Anda di halaman 1dari 35

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur bagi Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat,
karunia dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan proposal skripsi
yang berjudul “Pegaruh sikap ketidakpatuhan pajak dan teknologi informasi
perpajakan terhadap penggelapan pajak”. Proposal kripsi ini disusun untuk
menjadi syarat skripsi studi jenjang strata 1 (S1) Jurusan Akuntansi, Fakultas
Ekonomi dan Bisnis Universitas Pamulang. Penulis juga menyadari bahwa
proposal ini dapat terselesaikan dengan baik karena doa, arahan, motivasi, dan
semangat yang diberikan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis
mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada:
1. Bapak Dr. (H.C) H. Darsono selaku Ketua Yayasan Sasmita Jaya.
2. Bapak Dr. H. Dayat Hidayat, M.M selaku Rektor Universitas Pamulang.
3. Bapak Dr. H. Rasmadi, M.Pd selaku Wakil Rektor I Universitas Pamulang.
4. Bapak H. Endang Ruhiyat, SE., M.M., CSRA, selaku Dekan Fakultas
Ekonomi Universitas Pamulang
5. Bapak Effriyanti, S.E, Akt., M.Si., CA selaku Ketua Program Studi
Akuntansi.
6. Bapak Dr. H. Sugiyanto, S.E., M.M., CMA., CT., CHT., selaku Dosen
Metodologi Penelitian yang telah memberi arahan sehingga penulis dapat
menyelesaikan proposal ini.
7. Seluruh Dosen Fakultas Ekonomi Universitas Pamulang yang telah
memberikan ilmu bagi kami.
8. Untuk kedua Orang Tua yang selalu mendoakan dan menyemangati tanpa
hentinya kepada penulis.
Tangerang selatan, September 2019

RIZKI RAMADHAN
NIM.2016122221

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ........................................................................................................ i

DAFTAR ISI...................................................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN .................................................................................................. 1

1.1 Latar Belakang Masalah .......................................................................................... 1

1.2 Rumusan Masalah .................................................................................................... 6

1.3 Tujuan Penelitian ..................................................................................................... 6

1.4 Manfaat Penelitian ................................................................................................... 6

1.5 Sistematika Penulisan .............................................................................................. 7

BAB II TINJAUAN PUSTAKA....................................................................................... 8

2.1. Landasan Teori........................................................................................................ 8

2.1.1 Theory of Planned Behavior (TPB) .................................................................. 8

2.1.2 Teori Atribusi .................................................................................................. 11

2.1.3 Penggelapan Pajak ........................................................................................... 12

2.1.4 Ketidakpatuhan Pajak ..................................................................................... 13

2.1.5 Teknologi Informasi Perpajakan ..................................................................... 14

2.2 Penelitian Terdahulu ............................................................................................... 15

2.3 Kerangka Pemikiran............................................................................................... 17

2.4 Pengembangan Hipotesis ....................................................................................... 17

2.4.1 Pengaruh Sikap Ketidakpatuhan Pajak terhadap Niat untuk melakukan


Penggelapan Pajak .................................................................................................... 17

2.4.2 Pengaruh Teknologi Informasi Perpajakan terhadap Niat untuk melakukan


Penggelapan Pajak .................................................................................................... 18

BAB IIIMETODE PENELITIAN ................................................................................. 20

3.1 Jenis Penelitian....................................................................................................... 20

ii
3.2 Tempat Penelitian .................................................................................................. 20

3.3 Variable Penelitian ................................................................................................. 20

3.4 Variabel Operasional ............................................................................................. 21

3.5 Populasi dan Sampel .............................................................................................. 22

3.5.1 Populasi ........................................................................................................... 22

3.5.2 Sampel............................................................................................................. 23

3.6 Teknik Pengumpulan Data ..................................................................................... 23

3.7 Teknik Analisis Data............................................................................................. 24

3.7.1 Statistik Deskriptif .......................................................................................... 24

3.7.2 Uji Kualitas Data............................................................................................. 24

3.7.3 Uji Asumsi Klasik ........................................................................................... 25

3.7.4 Uji Hipotesis ................................................................................................... 27

DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................................... 30

iii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Negara Indonesia sebagai salah satu negara berkembang dikawasan Asia

dalam pembangunannya membutuhkan dna untuk membiayainya. Dana tersebut

dapat berasal dari berbagai macam sumber pendatan, salah satunya adalah pajak

(Sumarsasi dalam Saputri 2018). Menurut S.I Djajadiningrat pajak merupakan

penyerahan sebagian kekayaan seseorang kepada negara karena sebuah keadaan,

kejadin, dan perbuatan tertentu tetapi tidak mengacu pada hukuman melainkan

sebuah kewajiban yang dapat dipaksakan menurut peraturan pemerintah dan tidak

ada timbal balik secara langsung dari negara untuk memelihara kesejahteraan

masyarakat umum. Sedangkan Soemitro berpendapat bahwa pajak adalah iuran

yang diserahkan rakyat kepada negara, dimana tidak ada timbal balik

(kontraprestasi) yang dirasakan secara langsung dan dapat dipaksakan berdasar

Undang-undang yang digunakan untuk membiayai pengeluaran umum (Resmi

dalam Saputri 2018).

Tercantum dalam Undang-undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun

2007 Tentang Ketentuan dan Tata cara Perpajakan, pajak adalah kontribusi Wajib

Pajak kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat

memaksa berdasarkan Undang-undang dengan tidak mendapatkan imbalan secara

langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya

kemakmuran rakyat. Dari definisi tersebut dapat disimpulkan bhawa pajak bukan

1
sekedar kewajiban, tetapi merupakan hak dari setiap warga negara untuk ikut

berpartisipasi dalam bentuk peran serta terhadap pembiayaan negara dan

pembangunan nasional.

Pemerintah telah melakukan berbagai cara meningkatkan penerimaan

pajak sebagai salah satu sumber penerimaan yang ptensial. Salah satu langkah

yang dilakukan pemerintah dimulai dengan reformasi perpajakan tahun 1984

dengan memperkenalkan pemungutan pajak self assessment system dimana Wajib

pajak diberikan kepercayaan untuk mendaftarkan diri, menghitung pajak terutang

dan melaporkan hasil perhitungan pajaknya ke Kantor Pelayanan Pajak (KPP).

Sehingga berhasil tidaknya pelaksaan pemungutan pajak tergantung pada wajib

pajak, aparat pajak hanya bertugas mengawasi, melayani, dan memberikan

penyuluan kepada Wajib Pajak.

Penyebab belum optimalnya penerimaan pajak di Indonesia adalah adanya

pelaggaran pajak, yaitu rendahnya tingkat kepatuhan Wajib Pajak dalam

memenuhi kewajiban pajaknya. Rendahnya tingkat kepatuhan Wajib Pajak, antara

lain dapat dilihat dari rendahnya kepatuhan formal Wajib Pajak dalam

menyampaikan SPT Tahunan Pajak penghasilan (PPh) (Hidayat dan Nugroho

dalam Saputri, 2018). Perilaku ketidakpatuhan pajak ini disebabkan karena sifat

dasar manusia yang tidak melakukan kewajiban sesuai dengan ketentuan yang

berlaku (Mustikasari dalam Saputri, 2018). Kesadaran dan kepatuhan Wajib Pajak

merupakan faktor penting bagi peningkatan penerimaan pajak, maka perlu dikaji

lebih dalam tentang faktor-faktor yang mempengaruhi kepatuhan pajak Wajib

Pajak akan pribadi. Suminarsasi dalam Saputri (2018) menemukan bahwa belum

2
optimalnya sistem pajak di Indonesia dan rendanya pemahaman Wajib Pajak akan

peraturan perpajakan merupakan salah satu faktor yang memicu Wajb Pajak

melakukan penggelapan pajak.

Penggelapan Pajak adalah tindakan yang dilakukan oleh wajib pajak untuk

mengurangi jumlah pajak terutang atau sama sekali tidak membayarkan pajak

melalui cara-cara ilegal. Rohatgi (2007) menyatakan bahwa tax evasion adalah

niat untuk menghindari pembayaran pajak terutang, dengan cara

menyembunyikan data dan fakta secara sengaja dari otoritas pajak, dan ini

merupakan tindakan ilegal. Contoh umum penggelapan pajak misalnya wajib

pajak tidak melaporkan SPT (Surat Pemberitahuan Tahunan) atau tidak

membebankan.

Saat ini, jumlah pembayaran pajak orang pribadi di Indonesia baru 27,5

juta atau 11,1 % dari jumlah penduduk sekitar 249 juta. Dari 27,5 juta tersebut

baru 10,25 juta 4,1% yang melaporkan penghasilannya. Kemudian, dari jumlah

tersebut hanya 0,8 juta yang melakukan pembayaran. Tentu menjadi dilema jika

kepatuhan melakukan kewajiban membayar pajak masih rendah. Padahal, sumber

pembiayaan negara tidak ada yang dominan kecuali dari pajak. Hampir 75%

sumber APBN berasal dari pajak yakni Rp.1.360 triliun dari sumber pendatan

Negara sebesar Rp. 1.822 triliun. Meskipun penerimaan pajak dari tahun ke tahun

semakin meningkat, tidak menutup kemungkinan akan terjadi penurunan yang

disebabkan oleh penggelapan pajak yang dilakukan.

Hal yang mendasar menjadi alasan individu memiliki niat untuk

melakukan penggelapan pajak karena faktor kebutuhan (Kaplan, Rockers, dan

3
Roark 1988). Hal lain yang menjadi pertimbangan dalam perilaku penggelapan

pajak jika beberapa anggota masyarakat lainnya diketahui juga ikut terlibat dalam

tindakan penggelapan pajak (Kaplan 1988). Tingkat penggelapan pajak disuatu

wilayah juga menjadi alasan mendasar individu berniat melakukan tindakan

penggelapan pajak. Ketika mayoritas penduduk melakukan tindakan penggelapan

pajak, orang lain akan berfikir tidak adil kalau tidak terlibat juga (Weigel,

Hessing, dan Elffers, 1987; Nhavira, 2016). Sebaliknya juga, lingkungan sekitar

juga dapat memberikan dampak positif dengan mempengaruhi individu menjadi

lebih patuh (Darmayanty, Sutrisno, dan Baridwan, 2015). Peran lingkungan

sekitar sangat mempengaruhi wajib pajak dalam bertindak membuat keputusan

perpajakan (Weigel et al., 1987; Gcabo dan Robinson, 2007; Pickhardt dan Prinz,

2013; Khan dan Ahmad,2014; Bidin et al., 2014; Yadav, Ali, Anis, Tuladhar,

2015; Damayanti et al., 2015; Damayanti et al., 2016).

Penelitian-penelitian terdahulu banyak yang menguji perilaku wajib pajak

atas tindakan perpajakan, namun peneliti terdahulu lebih banyak menggunakan

studi survey. Ada beberapa hal yang membenarkan wajib pajak bertindak

menyimpang dari kewajiban perpajakan. Penghindaran pajak dipandang dapat

dibenarkan ketika alokasi dana pajak dipergunakan secara tidak adil, kurangnya

transparansi dalam penggunaan dana pajak, perlakukan diskriminasi terhadap

agama atau etnis tertentu, pengenaan tarif pajak terlalu tinggi sistem pajak terlalu

tinggi sistem pajak terlalu tinggi sistem pajak tidak adil, dan masih banyak alasan

lainnya (Fagbemi, Uadiale, dan Noah, 2010; Nhavira, 2016; Obeid, 2015; Mitu,

2016. Kemungkinan lain penyebab wajib pajak enggan membayar pajak karena

4
peraturan pajak yang berbelit dan susah dipahami. Perilaku kepatuhan pajak juga

akan meningkat jika wajib pajak memiliki kepercayaan pada otoritas pajak

(Damayanti et al. 2015; Faizal, Palil, Maelah, Ramli, 2017). Karena timbulnya

penggelapan pajak berasal dari kekecewaan wajib pajak (Webb dan Hussain,

2010).

Ardyaksa dan Kiswanto dalam Wuri (2018) Pemerintah memanfaatkan

kemajuan teknoloagi dalam pelayanan perpajakan dalam rangka meningkatkan

kualitas wajib pajak untuk membayar pajak terhitungnya karena diberi

kemudahan cara pembayaran dan pelaporan pajak. Namun sebagian besar

pembayaran manual masih banyak dilakukan oleh wajib pajak dan masih jarang

membuka website Dirijen Pajak. Hal ini menunjukan bahwa masih sangat

rendahnya penggunaan teknologi dalam pencarian informasi maupun pembayaran

pajak oleh orang pribadi Friskianti (Wuri, 2018)

Penelitian yang dilakukan Latifah (2010) tentang ketidakpatuhan pajak

berpengaruh terhadap niat wajib pajak untuk berperilaku tidak patuh. Selain itu

penelitian Pertiwi dan Herlina (2016) mengenai teknologi informasi perpajakan

berpengaruh signifikan positif terhadap penggelapan pajak di KPP Pratama Kota

Padang. Sedangkan penelitian yang dilakukan oleh Wuri (2018) menunjukka

teknologi informasi perpajakan tidak berpengaruh signifikan terhadap tindakan

pengelapan pajak.

Berdasarkan latar belakang permasalahan diatas penulis tertarik untuk

mengemukakan judul mengenai “Pengaruh Sikap Ketidakpatuhan Pajak Dan

Teknologi Informasi Perpajakan Terhadap Penggelapan Pajak”.

5
1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan penulis, maka

dapat dirumuskan masalah sebagai berikut:

1. Apakah sikap ketidakpatuhan pajak berpengaruh terhadap penggelapan pajak?

2. Apakah teknologi informasi perpajakan berpengaruh terhadap penggelapan

pajak?

1.3 Tujuan Penelitian

Berdasarakan rumusan masalah diatas mengenai faktor-faktor apasaja yang

mempengaruhi niat Wajib Pajak untuk melakukan penggelapan pajak, maka

tujuan penelitian ini adalah untuk menemukan bukti empiris mengenai:

1. Untuk mengetahui pengaruh sikap ketidakpatuhan terhadap penggelapan pajak.

2. Untuk mengetahui pengaruh teknologi informasi perpajakan terhadap

penggelapan pajak.

1.4 Manfaat Penelitian

Berdasarkan tujuan penelitian, adapaun manfaat penelitian yag diperoleh

adalah sebagai berikut:

1. Bagi Akademisi

Penelitian ini diharapkan dapat menjadi acuan bagi penelitian-penelitian

selanjutnya. Sebagai masukan untuk mengadakan penelitian lebih lanjut di

masa yang akan datang sebagai bahan rujukan khususnya di bidang

perpajakan. Dan untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi

individu untuk melakukan penggelapan pajak.

6
2. Bagi Pemerintah

Pemerintah diharapkan mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi niat

individu untuk terlibat dalam penggelapan pajak, dan dapat mencari solusi

yang tepat agar tidak lagi terjadi penggelapan pajak di Indonesia

1.5 Sistematika Penulisan

Secara gari besar, sitematika skripsi ini adalah sebagai berikut:

BAB I PENDAHULUAN

Bab pendahuluan berisi latar belakang masalah, rumusan masalah,

tujuan penelitian, manfaat penelitian dan sistematika penulisan.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Bab tinjauan pustaka berisi landasan teori, penelitian terdahulu,

kerangka pemikiran, dan pengembangan hipotesis.

BAB III METODDE PENELITIAN

Bab metode peneltian berisi variabel penelitian dan definisi

operasional variabel, populasi dan sampel penelitian, jenis dan

sumber data penelitian, metode pengumpulan data dan metode

analisis data.

7
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Landasan Teori

2.1.1 Theory of Planned Behavior (TPB)

Menurut Ajzen dalam Feby dan Yenny (2014), teori ini menjelaskan

bahwa niat berperilaku dapat menimbulkan perilaku yang akan dilakukan oleh

individu. Sedangkan niat untuk berperilaku dipengaruhi oleh tiga faktor. Pertama

adalah behavioral belief, yaitu keyakinan akan hasil suatu perilaku dan evaluasi

atau penilaian terhadap hasil perilaku tersebut. Keyakinan dan evaluasi atau

penilaian terhadap hasil dari suatu perilaku tersebut kemudian akan membentuk

variabel sikap (attitude). Kedua adalah normatif belief, yaitu keyakinan individu

terhadap harapan normaif individu atau orang lain yang menjadi referensi seperti

keluarga, teman, atasan, atau konsultan pajak yang menyetujui atau menolak

melakukan suatu perilaku yang diberikan. Hal ini akan membentuk variabel

norma subjektif (subjectif norm). Ketiga adalah control belief, yaitu keyakinan

individu yag didasari pengalaman masa lalu dengan prilaku, serta faktor atau hal-

hal yang mendukung atau menghambat persepsi atas perilaku. Keyakinan ini

membentuk variabel kontrol perilaku yang dipersepsikan (perceived behavioral

control). Faktor utama dalam teori ini adalah niat seseorang untuk melaksakan

perilaku dimana niat di indikasikan dengan seberapa kuat keinginan seseorang

untuk mencoba atau seberapa besar usaha yang dilakukan untuk melaksakan

perilaku tersebut. Umumnya, semakin besar niat seseorang untuk berperilaku,

8
semakin besar kemungkinan perilaku tersebut dicapai atau dilaksanakan (Ajzen,

1991) dalam (Feby dan Yenny, 2014).

Ajzen dalam Feby dan Yenny (2014) menyatakan ada tiga faktor

independen yang menentukan niat seseorang untuk berperilaku. Pertama adalah

sikap arah perilaku yang mengarah pada perasaan memihak (favarableness) atau

perasaan tidak memihak (unfavorableness) terhadap suatu objek yang akan

disikapi yang timbul dari adanya evalusi individual atas keyakinan terhadap hasil

yang didapatkan dariperilaku tersebut. Kedua adalah norma subjektif yang

mengarah pada tekanan sosial yang dipersepsikan untuk melaksana perilaku

tertentu atau tidak. Ketiga adalah kontrol perilaku yang dipersepsikan mengarah

pada persepsi mudah atau tidaknya untuk melaksanakan perilaku dan diasumsikan

untuk mencerminkan pengalaman di masa lalu seperti halangan dan rintangan

yang diantisipasi. Kontrol perilaku yang dipersepkan mengacupada sejauh mana

seorang individu merasa bahwa pelaksaan atau bukan pelaksaan dari perilaku

yang dimaksud adalah di bawah kendali atau kehendaknya. Umumnya, semakin

memihak suatu sikap dan norma subjektif terhadap perilaku, dan semakin besar

kontrol perilaku yang dipersepsikan, maka semakin besar pula niat individu untuk

melaksanakan perilaku tersebut dibawah pertimbangannya. Spicer dan Lunstedt

(1976) dalam Feby dan Yenny (2014) meneliti tentang sikap wajib pajak di

Amerika Serikat terhadap penggelapan pajak dan perilaku penggelapan yang

dilaporkan sendiri menemukan bahwa sikap pajak berhubungan dengan persepsi

dan ketidakadilan. Permatasari dan Laksito (2013) dalam Feby dan Yenny (2014)

juga menyatakan jika sistem perpajakan yang berlaku semakin tidak adil menurut

9
persepsi wajib pajak, maka tingkat kepatuhannya akan semakin menurun dan hal

ini menunjukkan bahwa kecendrungan wajib pajak untuk melakukan tax evasion

akan semakin tinggi.

Wallschutzky (1985) dalam Feby dan Yenny (2014) meneliti sikap wajib

pajak Australia terhadap penghindaran dan penggelapan pajak. Temuan dari studi

ini menunjukkan bahwa 86 persen dari responden menganggap bahwa tingkat

pajak penghasilan sehubungan dengan tingkat pelayanan pemerintah terlalu

tinggi, dan hal ini menjadi alasan utama tingginya tingkat penggelapan pajak. Hal

ini menunjukkan bahwa sikap ketidakpatuhan pajak dan penggelapan pajak

dilatarbelakangi oleh beberapa faktor. Persepsi wajib pajak atas ketidakadilan,

tarif pajak yang tinngi, pengalaman dengan pemeriksaan pajak, dan tingkat

pendapatan dapat mempengaruhi sikap seseorang untuk tidak patuh dan

menggelapkan pajak.

Hasil penelitia Mustikasari (2007) dalam Feby dan Yenny (2014)

menunjukkan bahwa tax professional yang memiliki sikap ketidakpatuhan pajak

yang tinggi, maka niat ketidakpatuhan pajaknya juga tinggi.Permatasari dan

Laksito (2013) dalam Feby dan Yenny (2014) menyatakan jika sistem perpajakan

yang berlaku semakin tidak adil menurut persepsi wajib pajak, maka tingkat

kepatuhannya akan semakin menurun dan hal ini menunjukkan bahwa

kecendrungan wajib pajak untuk melakukan tax evasion akan semakin tinggi.

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa sikap ketidakpatuhan pajak seseorang

berpengaruh terhadap niat untuk berperilaku tidak patuh dan melakukan

penggelapan pajak. Namun hasil penelitian Hidayat dan Nugroho (2010) dalam

10
Feby dan Yenny (2014) menunjukkan bahwa sikap ketidkapatuhan seseorang

tidak selalu berpengaruh terhadap niat orang tersebut untuk tidak patuh. Sikap

seseorang dapat berkebalikan dengan niat orang tersebut untuk patuh atau tidak.

2.1.2 Teori Atribusi

Atribusi merupakan salah satu proses pementukan kesan. Atribusi

mengacu pada bagaimana orang menjelaskan penyebab perilaku orang lain atau

dirinya sendiri. Atribusi adalah proses di mana orang menarik kesimpulan

mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku orang lain. Teori ini

memandang suatu individu sebagai psikologi amatir yang memahami seab-sebab

yang terjadi pada berbagai peristiwa yang dihadapinya. Teori atribusi mencoba

menemukan apa saja yang menyebabkan apa, atau apa yang mendorong

siapamelakukan apa. Pada dasarnya, teori atribusi menyatakan bahwa apabila

individu-individu mengamati perilaku seseorang, mereka mencoba untuk

menentukan apakah itu ditimbulkan baik secara internal atau eksternal (Robbins,

1996). Penetuan internal atau eksternal menurut (Robbins, 1996) tergantung pada

tiga faktor, yaitu yang pertama kekhususan, artinya seseorang akan

mempresepsikan perilaku individu lain secara berbeda dalam situasi yang

berlainan. Apabila perilaku seseorang dianggap suatu hal yang luar biasa, maka

individu lain yang bertindak sebagai pengamat akan memberikan atribusi

eksternal terhadap perilaku tersebut. Sebaliknya jika halitu dianggap biasa saja,

maka akan dinilai sebagai atribusi internal. Yang kedua konsensus, artinya jika

semua orang mempunyai kesamaan pandangan dalam merespon perilaku

seseorang dalam situasi yang sama. Apabila kosensusnya tinggi, maka termasuk

11
atribusi internal. Sebaiknya jika konsensusnya rendah, maka termasuk atribusi

eksternal. Faktor terakhir adalah konsistensi, yaitu jika seseorang menilai

perilaku-perilaku orang lain dengan respon yang sama dari waktu ke waktu.

Semakin konsisten perilaku itu, orang akan mengubungkan hal tersebut dengan

sebab-sebab internal. Alasan pemilihan teori ini adalah kemauan wajib pajak

untuk membayar pajak terkait dengan persepsiwajib pajak dalam membuat

penilaian terhadap pajak itu sendiri. Persepsi seseorang untuk membuat penilaian

mengenai mengenai sesuatu sangat dipengaruhi oleh kondisi internalatau ekternal

dari orang tersebut. Jadi teori atribusi ini sangat relevan untuk menerngkan

maksud tersebut.

2.1.3 Penggelapan Pajak

Penggelapan pajak (tax evasion) didefiniskan suatu tindakan atau usaha

yang dilakukan oleh wajib pajak untuk meringankan beban pajak dengan cara

melanggar undang-undang. Hal ini membuat para wajib pajak yang melakukan

penggelapan pajak sama sekali mengabaikan ketentuan formal perpajakan yang

menjadi kewajibannya, seperti memalsukan dokumen atau mengisi data dengan

tidak lengkap dan tidak benar ( Mardiasmo, 2016) dalam (Wuri, 2018). Adapun

alasan dilakukannya penggelapan pajak, diantaranya sebagai berikut (Mira dan

Khalid, 2016):

a. Ada peluang untuk melakukan penggelapan pajak karena ketentuan perpajakan

yang ada belum mengatur secara jelas mengenai ketentuan-ketentuan tertentu

b. Kemungkinan perbuatannya diketahui relatif kecil

c. Manfaat yang diperoleh relatif besar dianding resikonya

12
d. Adanya sanki perpajakan yang tidak terlalu berat

e. Ketentuan perpajakan tidak berlaku sama terhadap seluruh wajib pajak

f. Adanya pelaksanaan penegakkan hukum yang bervariasi

Dampak penggelapan pajak menurut Mira dan Khalid (2016) dalam Wuri (2018):

a. Dalam Bidang Keuangan

Penggelapan pajak merupakan kerugian bagi kas negara karena dapat

menyebabkan pusat ketidakseimbangan antara anggaran dan konsekuensi-

konsekuensi lain yang berhubungan dengan itu, seperti kenaikan tarif pajak

maupun keadaan inflasi.

b. Dalam Bidang Ekonomi

Penggelapan pajak sangat mempengaruhi persaingan yang sehat antara

para pengusaha. Hal ini berarti pengusaha yang melakukan penggelapan pajak

dengan cara menekan biayanya secara tidak wajar. Jadi perusahaan yang

melakukan penggelapan pajak akan memperoleh keuntungan yang lebih besar

dibandingkan pengusaha yang jujur.

c. Dalam Bidang Psikologi

Apabila wajib pajak telah terbiasa melakukan penggelapan pajak maka

sama saja membiasakan untuk selalu melanggar undang-undang. Wajib pajak

melakukan penggelapan pajak dengan tujuan untuk mencari keuntungan yang

lebih besar.

2.1.4 Ketidakpatuhan Pajak

Ajzen dalam Feby dan Yenny (2014) hasil suatu perilaku serta evaluasi

atau penilaian terhadap hasil perilaku tersebut adalah keyakinan yaitu variabel

13
sikap (attitude) yang terbentuk dari behavioral belief. Sikap arah perilaku

mengaruh pada perasan mihak (favorablenes) atau perasaan tidak memihak

(unfavorableness) terhadap suatu objek yang akan disikapi yang timbul dari

adanya berpengaruh seperti keluarga, teman, rekan kerja, konsultan pajak dan

lain-lain dapat mempengaruhi niat dan perilaku seseorang/wajib pajak.

Jika orang-orang di sekitar wajib pajak yang dianggap penting memilik

sifat positif terhadap kepatuhan pajak, maka wajib pajak, maka wajib pajak

tersebut akan patuh membayar pajak. Sebaliknya, jika orang-orang di sekitar

wajib pajak yag dianggap penting memilikm sikap negatif terhadap kepatuhan

pajak, maka wajib akan cendrung menghindari dalam menggelapan pajak. (Ajzen

dalam feby dan yenny 2018).

2.1.5 Teknologi Informasi Perpajakan

Menurut Ulfa dalam Wuri (2018) menjelaskan bahwa teknologi informasi

ialah suatu teknologi yang dapat digunakan untuk mengolah data dalam berbagai

upaya yang bertujuan untuk menghasilkan informasi yang akurat, relevan, dan

tepat waktu. Informasi tersebut digunakan untuk kepentingan bisnis, individu

maupun pemerintah. Teknologi informasi perpajakan merupakan fasilitas dalam

perpajakan berupa penerapan teknologi dan informasi perpajakan yang modern

yang digunakan oleh pemerintah maupun ditujukkan kepada wajib pajak yang

bertujuan untuk mempermudah wajib pajak dalam melaksanakan kewajiban

perpajakannya.

Friskianti dan Handayani dalam Wuri (2018) memaparkan bahwa

Direktorat Jenderal Pajak telah melakukan modernisasi dalam administrasi

14
perpajakan dengan memanfaatkan kemajuan teknologi. Dengan adanya

modernisasi administrasi perpajakan diharapkan dapat memudahkan wajib pajak

dalam melaksanakan kewajiban perpajaknnya. Teknologi informasi perpajakan

yang semakin modern, diharapkan bisa mengurangi tindakan penggelapan pajak

dalam melaksanakan kewajiban perpajakannya. Semakin baik penggunaan

teknologi dan informasi perpajakan maka semakin rendah tingkat tindakan

penggelapan pajak.

2.2 Penelitian Terdahulu

Penelitian ini telah diteliti oleh peneliti sebelumnya mengenai sikap

ktidakpatuhan pajak, teknologi informasi peprpajakan, dan penggelapan pajak

dapat dilihat pada tabel 1.1.

Tabel 1.1
Penelitian terdahulu
Metodologi Penelitian
No Judul Penelitian Hasil Penelitian
Persamaan Perbedaan
1. Pengaruh sikap Pengaruh sikap Norma subjektif, Sikap
ketidakpatuhan pajak, ketidakpatuhan dan kontrol ketidakpatuhan
norma subjektif, dan pajak perilaku yang pajak berpengaruh
kontrol perilaku yang dipersepsikan positif dan
dipersepsikan terhadap signifikan terhadap
niat wajib pajak orang niat untuk
pribadi untuk melakukan melakukan
penggelapan pajak penggelapan pajak.
Feby Eileen, dan Yenny Wajib pajak yang
Mangoting (2014) mempunyaisikap
positif terhadap
ketidakpatuhan
pajak, maka niat
untuk melakukan
penggelapan
pajaknya semakin
tinggi.
2. Perbedaan kondisi Niat Perbedaan kondisi Hasil dapat
kebutuhan dan konsensus penggelapan kebutuhan dan disimpulkan bahwa
terhadap niat pajak konsensus secara parsial
penggelapan pajak. maupun simultan
Shaffera Kumalasari, kondisi kebutuhan
Bambang Subroto, dan mempengaruhi
Noval Adib (2018) persepsi wajib

15
Metodologi Penelitian
No Judul Penelitian Hasil Penelitian
Persamaan Perbedaan
pajak terhadap niat
penggelapan pajak.

3. Faktor-faktor yang Ketidakkepatuha Keadilan pajak, sistem perpajakan


mempengaruhi n pajak. norma subjektif, tidak berpengaruh
penggelapan pajak. Sistem terhadap
Siti Fatimah, dan Dewi perpajakan, penggelapan pajak.
Kusuma Wardani (2017). diskriminasi dan,
kualitas pelayanan
pajak.
4. Pengaruh norma Teknologi dan Pengaruh norma Teknologi
subyektif, self informasi subyektif, Self informasi
assessment system, perpajakan assessment perpajakan tidak
diskriminasi, system, berpengaruh
ketidakpercayaan pada diskriminasi, signifikan terhadap
pihak fiskus, dan tekonologi dan tindakan
tekonologi dan informasi informasi pengelapan pajak.
perpajakan terhadap perpajaan
tindakan tax eavsion.
Wuri Indah Widiyanti
(2018)
5. Pengaruh keadilan, Niat dan Pengaruh Persepsi terhadap
norma ekspetasi, sanki ketidakpatuhan keadilan, norma keadilan sistem
dan regiulitas terhadap pajak ekspetasi, sanki perpajakan
niat dan ketidakpatuhan dan regiulitas berpengaruh
pajak. terhadap niat
Yesi Mutia Basri, Raja berperilaku tidak
Adri Satriawan Surya patuh wajib pajak.
(2014).
6. Faktor-faktor yang Teknologi dan Keadilan Teknologi dan
mempengaruhi persepsi informasi perpajakan, informasi
wajib pajak orang pribadi perpajakan sistem perpajakan
mengenai etika atas perpajakan, berpengaruh
penggelapan pajak (tax Teknologi dan negatif terhadap
evasion). informasi persepsi niat Wajib
Renadya Wiyan perpajakan Pajak mengenai
Chaironisyah (2018) etika atas
penggelapan pajak
7. Pengaruh tarif pajak, Teknologi dan Pengaruh tarif Teknologi dan
keadilan sistem informasi pajak, keadilan informasi
pepajakan, teknologi dan perpajakan sistem pepajakan, perpajakan secara
informasi perpajakan terhadap signifikan memiliki
terhadap penggelapan penggelapan pengaruh terhadap
pajak. pajak variabel
Galih Ginanjar Sasmito penggelapan pakjak
(2017)
8. Pengaruh tarif pajak, Teknologi Pengaruh tarif Teknologi
teknologi informasi informasi pajak, dan informasi
perpajakan, dan keadilan perpajakan keadilan sistem perpajakan
sistem terhadap terhadap berpengaruh
penggelapan pajak. penggelapan signifikan positif
Pertiwi Dessi Utami dan pajak terhadap

16
Metodologi Penelitian
No Judul Penelitian Hasil Penelitian
Persamaan Perbedaan
Herlina Helmy (2016) penggelapan pajak
di KPP Pratama
Kota Padang.

2.3 Kerangka Pemikiran

Kerangka pemikiran merupakan model konseptual tentang bagaimana

teori berhubungan dengan berbagai faktor yang mempengaruhi masalah, antara

lain: Sikap ketidakpatuhan pajak (X1) dan Teknologi Akuntansi Perpajakan (X2)

terhadap niat wajib pajak orang pribadi malakukan pernggelapan pajak (Y). Bisa

dilihat pada gambar 2.1

Sikap ketidakpatuhan
pajak (X1) H1

Penggelapan Pajak (Y)


Teknologi Informasi H2
Perpajakan (X2)
Gambar 2.1
Skema Kerangka Pemikiran

2.4 Pengembangan Hipotesis

2.4.1 Pengaruh Sikap Ketidakpatuhan Pajak terhadap Niat untuk

melakukan Penggelapan Pajak

Ajzen (1991) berargumentasi yang dimaksud sikap adalah perasaan yang

memihak (favorableness) atau perasaan tidak memihak (unfavorableness)

terhadap suatu objek yang akan ddisikapi. Perasaan memihak atau tidak memihak

ini timbul dari behavioral belief, yaitu keyakinan akan hasil dari suatu perilaku

dan evaluasi atau penilaian terhadap hasil perilaku tersebu. Dalam kaitannya

17
dengan ketidakpatuhan pajak, sikap ketidakpatuhan pajak akan terbentuk apabila

wajib pajak mempunyai keyakinan dan evaluasi yang memihak terhadap

ketidakpatuhan pajak. Menurut Permatasari dan Laksito (2013) sistem perpakan

yang berlaku semakin tidak adil menurut persepsi wajib pajak, maka tingkat

kepatuhan akan menurun dan hal ini menunjukkan kecenderungan wajib pajak

untuk melakukan tax evasion akan semakin tinggi.

Dalam penelitian yang telah dilakukan oleh Feby dan Yenny (2014)

menjabarkan bahwa sikap ketidakpatuhan pajak berpengaruh positif dan

signifikan terhadap niat untuk melakukan penggelapan pajak. Berdasarkan teori

dan hasil penelitian terdahulu, maka hipotesis yang ingin penulis buktikan dalam

penelitian ini adalah sebagai berikut:

H1: Sikap ketidakpatuhan pajak berpengaruh terhadap penggelapan pajak

2.4.2 Pengaruh Teknologi Informasi Perpajakan terhadap Niat untuk

melakukan Penggelapan Pajak

Ardyaksa dan Kiswanto dalam Wuri (2018) memaparkan bahwa

modernisasi layanan perpajakan yang telah dilakukan pemerintah diharapkan bisa

meningkatkan kualitas pelayanan, sehingga diharapkan dapat meningkatkan

kepatuhan pajak dalam membayar dan pelaporan perpajakan. Dengan adanya

modernisasi teknologi dan informasi perpajakan tersebut, waktu yang dibutuhkan

wajib pajak akan semakin efektif dan efisien dalam melaksanakan kewajiban

perpajakannya. Hal ini dikarenakan semakin diberi kemudahan dengan adanya

fasilitas perpajakan yang diberikan, diharapkan wajib pajak dapat memenuhi

kewajiban perpajakannya dan menghindari tindakan penggelapan pajak.

18
Penelitian yang dilakukan Renadya (2018) menunjukkan bahwa teknologi

informasi perpajakan berpengaruh negatif terhadap persepsi Wajib Pajak

mengenai etika atas penggelapan pajak. Sedangkan dalam penelitian yang

dilakukan Galih (2017) menunjukkan bahwa teknologi informasi perpajakan

secara signifikan berpengaruh terhadap penggelapan pajak. Berdasarkan teori dan

hasil penelitian terdahulu, maka hipotesis yang ingin penulis buktikan dalam

penelitian ini adalah sebagai berikut:

H2 : Teknologi informasi perpajakan berpengaruh terhadap penggelapan pajak

19
BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah penilaian kuantitatif. Penelitian kuantitatif juga

disebut sebagai metode ilmiah karena bersikap objektif, sistematis, terukur, dan

rasional. Penelitian kuantitatif menggunakan data angka dan analisi data

menggunakan statistik, serta berlandaskan pada filsafat potivisme (Sugiyono,

2016) dalam (wuri, 2018)

Penelitian ini merupakan penelitian survey yitu menggunakan metode

pengumpulan data primer dengan memberikan pertanyaan-pertanyaan kepada

responden secara tertulis. Dalam penelitian survey ini, informasi dikumpulkan

dari responden wajib pajak orang pribadi dengan menggunakan kuisioner.

3.2 Tempat Penelitian

Dalam lokasi penelitian ini penulis memilih untuk penelitian secara langsung,

guna untuk memfokuskan ruang lingkup penelitian sehingga data yang akan

diperoleh sesuai dengan yang akan diteliti. Penelitian ini untuk mengetahui

Pegaruh sikap ketidakpatuhan pajak dan teknologi informasi perpajakan terhadap

penggelapan pajak, penulis akan melakukan sebuah penelitian yang dilakukan di

KPP Pratama Jakarta, jalan Letjen S. Parman St No.99, Jati Pulo, Palmerah,

Jakarta Barat.

3.3 Variable Penelitian

Variable adalah suatu atribut, sifat atau nilai dari orang, obyek atau

kegiatan yang mempunyai variasi tertentu yang ditetapkan oleh prnrliti untuk
20
dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya (Sugiyono, 2016). Variabel dalam

penelitian ini yaitu:

1. Variabel Idependen

Variabel bebas merupakan variabel yang mempengaruhi variabel lain atau

timbulnya variabel dependen (Sugiyono, 2016) dalam (Wuri, 2018). Variabel

independen dalam penelitian ini adalah sikap ketidakpatuhan (X1) dan Teknologi

Informasi Perpajakan (X2) Variabel Dependen

2. Variabel Dependen

Variabel terikat merupakan variabel yang dipengaruhi oleh variabel bebas

atau variabel yag menjadi perhatian utama dalam pengamatan (Sugiyono, 2016)

dalam (Wuri, 2018). Variabelnya adalah terhadap niat wajib pajak orang pribadi

melakukan peggelepan pajak (Y).

3.4 Variabel Operasional

Variabel dalam penelitian ini mengacu kepada pengaruh sikap

ketidakpatuhan pajak, self assessment, dan ketidakpercayaan kepada pihak fiskus

terhadap niat melakukan penggelapan pajak. Definisi variabel operasional dapat

dilihat pada tabel 1.2.

Tabel 3.1
Operasional Variabel

Jenis
Variabel Indikator Pengukuran
Variabel
Sikap Variabel 1. Keinginan membayar Skala Likert
pajak lebih kecil dari
ketidakpatuhan Independen
seharusnya.
(Latifah, 2010) 2. Pembentukan dan
cadangan untuk

21
pemeriksaan pajak.
3. Perasaan pemanfaatan
pajak yang tidak
transparan.
4. Perasaan dirugikan
oleh sistem perpajakan.
5. Biaya suap kepada
fiskus yang lebih kecil
dibandingkan pajak
yang bisa dihemat
Teknologi Variabel 1. Ketersediaan teknologi Skala Likert
yang berkaitan dengan
Akuntansi Independen
perpajakan
Perpajakan 2. Memadainya teknologi
yang berkaitan dengan
(Renadya, 2018)
perpajakan
3. Akses informasi
perpajakan yang
mudah
4. Pemanfaatan fasilitas
teknologi informasi
perpajakan
Niat melakukan Variabel 1. Tidak menyampaikan Skala Likert
SPT.
penggelapan Dependen
2. Menyampaikan SPT
pajak dengan cara yang tidak
benar.
(Fatimah dan
3. Tidak menyetorkan
Wardani, 2017) pajak yang, telah
dipungut atau
dipotong.
4. Melaporkan
pendapatan lebih kecil
dari seharusnya.
3.5 Populasi dan Sampel

3.5.1 Populasi

Populasi merupakan wilayah generalisasi yang terdiri atas obyek atau

subyek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh

peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya ( Sugiyono, 2016)

22
dalam Wuri (2018). Adapun populasi ini adalah wajib pajak orang pribadi yang

terdaftar dalam Kantor Pelayanan Pajak Palmerah, Jakarta Barat.

3.5.2 Sampel

Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh

populasi (Sugiyono, 2016).Sampel yang diambil dianggap sebagai pendugaan

terhadap populasi, sehingga sampel sering disebut sebagai perwakilan dari

populasiyang hasil pengujiannya dapat mewakili keseluruhan gejala dalam

populasi. Teknik pengambilan sampel yang akan digunakan dalam penelitian ini

adalah incidental sampling, yaitu merupakan teknik penentuan sampel

berdasarkan kebetulan atau insidental bertemu dengan peneliti dapat digunakan

sebagai sampel, bila dipandang orang yang kebetulan ditemui itu cocok dengan

sumber data (Sugiyono, 2016) dalam (Wuri, 2018).

3.6 Teknik Pengumpulan Data

Instrument yang digunakan dalam penelitian ini adalah beberapa kuisioner.

Metode kuisioner merupakan teknik pengumpulan data yag dilakukan dengan cara

memberikan seperangkat pertanyaan tertulis kepada responden untuk dijawab

(Sugiyono, 2016). Kuisioner yang telah diisi tersebut akan digunakan oleh peneliti

sebagai bahan data dalam penelitian. Kuisioner dalam penelitian ini menggunakan

skala likert (skala psikometrik) 1-5 dengan rincian sebagai berikut:

Tabel 3.2
Skor Skala Likert
No Jawaban Responden Skor
1 (STS) Sangat Tidak Setuju 1
2 (TS) Tidak Setuju 2
3 (N) Netral 3

23
4 (S) Setuju 4
5 (SS) Sangat Setuju 5

3.7 Teknik Analisis Data

Teknik analisi data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis

kuantitatif, yaitu menganalisis suatu permasalahan yang diwujudkan dan

pengujianya menggunkan alat statistik, misalnya SPSS. Ada beberapa tahap

analisi data yang dialakuakan antara lain:

3.7.1 Statistik Deskriptif

Statistik deskriptif merupakan statistik yang digunakan untuk

mendeskripsikan atau memberikan gambaran mengenai objek yang diteliti melalui

data sampel atau populasi yang ada, dengan tanpa melakukan analisis dan

membuat kesimpulan umum. Statistik deskriptif berfungsi untuk memberikan

informasi perihal karakteristik data meliputi nilai maximum, minimum, rata-rata

maupun standar deviasi.

3.7.2 Uji Kualitas Data

1. Uji Validitas Data

Uji validitas data digunakan untuk mengukur valid tidaknya suatu

kuisioner dapat dikatakan valid jika pertanyaan pada kuisioner mampu untuk

mengungkapkan sesuatu yang akan diukur oleh kuisioner tersebut (Ghozali, 2013)

dalam (Wuri, 2018). Valid tidaknya suatu indikator pertanyaan dapat diketahui

dengan melihat korelasi antar masing-masing indikator terhadap total skor

konstruk menunjukkan hasil yang signifikan.

24
2. Uji Reliabilitas

Uji reliabilitas digunakan untuk mengukur suatu kuisioner yang

merupakan indkator dari variabel atau konstruk. Suatu kuisioner dikatan reabel

atau handal jika jawaban seseorang terhadap pertanyaan adalahn konsisten atau

stabil dari waktu ke waktu (Ghozali, 2013) dalam (Wuri, 2018). Penelitian ini

melakukan pengujian dengan menghitung besarnya nilai Cronbach’s Alpha

masing-masing instrumen dari suatu variabel. Ghozali (2013) dalam Wuri (2018)

menutarakan apabila variabel memiliki basarnya nilai Cronbach’s Alpha lebih

dari 0,7 maka variabel tersebut dikatan reliabel.

3.7.3 Uji Asumsi Klasik

Uji asumsi klasik bertujuan untuk mengetahui kemungkinan terjadinya

penyimpangan asumsi klasik. Uji asumsi klasik digunakan dalam penelitian ini

untuk menguji apakah data telah memenuhi asumsi klasik atau tidak (Fitriyanti,

Fauzi dan Armeliza, 2017). Dalam penelitian ini uji asumsi klasik yang digunakan

adalah uji normalitas, uji multikolinearitas, dan uji heterokedasitas.

1. Uji Normalitas

Uji normalitas bertujuan untuk menguji apakah model regresi, variabel

pengganggu atau residual mempunyai distribusi normal (Ghozali, 2013:160). Hal

ini diperlukan sebab uji t dan F berasumsi bahwa nilai residual mengikuti

distribusi normal, sehingga apabila asumsi ini dilanggar maka uji stastistik

menjadi tidak valid untuk jumlah sampel kecil (Ghozali, 2016:154). Penelitian ini

menggunakan uji Kolmogorov-Smirnov untuk mengetahui hasil uji normalitas

data. Apabila uji Kolmogorov-Smirnov menunjukkan nilai signifikansi lebih besar

25
dari 0,05, maka data terdistribusi normal. Sebaliknya, jika nilai signifikansi lebih

kecil dari 0,05, maka data tersebut menunjukkan terdistribusi tidak normal.

2. Uji Multikoliniearitas

Mempunyai tujuan untuk melihat adanya korelasi antar variabel bebas,

sebab model regresi yang baik seharusnya tidak terjadi korelasi diantara variabel

independennya. Apabila terdapat korelasi maka variabel ini tidak ortogonal (nilai

korelasi antar sesama variabel independen sama dengan nol (Ghozali, 2016:103).

Multikolinearitas dapat dilihat dari nilai tolerance dan Variance Inflation Factor

(VIF). Suatu model regresi dapat dikatakan bebas multikolinieritas jika

mempunyai nilai VIF kurang dari 10, dan nilai tolerance tidak kurang dari 0,10.

Sebaliknya ada multikolinieritas apabila nilai tolerance < 0.10 atau nilai VIF > 10

(Ghozali, 2016:104).

3. Uji Heteroskedastisitas

Uji Heteroskedastisitas bertujuan menguji apakah dalam model regresi

terjadi ketidaksamaan variance dari residual suatu pengamatan ke pengamatan

yang lain. Jika variance dari residual satu pengamatan ke pengamatan lain tetap,

maka disebut homoskedastisitas dan jika berbeda disebut heteroskedastisitas.

Model regresi yang baik yaitu yang homoskedastisitas (Ghozali, 2016:134). Ada

beberapa cara untuk mendeteksi ada atau stidaknya heteroskedastitisitas, salah

satunya adalah uji gletser. Uji Gletser digunakan untuk meregres nilai absolut

residual terhadap variabel independen dengan persamaan regresi sebagai berikut :

| Ut| = α + βXt + vt

Pada Uji Gletser ini berindikasi terjadinya heteroskedastisitas pada model

26
apabila variabel independen signifikan secara statistik mempengaruhi variabel

dependen. (Ghozali, 2013:142). Apabila probabilitas signifikan diatas tingkat

kepercayaan 5% dapat disimpulkan bahwa model regresi tidak mengandung

heteroskedastisitas (Ghozali, 2011:143).

3.7.4 Uji Hipotesis

1. Analisis Regresi Linier Berganda

Teknik analisa regresi linier berganda menguji pengaruh variabel-variabel

independen seperti, sikap ketidakpatuhan pajak dan teknologi informasi

perpajakan terhadap variabel dependen penggelapan pajak. Adapun persamaan

regresi yang digunakan adalah sebagai berikut:

Y = α + β1X1 + β2X2 + β3X3 + ε

Dimana:

Y = Penggelapan Pajak

α = Konstanta

β1 = Koefisien Regresi Sikap Ketidakpatuhan Pajak

β2 = Koefisien Teknologi Informasi Perpajakan

X1 = Sikap Ketidakpatuhan Pajak

X2 = Teknologi Informasi Perpajakan

ε = Standar Error

2. Koefisien Determinasi (𝑹𝟐 )

Digunakan untuk mengukur seberapa jauh kemampuan model dalam

menjelaskan variasi variabel dependen. Nilai 𝑅 2 kecil menunjukkan kemampuan

variabel independen dalam menerangkan variasi dependen amat terbatas. Semakin

27
nilai 𝑅 2 mendekati satu maka variabel independen memberikan hampir semua

informasi yang dibutuhkan guna memprediksi variasi variabel dependen (Ghozali,

2016: 95).

Adapun kelemahan mendasar dalam penggunaan koefisien determinasi

yaitu bias terhadap jumlah variabel independen yang dimasukkan kedalam model.

Setiap penambahan variabel independen akan meningkatkan R2 walaupun

variabel tersebut tidak berpengaruh signifikan terhadap variabel dependen

(Ghozali, 2016:95)

Penelitian ini menggunakan nilai Adjusted 𝑅 2 ketika mengevaluasi mana

model regresi terbaik. Berbeda dengan 𝑅 2 , nilai Adjusted 𝑅 2 bisa naik atau turun

jika satu variabel independen ditambahkan kedalam model (Ghozali, 2013: 97).

Apabila dalam uji empiris ditemukan nilai Adjusted 𝑅 2 negatif, maka nilai

Adjusted 𝑅 2 dianggap bernilai nol. Secara matematis jika nilai 𝑅 2 sama dengan

satu, maka Adjusted 𝑅 2 = 𝑅 2 = 1, sedangkan jika nilai 𝑅 2 = 0 maka Adjusted 𝑅 2 =

(1-k)/(n-k). Jika k > 1, maka Adjusted 𝑅 2 akan bernilai negatif (Ghozali,

2013:98).

3. Uji Parsial T

Uji t digunakan untuk menguji hipotesis penelitian yang sudah ditetapkan

secara parsial. Langkah-langkah uji t dapat dilakukan sebagai berikut:

a. Menentukan hipotesis dengan cara membandingkan t hitung dengan t tabel.

b. Pengambilan keputusan dengan kriteria pengambilan keputusan

probabilitas (signifikansi):

28
1.) Jika nilai Sig. > 0,05 maka terima H0, artinya variabel bebas tidak

berpengaruh secara signifikan terhadap variabel terikat.

2.) Jika nilai Sig. < 0,05 maka tolak H0, artinya variabel bebas berpengaruh secara

signifikan terhadap variabel terikat.

29
DAFTAR PUSTAKA

Aprilia Maha Saputri (2018). Perspektif teori perilaku terencana terhadap niat

wajib pajak orang pribdi untuk melakukan pelanggaran pajak. Hal 1-3.

Erlina Diamastuti (2016). Ke (tidak) patuhan wajib pajak: potret self assessment

system. Ekuitas Jurnal Ekonomi dan Keuangan, Volume 20, Nomor 3,

September 2016.ISSN 1411-0393.

Feby Eileen, dan Yenny Mangoting (2014). Pengaruh sikap ketidakpatuhan pajak,

norma subjektif, dan kontrol perilaku yang dipersepsikan terhadap niat

wajib pajak orang pribadi untuk melakukan penggelapan pajak. Tax and

Accounting Review, Vol.4, No. 1, 2014.

Galih Ginanjar Sasmito (2017). Pengaruh tarif pajak, keadilan sistem pepajakan,

teknologi dan informasi perpajakan terhadap penggelapan pajak.

Intan Permatasari Putri Aditya (2016). Pengaruh sikap ketidakpatuhan pajak,

norma subyektif, kewajiban moral, dan kontrol perilaku yang

dipersepsikan terhadap perilaku ketidakpatuhan pajak wajib pajak orang

pribadi melalui niat untuk berperilaku tidak patuh pajak (Studi empiris

pada wajib pajak orang pribadi yang terdaftar pada KPP Pratama

Situbondo di Kecamatan Panji Kabupaten Situondo).

Latifah Nurina (2010). Kajian Empiris Tentang Kepatuhan Wajib Pajak orang

pribadi di kota Surakarta.

Pertiwi Dessi Utami dan Herlina Helmy (2016). Pengaruh tarif pajak, teknologi

informasi perpajakan, dan keadilan sistem terhadap penggelapan pajak:

30
Studi empiris pada WPOP yang melakukan usaha di kota padang. Jurnal

WRA, Vol 4, No2, Oktober 2016.

Renadya Wiyan Chaironisyah (2018). Faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi

wajib pajak orang pribadi mengenai etika atas penggelapan pajak (tax

evasion).

Shaffera Kumalasari, Bambang Subroto, dan Noval Adib (2018). Perbedaan

kondisi kebutuhan dan konsensus terhadap niat penggelapan pajak.

Jurnal Reviu Akuntansi dan Keuangan, Vol. 8 No.2, Oktober 2018. p-

ISSN: 2615-2223. e-ISSN: 2088-0685.

Siti Fatimah, dan Dewi Kusuma Wardani (2017). Faktor-faktor yang

mempengaruhi penggelapan pajak Di Kantor Pelayanan Pajak Pratama

Temanggung. Akuntansi Dewntara, Vol.1 No.1, 2017.

Wuri Indah Widiyanti (2018). Pengaruh norma subyektif, self assessment system,

diskriminasi, ketidakpercayaan pada pihak fiskus, dan tekonologi dan

informasi perpajaan terhadap tindakan tax eavsion (Studi empiris pada

wajib pajak UMKM yang terdaftar di KPP Pratama Sukoharjo. Hal 16-

45.

Yesi Mutia Basri, Raja Adri Satriawan Surya (2014). Pengaruh keadilan, norma

ekspetasi, sanki dan regiulitas terhadap niat dan ketidakpatuhan pajak.

AKUNTBILITAS, Vol. VII NO. 3, Desember 2014. P-ISSN: 1979-858X.

Halaman 162 - 176

31

Anda mungkin juga menyukai