Anda di halaman 1dari 8

Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2006

RESIDU PESTISIDA PADA SERUM SAPI POTONG


DAN KEMUNGKINAN TIMBULNYA RESIDU
PADA PRODUK PETERNAKAN
(Pesticide Residues in Sera of Beef Cattle and Its Possibility
to Cause Residual formation in Animal Products)
INDRANINGSIH, YUNINGSIH dan RACHMAT FIRMANSYAH

Balai Penelitian Veteriner, Jl. R.E. Martadinata No. 30, Bogor 16114

ABSTRACT

Organochlorine (OC) and organophosphate (OP) pesticide residues had been detected in forty samples
blood sera of beef cattle which where collected from the farmers in Blora and Wonogiri. These samples were
analysed using gas chromatography (GC). Total OP residues in sera of Blora and Wonogiri were higher than
total OC residues (Blora was 77.062 vs 3.997 ppb and Wonogiri was 64.976 vs 10.549 ppb). While meat, fat
and liver samples collected from traditional markets in Blora showed that the total OC residues was lower
than OP in meat (10.9 vs 18.5 ppb), but its residue was lower in fat (35.22 vs 4.5 ppb) and liver (0.14 vs 0
ppb). On the other hand, samples from Wonogiri, OC residues were detected in all samples of meat (6.3
ppm), fat (4.95 ppb) and liver (17.5 ppb), but OP residue was only detected in the liver sample (15.6 ppb).
These residue levels were below the maximum residue limit (MRL). This result assumed that pesticide
residues in blood sera especially OC residues tend to accumulate in animal products.
Key Words: Pesticide, Residues, Sera, Meat, Liver, fat

ABSTRAK

Sebanyak 40 serum sapi potong telah dikoleksi dari peternak di Blora dan Wonogiri untuk dianalisis
terhadap residu pestisida dengan gas kromatografi. Hasil analisis menunjukkan bahwa residu pestisida baik
golongan organoklorin (OC) maupun organofosfat (OP) terdeteksi pada serum tersebut. Total residu pestisida
golongan OP lebih tinggi dari pada golongan OC baik sampel asal Blora maupun Wonogiri yaitu 77,062 dan
3,997 ppb (Blora); serta 64,976 dan 10,549 ppb (Wonogiri). Sementara itu, sampel daging, lemak, dan hati
yang dikoleksi dari pasar tradisional di Blora menunjukkan bahwa total residu OC pada daging lebih rendah
dibanding OP (10,9 dan 18,5 ppb), sebaliknya pada hati (0,14 dan 0 ppb) dan lemak (35,22 dan 4,5 ppb) lebih
tinggi. Selanjutnyanya residu pestisida pada sampel asal Wonogiri, residu OC terdeteksi pada semua jenis
sampel (daging 6,3; lemak 4,95 dan hati 17,5 ppb) tetapi residu OP hanya terdeteksi pada hati (15,6 ppb).
Residu pestisida ini masih dibawah nilai batas maksimum residu (BMR) yang diizinkan. Dari hasil penelitian
ini dapat diasumsikan bahwa residu pestisida golongan OC dalam serum akan terakumulasi pada produk
peternakan.
Kata Kunci: Residu, Pestisida, Sera, Daging, Hati, lemak

PENDAHULUAN (HARYANTO dan WINUGROHO, 2000) dan


pucuk tebu (MUSOFIE, 1985).
Pemanfaatan limbah pertanian atau Salah satu cemaran kimia yang perlu
perkebunan sebagai pakan ternak mulai diwaspadai adalah adanya residu pestisida pada
dikembangkan secara intensif di beberapa pakan baik pestisida golongan OC maupun OP.
daerah dalam rangka memenuhi program Pestisida golongan OP diketahui mudah
kecukupan daging tahun 2010. Beberapa terdegradasi oleh sinar matahari namun
macam limbah tersebut masih mampunyai nilai beberapa jenis OP dilaporkan terdeteksi dalam
nutrisi yang cukup tinggi seperti lumpur sawit susu yang telah dipasturisasi (MATSUMURA,
(MATHIUS et al., 2004), jerami padi 1976; SALAS et al., 2003). Sebaliknya residu

212
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2006

golongan OC bersifat persisten dan karena Koleksi sampel daging, hati dan lemak
lipopilik maka akan terakumulasi dalam
jaringan lemak. Dilaporkan bahwa padang Sampel daging, hati dan lemak sapi
penggembalaan sapi perah di Ohio, Amerika, dikoleksi dari pasar local di Blora dan
tercemar dengan DDT ternyata residu DDT Wonogiri – Jawa Tengah. Sebanyak 54 sampel
masih dapat terdeteksi dalam susu yang dikoleksi dari kedua kabupaten tersebut yang
diperah sampai dua tahun (WILLETT et al., masing-masing terdiri dari 6 sampel asal Blora
1993) Gejala keracunan pada sapi yang dan 12 sampel asal Wonogiri. Sampel
disebabkan oleh pestisida golongan OC antara disimpan di dalam kantong plastik steril pada
lain terlihat adanya eksitasi, ataksia, tremor dan suhu -20°C sampai dianalisis lebih lanjut.
kesulitan bernafas. Gejala ini muncul setelah
kira-kira 12 jam menelan pakan yang
mengandung cemaran residu endosulfan Analisis residu pestisida dalam serum
(RANDHAWA et. al., 2000).
Cemaran residu pestisida yang terdeteksi Analisis residu pestisida dalam serum
dari lingkungan pertanian, air, tanah atau dilakukan mengikuti metode BURSE et al.
sedimen diduga sebagai sumber pencemaran (1990). Sebanyak 1 ml serum diekstrak dengan
pada produk pertanian dan peternakan metanol dan dimurnikan melalui kolom flrosil
(INDRANINGSIH et al., 1990; WILLETT et al., dan dielusi dengan larutan dietil eter dalam
1993; NTOW, 2003). Menurut BARTIK dan petroleum eter. Hasil ekstraksi ditampung
PISKAC (1981) pencemaran residu pestisida dalam tabung florentin dan dievaporasi dengan
dalam pakan dengan konsentrasi 0,02 ppm menggunakan Büchii rotovapor sampai
untuk pestisida golongan OC dan 0,003 ppm mendekati kering (sekitar 0,5 ml volume).
untuk golongan OP tidak menimbulkan Eluen kemudian diencerkan kembali dengan
keracuan pada sapi yang diberi pakan tersebut. heksan sebanyak 2 ml dan selanjutnya diinjeksi
Dalam penelitian ini sampel berupa serum ke dalam GC dengan electron capture detector
sapi potong dikoleksi dari peternak dan sampel (GC-ECD).
daging, hati serta lemak dari pasar tradisional
asal Blora dan Wonogiri dianalisis untuk Analisis residu pestisida dalam jaringan
mengetahui terhadap kemungkinan adanya (daging, hati dan lemak)
residu pestisida baik jenis maupun tingkat
residu cemarannya pada produk peternakan Analisis residu pestisida dalam daging, hati
tersebut. ataupun lemak mengikuti metode SCHENCK
et al (1996). Sebanyak 2,5 gram sampel
MATERI DAN METODE jaringan dihomogenisasikan dan dilarutkan ke
dalam 25 ml asetonitiril, kemudian disentrifuse
Koleksi sampel serum pada kecepatan 3000 rpm selama 5 menit.
Supernatan dimurnikan melalui kolom mini
Sampel serum dikoleksi dari sapi potong SepPack C18 dan florisil. Kemudian dielusi
milik peternak di Blora dan Wonogiri – Jawa dengan 2% dietil eter dalam petroleum
Tengah. Sebanyak 40 sampel serum dikoleksi benzene. Eluen dievaporasi dengan Büchii
langsung dari vena jugularis sebanyak 10 ml rotovapor hingga 0,5 ml volume dan dilarutkan
per ekor dan dimasukkan ke dalam tabung kembali dengan heksan sampai volume 5 ml.
koleksi darah tanpa bahan antikoagulan. Darah Selanjutnya sampel siap diinjeksikan ke dalam
dibiarkan sampai terjadi pemisahan antara GC-ECD masing-masing 5 µl.
bekuan darah dan serum. Serum dipisah dari Kondisi operasional dari GC (Varian
bekuan darah untuk disimpan ke dalam tabung Model 3700) adalah sebagai berikut: kolom
serum dan disimpan pada suhu -20°C sampai kaca berisi 1,5% OV-17 dan 1,95% OV-210
dianalisis lebih lanjut. pada suhu 240ºC (injector), 220ºC (kolom) dan
300ºC (detector). Kecepatan alir gas nitrogen

213
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2006

kemurnian tinggi (high purity) adalah 40 terurai oleh air dan pengaruh panas/sinar
ml/menit. matahari (MATSUMURA, 1976). Sehingga
residu pestisida OC pada serum sapi
kemungkinan disebabkan tercemarnya pakan
HASIL DAN PEMBAHASAN ternak yang diberikan, pencemaran pada air
minum untuk ternak dan pencemaran
Dari 40 sampel serum sapi potong yang lingkungan disekitar ladang penggembalaan.
masing-masing terdiri dari 20 sampel serum Sebaliknya pestisida golongan OP sangat
asal Blora dan 20 sampel asal Wonogiri, mudah terurai oleh sinar matahari, sehingga
menunjukkan bahwa total residu pestisida pencemaran OP hanya terjadi pada beberapa
golongan OP lebih tinggi dibanding total residu ekor sapi saja. Pencemaran serum sapi oleh
golongan OC pada kedua kabupaten tersebut. pestisida golongan OP kemungkinan
Konsentrasi total residu OP dalam serum disebabkan kerena pada saat itu pestisida
mencapai 77,1 ppb (Blora) dan 65,0 ppb golongan OP ini digunakan secara berlebihan.
(Wonogiri), sedang total residu OC secara Meskipun kandungan kedua golongan
berurutan mencapai 4,0 ppb dan 10,5 ppb pestisida (OP = 65,0 – 77,1 ppb; OC = 4,0 –
(Gambar 1). Namun, jumlah sampel serum sapi 10,5 ppb) yang terdeteksi dari serum sapi
yang mengandung residu OC lebih banyak cukup rendah, namun keberadaan pestisida
dibanding OP, yang mana dari 20 sampel asal golongan OC yang persisten dalam tubuh
masing-masing kabupaten terdapat 17 (85%) ternak serta sifatnya yang sulit terurai maka
sampel masing-masing kabupaten yang pembentukan residu dalam produk ternak
mengandung residu OC dibanding 6 (30%) (daging) dan keracunan pestisida dapat terjadi
sampel serum (Blora) dan 1 (5%) sampel sewaktu-waktu seperti pada keadaan kelaparan
serum (Wonogiri) yang mengandung residu dimana deposit lemak dimetabolisme sebagai
OP. Hasil analisis ini menunjukkan bahwa pengganti sumber energi tubuh. Selanjutnya
pencemaran pestisida golongan OC terhadap toksisitas kronis pada tikus dan pada sapi yang
ternak cukup luas dibanding OP. Keadaan ini berlangsung dalam jangka waktu lama dengan
sesuai dengan sifat fisikokimia dari pestisida dosis berulang dapat menimbulkan gejala
golongan OC yang persisten dalam lingkungan imunosupresi dan karsinogenik (GOEBEL et al.,
(tanah, air dan tumbuhan) karena tidak mudah 1982; WALISZEWSKI et al., 2003).

Total residu pestisida dalam serum sapi potong

90
Blora
80 70.06
Wonogiri
70
64.98

60
Konsentrasi residu (ppb)

50

40
35.0

30

20

10.55
10

0
Total residu OC Total residu OP

Gambar 1. Total residu pesitisida golongan OC dan OP dalam serum sapi potong di Blora dan Wonogiri
Jawa Tengah

214
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2006

Pola peternakan sapi potong di Kabupaten Gambar 2 menunjukkan bahwa residu


Blora merupakan peternakan skala sedang pesitisida golongan OC terdeteksi pada seluruh
yang dimiliki oleh Dinas Peternakan setempat produk ternak yang dianalisis dan dari kedua
sebagai ternak penggemukan. Jenis sapi yang kabupaten tersebut. Total residu OC pada
dipelihara terdiri dari peranakan Ongole, sampel asal Blora mencapai 1,82 ppb (daging);
Simental dan silangan Angus. Ternak 0,02 ppb (hati); dan 5,87 ppb (lemak) serta asal
dipelihara di dalam kandang dengan program Wonogiri secara berurutan mencapai 0,53;
pemberian pakan (cut and carry) yang teratur. 1,46; dan 0,41 ppb. Sementara itu residu OP
Pakan ternak terdiri dari jerami, dedak, ampas hanya terdeteksi pada daging (3,08 ppb) dan
tahu dan konsentrat. Dalam hal ini jerami lemak (0,75 ppb) asal Blora, dan hanya pada
merupakan pakan utama bagi ternak yang hati (1,3 ppb) asal Wonogiri.
dipelihara di Blora. Sementara itu pola Konsentrasi residu OC tertinggi pada
peternakan sapi potong di Kabupaten Wonogiri sampel asal Blora ditemui pada lemak (5,87
merupakan peternakan rakyat dengan jumlah ppb) dibanding daging (1.82 ppb)dan hati
kepemilikan antara 1 – 5 ekor per keluarga. (0,02), sedangkan di Wonogiri konsentrasi
Ternak dikandangkan dan diberi pakan ternak residu OC tertinggi terdapat pada hati (1,46
yang sama dengan di Blora. Sehubungan ppb) yang diikuti oleh daging (0,53 ppb) dan
dengan jerami merupakan pakan utama bagi lemak (0,41 ppb). Tingginya konsentrasi residu
ternak potong tersebut yang mana penggunaan OC pada lemak sesuai dengan sifat lipofilik
pestisida dalam kegiatan tanaman padi cukup senyawa pestisida golongan OC yang
tinggi, maka pencemaran jerami oleh pestisida umumnya terakumulasi pada lemak
dapat menjadi sumber pencemaran pada ternak (SEAWRIGHT, 1989; MAITHO, 1992). Sapi asal
potong, sehingga produk ternak yang Blora diperkirakan telah mengalami pemaparan
dihasilkan tercemar residu pestisida yang sama pestisida dalam jangka waktu yang lama dan
(WILLETT et al., 1993). berulang baik melalui pakan tercemar maupun
Terdeteksinya residu pestisida pada serum terkontak langsung. Sementara itu, tingginya
sapi potong di Kabupaten Blora dan Wonogiri, konsentrasi residu OC pada hati di Wonogiri
kemungkinan ada kaitannya dengan residu berkaitan langsung dengan mekanisme OC
pestisida pada produk ternak yang dikoleksi yang terlebih dahulu mengalami metabolisme
dari daerah tersebut. Adanya residu pestisida pada jaringan hati untuk detoksikasi OC
pada sampel yang dianalisis dalam penelitian (SEAWRIGHT, 1989). Dalam hal ini, pemaparan
ini (daging, hati dan lemak), membuktikan pestisida pada sapi asal Wonogiri berlangsung
bahwa sampel jaringan yang dikoleksi secara beberapa saat sebelum dilakukan pemotongan
acak dari pasar tradisional setempat, berasal hewan tersebut.
dari sapi potong di dua kabupaten tersebut.

Tabel 1. Residu pestisida pada serum sapi potong asal Blora dan Wonogiri Jawa Tengah

Jenis dan asal Residu pestisida (ppb)


sampel Lindan Heptaklor Endosulfan Aaldrin Klorfirifos Diazinon
Blora n=20
Serum
Kisaran 0,01 – 13,82 0,02 – 0,05 0,03 – 0,81 0,25 – 0,97 0,90 – 3,99 0,62 – 58,24
X positif 1,85 (15/20) 0,04 (3) 0,43 (11) 0,68 (3) 2,83 (3) 22,84 (3)
X rata-rata 1,38 0,01 0,24 0,10 0,43 3,43
Wonogiri n = 20
Kisaran 0,20 – 3,89 tt tt 0,03 – 1,95 tt 0 – 64,98
X positif 0,75 (11) 0,65 (4) 764,98 (1)
X rata-rata 0,41 0,13 0,25

tt = Tidak terdeteksi; ppb = Par per billion

215
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2006

Tabel 2. Residu pestisida pada daging, lemak dan hati asal dari pasar tradisional di Blora dan Wonogiri
Jawa Tengah

Residu pestisida (ppb)


Jenis dan asal sampel
Lindan Heptaklor Endosulfan Aldrin Klorfirifos Diazinon
Blora n = 6
Daging
Kisaran 0,23-3,40 0,1-0,3 0,3 – 1,7 tt tt 4,5 – 14
X positip 1,75 (5) 0,2 (2) 0,8 (3) 9,25 (2)
X rata-rata 1,46 0,07 0,4 3,08
Lemak
Kisaran 0,09-32,28 0- 0,05 0,22 – 1,90 tt 0 - 4,5 tt
X positip 8,26 (4) 0,05(1) 1,06 (2) 4,6 (1)
X rata-rata 5,51 0,01 0,35 0,75
Hati
Kisaran 0 – 0,14 tt tt tt tt tt
X positip 0,14 (1)
X rata-rata 0,02
Wonogiri n=12
Daging
Kisaran 0,02 – 2,1 tt tt tt tt tt
X positip 1,05 (6)
X rata-rata 0,53
Lemak
Kisaran 0,1 – 1,7 tt tt tt tt tt
X positip 0,7 (7)
X rata-rata 0,53
Hati
Kisaran 0,1 – 2,9 0 – 08 0,7 – 7,8 tt 1,7 – 11,2
X positip 1,09 (8) 0,8 (1) 4,25 (2) 5,2 (3)
X rata-rata 0,73 0,07 0,67 1,3

tt = Tidak terdeteksi; ppb = Par per billion

Tabel 3. Batas maksimum residu (BMR) untuk berbagai jenis pestisida pada daging*

Residu pestida
Parameter Organoklorin Organofosfat
Lindan Heptaklor Endosulfan Aldrin Klorpirifos Diazinon
BMR (ppb) 2000 200 200 200 2000 700
ADI (mg/kg bb) 0.01 0.0005 0.0075 0.0001 0.3 0.002

BMR = Batas maksimum residu; ADI = Acceptable daily intake; * = WHO/FAO (1978)

216
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2006

Rataan total residu pestisida pada lemak, daging dan hati sapi potong di Blora

7
Total organokhlorin
6
Konsentrasi total residu (ppb)

Total organofosfat
5

0
Lemak Daging Hati
Rataan total residu pestisida

Gambar 2. Rataan total residu pestisida pada produk sapi potong di Blora

Rataan total residu pestisida pada lemak, daging and hati sapi di Wonogiri

1.6
Organokhlorin
1.4
Organofosfat
Konsentrasi residu (ppb)

1.2

0.8

0.6

0.4

0.2

0
Lemak Daging Hati
Rataan total residu

Gambar 3. Rataan total residu pestisida pada produk sapi potong di Wonogiri

217
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2006

Gambar 2 menunjukkan bahwa sapi asal yang dikoleksi dan dianalisis pada studi ini
Blora mengalami pemaparan oleh pesitisida tidak berasal dari hewan yang sama, hasil
golongan OC yang berlangsung lebih lama dan analisis menunjukkan bahwa produk ternak
berulang dibanding OP. Konsentrasi residu yang dikoleksi berasal dari lokasi yang sama.
pestisida OC pada lemak lebih tinggi dibanding Berdasarkan jenis pestisida yang terdeteksi
OP. Sedangkan konsentrasi residu OP pada terlihat bahwa pestisida golongan OC paling
daging lebih tinggi dibanding pada lemak. Hal sering dijumpai pada sampel produk
ini menunjukkan bahwa sapi tersebut telah peternakan. Walaupun residu pesitisida OC
terkontaminasi melalui kontak langsung karena terdeteksi berada pada tingkat yang rendah atau
sifat OP yang sangat mudah terdegradasi lebih rendah dari batas maksimum residu
melalui perubahan suhu lingkungan dan cahaya (BMR) yang diizinkan, namun karena sifat
matahari serta dalam kemasan yang persistensi dan kumulatif senyawaan tersebut
diperdagangkan formulasi tetentu larut dalam pada jaringan lemak maka perlu diwaspadai
air (MATSUMURA, 1976). Sama halnya pada dan menjadi perhatian akan bahaya yang
Gambar 3, sapi di Wonogiri mengalami mungkin ditimbulkannya jika produk tersebut
pemaparan oleh pestisida golongan OC, akan dikonsumsi secara berulang dan jangka waktu
tetapi konsentrasi residu OC tertinggi yang lama karena sifatnya yang karsinogenik
terdeteksi pada hati yang diikuti oleh daging dan imunosupresif (VARSHEYA et al., 1988;
dan lemak. Sedangkan residu OP hanya GOEBEL et al., 1982; WILLETT et al., 1993;
terdeteksi pada hati dengan konsentrasi yang WALISZEWSKI et al., 2003).
lebih rendah dibanding OC. Distribusi residu
pestisida golongan OC pada sampel asal Blora
terlihat tinggi pada daging (100%) diikuti oleh KESIMPULAN
lemak (83,3%) dan hati (16,7%). Distribusi
residu pestisida golongan yang sama pada Dari hasil analisis sampel serum dan
sampel asal Wonogiri mencapai 91,7% (hati); produk peternakan (daging, lemak dan hati)
66,7% (lemak); dan 50% (daging). Sementara yang dikoleksi dari Blora dan Wonogiri
itu jenis pestisida yang terdeteksi pada daging ternyata jenis residu pestisida yang terdeteksi
asal Blora lebih beragam dibanding daging asal pada serum sama dengan yang terdeteksi pada
Wonogiri, yang tercatat sebanyak 3 jenis OC produk peternakan. Residu pestisida yang
(lindan, heptaklor dan endosulfan) dan 1 jenis terdeteksi adalah golongan OC (lindan,
OP (diazinon). Sedangkan di Wonogiri hanya heptaklor, endosulfan dan aldrin) dan golongan
terdeteksi lindan (OC) dan tidak terdeteksi OP (klorfirifos dan diazinon).
jenis pestisida OP. Hal ini sesuai dengan jenis Tingkat cemaran yang terdeteksi pada
residu pestisida yang terdeteksi pada serum produk peternakan tidak ada yang melebihi
sapi, yaitu di Blora terdeteksi 4 jenis OC nilai batas maksimum residu (BMR) yang
(lindan, heptaklor, endosulfan dan aldrin) dan 2 diizinkan sehingga masih aman untuk
OP (klorpirifos dan diazinon), dan di Wonogiri dikonsumsi.
hanya terdeteksi lindan dan aldrin (OC). Sampel produk peternakan asal Blora
Meskipun kebanyakan pestisida golongan OC mengandung lebih banyak jenis pestisida yang
telah dilarang penggunaannya, hasil analisis ini terdeteksi dibanding sampel dari Wonogiri, hal
menunjukkan bahwa pencemaran lingkungan ini menunjukkan bahwa pada pakan ternak di
peternakan oleh OC di Blora cukup tinggi Blora lebih benyak tercemar pestisida.
kejadiannya sehingga menimbulkan residu
pestisida tersebut di dalam produk ternak SARAN
melalui pakan dan minuman tercemar maupun
tanah yang tercemar oleh pestisida tersebut. Meskipun tingkat cemaran resdu pestisida
Keadaan yang sama juga dilaporkan oleh pada produk peternakan cukup rendah tetapi
WILLETT et al., (1993), yang mana pencemaran karena mengandung residu pestisida golongan
pada tanah dan hijauan pakan ternak oleh DDT OC maka perlu berhati-hati dalam
di Ohio, USA berakibat terdeteksinya DDT mengkonsumsi sehingga tidak berbahaya bagi
pada susu dan lemak sapi perah antara 1987 kesehatan. Perlu diupayakan untuk mengurangi
sampai 1991. Meskipun sampel produk ternak

218
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2006

tau menghilangkan residu pestisida pada pakan NTOW, W.J. 2003. Organochlorine pesticides in
sebelum diberikan pada ternak. water, sediment, crop and humam fluids in
farming community in Ghana. Food Addit.
Clonmtam. 20(30): 270 – 275.
DAFTAR PUSTAKA
RANDHAWA, S.S., P.J. SINGH and P.S. DHALIWAT.
2000. Endosulfan toxicity in bivines a clinical
BARTIK, M. and A. PISCKAC. 1981. Veterinary
report. Indian Vet. J. 77: 149 – 150.
toxicology. Elsevier Scientifc Publishing Co.
Amsterdam. pp. 129 – 319. SALAS, J.H., M.M. GONZALES, M. NOA, N.A. PEREZ,
G.DIAZ, R. GUTHEREZ, H.ZAZUETA and I.
BURSE, V.W., S.L. HEAD, M.P. KORVER, P.C.
OSUNA. 2003. Organophosphorus pestiside
MCCLURE and J.F. DONAHUE. 1990.
residues in Mexican commercial pasteurized
Determination of selected organochlorine and
milk. J. Agric. Food Chem. 51: 4468 – 4471.
polychlorinated biphenyls in human serum. J.
Anal. Toxicol. 14: 137 – 142. SCHENK, F.J., L. CALDERON and L.V. PODHORNIAK.
1996. Determination of organochlorine
GOEBEL, H., S. GORBACH, W. KAUF, R.H. RIMPAU
pesticide and polychlorinated residues in fatty
and H. HUTTENBACH. 1992. Properties, effects,
fish by tandem solid-phase extraction cleanup.
residues and analytics of insecticides
J. AOAC Int. 79(5): 1209 – 1213.
endosulfan. Residue Rev. 83: 56 – 88.
SEAWRIGHT, A.A. 1989. Animal Health in Australia.
HARYANTO, B. dan WINUGROHO. 2000. Jerami padi
Vol. II. Chemical and Plant Poisons.
fermentasi sebagai ransom dasar ternak
Australian Government Printing Services.
ruminansia. Warta Litbang Pertanian 25(3):
Canberra. pp. 204 – 207.
1 – 2.
VARSHEYA, C., H.S. BAGHGA and L.D. SHARMA.
INDRANINGSIH, C.S. MCSWEENEY, S. BAHRI dan
1988. Effect of insecticide on humoral
YUNINGSIH. 1990. Residu endosulfan pada
immune response in cockerels. Short
tanah bekas tanam kedelai dan limbah
Communication. Bri. Vet. J. 144: 610 – 612.
pertaniannya serta kemungkinan pengaruhnya
pada ternak. Penyakit Hewan XXII(40): WHO/FAO. 1978. Codex Alimentarius Commission:
133 – 137. Guide to Codex Recommendations Concerning
Pesticide Residue. Part 2. Maximum limits for
MAITHO, T. 1992. A study of pesticide residues in
pesticide residues. FAO/WHO Rome. pp. 67 –
bovine fat from Kenya, Zimbabwe Vet. J. 23
109.
(2): 67 – 71.
WILISZEWSKI, S.M., R VILLALOBOS-PIETRINI, S.
MATHIUS, I.W., AZMI, B.P. MANURUNG, D.M.
GOMEZ-ARROYO and R.M. INFANZON. 2003.
SITOMPUL dan E. PRIYATOMO. 2004. Imbangan
Persistent organochlorine pesticide levels in
pemanfaatan produk samping sebagai bahan
cow’s milk samples from tropical resgions of
dasar pakan. Pros. Sistem Integrasi Tanaman –
Mexico. Food Addit. Contai. 20 (3): 270 –
Ternak. Denpasar, 20 – 22 Juli 2004.
205.
Puslitbang Peternakan, BPTP Bali dan
CASREN hlm. 439 – 446. WILLETT, L.B., A.F. O’DONNELL, H.I. DURST and
M.M. KURZ. 1993. Mechanisms of movement
MATSUMURA, F. 1976. Degradation by sunlight and
of organochlorine pesticides from soils to
other physical factors. In: Toxicology of
cows via forages. J. Dairy Sci. 76: 1635 –
Insecticides. Plenum Press, London 342.
1644.
MUSOFIE, A. 1985. Potensi dan pemanfaatan pucuk
tebu sebagai pakan ternak. J. Litbang
Pertanian IV(2): 32 – 37.

219

Anda mungkin juga menyukai