Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH

“ TEKNIK MODELING”

KOMPENSATORIS ANAK HIPERAKTIF

Dosen Pembimbing :

Fatimatuz Zahro, M. Pd

Disusun oleh :

Kelompok

Fithri Aulia Azizah (A1F114215) Hafizhatul Munirah (A1F114222)

Maryana Anisa (A1F114212) M. Aulia Rahman (A1F114224)

M. Ridho Shobirin (A1F114081) Nurhafizah (A1F114211)

Sana Salsabela (A1F114210)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN LUAR BIASA

JURUSAN ILMU PENDIDIKAN

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT

BANJARMASIN

2016

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan
kita berbagai macam nikmat, sehingga aktifitas hidup yang kita jalani ini akan
selalu membawa keberkahan, baik kehidupan di alam dunia ini, lebih-lebih
lagi pada kehidupan akhirat kelak, sehingga semua cita-cita serta harapan yang
ingin kita capai menjadi lebih mudah dan penuh manfaat.

Terima kasih sebelum dan sesudahnya kami ucapkan kepada Dosen


Mata Kuliah Kompensatoris Anak Hiperaktif serta teman-teman sekalian yang
telah membantu, baik bantuan berupa moril maupun materil, sehingga makalah
ini terselesaikan dalam waktu yang telah ditentukan. Kami menyadari sekali,
didalam penyusunan makalah ini masih jauh dari kesempurnaan serta banyak
kekurangan-kekurangannya, baik dari segi tata bahasa maupun dalam hal
pengkonsolidasian kepada dosen serta teman-teman sekalian, yang kadangkala
hanya menuruti egoisme pribadi, untuk itu besar harapan kami jika ada kritik
dan saran yang membangun untuk lebih menyempurnakan makalah-makalah
kami dilain waktu.

Harapan yang paling besar dari penyusunan makalah ini ialah, mudah-
mudahan apa yang kami susun ini penuh manfaat, baik untuk pribadi, teman-
teman, serta orang lain yang ingin mengambil atau menyempurnakan lagi atau
mengambil hikmah dari judul “TEKNIK MODELLING“ sebagai tambahan
dalam menambah referensi yang telah ada.

Banjarmasin, 09 Oktober 2016

Penyusun

ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ........................................................................................ ii
DAFTAR ISI..................................................... Error! Bookmark not defined.
BAB I .................................................................................................................. 1
PENDAHULUAN .............................................................................................. 1
A. LATAR BELAKANG ............................................................................. 1
B. RUMUSAN MASALAH ......................................................................... 2
BAB II................................................................................................................. 3
PEMBAHASAN ................................................................................................. 3
A. Definisi Teknik Modeling ........................................................................ 3
B. Tujuan Teknik Modeling ......................................................................... 3
C. Jenis-Jenis Teknik Modeling ................................................................... 4
D. Prinsip Teknik Modeling ......................................................................... 6
E. Macam-macam Penokohan ...................................................................... 6
F. Tahap-tahap atau Langkah-langkah Modeling ........................................ 6
G. Beberapa Hal yang Perlu Diperhatikan dalam Proses Modeling ............. 8
H. Prosedur, Variasi dan Contoh .................................................................. 9
I. Kelebihan dan Kekurangan Teknik Modeling ....................................... 11
BAB III ............................................................................................................. 14
PENUTUP ........................................................................................................ 14
A. KESIMPULAN ...................................................................................... 14
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................... 15

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Mendidik anak untuk bisa pintar mungkin bisa dilakukan oleh siapa
saja. Tetapi mendidik anak untuk mempunyai emosi yang stabil, tidak
semua orang bisa melakukannya. Dibutuhkan orang tua dan guru yang
sabar, serius, ulet, serta mempunyai semangat dedikasi tinggi dalam
memahami dinamika kepribadian anak. Perilaku siswa usia sekolah saat
ini banyak dikeluhkan guru.
Para guru mengeluh sikap anak- anak yang sangat sulit di atur
(hiperaktif) emosinya di kelas. Terhadap kondisi siswa yang demikian,
biasanya para guru sangat susah mengatur dan mendidiknya. Di samping
karena keadaan dirinya yang sangat sulit untuk tenang, juga karena anak
hiperaktif sering mengganggu orang lain, suka memotong pembicaran
guru atau teman, dan mengalami kesulitan dalam memahami sesuatu yang
diajarkan guru kepadanya.
Selain itu juga, prestasi belajar anak hiperaktif juga tidak bisa
maksimal. Untuk itulah dibutuhkan suatu pendekatan untuk membantu
anak-anak yang hiperaktif tersebut supaya mereka dapat memaksimalkan
potensi diri dan meningkatkan prestasinya. Pendekatan ini yaitu dengan
adanya bimbingan konseling berupa layanan atau treatment yang sesuai
dengan kebutuhannya. Sehingga dengan demikian, diharapkan setiap anak
akan memperoleh haknya untuk mendapatkan pendidikan yang terbaik
tanpa terkecuali, karena pengajaran yang diberikan telah disesuaikan
dengan kemampuan dan kesulitan yang dimilikinya.
Banyak perilaku manusia dibentuk dan dipelajari melalui model, yaitu
dengan mengamati dan meniru perilaku orang lain untuk membentuk
perilaku baru dalam dirinya (Bandura, 1977). Secara sederhana prosedur

1
dasar meneladani (modeling) adalah menunjukkan perilaku seseorang atau
perilaku beberapa orang kepada subyek untuk ditiru.
Prosedur meneladani adalah prosedur yang memanfaatkan proses
belajar melalui pengamatan, dimana perilaku seseorang atau beberapa
orang teladan, berperan sebagai perangsang terhadap pikiran, sikap, atau
perilaku subyek pengamatan tindakan untuk ditiru atau diteladani
(Bandura, 1977; Soetarlinah Soekatji, 1983).

B. RUMUSAN MASALAH
1. Bagaimana teknik modeling itu menurut definisi ahli?
2. Bagaimana tujuan teknik modeling?
3. Apa saja jenis-jenis teknik modeling?
4. Apa saja prinsip teknik modeling?
5. Bagaimana tahap pelaksanaan teknik modeling?
6. Didalam teknik modeling apakah ada kelemahan dan kelebihan dari
pelaksanaan teknik tersebut?

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Definisi Teknik Modeling


Istilah modeling merupakan istilah umum untuk menunjukkan
terjadinya proses belajar melalui pengamatan dari orang lain dan perubahan
yang terjadi karenanya melalui peniruan

Perry dan Furukawa (dalam Abimanyu dan Manrihu 1996)


mendefinisikan modeling sebagai proses belajar melalui observasi dimana
tingkah laku dari seorang individu atau kelompok, sebagai model, berperan
sebagai rangsangan bagi pikiran-pikiran, sikap-sikap, atau tingkah laku sebagai
bagian dari individu yang lain yang mengobservasi model yang ditampilkan.

Bandura (1986, 1994) dalam Feist (2008 : 409) memberikan sedikit


pernyataan mengenai modeling bahwa pemodelan melibatkan proses-proses
kognitif, jadi tidak hanya meniru, lebih dari sekedar menyesuaikan diri dengan
tindakan orang lain karena sudah melibatkan perepresentasian informasi secara
simbolis dan menyimpannya untuk digunakan di masa depan.

Teknik modeling bukan sekedar menirukan atau mengulangi apa yang


dilakukan orang model (orang lain), tetapi modeling melibatkan penambahan
dan atau pengurangan tingkah laku yang teramati, menggenalisir berbagai
pengamatan sekalligus, melibatkan proses kognitif (Alwisol, 2009:292).

Teknik modeling ini adalah suatu komponen dari suatu strategi dimana
konselor menyediakan demonstrasi tentang tingkah laku yang menjadi tujuan.

B. Tujuan Teknik Modeling


1. Untuk Mendapatkan tingkah laku sosial yang lebih adaptif.
2. Agar konseli bisa belajar sendiri menunjukkan perbuatan yang
dikehendaki tanpa harus belajar lewat trial and error.
3. Membantu konseli untuk merespon hal- hal yang baru

3
4. Melaksanakan tekun respon- respon yang semula terhambat/
terhalang
5. Mengurangi respon- respon yang tidak layak

C. Jenis-Jenis Teknik Modeling


Menurut Bandura (dalam Alwisol,2009 : 292) menyatakan bahwa jenis-
jenis modeling ada empat yaitu :

1. Modeling tingkah laku baru


Melalui taknik modeling ini orang dapat memperoleh tingkah
laku baru. Ini dimungkinkan karena adanya kemmapuan kognitif.
Stimulasi tinngkah laku model ditransformasi menjadi gambaran
mental dan symbol verbal yang dapat diingat dikemudian hari.
Ketrampilan kognitif simbolik ini membuat orang mentransformasi apa
yang didapat menjadi tingkah laku baru.

2. Modeling mengubah tingkah laku lama


Dua macam dampak modeling terhadap tingkah laku lama.
Pertama tingkah laku model yang diterima secara social memperkuat
respon yang sudah dimiliki. Kedua, tingkah laku model yang tidak
diterima secara social dapat memperkuat atau memperlemah tingkah
laku yang tidak diterima itu. Bila diberi suatu hadiah maka orang akan
cenderung meniru tingkah laku itu, bila dihukum maka respon tingkah
laku akan melemah.

3. Modeling simbolik
Modeling yang berbentuk simbolik biasanya didapat dari model
film atau televisi yang menyajikan contoh tingkah laku yang dapat
mempengaruhi pengamatnya.
4. Modeling kondisioning
Modeling ini banyak dipakai untuk mempelajari respon
emosional. Pengamat mengobservasi model tingkah laku emosional
yang mendapat penuatan. Muncul respon emosional yang sama di

4
dalam diri pengamat, dan respon itu ditujukan ke obyek yang ada
didekatnya saat dia mengamati model itu, atau yang dianggap
mempunyai hubungan dengan obyek yang menjadi sasaran emosional
model yang diamati.

Praktik teknik modeling yang sering digunakan konselor dapat berupa


sebagai berikut :

1. Proses Mediasi
Yaitu proses terapeutik yang memungkinkan penyimpanan dan
recall asosiasi antara stimulus dan respon dalam ingatan. Dalam
prosesnya, mediasi melibatkan empat aspek yaitu atensi, retensi,
reproduksi motorik, dan insentif. Atensi pada respon model akan
diretensi dalam bentuk simbolik dan diterjemahkan kembali dalam
bentuk tingkah laku (reproduksi motorik) yang insentif.
2. Live Model dan Symbolic Model
Yaitu model hidup yang diperoleh klien dari konselor atau
orang lain dalam bentuk tingkah laku yang sesuai, pengaruh sikap, dan
nilai-nilai keahlian kemasyarakatan. Keberadaan konselor pun dalam
keseluruhan proses akan membawa pengaruh langsung (live model)
baik dalam sikap yang hangat maupun dalam sikap yang dingin.
Sedangkan symbolic model dapat ditunjukkan melalui film, video, dan
media rekaman lainnya.
3. Behavior Rehearsal
Yaitu latihan tingkah laku dalam bentuk gladi dengan cara
melakukan atau menampilkan perilaku yang mirip dengan keadaan
sebenarnya. Bagi klien teknik ini sekaligus dapat dijadikan refleksi,
koreksi, dan balikan yang ia peroleh dari konselor dalam upaya
mengetahui apa yang seharusnya ia lakukan dan ia katakana.
4. Cognitive Restructuring
Yaitu proses menemukan dan menilai kognisi seseorang,
memahami dampak negatif pemikiran tertentu terhadap tingkah laku,
dan belajar mengganti kognisi tersebut dengan pemikiran yang lebih

5
realistic dan lebih cocok. Teknik ini dapat dilakukan dengan
memberikan informasi yang korektif, belajar mengendalikan pemikiran
sendiri, menghilangkan keyakinan irrasional, dan menandai kembali
diri sendiri.
5. Covert Reinforcement
Yaitu teknik yang memakai imajinasi untuk menghadiahi diri
sendiri. Teknik ini dapat dilangsungkan dengan meminta klien untuk
memasangkan antara tingkah laku yang tidak dikehendaki dengan
sesuatu yang sangat negatif, dan memasangkan imaji sesuatu yang
dikehendaki dengan imaji sesuatu yang ekstrim positif.

D. Prinsip Teknik Modeling


1. Pemberian pengalaman-pengalaman belajar sebagai proses
penghapusan hasil belajar yang maladaptif.
2. Model sebagai stimulus terjadinya pikiran, sikap, dan perilaku bagi
pengamat (konseli).
3. Individu (konseli) mengamati model (tingakh laku yang nampak dan
spesifik) kemudian diperkuat untuk mencontohnya.
4. Status dan kehormatan model amat berarti, karena keberhasilan teknik
ini tergantung pada persepsi konseli terhadap model yang diamati.

E. Macam-macam Penokohan
 Penokohan nyata (live model) seperti: terapis,guru,anggota keluarga
atau tokoh yang dikagumi dijadikann model oleh konseli.
 Penokohan simbolik (syimbolic model) seperti: tokoh yang dilihat
melaui film,video atau media lain.
 Penokohan ganda (multiple model seperti: terjadi dalam
kelompok,seorang anggota mengubah sikap dan mempelajarfi sikap
baru setelah mengamati anggota lain bersikap.

F. Tahap-tahap atau Langkah-langkah Modeling


 Menetapkan bentuk penokohan (live model, syimbolic model, multiple

6
model).
 Pada live model, pilih model yang bersahabat atau teman sebaya
konseli yang memiliki kesamaan seperti:usia,status ekonomi, dan
penampilan fisik. Hal ini penting terutama bagi anak-anak.
 Bila mungkin gunakan lebih dari satu model.
 Kompeksitas perilaku yang modelnya harus sesuai dengan tingkat
perilaku konseli.
 Kombinasikan modeling dengan aturan, intruksi,behavioral reharsal,
dan penguatan.
 Pada saat konseli memperhatikan penampilan tokoh berikan penguatan
alamiah.
 Bila mungkin buat desain pelatihan untuk konseli menirukan model
secara tepat, sehingga akan mengarahkan konseli pada penguatan
alamiah.
 Bila perilaku bersifat kompleks, maka episode modeling dilakukan
mulai dari yang paling mudah ke yang lebih sukar.
 Skenario modeling harus dibuat realistik.
 Melakukan pemodelan dimana tokoh menunjukkan perilaku yang
menimbulkan rasa takut bagi konseli (dengan sikap manis, perhatian
bahas yang lembut dan perilaku yang menyenangkan konseli).

Soetarlinah Soekadji (1983 : 81) menjelaskan bahwa prosedur


modeling berlangsung dalam 2 tahap, yaitu :

1. Tahap Pemilikan.
Tahap pemilikan adalah tahap masuknya perilaku dalam
perbendaharaan perilaku subjek, ialah subjek memperoleh dan
memepelajari perilaku teladan yang diamati. Pengamatan intensif dan
mengesankan, mempercepat pemilikan perilaku ini. Namun
pengamatan tidak intensifpun bila berulang-ulang dapat menimbulkan
perilaku meniru. Karena itu, orang-orang dalam suatu kelompok
pergaulan cenderung berperilaku serupa, salah satu sebab karena saling
meniru, sengaja atau tidak sengaja

7
2. Tahap Pelaksanaan.
Pada tahap ini subjek melakukan perilaku yang telah dipelajari
dari teladan. Pada tahap pelaksanaan, subjek sudah memiliki perilaku
yang dicontoh tapi belum melaksanakan sebagai perilakunya sendiri.
Pelaksanaan baru dapat diwujudkan bila faktor-faktor penunjang ada.
Faktor lain yang mempengaruhi pelaksanaan adalah faktor pengukuhan,
baik yang dialami subjek sendiri, maupun yang diperoleh lewat
pengamatan, ialah melihat orang lain yang melaksanakan perilaku
teladan mendapat pengukuh (vicarious reinforcement).

G. Beberapa Hal yang Perlu Diperhatikan dalam Proses Modeling


1. Attention
Perlu adanya perhatian yang dipersiapkan lebih dulu, jika model
kurang menarik perhatian, tidak disukai , atau klien/individu sedang
mengantuk, lapar dan tidak nyaman, proses modeling terganggu karena
lemahnya perhatian
2. Retention
Kita perlu menyimpan informasi dalam ingatan dengan lebih
dulu memberikan tanda dalam bentuk gambar atau bahasa sebagai
bagian perilaku kita.
3. Reproduction
Kemampuan mengingat kembali dan memanggil materi ingatan
dari dan menterjemahkannya dalam perilaku yang nyata. Dimulai
dengan membayangkan perilaku model yang kita lakukan sendiri dalam
bayangan kita yang kemudian akan membantu kita menerapkannya
dalam perilaku nyata.
4. Motivation
Dorongan dari dalam individu dapat dipengaruhi oleh
reinforcement yang dulu pernah diperoleh setelah melakukan perilaku
tertentu (past reinforcement), reinforcement yang dijanjikan misal
insentif (promised reinforcements) dalam bayangan kita dan karena
melihat dan mengingat reinforce yang telah diterima model (vicarious

8
reinforcement). Menurut Bandura, punishment tidak bekerja dengan
baik dan seefektif reward dalam modeling ini (Sadmoko:2010).

H. Prosedur, Variasi dan Contoh


Setiap materi harus diterapkan dalam setiap kejadian pada beberapa
bagian prosedur digunakan, dibawah ini akan diuraikan sejumlah daftar yang
berfungsi sebagai program perawatan. Banyak materi yang tercakup oleh suatu
intervensi, makin besar perawatannya:
1. Terapis perlu menentukan atau perlu merencanakan sejumlah perkiraan
yang menjadi tanda tujuan untuk perawatan dan sistem nilainya yang
digunakan.
2. Terapis, model, atau narator harus jelas menyatakan perilaku yang
bagaimana yang diinginkan atau diharapkan.
3. Klien harus sedang dalam kondisi yang santai. Klien harus memahami
tingginya tingkat kecemasan, pelatiha relaksasi sebelum memahami
prosedur-prosedur model yang bisa sangat menolong. Pertolongan ini
dalam bentuk memberi model saat menghadapi kecemasan yang
dihadapi.
4. Terapis perlu menyediakan suatu perintah atau suatu naskah naratif
yang memusatkan perhatian klien pada aspek yang relevan yang sesuai
dari model perilaku di lingkungan tersebut
5. Model itu perlu menampilkan tindakan-tindakan yang jelas diinginkan
dan menguraikan apa yang diharapkan untuk dilakukan, seperti
konsekuensi yang perlu diantisipasi. Pada beberapa sesi pertemuan
perlu peningkatan yang menggunakan tiga proses: a) tunjukan dan
uraikan perilaku yang diinginkan; b) rincikan dengan jelas dan uraikan
perilaku yang maladaptif; c) kembali lakukakan dan uraikan perilaku
yang diinginkan.
6. Klien yang melakukakan tindakan, segera ikuti urutan yang disajikan
oleh klien tersebut. Terapis harus memberitahu pada klien gambaran
kekurangan dan konsekuensi dari tindakan yang dilakukan.

9
7. Terapis perlu mengintruksikan pada klien untuk mengulangi tahap 6
yang sesuai dengan model-model yang dilakukan oleh model peran.
8. Terapis perlu menyusun latihan tindakan saat model peran hadir.
Instruksi tersebut diberikan pada sajian kedua atau pada akhir sajian,
sebagai evaluasi dari sajian pertama. Sajian model peran merupakan
koreksi dari sajian pertama yang bisa disajikan oleh model peran atau
oleh klien.
9. Terapis dapat memiliki alasan untuk percaya bahwa klien memiliki
kesulitan dalam meniru tindakan-tindakan yang dilakukan. Terapis
dapat menyentuh bagian-bagian dari tubuh klien dan memandu klien
agar bertindak sesuai harapan.
10. Terapis dapat meminta pada klien untuk mempraktikkan perilaku yang
diperagakan model peran saat model peran tidak hadir.
11. Langkah-langkah yang telah dilakukan oleh klien secara mandiri, harus
segera diberitahukan kepada supervisi atau terapis.
12. Bila dimungkinkan, terapis perilaku perlu menggunakan model peran
yang bergengsi, agar klien lebih termotivasi.
13. Bila dimungkinkan, terapis menggunakan model yang memiliki latar
belakang penyakit atau penyimpangan yang dimiliki klien.
14. Terapis perlu menyusun perawatan, sehingga klien dapat mengamati
model peran.
15. Terapis perlu menjalakan beberapa sesi-sesi model untuk
mengarahakan tiap klien.
16. Harus pasti dapat melakukan perilaku dasar yang diperagakan, guna
memastikan klien melakukan hal yang sama dengan model peran.
17. Klien yang menjadi lebih terampil atau dapat melakukan perilakunya
dengan baik, terapis harus dapat menyesuaikan perilaku-perilaku yang
diperagakan dengan tingkatan yang lebih sulit.
18. Terapis perlu melatih klien untuk terlibat pengamatan pada dirinya
sendiri dan menguatkan dirinya, agar klien dapat berangsur-angsur
memiliki tanggung jawab untuk keberhasilan program perawatan
dirinya.

10
I. Kelebihan dan Kekurangan Teknik Modeling
1. Kelebihan Teknik Modeling
Dengan teknik modeling konseli bisa mengamati secara
langsung seseorang yang dijadikan model baik dalam bentuk live
model ataupun symbolic model , sehingga konseli bisa dengan cepat
memahami perilaku yang ingin diubah dan bisa mendapatkan perilaku
yang lebih efektif.
2. Kekurangan Teknik Modeling
a. Keberhasilan teknik modeling tergantung persepsi konseli terhadap
model. Jika konseli tidak menaruh kepercayaan pada model, maka
konseli akan kurang mencontoh tingkah laku model tersebut.
b. Jika model kurang bisa memerankan tingkah laku yang
diharapkan, maka tujuan tingkah laku yang didapat konseli bisa
jadi kurang tepat.
c. Bisa jadi konseling menganggap modeling ini sebagai keputusan
tingkah laku yang harus ia lakukan, sehingga konseli akhirnya
kurang begitu bisa mengadaptasi model tersebut sesuai dengan
gayanya sendiri.

Cara menghindari subyek mencontoh perilaku yang tidak sepatutnya,


perlu dikomunikasikan hal-hal yang menyangkut perilaku yang dicontoh.
Beberapa hal tersebut (Soetarlinah Soekaji, 1983) adalh sebagai berikut:
a. Latar Belakang dan Dasar pikiran Perilaku
Latar belakang dan dasar pikiran seyogyanya diinformasikan
kepada subyek yang diberi teladan agar ia memahami konteks kejadian
dan dasar pemikirannya. Banyak orang, terutama anak-anak dan
remaja, mencontoh perilaku yang mereka amati tanpa melihat latar
belakang kejadian dan dasar pemikiranya.

b. Konsekuensinya jangka panjang dan lebih luas


Konsekuensi jangka panjang dan lebih luas dari meneladani
perlu diinformasikan kepada subyek. Beberapa perilaku yang

11
secara langsung diikuti dengan konsekuensi hokuman bila dijadikan
teladan cenderung perilaku tersebut tidak diulang.

Pada banyak kasus, banyak perilaku yang konsekuensinya timbul lama


sesudah perilaku menjadi kebiasaan, atau konsekuensinya tidak tampak pada
teladan.

c. Pendukung yang tidak dipamerkan


Pendukung yang tidak dipamerkan perlu diinformasikan agar
tidak ditiru secara suprfisial. Implementasi prosedur meneladani adalah
efek yang timbul dari penggunaan prosedur meneladani. Ada empat
efek diproleh menggunakan prosedur meneladani:
1. Belajar hal baru melalui pengamatan
2. Efek pelepasan perilaku tertahan
3. Efek menahan perilaku
4. Efek mempermudah timbulnya perilaku yang sudah ada.

1. Efek belajar hal baru


Prosedur meneladani mendorong subjek untuk belajar hal yang
baru. Subyek mendapat memperoleh peristiwa baru yang merupakan
perilaku yang belum pernah dilakukan sebelum ia mengamati perilaku
seorang teladan. Perilaku baru ini dapat berupa”sepotong “ perilaku,
dapat juga berupa integrasi atau pola kumpulan perilaku. Orang
dewasas normal, jarang sekali belajar perilaku yang sama sekali baru.
Biasanya perilaku baru merupakan kombinasi dan integrasi atau pola
kumpulan dari perilaku yang telah ada dalam dirinya.
2. Efek Menahan Perilaku
Efek pelepasan perilaku subjek tertahan. Subjek yang telah
dimiliki perilaku baru sering tidak memanfaatkan karena berbagai hal,
diantaranya karena ketakutan, ragu-ragu, enggan. Adanya teladan dapat
melepaskan perilaku ini untuk dimanfaatkan dalam kehidupan sehari-
hari.

12
3. Efek Menahan Perilaku
Berbeda dengan pelepasan perilaku tertahan, menahan perilaku
adalah menunda munculnya perilaku yang telah dimiliki karena
mengamati konsekuesi perilaku tersebut bila dilakukan. Perilaku yang
pada awalnya dikuasainya bebas atau ragu-ragu, ditahan untuk tidak
dilakukan akibat mengamati perilaku seorang teladan.
4. Efek mempermudah timbulnya perilaku
Seseorang cenderung akan mudah perilaku yang sudah dikuasai
orang lain manakala orang tersebut menjadi teladan. Kekuatan teladan
ini akan menjadi lebih efektif bila orang tersebut merupakan
significance other’s bagi orang yang meneladaninya.

13
BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN
Teknik modeling ini relevan untuk diterapkan pada konseli yang
mengalami gangguan-gangguan reaksi emosional atau pengendalian
diri, kekurangterampilan kecakapan-kecakapan sosial, keterampilan
wawancara pekerjaan, ketegasan, dan juga mengatasi berbagai
kecemasan dan rasa takut seperti phobia, kecemasan dengan serangan-
serangan panik, dan obsesif kompulsif. Teknik ini sesuai diterapkan
pada konseli yang mempunyai kesulitan untuk belajar tanpa contoh,
sehingga dia memerlukan contoh/ model perilaku secara konkret untuk
dilihat/ diamati sebagai pembelajaran pembentukan tingkah laku
konseli. Jadi, konseli bisa belajar sendiri menunjukkan perilaku yang
dikehendaki tanpa harus mengalaminya langsung (trial and error).

14
DAFTAR PUSTAKA

Gantina, Eka w, & Karsih. 2011. Teori dan Tehnik Konseling. Jakarta : PT
Indeks
http://www.sandiman.org/index.php/more-about-joomla/32-karya-tulis-
seminar-jabfung/38-pengenalan-structural-equation-modeling
http://hariadimemed.blogspot.com/2010/03/analisis-pengubahan-tingkah-
laku.html

15

Anda mungkin juga menyukai