Anda di halaman 1dari 25

Perbandingan Penggunaan Bijih Besi dan Besi Tua dalam Proses Pembuatan Baja

di PT. Krakatau Steel

Karya Tulis Ilmiah (KTI)

Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Pelajaran Bahasa Indonesia

Penyusun

Kelompok VI Kelas XI IPA 1

NIS 181910001 Abdel Haq M. J.

NIS 181910015 Hilma Nuralifah

NIS 181910016 Inne Setiani

NIS 181910017 Kurnia Ratnapuri

NIS 181910024 Rahmayanti

NIS 181910036 Zaky Naufal R.

SMA Negeri Tanjungsari Sumedang

Jln. Raya Tanjungsari No. 404

Tahun Ajaran 2019/2020


Kata Pengantar

Puji dan syukur kami ucapkan kehadirat Allah SWT karena berkat rahmat dan
hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan karya tulis ilmiah yang berjudul “Perbandingan
Penggunaan Bijih Besi dan Besi Tua dalam Proses Pembuatan Baja di PT. Krakatau Steel”.
Karya tulis ilmiah ini diajukan untuk memenuhi salah satu tugas mata pelajaran bahasa
Indonesia

Karya tulis ilmiah ini diuraikan menjadi tiga bab, dengan isi mengenai profil dari PT.
Krakatau Steel yang memproduksi baja menggunakan bahan baku bijih besi dan besi tua
sampai pada proses pembuatan baja di PT. Krakatau Steel. Dalam penyusunan karya tulis
ilmiah ini, kami mendapat banyak bantuan, masukan, bimbingan, dan dukungan dari berbagai
pihak. Untuk itu, melalui kesempatan ini kami menyamaikan terimakasih yang tulus kepada :

1. Ibu Atit Tajmiati, S. Pd., selaku guru pembimbing karya tulis ilmiah ini yang
memberikan bantuan, masukan, dan dukungan terkait penyusunan karya tulis ilmiah
ini.
2. Siswa-siswi kelas XI IPA 1 yang telah membantu dan mendukung penyusunan karya
tulis ilmiah ini sehingga dapat terselesaikan tepat pada waktunya.

Kami menyadari bahwa bahwa karya tulis ilmiah ini masih jauh dari sempurna dan
perlu pendalaman lebih lanjut. Oleh karena itu, kami mengharapkan kritik dan saran dari
pembaca untuk memperbaiki karya tulis ilmiah kami di masa yang akan datang. Kami harap
dengan terselesaikannya karya tulis ilmiah ini dapat bermanfaat bagi pembaca. Sehingga
pembaca mengetahui perbandingan penggunaan bijih besi dan besi tua dalam proses
pembuatan baja

Tanjungsari, Januari 2020

Penyusun
Daftar Isi

Kata Pengantar

Daftar Isi

Bab I Pendahuluan

1.1 Latar Belakang


1.2 Rumusan Masalah
1.3 Tujuan dan Manfaat Penulisan
1.4 Metode Penelitian
1.5 Sistematika Penulisan

Bab II Pembahasan

2.1 Profil PT. Krakatau Steel


2.1.1 BUMN
2.1.2 Hasil Produksi PT. Krakatau Steel
2.2 Bahan Baku Pembuatan Baja di PT Krakatau Steel
2.3 Bijih Besi dan Besi Tua
2.3.1 Bijih Besi
2.3.1.1 Pengertian
2.3.1.2 Jenis-Jenis
2.3.1.3 Asal Mula
2.3.1.4 Sifat Kimia
2.3.1.5 Sifat Fisika
2.3.2 Besi Tua
2.3.3 Perbandingan Bijih Besi dan Besi Tua
2.4 Proses Produksi Baja di PT. Krakata Steel
BAB I

Pendahuluan

1.1 Latar Belakang Masalah


Dalam perkembangan industri diberbagai sektor, tingkat penggunaan baja dalam skala
lokal maupun nasional kini menjadi acuan untuk menentukan arah perkembangan suatu
negara. Penggunaan baja di Indonesia sudah meluas hingga ke pedesaan, dimulai dari
pembangunan pabrik, jalan, jembatan, bangunan, ataupun proyek-proyek besar seperti
proyek pembangkit listrik. Maka dapat dikatakan bahwa baja merupakan salah satu
material yang sangat penting keberadaannya dalam suatu proses pembangunan khususnya
di dunia industri. Hingga saat ini, produksi baja terbesar di Indonesia terpusat di PT.
Krakatau Steel, Cilegon, Banten. Untuk membuat baja diperlukan ilmu pengetahuan dan
teknologi yang maju. Selain itu bahan baku yang tidak kalah pentingnya dalam proses
pembuatan baja, yaitu besi. Di PT. Krakatau Steel ada dua jenis besi yang digunakan
dalam proses pembuatan baja, yaitu bijih besi dan besi tua.
1.2 Rumusan Masalah
1.2.1 Bagaimana Profil dari PT. Krakatau Steel?
1.2.2 Apa bahan baku pembuatan baja di PT. Krakatau Steel?
1.2.3 Apa perbandingan dari bijih besi dan besi tua?
1.2.4 Bagaimana proses pembuatan baja di PT. Krakatu steel?
1.3 Tujuan dan Manfaat Penulisan
1.3.1 Untuk mengenal mengenai PT. Krakatau Steel
1.3.2 Untuk mengetahui bagaimana proses pembuatan baja di PT. Krakatau Steel
mengunakan bahan baku dari bijih besi dan besi tua
1.3.3 Untuk mengetahui pemanfaatan bijih besi dan besi tua di PT. Krakatau Steel
1.4 Metode Penelitian
Dalam pengumpulan data dalam penelitian dilakukan metode observasi langsung dan
observasi historis. Observasi langsung merupakan sebuah metode pengamatan langsung
pada objek yang diteliti dengan mengumpulkan data dari fenomena yang muncul terhadap
proses pelaksaan kerja dan hasil kerja. Kami melakukan observasi langsung dengan
mengunjungi PT. Krakatau Steel yang berlokasi di Cilegon, Banten pada tanggal 18
Desember 2019. Sedangkan observasi historis merupakan sebuah metode pengamatan
terhadap dokumen-dokumen mengenai data terkait topik yang dijelaskan melalui tinjuan
pustaka terhadap dokumen tersebut.
1.5 Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan ini bertujuan untuk memberikan garis besar mengenai karya tulis
ilmiah secara ringkas dan jelas, sehingga terdapat gambaran dari masing-masing bab yang
telah dibagi menjadi beberapa sub. Sistematiak penulisan karya tulis ilmiah ini terdiri dari
3 (tiga) bab, yaitu :
Bab I Pendahuluan
Bab ini terdiri dari beberapa sub bab yang mengemukakan secara garis besar
mengenai latar belakang, rumusan masalah, tujuan dan manfaat penulisan,
metode penelitian dan sistematika penlisan.

Bab II Pembahasan
Dalam bab ini terbagi menjadi 4 (empat) sub bab yang menjelaskan mengenai
profil dari PT. Krakatau Steel, bahan baku yang digunakan untuk pembuatan
baja di PT. Krakatau Steel, perbandingan antara bijih besi dan besi tua, serta
mengenai proses pembuatan baja di PT. Krakatau Steel

Bab III Penutup


Bab ini menguraikan mengenai simpulan dan saran mengenai penelitian.
BAB II

Pembahasan

2.1 Profil PT. Krakatu Steel


PT Krakatau Steel merupakan BUMN yang bergerak di bidang produksi baja. Perusahaan
yang beroperasi di Cilegon, Banten ini mulanya dibentuk sebagai wujud pelaksanaan
Proyek Baja Trikora yang diinisiasi oleh Presiden Soekarno pada tahun 1960 untuk
memiliki pabrik baja yang mampu mendukung perkembangan industri nasional yang
mandiri, bernilai tambah tinggi, dan berpengaruh bagi pembangunan ekonomi nasional.
Ketika dibentuk pada tanggal 20 Mei 1962, perusahaan yang dulunya bernama Cilegon
Steel Mill ini resmi berdiri dengan kerja sama Tjazpromexport dari Uni Soviet. Namun,
terjadinya gejolak politik dan ekonomi yang parah, mengakibatkan pembangunan pabrik
sempat terhenti. Barulah memasuki awal 1970-an, unit pabrik dilanjutkan
pembangunannya dan dioperasikan secara resmi pada tanggal 31 Agustus 1970 dengan
nama Krakatau Steel. Selama dekade pertama perusahaan berdiri, Krakatau Steel telah
melakukan gerak cepat dalam pembangunan kawasan operasi terpadu produksi baja di
Cilegon dengan berbagai peresmian operasional perdana yang disaksikan dan diresmikan
langsung oleh Presiden Soeharto dari pusat pengolahan air terpadu, pelabuhan Cigading,
PLTU Cilegon 400 MW serta pabrik baja terpadu.
2.1.1 BUMN
BUMN adalah singkatan dari Badan Usaha Milik Negara yang dahulu dikenal
sebagai perusahaan negara (PN). BUMN merupakan perusahaan yang dimiliki baik
sepenuhnya, sebagian besar, maupun sebagian kecil oleh pemerintah, dan
pemerintah memberi kontrol terhadapnya. BUMN berbeda dengan badan lain milik
pemerintahan karena status badan hukum dan sifat operasionalnya. Meski BUMN
berperan dalam melaksanakan kebijakan publik, BUMN harus dibedakan dari
kementrian lembaga pemerintah non kementrian, non struktual, dan badan layanan
umum.

2.1.1.1 Hubungan BUMN dengan PT. Krakatau Steel


Pada tanggal 10 Agustus tahun 1998 PT. Krakatau Steel menjadi anak
perusahaan PT. Pakarya Industri (Persero) bedasarkan PP No. 35/1998. Pada tahun
1999 PT. Pakarya Industri (Persero) berubah nama menjadi PT. Bahana Pakarya
Industri Strategis (BPIS) dengan total aset Rp. 16 triliun. Akan tetapi pada tanggal
28 Maret 2002 melalui Forum RUPS Luar Biasa pemerintah membubarkan PT.
BPIS dengan pengalihan aset menjadi BUMN. Oleh karena itu industri yang
menjadi anak perusahaan PT. BPIS menjadi BUMN.

2.1.2 Hasil Produksi PT. Krakatau Steel


PT. Krakatau Steel memproduksi tiga produk utama baja, diataranya ada hot rolled
coil atau plate, cold rolled coil atau sheet, dan wire rod.
2.1.2.1 Hot Rolled Coil
Baja lembaran panas yang berupa coil dan pelat adalah jenis produk baja
yang dihasilkan dari proses pengerolan panas.Pabrikan dan para pengguna
jenis baja ini umumnya menyebut produk ini 'baja hitam' sebagai pembeda
terhadap produk baja lembaran dingin yang juga biasa dikenal sebagai 'baja
putih'.Krakatau Steel juga memproduksi baja plain carbon dan baja micro-
alloyed yang dapat digunakan untuk berbagai penggunaan, dari kualitas
umum atau komersial hingga kualitas khusus, seperti struktur rangka baja,
komponen dan rangka kendaraan bermotor, tiang pancang, komponen alat
berat, fabrikasi umum, pipa dan tabung umum, pipa dan tabung untuk jalur
pipa dan casing, tabung gas, baja tahan korosi cuaca, bejana bertekanan,
boilers, dan konstruksi kapal. Ketebalan pelat baja lembaran panas berkisar
antara 0,18 hingga 25 mm, sedangkan lebarnya antara 600 hingga 2060
mm.Produk baja lembaran panas dapat diberikan dalam bentuk coil dan
pelat.Kondisinya dapat berupa gulungan atau sebagai produk yang melalui
proses pickling dan oiling (hot rolled coil-pickled oiled atau HRC-PO).

Gambar 2.1 Hot Rolled Coil


2.1.2.2 Cold Rolled Coil
Baja lembaran dingin yang banyak dikenal dengan nama 'baja putih' ('white
steel') adalah salah satu bentuk produk baja yang dihasilkan dari proses
pengerolan dingin. 'Baja putih' ini memiliki sifat tipikal yang berbeda
secara signifikan dengan 'baja hitam' atau baja lembaran panas.Baja
lembaran dingin memiliki kualitas permukaan yang lebih baik, lebih tipis
dan dengan ukuran yang lebih presisi, serta mempunyai sifat mekanis yang
baik dan formability yang sangat bagus.Baja dalam kategori ini umumnya
dimanfaatkan dalam proses pembentukan karena material ini memiliki
formability, weldability, dan kualitas roughness yang lebih baik.Baja putih
ini juga dipakai untuk aplikasi dalam industri galvanizing (zinc-coating),
enamelware (porcelain-coating), dan digunakan sebagai bahan baku
pembuatan kaleng makanan berlapis timah (tin mill-black plate) dalam
industri makanan dan minuman.Untuk lembaran baja yang dikuatkan
(annealed sheet), kisaran ketebalan baja putih yang dihasilkan Krakatau
Steel adalah 0,20 hingga 3,00 mm, sedangkan untuk unannealed (dalam
bentuk gulungan) ketebalan maksimumnya adalah 2,00 mm.

Gambar 2.2 Cold Rolled Coil


2.1.2.3 Wire Rod
Batang kawat dibuat dari baja billet, oleh sebab itu batang kawat
dikategorikan sebagai produk batangan, untuk membedakannya dari baja
lembaran panas dan baja lembaran dingin yang dibuat dari baja slab.Batang
kawat biasanya dikelompokkan berdasarkan kandungan karbonnya,yaitu
batang kawat dengan karbon rendah, sedang, atau tinggi.Selain itu batang
kawat juga dikategorikan berdasarkan aplikasinya.Batang kawat karbon
rendah dan sedang memiliki kandungan karbon kurang dari 0,25%.Baja
jenis ini umumnya digunakan untuk kawat, paku, wire mesh, dan sebagai
bahan baku untuk welded fabrication (kisi-kisi jendela atau pintu, pagar,
dan jeruji).

Gambar 2.3 Wire Rod


2.2 Bahan Baku Pembuatan Baja di PT. Krakatau Steel
Baja merupakan perpaduan unsur besi dan unsur karbon dengan kandungan karbon yang
lebih kecil, sehingga dalam proses pembuatan baja diperlukan besi dalam jumlah yang
cukp banyak. Di PT. Krakatau Steel dalam pembuatan baja digunakan dua jenis besi yaitu
bijih besi dan besi tua. Sebenarnya bijih besi merupakan bentuk asal dari besi yang
ditemukan pada bagian kerak bumi. Sedangkan besi tua merupakan jenis besi bekas atau
yang lebih dikenal dengan sebutan scrap berbentuk lempengan besi.

2.3 Bijih Besi dan Besi Tua


2.3.1 Bijih Besi
2.3.1.1 Pengertian
Bijih besi merupakan bentuk asal dari besi pada bagian kerak bumi yang
tersusunan atas oksigen (O2) dan atom besi (Fe) yang terikat secara
bersamaan dalam sebuah molekul. Bijih besi biasanya diperoleh dari
pertambangan dalam bentuk hematit (Fe2O3), magnetit (Fe3O4), goethit
(FeO(OH)), sidertit (Fe3O4) atau limonit (FeO(OH)n(H2O). Kandungan
unsur besi terbanyak terdapat dalam bentuk hematit dan magnetit yaitu
sekitar 60%. Bijih besi termasuk sumber daya alam yang ketersediaannya di
alam cukup melimpah, karena Indonesia merupakan negara dengan
penghasil bijih besi terbesar.

Gambar 2.4 Bijih Besi


2.3.1.2 Jenis-Jenis

Gambar 2.5 Peta Persebaran Bijih Besi

2.3.1.2.1 Berdasarkan jumlah kandungan Fe, bijih besi dibagi


menjadi 3 macam, yaitu :

a. Bijih Besi Primer


Umumnya berupa bijih hematit dan magnetit atau
campuran dari keduanya dengan kandungan Fe yang
tinggi yaitu sekitar 60%. Jenis besi primer ini
merupakan bahan baku utama untuk memproduksi besi
dunia. Di Indonesia, bijih besi primer dapat ditemukan
di Aceh, Sumatera Barat, Bengkulu, Lampung,
Kalimantan Barat dan Kalimantan Selatan.

Gambar 2.6 Peta Cadangan Bijih Besi Primer

b. Bijih Besi Laterit


Jenis batuan ini berupa goethit dan limonit dengan
kandungan Fe sekitar 40-58% karena terdapat
kandungan air kristal. Di i Indonesia, bijih sekunder
atau laterit terdapat di Pulau Sebuku, Gunung Kukusan
(Kalimantan Selatan), Pomala dan Halmahera.
c. Pasir Besi
Jenis batuannya adalah titanomagnetit dan memiliki
sifat magnet yang kuat dengan kandungan Fe sekitar
59%. Pengolahan bijih sampai menjadi besi baja secara
komersial menggunakan pasir besi sudah dilakukan di
New Zealand dan China.

Gambar 2.7 Ketersediaan bijih besi berdasarkan


kandungan Fe

2.3.1.2.2 Berdasarkan tipe endapan, bijih besi dibagi menjadi 4


macam, yaitu :

a) Endapan Skarn (Metasomatik Kontak)

Bijih tipe ini dapat terbentuk akibat proses kontak


metasomatik yaitu larutan magma berkompisisi sedang,
basa, atau ultra basa yang naik kepermukaan dalam
peristiwa intrusi atau ekstrusi dapat bereaksi dengan
batuan sekitarnya, terutama dengan batuan kapuran
(tipe ekso-skarn atau kalsik eksoskarn). Disini akan
terbentuk mineral-mineral skarn seperti garnet, epidot,
dan jika yang terbentuk adalah mineral-mineral
magnetit dan hematit sebagai mineral utama maka dapat
menjadi bijih besi. Di Indonesia, bijih besi tipe ini
biasanya terdapat di sekitar daerah kontak batuan intrusi
berkomposisi sedang sampai basa seperti diorit,
granidiorit, dan gabro atau basalt dengan formasi batuan
sedimen atau vulkanis yang mengandung lapisan-
lapisan atau lensa-lensa batuan gampingan atau batuan
yang bersifat gampingan. Dalam proses ini, selain
temperatur, magma juga ikut memegang
peranan dalam menambahkan langsung beberapa unsur
pada batuan sekitarnya, sehingga endapan ini tidak
mungkin terdapat jauh dari batuan intrusi kecuali bila
telah mengalami proses desintegrasi dan transportasi
sebagaimana halnya pada endapan eluvial dan diluvial.

Ciri-ciri tipe endapan ini antara lain:

 Endapan bijih besi ini dapat berbentuk lensa,


berupa sarang (nest-shaped) atau lapisan-lapisan
yang kompleks pada batuan kontak;
 Berupa endapan masif yang terutama terdiri dari
magnetit dan hematit. Selain oksida besi, juga
sering mengandung mineral sulfida seperti pirit
dan kalkopirit, disamping mineral skarn seperti
garnet, piroksen, aktinolit, sillimanit, dan
epidot;
 Akibat proses desintegrasi dan transportasi,
endapan tipe ini sering terdapat dalam
bentuk eluvial atau diluvial, yaitu berupa
onggokan bongkah-bongkah batuan berbagai
ukuran dengan komposisi mineralnya yang
utama masih tetap berupa magnetit dan hematit.
Onggokan batuan ini biasanya tidak jauh
letaknya dari tempat asalnya yaitu daerah
kontak;
 Kadar Fe bijih tipe ini berkisar sekitar 50-70%;
 Kadar Ni atau Cr dapat diabaikan;Karena sering
berasosiasi dengan mineral
sulfida, terkadang berkadar Cu atau Zn agak
tinggi (± 1%);
 Kadar belerang kadang-kadang agak tinggi,
mendekati 1%;
 Kadar TiO2 biasanya dibawah 0,5%.

Tipe endapan ini banyak terdapat di Indonesia, terutama


di Sumatera dan Kalimantan, tetapi cadangannya kecil
(<1juta ton). Endapan terbesar yang pernah ditemukan
dan dieksplorasi terdapat di Gunung
Tanalang, Kalimantan Selatan, dengan cadangan 5 juta
ton.
b) Endapan Placer

Tipe endapan ini terbentuk oleh proses pelapukan,


desitegrasi, dan pengumpulan secara mekanik. Hasilnya
adalah endapan fragmen mineral dan batuan yang
seringkali disebut mineral/batuan rombakan. Tipe ini
dikenal sebagai placer pantai (beach placer) dan placer
aluvium (alluvial placer). Karena melalui proses
mekanik, maka kemurnian fragmen mineral rombakan
dipengaruhi oleh intensitas liberasi selama proses
tersebut.

Tipe mineral/bijih placer pantai yang telah diselidiki


secara terperinci antara lain yang terdapat dalam
endapan pasir besi bertitan sepanjang pantai Daerah
Istimewa Yogyakarta. Mineral utamanya
titanomagnetit, dengan warna, kilap logam dan
goresannya adalah abu kehitaman. Berat jenisnya 5,0-
6,5, dengan kadar TiO2 dalam titanomagnetit berkisar
antara 7-12%. Kristal ilmenit (FeTiO3) dan magnetit
(Fe3O4) tumbuh bersama (intergrowth) dan berkaitan
sangat kuat.

Pada umumnya, contoh pasir besi bertitan Yogyakarta


menunjukkan variasi besar butiran yang tidak mencolok
sepanjang lintasan lateral, akan tetapi variasi besar
butiran sangat mencolok ke arah dalam. Makin ke
dalam butiran fragmen semakin kasar dan fragmen
titanomagnetit semakin berkurang. Demikian pula
liberasi butiran fragmen, makin kedalam semakin
kurang baik sehingga makin banyak fragmen
titanomagnetit yang masih terikat oleh fragmen batuan
(silikat). Hal ini pula yang menyebabkan kadar besi
yang terlarut asam menurun sangat tajam.

Endapan pasir bertitan Yogyakarta mengandung


fragmen feldspar, plagioklas, klinopiroksen,
titanomagnetit, hematit, olivin, kuarsa, amfibol, mika,
dan fragmen batuan. Semua ini berasal dari batuan
piroklastika dan efusifa yang berkomposisi andesit dan
basalt. Besar butiran fragmen endapan pasir besi
bertitan berkisar antara 1,2-0,053 mm. Butiran fragmen
+ 1,2 mm bervariasi dalam tiga lapisan, pada lapisan
atas sebanyak 1%, lapisan tengah 8%, dan lapisan
bawah 12%. Sedangkan pada fragmen – 0,053 mm
jumlahnya kurang dari 3% di semua lapisan. Besar
butiran fragmen titanomagnetit yang terliberasi oleh
kegiatan gelombang laut berkisar antara 0,21-0,105
mm. Kenaikan besar butiran fragmen menunjukkan
penurunan berat jenisnya. Bagian titanomagnetit yang
masih menjadi satu dengan batuan (silikat) berada
dalam tiga lapisan. Bagian paling bawah dari lapisan
atas mengandung 35-55% dan bagian paling atas dari
lapisan bawah mengandung 65-85%.

Pasir bertitan Yogyakarta mempunyai tingkat


kemagnetan (MD-magnetic degree) kurang dari 20%
(MD= persentase beral mineral-mineral yang tertarik
oleh magnet 300 Gauss). Dalam proses pemurnian,
biasanya fragmen titanomagnetik digerus dan terliberasi
sampai lolos saringan 0,05-0,10 mm, akan tetapi
sebagian masih belum terliberasi dengan baik, bahkan
paduan ilmenit-magnetit masih belum terpisahkan.

Kualitas endapan pasir besi bertitan dapat dibagi


menjadi dua golongan, dengan komposisi sebagai
berikut: (1) oksidasi besi yang terliberasi dari silikat dan
mengandung besi terlarut asam lebih dari 60%, dan (2)
komposit silikat besi dengan besi terlarut asam ± 5%.

c) Endapan Laterit

Tipe endapan ini merupakan endapan residu dari proses


pelapukan, dekomposisi, dan pengumpulan kimia. Tipe
ini tidak lazim disebut endapan mineral/batuan
rombakan. Karena melalui proses kimia, maka
keterjadiannya berkaitan dengan pelarutan dan
pengendapan yang sesuai dengan keadaan dan situasi
setempat, yakni jenis batuan induk dan lingkungan
fisika-kimia. Lingkungan yang baik untuk proses
lateritisasi adalah: (1) iklim tropis-basah, (2) topografi
yang relatif tidak curam, dan (3) waktu proses
lateritisasi yang cukup lama.

Endapan mineral/bijih laterit umumnya terjadi pada


batuan induk ultramafik (ofiolit). Unsur besi bivalen
dilepaskan oleh pelapukan secara kimia terhadap batuan
ultramafik yang sudah teroksidasi menjadi besi trivalen
dan kemudian diendapkan dalam laterit. Dalam keadaan
reduksi (dalam hutan lebat), unsur besi feri berubah
menjadi fero dan berupa larutan yang bergerak sampai
menemui lingkungan yang teroksidasi, kemudian unsur
besi tersebut berubah lagi menjadi feri dan terendapkan
di lingkungan tersebut pada permukaan air tanah,
selanjutnya konkresi limonit (2Fe2O3.3H2O) terjadi
dalam lingkungan tersebut. Karena oksida besi yang
mempunyai berat jenis lebih besar mengalami dehidrasi,
maka hematit dan magnetit terjadi mendekati
permukaan. Hematit terkumpul kearah permukaan,
sedangkan magnetit cenderung kearah zona yang lebih
dalam. Hematit yang relatif lebih stabil dalam
lingkungan pH (5,5-8), maka endapannya dapat
berkembang menjadi “kerak hematit yang keras”
atau iron-cap. Mineral besi, mineral nikel dan krom
diendapkan sebagai residu dalam laterit. Mineral besi
yang berupa konkresi limonit bersifat belahan konkoidal
disebut goetit.

Di Indonesia, tipe endapan ini terdapat dalam jumlah


yang besar (ratusan juta ton), terutama di Kalimantan
dan Sulawesi Tenggara.

d) Endapan Sedimen

Endapan tipe ini terbentuk berkaitan dengan proses


sedimentasi yaitu proses kimia yang memegang peranan
utama dalam proses pengendapannya. Ada pula yang
menjadi penyebabnya adalah proses desintegrasi
mekanik, seperti yang terjadi pada sebagian endapan
bijih besi disekitar bijih besi tipe lateritik. Endapan jenis
“bog-iron” terbentuk bila larutan yang mengandung
besi terkumpul dalam suatu cekungan atau basin, dan
oleh proses kimia atau akibat pekerjaan bakteri
terbentuklah endapan bijih besi. Dalam kelompok ini
termasuk juga endapan bijih besi yang dihasilkan oleh
sumber air panas (endapan sinter).

Ciri-ciri tipe endapan ini:

 Karena berasosiasi dengan endapan sedimen,


tekstur atau strukur perlapisan dan laminasi
dapat terlihat jelas;
 Dapat berupa perlapisan yang kompak atau
massif dan dapat berupa breksi atau
konglomerat, sering mengandung bongkah-
bongkah atau kerikil peridotit atau serpentinit;
 Komposisi mineral besinya bervariasi, ada yang
berupa karbonat, silikat besi, magnetit, dan
hematite;
 Kadar Fe berkisar antara 40 - 60 %;
 Mengandung kadar Ni dan Cr yang lebih rendah
dari tipe lateritik yaitu rata-rata 0,41% Ni dan
2,1 % Cr2O3, khususnya yang berasal dari bijih
besi laterit;
 Kadar Al lebih rendah dari tipe bijih lateritik,
yaitu sekitar 7%;
 Bijih besi “bog-iron”, sering mengandung kadar
belerang dan mangan yang tinggi, sedang yang
berasal dari air panas dapat mengandung
belerang yang relatif lebih tinggi;
 Karena sering adanya perlapisan pemisah
diantara lapisan bijih besi, kasar Fe dan unsur-
unsur lain yang dikandungnya dapat bervariasi
secara lateral maupun vertikal.
2.3.1.3 Asal Mula
Awalnya besi ditemukan dalam meteorit dengan bercampur dengan
senyawa mineral yang terdapat dalam kerak bumi. Namun, awal
ditemukannya alat-alat besi berada di Mesir dari sekitar 3000 SM. Sekitar
tahun 1000 SM, bangsa Yunani Kuno diketahui telah melakukan teknik
pemanasan yang dilakukan untuk persenjataan besi keras mereka. Teknik
ini di produksi sampai sekitar abad ke-14 M, bentuk-bentuk dari besi tempa.
Besi tempa di buat dengan memanaskan bijih besi dan arang di tungku
dengan bantuan forced draft udara, dengan tujuan untuk mengurangi massa
dari bijih besi dan panas yang bersinar. Lalu logam besi spons diisi dengan
terak yang kemudian terak tersebut di keluarkan dari tungku, namun masih
mengeluarkan panas yang bersinar. Maka dari itu, besi ditumbuk dengan
kereta luncur yang sangat berat dengan tujuan untuk memisahkan sisa terak
dan las yang kemudian membentuk massa murni dari besi. Hanya saja,
dengan teknik ini tidak menghasilkan besi tempa, melainkan baja sejati.
Oleh karena itu, para pembuat besi mempelajari cara membuat baja dengan
memanaskan besi tempa dan arang di kotak tanah liat selama beberapa hari
sampai besi menyerap karbon yang cukup untuk membentuk baja keras
sejati.
Pada akhir abad ke-14 M, tungku besi diganti oleh babi tungku besi akibat
ledakan dalam peleburan meningkat. Dengan menggunakan babi tungku
besi yaitu sebuah panduan untuk melelehkan besi dengan suhu yang lebih
rendah dalam pembuatan baja ataupun besi tempa. Babi besi kemudian di
proses lebih lanjut untuk membuat baja.
Hingga saat ini, pabrik baja memproduksi baja bahan utama bijih besi
dengan menggunakan tungku ledakan yang hanya perbaikan tukang besi
lama. Dan sejak tahun 1960, tungku busur listrik memproduksi baja dari
besi tua. Jadi bahan utama pembuatan baja yakni menggunakan bijih besi
atau besi tua.

2.3.1.4 Sifat Kimia


Besi memiliki sifat kimia yaitu korosif. Korosif adalah perubahan suatu
logam menjadi senyawanya. Suatu logam akan mengalami korosif jika pada
bagian permukaan logam tersebut ada yang bertindak sebagai anode dan
ada bagian yang bertindak sebagai katode. Besi juga bereaksi dengan air
dan uap pada suhu tnggi mebghasilkan gas hidrogen, selain itu besi juga
memiliki sifat larut dalam larutan asam.

2.3.1.6 Sifat Fisika


1. Pada suhu kamar berwujud padat, mengkilap dan berwarna keabu-abuan.
2. Merupakan logam feromagnetik karena memiliki empat elektron tidak
berpasangan pada orbital d.
3. Penghantar panas yang baik karena bersifat konduktor, yang
disebabkan
4. karena pergerakan elektron-elektron yang tidak berpasangan pada kisi
kristal. Seperti halnya jika logam besi diberi kalor atau panas, energi kinetik
akan meningkat. Karena itu, elektron akan menyebarkan kalor ke elektron
lainnya dan menyebarkan ke seluruh bagian logam besi tersebut.
5. Kation logam besi Fe berwarna hijau (Fe2+) dan jingga (Fe3+). Hal ini
disebabkan oleh adanya elektron tidak berpasangan dan tingkat energi
orbital tidak berbeda jauh. Akibatnya, elektron mudah tereksitasi ke tingkat
energi lebih tinggi menimbulkan warna tertentu. Jika senyawa transisi baik
padat maupun larutannya tersinari cahaya maka senyawa transisi akan
menyerap cahaya pada frekuensi tertentu, sedangkan frekuensi lainnya
diteruskan. Cahaya yang diserap akan mengeksitasi elektron ke tingkat
energi lebih tinggi dan cahaya yang diteruskan menunjukkan warna
senyawa transisi pada keadaan tereksitasi.
2.3.1.7
2.3.2 Besi Tua
2.3.2.1 Pengertian
Besi tua merupakan salah satu jenis besi yang sudah mengalami
proses korosi, akibatnya kandungan Fe dalam besi berkurang. Akan
tetapi, meskipun mengalami pengurangan kandungan Fe, besi tua
memiliki nilai pasar sebesar Rp. 500 miliar per bulan.
2.3.2.2

2.3.3 Perbandingan Bijih Besi dan Besi Tua


Bijih besi merupakan batuan atau mineral dari bentuk asal sebuah besi
sedangkan besi tua merupakan lempengan besi bekas yang sudah tidak
terpakai. Di antara bijih besi dan besi tua
2.4 Proses Pembuatan Baja di PT. Krakatau Steel

Dalam proses pembuatan baja, kandungan senyawa seperti silikon, nitrogen, sulfur,
fosfor dan kelebihan karbon dikeluarkan dari besi mentah agar kandungan besi
semakin murni dan atom besi semakin terikat kuat. Elemen perpaduan seperti nikel,
kromium, mangan dan vanadium ditambahkan pada proses pengolahan untuk
menghasilkan nilai yang berbeda dari baja yang dihasilkan. Karbon pada besi bekerja
sebagai unsur pengeras, mencegah atom besi untuk teratur dalam keterikatan. Kadar
jumlah karbon dan penyebaran perpaduan campuran (alloy) bahan baku dapat
mengontrol kualitas baja. Baja dengan peningkatan jumlah karbon dapat memperkeras
dan memperkuat besi, tetapi juga bisa menajdikannya lebih rapuh. Pengertian baja
secara ilmiah, baja adalah besi-karbon campuran dengan kadar karbon sampai 5,1
persen, namun alloy dengan kadar karbon lebih tinggi dari ini dikenal dengan besi.
Banyak aspek yang diperhatikan untuk pembuatan baja seperti pembatasan gas-gas
terlarut seperti nitrogen dan oksigen serta limbah yang tertahan (disebut “inklusi”)
pada pembuatan baja juga penting untuk menjamin kualitas produk baja.

2.4.1 Produk Baja Berdasarkan Komposisinya


Berdasarkan komposisi baja yang dioleh, diperoleh beberapa klasifikasi jenis
baja seperti baja karbon (carbon steel) dan baja paduan (alloy steel). Kedua
jenis baja tersebut juga banyak klasifikasinya lagi beradasarkan proses
pembuatan dan kualitas yang dihasilkan. Bentuk jadi produk baja dari bahan
karbon seperti pipa baja untuk industri pertambangan, pondasi dan kerangka
baja untuk menara dan gedung bertingkat. Sedangkan produk jadi dari
baja alloy seperti peluru baja, komponen-komponen mobil seperti cakram rem,
velg mobil dan gear. Baja diproduksi di dalam dapur pengolahan baja dengan
bahan utama besi kasar yang berupa padat maupun cair, besi bekas (skrap) dan
beberapa paduan logam. Inilah beberapa proses yang digunakan dalam
pembuatan baja, secara gambaran umum prosesnya adalah seperti berikut ini :
2.4.1.1 Proses Konvertor
Konvertor adalah salah satu wadah untuk mengolah besi menjadi baja
siap untuk diproduksi. Dibuat dari plat baja dengan sambungan las atau
paku keling. Pada bagian dalam konvertor dibuat dari batu yang tahan
api, batu tahan api tersebut dapat bersifat asam atau basa tergantung
dari sifat baja yang akan diolah. Di bagian bawah konvertor terdapat
lubang-lubang angin (tuyer) sebagai saluran udara penghembus yang
disebut sebagai air blast. Terdapat juga penyangga pada
konvertor yang dilengkapi dengan trunnion untuk mengatur posisi
horizontal atau vertikal konvertor.Sistem kerja :

1. Bahan baku dipanaskan dengan kokas (seperti batu


bara komposisi karbon) sampai ± 1500 derajat C.
2. Konvertor miringkan untuk memasukkan bahan baku baja
kurang lebih 1/8 dari volume konvertor.
3. Setelah abhan baku baja masuk, ke=onvertor kembali
ditegakkan.
4. Tekanan udara penglolahan berkisar 1,5 – 2 atm di hembuskan
5. dari kompresor.
6. Kemudian setelah 20-25 menit, konvertor di putar balik
(dijungkirkan) untuk mengelaurkan hasilnya.
2.4.1.2 Proses Bassemer (Asam)
Pengolahan dengan proses bassemer yaitu lapisan dalam yang
digunakan adalah batu tahan api yang mengandung kwarsa
asam atau aksid asam (SiO2), Bahan yang diolah besi kasar kelabu
cair, CaO tidak ditambahkan sebab dapat bereaksi dengan SiO2,
SiO2 + CaO CaSiO3.
2.4.1.3 Proses Thomas (basa)
Proses Thomas pada lapisan dinding bagian dalam terbuat dari batu
tahan api bisa atau dolomit [kalsium karbonat dan magnesium
(CaCO3 + MgCO3)]. Bahan baku yang diolah adalah besi kasar
putih yang mengandung P antara 1,7 – 2 %, Mn 1 – 2 % dan Si 0,6-
0,8 %. Setelah unsur Mn dan Si terbakar, P membentuk oksida
phospor (P2O5) untuk mengeluarkan besi cair ditambahkan zat
kapur (CaO), 3 CaO + P2O5 Ca3(PO4)2 (terak cair)
2.4.1.4 Proses Siemens Martin
Proses siemens martin diolah didalam dapur pelebur baja yang dapat
mencapai suhu tinggi, Proses pengolahan baja siemens
martin dibuat oleh dua orang yang bernama Siemen dan
Martin, sehingga dapurnya disebut pula dapur siemen martin. Dapur
untuk proses siemens martin mempunyai tungku kerja yang
diperlengkapi dengan ruang-ruang hawa. Tungku pengolahan ini
mempunyai kapasitas 30 – 50 ton, bahan baku yang diolah selain
besi kasar juga dapat dimasukkan besi bekas atau besi tua.
Jika besi yang dimasukkan mengandung posfor, bahan lapisan
dapurnya bersifat basa. Sebaliknya jika besinya tidak
mengandung posfor bahan lapisan dalam pada dapurnya bersifat
asam. Sistem kerjanya :
Sistem kerja dengan proses siemens martin menggunakan sistem
regenerator dengan suhu mencapai 3000 derajat C. Fungsi dari
regenerator adalah:

1. Memanaskan gas dan udara untuk menambah temperatur dapur


olah.
2. Berfungsi sebagai fundamen / landasan dapur.
3. Menghemat pemakaian ruang di dalam dapur

Bahan baku yang bisa digunakan baik besi kelabu maupun


putih. Besi kelabu dinding dalamnya dilapisi batu silika (SiO2)
sedangkan besi putih dilapisi dengan batu dolomit (40 % MgCO3 +
60 % CaCO3).

2.1.4.5 Proses Basic Oxygen Furnace (BOF)


Proses pengolahan baja dengan proses Basic Oxygen Furnace (BOF)
merupakan modifikasi dari proses Bessemer. Pada
proses Bessemer menggunakan uap air panas ditiupkan pada besi kasar
cair untuk membakar zat kotoran yang tersisa. Sedangkan pada proses
BOF memakai oksigen murni sebagai ganti uap air.
Dapur bejana BOF biasanya berukuran 5 m untuk diameternya dan
mampu memproses 35 – 200 ton dalam satu pemanasan. Peleburan
baja menggunakan BOF ini juga termasuk proses yang paling baru
dalam industri pembuatan baja. Tungku konstruksi relatif sederhana,
pada bagian luarnya dibuat dari plat baja sedangkan dinding bagian
dalamnya dibuat dari batu tahan api (firebrick). Sistem kerjanya :
Proses BOF menggunakan besi kasar cair (65 – 85%) yang dihasilkan
oleh tanur tinggi sebagai bahan dasar utama dicampur dengan besi
bekas (skrap baja) sebanyak (15 – 35%), batu kapur dan gas oksigen
dengan kemurnian 99,5%. Oksigen akan mengikat karbon yang
terdapat pada besi kasar secara berangsur-angsur turun sampai
mencapai tingkat baja yang dibuat. Saat proses oksidasi berlangsung
terjadi panas yang sangat tinggi sehingga dapat menaikkan temperatur
logam cair hingga mencapai diatas 165 derajat C. Saat oksidasi
berlangsung, ditambahkan batu kapur yang dimasukkan kedalam
tungku. Batu kapur tersebut akan mencair kemudian bercampur dengan
bahan-bahan impuritas (termasuk bahan – bahan yang teroksidasi)
sehingga membentuk terak yang terapung diatas baja cair.
Ketika proses oksidasi selesai, aliran oksigen dihentikan dan pipa
pengalir oksigen diangkat dari tungku. Tungku BOF kemudian
dimiringkan, pengambilan sampel baja cair kemidian dilakukan analisa
komposisi kimia untuk menilai kadar bajanya Jika komposisi kimia
pada unsur baja telah tercapai maka dilakukan penuangan (tapping).
Penuangan dilakukan ketika temperature baja cair sekitar 165 derajat
celcius.Cara penuangan yang dilakukan yaitu dengan memiringkan
perlahan-lahan tungku pengolahan sehingga cairan baja tertuang
masuk kedalam ladel (wadah tuangan baja cari yang belum dicetak).
Di dalam ladel kemudian dilakukan skimming untuk membersihkan
terak dari permukaan baja cair. Setalh terak dibersihkan dilakukan
proses perlakuan logam cair (metal treatment). Keuntungan dari BOF :

1. Proses BOF menggunakan O2 murni tanpa Nitrogen


2. Proses berjalan lebih cepat dan efektif, hanya lebih-kurang 50
menit.
3. Pada dapur olah / tungku tidak diperlukan tuyer pada bagian
bawahnya.
4. Filtering zat yang tidak digunakan
seperti phosphor dan sulfur dapat dipisahkan dulu daripada
karbon
5. Biaya operasional dengan proses BOF relatif lebih murah
dengan proses lainnya. (menggunkan O2, proses lebih cepat)
2.4.1.6 Proses Dapur Listrik
Proses pengolahan baja dengan menggunakan dapur listrik adalah
metode pengontrol temperatur peleburan dan memperkecil unsur-unsur
campuran di dalam baja yang dilakukan selama proses
pemurnian. Pada awal pemurnian baja digunakan dapur tungku terbuka
atau konvertor. Kemudian ada proses pemurnian lagi yang dilakukan
didalam dapur listrik sehingga baja yang diperoleh menjadi lebih
berkualitas. Dapur listrik terdiri dari dua jenis, yaitu dapur listrik busur
nyala dan dapur induksi frekuensi tinggi.

2.4.1.6.1 Dapur listrik busur nyala

Pada dapur lisrik busur nyala mempunyai kapasitas 25 – 100


ton, dilengkapi dengan tiga buah elektroda karbon yang
dipasang pada bagian atas / atap dapur. Elektroda karbon
dapat disetel dan secara otomatis bisa menghasilkan busur
nyala sehingga secara langsung dapat memanaskan dan
mencairkan logam. Pada dapur modern ini mampu mengolah
logam dengan proses asam atau basa. Bagian dalam dapur
masih berlapiskan batu tahan api. Bahan olah yang
dimasukkan ke dalam dapur adalah besi kasar dan juga logam
keras (baja atau besi) yang terlebih dahulu diketahui
komposisinya. Apabila dilakukan proses basa pada
pengolahan baja, maka akan terjadi oksidasi terak dari kapur
yang ditambahkan untuk mereduksi unsur-unsur campuran.
Selanjutnya diperoleh pemisahan terak (mengandung kapur)
dari baja cair. Untuk mencegah oksidasi ditambahkan lagi
logam campur pada logam baja yang telah diolah sebelum
dikeluarkan dari tungku.
2.4.1.6.2 Dapur induksi frekuensi tinggi
Dapur listrik dengan cara induksi frekuensi tinggi ini terdiri
dari kumparan yang dililiti kawat mengelilingi cawan batu
tahan api. Tenaga yang dialirkan dari listrik akan
menghasilkan arus listrik yang bersirkulasi di dalam logam
sehingga menyebabkan terjadinya pencairan. Setelah bahan
baku logam mencair selanjutnya peran arus listrik yaitu untuk
membuat gerak mengaduk secara berputar. Kapasitas isi dari
dapur jenis ini adalah 350 kg – 6 ton, pada umumnya dapur ini
digunakan untuk meproduksi baja paduan (alloy steel) yang
khusus. Keuntungan Dengan Busur Listrik :

1. Mudah mencapai temperatur tinggi dalam waktu singkat


2. Temperatur dapat diatur
3. Lebih efisien dalam pengolahannya
4. Cairan besi terlindungi dari kotoran dan pengaruh
lingkungan sehingga kualitas baja lebih baik
5. Kerugian akibat penguapan sangat kecil
2.4.1.7 Proses Dapur Kupola (Cupola Furnace)
Dapur Cupola (Cupola Funace) digunakan untuk peleburan besi
kasar kelabu dan besi bekas menjadi baja atau besi tuang, pada
umumnya digunakan untuk menghasilkan peleburan sehari-hari
berdasarkan pada kapasitas dari pabrik (foundry). Cupola
(kubah-kubahnya) biasanya dioperasikan secara berpasangan,
jadi pemeliharaannya bisa diatur pada satu kubah
dankubah yang lainnya tetap bisa beroperasi, demikian
seterusnya secara bergantian. Sistem kerjanya :
1. Dilakukan pemanasan terlebih dahulu pada kubah agar
bebas dari uap cair.
2. Bahan bakar berupa arang kayu dan kokas dinyalakan
selama ± 15 jam.
3. Kokas dan udara dihembuskan dengan kecepatan rendah
dengan blower.
4. Setelah kokas terbakar habis kemudian dimasukan
kepingan baja dan besi kasa.
5. Setelah beberapa menit 15 menit baja cair dikeluarkan
dari lubang pengeluaran.
Untuk membentuk terak dan menurunkan kadar pospor
dan sulfur, kemudian ditambahkan batu kapur (CaCO3) dan
akan terurai lagi dengan reaksi kimia dan terakhir
menghasilkan gas CO yang dikeluarkan melalui cerobong,
panasnya dapat dimanfaatkan untuk pembangkit mesin-mesin
lain. Proses terkahir saat di dalam dapur setelah pembersihan
terak diatas cairan dari dalam dapur selanjutnya adalah
mengeluarkan baja cair yang ditampung panci panci untuk
dibawa ke tempat penuangan besi atau baja.

Anda mungkin juga menyukai