyal yang dihasilkan oleh coil ini secara signifikan
meningkat dengan proses yang kenal sebagai eksitasi
quadrature dan deteksi (9).
b) Surface Coil
Coil jenis ini digunakan untuk meningkatkan Sinyal to
Noise Ratio (SNR) ketika struktur kumparan didekatkan
dengan permukaan tubuh pasien. Umumnya, semakin dekat
coil pada permukaan tubuh yang diperiksa maka semakin
besar SNR. Hal ini dikarenakan coil lebih dekat dengan
sinyal pemancar dari anatomi tubuh. Surface coil biasanya
berukuran kecil dan dapat dengan mudah disesuaikan
18

dengan organ yang diperiksa dengan sedikit atau tanpa rasa


ketidaknyamanan yang ditimbulkan oleh pasien (9).
c) Phassed Array Coil (Liniear array)
Terdiri dari beberapa coil atau gulungan dan sinyal
penerima yang digabungkan untuk membuat satu gambar
dengan peningkatan SNR dan meningkatkan cakupan atau
area. Oleh karena itu, keuntungan dari surface coil yang
kecil (meningkatkan SNR dan resolusi) yang
dikombinasikan dengan FOV yang besar untuk
meningkatkan cakupan atau area anatomi. Biasanya terdiri
dari empat coil dan receiver yang dikelompokan bersama-
sama, baik untuk meningkatkan cakupan area longitudinal
atau meningkatkan keseragaman pada keseluruhan volume
(9)
.
d) Parallel Imaging Coil (Volume Coil)
Teknik ini menggunakan beberapa gulungan atau coil
(yang dikenal sebagai channel) ditempatkan di sekitar
volume imaging. Selama akuisisi data, masing-masing
kumparan mengirimkan data ke k-space sehingga ruang k-
space dapat terisi dengan cepat. Misalnya, jika digunakan
empat kumparan atau channel maka k-space dapat diisi
dengan empat baris pada waktu kumparan tertentu. Teknik
ini dapat digunakan dengan sequence apapun (9).
Coil Besar :
(1) Mempunyai area yang besar dari penerimaan sinyal
yang seragam.
(2) Kemungkinan dapat meningkatkan artefak aliasing.
(3) SNR dan resolusinya lebih rendah
Coil Kecil :
(1) Area penerimaan sinyal kecil.
(2) Cenderung menghasilkan artefak aliasing.
(3) Meningkatkan SNR dan resolusi.
19

4) Sistem Komputer
Komputer pada MRI berfungsi untuk menjalankan
program aplikasi. Program aplikasi ini bertugas untuk
mengoperasikan sistem MRI secara keseluruhan, menentukan
parameter-parameter pengukuran, serta untuk mengolah,
menampilkan dan menyimpan citra. Sistem MRI membutuhkan
pengendalian yang berkinerja tinggi dan perangkat evaluasi
yang menjadi antar muka antara sistem dan pengguna. Instruksi
operator yang diberikan melalui keyboard akan diterjemahkan
oleh program aplikasi menjadi data kontrol. Data hasil
pengukuran yang diperoleh oleh sistem pengukuran akan
ditransfer kembali ke komputer utama yang kemudian akan
diolah oleh program aplikasi. Program aplikasi akan
memproses data hasil pengukuran menjadi data citra yang
kemudian akan ditampilkan pada layar monitor (2).

c. Parameter-Parameter MRI
1) Parameter Intrinsik
Parameter intrinsik adalah parameter yang tidak dapat
diubah dan diatur oleh operator. Parameter ini terdiri dari:
a) T1 (Spin-Lattice Relaxation)
T1 atau Spin-Lattice Relaxation adalah waktu yang
diperlukan oleh komponen z dari vektor magnetisasi M
mencapai nilai 63% dari nilainya semula sebelum diberi
pulsa eksitasi. Disebut juga sebagai longitudinal
relaxation time. T1 menyatakan karakteristik yang
menentukan lamanya inti-inti yang berpresisi tersebut
kembali pada keseimbangan termal dengan sekelilingnya.
Pada keadaan awal magnetisasi parallel dengan Bo dalam
keadaan equilibrium dan apabila terjadi penyerapan energi
maka magnetisasi akan berputar ke arah bidang
transversal (bidang xy). Relaksasi T1 adalah mekanisme
20

dimana proton memberikan energinya untuk kembali ke


orientasi semula. Jika pulsa 900 diberikan pada
magnetisasi, maka setelah itu tidak ada lagi komponen
magnetisasi longitudinal.
Setelah beberapa saat sejak pemberian pulsa 900 maka
magnetisasi longitudinal akan kembali dapat diamati saat
proton melepaskan energinya untuk kembali ke keadaan
awal. Kembalinya vektor magnetisasi ini terjadi secara
eksponensial dimana T1 merupakan konstanta waktunya.
Setelah 3 periode waktu T1, magnetisasi mencapai nilai
95% dari nilai awal sebelum tereksitasi oleh pulsa 900.
Istilah spin-lattice mengacu kepada kenyataan bahwa
proton yang tereksitasi (spin) akan mentransfer energi ke
kisi-kisi struktur atom sekitarnya (lattice) daripada ke spin
lainnya. Energi tersebut tidak lagi berkonstribusi untuk
mengeksitasi spin.
Dalam percobaan NMR modern, pulsa energi RF
digunakan dengan waktu tunda antara pulsa-pulsa yang
diberikan secara berulang-ulang. Waktu antar pulsa
memberikan kesempatan pada proton yang tereksitasi
untuk memberikan energi yang diserapnya (relaksasi T1)
sehingga penyerapan netto dapat tercapai. Karena proton
memberikan energi yang diterimanya pada lingkungan
sekitarnya, maka perbedaan populasi dapat diperoleh
kembali. Pada pandangan secara makroskopis, M kembali
ke nilai awalnya M0 dengan mendisipasikan sejumlah
energi. Oleh karena M merupakan sumber pokok dari
sinyal NMR, makin banyak energi yang didisipasikan,
lebih banyak sinyal yang akan dibangkitkan pada pulsa RF
berikutnya.
Waktu antara dua pulsa yang berurutan pada
umumnya tidak cukup lama untuk melakukan relaksasi T1
21

secara lengkap. M tidak akan mencapai nilai M0


sepenuhnya. Pemberia pulsa RF ke dua sebelum relaksasi
selesai seluruhnya akan memutar M pada bidang
transversal, tetapi dengan magtido yang lebih kecil
daripada sinyal yang diperoleh setelah pulsa RF pertama.
Urutan berikut ini menjelaskan bahwa :
(1) Sebuah pulsa RF 900 diberikan. M akan berotasi pada
bidang transversal.
(2) Setelah selang waktu Ʈ lewat, relaksasi T1 belum
lengkap. Magnetisasi longitudinal pada akhir Ʈ adalah
M’ yang besarnya akan lebih kecil daripada M pada
langkah pertama.
(3) Pulsa RF ke dua diberikan. Akan beresonansi pada
bidang transversal.
Setelah beberapa kali perulangan, M akan memiliki
mangnitudo yang sama setelah masing-masing pulsa RF.
Apabila keadaan demikian tercapai, dikatakan M telah
mencapai keadaan yang tergantung pada kecepatan
pemberian pulsa RF (waktu Ʈ) dan seberapa efesien
proton memberikan energinya (waktu relaksasi T1).
Amplitudo sinyal yang terdeteksi tergantung nilai M
dalam keadaan yang secara tidak langsung tergantung juga
pada waktu pengulangan waktu Ʈ dan T1. Dalam banyak
eksperimen MRI, seperti spin echo dan pencitraan
gradient echo, keadaan M diperoleh karena pulsa RF yang
berulang diberikan dan waktu pengulangannya TR selalu
lebih kecil dari waktu yang dibutuhkan untuk
menyelesaikan relaksasi secara lengkap. Untuk
memperoleh keadaan yang tidak hentinya maka sebelum
pengambilan data pulsa RF tambahan diberikan sesegera
mungkin sebelum pulsa utamanya. Pulsa RF tambahan ini
disebut sebagai pulsa persiapan (preparatory pulse) atau
22

pulsa dummy karena sinyal yang dihasilkan akibat


pemberian pulsa-pulsa ini akan diabaikan. Pulsa-pulsa
tambahan ini diperlukan untuk meyakinkan bahwa
magnetisasi memiliki amplitudo yang sama sebelum setiap
pengukuran selama proses pemindaian (scan) dilakukan.
Nilai waktu relaksasi T1 akan berbeda dari setiap
jenis jaringan tubuh. Jaringan yang berbeda akan memiliki
nilai T1 yang berbeda pula. Hal ini diakibatkan oleh energi
RF dari spin yang terstimulasi akan hilang lagi melalui
interaksi dengan lattice. Perbedaan waktu relaksasi akan
tampak perbedaan kontras pada citra. (2)
b) T2 (Spin-spin Relaxation)
T2 atau Spin-spin Relaxation adalah tetapan waktu
yang diperlukan oleh komponen tranversal dari M untuk
meluruh hingga 37% dari nilai awalnya melalui proses
yang tidak dapat dikembalikan (irreversible). Hal ini
timbul sebagai akibat interaksi antara inti yang satu
dengan yang lain disekitarnya, sehingga nilai inti-inti
tersebut semula berpresisi dengan kecepatan yang sama,
lambat laun inti yang satu memberikan energinya kepada
inti lain akan bergerak lebih lambat daripada inti yang
mendapat tambahan energi tersebut. Dengan demikian
akan terjadi pula perbedaan phase, yang akhirnya dampak
presisi inti yang satu saling meniadakan terhadap inti yang
lain. Hal ini yang menyebabkan sinyal NMR teredam.
Dengan kata lain yang dimaksud dengan T2 (Spin-
spin Relaxation) adalah waktu karakteristik yang
menentukan hilangnya kekoherensian fasa dari perputaran
(spin) inti-inti atom. Karena kekoherensian fasanya hilang
atau terjadi perbedaan fasa, maka magnetisasinya (M)
pada bidang xy menyebar (konvergensi) sehingga
akhirnya didapat M = 0.
23

Vektor magnetisasi M0 pada keadaan equilibrium


adalah berimpit dengan sumbu z (sejajar dengan B0) dan
tidak ada komponen M0 pada bidang xy, sehingga
koherensi ada pada bidang transversal saat pada akhir dari
pulsa 900 tersebut diberikan. Setelah beberapa saat maka
koherensi ini akan hilang sementara itu pada saat yang
sama proton melepaskan energinya kembali ke arah Bo.
Hilangnya koherensi ini menghasilkan sinyal FID. Oleh
karena koherensi hilang, maka nilai M pada bidang xy
meluruh kearah nol. Relaksasi T2 adalah proses dimana
magnetisasi transversal hilang.
Spin-spin Relaxation mengacu pada transfer energi
antara proton yang tereksitasi dengan proton lain yang
berdekatan.energi yang diserap akan tetap sebagai eksitasi
spin daripada ditransferkan ke sekitarnya pada relaksasi
T1. Transfer energi antar proton dapat terjadi beberapa
kali sepanjang proton-proton berada pada jarak yang dekat
dan tetap memiliki ɷ 0 yang sama. Interaksi intermolekuler
dan intramolekuler seperti vibrasi dan rotasi akan
mengakibatkan ɷ0 berfluktuasi. Hal ini akan
mengakibatkan hilangnya koherensi fasa spin secara
bertahap dan tidak dapat dikembalikan yang disebabkan
terjadinya pertukaran energi dan menurunnya magnitudo
magnetisasi transversal. T2 adalah waktu ketika
magnetisasi transversal yaitu 37% dari nilai saat pertama
kali pulsa eksitasi 900 selesai diberikan ketika proses yang
tidak dapat dibalikan ini adalah hanya satu-satunya
penyebab kehilangan kohenrensi. Setelah beberapa waktu
terlewati, kekoherensian transversal-nya ini akan hilang
seluruhnya, hanya tinggal magnetisasi dalam arah
longitudinal sebagai relaksasi T1. Waktu T2 akan selalu
lebih kecil atau sama dengan waktu T1.
24

Ada beberapa macam penyebab potensial hilangnya


koherensi transversal magnetisasi M. Pertama adalah
perpindahan spin-spin yang berdekatan oleh karena
getaran dan rotasi molekuler. Hal ini bertanggung jawab
terhadap relaksasi spin-spin atau T2 yang sebenarnya.
Penyebab yang lain adalah timbul dari kenyataan bahwa
proton tidak pernah mendapat medan magnet yang 100%
homogen. Karena proton berpresisi, maka proton
mengalami medan magnetik lokal yang berfluktuasi,
menyebabkan perubahan ɷ 0 dan kehilangan kekoherensian
fasa transversal.
Masing-masing jaringan akan kehilangan koherensi
transversal-nya melalui proses peluruhan eksponensial.
Peluruhan T2 diakibatkan terjadinya ketidakseragaman
fasa sinyal, bukan karena transfer energi. Nilai T2 untuk
masing-masing jaringan adalah unik dan tidak dipengaruhi
oleh perbedaan kuat medan magnet utama. Kontras T2
pada pencitraan spin echo akan makin tinggi sinyalnya
bila T2 makin panjang (2).
2) Parameter Numerik
a) Time Repitition (TR)
Time repitition (TR) diukur dalam mili second (ms),
merupakan waktu antara pemberian pulsa RF eksitasi
berturut-turut yang diterapkan pada volume organ jaringan
tertentu. Hubungannya dengan sudut eksitasi, TR
menentukan jumlah T1-weighted dalam kontribusi kontras
gambar. Pemberian TR yang panjang akan menghasilkan
lebih banyak waktu dari energi eksitasi RF untuk
dihamburkan oleh proton pada relaksasi spin-lattice,
sehingga menghasilkan kualitas gambaran yang kurang
pada T1-weighted. Pada putaran multisclice, TR membatasi
jumlah slice yang dapat diperoleh selama pengukuran (15).
25

Penambahan nilai TR akan menghasilkan


penambahan pada nilai SNR, penambahan jumlah slice per
akuisisi, menghasilkan penambahan dari waktu scan dan
mengurangi pembobotan T1. Sedangkan penurunan nilai
TR akan menurunkan waktu scan, menambah pembobotan
T1, mengurangi SNR dan mengurangi jumlah slice per
akuisisi (16).
b) Time Echo (TE)
Time Echo (TE) diukur dalam mili second (ms),
merupakan waktu antara pulsa eksitasi dan echo (sinyal)
maksimum. TE menentukan jumlah pembobotan T2 pada
gambaran spin echo. Untuk gradient echo image, TE
menentukan jumlah pembobotan T2 dan konstribusi rasio
lemak dan sinyal air. Penggunaan TE yang panjang
menghasilkan waktu yang lebih lama untuk proton
mengalami dephasing dan memproduksi sinyal amplitudo
yang rendah. Pada echo train spin echo, echo planar
imaging, dan gradient echo sequence, TE dianggap efektif
sebab semua echo digunakan dalam rekonstruksi citra
tidak diperoleh pada waktu echo yang sama (15).
Penambahan nilai TE dapat menghasikan penambahan
pembobotan T2 tetapi menurunkan nilai SNR. Dan
penurunan nilai TE akan menambah nilai SNR tetapi dapat
menurunkan pembobotan T2 (16).
c) Number Sinyal of Average (NSA)
Number Sinyal of Average (NSA) adalah berapa
banyak rata-rata sinyal yang diambil selama akuisisi MR.
Hal ini biasanya dicapai dengan mengulangi akuisisi arah
frekuensi dan mengambil rata-rata dari sampel sinyal. NSA
disebut juga NEX atau Number Of Ecxitation. NEX atau
NSA digunakan untuk peningkatan SNR dengan
meningkatkan SNR maka ada penambahan waktu. Sebagai
26

contoh jika kita memperoleh gambar dengan penggunaan


NSA 2 dan 4 atau lebih dari 1 maka akan ada peningkatan
SNR. Selain peningkatan SNR, meningkatkan NSA akan
menghasilkan gambaran yang lebih smooth dengan artefak
yang minimal seperti flow artifacts atau ghosting artifacts
yang berasal dari gerakan organ atau gerakan bernafas (17).
d) Slice Thickness
Slice thickness satuannya adalah mm dan menentukan
kedalaman voxel pada arah slice encoding. Slice thickness
adalah tingkat ketebalan irisan atau potongan. Besarnya
slice thickness akan mempengaruhi resolusi spasial
gambar yang dihasilkan. Dalam pencitraan 2D, slice
thickness yang biasa digunakan adalah 4-8 mm untuk
aplikasi rutin. Untuk pencitraan 3D, biasanya slice
thickness lebih tipis dan dapat bervariasi dari 0,5 sampai 5
mm tergantung pada anatomi yang diperiksa. Semakin
tebal irisannya maka nilai SNR akan semakin tinggi. Dan
semakin tebal irisan maka resolusinya menjadi semakin
rendah. Oleh karena itu pada penggunaan slice thickness
diperlukan pemilihan yang tepat (17).
e) Slice Interval atau Slice Spacing
Slice Interval adalah besarnya jarak antar slice.
Satuannya adalah mm atau persentase. Lebih dari 25%
slice interval atau gap direkomendasikan untuk pencitraan
2D. Slice interval dibutuhkan untuk menghindari artefak
crosstalk yang disebabkan karena adanya slice yang
bersinggungan. Adanya overlapping RF antar slice dapat
mempengaruhi proses resolusi spasial sehingga dapat
menurunkan SNR (17).
f) Field of View (FOV)
Field of View (FOV) adalah luas anatomi yang akan
dijadikan gambaran. Besarnya berpengaruh pada scan time
27

kualitas pencitraan. FOV yang besar akan menghasilkan


pixel yang besar, meningkatkan FOV berarti menurunkan
resolusi (17).
Dengan meningkatkan FOV akan meningkatkan SNR
dan anatomi yang diperiksa tercakup, tetapi akan
mengurangi resolusi spasial citra dan mengurangi
kemungkinan terjadinya artefak aliasing. Dan penurunan
FOV akan menurunkan SNR pada jaringan dan
mengurangi luas daerah anatomi yang diperiksa tetapi
akan menambah resolusi spasial dan menambah
kemungkinan terjadinya artefak aliasing (16).

d. Pulsa Sequence MRI


1) Spin Echo (SE)
Spin Echo (SE) ini dilakukan dengan mengaplikasikan
pulsa 900 eksitasi, diikuti dengan aplikasi pulsa 1800 rephasing.
T1 weighted dapat diperoleh dengan menggunakan TE dan TR
yang pendek. Untuk proton density dengan TE yang pendek
dan TR yang panjang. T2 weighted dengan TE dan TR yang
(6)
panjang .
2) Fast atau Turbo Spin echo (FSE atau TSE)
Fast atau Turbo Spin echo (FSE atau TSE) merupakan
versi dengan waktu lebih cepat dari konvensional spin echo.
Dalam sequence spin echo, satu phase enconding hanya
dilakukan setiap TR. Waktu scanning dapat dilakukan
pengaturan dari nilai TR, NSA dan phase matrix. Salah satu
cara mempercepat dari sequence konvensional adalah dengan
mengurangi jumlah pada step phase encoding. Namun,
biasanya dengan cara tersebut dapat mengurangi resolusi
gambar. TSE mengatasi hal tersebut masih melakukan dengan
penggunaan jumlah phase encoding yang sama tetapi
28

menghasilkan resolusi yang lebih baik dan dengan mengurangi


nilai TR juga dapat mengurangi waktu scan.
Waktu scanning dipersingkat dengan melakukan lebih dari
satu phase enchode per TR yang dikenal dengan Echo Train
Length yakni aplikasi beberapa kali pulsa 1800 per TR dan
pada masing-masing rephasing atau refocusing dihasilkan satu
echo sehingga dapat melakukan phase enchode. Jarak antara
setiap echo disebut echo spacing (18).
Echo Train

Gambar 2.3 Echo Train Sequence Fast Spin Echo (18).

3) Inversion Recovery (IR)


Inversion recovery (IR) merupakan dikembangkan pada
pemeriksaan MRI untuk memberikan gambaran kontras T1
yang baik pada penggunaan sistem yang rendah dan waktu
pemeriksaan yang relatif lama. Namun, ketika dikombinasikan
dengan sequence fast spin echo dapat menghasilkan gambaran
dalam waktu yang cepat. Inversion recovery (IR) digunakan
untuk menekan sinyal dari jaringan tertentu yang berhubungan
dengan TE yang panjang dan T2-weighted, dan digunakan
untuk penggunaan kontras T1.
Inversion Recovery (IR) variasi dari sequence spin echo
dimana urutan pulsanya dimulai dengan inverse RF 1800 yang
dilanjutkan dengan pulsa RF 900 eksitasi lalu pulsa RF 1800
29

rephase. Inverse NMV melalui 1800 dalam full saturasi. Ketika


inverse pulsa berpindah, NMV relaksasi kembali menuju Bo.
IR digunakan untuk menghasilkan pembobotan T1 dengan
kontras tinggi untuk menampakan anatomi.
Waktu yang diperlukan untuk aplikasi pulsa 1800 ke 900
dikenal dengan Time Inversion (TI) atau TAU. Kontras gambar
tergantung pada panjang pendeknya TI. Jika dilakukan aplikasi
RF 90˚ maka NMV akan berada pada bidang transversal,
sehingga kontras pada gambar tergantung pada longitudinal
recovery seperti spin echo. Hasil akhir IR adalah pembobotan
T1, dengan kontras antara fat dan air yang sangat baik.
Jika RF pulsa 900 tidak diaplikasikan hingga NMV
mencapai recovery penuh, maka akan dihasilkan gambar
Proton Density (tergantung hydrogen proton), karena lemak
dan air sudah recovery penuh semua (6).

echo

Gambar 2.4 Sequence Inversion Recovery (18)

4) Fluid Attenuated Inversion Recovery (FLAIR)


Fluid Attenuated Inversion Recovery (FLAIR) merupakan
salah satu variasi sequence Inversion Recovery (IR) dengan
30

menullkan cairan CSF (Cerebro Spinal Fluid) dengan memilih


Time Inversion (TI) yang sesuai dengan waktu recovery CSF
dari pulsa 1800 ke arah bidang transversal sehingga tidak
terjadi magnetisasi longitudinal pada CSF. Ketika aplikasi
pulsa 900 eksitasi, vektor CSF disudutkan melewati 900 sampai
mencapai saturasi penuh kembali sehingga CSF menjadi nol.
FLAIR digunakan untuk menekan sinyal CSF pada
pembobotan T2 sehingga kelainan-kelainan patologis dapat
tervisualisasi lebih jelas. Dengan menggunakan nilai TI 1700 –
2200 ms mampu untuk menekan CSF (dengan kekuatan medan
magnet yang berbeda dan mengalihkan waktu T1 relaksasi 0,69
kali untuk men-suprres jaringan) (6).

Time

Gambar 2.5 Sequence Fluid Attenuated Inversion Recovery


(FLAIR) (18)

Time Inversion (TI) yaitu waktu yang diperlukan dari


aplikasi pulsa RF 180 hingga ke titik yang disebut dengan null
point. Null point adalah suatu titik dimana sinyal berada pada
bidang transversal akan tetapi komponen magnetisasinya nol.
Pada titik tersebut intensitas sinyal adalah nol atau tidak ada
intensitas sinyal. Secara sederhana formulasi TI (null) adalah
0,693 TI dihasilkan pada sequence Inversion Recovery (IR).
31

Bila waktu TI diatur medium (400 – 800 ms) akan


menghasilkan gambaran dan pembobotan T1-Weighted, akan
tetapi bila waktu TI diperpanjang (1800 ms) akan
menghasilkan gambaran dengan pembobotan ke arah proton
dencity-Weighted Image. Dengan menggunakan nilai TI 1700 –
2200 ms mampu untuk menekan CSF (dengan kekuatan medan
magnet yang berbeda dan mengalihkan waktu T1 relaksasi 0,69
kali untuk men-suprres jaringan).
Time Echo dijaga agar tetap pendek dengan tujuan untuk
mengontrol waktu T2 decay dan meminimalkan efek T2-
weighted pada citra. Sedangkan Time Repitition (TR) pada
sequence Inversion Recovery (IR) harus cukup panjang untuk
memberikan peluang agar Net Magnetization Vector (NMV)
dapat recovery secara penuh sebelum pulsa inverse berikutnya.
Jika TR terlalu pendek maka masing-masing jaringan akan
recovery dengan tingkat yang berbeda-beda dimana pada
akhirnya akan berpengaruh terhadap pembobotan (weighting)
yang dihasilkan. Agar tercapai recovery penuh, sebaiknya
menggunakan TR yang lebih panjang dari 3000 ms. Dengan
TR yang panjang ini sequence IR akan menghasilkan SNR dan
kontras gambaran yang bagus tetapi akan berakibat waktu
scanning menjadi lebih lama. Untuk mengatasi masalah waktu
scanning yang lama tersebut, pada saat ini Inversion Recovery
dikombinasikan dengan penggunaan Fast Spin Echo (FSE)
dikenal dengan Inversion Recovery Fast Spin Echo (FSE-IR)
(6)
.

3. Kualitas Citra MRI


Kualitas citra MRI yang baik adalah suatu kondisi gambaran yang
diperlukan untuk memperoleh informasi dasar yang akurat untuk
menghasilkan diagnosa yang tepat (19).
Pada umumnya kualitas citra MRI tergantung pada 4 faktor, yaitu :
32

a. Resolusi
Resolusi citra MRI menggambarkan apakah citra yang
dihasilkan kabur? Struktur halus yang berdekatan akan sulit
dibedakan bila resolusi citra buruk. Batas-batas antar jaringan yang
berbeda tidak tegas. Informasi patologi yang kecil pada citra akan
sulit untuk didiagnosis. Resolusi yang cukup merupakan salah satu
syarat untuk melakukan diagnosis terhadap patologi yang kecil (2).
Resolusi merupakan jarak minimum antara 2 objek yang
terpisah dan berbeda dalam sebuah gambar. Untuk menambah
resolusi pada citra, jumlah dari voxel per slice sesuai dengan
kebutuhan untuk diakuisisi dan menggunakan ukuran pixel yang
lebih besar (20).
Berdasarkan pengertian diatas, resolusi adalah kemampuan
untuk membedakan 2 jaringan yang saling berdekatan dengan
batasan yang tegas serta mampu memvisualisasikan struktur
anatomi dan patologi yang kecil.
Ada 3 faktor yang dapat mempengaruhi resolusi citra yaitu
slice thickness, FOV dan matrix. Sebuah citra MRI tersusun dari
banyaknya pixel, setiap pixel memiliki derajat keabuan. Satu pixel
mewakili satu volume element (voxel) atau voxel pada suatu irisan.
Kekuatan sinyal akan tergantung pada jumlah inti atom H yang
menghasilkan sinyal pada voxel tersebut.
Resolusi area adalah sebuah fungsi ukuran pixel. Ukuran pixel
dapat diatur melalui penentuan parameter FOV (Field Of View)
atau lapangan pengamatan ukuran matrix. Makin kecil ukuran pixel
maka resolusi area akan semakin baik.
Sedangkan spatial resolusi dari suatu citra dicapai dengan
memperhatikan ketebalan irisan potongan citra. Resolusi spasial
ditentukan oleh ukuran voxel. Makin kecil ukuran voxel maka
semakin tinggi resolusi ruangnya, namun sinyal yang dapat terukur
makin lemah. Artinya ukuran voxel tidak hanya mempengaruhi
resolusi citra, tetapi juga kekuatan sinyal, karena semakin besar
33

voxel maka jumlah atom Hydrogen yang berkontribusi terhadap


sinyal akan semakin banyak (2).

b. Derau (Noise)
Derau (Noise) pada citra merupakan fluktuasi statistik dari
intensitas sinyal yang tidak berkontribusi terhadap informasi pada
suatu citra. Derau pada citra akan nampak sebagai butiran-butiran
halus, dengan pola yang tidak beraturan (2).
Pada prinsipnya, pengaruh dari derau tidak dapat dihindari,
karena hal ini terutama ditimbulkan oleh sifat-sifat fisika (2) :
1) Derau elektromagnetik dalam tubuh yang disebabkan oleh
pergerakan partikel molekul yang bermuatan
2) Efek derau yang disebabkan tahanan listrik coil penerima dan
rangkaian electronic pengukuran.
Derau pada citra MRI tergantung pada :
1) Ukuran coil : body coil, local coil, array coil
2) Urutan pulsa-pulsa pengukuran yang digunakan

c. Kontras
Kontras adalah perbedaan relatif kekuatan sinyal antara dua
jenis jaringan yang berbeda. Nilai SNR yang tinggi secara tunggal
tidak menjamin memberikan kualitas citra yang baik. Kemampuan
untuk membedakan jaringan yang diamati merupakan hal yang
sangat penting, contoh perbedaan kontras antara berbagai jenis
jaringan, terutama antara jaringan patologi dan jaringan yang sehat.
Faktor-faktor yang mempengaruhi kontras adalah : Urutan pulsa
(sequence): Spin Echo, Inversion Recovery, Gradient Echo, Turbo
Squence, dan Slice Profile dan parameter pulsa : TR, TE, TI, sudut
simpangan (flip angle) (2).
34

d. Artifact
Adalah suatu pola pada citra yang bukan merupakan bagian
dari objek yang diamati (2). Artefak dapat mengurangi kualitas citra
radiograf karena dapat menyulitkan untuk menentukan diagnosa
dari anatomi dan patologi (21).
Kategori artefak adalah :
1) Flow dan Motion Artifact
Phase magnetisasi makroskopik digunakan sebagai
informasi spasial dalam arah tegak lurus ke arah frekuensi
encoding. Pada aliran dan pergerakan objek dapat menganggu
phase koherensi ini. Aliran dan pergerakan objek memiliki
posisi phase yang salah, tidak sesuai dengan posisi phase dari
jaringan stasioner dilokasi yang sama. Konsekuensinya adalah
bahwa kemungkinan tidak ada sinyal yang sesuai dengan phase
untuk posisi tertentu.

Gambar 2.6 Inflow artifact dalam sequence turboFLAIR (22)

Artefak muncul dengan teknik baru atau aplikasi seperti


yang ditunjukkan dalam turboFLAIR pada Gambar 2.6. Efek
inflow yang ditunjukan meniru patologi intraventricular.
Dalam turboFLAIR digunakan pulsa inversi yang sesuai dan
35

memanfaatkan waktu relaksasi cairan khusus, Time Inversion


dipilih dimana magnetisasi dari CSF tidak memiliki komponen
longitudinal. Dengan hal tersebut dapat melemahkan sinyal
dari cairan (22).
2) Chemical Shift Artifact
Chemical Shift Artifact merupakan hilangnya pencatatan
yang mengakibatkan intensitas sinyal yang tinggi
(hyperintense), dimana lemak dan proton air bertumpang
tindih dan intensitas sinyal yang rendah dimana lemak dan
proton terpisah yang ditujukan pada Gambar 2.7. Artefak ini
terlihat lebih jelas pada magnet yang mempunyai kekuatan
energi lebih tinggi (> 1,5 T). (23)

Gambar 2.7 Kista ganglion pada infra-patellar. Axial (A) dan


sagital (B) pada T2-Weighted menunjukan batasan intensitas sinyal yang
rendah akibat chemical shift artifact (23)
3) Aliasing/Wrapround
Pada aliasing, anatomi atau obyek di luar FOV terlipat ke
dalam gambaran sesuai dengan arah Phase Encoding (Gambar
2.8). Cara mengatasi aliasing/wrapround adalah menggunakan
phase oversampling, memberbesar FOV pada arah phase,
mengubah arah phase enconding dan menggunakan
presaturation band. (24)
36

Gambar 2.8 Aliasing/Wrapround (24)


4) Shading Artifact
Shading Artifact dalam gambaran MRI artefak ini
memiliki kontras yang merata dengan hilangnya intensitas
sinyal dari salah satu bagian dari gambar (Gambar 2.9).
Penyebabnya dikarenakan eksitasi yang tidak merata dalam
inti atom pada pasien karena pulsa RF yang diterapkan antara
90 derajat dan 180 derajat. Disebabkan karena penggunaan coil
yang tidak tepat, bidang magnet yang inhomogenitas dan
kapasitas yang berlebih dari Analog-to-digital-converter
(ADC). (24)

Gambar 2.9 Shading Artifact (24)


37

5) Magnetic Suspectibility Artifact


Magnetic Suspectibility Artifact terjadi karena semua
jaringan mengalami magnetisasi dengan derajat yang berbeda
tergantung dari karakteristik magnetiknya. Hal tersebut akan
menghasilkan perbedaan frekuensi dan phase. Perbedaan
tersebut menyebabkan dephasing disekitar struktur yang
memiliki magnetic susceptibility yang sangat berbeda,
sehingga akan terjadi sinyal loss yang terlihat pada Gambar
2.10. (24)

Gambar 2.10 Magnetic Suspectibility Artifact (24)

4. Otak
a. Anatomi dan Fisiologi Otak (25)
Otak dapat dibagi menjadi 4 wilayah anatomi, masing-masing
mempunyai satu struktur atau lebih, yang meliputi cerebrum,
diencephalon, brain stem dan cerebellum.
1) Cerebrum
Cerebrum, dikenal juga sebagai telencephalon, yang
merupakan bagian terbesar dan terdapat pada bagian depan
dari otak manusia. Cerebrum pada dewasa dibagi menjadi dua
belahan besar. Permukanan pada belahan otak ditutupi oleh
lapisan superficial dari grey matter disebut korteks cerebral.
38

Fungsi otak besar meliputi regulasi dari kontraksi otot, sebagai


penyimpanan ingatan dan proses ingatan, interprestasi rasa.
Cerebrum
Diencephalon : Pineal Gland
Thalamus
Hypothalamus

Anterior Posterior

Pituitary Gland
Brain Stem : Cerebellum
Midbrain
Ponds
Medulla Oblongata Spinal Cord

Gambar 2.11 Cerebrum (25)


2) Diencephalon
Diencephalon menyediakan hubungan fungsional antara
hemispher otak dengan sistem saraf. Terdapat 3 struktur dari
diencephalon, yaitu :
a) Thalamus
Thalamus bertindak sebagai jembatan untuk bertindak
sebagai integrasi dan implus saraf sensorik dan saraf
motorik dimana sebagian besar informasi dibawa secara
bersamaan dari otak.
b) Hypothalamus
Hypothalamus sangat erat kaitannya dengan kelenjar
hypofisis dan menghasilkan dua hormon : hormon
antidiuretik (ADH) dan oksitosin. Yang merupakan pusat
kontrol dan integrasi saraf otonom dan merupakan bagian
dari sistem limbik. Dan berfungsi sebagai pengaturan
emosional.
39

c) Epithalamus
Struktur epithalamus terkait dengan kelenjar pineal
yang mengeluarkan hormon melatonin yang bertanggung
jawab untuk siklus bangun tidur.
3) Batang Otak (Brain Stem)
Struktur yang membentuk batang otak yang terlibat dalam
berbagai kegiatan penting bagi kehidupan. Yang termasuk
struktur batang otak adalah otak tengah (mid brain), ponds,
medulla oblongata.
a) Mid Brain
Otak tengah mengandung inti yang memproses
informasi pendengaran dan visual juga gerak refleks. Dan
juga mempertahankan kesadaran. Otak tengah merupakan
jalur yang menghubungkan otak besar dan sumsum tulang
belakang.
b) Ponds
Ponds menghubungkan otak kecil bagian kanan dan
kiri, juga menghubungkan otak besar dan sumsum tulang
belakang untuk mengontrol kedalaman dan laju respirasi
dan berisi nuclei yang berfungsi dalam visceral dan
mengkontrol saraf somatik.
c) Medulla Oblongata
Medulla mengontrol fungsi otomatis otak, seperti
mengontrol sistem pernapasan, dan saraf cranial yang
berfungsi mengatur laju denyut jantung juga berada pada
sumsum ini. Selain itu juga berperan sebagai pusat
pengatur refleks fisiologi, tekanan udara, suhu tubuh,
pelebaran atau penyempitan pembuluh darah, gerak
alat pencernaan, dan sekresi kelenjar pencernaan. Fungsi
lainnya ialah mengatur gerak refleks, seperti batuk, bersin,
dan berkedip.
40

4) Cerebellum
Merupakan bagian otak terbesar ke 2 pada otak manusia.
Cerebellum mempunyai fungsi utama dalam koordinasi
gerakan otot yang terjadi secara sadar, keseimbangan, dan
postur tubuh. Meskipun otak kecil menyumbang 10% dari
volume otak, tetapi otak kecil mengandung lebih dari 50% dari
jumlah neuron di otak.
Mesencephalon Pineal Gland
Aqueduct
Corpora Quadrigemia
Mesencephalon
White matter

Mammilary
Body

Fourth Ventricle
Ponds

Medulla
Oblongata Folla
Grey matter
Gambar 2.12 Cerebellum (25)

5) Sistem Limbik
Sistem limbik adalah satu set kompleks struktur otak yang
terletak di ke dua sisi thalamus, tepat di bawah otak besar.
Yang termasuk sistem limbik adalah hippocampus, amygdala,
nukleus thalamic anterior, septum, habenula, korteks limbik
dan forniks. Yang mendukung berbagai fungsi, termasuk
emosi, perilaku, motivasi, memori jangka panjang dan
penciuman. Sistem limbik bekerja pada endokrin dan saraf
otonom.
41

Fornix Cingalute Gyrus


Thalamus

Amygdala

Olfactory Cortex
Hypothalamus
Mammillary Body
Hippocampus

Gambar 2.13 Sistem Limbik (25)

6) Ventrikel Otak
Ventrikel otak berisi Cerebro Spinal Fluid (CSF) dan
terletak di dalam parenkim otak. Sistem ventrikel terdiri dari
dua ventrikel lateral, ventrikel ke tiga, saluran air cerebral dan
ventrikel ke empat. Choronoid plexuses terletak di ventrikel
yang memproduksi CSF, yang mengisi ventrikel dan ruang
subarachoid.
7) Cerebro Spinal Fluid
Ventrikel diisi dengan Cerebro Spinal Fluid (CSF) yang
mengisi otak dan spinal cord. Cerebro Spinal Fluid
diproduksi oleh sel-sel ependymal yang merupakan modifikasi
dari choroid plexus yang ditemukan pada semua komponen
dari sistem ventrikel. CSF mengalir dari ventrikel lateral,
ventrikel ke tiga melalui foramen interventicular (disebut juga
foramen Monro). Ventrikel ke tiga dan ke empat saling
terhubung satu sama lain oleh saluran di otak (yang disebut
Aqueduct of Sylvius). CSF kemudian mengalir ke dalam ruang
subarachnoid melalui foramen Luschka dan foramen
42

Magendie. Terdapat sekitar 150 ml CSF yang terdapat di otak,


ventrikel dan sumsum tulang belakang. CSF diganti setiap 8
jam. Penyerapan CSF ke dalam aliran darah berlangsung di
sinus sagital superior melalui struktur yang disebut Vili
arachoid. Ketika tekanan CSF lebih besar dari tekanan vena,
CSF akan mengalir ke dalam aliran darah. Namun, arachoid
villi bertindak sebagai “katup” : jika tekanan CSF kurang dari
tekanan vena, arachoid villi tidak akan membiarkan masuk ke
dalam sistem ventrikel.

b. Tumor Otak
Tumor otak merupakan salah satu tumor susunan saraf pusat,
baik ganas maupun tidak. Tumor ganas di susunan saraf pusat
adalah semua proses neoplastic yang terdapat dalam ruang
intracranial atau dalam canalis spinalis, yang mempunyai
sebagian atau seluruh sifat-sifat proses ganas spesifik seperti yang
berasal dari sel-sel saraf di meningen otak, termasuk juga tumor
yang berasal dari sel penunjang (neuroglia), sel epitel pembuluh
darah, dan selaput otak (4).
Dari seluruh tumor SSP 50% merupakan deposit sekunder dari
keganasan extracranial, biasanya dari payudara, paru, ginjal,
tyroid, gaster, prostat dan melanoma. Oleh karena itu, pasien
dengan tumor otak perlu diperiksa untuk menemukan adanya
proses primer extracranial. Tumor primer mungkin ganas atau
jinak. Akan tetapi, efek klinis dari tumor yang secara histologis
digolongkan tidak ganas mungkin tidak jinak karena adanya efek
tekanan akibat ekspansi dalam rongga cranium yang dapat
menimbulkan kecacatan atau kematian.
Atrositoma merupakan tumor otak primer yang paling banyak,
prevalensi tinggi pada usia 50-60 tahun. Tumor ini terbagi menjadi
4 jenis berdasarkan derajat keganasannya. Glioblastoma
multiforme berdiferesiansi sangat buruk, sehingga asal mula selnya
43

tidak mungkin ditemukan. Pertumbuhannya cepat dan prosedur


eksisi bedah menyebabkan kecacatan dan tidak memperbaiki
ketahanan hidup.
Oligodendroma adalah tumor yang tumbuh lambat dan terjadi
pada populasi dengan usia lebih muda dibandingkan dengan
astrositoma. Ependimoma terjadi di semua tempat sepanjang
sistem ventrikel dan menginfiltrasi jaringan sekitarnya.
Limfoma SSP primer mungkin tunggal atau multifokal yang
lebih banyak ditemukan pada pasien sistem imun yang tertekan.
Seperti pada penderita HIV, dimana virus Epstein-Barr
mengendallikan pertumbuhan tumor. Penyebaran metastatik dari
limfoma sistemik jarang terjadi dan lebih sering bersifat meningeal
dibandingkan parenkim. Limfoma SSP primer mungkin sangat
sensitif terhadap pemberian steroid.
Meningioma terjadi pada 20% tumor cranial, timbul dari
granulasi arakhnoid dan biasanya berhubungan dengan sinus
venosus. Meningioma menimbulkan efek klinis melalui penekanan
langsung pada otak, walaupun biasanya timbul lambat, dapat juga
timbul secara akut, sehingga diduga terdapat komponen imflamasi
pada tumor ini. Hyperostosis reaktif dapat terjadi pada tulang
diatasnya (26).
44

c. Gambaran Crossectional MRI Brain (27)

Gambar 2.14 Gambar Crossectional Brain slice 1 (27)

Keterangan Gambar :
1. Os. Frontalis 14. Gyrus Praecentralis
2. Sinus Sagitalis Superior 15. Gyrus Cinguli Dan
3. Gyrus Frontalis Superior Cingulum
4. Falx Cerebri 16. Sulcus Cerebri Centralis
5. Arteri Supratrochlearis 17. Os. Parietalis
(Mediomedial) 18. Gyrus Postcentralis
6. Gyrus Frontalis Medius 19. Gyrus Supramarginalis
7. Fissura Cerebralis 20. Sulcus Postcentralis
Longitudinal 21. Paracentral Branches Arteri
8. Gyrus Frontalis Inferior Callosomarginalis
9. Arteri Callosomarginalis 22. Precuneus
10. Sutura Coronalis 23. Gyrus Angularis
11. Sulcus Cinguli 24. Sulcus Parieto-Ocipitalis
12. Sulcus Praecentralis 25. Sutura Sagitalis
13. Cerebral White Matter
45

Gambar 2.15 Gambar Crossectional Brain slice 6 (27)

Keterangan Gambar :
1. Os. Frontalis 23. Fornix
2. Sinus Sagitalis Superior 24. Arteri Insularis
3. Falx Cerebri 25. Foramen Interventricularis
4. Gyrus Frontalis 26. Ventriculus Tertius Cerebri
Superior 27. Claustrum
5. Gyrus Cinguli 28. Thalamus
6. Gyrus Frontalis Medius 29. Putamen
7. Arteri Pericallosal 30. Gyrus Temporalis Superior
8. Sutura Coronalis 31. Capsula Eksterna
9. Corpus Callosum 32. Vena Cerebralis Internal
10. Gyrus Frontalis Inferior 33. Capsula Eksterna
11. Ventrikel Lateralis 34. Nucleus Caudatus
12. Sulcus Circularis Insula 35. Plexus Choroideus
13. Nucleus Caudatus 36. Vena Magna Cerebri
14. Sulcus Lateralis 37. Corpus Callosum, Splenium
15. Capsula Interna 38. Sinus Rectus
16. Gyrus Praecentralis 39. Gyrus Temporalis Medius
17. Cavum Septi Pellucidi 40. Sulcus Parieto-Ocipitalis
18. Sulcus Centralis Cerebri 41. Os Parietal
19. Globus Pallidus 42. Sutura Lamboidea
20. Gyrus Postcentralis 43. Gyri Occipital
21. Insula 44. Cuneus
22. Cisterna Of Lateral 45. Os Occipital
Cerebral Fossa 46. Cortex Striatus
46

Gambar 2.16 Gambar Crossectional Brain slice 14 (27)

Keterangan Gambar :
1. Os Nasal 22. Clivus
2. Cornea 23. Pons
3. Matoid Air Cell 24. Abducens Nukleus (VI)
4. Anterior Bulbi Oculi 25. Cochlea
5. Orbita 26. Arteri Basilaris
6. Lens Cristallin 27. Canalis Semicircularis
7. Os Zygomaticum Posterior
8. Muskulis Rectus Medialis 28. Arteri Cerebellum Superior
Bulbi 29. Mastoid Air Cells
9. Nervus Opticum 30. Nervus Facialis (VII)
10. Muskulus Rectus Lateralis 31. Meatus Acusticus Interna
Bulbi 32. Nervus Vestibulocochlearis
11. Muskulus Temporalis 33. Cisterna Pontocerebellum
12. Septum Nasal 34. Sinus Sigmoidalis
13. Muskulus Rectus Superior 35. Ventriculus Quartus
Bulbi&Muskulus Levator 36. Arteri Cerebellum Anterior
Palpebrae Superioris Inferior
14. Retro Orbita Fatty Tissue 37. Nukleus Dentatus
15. Muskulus Temporalis 38. Cerebellar Penducular
16. Os Sphenoidalis Medius
17. Polus Temporalis 39. Vermis Cerebellum
18. Fissura Orbita Superior 40. Uvula Vermis
19. Nervus Maxillaris Dan 41. Sutura Lambdoidea
Mandibularis 42. Lobus Caudalis Cerebellum
20. Sinus Sphenoidalis 43. Os Occipitalis
21. Arteri Carotis Interna
47

B. Kerangka Konsep

Variabel Independen Variabel Dependen

Time Inversion
1900 ms
Pemeriksaan Kualitas Citra
MRI Brain MRI :
dengan Klinis Time Inversion
Tumor di Rumah 2200 ms - Resolusi
Sakit Kanker - Kontras
Dharmais - Artefak
Time Inversion
2500 ms

C. Definisi Operasional
Tabel 2.2 Definisi Operasional
Definisi
No Variabel Cara Ukur Alat Ukur Hasil Ukur Skala
Operasional
1. Time Waktu antara jarak Mengamati Komputer 1. TI 1900 ms Ratio
Inversion pemberian pulsa indikator TI MRI dan 2. TI 2200 ms
1900 ms RF 1800 dan pulsa pada Lembar 3. TI 2500 ms
RF 900 dengan komputer Kerja
nilai 1900 ms (mili
second)
2. Time Waktu antara jarak Mengamati Komputer 1. TI 1900 ms Ratio
Inversion pemberian pulsa indikator TI MRI dan 2. TI 2200 ms
2200 ms RF 1800 dan pulsa pada Lembar 3. TI 2500 ms
RF 900 dengan komputer Kerja
nilai 2200 ms (mili
second)
3. Time Waktu antara jarak Mengamati Komputer 1. TI 1900 ms Ratio
Inversion pemberian pulsa indikator TI MRI dan 2. TI 2200 ms
2500 ms RF 1800 dan pulsa pada Lembar 3. TI 2500 ms
RF 900 dengan komputer Kerja
nilai 2500 ms (mili
second)
4. Kualitas Suatu kondisi Observasi / Kuisioner 1 = kurang Ordinal
Citra gambaran yang mengamati baik,
MRI diperlukan untuk 2 = cukup
memperoleh baik,
informasi dasar 3 = baik,
yang akurat untuk 4 = sangat
menghasilkan baik.
48

diagnosa yang tepat


pada pemeriksaan
MRI Brain dengan
kasus tumor.
5. Kontras Perbedaan relatif Observasi Kuisioner 1 = kurang Ordinal
kekuatan sinyal jelas,
antara dua jenis 2 = cukup
jaringan yang jelas,
berbeda pada 3 = jelas,
pemeriksaan MRI 4 = sangat
Brain dengan kasus jelas.
tumor.
6. Resolusi Kemampuan untuk Observasi Kuisioner 1 = kurang Ordinal
membedakan 2 baik,
jaringan yang 2 = cukup
saling berdekatan baik,
dengan batasan 3 = baik,
yang tegas serta 4 = sangat baik
mampu
memvisualisasikan
struktrur anatomi
dan patologi yang
kecil pada
pemeriksaan MRI
Brain dengan kasus
tumor.
7. Artefak Suatu pola pada Observasi Kuisioner 1 = tidak Ordinal
citra yang bukan tampak,
merupakan bagian 2 = cukup
dari objek yang tampak,
diamati pada 3 = tampak,
Pemeriksaan MRI 4 = sangat
Brain pada kasus tampak
Tumor.
49

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Desain Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan dalam penyusunan skripsi pada
penelitian ini adalah kualitatif yang bersifat deskriptif.

B. Tempat dan Waktu Penelitian


Penelitian dilakukan di Instalasi Radiologi Rumah Sakit Kanker
Dharmais, Jl. S Parman Kav. 84-86 Slipi, Jakarta Barat. Sedangkan waktu
penelitian adalah pada bulan Februari sampai dengan bulan April 2016.

C. Populasi dan Sampel Penelitian


1. Populasi
Populasi dari penelitian ini adalah seluruh pasien yang melakukan
pemeriksaan MRI di Instalasi Radiologi Rumah Sakit Kanker
Dharmais pada bulan Februari sampai dengan bulan April 2016.
2. Sampel
Pengambilan sampel dalam penelitian ini dilakukan dengan cara
non random yaitu tidak semua anggota populasi mempunyai
kemungkinan (probabilitas) terpilih menjadi sampel, tetapi hanya
pasien MRI Brain dengan Kasus Tumor di Rumah Sakit Kanker
Dharmais. Informasi citra diambil dari 20 sampel, yang dipilih secara
purposive sample, dengan kriteria inklusi yaitu pasien dengan kasus
tumor, pasien yang berusia 30-60 tahun dan bersedia menjadi sampel.
Kriteria penelitian diketahui dari amprah pasien yang datang ke
Instalasi Radiologi Kanker Dharmais untuk melakukan pemeriksaan
MRI Brain selama pengumpulan data berlangsung.

49
50

D. Instrumen Penelitian
1. Lembar Kerja
Berbentuk tabel untuk mencatat data selama penelitian
berlangsung.

2. Lembar Kuisioner
Berbentuk lembar berisi pertanyaan-pertanyaan yang
berhubungan dengan informasi kualitas citra MRI Brain dengan kasus
tumor yaitu seputar resolusi, kontras dan artefak. Uji instrumen yang
digunakan untuk kuisioner menggunakan Uji Expert Judgement.

3. Komputer
Suatu alat yang digunakan untuk menjalankan program aplikasi
yang bertugas untuk mengoperasikan sistem MRI secara keseluruhan,
menentukan parameter pengukuran dalam penelitian pada sequence
FLAIR dengan variasi Time Inversion 1900 ms, Time Inversion 2200
ms dan Time Inversion 2500 ms serta untuk mengolah, menampilkan
dan menyimpan citra MRI.

E. Teknik Pengumpulan Data


Pada penelitian ini, penulis menggunakan beberapa metode
pengumpulan data, antara lain :
1. Observasi
Menggunakan data primer. Dengan data primer, peneliti
mengamati secara langsung tata laksana pemeriksaan MRI Brain
dengan kasus tumor dengan menggunakan variasi nilai Time Inversion
yaitu, Time Inversion 1900 ms, Time Inversion 2200 ms dan Time
Inversion 2500 ms. Dan mencatat hasil pengamatan tersebut pada
lembar kerja yang berhubungan dengan penelitian tersebut.
2. Eksperimen
Melakukan percobaan/perlakuan secara langsung terhadap sampel
penelitian di ruang pemeriksaan MRI Rumah Sakit Kanker Dharmais.
51

F. Pengolahan dan Analisis Data


Data yang diperoleh diolah dan dianalisa dengan menggunakan tabel
tabulasi data kuisioner dengan menilai kualitas citra MRI Brain dengan
kasus tumor dengan menggunakan variasi nilai Time Inversion yaitu, Time
Inversion 1900 ms, Time Inversion 2200 ms dan Time Inversion 2500 ms.
Hasil citra dibandingkan dan dianalisa oleh responden yang terdiri
dari dokter spesialis radiolog yang terbiasa melihat dan mengerti serta
melakukan pemeriksaan MRI Brain dengan kasus tumor.
Analisa dilakukan dengan cara mengisi kuisioner yang berisi
pertanyaan tentang hal-hal yang ada pada ke tiga hasil gambaran yang
dibandingkan dengan menggunakan parameter : perbedaan resolusi,
kontras dan artefak pada MRI Brain kasus tumor.
Dalam pengumpulan data kuisioner kepada responden, peneliti
membuat kriteria penilaian yang dijadikan acuan dalam penilaian, yaitu :
A) Hasil gambaran MRI Brain dengan kasus tumor dengan menggunakan Time
Inversion 1900 ms.
B) Hasil gambaran MRI Brain dengan kasus tumor dengan menggunakan Time
Inversion 2200 ms.
C) Hasil gambaran MRI Brain dengan kasus tumor dengan menggunakan Time
Inversion 2500 ms.
Perolehan data dari hasil kuisioner untuk menilai kualitas citra akan
dinilai dengan menggunakan skala likert dengan skor tertinggi 4 dan skor
terendah 1, dimana: 1 = kurang baik, 2 = cukup baik, 3 = baik dan 4 =
sangat baik, penilaian ini untuk menilai kualitas citra seputar resolusi dan
kontras.
Sedangkan penilaian kualitas citra pada aspek artefak skor kategori
merupakan nilai negatif atau kebalikan dari skor resolusi dan kontras
dengan skor tertinggi 1 dan skor terendah 4 yaitu : 1 = tidak tampak
artefak, 2 = cukup tampak artefak, 3 = tampak artefak dan 4 = sangat
tampak artefak yang kemudian diolah sehingga dapat dibandingkan
pengaruh Time Inversion satu sama lain yang disajikan dalam bentuk
52

tabel. Untuk mengetahui rentang skala penilaian dapat dilihat pada


Persamaan (3.1):

(3.1)
Jadi, rentang skala untuk setiap kategori dengan jawaban :
Rentang Skala = (4 - 1) : 4 = 0,75
Tabel 3.1 Skala Likert Untuk Penilaian Aspek Resolusi dan Kontras :
Kategori Penilaian Skala
Kurang Baik 1,00 – 1,75
Cukup Baik 1,75 – 2,50
Baik 2,50 – 3,25
Sangat Baik 3,25 – 4,00

Tabel 3.2 Skala Likert Untuk Penilaian Aspek Artefak :


Kategori Penilaian Skala
Tidak Tampak Artefak 1,00 – 1,75
Cukup Tampak Artefak 1,75 – 2,50
Tampak Artefak 2,50 – 3,25
Sangat Tampak Artefak 3,25 – 4,00

Lalu data hasil kuisioner akan diolah dengan menggunakan perhitungan


rata-rata untuk menentukan pengaruh Time Inversion 1900 ms, Time Inversion
2200 ms dan Time Inversion 2500 ms terhadap kualitas citra MRI yaitu resolusi,
kontras dan artefak pada pemeriksaan MRI Brain dengan kasus tumor dengan
menggunakan Persamaan (3.2). Dan hasilnya akan menjadi dasar dalam
mengambil kesimpulan yang merupakan hasil dari penelitian ini.

∑ (3.2)
̅

Keterangan :
n = Bobot skala likert
f = Frekuensi
R = Responden
N = Jumlah Sampel
53

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian
1. Pemeriksaan MRI Brain dengan kasus tumor di Rumah Sakit Kanker
Dharmais Jakarta
a. Persiapan Alat dan Bahan
Penelitian dalam skripsi ini dilakukan dengan menggunakan alat
dan bahan penelitian sebagai berikut :
1) Pesawat MRI
Spesifikasi pesawat MRI yang digunakan dalam penelitian ini
yaitu pesawat MRI dengan merk Siemens tipe Magnetom Avanto
dengan kuat medan magnet 1,5 Tesla. Magnetom Avanto
menggunakan magnet utama dengan jenis superconductor dan
memiliki 8 channel.

Gambar 4.1 MRI Siemens Magnetom Avanto 1,5 Tesla (Sumber:


Rumah Sakit Kanker Dharmais Jakarta)

53
54

Pengecekan pemeliharaan alat atau kalibrasi di Rumah Sakit


Kanker Dharmais dilakukan selama 3 bulan sekali, hal-hal yang
dilakukan dalam pengecekan dapat di lihat pada Tabel 4.1.
Sedangkan yang dilakukan setiap hari adalah pengecekan helium
level, pengecekan gantry untuk memastikan tidak ada benda
logam yang tertempel dan melakukan test phantom.
Tabel 4.1 Pengecekan Pemeliharaan Alat Atau Kalibrasi
Check List
No Hal-Hal Yang Dilakukan Not
OK N.A
OK
1. Cooling system – general check √
2. Checking GPA and ACC fan assembly √
3. Checking air filter of the patient fan √
4. Checking the gradient filter fans √
5. Cleaning the strainer of the primary water circuit √
6. Cleaning the straine of the secondary water circuit √
7. Checking cold head √
8. Replacing absorber (every 3 years) - - -
9. Checking for the leaks at helium compressor √
10. Checking pressure value of the refrigenerator √
system
11. Checking TFT monitor adjustment √
12. Checking phantom √
13. Checking RF room door √
14. Saving site-specific data √
15. Deleting MR save-log files √
16. Visual inspection of the quench tube √
17. Checking magnet pressure values √
18. Checking for ice formation on the service turret √
19. Visual inspection of ventilation/air conditioning √
system
20. Identification of the controled access area (0.5mT √
zone)
21. Laser warning labels √
22. Hearing protection sign √
23. Emergency shutdown buttons √
24. Checking safety switches on the patient table √
25. Checking distance between patient table and cover √
26. Checking the patient table emergency movement √
27. Checking the squeeze bulb √
28. Checking the patient table movement √
29. ERDU Test √
30 Quality assurance measurement √
55

2) Coil
Coil yang digunakan dalam pemeriksaan MRI Brain adalah
berjenis volume coil/head coil.

Gambar 4.2 Head Coil


(Sumber: Rumah Sakit Kanker Dharmais Jakarta)

3) Operator Console
Operator console adalah perangkat alat yang merupakan
pusat dari semua pengoperasian sistem secara umum seperti
memasukkan data pasien, mengecek kadar helium, menjalankan
proses scanning, memilih parameter, sequence yang digunakan,
mengolah data, dan pencetakan film.

Gambar 4.3 Operator Console MRI


(Sumber: Rumah Sakit Kanker Dharmais Jakarta)
56

4) Penutup Telinga (Headphone)


Alat ini berfungsi untuk mengurangi suara bising yang
ditimbulkan oleh mesin MRI selama pemeriksaan berlangsung,
sehingga pasien merasa nyaman.
5) Tombol Emergency
Berfungsi sebagai alat komunikasi antara pasien dan petugas
radiologi. Apabila saat dilakukan pemeriksaan pasien merasa
tidak nyaman (mual, pusing, sesak nafas, dll) pasien dapat
menekan tombol emergency untuk memanggil petugas
radiologi/radiografer.
6) Monitor Camera
Berfungsi sebagai camera yang memperlihatkan kondisi
pasien selama pemeriksaan berlangsung, sehingga petugas dapat
mengetahui kondisi umum pasien. Camera berada di belakang
gantry dan monitor berada di ruang operator.
7) Processing Unit
Alat processing atau pencetak film menggunakan Dryview
5850 lasser image carestream.

Gambar 4.4 Dryview 5850 Lasser Image Carestream


(Sumber: Rumah Sakit Kanker Dharmais Jakarta)
57

8) Film
Jenis film yang digunakan adalah film dengan ukuran 35x43
cm / 14x17 inch merk carestream
9) Digital Video Disc-R
Untuk menyimpan data hasil gambaran pemeriksaan MRI
Brain yang dibutuhkan dalam penelitian ini.
b. Prosedur Pemeriksaan
Pada penelitian ini akan dilakukan penilaian mengenai pengaruh
kualitas citra MRI Brain dengan kasus tumor yang dihasilkan dengan
menggunakan variasi Time Inversion 1900 ms, Time Inversion 2200
ms dan Time Inversion 2500 ms. Adapun kualitas citra yang dinilai
yaitu resolusi, kontras dan artefak. Setelah data terkumpul, dilakukan
pengisian kuisioner oleh radiolog.
1) Menghidupkan Pesawat MRI
Pada control panel di dinding putar kunci ke posisi buka. Lalu
tekan tombol “System ON” proses ini akan menyalakan Bore
Magnet. Pada UPS tekan tombol ON/OFF proses ini akan
menyalakan sistem komputer. Tunggu sampai tampilan Syngo
keluar dan terdengar suara “BEEP” tiga kali dari bore magnet atau
hingga tanda coret merah hilang dari lambang frekuensi. Sistem
siap digunakan.
2) Persiapan Alat
Lakukan pengecekan suhu dan Helium level dengan melihat
display yang ada di monitor. Lalu lakukan pengecekan rutin atau
harian pesawat untuk mengecek apakah alat dapat berjalan dengan
baik dengan menggunakan phantom, hal ini dilakukan setiap pagi
hari sebelum pesawat MRI digunakan.
3) Persiapan Pasien
58

Sebelum dilakukan pengambilan data untuk keperluan


penelitian, pasien sudah dijelaskan mengenai prosedur yang akan
dilakukan dan menandatangani lembar Persetujuan Setelah
Penjelasan (PSP). Semua sampel yang memenuhi kriteria inklusi
menyetujui untuk dijadikan sebagai sampel penelitian.
Sebelum dilakukan pemeriksaan, semua pasien yang
menjalani pemeriksaan MRI harus terlebih dahulu dilakukan tes
untuk memastikan terjaminnya keamanan pasien dan kualitas citra
yang dihasilkan. Tes dilakukan dengan cara mengisi formulir
screening form yang berisi pertanyaan tentang benda-benda logam
yang terdapat pada tubuh pasien, riwayat alergi, riwayat operasi,
dan lain-lain.
Setelah mengisi formulir screening form, pasien mengganti
baju pasien yang sudah dipersiapkan untuk pemeriksaan MRI,
serta melepaskan barang-barang yang terbuat dari logam dan
disimpan di loker yang telah disediakan. Sebelum memasuki ruang
pemeriksaan, pasien dipersilahkan untuk buang air kecil.
Selanjutnya berikan penjelasan mengenai prosedur pemeriksaan
kepada pasien dan yakinkan bahwa pasien tidak menderita
claustrophobia.
4) Teknik Pemeriksaan MRI Brain
Pasien diinstruksikan untuk supine (tidur terlentang) di atas
meja pemeriksaan MRI dengan posisi kepala berada di dekat
gantry atau head first, ke dua tangan berada di samping tubuh atau
disesuaikan dengan kenyamanan pasien. Pasien diinstruksikan
untuk tidak bergerak selama pemeriksaan berlangsung dan
diberikan tombol emergengy sebagai alat komunikasi antara
pasien dan radiografer serta pasangkan headphone untuk
mengurangi suara bising selama pemeriksaan berlangsung dan
pasangkan selimut agar pasien tetap hangat. Kemudian dipasang
head coil dan atur center point atau sentrasi pada Glabella, coil
59

dihubungkan dengan konektor dan pasien dimasukan ke dalam


gantry. Siapkan music slow agar pasien tetap rileksasi.
Setelah selesai, radiografer melakukan registrasi pasien yang
terdiri dari: nama, tanggal lahir, nomor MR, jenis kelamin, berat
badan, jenis pemeriksaan, dokter pengirim, dokter radiolog, dan
petugas pelaksana. Selanjutnya, melakukan scanning sesuai SOP
yang berlaku.
Adapun protokol yang digunakan pada pemeriksaan MRI
Brain di Rumah Sakit Kanker Dharmais adalah pembuatan
Localizer, T2-Weighted Turbo Spin Echo potongan axial, T2-
Weighted FLAIR potongan axial, T1-Weighted Spin Echo
potongan axial, Diffusion-Weighted Imanging potongan axial, T2-
Weighted Turbo Spin Echo potongan coronal dan T2-Weighted
Turbo Spin Echo potongan sagital.
Pada penelitian ini penilaian hanya pada sequence FLAIR
yang digunakan untuk kasus tumor pada pemeriksaan MRI Brain
dengan parameter Slice Group = 1, Slices = 19, Dist. Factor =
30%, Phase Enconding Direction = A >> P, FOV read = 230
mm, FOV phase = 87.5%, Slice Thickness = 5 mm, TR = 9580
ms, TE = 92 ms, Averages = 1, Concatenations = 1 dan variasi
nilai TI = 1900 ms, 2200 ms dan 2500 ms. Tahapan pemeriksaan
ini dilakukan pada seluruh sampel penelitian yang berjumlah 20
pasien. Setelah pemeriksaan selesai, pasien diturunkan dari meja
pemeriksaan dan dipersilahkan untuk mengganti pakaian.
5) Mematikan Pesawat MRI
Klik Icon Table Positioning. Posisikan meja pada Home
dengan menekan tombol Home Position. Pada komputer klik
System-End-Shutdown System. Pada Window lalu klik OK. Tunggu
hingga tampil pesan “It’s Now Save To Turn Off Your Computer”.
Matikan UPS dengan menekan tombol ON/OFF. Tekan tombol
“system OFF” pada kontrol panel di dinding. Putar kunci ke
posisi tutup.
60

2. Demografi Sampel
Pada penelitian yang dilakukan peneliti, digunakan sampel sebanyak
20 pasien yaitu pasien dengan pemeriksaan MRI Brain dengan kasus
tumor di Rumah Sakit Kanker Dharmais Jakarta. Berdasarkan data yang
didapatkan peneliti yaitu nama pasien, jenis kelamin dan usia pasien yang
dapat dilihat pada Tabel 4.2 sebagai berikut :
Tabel 4.2 Demografi Sampel
No. Nama Pasien Jenis Kelamin Usia
1. Ny. PU P 43
2. Ny. SU P 47
3. Ny. TA P 60
4. Ny. S P 41
5. Tn. AH L 58
6. Ny. MN P 53
7. Ny. NY P 42
8. Ny. TS P 57
9. Ny. NL P 34
10. Ny. RSM P 41
11. Tn. PK L 51
12. Ny. SC P 48
13. Ny. YP P 38
14. Ny. EML P 55
15. Tn. HSB L 47
16. Tn. SET L 57
17. Tn. AA L 38
18. Ny. YK P 43
19. Tn. FH L 56
20. Tn. MF L 57

Dari Tabel 4.2 terdapat pasien laki-laki dan perempuan yang


merupakan pasien dewasa dengan 13 orang pasien perempuan dan 7
orang pasien laki-laki, semua pasien yang diambil dalam penelitian ini
merupakan pasien dengan kasus tumor.

3. Hasil Gambaran
Setelah dilakukan penelitian mengenai perbandingan kualitas citra
MRI Brain dengan kasus tumor potongan axial pada sequence FLAIR
antara penggunaan Time Inversion 1900 ms, 2200 ms dan 2500 ms maka
61

didapatkan salah satu contoh hasil gambar yang akan digunakan dalam
mengambil data penelitian dapat dilihat pada Gambar 4.5 berikut ini:

(A) (B)

(C)

Gambar 4.5
(A) Hasil Gambaran MRI Brain Kasus Tumor dengan Time Inversion 1900 ms
(B) Hasil Gambaran MRI Brain Kasus Tumor dengan Time Inversion 2200 ms
(C) Hasil Gambaran MRI Brain Kasus Tumor dengan Time Inversion 2500 ms
(Sumber: Rumah Sakit Kanker Dharmais Jakarta)
62

4. Penilaian Kualitas Citra MRI Brain Kasus Tumor Sequence FLAIR


Dengan Time Inversion 1900 ms, Time Inversion 2200 ms dan Time
Inversion 2500 ms
Penelitian dilakukan pada 20 pasien pemeriksaan MRI Brain dengan
kasus tumor dan didapat hasil gambaran 20 MRI Brain. Semua pasien
dilakukan scanning MRI dengan sequence FLAIR potongan Axial dan
dilakukan dengan 3 variasi nilai Time Inversion yaitu 1900 ms, 2200 ms
dan 2500 ms. Penilaian dilakukan oleh 4 Dokter Spesialis Radiolog
secara subyektif terhadap 20 sampel atau pasien.
a. Penilaian Resolusi
Setelah semua data terkumpul, maka masing-masing
dikelompokkan dan direkapitulasi berdasarkan skor yang dipilih
responden pada lampiran 8, sehingga didapatkan data dan jumlah
rata-rata citra resolusi yang ditunjukan pada Tabel 4.3
Tabel 4.3 Jumlah Nilai dan Rata-Rata Time Inversion 1900 ms, Time
Inversion 2200 ms dan Time Inversion 2500 ms Aspek Resolusi

RESOLUSI
Time Jumlah Nilai
Sampel Responden Rata-Rata
Inversion Responden

1900 ms 20 4 163 2,04

2200 ms 20 4 308 3,85

2500 ms 20 4 272 3,40

Tabel 4.3 di atas menunjukkan nilai rata-rata terhadap citra


pada aspek resolusi dengan menggunakan Time Inversion 1900 ms,
Time Inversion 2200 ms dan Time Inversion 2500 ms pada penilaian
4 responden terhadap 20 sampel yaitu diperoleh angka tertinggi
pada Time Inversion 2200 ms sebesar 3,85 sehingga dapat
dikategorikan sangat baik dan angka terendah ditujukan pada nilai
Time Inversion 1900 ms sebesar 2,04 dengan kategori cukup baik.
63

b. Penilaian Kontras
Setelah semua data terkumpul, maka masing-masing
dikelompokkan dan direkapitulasi berdasarkan skor yang dipilih
responden pada lampiran 8, sehingga didapatkan data dan jumlah
rata-rata citra kontras yang ditunjukan pada Tabel 4.4
Tabel 4.4 Jumlah Nilai dan Rata-Rata Time Inversion 1900 ms, Time
Inversion 2200 ms dan Time Inversion 2500 ms Aspek Kontras

KONTRAS
Time Jumlah Nilai
Sampel Responden Rata-Rata
Inversion Responden

1900 ms 20 4 164 2,05

2200 ms 20 4 294 3,67

2500 ms 20 4 279 3,49


T
abel 4.4 di atas menunjukkan nilai rata-rata terhadap citra pada aspek
kontras dengan menggunakan Time Inversion 1900 ms, Time
Inversion 2200 ms dan Time Inversion 2500 ms pada penilaian 4
responden terhadap 20 sampel yaitu diperoleh angka tertinggi pada
Time Inversion 2200 ms sebesar 3,67 sehingga dapat dikategorikan
sangat baik dan angka terendah ditujukan pada nilai Time Inversion
1900 ms sebesar 2,05 dengan kategori cukup baik.
c. Penilaian Artefak
Setelah semua data terkumpul, maka masing-masing
dikelompokkan dan direkapitulasi berdasarkan skor yang dipilih
responden pada lampiran 8, sehingga didapatkan data dan jumlah
rata-rata citra kontras yang ditunjukan pada Tabel 4.4
64

Tabel 4.5 Jumlah Nilai dan Rata-Rata Time Inversion 1900 ms, Time
Inversion 2200 ms dan Time Inversion 2500 ms Aspek Artefak

ARTEFAK
Time Jumlah Nilai
Sampel Responden Rata-Rata
Inversion Responden

1900 ms 20 4 96 1,20

2200 ms 20 4 90 1,13

2500 ms 20 4 132 1,65


T
abel 4.5 di atas menunjukkan nilai rata-rata terhadap citra pada aspek
artefak dengan menggunakan Time Inversion 1900 ms, Time
Inversion 2200 ms dan Time Inversion 2500 ms pada penilaian 4
responden terhadap 20 sampel yaitu diperoleh angka tertinggi pada
Time Inversion 2200 ms sebesar 1,13 dan Time Inversion 1900 ms
dengan nilai 1,20 dilanjutkan dengan penggunaan Time Inversion
2500 ms sebesar 1,65 sehingga dapat dikategorikan sangat tidak
menampakan adanya artefak.

5. Time Inversion Yang Dapat Menghasilkan Kualitas Citra Yang Baik


Pada Pemeriksaan MRI Brain Kasus Tumor Sequence FLAIR
Untuk menentukan Time Inversion yang dapat menghasilkan
kualitas citra yang baik meliputi resolusi, kontras dan artefak antara Time
Inversion 1900 ms, Time Inversion 2200 ms dan Time Inversion 2500 ms
pada pemeriksaan MRI Brain kasus tumor sequence FLAIR dapat kita
lihat pada Grafik 4.1 di bawah ini.
Grafik 4.1 Nilai rata-rata responden terhadap kualitas citra MRI pada
Time Inversion 1900 ms, Time Inversion 2200 ms dan Time Inversion
2500 ms
65

4 3.85
3.67
3.49
3.5 3.4

3
Kategori Penilaian

2.5
2.04 2.05
2
1.65
1.5
1.2 1.13
1

0.5

0
Resolusi Kontras Artefak

Time Inversion 1900 ms Time Inversion 2200 ms Time Inversion 2500 ms

B. Pembahasan
Berdasarkan data yang diperoleh dari hasil penelitian pemeriksaan MRI
Brain dengan menggunakan variasi Time Inverison 1900 ms, Time Inverison
2200 ms dan Time Inverison 2500 ms pada sequence FLAIR terhadap
kualitas gambar seputar resolusi, kontras dan artefak yang telah dinilai oleh 4
responden, maka penelitian ini menunjukan bahwa:
1. Pemeriksaan MRI Brain
Setelah melakukan penelitian perbandingan hasil gambaran MRI
Brain dengan menggunakan variasi Time Inversion 1900 ms, Time
Inverison 2200 ms dan Time Inverison 2500 ms terhadap kualitas citra
yaitu resolusi, kontras dan artefak. Terdapat kesesuaian SOP dengan teori
yang disampaikan oleh Moeller & Reif (2010) dengan persiapan pasien
yaitu pasien diinstruksikan untuk ke toilet untuk buang air kecil sebelum
dilakukan pemeriksaan. Pasien diberi penjelasan mengenai prosedur
pemeriksaan yang akan dilakukan. Pasien mengganti baju pasien dan
melepas semua bahan metal yang terpasang di tubuh pasien seperti gigi
66

palsu, jepit rambut, alat bantu dengar, perhiasan tubuh (anting, cincin dan
lain-lain).
Adapun posisi pasien, yaitu pasien diposisikan supine di atas meja
pemeriksaan. Pasien diberikan ear plug atau ear protector untuk
mengurangi suara bising selama pemeriksaan dilakukan. Pasang head coil.
Dan beri bell emergency. Tetapi didalam teori tidak dijelaskan mengenai
central point atau sentrasi berada pada glabella.
Untuk sequence yang digunakan sudah sesuai dengan teori yang
disampaikan oleh Moeller & Reif (2010) yaitu T2-Weighted Turbo Spin
Echo potongan axial, T2-Weighted FLAIR potongan axial, T1-Weighted
Spin Echo potongan axial, Diffusion-Weighted Imanging potongan axial,
T2-Weighted Turbo Spin Echo potongan coronal dan T2-Weighted Turbo
Spin Echo potongan sagital.
Setelah melakukan observasi, radiografer telah melakukan prosedur
pemeriksaan yang sesuai dengan aturan-aturan dalam SOP yang berlaku di
Rumah Sakit Kanker Dharmais Jakarta.
2. Penilaian Kualitas Citra Time Inversion 1900 ms, Time Inversion 2200 ms
dan Time Inversion 2500 ms Pada Pemeriksaan MRI Brain Dengan Kasus
Tumor Pada Sequence FLAIR
a. Penilaian Kualitas Resolusi
Pada Tabel 4.3 menunjukan bahwa penilaian 4 responden
terhadap 20 gambaran MRI Brain klinis tumor dengan Time Inversion
1900 ms, Time Inversion 2200 ms dan Time Inversion 2500 ms untuk
aspek resolusi didapatkan perolehan angka tertinggi pada Time
Inversion 2200 ms sebesar 3,85 dilanjutkan dengan penggunaan Time
Inversion 2500 ms sebesar 3,40 dengan kategori sangat baik sehingga
dapat menvisualisasikan bagian dari unsur-unsur abnormalitas pada
tumor, dapat menentukan bentuk tumor dan dapat memperlihatkan
batasan perifocal edema.
Sedangkan angka terendah ditujukan pada nilai Time Inversion
1900 ms sebesar 2,04 dengan kategori cukup baik sehingga dapat
menvisualisasikan bagian dari unsur-unsur abnormalitas pada tumor
67

tetapi bentuk tumor dan batasan perifocal edema tidak tegas


dikarenakan penggunaan Time Inversion 1900 ms menghasilkan
gambaran yang sangat tajam sehingga detail tumor yang dihasilkan
sangat rendah. Selain itu, pemilihan Time Inversion sesuai dengan
penilaian subjektif dari responden. Dengan hasil rata-rata yang
diperoleh dapat dikatakan bahwa terdapat pengaruh variasi Time
Inversion sequence FLAIR pada pemeriksaan MRI Brain dengan kasus
tumor terhadap resolusi citra MRI.
Menurut Scott W. Atlas (2009) menjelaskan bahwa nilai T2 pada
Cerebro Spinal Fluid (CSF) adalah 2200 ms. Pada penggunaan Time
Inversion 2200 ms lebih mampu memperlihatkan batasan yang tegas
dibandingkan dengan Time Inversion 1900 ms dan Time Inversion
2500 ms, serta penggunaan Time Inversion 2200 ms lebih optimal
dalam menullkan sinyal dari Cerebro Spinal Fluid (CSF).

b. Penilaian Kualitas Kontras


Pada Tabel 4.4 menunjukan bahwa penilaian 4 responden
terhadap 20 gambaran MRI Brain klinis tumor dengan Time Inversion
1900 ms, Time Inversion 2200 ms dan Time Inversion 2500 ms untuk
aspek kontras didapatkan perolehan angka tertinggi pada Time
Inversion 2200 ms sebesar ms sebesar 3,67 dilanjutkan dengan Time
Inversion 2500 ms sebesar 3,49 dengan kategori sangat jelas sehingga
dapat memperlihatkan perbedaan intensitas antara tumor dan jaringan
sehat sangat jelas dan dapat memperlihatkan metastasis kecil pada
tumor sangat jelas.
Sedangkan angka terendah ditujukan pada nilai Time Inversion
1900 ms sebesar 2,05 dengan kategori cukup jelas sehingga dapat
memperlihatkan perbedaan intensitas antara tumor dan jaringan sehat
cukup jelas tetapi tidak dapat memperlihatkan metastasis kecil pada
tumor. Selain itu, pemilihan Time Inversion sesuai dengan penilaian
subjektif dari responden. Dengan hasil rata-rata yang diperoleh dapat
68

dikatakan bahwa terdapat pengaruh variasi Time Inversion sequence


FLAIR pada pemeriksaan MRI Brain dengan kasus tumor terhadap
kontras citra MRI.
Hal ini sesuai dengan teori Westbrook (2016) bahwa dengan
pemilihan Time Inversion dapat mempengaruhi nilai kontras serta
kualitas citra yang dihasilkan.
c. Penilaian Kualitas Artefak
Pada Tabel 4.5 menunjukan bahwa penilaian 4 responden
terhadap 20 gambaran MRI Brain klinis tumor dengan Time Inversion
1900 ms, Time Inversion 2200 ms dan Time Inversion 2500 ms untuk
aspek artefak pada penilaian 4 responden terhadap 20 sampel yaitu
diperoleh angka tertinggi pada Time Inversion 2200 ms sebesar 1,13
dan Time Inversion 1900 ms dengan nilai 1,20 dilanjutkan dengan
penggunaan Time Inversion 2500 ms sebesar 1,65 sehingga dapat
dikategorikan sangat tidak menampakan adanya artefak. Dengan hasil
rata-rata yang diperoleh dapat dikatakan bahwa terdapat pengaruh
variasi Time Inversion sequence FLAIR pada pemeriksaan MRI Brain
dengan kasus tumor terhadap artefak citra MRI.
Artefak adalah gambaran yang tidak seharusnya ada pada saat
pembuatan gambar MRI. Tetapi pada penelitian ini penggunaan Time
Inversion 2500 ms dengan nilai rata-rata yang diperoleh lebih besar
dibandingkan dengan Time Inversion 1900 dan Time Inversion 2200
ms menghasilkan gambaran artefak atau blurring yaitu hasil gambaran
tampak lebih putih (hypointens). Hal ini dikarenakan intensitas sinyal
yang dihasilkan pada Time Inversion 2500 ms lebih putih
dibandingkan dengan Time Inversion 2200 ms.

3. Time Inversion Yang Tepat Antara Time Inversion 1900 ms, Time
Inversion 2200 ms dan Time Inversion 2500 ms Pada Pemeriksaan MRI
Brain Dengan Kasus Tumor Dalam Menilai Resolusi, Kontras dan
Artefak.
69

Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh penulis, dengan melihat


secara langsung data hasil kuisioner maupun nilai rata-rata yang dapat
dilihat pada Grafik 4.1 yang dihasilkan, bahwa tampak dengan jelas ada
pengaruh variasi Time Inversion pada sequence FLAIR terhadap kualitas
citra pada pemeriksaan MRI Brain dengan kasus tumor di Rumah Sakit
Kanker Dharmais Jakarta.
Berdasarkan teori Westbrook 2016, di dalam bukunya yang berjudul
MRI at a Glance menyatakan bahwa penggunaan Time Inversion pada
sequence FLAIR sekitar 1700-2200 ms. Tetapi di dalam teori tersebut
tidak disebutkan pada nilai Time Inversion berapa yang paling baik untuk
menghasilkan kualitas citra seputar resolusi, kontras dan artefak.
Sedangkan di Rumah Sakit Kanker Dharmais menggunakan Time
Inversion 2500 ms.
Pada penelitian ini didapatkan perolehan nilai dari 4 responden
terhadap 20 sampel melalui kuisioner yang dilihat pada Tabel 4.3, Tabel
4.4 dan Tabel 4.5 diatas, menghasilkan perolehan nilai rata-rata Time
Inversion 2200 ms lebih besar daripada Time Inversion 1900 ms dan Time
Inversion 2500 ms dalam menilai kualitas citra seputar resolusi, kontras
dan artefak. Sehingga dapat disimpulkan bahwa Time Inversion yang dapat
menghasilkan kualitas citra yang baik adalah Time Inversion 2200 ms.
Penelitian ini sesuai dengan jurnal yang berjudul Comparison Of
Subgroups Based On Hemorrhagic Lesions Between SWI And FLAIR In
Pediatric Traumatic Brain Injury 2014 dan Reporting Active Lesions On
Serial Brain MRI Scans In Multiple Sclerosis: Interobserver Agreement
Using CSE, FSE, FAST-FLAIR and Post-GD T1-Weighted Images bahwa
pada penggunaan sequence FLAIR dengan menggunakan Time Inversion
2200 ms mampu memperlihatkan adanya kelainan lesi atau tumor dengan
baik.
70

BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan
Dari hasil penelitian yang telah dilakukan untuk mengetahui
pengaruh variasi Time Inversion 1900 ms, Time Inversion 2200 ms dan
Time Inversion 2500 ms terhadap kualitas citra MRI Brain dengan kasus
tumor pada 20 sampel dan 4 responden, maka dapat diambil kesimpulan
sebagai berikut :
1. Perubahan nilai Time Inversion mengakibatkan perubahan kualitas
citra seputar resolusi, kontras dan artefak, maka dapat dinyatakan
terdapat pengaruh penggunaan Time Inversion 1900 ms, Time
Inversion 2200 ms dan Time Inversion 2500 ms terhadap kualitas citra
MRI Brain pada kasus tumor.
2. Penggunaan Time Inversion 1900 ms pada aspek resolusi memperoleh
skor sebesar 2,04 dengan kategori cukup baik, pada aspek kontras
dengan skor sebesar 2,05 dengan kategori cukup jelas dan pada aspek
artefak dengan skor sebesar 1,20 dengan kategori tidak tampak artefak.
3. Penggunaan Time Inversion 2200 ms pada aspek resolusi memperoleh
skor sebesar 3,85 dengan kategori sangat baik, pada aspek kontras
dengan skor sebesar 3,67 dengan kategori sangat jelas dan pada aspek
artefak dengan skor sebesar 1,13 dengan kategori tidak tampak artefak.
4. Penggunaan Time Inversion 2500 ms pada aspek resolusi memperoleh
skor sebesar 3,40 dengan kategori sangat baik, pada aspek kontras
dengan skor sebesar 3,49 dengan kategori sangat jelas dan pada aspek
artefak dengan skor sebesar 1,65 dengan kategori tidak tampak artefak.
5. Hasil citra MRI Brain kasus tumor dengan sequence FLAIR
didapatkan kualitas citra yang baik pada penggunaan Time Inversion
2200 ms.

70
71

B. Saran
1. Sebaiknya untuk memperlihatkan kualitas citra MRI Brain pada kasus
tumor yang baik dengan menggunakan Time Inversion 2200 ms.
2. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dengan sampel dan jumlah
responden yang lebih banyak pada kasus yang berbeda dan untuk
mengetahui perbedaan hasil citra MRI Brain dengan berbagai variasi
nilai Time Inversion yang lain.
72

DAFTAR PUSTAKA

1. Soeharto, I. (2004). Penyakit Jantung Koroner dan Serangan Jantung. Edisi


Kedua. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
2. Kartawiguna, D. (2015). Tomografi Resonansi Magnetik Inti: Teori dasar,
Pembentukan Gambar dan Instrumentasi Perangkat Kerasnya. Yogyakarta:
Graha Ilmu.
3. Levvit, L. P., & Weiner, H. L. (2001). Buku Saku Neurologi. Jakarta: EGC.
4. Batticaca, F. B. (2008). Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem
Persarafan. Jakarta: Salemba Medika.
5. Haq, N. Z. (2011, Oktober). Asuhan Keperawatan (ASKEP) Tumor Otak. hal.
1.
6. Westbrook, C., Roth, C. K., & Talbot, J. (2011). MRI in Practice (4 ed.).
Chichester: Wiley Blackwell.
7. Weishaupt, D., Kochli, V. D., & Marincek, B. (2006). How Does Mri Work?
(Second ed.). Spain: Springer.
8. Drevelegas, A. (2011). Imaging of Brain Tumors with Histological
Correlations (2nd ed.). London: Springer.
9. Westbrook, C. (2016). MRI at a Glance (3rd ed.). Chichester: Wiley
Blackwell.
10. Choi, J. I., Kim, B. J., Ha, S. K., Kim, S. H., Lim, D. J., & Kim, S. D. (2014,
June). Comparison of subgroups based on hemorrhagic lesions between SWI
and FLAIR in pediatric traumatic brain injury. Child's Nervous System, 30(6),
1011-1019.
11. Hornak, J. P. (2013). The Basic of MRI. Dalam I. R. Association, & J. Gamon
(Penyunt.), Bioinformatics: Concepts, Methodologies, Tools, and
Applications. Hershey: Medical Information Science Reference.
12. Suratun, Heryati, Manurung, S., & Raenah, E. (2006). Klien Gangguan Sistem
Muskuloskeletal Seri Asuhan Keperawatan. Jakrta: EGC.
13. Lee, J. K., Sagel, S. S., Stanley, R. J., & Heiken, J. P. (2006). Computed Body
Tomography with MRI Correlation (4th ed.). Philadelphia: Lippincoot
Williams & Wilkins.
73

14. Gupta, R. K., & Kumar, S. (2014). Magnetic Resonance Imaging of


Neurological Diseases In Tropics. New Delhi: Jaypee.
15. Dale, B. M., Brown, M. A., & Semelka, R. C. (2015). MRI Basic Principles
and Applications (5th ed.). Chichester: Wiley Blackwell.
16. Westbrook, C. (2008). Handbook Of MRI Technique (3rd ed.). Chichester:
Willey Blackwell.
17. Elmaoglu, M., & A , C. (2012). MRI Handbook MR Physics and Positioning,
and Protocols. . London: Springer.
18. Westbrook, C. (2010). MRI at A Glance. England: Wiley-Blackwell.
19. Vanel, D., & McNamara, M. T. (1989). MRI of the Body. Berlin: Springer-
Verlag.
20. Tian, J. (2013). Molecular Imaging: Fundamentals and Applications. Beijing:
Springer.
21. Johnston, J., & Fauber, T. L. (2016). Essentials of Radiographic Physics and
Imaging (2nd ed.). St. Louis: Elsevier.
22. Reimer, P., Parizel, P. M., & Stichnoth, F. A. (2003). Clinical MR Imaging A
Practical Approach (2nd ed.). Berlin: Springer.
23. Berquist, T. H. (2013). MRI Of The Musculoskeletal System. (6nd ed.).
Philadelphin: Lipincott Williams & Wilkins.
24. Chavhan, G. (2013). MRI Made Easy (for Beginners). New Delhi: Jaypee.
25. Peate, I., & Nair, M. (2015). Anatomy and Physiology for Nurses at a Glance.
Main Srtreet: Wiley Blackwell.
26. Davey, P. (2006). At a Glance Medicine. Jakarta: Erlangga Medical Series.
27. Moeller, T. B., & Reif, E. (2007). Pocket Atlas of Sectional Anatomy
Computed Tomography and Magnetic Resonance Imaging (3rd ed., Vol. II :
Head and Neck). Munich: Thieme.
74

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

BIODATA

NAMA : ANASTASIA KHOIROTINNISA


NPM : P2.31.30.1.12.001
TANGGAL LAHIR : TANGERANG, 19 APRIL 1994
AGAMA : ISLAM
ALAMAT : PARUNG SERAB RT 04 RW 05 KELURAHAN
PARUNG SERAB KECAMATAN CILEDUG

PENDIDIKAN FORMAL : 2000-2006 SD AL-MUBARAK PONDOK AREN


2006-2009 SMPN 3 CILEDUG
2009-2012 SMA YADIKA 5 JAKARTA BARAT

PENGALAMAN PKL : 1. RS ANAK BUNDA HARAPAN KITA


2. RSUD TANGERANG
3. RS FATMAWATI
4. RS PUSAT ANGKATAN DARAT GATOT SOEBROTO
5. RSUD TARAKAN
6. RS AWAL BROS TANGERANG
7. RS PREMIER BINTARO
8. RS PUSAT PERTAMINA
9. RS KANKER DHARMAIS JAKARTA
10. RS ST. CAROLUS
11. RS SILOAM MRCCC SEMANGGI

PENGALAMAN PKN MRI : RS PREMIER BINTARO


75

LAMPIRAN
Lampiran
76 1
77 2
Lampiran

SURAT PERSETUJUAN PENGAMBILAN DATA

Kepada Yth
Instruktur Radiologi Rumah Sakit Kanker Dharmais Jakarta

Di Tempat,

Yang bertanda tangan dibawah ini :


Nama :
NIP :
No. Handphone :
Profesi :
Unit Kerja :

Sehubungan dengan upaya pengumpulan data dalam rangka penelitian “Pengaruh


Variasi Time Inversion Sequence Fluid Attenuated Inversion Recovery (FLAIR)
Terhadap Kualitas Citra MRI Brain Kasus Tumor Di Rumah Sakit Kanker
Dharmais Jakarta”, menyatakan bahwa mahasiswi atas nama Anastasia
Khoirotinnisa (P2.31.30.1.12.001) Jurusan Teknik Radiodiagnostik Dan
Radioterapi Politeknik Kesehatan Kementerian Kesehatan Jakarta II Program
Studi Diploma 4 telah diizinkan untuk melakukan pengambilan data pada bulan
Februari s/d April 2016 dalam rangka memenuhi Tugas Akhir dan telah disetujui
oleh pihak yang bersangkutan selama masih membutuhkan data.

Demikian Surat Persetujuan ini saya ajukan dan atas perhatiannya saya ucapkan
terima kasih.

Jakarta, Mei 2016

Yang menyetujui,

(..............................................)
Lampiran78
3
79
Lampiran
80 4

LEMBAR KERJA PENELITIAN

Judul Penelitian : PENGARUH VARIASI TIME INVERSION SEQUENCE


FLUID ATTENUATED INVERSION RECOVERY (FLAIR) TERHADAP
KUALITAS CITRA MRI BRAIN KASUS TUMOR DI RUMAH SAKIT
KANKER DHARMAIS JAKARTA
Pasien :
HASIL
NO KOMPONEN YANG DIAMATI
OBSERVASI
1. Persiapan a. Pasien diinstruksikan untuk ke toilet untuk √
Pasien buang air kecil sebelum dilakukan
pemeriksaan.
b. Pasien diberi penjelasan mengenai prosedur √
pemeriksaan dan naskah penjelasan penelitian.
c. Pasien mengisi lembar screening atau √
checklist MRI.
d. Pasien mengganti baju pasien. dan melepas √
semua bahan metal yang terpasang di tubuh
pasien (seperti anting, gigi palsu, dll).
2. Persiapan a. Pasien diposisikan supine – head first pada √
Pemeriksaan meja pemeriksaan.
b. Tombol emergency diberikan kepada pasien √
dan dijelaskan kapan harus digunakan.
c. Pasien dipasang earphone untuk mengurangi √
suara keras yang dikeluarkan dari pesawat.
d. Pasang head coil dan sambungkan ke √
konektor.
e. Atur sentrasi berada pada Glabella. Masukkan √
pasien ke gantry. Beritahu pasien bahwa
pemeriksaan akan segera dimulai.
3. Pengaturan a. Pilih protocol pemeriksaan MRI Brain pada √
Sequence menu examination.
81

b. Dilakukan proses scanning pada sequence √


FLAIR pemeriksaan MRI Brain.
4. Pengambilan Dilakukan pengambilan gambar pada
Data pemeriksaan MRI Brain dengan kasus tumor
Penelitian dengan menggunakan sequence FLAIR pada √
potongan axial dengan menggunakan variasi nilai
Time Inversion 1900 ms, 2200 ms dan 2500 ms.
5. Filming a. Pemilihan gambar dilakukan dengan memilih √
slice yang paling mewakili dari masing-
masing gambaran pada pemeriksaan MRI
Brain dengan kasus tumor.
b. Dan dilakukan proses pencetakan gambar. √
6. Evaluasi a. Hasil gambaran akan dinilai oleh responden √
Hasil yang terdiri dari 4 dokter spesialis radiolog
Gambaran terhadap kualitas citra seputar resolusi, kontras
dan artefak.
b. Dengan menggunakan lembar kuisioner yang √
telah disediakan peneliti, kemudian diberi nilai
1 – 4.
7. Pengolahan Data hasil kuisioner akan diolah dan selanjutnya
Data akan ditarik kesimpulan dari hasil yang telah √
diperoleh.
Lampiran
82 5

LEMBAR KUISIONER

“Pengaruh Variasi Time Inversion Sequence Fluid Attenuated Inversion


Recovery (FLAIR) Terhadap Kualitas Citra MRI Brain Kasus Tumor Di
Rumah Sakit Kanker Dharmais Jakarta”

Kepada Yth,

Bapak/Ibu Responden

Di Tempat

Sehubungan dengan pengumpulan data penelitian “Pengaruh Variasi Time


Inversion Sequence Fluid Attenuated Inversion Recovery (FLAIR) Terhadap
Kualitas Citra MRI Brain Kasus Tumor Di Rumah Sakit Kanker Dharmais
Jakarta” yang digunakan dalam penyusunan skripsi. Kami mohon perkenan
bapak/ibu untuk mengisi kuesioner ini. Kerahasiaan data responden akan kami
lakukan sebaik mungkin.

Untuk mengisi kuesioner ini, mohon disesuaikan dengan petunjuk pengisian


di bawah ini.

Atas perhatian dan kerjasamanya diucapkan terima kasih


83

SURAT PERNYATAAN RESPONDEN

Yang bertanda tangan dibawah ini :

Nama :

Pekerjaan :

No.responden :

Profesi :

Dengan ini menyatakan bersedia / tidak bersedia untuk menjadi responden


penelitian tugas akhir Program Studi Diploma 4 Teknik Radiodiagnostik dan
Radioterapi Politeknik Kesehatan Jakarta II dengan judul “Pengaruh Variasi
Time Inversion Sequence Fluid Attenuated Inversion Recovery (FLAIR)
Terhadap Kualitas Citra MRI Brain Kasus Tumor Di Rumah Sakit Kanker
Dharmais Jakarta”

Demikian pernyataan ini dibuat untuk dapat digunakan sebagaimana mestinya.

Jakarta, 2016

Yang menyatakan,

(...........................)
84
85
86
87
88

Petunjuk pengisian Kuisioner:

Pengisian kuisioner dilakukan dengan mengisi semua kriteria penilaian yang


ditentukan sesuai dengan pilihan responden sebagaimana disebutkan dibawah.
Penilaian meliputi kualitas citra seputar resolusi, kontras dan artefak dengan skor
4-1, skala tertinggi yaitu 4 = sangat baik sampai skala terendah 1 = kurang baik.
Berilah penilaian dengan melingkari pilihan yang ditentukan sesuai dengan
pilihan responden :

1. Resolusi merupakan kemampuan untuk membedakan 2 jaringan yang saling


berdekatan dengan batasan yang tegas serta mampu memvisualisasikan
struktrur anatomi dan patologi yang kecil pada pemeriksaan MRI Brain
dengan kasus tumor.
a. Kurang Baik (Nilai 1)
Tidak dapat menvisualisasikan bagian dari unsur-unsur abnormalitas
pada tumor, tidak dapat menentukan bentuk tumor dan tidak dapat
memperlihatkan batasan perifocal edema.

b. Cukup Baik (Nilai 2)


Dapat menvisualisasikan bagian dari unsur-unsur abnormalitas pada
tumor tetapi bentuk tumor dan batasan perifocal edema tidak tegas.

c. Baik (Nilai 3)
Dapat menvisualisasikan bagian dari unsur-unsur abnormalitas pada
tumor, dapat menentukan bentuk tumor dengan batasan perifocal edema
tidak tegas.

d. Sangat Baik (Nilai 4)


Dapat menvisualisasikan bagian dari unsur-unsur abnormalitas pada
tumor, dapat menentukan bentuk tumor dan dapat memperlihatkan
batasan perifocal edema.
89

2. Kontras merupakan perbedaan relatif kekuatan sinyal antara dua jenis


jaringan yang berbeda pada pemeriksaan MRI Brain dengan kasus tumor.
a. Kurang Jelas (Nilai 1)
Kurang jelas dalam memperlihatkan perbedaan intensitas antara tumor
dan jaringan sehat dan tidak dapat memperlihatkan metastasis kecil pada
tumor.

b. Cukup Jelas (Nilai 2)


Dapat memperlihatkan perbedaan intensitas antara tumor dan jaringan
sehat cukup jelas tetapi tidak dapat memperlihatkan metastasis kecil pada
tumor.

c. Jelas (Nilai 3)
Dapat memperlihatkan perbedaan intensitas antara tumor dan jaringan
sehat dan dapat memperlihatkan metastasis kecil pada tumor jelas.

d. Sangat Jelas (Nilai 4)


Dapat memperlihatkan perbedaan intensitas antara tumor dan jaringan
sehat sangat jelas dan dapat memperlihatkan metastasis kecil pada tumor
sangat jelas.

3. Artefak merupakan suatu pola, penyimpangan atau gangguan yang tampak


atau terlihat pada citra MRI akibat berbagai kesalahan, bukan merupakan
bagian dari anatomi maupun patologi yang diamati.
a. Tidak Tampak (Nilai 1)
Artefak tidak terlihat sehingga anatomi maupun patologi dapat dinilai
dengan baik.

b. Cukup Tampak (Nilai 2)


Tidak tampak artefak sehingga anatomi maupun patologi dapat dinilai
dengan baik, namun gambaran sedikit blurring.

c. Tampak (Nilai 3)
Tampak artefak, gambaran blurring, namun anatomi maupun patologi
masih dapat dinilai.

d. Sangat Tampak (Nilai 4)


Tampak artefak, gambaran blurring, dan tidak menemukan informasi
citra.
90

KUISIONER

Responden ( )

Pasien ( )

Penilaian Gambaran A

Berilah penilaian dengan skor 4-1, skala tertinggi yaitu 4 = sangat baik sampai
skala terendah 1 = kurang baik. Lingkari pilihan dibawah ini sesuai dengan
kriteria gambaran :

a. Resolusi : Dapat menvisualisasikan bagian dari unsur-unsur abnormalitas


pada tumor, dapat menentukan bentuk dan batasan perifocal edema.
1. Kurang baik 2. Cukup baik 3. Baik 4. Sangat baik

b. Kontras : Perbedaan intensitas antara tumor dan jaringan sehat,


memperlihatkan metastasis kecil pada tumor.
1. Kurang jelas 2. Cukup jelas 3. Jelas 4. Sangat jelas

c. Artefak : Suatu pola, penyimpangan atau gangguan yang tampak atau terlihat
pada citra MRI akibat berbagai kesalahan, bukan merupakan bagian dari
anatomi maupun patologi.
1. Tidak Tampak 2. Cukup Tampak 3. Tampak 4. Sangat Tampak

Penilaian Gambaran B

Berilah penilaian dengan skor 4-1, skala tertinggi yaitu 4 = sangat baik sampai
skala terendah 1 = kurang baik. Lingkari pilihan dibawah ini sesuai dengan
kriteria gambaran :

a. Resolusi : Dapat menvisualisasikan bagian dari unsur-unsur abnormalitas


pada tumor, dapat menentukan bentuk dan batasan perifocal edema.
1. Kurang baik 2. Cukup baik 3. Baik 4. Sangat baik

b. Kontras : Perbedaan intensitas antara tumor dan jaringan sehat,


memperlihatkan metastasis kecil pada tumor.
1. Kurang jelas 2. Cukup jelas 3. Jelas 4. Sangat jelas

c. Artefak : Suatu pola, penyimpangan atau gangguan yang tampak atau terlihat
pada citra MRI akibat berbagai kesalahan, bukan merupakan bagian dari
anatomi maupun patologi.
1.Tidak Tampak 2. Cukup Tampak 3. Tampak 4. Sangat Tampak
91

Penilaian Gambaran C

Berilah penilaian dengan skor 4-1, skala tertinggi yaitu 4 = sangat baik sampai
skala terendah 1 = kurang baik. Lingkari pilihan dibawah ini sesuai dengan
kriteria gambaran :

a. Resolusi : Dapat menvisualisasikan bagian dari unsur-unsur abnormalitas


pada tumor, dapat menentukan bentuk dan batasan perifocal edema.
1. Kurang baik 2. Cukup baik 3. Baik 4. Sangat baik

b. Kontras : Perbedaan intensitas antara tumor dan jaringan sehat,


memperlihatkan metastasis kecil pada tumor.
1. Kurang jelas 2. Cukup jelas 3. Jelas 4. Sangat jelas

c. Artefak : Suatu pola, penyimpangan atau gangguan yang tampak atau terlihat
pada citra MRI akibat berbagai kesalahan, bukan merupakan bagian dari
anatomi maupun patologi.
1.Tidak Tampak 2. Cukup Tampak 3. Tampak 4. Sangat Tampak
Lampiran
92 6

NASKAH PENJELASAN

Sehubungan dengan upaya pengumpulan data dalam rangka penelitian Pengaruh


Variasi Time Inversion Sequence Fluid Attenuated Inversion Recovery (FLAIR)
Terhadap Kualitas Citra MRI Brain Kasus Tumor Di Rumah Sakit Kanker
Dharmais Jakarta, saya Anastasia Khoirotinnisa (P2.31.30.1.12.001) mahasiswa
Jurusan Teknik Radiodiagnostik Dan Radioterapi Politeknik Kesehatan
Kementerian Kesehatan Jakarta II Program Studi Diploma 4 memohon kesediaan
bapak/ibu/sdr berpartisipasi sebagai sampel.
Data yang akan saya kumpulkan adalah sebagai berikut :
1. Data umum pasien
2. Gambaran MRI Brain dengan kasus tumor sequence FLAIR dengan variasi
Time Inversion 1900 ms, 2200 ms dan 2500 ms.
Partisipasi sebagai sampel bersifat sukarela dan apabila tidak berkenan dapat
menolak, atau sewaktu-waktu dapat mengundurkan diri tanpa sanksi apapun. Data
yang diperoleh akan dijaga kerahasiaannya dan tidak akan dihubungkan dengan
identitas sampel yang bersangkutan serta hanya digunakan untuk kepentingan
penelitian dan tidak akan berdampak apapun kepada bapak/ibu/sdr.
Jika bersedia berpartisipasi, sampel diharapkan mengisi, menandatangani dan
mengembalikan lembar Persetujuan Setelah Penjelasan (PSP) yang diberikan. Dan
adanya jaminan pengobatan apabila adanya cedera akibat penelitian.
Sebagai tanda terima kasih, sampel akan diberikan bingkisan/souvenir di akhir
penelitian.
Apabila sampel memerlukan penjelasan lebih lanjut mengenai penelitian ini, dapat
menghubungi :
Nama : Anastasia Khoirotinnisa
Hp/telp. : 085694315959
Email : anastasia_tasia@yahoo.com
Atas partisipasi dan kerjasamanya, diucapkan terima kasih.
93

NASKAH PENJELASAN

Sehubungan dengan upaya pengumpulan data dalam rangka penelitian Pengaruh


Variasi Time Inversion Sequence Fluid Attenuated Inversion Recovery (FLAIR)
Terhadap Kualitas Citra MRI Brain Kasus Tumor Di Rumah Sakit Kanker
Dharmais Jakarta, saya Anastasia Khoirotinnisa (P2.31.30.1.12.001) mahasiswa
Jurusan Teknik Radiodiagnostik Dan Radioterapi Politeknik Kesehatan
Kementerian Kesehatan Jakarta II Program Studi Diploma 4 memohon kesediaan
bapak/ibu/sdr berpartisipasi sebagai responden.
Data yang akan saya kumpulkan adalah sebagai berikut :
1. Data umum pasien
2. Gambaran MRI Brain dengan kasus tumor sequence FLAIR dengan variasi
Time Inversion 1900 ms, 2200 ms dan 2500 ms.
Partisipasi sebagai responden bersifat sukarela dan apabila tidak berkenan dapat
menolak, atau sewaktu-waktu dapat mengundurkan diri tanpa sanksi apapun. Data
yang diperoleh akan dijaga kerahasiaannya dan tidak akan dihubungkan dengan
identitas responden yang bersangkutan serta hanya digunakan untuk kepentingan
penelitian dan tidak akan berdampak apapun kepada bapak/ibu/sdr. Adapun
manfaat jika bapak/ibu/sdr bersedia menjadi responden dalam penelitian ini yaitu
didapatkannya kualitas citra MRI Brain yang baik pada penggunaan Time
Inversion yang tepat dan dapat dijadikan pedoman oleh radiografer di rumah sakit.
Jika bersedia berpartisipasi, responden diharapkan mengisi, menandatangani dan
mengembalikan lembar Persetujuan Setelah Penjelasan (PSP) yang diberikan.
Sebagai tanda terima kasih, responden akan diberikan bingkisan/souvenir di akhir
penelitian.
Apabila responden memerlukan penjelasan lebih lanjut mengenai penelitian ini,
dapat menghubungi :
Nama : Anastasia Khoirotinnisa
Hp/telp. : 085694315959
Email : anastasia_tasia@yahoo.com
Atas partisipasi dan kerjasamanya, diucapkan terima kasih.
94
95
96
97
98
99
Lampiran 10
100
101
102

Anda mungkin juga menyukai