PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Menurut The International Association for the study of pain (IASP), nyeri
didefinisikan sebagai pengalaman sensoris dan emosional yang tidak
menyenangkan yang berhubungan dengan kerusakan jaringan atau potensial
dapat menyebabkan kerusakan jaringan (Setiohadi dkk, 2006).
Nyeri sebenarnya berfungsi sebagai tanda adanya penyakit atau kelainan
dalam tubuh dan merupakan bagian dari proses penyembuhan dan perlu
dihilangkan/ diatasi jika nyeri telah mengganggu aktifitas tubuh (Priyanto,
2008). Gejala-gejala nyeri dapat digambarkan sebagai : tajam menusuk,
pusing, panas terbakar, menyengat, pedih, nyeri yang merambat, rasa nyeri
yang hilang timbul, dan berbeda tempat rasa nyeri. Setelah beberapa lama,
rangsangan nyeri yang sama dapat memunculkan gejala yang sama sekali
berbeda (contoh : dari nyeri menusuk menjadi pusing, dari nyeri yang terasa
nyata menjadi samar-samar). Gejala yang tidak spesifik meliputi kecemasan,
depresi, kelelahan, insomnia (gangguan pola tidur), rasa marah dan ketakutan
(Sukandar dkk, 2008).
Berikut ini adalah contoh perilaku dasar ketika pasien mengalami nyeri
menurut Rospond (2008):
Diam, menarik diri pada pasien yang biasanya mengeluh dan banyak
bergerak.
Berkedip dengan cepat, dengan wajah terlihat kaku/menyeringai kesakitan,
pada pasien yang biasanya tenang dan tidak banyak bicara.
Agitasi atau perilaku bersifat menyerang pada individu yang biasanya
mudah berteman dan terbuka.
Deskripsi akurat mengenai lokasi nyeri pada pasien yang biasanya
berbicara tidak jelas.
Pasien sering ingin mempunyai peran yang lebih besar terhadap
pemeliharaan kesehatannya sendiri, serta untuk merawat penyakit kronik atau
yang kambuhan tanpa komplikasi yang dideritanya hal ini biasa disebut
Swamedikasi atau Self Medication. Swamedikasi biasa dilakukan pasien untuk
penyakit-penyakit ringan yang sering terjadi dalam kehidupan sehari-hari.
Misalnya sakit flu, batuk ringan, sakit perut ringan, luka kecil, sakit gigi, nyeri
kepala, dan penyakit-penyakit yang biasanya merupakan gejala dari penyakit
tertentu, jika semakin parah dan tidak bisa ditanggulangi sendiri, maka pasien
baru akan pergi ke dokter (Wibowo dan Gofir, 2001).
B. Rumusan Masalah
Rumusan masalah dalam makalah ini adalah :
1. Bagaimanakah patofisiologi dan mekanisme terjadinya nyeri?
2. Bagaimanakah penatalaksanaan nyeri?
3. Obat-obat apa saja yang bisa digunakan untuk pengatasan nyeri dalam proses
pengobatan sendiri (Swamedikasi)?
1. Nyeri pada umumnya terjadi akibat adanya kerusakan jaringan yang nyata,
keadaan dimana disebut sebagai nyeri akut misalnya nyeri pasca bedah.
Namun terdapat juga suatu keadaan dimana timbul keluhan nyeri tanpa
adanya kerusakan jaringan yang nyata atau nyeri timbul setelah proses
penyembuhan usai, keadaan mana disebut sebagai nyeri kronik misalnya
nyeri post-herpetic, nyeri phantom atau nyeri trigeminal.
2. Penggunaan analgesik seperti obat antiinflamasi non steroid (OAINS) dan
parasetamol ditujukan untuk mengatasi nyeri ringan sampai sedang. Bila tidak
teratasi dapat ditingkatkan dengan penggunaan opioid lemah seperti kodein yang
di kombinasi dengan OAINS atau ajuvan. Hingga saat ini penggunaan agonis
reseptor opioid, seperti morfin, fentanil, oksikodon dan petidhin telah luas
digunakan.
BAB V
CONTOH KASUS
1. Swamedikasi migrain. Serangan yang tidak begitu hebat seringkali dapat dihentikan
secara efektif dengan kombinasi dari suatu obat antimual dan zat antinyeri, bila diminum
sedini mungkin setelah timbulnya serangan. Pertama2 diminum tablet antimual (O.W.A)
metoklopramida (Primperan) dengan efek meningkatkan gerakan2 lambung, yang selama
serangan sangat terhambat. Setengah jam kemudian diminum 2 tablet asetosal (Aspirin,
dll), atau 2 tablet parasetamol (Panadol, dll) atau 2 tablet asam mefenamat (Ponstan, dll).
Setelah minum obat-obat ini adalah penting agar penderita berbaring di ruang gelap dan
berusaha tidur. Penderita yang sudah mual dan tidak dapat minum obat tsb melalui mulut,
dapat menggunakannya secara rektal dalam bentuk suppositoria. Serangan yang lebih
hebat perlu ditangani oleh dokter dengan obat migrain khas, yakni obat yang
memperkecil pembuluh ergotamin (komb: Cafergot, Ergophen, Bellapheen) atau obat
baru sumatriptan, yang sangat ampuh menghentikan serangan hebat dalam waktu 0,5/2
jam (injeksi/tablet).
2. Swamedikasi nyeri : seorang anak laki – laki 10 tahun dengan keluhan nyeri kaki akibat
jatuh dari sepeda dengan luka lebam disertai panas.
farmasis memberikan komunikasi dan menggali informasi tentang kasus tersebut
kemudian membantu memilihan terapi yang tepat untuk pasien, dengan
memberikan pilihan terapi parasetamol sirup untuk demamnya dan hico gel
(heparin) untuk luka lebamnya.dengan pemberian sirup parasetamol diminum 3
kali sehari dan atau jika panas saja. Untuk hico gel dioleskan pada luka lebam
bisa dioleskan sampai 6 kali sehari.
BAB VI
DAFTAR PUSTAKA