PENDAHULUAN
Idealnya pasien bangun dari anestesi secara bertahap dan tanpa keluhan. Namun
kenyataannya sering dijjumpai hal-hal yang tidak menyenangkan akibat stres pasca
bedah atau pasca anestesi dapat berupa gangguan napas, gangguan kardiovaskular,
gelisah, kesakitan, mual-muntah, menggigil dan kadang-kadang pendarahan.
Recovery room atau ruang pemulihan adalah sebuah ruangan di rumah sakit,
dimana pasien dirawat setelah mereka telah menjalani operasi bedah dan pulih dari efek
anestesi. Pasien yang baru saja di operasi atau prosedur diagnostik yang menuntut
anestesi atau obat penenang dipindahkan ke ruang pemulihan, dimana keadaan vital
sign pasien (nadi, tekanan darah, suhu badan dan saturasi oksigen) diawasi ketat setelah
efek dari obat anestesi menghilang. Pasien biasanya akan mengalami disorientasi
setelah mereka sadar kembali, dan di ruang pemulihan ini pasien ditenangkan apabila
menjadi anxietas dan dipastikan kalau fisik dan emosional mereka terkendali.
BAB II
1
ISI
Pengawasan ketat di ruang pemulihan atau Post Anesthesia Care Unit (PACU)
harus seperti sewaktu berada di kamar bedah sampai pasien bebas dari bahaya, karena
itu peralatan monitor yang baik harus disediakan. Tensimeter, oksimeter denyut (pulse
oxymeter), EKG,peralatan resusitasi jantung-paru dan obatnya harus disediakan
tersendiri, terpisah dari kamar bedah. Hal ini karena kesadaran pasien yang belum pulih
sempurna.
Ruang pemulihan (Recovery Room) atau disebut juga Post Anesthesia Care Unit
(PACU) adalah ruangan tempat pengawasan dan pengelolaan secara ketat pada pasien
yang baru saja menjalani operasi sampai dengan keadaan umum pasien stabil.
Setelah dilakukan pembedahan pasien dirawat diruang pulih sadar . Pasien yang
dikelola adalah pasien pasca anestesi umum ataupun anestesi regional. Di ruang pulih
sadar dimonitor jalan nafasnya apakah bebas atau tidak, ventilasinya cukup atau tidak
dan sirkulasinya sudah baik atau tidak. Pasien dengan gangguan jalan nafas dan
ventilasi harus ditangani secara dini. Selain obstruksi jalan nafas karena lidah yang
jatuh ke belakang atau spasme laring, pasca bedah dini kemungkinan terjadi mual-
muntah yang dapat berakibat aspirasi. Anestesi yang masih dalam, dan sisa pengaruh
obat pelumpuh otot akan berakibat penurunan ventilasi.
Pasien yang belum sadar diberikan oksigen dengan kanul nasal atau masker sampai
pasien sadar betul. Pasien yang sudah keluar dari pengaruh obat anestesi akan sadar
kembali.Bila keadaan umum dan tanda-tanda vital pasien normal dan stabil, maka
pasien dapat dipindahkan ke ruangan dengan pemberian instruksi pasca operasi.
Tingkat perawatan pasca anestesi pada setiap pasien tidak selalu sama, bergantung pada
kondisi fisik pasien, teknik anestesi, dan jenis operasi, monitoring lebih ketat dilakukan
pada pasien dengan risiko tinggi seperti:
• Kelainan organ
• Dehidrasi berat
• Sepsis
• Trauma multiple
• Trauma kapitis
2
• Gangguan organ penting, misalnya : otak
Pada saat melakukan observasi di ruang pulih, agar lebih sistematis dan lebih mudah
dapat dilakukan .monitoring B6", yaitu :
- Pola nafas
- Tanda-tanda obstruksi
- Pernafasan cuping hidung
- Frekuensi nafas
- Pergerakan rongga dada : simetris/tidak
- Suara nafas tambahan : tidak ada pada obstruksi total
- Udara nafas yang keluar dari hidung
- Sianosis pada ekstremitas
- Auskultasi : wheezing, ronki Pasien sadar : tanyakan adakah keluhan
pernafasan.
- Jika tidak ada keluhan : cukup berikan 02
- Jika terdapat tanda-tanda obstruksi : terapi sesuai kondisi
(aminofilin,kortikosteroid, tindakan tri ple manuver airway).
- Tekanan darah
- Nadi
- Perfusi perifer
- Status hidrasi (hipoterrni ± syok)
- Kadar Hb
Menilai kesadaran pasien dengan GCS (Glasgow Coma Scale) ,Perhatikan gejala
kenaikan TIK
3
Periksa :
• Dilatasi lambung
• Distensi abdomen
Periksa :
• Tanda-tanda sianosis
• Warna kuku
Kriteria yang digunakan dan umunya yang dinilai pada saat observasi di ruang
pulih adalah warna kulit, kesadaran, sirkulasi, pernafasan, dan aktivitas motorik,seperti
skor Aldrete (lihat tabel). Idealnya pasien baru boleh dikeluarkan bila jumlah skor total
adalah 10. Namun bila skor total telah di atas 8, pasien boleh keluar ruang pemulihan.
Namun bila pasien tersebut anak-anak kriteria pemulihan yang digunakanadalah skor
Steward, yang dinilai antara lain pergerakan, pernafasan dankesadaran. Bila skor total
di atas 5, pasien boleh keluar dari ruang pemulihan.Untuk pasien dengan spinal anestesi
digunakan kriteria skor Bromage, yangdinilai adalah pergerakan kaki, lutut dan tungkai,
apabila total skor di atas 2,pasien boleh di pindahkan ke ruang rawat.
4
C. Komplikasi Pasca Anestesi dan Penanganannya Komplikasi Respirasi
Obstruksi jalan nafas
Bronkospasme
Bronkospame dapat diatasi secara terapi medik, tetapi yang paling penting
adalahmemastikan bahwa tidak terjadi sumbatan mekanik, baik secara
anatomis,akibatlidah yang terjatuh ke belakang pada penderita yang tidak diintubasi,
atau akibatdefek peralatan seperti yang telah dijelaskan di atas.Efedrin intravena setiap
kali dapat ditambah 5 mg, atau 30 mg intramuscular, sehingga dapat menolong, tetapi
dapat menyebabkan takikardi danmeningkatkan tekanan darah. Secara bergantian,
suntikan lambat 5 mg/kg aminofilinintravena.
Hipoventilasi
•Memberikan oksigen
Hiperventilasi
Komplikasi Kardiovaskular
Hipotensi yang terjadi karena isian balik vena (venous return) menurun
disebabkanpendarahan, terapi cairan kurang adekuat, diuresis, kontraksi miokardium
kurangkuat atau tahanan veskuler perifer menurun. Hipotensi harus segera diatasi
untukmencegah terjadi hipoperfusi organ vital yang dapat berlanjut dengan
hipoksemiadan kerusahan jaringan. Terapi hipotensi disesuaikan dengan faktor
penyebabnya.Berikan O2 100%dan infus kristaloid RL atau Asering 300-500 ml.
Hipertensi karena kesakitan yang terjadi pada akhir anestesi dapat diobati
dengaananalgetika narkotik seperti pethidin 10 mg I.V atau morfin 2-3 mg I.V
7
denganmemperhatikan pernafasan (depresi). Aritmia jantung pada anestesia, terjadi
kira-kira 15-30 %. Etiologi aritmia selama anestesia :
o Kenaikan Suhu
Kenaikan suhu tubuh harus kita bedakan apakah demam (fever) atau
hipertermia(hiperpireksia). Demam adalah kenaikan suhu tubuh diatas 38 derajat
Celcius danmasih dapat diturunkan dengan pemberian salisilat. Sedangkan hipertermia
ialahkenaikan suhu tubuh diatas 40 derajat Celcius dan tidak dapat diturunkan dengan
hanya memberikan salisilat.
8
Beberapa hal yang dapat mencetuskan kenaikan suhu tubuh ialah:
• Suhu kamar operasi terlalu panas (suhu ideal 23-24 derajat Celcius)
•Infeksi
o Hipertermia maligna
o Reaksi Hipersensitif
•Dilakukan napas buatan dan kompresi jantung luar kalau terjadi henti jantung
o Nyeri
Nyeri pasca bedah dikategorikan sebagai nyeri berat, sedang dan ringan. Untuk
meredam nyeri pasca bedah pada anastesi regional untuk pasien dewasa, sering
ditambahkan morfin 0,05-0,1 mg saat memasukkan anastesi lokal ke ruang
subarakhnoid atau morfin 2-5 mg ke ruang epidural. Tindakan ini sangat baik
manfaatnya karena dapat mebebaskan nyeri pasca bedah sekitar 10-16 jam. Setelah itu
10
nyeri yang timbul bersifat sedang atau ringan dan jarang dibutuhkan tambahan opioid
dan kalaupun perlu cukup diberikan analgetik golongan NSAID (anti inflamasi non
steroid) misalnya ketorolac 10-30 mg Iv/im . Opioid lain seperti petidin atau fentanil
jarang digunakan intradural atau epidural, karena efeknya lebih pendek sekitar 3-6 jam .
Efek samping opioid intratekal atau epidural ialah gatal di daerah muka. Pada manusia
dapat terjadi depresi napas setelah 10-24 jam. gatal di muka dan depresi napas dapat
dihilangkan dengan nalokson. Opioid intratekal atau epidural tidak dianjurkan ke
manusia kecuali dengan pengawasan yang ketat. Kalau terjadi nyeri pasca UPPA
diberikan obat golongan opioid secara bolus dan selanjutnya dengan titrasi perinfus
o Mual muntah
Mual muntah pada anastesi sering terjadi pada anastesi umum terutama pada
penggunaan opioid, bedah intraabdomen, hipotensi dan pada analgesia regional. Obat
mual muntah yang sering digunakan peri amasthesia adalah
3. Cyclizine 25-50 mg
11