Anda di halaman 1dari 15

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Peninggian kadar Bilirubin darah pada bayi sering ditemukan terutama pada hari-
hari pertama kehidupannya walaupun patogenesis belum diketahui secara pasti pada
tingkat bilirubin tertentu, mungkin terjadi kerusakan susunan saraf pusat yang dikenal
dengan Kernikterus. Keadaan ini terjadi karena melekatnya pigmen bilirubin pada sel-sel
otak dan merusak fungsi sel tersebut.
Ikterus terjadi apabila terdapat akumulasi bilirubin dalam darah. Pada sebagian
besar neonatus, ikterus akan ditemukan dalam minggu pertama kehidupannya.
Ditemukan bahwa angka kejadian ikterus terdapat pada 60% bayi cukup bulan dan pada
80% bayi kurang bulan. Ikterus ini pada sebagian penderita dapat berbentuk fisiologik
dan sebagian lagi mungkin bersifat patologik yang dapat menimbulkan gejala yang
menetap atau menyebabkan kematian. Karenanya setiap bayi dengan ikterus harus
mendapatkan perhatian terutama apabila ikterus ditemukan dalam 24 jam pertama
kehidupan bayi. Bermacam-macam cara pencegahan dan pengobatan hiperbilirubinemia
telah banyak dikenal dan diketahui saat ini.
Sejak tahun 1958 Kremer melaporkan pengaruh terapi sinar dalam menurunkan
kadar bilirubin darah neonatus maka penelitian mengenai masalah ini telah banyak
dilakukan. Lucey tahun 1968 telah banyak membuktikan kemampuan terapi sinar dalam
mencegah hiperbilirubinemia pada prematuritas. Sejak itu terapi sinar dipakai secara rutin
baik dalam pencegahan maupun dalam pengobatan hiperbilirubinea pada neonatus.
B. Tujuan Penulisan
Tujuan dari penulisan makalah ini adalah :
a. Mengetahui konsep perawatan bayi yang terpasang fototerapi.
b. Mengetahui tentang prosedur penatalaksanaan fototerapi.
C. Metode Penulisan
Adapun teknik yang digunakan untuk menyusun makalah ini adalah dengan studi
kepustakaan, diskusi ,dan mengumpulkan beberapa sumber yang dapat menunjang dalam
penyelesaian makalah ini.

1
D. Sistematika Penulisan
BAB I PENDAHULUAN, bab ini terdiri dari latar Belakang, tujuan penulisan,
metode penulisan dan sistematika penulisan.
BAB II IKTERUS DAN HIPERBILIRUBINEMIA PADA NEONATUS, bab ini
terdiri dari pengertian ikterus, etiologi, patofisiologi, diagnosis, dan penatalaksanaan.
BAB III FOTOTERAPI, bab ini terdiri dari pengertian fototerapi, tujuan fototerapi,
indikasi, kontraindikasi, mekanisme kerja, alat yang digunakan, teknik penatalaksanaan
fototerapi, efek dan komplikasi, dan hal-hal yang perlu diperhatikan dalam perawatan
bayi dengan terapi sinar.
BAB IV KESIMPULAN

2
BAB II
IKTERUS DAN HIPERBILIRUBINEMIA PADA NEONATUS

A. Pengertian Ikterus
Ikterus adalah suatu proses terjadinya akumulasi pigmen bilirubin yang larut
lemak didalam kulit, tidak terkonjugasi, non-polar C bereaksi indirect yang dibentuk dari
Hb oleh kerja hemeoksigenase, biliverdin reduktase dan agen pereduksi non-enzimatik
dalam sel retikulo endoternal. (Markum).

B. Etiologi
Hiperbilirubinemia dapat disebabkan oleh bermacam-macam keadaan, penyebab
yang tersering ditemukan adalah haemolisis yang timbul akibat incompatibilitas golongan
darah ABO atau defisiensi enzim G6PD. Haemolisis ini dapat pula timbul karena adanya
pendarahan tertutup (hematoma sepal, pendarahan subaponeurotik) atau incompatibilitas
golongan darah Rh. Terjadinya hiperbilirubin yang lain biasanya karena faktor infeksi,
hipoksia/anoxia, obstruksi, prematuri, dehidrasi dan asidosis, hipoglikemi dan
polysitemia.

C. Patofisiologi
Peningkatan kadar bilirubin terjadi pada beberapa keadaan diantaranya yang
sering pada beban bilirubin pada sel hepar yang berlebihan, ditemukan jika terdapat
peningkatan penghancuran eritrosit, meningkatnya bilirubin dari sumber lain.
Gangguan peningkatan bilirubin plasma menimbulkan peningkatan bilirubin
tubuh jika kadar protein-y berkurang atau protein-y dan protein-z terikat anion lain.
Selain itu keadan yang lain memperhatikan peningkatan kadar bilirubin diremukan
gangguan konjugasi hepar.
Pada derajat tertentu, bilirubin bersifat toksik dan merusak jaringan tubuh
terutama pada bilirubin indirect yang sukar larut dan air dan lemak yang dapat menembus
sawar darah otak. Jika kadar bilirubin indirect lebih dari 20 mg/dl bisa menimbulkan
kelainan pada susunan saraf pusat. Bilirubin indorect akan mudah melalui sawar darah

3
otak apabila bayi dengan keadaan imaturitas, BBLR, hipoksia, hiperkarbia, hipoglikemia,
kelainan SSP yang terjadi karena trauma atau infeksi

D. Diagnosis
Yang termasuk pada anamnesa pada diagnosis hiperbilirubin diantaranya riwayat
incompatibilitas darah, riwayat transfusi tukar atau terapi sinar sebelumnya, faktor resiko
persalinan dan kehamilan, baik kehamilan dengan komplikasi, obat yang diberikan
dengan tindakan/persalinan, kehamilan dengan DM, gawat janin, infeksi intranatal,
malnutrisi, intrauterin, dll.
Secara klinis ikterus pada neonatus terlihat segera setelah lahir dan ikterik
tersebut bergantung pada penyebab ikterus itu sendiri. Bayi dengan peninggian kadar
bilirubin indirect, kulit tampak kuning terang sampai jingga, dan gangguan obstruksi
empedu berwarna kuning kehijauan. Selain kuning, klien mungkin terdapat gejala
minimal misalnya tampak lemah dan nafsu minum berkurang, anemia, petekie,
pembesaran hepar, pendarahan tertutup, gangguan nafas, gangguan saraf dan sirkulasi.
Hal tersebut ditemukan pada ikterus berat atau hiperbilirubi berat.
Ikterus yang timbul hari pertama sesudah lahir kemungkinan disebabkan oleh
incompatibilitas golongan darah (ABO, Rh, dll.), infeksi intrauterin, pada hari kedua dan
ketiga merupakan ikterus fisiologik, ikterus hari keempat dan kelima mungkin
merupakan kuning karena ASI atau terjadi pada bayi yang menderita sindrom gawat
nafas, bayi dari ibu yang DM, ikterus minggu pertama biasanya terjadi pada atresia
duktus koledukus, hepatitis neonatal, stenosus pilorus, hipotiroidisme, galak tosemia,
infeksi pasca natal, dll.

E. Penatalaksanaan
Tujuan utama pada ikterus neonatal adalah untuk mengendalikan agar kadar
bilirubin serum tidak mencapai nilai yang dapat menimbulkan kernikterus/enselofalopati
biliaris serta mengobati penyebab langsung ikterus tadi. Dimana kernikterus merupakan
sindrom neurolis akibat pengendalian bilirubin tidak terkonjungasi didalam sel-sel otak.
Bilirubin indirect yang larut dalam lemak dapat melewati sawar darah otak dan masuk ke
otak dengan cara difusi apabila kapasitas albumin untuik mengikat bilirubin dan protein

4
plasma lainnya terlampaui dan kadar bilirubin bebas dalam plasma bertambah. Cara lain
bilirubin dapat memasuki otak pasca kerusakan sawar darah otak asfixia atau
hiperosmolaritas. Pengendalian kadar bilirubin dilakukan dengan mengusahakan agar
konjungasi bilirubin lebih cepat berlangsung. Untuk mengendalikan kenaikan kadar
bilirubin dengan terapi sinar atau transfusi tukar dan untuk dapat menghambat
metabolisme bilirubin dengan pemberian subtrat.

5
BAB III
FOTOTERAPI

A. Pengertian Fototerapi
Fototerapi adalah suatu alat berupa sinar lampu ultraviolet yang bersifat
fluorescence dengan panjang gelombang tertentu yang diberikan pada bayi
dengan hiperbilirubinemia untuk menurunkan kadarnya dari bilirubinemia
pathogen menjadi a-pathogen. Prinsipnya adalah bilirubin dipecah menjadi
dipyrole yang tidak toksik dan segera dikeluarkan dari tubuh melalui urine dan
feces. Alat tersebut terbuat dari rangkaian lampu TL, meniliki panjang gelombang
tertentu dapat masuk melalui pori-pori kulit bayi dan mempengaruhi kadar
bilirubin dalam darah bayi. Alatnya berupa blue light, green light, dan dry light
dengan spectrum ideal 420-450 mu.

B. Tujuan Fototerapi
1) Mengurangi atau menurunkan kadar bilirubin dalam darah pada
bayi premature.
2) Mengubah kadar bilirubin pathogen menjadi bilirubin yang a-
pathogen, sehingga tidak terjadi kernikterus.

C. Indikasi
1. Menurut Canadian Pediatric Society (CPS), berdasarkan
bayi kuning cukup bulan dengan atau tanpa resiko.
Umur Kadar Bilirubin Total (mg/dl)
Tanpa Resiko Dengan Resiko
(jam)
24 10 8
48 15 13
>72 >18 >16
Setiap saat apabila kadar bilirubin indirect lebih dari 10 mg/dl pada bayi
premature dan mature.

2. Bayi dengan penyakit hemolitik.

6
a. Ketidaksesuaian Rh
b. Incompabilitas ABO

3. Berdasarkan BB.
BB (gr) Kadar Bilirubin (mg/dl)
<1000 Dimulai dalam 24 jam 1
1000-1500 7-9
1500-2000 10-12
2000-2500 13-15
>2500 dan bayi sakit 12-15

4. Sebagai profilatik.
a. Bayi dengan BB < 1500 gr yang cenderung
berlanjut pada bilirubin patologis.
b. Bayi premature dengan memar berat.
c. Bayi dengan haemolisis sementara menunggu
transfusi ganti.

5. Berdasarkan kadar bilirubin atau hari ditemukan.


Bilirubin BBL 24-48 48-72
<24 jam >72 jam
(mg/dl) (gr) jam jam
<5
5-9 Fototerapi
<2500 Fototerapi
Tranfusi
10-14 >2500 Bila Bilirubin
tukar
>12
<2500 Transfusi
15-19 Transfuse tukar tukar
>2500 Fototerapi
>20 Transfuse tukar

6. Sebelum dan sesudah exchange transfuse.

7
7. Kadar Bilirubin Serum Indirek Maksimum yang
Disarankan pada Bayi Preterm (Ilmu Kesehatan Anak Nelson)
BBL
Tidak ada komplikasi Ada Komplikasi*
(g)
<1000 12-13 10-12
1000-1250 12-14 10-12
1251-1499 14-16 12-14
1500-1999 16-20 15-17
2000-2500 20-22 18-20
*Komplikasi meliputi asfiksia perinatal, asidosis, hipoksia, hipotermi, hipoalbuminemia,
meningitis,PIV, hipoglikemia, atau tanda-tanda kernikterus.

8. Pada bayi yang dilahirkan di rumah yang dilaporkan adanya jaundice sebelum
umur 24 jam.

D. Kontraindikasi
1. Hyperbilirubinemia karena Bil. Direk (hepatitis)
2. Hyperbilirubinemia obstruksi (atresia biliaris)
3. Sepsis bilirubinemia.

E. Mekanisme kerja
Terapi sinar dapat menimbulkan dekomposisi bilirubin, dimana kadar
bilirubin dalam serum dipecah dari tetrapirol menjadi dipirol sehingga mudah
larut dalam air dan tidak toksik yang dikeluarkan melalui melalui urine
(urobilinogen) dan faeces (sterkobilin).
Energi yang berasal dari cahaya pada foto therapy ini nakan memepercepat
proses degradasi bilirubin yang tidak dikonjugasi pada kulit menjadi senyawa-
senyawa yang non toksik.
Efek langsung berupa pengaruh dari cahaya yang terjadi pada kulit atau
jaringan di bawahnya. Sinar ultraviolet mengakibatkan dilatasi pembuluh darah
kapiler dan berakibat menjadi hiperpigmentasi kulit.

8
Baik fototerapi warna biru atau putih, kedua-duanya mempunyai lampu
fluorescence yang hasilnya berguna terhadap bayi untuk menjaga kesehatannya
ataupun untuk pengobatan bayi yang sakit.
Alat yang lebih sederhana dan murah untuk fototerapi, terdiri dari 10 buah day
light berkekuatan masing-masing 220 watt, ditempatkan dalam satu kotak yang
diberi ventilasi. Di bawah lampu dipasang plexiglass untuk menghalangi pancaran
sinar ultraviolet yang berbahaya bagi bayi, kemudian diantara lampu dan
plexiglass tadi dipasang filter berwarna biru sehingga alat ini mengeluarkan sinar
spectrum biru. Seperti diketahui bahwa blue light ini sangat efektif dalam
menurunkan kadar bilirubin, akan tetapi daylight pun cukup memadai dan aman.

F. Alat yang Digunakan


o Lampu neon 20 watt, 110 volt atau 220 volt.
o Jarak dari lampu ke tubuh anak ± 45 cm.
o Diantara sumber cahaya dan bayi ditempatkan gelas flexi (flexiglass) untuk
menahan sinar ultraviolet.
o Lampu dipakai 200-400 jam, kemudian diganti, atau tergantung kemampuan
masing-masing lampu.

G. Teknik Penatalaksanaan
1. siapkan alat
2. bayi disiapkan, liat nomor penengnya jangan sampai tertukar dengan bayi
lain.
3. periksa bilirubin totalnya, bila lebih dari 7 atau 10 mg%, siapkan
fototerapi.
4. pakaian bayi dileps dalam dalam box atau inkubator.
5. mata ditutup oleh kain berwarna hitam atau kertas karbon dilapisi kain
atau khass yang yang lembut, demikian juga genetalinya agar tidak terkena
sinar, mencegah choriocetinitis dan mandul.
6. atur jarak lampu dengan bayi 45-55 cm.

9
7. bagian bawahunit fototerapi ditutup dengan flexiglass setebal 0,25 inci
untuk menahan ultraviolet.
8. hubungkan alat dengan stop kontak yang sesuai dengan voltasenya.
9. catat mulai pemasangan jam berapa, tanggal berapa, agar dapat
menghitung jumlah lama pemberian.
10. lama penyinaran tidak sama kadang-kadang sampai 100 jam atau bila
kadar bilirubinnya sudah dibawah 7 mg%.
11. posisi bayi diubah setiapa 6 jam.
12. ukur suhu tubuh bayi setiap 2-4 jam.
13. waktu pemberian minum, fototerapi distop terlebih dahulu.
14. selam apenyinaran, ibu diijinkan kontak dengan bayi.
15. pantau keseimbangan cairan dan elekrolit, periksa kadar bilirubin total tiap
12-24 jam.
16. berikan ekstraminum 10-15 ml/kg BB.
17. awasi kulit terhadap komplikasi selama fototerapi.
18. setelah yakin fototerapi tidak digunakan lagi alat fototerapi dibereskan.
19. penutup mata dan genetalia diangkat.
20. awasi TTV dan cek bilirubin setelah 24 jam.

H. Efek dan Komplikasi


a) Efek
1. Peningkatan “insensible water loss” pada bayi.
Hal ini terutama akan terlihat pada bayi kurang bulan. Oh et al (1972)
melaporkan kehilangan ini dapat meningkat 2-3 kali lebih besar dari
keadaan biasa. Untuk hal ini pemberian cairan pada penderita dengan
terapi sinar perlu diperhatikan dengan sebaik-baiknya.
2. Frekuensi defekasi yang meningkat.
Banyak teori yang menjelaskan kejadian ini, antara lain dikemukakan
karena meningkatnya peristaltik usus ( windor fer et al 1975). Bakken
(1976) mengemukakan bahwa diare terjadi karena efek skunder yang
terjadi pada pembentukan enzim laktase karena meningkatnya bilirubin

10
indirek pada usus. Pemberian susu dengan kadar laktosa rendah akan
mengurangi timbulnya diare. Teori ini masih belum dapat dibuktikan
secara pasti karenanya masih sering dipertentangkan (chung et al 1976).
3. Timbulnya kelainan kulit yang disebut “flea bite rash” di daerah muka,
badan dan ekstremitas. Kelainan akan segera hilang setelah terapi
dihentikan. Pada beberapa bayi dilaporkan pula kemungkinan terjadinya
sindrom bayi perunggu (Kopermen et al, 1972) hal ini terjadi karena tubuh
tidak mampu mengeluarkan dengan segera hasil terapi dari bilirubin.
Perubahan warna kulit yang sementara ini tidak mempengaruhi proses
tumbuh kembang bayi.
4. Kenaikan suhu
Beberapa penderita yang mendapatkan terapi mungkin memperlihatkan
kenaikan suhu. Bila hal ini terjadi, terapi masih terus dapat dilakukan
dengan mematikan sebagian lampu yang dipergunakan.
5. Beberapa kelainan seperti gangguan minum, letargi, intabilitas, dll
kadang-kadang ditemukan pada penderita. Keadaan ini hanya bersifat
sementara dan akan menghilang dengan sendirinya.
6. Beberapa kelainan yang sampai saat ini masih belum diketahui secara
pasti adalah kelainan gonad, terjadinya hemolisis darah dan beberapa
kelainan metabolisme lain.
7. Kelainan Bronzo Baby Syndrome, pada keadaan bilirubin terkonjugasi
yang tinggi, fototerapi menyebabkan fotodestruksi dari Cooper
porphyrins, sehingga urin dan kulit berwarna brozone.
b) Komplikasi
1. Gangguan retina.
Kelainan retina ini hanya ditemukan pada binatang percobaan (Noell et al,
1966) penelitian Dobson et al (1975) tidak dapat membuktikan adanya
perubahan fungsi pada retina demikian pula fungsi mata pada umumnya.
Walaupun demikian penyelidikan selanjutnya masih harus terus
dijalankan.

11
2. Gangguan pertumbuhan pada binatang
percobaan.
Walaupun pada percobaan binatang ditemukan kelainan pertumbuhan
(Ballwics et al 1970, Lucey et al 1972) dan Drew et al 1976 secara klinik
tidak dapat menemukan kelainan tumbang bayi tersebut. Meskipun
demikian hendaknya pemakaian terapi sinar dilakukan dengan indikasi
yang tepat.
3. Kemandulan

I. Hal-hal Yang Diperhatikan Dalam Perawatan Bayi Dengan Terapi Sinar


Hal-hal yang diperhatikan dalam perawatan bayi, diantaranya :
1. Diusahakan agar bagian tubuh bayi yang terkena sinar dapat seluas
mungkin dengan membuka pakaian bayi
2. Kedua mata dan gonad ditutup dengan penutup yang dapat memantulkan
cahaya
3. Bayi diletakkan 45-55 cm dibawah sinar lampu. Jarak ini dianggap jarak
yang terbaik untuk mendapatkan energi yang optimal.
4. Posisi bayi sebaiknya diubah-ubah setiap 8 jam agar bagian tubuh yang
kena cahay dapt menyeluruh
5. Suhu bayi diukur secara berkala 4-6 jam sekali untuk menghindari
hiperthermi.
6. Kadar bilirubin diperiksa setiap 8 jam atau sekurang-kurangnya sekali
dalam 24 jam
7. Hb juga harus diperiksa secar berkala terutama pda penderita denga
hemolisis
8. Perhatikan hidrasi bayi sangat perlu cairan bayi dinaikkan.
9. Lamanya terapi sinar dicatat.
10. Awasi voltase listrik dan instalasinya.
11. Selalu awasi TTV, tanda komplikasi dini dan merawa sesuai dengan
kebutuhan dasar manusianya.

12
Bila di dalam evaluasi bayi tidak terlihat banyak perubahan dalam konsentrasi
bilirubin , perlu diperhatikan kemungkinan lampu yang tidak efektif atau adanya
komplikasi pada bayi seperti dehidrasi, hipoxia, infeksi, gangguan metabolisme,
dan lain-lain. Dalam hal ini komplikasi tersebut harus diperbaiki.

13
BAB IV
KESIMPULAN

Fototerapi adalah suatu alat berupa sinar lampu ultraviolet yang bersifat
fluorescence dengan panjang gelombang tertentu yang diberikan pada bayi
dengan hiperbilirubinemia untuk menurunkan kadarnya dari bilirubinemia
pathogen menjadi a-pathogen.
Indikasi fototerapi untuk membantu pada bayi premature dengan kelainan
bilirubin perlu diketahui dan diperhatikan cirri-ciri kondisi dan mengenal dini
efek juga harus
memperhatikaöööööööööööööööööööööööööööööööööööööööööööööööööööööö
öööööööööööööööööööööööööööööööööööööööööööööööööööööööööööööööööö
öööööööööööööööööööööööööööööööööööööööööööööööööööööööööööööööööö
öööööööööööööööööööööööööööööööööööööööööööööööööööööööööööööööööö
öööööööööööööööööööööööööööööööööööööööööööööööööööööööööööööööööö
öööööööööööööööööööööööööööööööööööööööööööööööööööööööööööööööööö
öööööööööööööööööööööööööööööööööööööööööööööööööööööööööööööööööö
öööööööööööööööööööööööööööööööööööööööööööööööööööööööööööööö
penderita-penderita yang memang memerlukan pengobatan yang lebih intensif
seperti tindakan transfuse ganti tidak akan tertunda. Di samping itu fototerapi juga
akan berhasil dengan memuaskan apabila tata cara perawatan penderita juga
diperhatikan sebaik-baiknya sehingga efektifitas alat yang dipergunakan dapat
dicapai secara optimal.

14
Daftar Pustaka

Behrman, dkk. Editor : Prof.DR.dr.A. Samik W,ApA(K). 1999. Ilmu Kesehatan Anak
Nelson Vol.1, Edisi 15. Jakarta : EGC.
Kadin, Nartono. 1984. Naskah Lengkap Pendidikan Tambahan Berkala Ilmu Kesehatan
Anak . Jakarta : Balai Penerbit FK. UI.
Markum, H.A. 1991 . Buku Ajar Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta : Balai Penerbit FK. UI.
Tim Kep. Anak. 2005. Prosedur Tindakan Keperawatan Anak. Bandung : Poltekkes
Bandung Prodi Kep. Bandung.
Wnarti, Wiwi. 1990. Diktat Perawatan Pada Bayi Dengan Resiko. Bandung.
Wnarti, Wiwi. 2003. Askep Pada Bayi Dengan Pemasangan Fototerpi Berhubungan
Dengan Hiperbilirubinemia. Bandung : Poltekkes Bandung Prodi Kep. Bandung.

15

Anda mungkin juga menyukai