Anda di halaman 1dari 31

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Lembaga pendididikan dapat dikategorikan organisasi nirlaba yang melayani


masyarakat. meskipun sifatnya nirlaba, bukan berarti madrasah tidak dituntut untuk
terus meningkatkanmutu proses maupun output pendidikannya. Sebaliknya madrasah
sangat diharapkan benar-benar memperhatikan mutu, karena tugas suci yang
diembannyaadalah turut mencerdaskan kehidupan bangsa, dan meningkatkan kualitas
sumberdaya manusia Indonesia.

Dalam menjaga mutu proses tersebut, diperlukan adanya quality controll yang
mengawasi jalannya proses dan segala komponen pendudkungnya, meskipun demikian
pengawasan mutu dalam dunia pendidikan tentu berbeda dengan perusahaan yang
memprodiksi barang/jasa. Madrasah adalah sebuah people changing institusion, yang
dalam proses kerjanya selalu berhadapan dengan uncertainty and interdepedence
(McPherson, Chowson and Pitner, 186: 33-40). Maksudnya mekanisme kerja (Produksi)
dilembaga pendidikan secara tekhnologis tidak dapat dipastikan karena kondisi input
dan lingkungan yang tidak sama. Selain itu proses pendidikan di Madrasah juga tidak
terpisahkan dengan lingkungan keluarga maupun pergaulan peserta didik.

Dalam situasi demikian, maka pengawasan terhadap madrasah pasti berbeda


model dan pendekatannya. Peran seorang pengawas pendidikan pun tentu berbeda
dengan pengawas pada perusahaanproduksi. Olivia (1984: 19-20) menjelaskan ada
empat macam peran seorang pengawas atau supervisor pendidikan, yaitu sebagai :
coordinator, consultan, group leader dan evaluator. Supervisor harus mampu berperan
sebagai konsultan dalam manajemen madrasah, pengembangan kurikulum, tekhnologi
pembelajaran, dan pengembangan staf. Ia harus melayani kepala Madrasah dan guru,
baik secara kelompok maupun individual. Ada kalanya supervisor harus berperan
sebagai pemimpin kelompok dalam pertemuan-pertemuan yang berkaitan dengan
pengembangan kurikulum, pembelajaran atau manajemen Madrasah secara umum.
Terakhir, supervisor juga harus melakukan evaluasi terhadap pergaulan madrasah dan
pemebelajaran pada madrasah-madrasah atau sekolah yang menjadi lingkup tugasnya.

Untuk dapat melaksanakan tugasnya tersebut pengawas tentu harus memiliki


enam kompetensi yaitu: (a) Kompetensi Kepribadian, (b) Kompetensi Supervisi
Manajerial, (c) Kompetensi Supervisi Akademik, (d) Kompetensi evaluasi pendidikan, (e)
Kompetensi Penelitian dan pengembangan, (f) Kompetensi sosial. (Permendiknas No. 12
Tahun 2007). Berkaitan dengan peran pengawas Madrasah untuk meningkatkan
kompetensi guru, salah satu upaya strategis yang penting dilakukan adalah
meningkatkan kemampuan guru menerapkan model pembelajaran jigsaw melalui
supervisi akademik.

Upaya tersebut dipandang sangat penting karena berdasarkan perkembangan


ilmu pengetahuan dan tekhnologi dewasa ini terjadi pergeeseran eksistensi guru di
dalam pengelolaan pembelajaran. Berkembangnya media cetak dan elektronik serta
tekhnologi informasi dan komunikasi sebagai sumber yang mudah diaksesoleh semua
peserta didik telah menyebabkan pergeseran posisi guru menjadi bukan lagi satu-
satunya sumber belajar.

Dalam posisi demikian, dituntut sosok guru yang professional yang mampu
mengaplikasikan berbagai model pembelajarandengan memanfaatkan perkembangan
ilmu pengetahuan dan tekhnologi dalam mengelola pembelajaran. Untuk memwujudkan
harapan tersebut peran Pengawas Madrasah sangat dibutuhkan untuk membina
peningkatan kemampuan guru melalui supervisi akademik sehingga penulis melakukan
Penilitian Tindakan Kelas dengan judul : “Revitalisasi Kompetensi Methoda Jigsaw
Melalui Supervisi Akademik di MTs. Darul Falah Cijati dan MTs An-Nawawiyah Kawung
Girang Kab. Majalengka”.

B. Perumusan Masalah

Dengan mengacu pada permasalahan tersebut di atas, penulis menentukan


rumusan masalahnya kedalam masalah sebagai berikut dibawah ini :
1. Bagaimana meningkatkan kompetensi guru dalam menerapkan model pembelajaran
jigsaw di kedua madrasah binaan yang menjadi objek penelitian.
2. Apakah melalui supervisi akademik oleh peniliti sebagai pengawas dikedua
madrasah binaan dapat meningkatkan kompetensi penggunaaan Metode Jigsaw.

Demikian rumusan masalah dalam penelitian yang penulis lakukan, dengan


harapan dapat menjadi acuan yang dapat membimbing penulis dan para pemerhati hasil
penelitian ini, agar adanya kesamaan presesi sehingga tidak terjadi kesalahan dalam
menafsirkan satu dengan yang lainnya terarah pada satu titik fokus penelitian.

C. Tujuan Penelitian
Adapun mengenai tujuan penelitian yang penulis lakukan adalah sebagai
berikut :
1. Melakukan supervisi akademik sebagai langkah awal untuk mengidentifikasi
permasalahan yang dihadapi oleh guru dalam menerapkan model pembelajaran
jigsaw.
2. Menyusun materi pembinaan guru dalam menerapkan model pembelajaran jigsaw.
3. Meningkatkan kemampuan guru menerapkan modfel pembelajaran Jigsaw melaui
pembinaan terprogram oleh pengawas madrasah.

Demikian tujuan yang penulis harapkan, sehingga dengan tercapainya tujuan-


tujuan tersebut penulis dapat menakar seberapa jauh tingkat kompetensi penguasaan
terhadap metoda Jigsaw yang dimiliki para guru di kedua madrasah binaan dimaksud.

D. Manfaat Penelitian

Adapun tentang manfaat dari Penelitian Tindakan Sekolah Wilayah yang


penulis lakukan ini akan mendapatkan manfaat masing-masing untuk :

1. Para Pengawas
Melalui Penelitian Tindakan Sekolah Wilayah ini, para pengawas diharapkan dapat
mengambil manfaat sebagai bahan kajian dan pertimbangan dalam memberikan
bahan binaan sebagai rujukan materi ajar dalam melakukan binaan.
2. Para Kepala Madrasah
Hasil Penelitian Tindakan Sekolah Wilayah yang penulis lakukan ini dapat
memberikan gambaran dalam mengambil kebijakan tentang penyediaan alatalat
pembelajarn yang dibutuhkan dalam proses pembelajaran.
3. Para Guru
Melalui Penelitian Tindakan Sekolah Wilayah yang penulis lakukan ini, para guru bisa
mengambil manfaat tentang tata cara penggunaan metode jigsaw, untuk dapat
digunakan dalam proses pembelajaran dengan para siswanya.
4. Para Siswa
Hasil penelitian yang diperoleh, manfaatnya tidak sebatas untuk para guru, tetapi
bermanfaat pula bagi para siswanya dimana mereka akan memperoleh pengalaman
proses pembelajaran yang berbeda dari sebelumnya.
5. Pihak Dinas
Berkaitan dengan program peningkatan Sumberdaya para Guru sesuai dengan
kompetensi yang diharapkan, hendaknya lebih komitmen lagi dalam menyalurkan
pembiyaan pendidikan baik bagi para gurunya atau segi bantuan sarana dan
prasarana yang konon masih banyak yang kurang tersentuh oleh yang disebut
dengan standar sarana dan prasarana yang memadai baik dilingkungan perkotaan
atau dipelosok-pelosok daerahnya. Sebagaimana yang penulis saksikan ketika
melakukan pembinaan atau dinas luar dalam melaksanakan tugas-tugas penilaian
pembinaan atau dinas luar dalam melaksanakan tugas-tugas penilaian keluar
daerah.
BAB II
ANALISIS TEORI KOMPETENSI METODA JIGSAW DAN SUPERVISI AKADEMIK

A. Kompetensi Pengawas Madrasah


Peraturan Pemerintah No. 19 Tahun 2005 pasal 39 ayat (1) dinyatakan:
“Pengawasan pada pendidikan formal dilaksanakan oleh pengawas satuan pendidikan.”
Surat keputusan MENPAN Nomor 118 tahun 1996 yang diperbaharui dengan SK
MENPAN Nomor : 091/KEP/MEN.PAN/10/2001 tentang Jabatan fungsional Pengawas
Madrasah dan Angka Kreditnya dinyatakan: “Pengawas Madrasah adalah pejabat
fungsional yang berkedudukan sebagai pelaksana tekhnis dalam melakukan pengawasan
pendidikan terhadap sejumlah madrasah tertentu yang ditunjuk/ditetapkan”. Dalam
pelaksanaan tugasnya seorang pengawas bertanggungjawab: (a) melaksanakan
pengawasan terhadap penyelenggaraan pendidikan di Madrasah sesuai dengan
penugasannya dan; (b) Meningkatkan proses belajar mengajar /bimbingan dengan hasil
prestasi belajar/bimbingan siswa dalam rangka pencapaian tujuan pendidikan. Tanggung
Jawab pertama mengidentifikasikan pentingya supervisi manajerial sedangkan
tanggungjawab yang kedua mengidentifikasikan pentingnya supervisi akademik.
Glickman (1981), mengidentifikasikan supervisi akademik adalah serangkaian
kegiatan membantu guru mengembangkan kemampuan mengelola proses
pembelajaran demi pencapaian tujuan pembelajaran. Supervisi akademik merupakan
upaya membantu guru-guru mengembangkan kemampuanyya mencapai tujuan
pembelajaran, Daresh (1989).
Berarti esensi supervisi akademik itu sama sekali bukan menilai unjuk kerja
guru dalam mengelola proses pembelajaran, melainkan membantu guru
mengembangkan kemampuan profesionalismenya.
Kegiatan utama setiap pengawasan satuan pendidikan dalam melaksanakan
pengawasan adalah: memantau, menilai, membina, dan melaporkan. Memantau atau
monitorian, artinya melakukan pengamatan, pemotretan, pencatatan terhadap
fenomena yang sedang berlangsung. Misalnya memantau proses pembelajaran, artinya
mengamati, memotret, mencermati, mencatat berbagai gejala yang terjadi pada saat
proses pembelajaran berlangsung. Menilai artinya memberikan harga atau nilai
terhadap objek yang dinilai berdasarkan kriteria tertentu.
Jadi setiap penilaian ditandadai dengan adanya kriteria, adanya objek yang
dinilai dan adanya pertimbangan atau judgement. Hasil penilaian dijadikan bahan
pengambilan keputusan. Membina artinya memberikan bantuan atau bimbingan kearah
lebih baik dan lebih berhasil. Tentunya sebelum membina pengawas harus mengetahui
lebih dahulu kelemahan atau kekurangan dari orang-orang yang dibinanya. Meaporkan
artinya menyampaikan proses dan hasil pengawasannya kepada atasan baik secara lisan
mapun tertulis dengan harapan laporan tersebut bisa ditindaklanjuti oleh atasan baik
berupa pembinaan selanjutnya maupun usaha lain untuk dapat meningkatkan mutu
pendidikan. Dengan demikian diharapkan pengawas dapat berpartisipasi untuk
meningkatkan kompetensi guru melalui pembinaan.

B. Pengertian Supervisi Akademik


Istilah supervisi berasal dari dua kata, yaitu “super” dan “vision” dalam
Webster’s New World Dictionsry istilah super berarti “ higher in rnk or position than,
superior to (superintendent), a greater or better than others” (1991:1343) sedangkan
kata vision berarti “the ability to perceive something not actually visible, as through
mental acunteness or keen foresight (1991:1492). Supervisor adalah seorang yang
profesional. Dalam menjalankan tugasnya, ia bertindak atas dasar kaidah-kaidah ilmiah
untuk meningkatkan mutu akademik melalui penciptaan situasi belajar yang lebih baik,
baik dalam hal fisik maupun lingkungan non fisik.
Perumusan atau pengertian supervisi dapat dijelaskan dari berbagai sudut,
baik menurut asal usul (etimologi), bentuk perkataanya, maupun isi yang terkandung di
dalam perkataanya itu (semantic). Secara etimologis, supervisi menurut S. Wajowasito
dan W.J.S Poerwadarminta yang dikutip oleh Ametembun (1993:1) :”Supervision”
artinyapengawasan. Supervisi pada dasarnya diarahkan pada dua aspek, yakni: supervisi
akademis, dan supervisi manajerial. Supervisi akademis menitik beratkan pada
pengamatan supervisior terhadap kegiatan akademis, berupa pembelajaran baik di
dalam maupun di luar kelas. Supervisi manajerial menitik beratkan pada pengamatan
pada aspek-aspek pengelolaan dan administrasi madrasah yang berfungsi sebagai
pendukung (supporting) terlaksanya pembelajaran.
Adapun Glickman (1981) mendefinisikan supervisi akademik adalah
serangkaian kegiatan membantu guru mengembangkan kemampuannnya mengelola
proses pembelajaran demi pencapaian tujuan pemebelajaran. Supervisi akademik
merupakan upaya membantu guru-guru mengembangkan kemampuannya mencapai
tujuan pembelajaran Daresh (1989). Meskipun demikian supervisi akademik tidak
terlepas dari penilaian unjuk kerja guru dalam mengelola pembelajaran. Apabila diatas
dikatakan bahwa supervisi akademik merupakai serangkaian kegiatan membantu guru
mengembangkan kemampuannya mengelola proses pembelajaran, maka menilai unjuk
kerja guru dalam mengelola proses pembelajaran merupakan salah satu kegiatan yang
tidak bisa dihindarkan prosesnya (Sergiovanni, 1987).
Penilaian unjuk kerja guru dalam mengelola proses pembelajaran sebagai
suatu proses pemberian estimasi kualitas unjuk kerja guru dalam mengelola proses
pembelajaran. Merupakan bagian integral dari serangkaian kegiatan supervisi akademik.
Apabila dikatakan bahwa supervisi akademik merupakan serangkaian kegiatan
membantu guru mengembangkan kemampuannya, maka dalam pelaksanaannya
terlebih dahulu diadakan penilaian kemampuan guru, sehingga bisa ditetapkan aspek
yang perlu dikembangkan dan cara mengembangkannya.
Sergiovanni (1987) menegaskan bahwa refleksi praktis penilaian unjuk kerja
guru dalam supervisi akademik adalah melihat realita kondisi untuk menjawab
pertanyaan –pertanyaan, misalnya: Apa yang sebenarnya terjadi dalam kelas? Apa yang
sebenarnya terjadi didalam kelas? Apa yang sebenarnya dilakukan oleh guru dan murid-
murid di dalam kelas? Aktivitas-aktivitas mana dari keseluruhan aktivitas di dalam kelas
itu yang berarti bagi guru dan murid? Apa yang telah dilakukan oleh guru dalam
mencapai tujuan akademik/ apa kelebihan dan kekurangan guru dan bagaimana cara
mengembangkanya? Berdasarkan jawaban terhadap pertanyaan-pertanyaan ini akan
diperoleh informasi mengenai kemampuan guru dalam mengelola kegiatan
pembelajaran. Namun satu yang perlu ditegaskan di sini, bahwa setelah melakkukan
penilaian unjuk kerja guru tidak berarti selesailah tugas atau kegiatan supervisi
akademik, melainkan harus dilanjutkan dengan perancangan dan pelaksanaan
pengembangan kemampuannya. Dengan demikian, melalui supervisi akademik guru
akan semakin mampu memfasilitasi belajar bagi murid-muridnya. Alfonso, Fifth, dan
Neville (1981) menegaskan “Instructional supervision is here in defined as: behavior
officially designed by the organization that directly effects teacher behavior in such a
way to facilitate pupil learning and acheive the goals of organization”. Menurut Alfonso,
Firth, dan Neville, ada tiga konsep pokok (kunci) dalam pengertian supervisi akademik.
1. Supervisi akademik harus secara langsung mempengaruhi dan mengembangkan
perilaku guru dalam mengelola proses pembelajaran. Inilah karakteristik esensial
supervisi akademik. Sehubungan dengan ini, janganlah diasumsikan secra sempit,
bahwa hanya ada satu cara terbaik yang bisa d aplikasikan dalam semua kegiatan
pengembangan perilaku guru. Tidak ada satupun perilaku supervisi akademik yang
baik dan cocok bagi semua guru (Glicman, 1981). Tegasnya, tingkat kemampuan,
kebutuhan, minat dan kematangan profesional serta karakteristik personal guru
lainnya harus dijadikan dasar pertimbangan dalam mengembangkan dan
mengimplementasikan program supervisi akademik ( Sergiovanni, 1987 ddan
Daresh, 1989).
2. Perilaku supervisor dalam membantu guru mengembangkan kemampuanya harus
didesain secara ofisial, sehingga jelas waktu mulai dan berakhirnya program
pengembangan tersebut. Desain tersebut terwujud dalam bentuk program supervisi
akademik yang mengarah pada tujuan tertentu. Oleh karena supervisi akademik
merupakan tanggung jawab bersama antara supervisor dan guru, maka alangkah
baiknya jika programnya di desain bersama supervisor dan guru.
3. Tujuan akhir supervisi akademik adalah agar guru semakin mampu memfasilitasi
belajar bagi murid-muridnya.

C. Kompetensi Guru

Berdasarkan peraturan menteri pendidikan nasional republik indonesia nomor


Tahun tentang standar kompetensi guru dikembangkan secara utuh dari 4 kompetensi
utama, yaitu : (1) Kompetensi pedagogik, (2) Kepribadian, (3) Sosial, (4) Profesional.
Keempat kompetensi tersebut terintegrasi dalam kinerja guru. Kompetensi pedagogik
yaitu kemampuan yang harus dimiliki guru berkenaan dengan karakteristik siswa dilihat
dari berbagai aspek seperti moral, emosional, dan intelektual.

Hal tersebut berimplikasi bahwa seorang guru harus mampu menguasai teori
belajar dan prinsip-prinsip belajar, karena siswa memiliki karakter, sifat, dan interest
yang berbeda. Berkenaan dengan pelaksanaan kurikulum, seorang guru harus mampu
mengembangkan kurikulumtingkat satuan pendidikan masing-masing dan disesaikan
dengan kebutuhan lokal. Guru harus mampu mengoptimalkan potensi peserta didik
untuk mengatualisasikan kemampuannya dikelas, dan harus mampu melakukan
kegiatan penilaian terhadap kegiatan pembelajaran yang telah dilakukan.

Kemampuan yang harus dimiliki guru berkenaan dengan aspek-aspek yang


diamati, yaitu :

1. Penguasaan terhadap karakteristik peserta didik dari aspek , moral, sosial, kultural,
dan intelektual.
2. Penguasaan terhadap teori belajar dan prinsip-prinsip pembelajaran yang mendidik.
3. Mampu mengembangkan kurikulum yang terkait dengan bidang pengembangan
yang dipahami.
4. Menyelenggarakan kegiatan pengembangan yang mendidik.
5. Memanfaatkan tekhnologi informasi dan komunikasi untuk kepentingan
penyelenggaraan kegiatan pengembangan yang mendidik.
6. Memfasilitasi pengembangan potensi peserta didik untuk mengaktualisasikan
berbagai potensi yang dimiliki.
7. Berkomunikasi secara efektif, empatik, dan santun terhadap peserta didik.
8. Menyelenggarakan penilaian dan evaluasi proses dan hasil belajar. Memanfaatkan
hasil penilaian dan evaluasi untuk kepentingan pembelajaran.
9. Melakukan tindakan reflektif untuk peningkatan kualitas pembelajaran.

Kompetensi kepribadian merupakan perasaan bangga akan tugas yang


dipercayaan kepadannya untuk mempersiapkan generasi kualitas masa depan bangsa.
Walaupun berat tantangan yang dihadapi dalam pelaksanaan tugasnya harus tetap tegar
dalam melaksanakan tugas sebagai guru. Pendidikan adalah proses yang direncanakan
agar semua berkembang melalui proses pembelajaran. Guru sebagai pendidik harus
dapat mempengaruhi ke arah prose situ sesuai dengan tata nilai yang dianggap baik dan
berlaku dimasyarakat.sedangkan mengenai tata nilai termasuk norma, moral, estetika
dan ilmu pengetahuan, mempengaruhi etik siswa sebagai pribadi dan anggota
masyarakat. Penerapan disiplin yang baik dalam proses pendidikan akan menghasilkan
sikap mental dan kpribadian yang kuat . dimana guru dituntut harus mampu
membelajarkan siswanya tentang disiplin diri, belajar membaca, mencintai buku,
menghargai buku, belajar bagaimana cara belajar, mematuhi aturan /tata tertib, dan
belajar bagaimana harus berbuat. Semuanya itu akan berhasil apabila guru juga disiplin
dalam melaksanakan tugas dan kewajibannya.

Guru harus mempunyai kemampuan yang berkaitan dengan kemantapan dan


integritas kepribadian seorang guru. Mengenai aspek-aspek yang diamati adalah:

a. Bertindak sesuai dengan norma agama, hukum, sosial, dan kebudayaan nasional
Indonesia.
b. Menampilkan diri sebagai pribadi yang jujur, berakhlak mulia, dan teladan bagi
peserta didik dan masyarakat.
c. Menampilkan diri sebagai pribadi yang mantap, stabil, dewasa, arif dan berwibawa.
d. Menunjukan etos kerja, tanggung jawab yang tinggi, rasa bangga menjadi guru, dan
rasa percaya diri.
e. Menjungjung tinggi kode etik profesi guru.
Guru dimata masyarakat dan siswa merupakan panutan yang perlu dicontoh
dan merupakan suri tauladan dalam kehidupan sehari-hari. Guru perlu memiliki
kemampuan sosial dengan masyarakat, dalam rangka pelaksanaan proses pembelajaran
yang efektif. Dengan dimilikinya kemampuan tersebut, otomatis hubungan Madrasah
dengan masyarakat akan berjalan dengan lancar, sehingga jika ada keperluan dengan
orang tua siswa, para guru tidak akan mendapat kesulitan.
Sedangkan yang berkaitan dengan kompetensi sosial meliputi kemampuan
guru dalam berkomunikasi, bekerja sama, bergaul simpatik, dan mempunyai jiwa yang
menyenangkan. Kriteria kinerja guru yang harus dilakukan adalah :
a. Bersikap inklusif, bertindak objektif, serta tidak diskriminatif karena pertimbangan
jenis kelamin, agama, ras, kondisi fisik, latar belakang keluarga, dan status sosial
ekonomi.
b. Berkomunikasi secara efektif, empatik, dan santun dengan sesama pendidik, tenaga
kependidikan, orang tua, dan masyarakat.
c. Beradaftasi di tempat bertugas di seluruh wilayah republik Indonesia yang memiliki
keragaman sosial budaya.
d. Berkomunikasi dengan komunitas profesi sendiri dan profesi lain secara lisan dan
tulisan atau bentuk lain.

Kompetensi profesional yaitu kemampuanyang harus dimiliki guru dalam


perencanaan dan proses pembelajaran. Guru mempunyai tugas untuk megarahkan
kegiatan belajar siswa untuk mencapai tujuan pembelajaran, untuk itu guru dituntut
mampu menyampaikan bahan pelajaran. Guru harus selalu mengupdate, dan menguasai
materipelajaran yang disajikan. Persiapan diri tentang materi diusahakan dengan jalan
mencari informasi melalui berbagai sumber seperti membaca buku-buku terbaru,
mengakses dari internet, selalu mengikuti perkembangan dan kemajuan terakhir
tentang materi yang disajikan.

Kompetensi atau kemampuan kepribadian yaitu kemampuan yang harus


dimiliki guru berkenaan dengan aspek kompetensi profesional adalah :

a. Dalam menyampaikan pembelajaran, guru mempunyai peranan dan tugas sebagai


materi yang tidak pernah kering dalam mengelola proses pembelajaran. Kegiatan
pembelajaran harus disambut oleh siswa sebagai suatu seni pengelolaan proses
pembelajaran yang diperoleh melalui latihan, pengalaman, dan kemauan belajar
yang tidak pernah putus.
b. Dalam melaksanakan proses pembelajaran, keaktifan siswa harus selalu diciptakan
dan berjalan terus dengan menggunakan metode dan strategi mengajar yang tepat.
Guru menciptakan suasana yang dapat mendorong siswa untuk bertanya,
mengamati, mengadakan eksperimen, serta menemukan faktadan konsep yang
benar. Karena itu guru harus melakukan kegiatan pembelajaran menggunakan
multimedia, sehingga terjadi suasana belajar sambil bekerja, belajar sambil
mendengar, dan belajar sambil bermain, sesuai konteks materinya. Dalam
pelaksanaan proses pembelajaran, guru harus mampu memperhatikan prinsip-
prinsip didaktif metodik sebagai ilmu keguruan. Misalnya bagaimana menerapkan
prinsip apersepsi, perhatian, kerja kelompok, korelasi, dan prinsip-prinsip lainnya.
c. Dalam hal evaluasi, secara teori dan praktik, guru harus dapat melaksanakan sesuai
degan tujuan yang ingin dilakukannya. Jenis tes yang digunakan untuk mengukur
hasil belajar harus benar dan tepat. Diharapkan pula guru dapat menyusun butir
secara benar, agar tes yang digunakan dapat memotivasi siswa belajar.

Kemampuan guru yang harus dimiliki guru dalam proses pembelajaran dapat
diamati dari aspek profesional adalah:

a. Menguasai materi, struktur, konsep, dan pola pikir keilmuan yang mendudkung
mata pelajaran yang diampu.
b. Menguasai standar kompetensi dan kompetensi dasar mata pelajaran/ bidang
pengembangan yang diampu.
c. Mengembangkan materi pelajaran yang diampu secara kreatif. Mengembangkan
keprofesioanalan secara berkelanjutan dengan melakukan tindakan reflektif.
d. Memanfaatkan tekhnologi informasi dan kominikasi untuk berkomunikasi dan
mengembangkan diri.

D. Model Metode Pembelajaran Jigsaw

Adapun metode pembelajaran model jigsaw pertama kali dikembangkan dan


diujicobakan oleh elliot Aronson dan teman-teman di Universitas Texas, dan kemudian
diadaftasi oleh Robert E. Slavin dan teman-teman di Universitas John Hopkins (Arends,
2001). Model pembelajaran jigsaw adalah salah satu model pembelajaran kooperatif
yang terdiri dari kelompok kecil yang terdiri dari 4 sampai dengan 6 orang siswa secara
heterogen dan bekerja sama saling ketergantungan dan bertanggung jawab atas
ketuntasan bagian materi pelajaran yang harus dipelajari dan menyampaikan materi
tersebut kepada anggota kelompok yang lain (Arends, 1997).

Model pembelajaran ini dirancang untuk meningkatkan rasa tanggungjawab


siswa terhadap pembelajarannya sendiri dan juga pembelajaran orang lain. Pada model
pembelajaran kooperatif jigsaw, terdapat kelompok asal dan kelompok ahli. Kelompok
asal yaitu kelompok induk siswa yang beranggotakan siswa dengan kemampuan asal dan
latar belakang keluarga yang beragam. Kelompok asal merupakan gabungan dari
beberapa ahli. Kelompok ahli yaitu kelompok siswa yang terdiri anggota kelompok asal
yang berbeda yang ditugaskan untuk mempelajari dan mendalami topik tertentu dan
menyelasaikan tugas-tugas yang berhubungan dengan topiknya yang kemudian
dijelaskan kepada anggota kelompok asal.

Langkah-langkah pembelajaran model pembelajaran kooperatif jigsaw adalah


sebagai berikut :

1. Kelompok kooperatif (awal)


a. Siswa dibagi kedalam kelompok kecil yang beranggotakan 4-5 orang.
b. Bagikan wacana dan tugas yang sesuai dengan materi yang diajarkan.
c. Masing-masing siswa dalam kelompok mendapatkan wacana/tugas yang
berbeda-beda dan memahami informasi yang ada didalamnya.
2. Kelompok Ahli
a. Dalam kelompok ahli masing-masing siswa yang memiliki wacana/tugas yang
sama dalam satu kelompok sehingga jumlah kelompok ahli sesuai dengan
wacana/tugas yang menjadi tanggungjawabnya.
b. Tugaskan bagi semua anggota kelompok ahli untuk memahami dan dapat
menyampaikan informasi tentang hasil dari wacana/tugas yang telah dipahami
kepada kelompok kooperatif.
c. Apabila tugas sudah selesai dikerjakan dalam kelompok ahli masing-masing
siswa kembali kelompok kooperatif (awal)
d. Beri kesempatan secara bergiliran masing-masing siswa untuk menyampaikan
hasil dari tugas di kelompok ahli.
e. Apabila kelompok sudah menyelesaikan tugasnya, secarakeseluruhan masing-
masing kelompok melaporkan hasilnya dan guru memberi klarifikasi.
BAB III
METODE PENELITIAN

A. Setting Penelitian
1. Waktu Penelitian dan Tempat Penelitian
Penelitian direncanakan selama tiga bulan dari bulan agustus 2017
sampai dengan bulan nopember 2017. Tempat penelitian dilakukan di MTs.
Darul Falah Cijati dan MTs An-Nawaiyah Kawunggirang di Kab. Majalengka
dimana kedua lembaga pendidikan tersebut adalah Madrasah binaan penulis
sebagai pengawas Madrasah di Kementerian Agama Kab. Majalengka. Adapun
yang menjadi alasan penulis mengadaakan penelitian di kedua lembaga
dimaksud karena sepengetahuan peneliti belum pernah dilakukan penelitian
serupa di tempat ini. Disamping tempat yang tidak terlalu jauh dalam melakukan
pengamatan atau observasi penelitian. Adapun kedua lembaga tersebut adalah
lembaga pendidikan swasta yang keduanya didirikan oleh masyarakat, yang
sedang berkembang dan memiliki potensi dan keinginan untuk maju, seiring
dengan perkembangan dan tuntutan zaman.

2. Subjek Penelitian
Sebagai subjek penelitian dimaksud disini para guru dikedua madrasah
dimaksud, yang masing-masing adalah para guru yang mengajar di kedua
madrasah dengan rincian guru di Madrasah Tsanawiyah Darul Falah Cijati
sebanyak 15 orang guru dan di Madrasah Tsanawiyah Kawunggirang sebanyak
12 orang guru dengan jumlah totalitas subjek guru dari kedua madrasah
dimaksud sebanyak 17 orang guru, suatu jumlah yang terjangkau dalam model
penelitian.

B. Tekhnik dan Alat Pengumpul Data


1. Tekhnik penelitian
Tekhnik pengumpulan data yang digunakan adalah :
a. Observasi : untuk mengumpulkan data kemampuan mengajar guru
b. Wawancara : untuk mendapatkan data kemampuan mengajar guru
c. Dokumentasi : untuk mendapatkan data kemampuan mengajar guru berupa
photo pada proses pembelajaran
2. Alat Pengumpul Data
Alat pengumpul data yang digunakan dalam penelitian ini adalah :
a. Instrumen Observasi
b. Catatan Lapangan
c. Panduan Wawancara

C. Analisis Data
Mengguakan analisis deskriftif komparatif yaitu membandingkan data
penilitian antara A siklus dan dengan indikator kerja yang diharapkan dengan indikator
ini dalam hal ini guru yang menjadi subjek penelitian dapat menerapkan penelitian
dapat menerapkan model pembelajaran Jigsaw dengan kategori kemampuan rata-rata
baik. Sedangkan aspek yang dinilai hal-hal berikut :
1. Kemampuan guru membagi kelompok belajar
2. Kemampuan guru menyiapkan tugas kelompok
3. Kemampuan guru mengelola diskusi kelompok
4. Kemampuan guru menyimpulkan hasil diskusi kelompok
5. Kemampuan guru melakukan evaluasi, dan
6. Kemampuan guru memberikan reward kepada kelompok yang berprestasi

Kategori Penilaian

No Kategori Skor Predikat


1 Baik Sekali 81 - 100 A
2 Baik 61 - 80 B
3 Cukup 41 - 60 C
4 Kurang 21 - 40 D
5 Kurang Sekali 00 - 20 E
D. Prosedur Penelitian

Penelitian dilakukan dengan model penelitian tindakan. Suatu model


penelitian yang tergolong baru yang merupakan gabungan antara penelitian ilmiah dan
tindakan (bums, 1999:3; Kemmis & Mc Taggart, 1982:5; Reason & Bradbury, 2001:1).
Penelitian tindakan merupakan intervensi sekali kecil terhadap tindakan di dunia nyata
dan pemeriksaan cermat terhadap pengaruh intervensi tersebut (cohen dan Manion,
1980:174). Penelitian ini berbeda dengan penelitian lain, kalau jenis penelitian lain
layaknya dilakukan para ilmuan di kampus atau lembaga penelitian, penelitian tindakan
layaknya dilakukan para praktisi, termasuk pengawas madrasah. Kalau jenis penelitian
lainnya untuk mengembangkan teori, penelitian tindakan ditujukan untuk meingkatkan
praktik lapangan. Jadi peneilitian tindakan adalah jenis penelitian yang cocok praktisi.

Penelitian tindakan tidak akan mengganggu proses pembelajaran karena justru


ia dilakukan dalam proses pembelajaran yang dialami di kelas sesuai dengan jadwa.
Penelitian tindakan bersifat situasional, kontekstual, berskala kecil, teralokasi, dan
secara langsung gayut (relevan) dengan situasi nyata dalam dunia kerja. Penelitian
tindakan direncanakan dengan dua siklus, namun apaila indikator kinerja belum tercapai
akan dilanjutkan dengan siklus ketiga. Langkah-langkah penelitian tindakan dalam setiap
siklus adalah sebagai berikut :

1. Perencanaan Tindakan
Pada tahap ini peneliti merencanakan hal-hal sebagai berikut :
a. Mengidentifikasi permasalahan melalui eksplorasi kemampuan guru
menerapkan model pembelajaran jigsaw dengan pendekatan androgogi dan
pretest.
b. Merumuskan alternatif pemecahan masalah dan membuat skenario pembinaan
guru serta bahan-bahan/materi/model yang diperlukan dalam pembinaan
tersebut.
c. Merumuskan indikator keberhasilan pembinaan guru.
d. Menentukan jadwal kegiatan pembinaan guru.
e. Menyiapkan instrumen untuk mengatur keberhasilan pembinaan guru.
2. Pelaksanaan Tindakan
Pelaksanaan tindakan dilakukan dengan pendekatan androgogi, yaitu lebih
menutamakan pengungkapan kembali pengalaman guru menerapkan model
pembelajaran jigsaw, menganalisis, menyimpilkan, dan mengeneralisasikan dalam
suasana pembinaan yang aktif, inovatif, kreatif, menyenangkan, dan bermakna.
Peranan pengawas madrasah sebagai pembina lebih menenkankan sebagai
fasilitator. Selanjutnya dilakukan diskusi tentang indikator keberhasilan
pembelajaran. Pada akhir pembinaan dilakukan praktik/simulasi didalam dan diluar
kelas.
3. Observasi
Observasi dilakukan menggunakan instrumen melalui supervisi akademik
sebagai tindak lanjut dari pembinaan yang telah dilakukan sebelumnya. Fokus
observasi ditekankan pada aspek kemampuan guru menerapkan model
pembelajaran jigsaw dalam praktek mengajar berdasarkan indikator kinerja yang
telah ditetapkan. Untuk validasi data yang diperoleh peneliti juga melakukan
wawancara dengan guru membuat catatan-catatan tentang asal penilaian yang tidak
muncul dalam instrumen.
4. Refleksi
Semua data yang terjaring dalam instrumen, hasil wawancara dan catatan-
catatan selama proses penelitian tindakan dikumpulkan kemudian diklasifikasikan
dan dianalisis dengan model deskriptif, sehingga dapat diketahui aspek keberhasilan
dan aspek kelemahan kemampuan guru menerapkan model pembelajaran jigsaw
pada siklus tindakan yang telah dilakukan. Berdasarkan aspek keberhasilan dan
aspek kelemahan peneliti melakukan kembali melakukan program pembinaan pada
siklus berikutnya dengan langkah-langkah sebagai berikut :
a. Mereview rangkuman hasil observasi
b. Apabila ternyata pembinaan tidak tercapai sama sekali atau tidak ada
peningkatan kemampuan guru menerapkan model pembelajaran jigsaw maka
sebaiknya dilakukan penilaian ulang terhadap pengetahuan, keterampilan, dan
sikap guru yang menjadi tujuan pembinaan.
c. Apabila ternyata memang tujuannya belum tercapai semua ada peningkatan
kemampuan guru menerapkan model pembelajaran jigsaw walaupun belum
memuaskan maka mulailah kembali program pembinaan dan
mengimplementasikan pada siklus berikutnya.
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian
1. Hasil Penelitian Pada Kondisi Awal
Berdasarkan hasil observasi dan pengamatan peneliti melaksanakan tugas
kepengawasan selama satu tahun dilokasi penelitian ini dapat diketahui bahwa
kemampuan guru dalam menerapkan model pembelajaran jigsaw belum optimal.
Hal ini berdasarkan kenyataan dilapangan bahwa masih ada guru yang mengajar
dengan model pembelajaran yang tidak sesuai dengan materi pembelajaran yang
disajikan. Ada bermacam-macam alasan yang dikemukakan guru tentang
permasalahan ini, ada yang mengatakan kurang memiliki pengetahuan yang
mendalam tentang model-model pembelajaran, ada pula yang mengatakan sarana
sangat minim di Madrasah. Fakta tersebut semakin diyakini setelah peneliti
melakukan wawancara dengan sejumlah guru untuk mengidentifikasi kesulitan
yang dialami dalam memilih dan menerapkan model pembelajaran jigsaw. Dari
hasil wawancara tersebut diketahui bahwa masih banyak guru yang belum
memahami betapa pentingnya fungsi model pembelajaran sebagai strategi belajar
untuk meningkatkan prestasi belajar siswa.
Kesulitan yang dihadapi guru antara lain adalah dalam memilih dan
menetapkan : 1) Pendekatan Pengajaran, 2) Metode mengajar, 3) Pengelolaan
kelas, 4) Media dan alat pengajaran, 5) penampilan dan gaya mengajar, dan 6)
interaksi antara guru dan siswa. Bertitik tolak dari masalah tersebut, peneliti
mencoba melaksanakan pembinaan secara terprogram terhadap guru-guru melalui
tekhnik-tekhnik supervisi akademik.

2. Hasil Penelitian Tindakan Pada Siklus I


Pelaksanaan tindakan siklus I berlangsung I bUlan, Mulai 3 september
sampai dengan 5 Oktober 2017. Langkah-langkah pelaksanaan tindakan sebagai
berikut :
Rencana Tindakan Siklus I
Pada tahap ini peneliti merencanakan hal-hal sebagai berikut :
a. Mengidentifikasi kembali permasalahan yang dihadapi oleh guru dalam
penggunaan model pembelajaran jigsaw sebagaimana telah dikemukakan
pada kondisi awal sebelum tindakan dilakukan.
b. Merumuskan alternatif pemecahan masalah dan membuat skenario
pembinaan guru serta bahan-bahan/materi/model yang diperlukan dalam
pembinaan tersebut.
c. Merumuskan indikator keberhasilan pembinaan guru.
d. Menentukan jadwal kegiatan pembinaan guru pada siklus I.
e. Mengkoordinasikan kegiatan penelitian dengan madrasah dan guru –guru
yang menjadi subjek penelitian.
f. Mempersiapkan materi pembinaan dalam bentuk modul, daftar bacaan,
dan slide power point.
g. Menyiapkan instrumen untuk mengatur keberhasilan pembinaan guru
dalam praktek mengajar pada siklus I.

3. Pelaksanaan Tindakan Siklus I


Pelaksanaan tindakan dilakukan dengan pendekatan andragogi, yaitu lebih
menutamakan pengungkapan kembali pengalaman guru menerapkan model
pembelajaran jigsaw, menganalisis, menyimpulkan, dan mengeneralisasikan dalam
suasana pembinaan yang aktif, inovatif, kreatif, menyenangkan, dan bermakna.
Peranan pengawas madrasah sebagai pembina lebih menekankan sebagai
fasilitator. Peneliti melakukan pembinaan terhadap guru-guru yang mengajar di
sekolah binaan berdasarkan identifikasi masalah yang dikemukakan pada kondisi
awal. Pembinaan dilakukan dengan cara individual dan kelompok dengan metode
ceramah, diskusi dan tanya jawab menggunakan referensi dari buku-buku dan
sarana maupun buletin sebagai sumber-sumber tertentu sesuai dengan
permasalahan keterampilan mengajar guru. Sasaran pembinaan adalah 27 orang
guru pada kedua madrasah binaan sebagai objek penelitian. Tujuan pembinaan
adalah agar guru memiliki kemampuan menerapkan model Jigsaw.
Pada akhir pembinaan guru menyusun/merevisi silabus dan rencana
Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) terkait dengan penggunaan model pembelajaran
Jigsaw. Selanjutnya guru melakukan praktik/simulasipenggunaan model
pembelajaran jigsaw di dalam dan luar kelas dan peneliti melakukan observasi
terhadap aktivitas mengajar tersebut.

4. Observasi Tindakan Siklus I

Sebagaimana telah diuraikan sebelumnya bahwa dalam konteks supervisi


akademik, observasi merupakan proses untuk menentukan tingkat keberhasilan
yang dicapai dalam pembinaan kemampuan guru. Tujuannya adalah untuk
menentukan apakah guru telah mencapai kriteria pengukuran sebagaimana
dinyatakan dalam indikator kinerja pembinaan.

Hasil observasi bermanfaat untuk menentukan validitas tekhnik pembinaan


dan komponen-komponennya dalam rangka perbaikan proses pembinaan
berikutnya. Observasi difokuskan terhadap kemampuan guru-guru menerapkan
model pembelajaran jigsaw di kelas. Hasil observasi terhadap guru-guru
menerapkan model pembelajaran jigsaw setelah mengikuti program pembinaan
pada Tindakan Siklus I adalah sebagai berikut :

TABEL I

Kemampuan Guru Menerapkan Model Pembelajaran Jigsaw Pada Siklus 1

Kode Komponen Yang Di Nilai (Skor) Nilai


No.
Guru 1 2 3 4 5 6 Jmlh Rerata Predikat
1 001 50 50 50 50 50 50 300 50 C
2 002 65 65 65 65 65 65 390 65 B
3 003 65 65 65 65 65 65 390 65 B
4 004 50 50 50 50 50 50 300 50 C
5 005 30 30 30 30 30 30 180 30 D
6 006 65 65 65 65 65 65 390 65 B
7 007 60 60 60 60 60 60 360 60 C
8 008 90 90 90 90 90 90 540 90 A
9 009 50 50 50 50 50 50 300 50 C
10 010 70 70 70 70 70 70 420 70 B
11 011 40 40 40 40 40 40 240 40 D
12 012 65 65 65 65 65 65 390 65 B
13 013 85 90 85 85 85 80 510 85 A
14 014 60 55 55 55 55 50 330 55 C
15 015 65 65 65 65 65 65 390 65 B
16 016 65 65 65 65 65 65 390 65 B
Kode Komponen Yang Di Nilai (Skor) Nilai
No.
Guru 1 2 3 4 5 6 Jmlh Rerata Predikat
17 017 60 55 55 55 55 50 330 55 C
18 018 60 55 55 55 55 50 330 55 C
19 019 65 65 65 65 65 65 390 65 B
20 020 65 65 65 65 65 65 390 65 B
21 021 60 55 55 55 55 50 330 55 C
22 022 55 60 55 55 50 55 330 55 C
23 023 55 60 55 55 50 55 330 55 C
24 024 65 65 65 65 65 65 390 65 B
25 025 65 65 65 65 65 65 390 65 B
26 026 55 50 55 55 55 65 330 55 C
27 027 65 65 65 65 65 65 390 65 B

Jumlah Skor 1620

Skor rata-rata 60 C

Berdasarkan analisis data pada tabel 1 terdapat 27 orang guru yang


diobservasi dalam praktek mengajar setelah mengikuti pembinaan terprogram
tentang penerapan model pembelajaran jigsaw, diperoleh hanya 2 orang yang
mendapat predikat A, 12 orang mendapat predikat B, 11 orang yang termasuk
dalam predikat C dan 2 orang yang memperoleh nilai dalam predikat D. Skor rata-
rata perolehan =60 atau berada dalam predikat C atau dengan kata lain Cukup.

Berdasarkan analisis data tersebut dapat disimpulkan bahwa kemampuan


guru dalam menerapkan model pembelajaran jigsaw masih berada dalam kategori
perbaikan. Untuk memperbaiki kondisi tersebut, peneliti melakukan revisi terhadap
program pembinaan yang telah dilakukan pada siklus I dan merefleksikannya pada
indakan siklus II. Fokus perbaikan siklus II ditekankan kepada aspek kemampuan
yang belum dikuasai guru antara lain: 1) Kemampuan guru membagi kelompok, 2)
kemampuan guru menyiapkan tugas kelompok, 3) kemampuan guru mengelola
diskusi kelompok, 4) kemampuan guru menyimpulkan hasil diskusi kelompok, 5)
kemampuan guru melakukan evaluasi, dan 6) Kemampuan guru memberikan
reward kepada kelompok yang berprestasi.
B. Hasil Penelitian Pada Siklus II
Pelaksanaan tindakan siklus II berlangsung selama 2 (Dua) bulan, mulai
tanggal 2 Agustus 2017 sampai dengan 2 Nopember 2017. Langkah-langkah
pelaksanaan tindakan adalah sebagai berikut :
1) Rencana Tindakan Siklus I
Pada tahap ini peneliti merencanakan hal-hal sebagai berikut :
a. Mengidentifikasi aspek kelemahan yang dihadapi oleh guru dalam
penggunaan model pembelajaran jigsaw berdasarkan hasil tindakan siklus I.
b. Merumuskan alternatif pemecahan masalah dan membuat skenario
pembinaan guru serta bahan-bahan/materi/model yang diperlukan dalam
pembinaan tersebut.
c. Merumuskan indikator keberhasilan pembinaan guru.
d. Menentukan jadwal kegiatan pembinaan guru pada siklus II.
e. Mengkoordinasikan kegiatan penelitian dengan masalah dan guru-guru
yang menjadi subjek penelitian.
f. Mempersiapkan materi pembinaan dalam bentuk modul, daftar bacaan,
dan slide power point.
g. Menyiapkan instrumen untuk mengatur keberhasilan pembinaan guru
dalam praktek mengajar pada siklus II.

2) Pelaksanaan Tindakan Siklus II


Pelaksanaan tindakan dilakukan dengan pendekatan androgogi, yaitu
lebih mengutamakan pengungkapan kembali pengalaman guru menerapkan
model pembelajaran Jigsaw, menganalisis, menyimpulkan, dan
mengeneralisasikan, dan bermakna. Peranan pengawas madrasah sebagai
pembina lebih menekankan sebagai fasilitator.

Pembinaan dilakukan secara individual dan kelompok dengan metode


ceramah, diskusi dan tanya jawab menggunakan referensi dari buku-buku dan
sarana maupun buletin sebagai sumber-sumber tertentu sesuai dengan
permasalahan keterampilan mengajar guru. Sasaran pembinaan adalah 27
orang guru pada kedua madrasah binaan sebagai objek penelitian. Tujuan
pembinaan adalah agar guru memiliki kemampuan menerapkan model Jigsaw.
Pada akhir pembinaan guru menyusun/merevisi silabus dan rencana
Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) terkait dengan penggunaan model
pembelajaran Jigsaw. Selanjutnya guru melakukan praktik/simulasipenggunaan
model pembelajaran jigsaw di dalam dan luar kelas dan peneliti melakukan
observasi terhadap aktivitas mengajar tersebut. Fokus perbaikan Siklus II
ditekankan kepada aspek kemampuan yang belum dikuasai guru antara lain :
1) Kemampuan guru membagi kelompok, 2) kemampuan guru menyiapkan
tugas kelompok, 3) kemampuan guru mengelola diskusi kelompok, 4)
kemampuan guru menyimpulkan hasil diskusi kelompok, 5) kemampuan guru
melakukan evaluasi, dan 6) Kemampuan guru memberikan reward kepada
kelompok yang berprestasi.

3) Observasi Tindakan Siklus II


Obervasi terhadap kemampuan guru di kelas ditekankan kepada aspek
kemampuan guru menerapkan model pembelajaran jigsaw dalam praktek
mengajar setelah dilakukan tindakan siklus II.
Hasil observasi terhadap guru-guru menerapkan model pembelajaran
jigsaw setelah mengikuti program pembinaan pada tindakan siklus II adalah
sebagai berikut :

TABEL 2

Kemampuan Guru Menerapkan Model Pembelajaran Jigsaw Pada Siklus 2

Kode Komponen Yang Di Nilai (Skor) Nilai


No.
Guru 1 2 3 4 5 6 Jmlh Rerata Predikat
1 001 85 90 90 95 90 90 540 90 A
2 002 90 80 95 90 95 90 540 90 A
3 003 90 95 90 80 90 95 540 90 A
4 004 80 85 80 75 80 80 480 80 B
5 005 90 90 90 90 90 90 540 90 A
6 006 80 80 70 80 90 80 480 80 B
7 007 80 80 80 80 80 80 480 80 B
8 008 90 90 90 90 90 90 540 90 A
9 009 80 80 80 80 80 80 480 80 B
10 010 90 80 95 90 90 95 540 90 A
11 011 80 80 80 80 80 80 480 80 B
Kode Komponen Yang Di Nilai (Skor) Nilai
No.
Guru 1 2 3 4 5 6 Jmlh Rerata Predikat
12 012 90 90 90 90 90 90 540 90 A
13 013 90 95 90 80 90 95 540 90 A
14 014 90 90 90 90 90 90 540 90 A
15 015 90 90 90 90 90 90 540 90 A
16 016 90 90 90 90 90 90 540 90 A
17 017 90 90 90 90 90 90 540 90 A
18 018 90 85 90 95 90 90 540 90 A
19 019 90 90 90 90 85 95 540 90 A
20 020 90 90 90 90 90 90 540 90 A
21 021 80 80 75 85 80 80 480 80 B
22 022 90 90 90 90 90 90 540 90 A
23 023 90 90 90 90 90 90 540 90 A
24 024 85 85 95 95 90 90 540 90 A
25 025 75 85 85 80 80 80 480 80 B
26 026 90 90 90 85 95 90 540 90 A
27 027 90 90 90 90 90 90 540 90 A

Jumlah Skor 2380

Skor rata-rata 88 A

Berdasarkan analisis data pada tabel 2 terdapat 27 orang guru yang


diobservasi dalam praktek mengajar setelah mengikuti pembinaan terprogram
tentang penerapan model pembelajaran jigsaw, diperoleh hanya 22 orang
yang mendapat predikat A, dan 5 orang mendapat predikat B, dan tidak ada
lagi guru yang memperoleh nilai dalam kategori C dan D. Berdasarkan analisis
data tersebut dapat disimpulkan bahwa kemampuan guru menerapkan model
pembelajaran jigsaw sudah mengalami peningkatan/perbaikan.
Peningkatan/perbaikan guru menerapkan model pembelajaran Jigsaw pada
siklus II dapat dilihat pada aspek : 1) Kemampuan guru membagi kelompok, 2)
kemampuan guru menyiapkan tugas kelompok, 3) kemampuan guru
mengelola diskusi kelompok, 4) kemampuan guru menyimpulkan hasil diskusi
kelompok, 5) kemampuan guru melakukan evaluasi, dan 6) Kemampuan guru
memberikan reward kepada kelompok yang berprestasi.

Berdasarkan analisis data tersebut disimpulkan bahwa kemampuan guru


dalam menerapkan model pembelajaran jigsaw sudah dalam kategori sangat
baik dengan perolehan skor rata-rata = 88. Secara umum dapat dinyatakan
bahwa sebagian besar guru telah mampu menerapkan metode pembelajaran
jigsaw, namun ada beberapa orang guru belum menguasai satu atau dua
komponen kemampuan tertentu. Untuk meningkatkan kemampuan tersebut
peneliti berkesimpulan tidak perlu dilakukan tindakan siklus III, tetapi cukuop
dengan memeberikan tugas tidak terstruktur kepad guru-guru yang termasuk
kedalam kategori tersebut.

C. Pembahasan
Dengan membandingkan hasil analisis data yang diperoleh selama penelitian
tindakan pada siklus I dan II dapat dinyatakan bahwa telah terjadi peningkatan
kemampuan guru menerapkan metode pembelajaran jigsaw setelah mengikuti
pembinaan terprogram. Indikasi tersebut dapat dilihat berdasarkan peningkatan
jumlah guru yang mengalami perbaikan kualitas kemampuan menerapkan metode
pembelajaran jigsaw. Pada siklus I jumlah guru yang memiliki kemampuan menerapkan
model pembelajaran jigsaw dalam kategori A (Sangat Baik) hanya 2 orang, kategori B =
12 orang, kategori C=11 orang, dan kategori D=2 Orang, dengan nilai totalitas sebesar
= 1620 dengan rata-rata 60.
Adapun siklus II, jumlah guru yang memiliki kompetensi menerapkan metode
jigsaw dalam kategori A=22 orang, kategori B=5 orang, kategori C=0 orang, kategori
D=0 Orang, dengan perolehan nilai sebesar = 2380, dengan rata-rata =88. Dengan
demikian ada peningkatan nilai perolehan sebesar = 760 dengan rata-rata peningkatan
sebesar = 28. Berdasarkan perhitungan sajian data-data hasil penelitian tersebut maka
dapat dikatakan bahwa terjadinya peningkatan kompetensi penguasaan model
metode Jigsaw dikalangan para guru madrasah binaan yang disajikan objek penelitian
setelah dilakukan pembinaan oleh peneliti/penulis sebagai pengawas pembinanya
secara bertahap dan sistematis dari siklus I ke siklus berikutnya.

Adapaun tentang aspek yang mengalami perbaikan adalah : 1) Kemampuan guru


membagi kelompok, 2) kemampuan guru menyiapkan tugas kelompok, 3) kemampuan
guru mengelola diskusi kelompok, 4) kemampuan guru menyimpulkan hasil diskusi
kelompok, 5) kemampuan guru melakukan evaluasi, dan 6) Kemampuan guru
memberikan reward kepada kelompok yang berprestasi.
BAB IV
PENUTUP

A. Kesimpulan
Kesimpulan hasil penelitian menunjukan bahwa :
Kemampuan pengawas madrasah membina guru-guru melalui supervisi
akademik mengalami perbaikan secara signifikan, terbukti dari hasi penelitian :
1. Telah terjadi peningkatan jumlah guru yang memiliki kompetensi menerapkan
model pembelajaran jigsaw setelah penulis melakukan langkah supervisi akademis,
yang sebelumnya pada siklus I dalam kategori A (sangat baik) hanya 2 orang, tetapi
pada siklus II bertambah menjadi 22 orang. Sebagai akibat dari peningkatan kualitas
kompetensi penguasaan model dan metode pembelajaran jigsaw dalam kategori B
(baik) terdapat 12 orang pada siklus I menjadi 5 orang pada siklus II. Demikian juga
jumlah guru yang memiliki kemampuan menerapkan model pembelajaran jigsaw
dalam kategori C (cukup) berkurang dari 11 orang pada siklus I menjadi tidak ada
pada siklus II. Dan jumlah guru yang memiliki kemampuan menerapkan model
pembelajaran jigsaw dalam kategori D (Kurang) mengalami pengurangan dari 2
orang pada siklus i menjadi tidak ada pada siklus II.
2. Telah terjadi peningkatan kompetensi guru dalam menerapkan model metoda
pembelajaran jigsaw jika dilihat berdasarkan hasil observasi antara siklus pada aspek
: 1) Kemampuan guru membagi kelompok, 2) kemampuan guru menyiapkan tugas
kelompok, 3) kemampuan guru mengelola diskusi kelompok, 4) kemampuan guru
menyimpulkan hasil diskusi kelompok, 5) kemampuan guru melakukan evaluasi, dan
6) Kemampuan guru memberikan reward kepada kelompok yang berprestasi.

B. Saran
1. Kepada pengawas madrasah disarankan agar terus menerus secara
berkesinambungan melakukan pembinaan secara terprogram melalui
penelitian tindakan madrasah kepad guru-guru di Madrasah binaannya.
2. Kepada pemerintah c/q Kementerian Agama Kabupaten Majalengka agar
memberikan motivasi dan mengalokasikan anggaran untuk penelitian tindakan
guru melalui supervisi akademik.
3. Kepada guru di kedua Madrasah objek penelitian, agar senantiasa terus
mengembangkan metoda-metoda pembelajaran yang inovatif agar proses
pembelajaran tidak membosankan.
DAFTAR PUSTAKA

Adey, P. 1989. Adolescent Development and School science. International of Scince


Education, 79:98. England. Bates, A.W. 1995. Technology, open Learning and Disttance.
London:Rouledge.

Ali padmi Imam, Didaktik Pendidikan Umum, Usaha Nasional, Surabaya.

Arikunto Suharsimi, 2006, Penelitian Tindakan Kelas, Bumi Aksara, Surabaya.

BR. Amin Thaib, 2005, sTandar Supervisi Pendidikan, Depag, RI, Jakarta.

Baharudin Yusak, 1993, Administrasi Pendidikan, Pustaka Setia, Bandung.

Cepi Riyana. 2004. Strategi Implementasi Tekhnologi Informasi dan Komunikasi Dengan
Menerapkan Konsep Instructional Technology. Jurnal edutech, Jurusan Kurtek Bandung.

______________. 2006, Model Pembelajaran, Modul Fakultas Ilmu Pendidikan.


Kemampuan Guru: Buku I. Jakarta: Proyek pengembangan Pendidikan Guru.

______________. 1982, Panduan Umum Alat Penilaian Kemampuan Guru, Jakarta:


Proyek pengembangan Pendidikan Guru.

______________. 1996, Jabatan Fungsional Pengawas Madrasah dan Angka Kreditnya.


Jakarta: Depdikbud.

______________. 1998, Petunjuk tekhnik Pelaksanaan Jabatan Fungsional Pengawas


Madrasah dan Angka Kreditnya. Jakarta: Depdikbud.

______________. 2003, Pedoman Supervisi Pengajaran. Jakarta: Ditjen Dikdasmen. PP.


No 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan.

Sadiman, Arief. 1990. Model Pendidikan, Pengertian Pengembangan dan Pemanfaatan.


Jakarta : Rajawali. UU No. 20 tentang Sisdiknas Tahun 2003.

Anda mungkin juga menyukai