Anda di halaman 1dari 8

REFERAT FAKTOR RISIKO ANOMALI MATA

BAGIAN ILMU PENYAKIT MATA RSUD KOTA SALATIGA

Pembimbing:
dr. Iman Krisnugroho, Sp. M

Disusun oleh:

Cory Dwi Rizky Octavianti Bhaktiar Mulya Jaya


Faridah Azzah Sari Nur Husnina Desi
Novia Safitri Annisa Ayunita Ramadhani
Zidnil Ula Yulis Setiawati
Abdullah Yanuar Firdaus

PENDIDIKAN DOKTER PROGRAM PROFESI


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PURWOKERTO
2020
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI......................................................................Error! Bookmark not defined.


BAB I .................................................................................Error! Bookmark not defined.
A. Latar Belakang .........................................................Error! Bookmark not defined.
B. Tujuan Penulisan ......................................................Error! Bookmark not defined.
BAB II................................................................................................................................. 4
A. Riwayat Keluarga ...................................................................................................... 4
B. Panjang Bola Mata .................................................................................................... 5
C. Aktivitas Melihat dekat ............................................................................................. 5
D. Intensitas Cahaya ...................................................................................................... 6
E. Rendahnya Konsumsi Makanan Sehat ...................................................................... 6
BAB III ............................................................................................................................... 7
A. Kesimpulan ............................................................................................................... 7
B. Saran.......................................................................................................................... 8
DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................................... 8

2
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kelainan refraksi atau ametropia merupakan kelainan pembiasan
sinar pada mata sehingga sinar tidak difokuskan pada retina atau bintik
kuning, tetapi dapat di depan atau di belakang bintik kuning dan mungkin
tidak terletak pada satu titik yang fokus. Kelainan refraksi dikenal dalam
bentuk miopia, hipermetropia dan astigmatisma (Vaughan, 2015).
Berdasarkan hasil survei indera penglihatan dan pendengaran
1993-1996 yang dilakukan di delapan provinsi menunjukkan prevalensi
kebutaan di Indonesia sebesar 1,5 persen dengan penyebab katarak 0,78%,
glaukoma 0,20%, kelainan refraksi 0,14%, kelainan retina 0,13%, kelainan
kornea 0,10%, dan oleh penyebab lain 0,15% (Depkes RI, 1998).
Kelainan refraksi miopia merupakan penyebab terbesar gangguan
penglihatan pada usia sekolah. Kelainan refraksi yang tidak terkoreksi
merupakan penyebab penting cacat penglihatan yang sebenarnya dapat
dihindari. Hal ini dibuktikan dengan dimasukkannya kelainan refraksi
dalam prioritas “ Vision 2020 : The Right to Sight – A Global Initiative”
yang diluncurkan World Health Organization (WHO) dan international
Agency for the Prevalention of Blindness (Brien, 2005).
Gangguan penglihatan merupakan masalah kesehatan yang
penting, karena 80% informasi didapatkan melalui indra penglihatan.
Keterlambatan melakukan koreksi gangguan penglihatan terutama pada
anak usia sekolah akan mempengaruhi kemampuan dalam menyerap
materi pelajaran dan berpotensi mengurangi kecerdasan. terdapat faktor
genetik dan faktor lingkungan dapat menyebabkan terjadinya gangguan
refraksi pada mata (Pascolini, 2011).

B. Tujuan Penulisan
Referat ini bertujuan untuk mempelajari dan meningkatkan
pemahaman tentang faktor risiko anomali refraksi.

3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Faktor Risiko Anomali Mata


A. Riwayat Keluarga
Faktor risiko terpenting pada pengembangan miopia sederhana adalah
riwayat keluarga miopia. Beberapa penelitian menunjukan 33 -60%
prevalensi myopia pada anak-anak yang kedua orang tuanya memiliki
miopia, sedangkan pada anak -anak yang salah satu orang tuanya memiliki
miopia, prevalensinya adalah 23-40%. Kebanyakan penelitian menemukan
bahwa ketika orang tua tidak memiliki miopia, hanya 6-15% anak-anak yang
memiliki miopia (Ilyas, 2015).

B. Panjang Aksis Bola Mata


Secara fisiologis sinar yang difokuskan pada retina terlalu kuat sehingga
membentuk bayangan kabur atau tidak tegas pada makula lutea. Titik fokus
sinar yang datang dari benda yang jauh terletak di depan retina. Titik jauh
(pungtum remotum) terletak lebih dekat atau sinar datang tidak sejajar.
Namun miopia diduga berasal dari faktor genetik dan faktor lingkungan
(Ilyas, 2015).

C. Aktivitas Melihat Dekat (Faktor Lingkungan dan Kebiasaan)


1. Aktivitas Membaca
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Ip pada tahun 2008
ditemukan bahwa terdapat hubungan signifikan antara miopia dengan
lama membaca. Membaca terus-menerus selama lebih dari 30 menit
dapat meningkatkan faktor risiko miopia. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa miopia lebih banyak dialami oleh siswa yang membaca buku
selama 2 jam atau lebih. Pada saat membaca akan mempengaruhi kerja
otot mata, sehingga kelelahan mata lebih cepat timbul dan risiko
timbulnya miopia lebih besar.
Dalam sebuah literatur disebutkan bahwa pembaca cenderung
menempatkan dirinya pada posisi yang membuatnya merasa nyaman

4
ketika membaca. Posisi tidur ataupun tengkurap sebaiknya dihindari
ketika membaca Pada posisi-posisi tersebut secara tidak sadar jarak mata
dengan buku bacaan akan menjadi terlalu dekat dan durasi membaca
cenderung lebih panjang karena pembaca merasa lebih nyaman.
Membaca dengan posisi berbaring dapat meningkatkan risiko gangguan
refraksi sebanyak 3 kali lipat (Sari, et al. 2015).

2. Penggunaan gadget
Penggunaan gadget juga termasuk aktivitas dengan jarak pandang
dekat. Status refraksi miopia lebih banyak didapatkan pada siswa yang
beraktivitas di depan komputer lebih dari 4 jam setiap kalinya. Dengan
duduk di depan komputer terus menerus dapat memperberat kerja otot
mata. Penggunaan komputer yang berlebihan dapat mempercepat angka
kejadian miopia. Blue-turquoise light memberi pengaruh yang baik bagi
tubuh dengan membantu regulasi jam biologis tubuh manusia.
Sedangkan blue-violet light memberi pengaruh yang tidak baik bagi
tubuh karena dapat merusak sel-sel di mata termasuk sel-sel otot mata
dan paparan yang terus-menerus dapat meningkatkan risiko terkena
Age-Related Macular Degeneration (AMD).
Bekerja dalam jarak dekat meningkatkan risiko menderita miopia
sebesar 1,2 kali dibandingkan dengan pekerja yang tidak melakukan
aktivitas jarak dekat. Membaca dengan jarak kurang dari 30 cm dapat
meningkatkan faktor risiko terkena miopia. Beberapa pekerjaan telah
dibuktikan dapat mempengaruhi terjadinya miopia termasuk diantaranya
peneliti, pembuat karpet, penjahit, guru, manager, dan pekerjaan -
pekerjaan lain (Rose, et al, 2016).
D. Intensitas Cahaya
Berdasarkan literatur, intensitas cahaya yang kurang dapat menimbulkan
kelelahan mata. Hal ini diakibatkan adanya kontraksi otot siliaris yang terus -
menerus untuk mendapatkan penglihatan yang baik. Kelelahan mata dapat
memicu terjadinya miopia. Dalam sebuah penelitian, ditemukan bahwa

5
intensitas cahaya yang kurang memadai, cenderung membuat pekerja
mendekatkan objek ke mata guna memperoleh penglihatan yang lebih jelas
(Morgan et al, 2018).
E. Konsumsi Makanan Sehat

Konsumsi sayuran dan buah juga dapat mempengaruhi terjadinya miopia.


Adapun sayuran dan buah yang diketahui mempengaruhi, yaitu wortel,
pisang, pepaya, jeruk, buah merica dan cabai. Hal ini dikarenakan pada
sayuran dan buah tersebut memiliki kandungan beta karoten yang tinggi,
yang nantinya akan dikonversikan menjadi vitamin A (retinol) untuk tubuh
(Rose et al, 2016).

6
BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN
Kelainan refraksi atau ametropia merupakan kelainan pembiasan sinar
pada mata sehingga sinar tidak difokuskan pada retina atau bintik kuning,
tetapi dapat di depan atau di belakang bintik kuning dan mungkin tidak
terletak pada satu titik yang fokus. Kelainan refraksi dikenal dalam bentuk
miopia, hipermetropia dan astigmatisma. Kejadian gangguan refraksi
semakin lama semakin meningkat dan dapat menurunkan kualitas hidup
karena mempersulit dalam penyampaian informasi khususnya dalam hal
membaca. Terdapat beberapa faktor yang menyebabkan gangguan refraksi
diantaranya yaitu faktor keluarga, panjang bola mata, aktivitas membaca yang
terlalu lama dan pada posisi berbaring, penggunaan gadget yang berlebihan,
intensitas cahaya yang kurang dan kurangnya konsumsi makanan yang
bergizi.

B. SARAN
Terdapat banyak faktor risiko yang dapat dicegah dengan mengetahui
faktor risiko dan melakukan upaya pencegahan. Upaya pencegahan yang
dilakukan dengan menghindari faktor risiko tersebut.

7
DAFTAR PUSTAKA

Brien AH, Serge R. 2002. The role of optomety in vision 2020. Community Eye
Health.15(43):33-6
Depkes RI. Ditjen Binkesmas. 1998. Hasil survey kesehatan indera penglihatan
dan pendengaran 1996,1998; 12-7
Ilyas H, Sidarta.2015.Kelainan refraksi dan koreksi penglihatan. Jakarta: Balai
Penerbit FKUI
Morgan et al. 2018. The epidemics of myopia: Aetiology and prevention. Progress
in Retinal and Eye Research
Pascolini D, Mariotti SP. 2011. Global estimates of visual impairment:2010. BR J
Ophthalmologi.
Rose et al. 2016. Environmental Factors and Myopia: Paradoxes and Prospects for
Prevention. Asia-Pacific Journal of Ophthalmology • Volume 5, Number
6, November/December 2016
Sari, Novita, et al. 2015. DESCRIPTION OF IMPAIRED VISUAL ACUITY IN
ELEMENTARY SCHOOL 5TH DAN 6TH GRADE AT SDN 026
PEKANBARU IN 2014. JOM FK Volume 1 No. 2 Februari.
Vaughan & Asbury. 2015. Vaughan &Asbury’s General Ophtalmology
Nineteenth Edition. New York : McGrawHill

Anda mungkin juga menyukai