Anda di halaman 1dari 24

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Nyeri kepala banyak dikeluhkan penderita didalam praktek

kedokteran, tetapi berbagai tipe nyeri kepala memberikan perhatian

yang semakin tinggi 20 tahun terakhir. Nyeri kepala adalah gejala umum

yang sering dikeluhkan penderita yang memisahkan ke dokter Telinga

Hidung Tenggorokan atau ke dokter umum. Oleh karena itu penting

sekali memahami nyeri kepala yang disebabkan karena gangguan dari

sinonasal atau bukan sinonasal.

Nyeri kepala (Chepalgia) adalah gangguan kesehatan yang

sering muncul dan presentasenya masih tinggi, hal ini sesuai dengan

penelitian di New York mendapatkan hasil yaitu nyeri kepala pada laki-

laki sebanyak 22% dan perempuan 78%. Menurut etnik didapatkan hasil

yaitu etnik kaukasia sebanyak 44%, Hispanik sebanyak 31%, Afrika-

Amerika sebanyak 12%, Asia sebanyak 6%, dan lain-lain 1%. Di lain

pihak, dari suatu penelitian di Singapura yang berbasis populasi

didapatkan hasil penderita nyeri kepala pada laki-laki sebanyak 47%

dan perempuan 53%, dengan perbedaan suku Cina sejumlah 79%,

Melayu sejumlah 14%, India sejumlah 6%, dan lain-lain 1% (Madja,

2011).

1
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian

Cephalgia atau sering disebut dengan sakit kepala adalah suatu

kondisi terdapatnya rasa sakit di dalam kepala.

Menurut Soemarmo (2009) Cephalgia adalah salah satu keluhan

fisik paling utama manusia. Sakit kepala merupakan gejala, bukan

penyakit dan dapat menunjukkan penyakit organik (neurologi atau

penyakit lain), migren, respon stress, sakit kepala tegang atau

kombinasi respon tersebut. Sedangkan menurut Lionel (2007),

Cephalgia (nyeri kepala) adalah nyeri yang berlokasi di atas garis

orbiomeatal. Nyeri kepala biasanya merupakan suatu gejala dari

penyakit dan dapat terjadi dengan atau tanpa adanya gangguan organik.

Cepalgia dapat dibedakan menjadi dua jenis yaitu primary

headache dan secondary headache, kedua jenis ini juga dibagi lagi

menjadi beberapa tipe yang berbeda.

1. Primary headache atau sakit kepala primer

Primary headache atau sakit kepala primer adalah kondisi

sakit kepala yang tidak dipicu oleh penyakit atau kondisi tubuh

lainnya. Sakit kepala ini dapat bersifat episodik yaitu yaitu terjadi

sering atau sesekali dan dapat bertahan mulai dari 30 menit hingga

beberapa jam. Selain itu kondisi ini juga dapat bersifat kronis, yang

2
dapat muncul setiap hari dan selama berhari-hari atau bahkan

hingga satu bulan.

Tipe sakit kepala primer yang paling umum adalah:

a. Tension headache atau sakit kepala tegang

b. Cluster headache

c. Migrain

2. Secondary headache atau sakit kepala sekunder

Secondary headache atau sakit kepala sekunder adalah jenis

cephalgia yang dipicu oleh penyakit lain. Hal ini dapat diartikan

bahwa sakit kepala yang dialami merupakan gejala dari penyakit

tertentu. Tipe sakit kepala sekunder yang paling umum adalah:

a. Rebound headache

b. Thunderclap headache

c. Sakit kepala alergi atau sinus

d. Sakit kepala hormon

e. Sakit kepala akibat kafein

f. Sakit kepala darah tinggi

g. Exertion headache

h. Post-traumatic headache

B. Etiologi

Menurut Papdi (2012), sakit kepala sering berkembang dari

sejumlah faktor risiko yang umum, yaitu:

1. Penggunaan Obat yang Berlebihan

3
Hampir semua obat sakit kepala, termasuk dan penghilang migrain

seperti acetaminophen dan triptans, bisa membuat sakit kepala

parah bila terlalu sering dipakai untuk jangka waktu lama.

Menggunakan terlalu banyak obat dapat menyebabkan kondisi yang

disebut rebound sakit kepala

2. Stress

Stress bisa menyebabkan pembuluh darah di bagian otak

mengalami penegangan sehingga menyebabkan sakit kepala.

3. Masalah Tidur

Kesulitan tidur merupakan faktor risiko umum untuk sakit kepala

kronis. Mendengkur, yang dapat mengganggu pernapasan di malam

hari dan mencegah tidur nyenyak, juga merupakan faktor risiko.

4. Kegiatan Berlebihan

Kegiatan yang berlebihan dapat mengakibatkan pembuluh darah di

kepala dan leher mengalami pembengkakan, sehingga efek dari

pembengkakan akan menimbulkan rasa nyeri.

5. Rokok

Kandungan nikotin yang ada didalam rokok dapat mengakibatkan

pembuluh darah menyempit, sehingga menyebabkan sakit kepala.

6. Penyakit atau infeksi

Seperti meningitis, saraf terjepit di leher, atau bahkan tumor.

4
C. Patofisiologi

Menurut Sidharta (2008), sakit kepala timbul sebagai akibat dari

perangsangan terhadap bagian-bagian di wilayah kepala dan leher yang

peka terhadap nyeri. Bangunan-bangunan ekstrakranial yang peka nyeri

ialah otot-otot oksipital, temporal, dan frontal, kulit kepala, arteri-arteri

subkutis dan periostirum. Tulang tengkorak sendiri tidak peka nyeri.

Bangunan-bangunan intracranial yang peka nyeri terdiri dari meninges,

terutama dura basalis dan meninges sinus venosus serta arteri-arteri

besar pada basis otak.

D. Manifestasi Klinis

Gejala cephalgia yang lebih spesifik dapat dibedakan berdasarkan

tipe dari cephalgia tersebut. Dilansir dari Health Line berikut adalah

gejala chepalgia yang dibedakan berdasarkan tipe sakit kepala yang

paling umum terjadi:

1. Gejala tension headache

Tension headache atau sakit kapala tegang merupakan jenis

sakit kepala yang paling umum. Cephalgia jenis ini sering

digambarkan dengan perasaan adanya pita ketat di sekitar kepala.

Rasa sakit muncul akibat mengencangnya otot-otot leher dan kulit

kepala. Gejala tension headache adalah sebagai berikut:

 Leher kaku

 Nyeri yang tumpul dan sakit

 Kulit kepala lebih sensitif terhadap rasa sakit

5
 Bahu terasa kaku

 Dahi terasa tertekan dan kencang dan rasa ini dapat meluas

higga belakang kepala.

Terkadang gejala tension headache mirip dengan migrain,

namun tidak menyebabkan gangguan penglihatan seperti migrain.

Jenis cephalgia satu ini umumnya berlangsung beberapa menit atau

sebagian dapat bertahan selama beberapa hari dan cenderung

berulang.

2. Gejala cluster headache

Cluster headache adalah sakit kepala tidak berdenyut-denyut

yang menyebabkan rasa sakit menyiksa di satu sisi kepala atau di

belakang mata. Sakit kepala ini dapat berlangsung lama, yang

dikenal dengan periode cluster yang bisa berlangsung hingga enam

minggu. Gejala cluster headache ditandai dengan:

 Rasa sakit muncul di bagian belakang mata

 Rasa sakit muncul di satu sisi

 Sakit kepala dapat menyebabkan mata berair dan hidung

tersumbat

 Terjadi satu hingga dua jam setelah seseorang tidur.

Beberapa gejala cephalgia jenis ini juga mirip migrain, tapi

umumnya cluster headache tidak menyebabkan mual.

3. Gejala migrain

6
Migraine headache atau migrain atau dikenal juga dengan

sakit kepala sebelah adalah sakit kepala berat yang dapat

menyebabkan jantung berdenyut-denyut. Gejala migrain adalah

sebagai berikut ini:

 Perasaan berdenyut di kepala

 Mual

 Rasa sakit di satu sisi kepala

 Sensitif terhadap suara dan cahaya

 Muntah

 Sakit kepala migrain dapat sanagt parah hingga seseorang

menjadi sulit berkonsentrasi dan sulit untuk beraktivitas sehari-

hari.

4. Gejala rebound headache

Rebound headache merupakan jenis cephalgia yang terjadi

akibat seseorang berhentuk mengonsumsi obat tertentu yang

digunakan secara teratur untuk mengatasi sakit kepala. Gejala sakit

kepala rebound meliputi:

 Sifat mudah marah

 Mual

 Gelisah

 Kesulitan mengingat detail penting

Gejala dapat berbeda tergantung pada obat yang dikonsumsi.

Sakit kepala ini cendering terjadi seitap hari dan umumnya lebih

7
buruk di pagi hari. Kondisi ini dapat membaik dengan obat, tetapi

dapat muncul kembali setelah obat habis.

5. Gejala thunderclap headache

Sakit kepala jenis ini adalah sakit kepala parah yang terjadi

sangat dengan sangat cepat. Kemunculannya dapat tiba-tiba dan

dapat bertahan hingga lima menit. Sakit kepala jenis ini dapat

mengindikasikan masalah dengan pembuluh darah di otak. Gejala

dari thunderclap headache adalah durasinya yang pendek, namiun

sifatnya intens.

6. Gejala sakit kepala alergi atau sinus

Sakit kepala alergi atau sinus terjadi akibat reaksi alergi. Sakit

kepala ini juga sering tertukar dengan migrain. Sakit kepala sinus

atau alergi adalah jika sakit kepala diberengi dengan gejala seperti

berikut ini:

 Rasa sakit dan tekanan pada pipi, alis, atau dahi

 Rasa sakit yang bertambah ketika membungkuk ke depan atau

berbaring

 Hidung tersumbat

 Kelelahan

 Sakit gigi bagian atas

7. Gejala sakit kepala hormonal

Sakit kepala hormonal adalah sakit kepala yang disebabkan

oleh naik turunnya hormon dalam tubuh. Wanita umumnya

8
mengalami ini ketika menstruasi, akibat konsumsi pil KB, atau akibat

kehamilan. Sakit kepala hormonal biasanya dibarengi dengan gejala:

 Nafsu makan menurun

 Kelelahan

 Jerawat

 Nyeri sendi

 Sembelit

 Koordinasi tubuh menurun

 Intensitas buang air kecil menurun

8. Gejala sakit kepala akibat kafein

Kafein memberikan pengaruh terhadap aliran darah ke otak.

Hal ini menyebabkan terlalu banyak kafein menyebabkan Anda sakit

kepala. Sakit kepala akibat kafein biasanya dibarengi dengan gejala

seperti berikut ini:

 Kelelahan

 Cemas

 Sulit berkonsentrasi

 Menekan mood

 Mudah marah

 Energi menurun

 Tremor

9. Gejala sakit kepala tekanan darah tinggi

9
Sakit kepala memang dikenal sebagai salah satu gejala

tekanan darah tinggi. Jika mengalami sakit kepala akibat darah

tinggi, gejala yang mungkin dirasakan adalah sebagai berikut ini:

 Sakit di kedua sisi kepala hingga kesulitan beraktivitas

 Lelah dan kebingungan

 Gangguan penglihatan

 Nyeri dada

 Kesulitan bernapas

 Detak jantung tidak teratur

 Ada darah dalam utin

 Berdebar di dada, leher, dan telinga.

10. Gejala exertion headache

Exertion headache adalah sakit kepala yang terjadi dengan

cepat setelah melakukan aktivitas fisik yang intens, seperti

berolahraga. Sakit kepala ini umumnya tidak bertahan terlalu lama.

Gejala dari exertion headache adalah seperti:

 Sakit kepala di kedua sisi kepala

 Muntah

 Leher kaku

 Penglihatan ganda

 Hilang kesadaran.

11. Gejala post-traumatic headache

10
Post-traumatic headache atau sakit kepala pasca-trauma

adalah sakit kepala yang terjadi setelah adanya cedera kepala.

Gejala sakit kepala ini terasa seperti migrain atau tension headache.

Gejala lain yang mungkin muncul adalah seperti:

 Sakit leher

 Sakit kepala yang semakin kuat ketika bergerak, batuk,

membungkuk, atau menggerakkan kepala

 Penglihatan ganda

 Mata lelah

 Sulit berkonsentasi

 Gelisah

 Depresi

 Hilang selera makan

 Kesulitan mendengar

 Sulit tidur

 Gelisah

 Gangguan pendengaran

 Mual dan muntah

 Sensitif terhadap kebisingan

 Sensitif terhadap cahaya

 Telinga mendengung

Cephalgia umumnya ditandai dengan nyeri kepala ringan maupun

berat, nyeri seperti diikat, tidak berdenyut, nyeri tidak berpusat pada satu

11
titik, terjadi secara spontan, vertigo dan adanya gangguan konsentrasi

(Kusuma, 2012).

E. Evaluasi Diagnostik

Diaganosa cephalgia adalah untuk mengetahui penyebab dari

sakit kepala tersebut. Pertama-tama dokter umumnya akan bertanya

pada Anda tentang riwayat medis Anda, lalu kemudia diikuti dengan

pemeriksaan fisik. Pemeriskaan harus mencakup evaluasi neurologis

yang lengkap. Riwayat berhentinya pasien dari obat dan makanan juga

harus diketahui, karena sebagian orang dapat mengalami sakit kepala

akibat berhenti menggunakan obat. Terdapat juga kasus di mana

peminum kopi berat, merasakan sakit kepala akibat berhenti

mengonsumsi kopi. Jika sakit kepala dibarengi dengan gejala lain yang

mungkin mengindikasikan penyakit lain, dokter akan melakukan tes

diagnostik untuk memastikan penyakit tersebut. Beberapa tes yang

mungkin dilakukan adalah seperti:

1. Complete blood count (CBC) atau tes darah lengkap yang dilakukan

untuk mengetahui tanda-tanda infeksi.

2. Rontgen tengkorak, tes pencitraan yang dilakukan untuk melihat

gambar detail dari tulang-tulang tengkorak.

3. Rontgen sinus, tes pencitraan yang dilakukan jika dicurigai adanya

sinusitis.

12
4. CT atau MRI scan, tes yang dilakukan jika sakit kepala dicurigai

pemicunya adalah seperti stroke, trauma, atau adanya pembekuan

darah di otak.

F. Penatalaksanaan Medis

Penatalkasanaan medis untuk cephalgia adalah sebagai berikut :

1. Migren

a. Terapi Profilaksis

1) Menghindari pemicu

2) Menggunakan obat profilaksis secara teratur

Profilaksis, bukan analgesic, memperbaiki pengaturan proses

fisiologis yang mengontrol aliran darah dan aktifitas system

syaraf.

b. Terapi abortif menggunakan obat-obatan penghilang nyeri dan

atau vasokonstriktor. Obat-obatan yang digunakan untuk terapi

abortif :

1) Analgesic ringan

2) NSAID : Menghambat sintesis prostaglandidn,

agragasi platelet dan pelepasan 5-HT.

3) Golongan Triptan

c. Obat untuk terapi Profilaksis

1) Beta bloker

13
Merupakan drug of choice untuk prevensi migraine. Punya

efek antikolinergik, tidak boleh digunakan untuk pasien

glaucoma hyperplasia prostat.

2) Metisergid.

3) NSAID

4) Verapamil

5) Topiramat

2. Sakit Kepala Tegang Otot

a. Terapi Non-farmakologi

1) Melakukan latihan peregangan leher atau otot bahu

sedikitnya 20 sampai

2) 30 menit.

3) Perubahan posisi tidur.

4) Pernafasan dengan diafragma atau metode relaksasi otot

yang lain.

5) Penyesuaian lingkungan kerja maupun rumah

6) Pencahayaan yang tepat untuk membaca, bekerja,

menggunakan

7) komputer, atau saat menonton televisi

8) Hindari eksposur terus-menerus pada suara keras dan bising

9) Hindari suhu rendah pada saat tidur pada malam hari

b. Terapi farmakologi

14
Menggunakan analgesik atau analgesik plus ajuvan sesuai tingkat

nyeri Contoh : Obat-obat OTC seperti aspirin, acetaminophen,

ibuprofen atau naproxen sodium. Produk kombinasi dengan kafein

dapat meningkatkan efek analgesic. Untuk sakit kepala kronis,

perlu assesment yang lebih teliti mengenai penyebabnya,

misalnya karena anxietas atau depresi. Pilihan obatnya adalah

antidepresan, seperti amitriptilin atau antidepresan lainnya.

Hindari penggunaan analgesic secara kronis memicu rebound

headache.

3. Cluster Headache

a. Sasaran terapi : menghilangkan nyeri (terapi abortif), mencegah

b. serangan (profilaksis)

c. Strategi terapi : menggunakan obat NSAID, vasokonstriktor

cerebral

d. Obat-obat terapi abortif:

1) Oksigen

2) Ergotamin. Dosis sama dengan dosis untuk migrain

3) Sumatriptan. Obat-obat untuk terapi profilaksis : Verapamil,

Litium, Ergotamin, Metisergid, Kortikosteroid, Topirama

(Sidharta, 2008).

G. Komplikasi

Meski tergolong jarang, beberapa penderita migrain dapat

mengalami:

15
a. Stroke iskemik. Risiko terkena stroke jenis ini meningkat pada

penderita migrain yang memiliki riwayat hipertensi, atau penyakit

jantung dan pembuluh darah.

b. Masalah psikologis, seperti depresi, cemas, atau panik.

c. Migrain kronis, di mana serangan migrain bertahan lebih dari 15 hari

dalam waktu tiga bulan.

d. Gejala aura yang tidak hilang selama lebih dari 1 minggu usai

serangan migrain.

e. Status migrainosus, yaitu serangan migrain parah yang bertahan

lebih dari tiga hari.

Sedangkan komplikasi yang dapat timbul akibat penanganan

migraine, meliputi:

a. Sakit kepala karena konsumsi obat berlebihan. Kondisi ini terjadi

biasanya pada penderita yang mengonsumsi obat sakit kepala

selama lebih dari 10 hari atau dalam dosis tinggi.

b. Sindrom serotonin, di mana kadar zat serotonin di dalam tubuh

sangat tinggi, sehingga bisa menyebabkan kejang. Risiko ini

biasanya terjadi pada penderita yang mengonsumsi obat triptan.

c. Gangguan pada perut. Gangguan ini biasanya disebabkan oleh

konsumsi obat antiinflamasi nonsteroid dalam dosis yang besar dan

jangka waktu lama.

H. Pencegahan

16
Cephalgia dapat dicegah dengan menerapkan pola hidup sehat.

Langkah-langkah yang dapat dilakukan untuk mengurangi kemungkinan

sakit kepala adalah seperti berikut ini:

1. Menghindari makanan yang dapat memicu sakit kepala. Setiap

orang mungkin memiliki makanan pemicu yang berbeda, namun

makanan yang umum dapat menyebabkan sakit kepala adalah

seperti keju tua, wine, kacang mede, bawang merah, cokelat, daging

olahan, bir hitam, susu, dan gandum.

2. Hindari asupan kafein berlebih. Kafein merupakan salah satu

penyebab sakit kepala, terlalu banyak konsumsi kafein dapat

menyebabkan Anda sakit kepala ketika dosis kafein diturunkan.

3. Tidur cukup. Kurang tidur dapat menyebabkan sakit kepala,

sehingga Anda diharuskan untuk tidur cukup setiap malamnya agar

dapat segar bangun di pagi hari.

4. Melatih tubuh dan pikiran untuk mencegah sakit kepala. Teknik ini

mengharuskan untuk Anda memfokuskan pikiran pada tubuh,

pernapasan dalam, dan membayangkan otot yang tegang di tubuh

menjadi rileks.

5. Terapi seperti pijat dapat menjadi pencegahan sakit kepala ampuh

bagi sebagian orang. Sebaiknya diskusikan dengan dokter jika ingin

melakukan pijat atau terapi manual lainnya.

17
6. Olahraga rutin. Olahraga sebaiknya dilakukan sebanyak 30 menit

sebanyak 3 kali seminggu, namun jika hanya memiliki waktu singkat,

olahraga selama 10 hingga 15 menit juga bisa untuk dilakukan.

I. Konsep Dasar Keperawatan

1. Pengkajian

a. Fokus Pengkajian meliputi :

1) Aktivitas / Istirahat

Lelah, letih, malaise, ketegangan mata, kesulitan membaca,

insomnia

2) Sirkulasi

Denyutan vaskuler misalnya daerah temporal pucat, wajah

tampak kemerahan

3) Integritas ego

Ansietas, peka rangsang selama sakit kepala

4) Makanan / Cairan

Mual / muntah , anoreksia selama nyeri

5) Neuro sensori

Pening, Disorientasi (selama sakit kepala)

6) Kenyamanan

18
Respon emosional/perilaku tak terarah seperti menangis,

gelisah

7) Interaksi social

Perubahan dalam tanggung jawab peran (Cynthia, 2011).

2. Diagnosa Keperawatan

a. Nyeri akut dibuktikan dengan stess agen cedera (fisiologis, zat

kimia, fisik,

b. psikologis)

c. Ansietas berhubungan dengan krisis situasi, hospitalisasi.

d. Gangguan pola tidur berhubungan dengan kurang kontrol tidur

e. Resiko nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan mual,

muntah,

f. anoreksia dan intake inadekuat (Cynthia, 2011).

3. Intervensi

a. Nyeri akut dibuktikan dengan stess agen cedera (fisiologis, zat

kimia, fisik, psikologis)

Tujuan : Rasa nyeri terkontrol atau dapat dikurangi

KH: Nyeri berkurang ditandai dengan klien melaporkan nyeri

berkurang dengan skala nyeri ringa (1-3), ekspresi wajah rileks,

TTV dalam batas normal

Intervensi :

19
1) Lakukan pengkajian karakteristik nyeri klien.

R/ : Sebagai dasar dalam menentukan intervensi selanjutnya

2) Lakukan pengukuran TTV.

R/ : mengetahui kondisi klien

3) Berikan kompres dingin pada kepala

R/: Untuk mengurangi nyeri.

4) Ajarkan tekhnik relaksasi nafas dalam/ distraksi

R/ : mengalihkan perhatian klien dari nyeri yang dirasakan.

5) Berikan posisi yang nyaman sesuai pasien

R/ : mengurangi penekanan otot pada area nyeri

6) Kolaborasi pemberian obat analgetik.

R/ : Untuk mengontrol nyeri.

b. Ansietas berhubungan dengan krisis situasi dan hospitalisasi

Tujuan : Ansietas berkurang atau hilang

KH : Tampak rileks dan melaporkan ansietas berkurang

pada tingkat yang dapat diatasi.

Intervensi :

1) Kaji tingkat ansietas. Bantu pasien mengidentifikasi

keterampilan koping yang telah dilakukan dengan berhasil

pada masa lalu.

20
R/ : Memandukan intervensi terapeutik dan partisipatif

dalam perawatan diri, keterampilan koping pada

masa lalu dapat mengurangi ansietas.

2) Dorong pasien untuk mengungkapkan perasaannya dan

berikan umpan balik

R/ : Membuat hubungan terapeutik. Membantu orang

terdekat dalam mengidentifikasi masalah yang

menyebabkan stress

3) Berikan lingkungan tenang dan istirahat

R/ : Memindahkan pasien dari stress luar, meningkatkan

relaksasi, membantu menurunkan ansietas

4) Berikan informasi tentang proses penyakit dan antisipasi

tindakan.

R/ : Mengetahui apa yang diharapkan dapat menurunkan

ansietas

5) Kolaborasi pemberian obat sedati

R/ : Dapat digunakan untuk menurunkan ansietas dan

memudahkan istirahat

c. Gangguan pola tidur dibuktikan dengan kurang kontrol tidur

Tujuan : kebutuhan tidur terpenuhi

21
Kriteria hasil :

- Memahami faktor yang menyebabkan gangguan tidur

- Dapat menangani penyebab tidur yang tidak adekuat

- Tanda - tanda kurang tidur dan istirahat tidak ada

Intervensi :

1) Lakukan pengkajian masalah gangguan tidur pasien,

karakteristik dan penyebab kurang tidur

R/ : Memberikan informasi dasar dalam menentukan rencana

keperawatan

2) Anjurkan klien untuk relaksasi pada waktu akan tidur.

R/ : Memudahkan klien untuk bisa tidur

a) Ciptakan suasana dan lingkungan yang nyaman

R/ : Lingkungan dan siasana yang nyaman akan

mempermudah penderita untuk tidur.

b) Kolaborasi pemberian obat

R/ : Mengurangi gangguan tidur

d. Resiko nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan mual,

muntah, anoreksia dan intake inadekuat

Tujuan : Tidak terjadi perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan

22
KH :

o Kebutuhan nutrisi adekuat ditandai dengan peningkatan berat

badan,

o menunjukkan peningkatan selera makan,

o klien menghabiskan porsi makanan yang diberikan.

Intervensi :

1) Kaji intake makanan

R/ : Sebagai dasar untuk menetukan intervensi selanjutnya

2) Berikan kebersihan oral

R/ : mulut yang bersih dapat meningkatkan rasa makanan

3) Sediakan makanan dalam ventilasi yang baik, lingkungan

menyenangkan, dengan situasi tidak terburu-buru, temani

R/ : Lingkungan yang menyenangkan menurunkan stres dan

lebih kondusif untuk makan

4) Kolaborasi pemberian obat-obatan antiemetik

R/ : menghilangkan gejala mual muntah (Cynthia, 2011).

23
DAFTAR PUSTAKA

Nesi Nur Istoqomah, 1 Agustus 2006, ASUHAN KEPERAWATAN

PEMENUHAN KEBUTUHAN RASA AMAN DAN NYAMAN PADA Ny. D

DI RUANG DAHLIA RSUD Dr. SOEDIRMAN KEBUMEN,

https://www.scribd.com/document/75582309/ASUHAN-

KEPERAWATAN-CHEPALGIA, diakses pada 10 Februari 2020

Indra Setiawan-2017, NYERI KEPALA ‘RHINOGENIC’,

http://ejournal.umm.ac.id/index.php/sainmed/article/viewFile/4151/4

524, diakses pada 11 Februari 2020

dr. Tjin Willy, 10 Desember 2018, Komplikasi Migrain,

https://www.alodokter.com/migrain/komplikasi, diakses pada 11

Februari 2020

https://id.wikipedia.org/wiki/Sakit_kepala, diakses pada 10 Februari 2020

https://doktersehat.com/cephalgia/, diakses pada 11 Februari 2020

intan Diah Ningrum, 9 Mei 2015, Laporan Kasus Cephalgia,

https://sarafambarawa.wordpress.com/2015/05/09/laporan-kasus-

cephalgia-intan-diah-ningrum/, diakses pada 10 Februari 2020

24

Anda mungkin juga menyukai