PYOGENIC GRANULOMA
Oleh :
Rahmawan Adhy Putra
K1A1 13 128
PEMBIMBING
dr. Melvin Manuel Philips, Sp.M
1
HALAMAN PENGESAHAN
Mengetahui,
Pembimbing
I. PENDAHULUAN
Ambliopia adalah penurunan tajam penglihatan,walaupun sudah
diberi koreksi yang terbaik. Ambliopia dapat terjadi unilateral atau
bilateral (jarang) yang tidak dapat dihubungkan langsung dengan kelainan
struktural mata maupun jaras penglihatan.1 Ambliopia diklasifikasikan ke
dalam beberapa kategori dengan nama yang sesuai dengan penyebabnya
yaitu ambliopia strabismik, fiksasi eksentrik, ambliopia anisometropik,
ambliopia isometropia dan ambliopia deprivasi.1
Ambliopia dikenal juga dengan istilah “mata malas” (lazy eye), yang
merupakan suatu permasalahan dalam penglihatan yang mengenai sekitar
1 – 5 % populasi, dan bila dibiarkan akan sangat merugikan nantinya bagi
kehidupan si penderita. Oleh karena ambliopia lebih sering dapat
menyebabkan kehilangan penglihatan pada seseorang dengan usia kurang
dari 20 tahun dibandingkan oleh karena trauma ataupun penyakit mata
lainnya. Insidensinya tidak dipengaruhi jenis kelamin dan ras. 2,3
Ambliopia tidak dapat sembuh dengan sendirinya dan merupakan
kelainan yang reversibel serta akibatnya tergantung pada saat mulai dan
lamanya. Ambliopia yang tidak diterapi dapat menyebabkan gangguan
penglihatan permanen. Jika nantinya pada mata yang baik itu timbul suatu
penyakit ataupun trauma, maka penderita akan bergantung pada
1
penglihatan buruk mata yang ambliopia, oleh karena itu ambliopia harus
ditatalaksana secepat mungkin.1,4
Hampir seluruh kasus ambliopia itu bersifat reversibel naun
dapat
dicegah dengan deteksi dini dan intervensi yang tepat.1,3,4 . Umumnya
penatalaksanaan ambliopia dilakukan dengan menghilangkan penyulit,
mengkoreksi kelainan refraksi, dan memaksakan penggunaan mata yang
lebih lemah dengan membatasi penggunaan mata yang lebih baik. Anak
1
dengan ambliopia atau yang beresiko ambliopia hendaknya dapat
diidentifikasi pada umur dini, dimana prognosis keberhasilan terapi akan
lebih baik. Prognosis juga ditentukan oleh jenis ambliopia, serta usia dan
dalamnya ambliopia saat terapi dimulai.1,4,5,6,7
II. ANATOMI
1
Gambar 1. Struktur mata manusia5
1
epitel mempunyai lima atau enam lapis sel (sangat melengkung,
jernih seperti kaca).5
- Sklera (sedikit melengkung, tidak tembus pandang, berwarna
putih).Sklera adalah pembungkus fibrosa pelindung mata dibagian
luar, yang hampir seluruhnya terdiri atas kolagen. Jaringan ini padat
dan berwarna putih serta berbatasan dengan kornea di sebelah
anterior dan duramater nervus optikus di posterior.5
b. Lapisan Mata Tengah (Tunika Vaskulosa Bulbi)
Traktus uvealis merupakan lapisan yang terdiri atas iris, corpus
ciliare, dan koroid. Bagian ini merupakan lapisan vaskular tengah mata
dan dilindungi oleh kornea dan sklera, struktur ini ikut mendarahi retina.
Iris adalah perpanjangan corpus ciliare ke anterior. Iris berupa
permukaan pipih dengan apertura bulat di tengah, yaitu pupil. Iris terletak
bersambungan dengan permukaan anterior lensa, memisahkan bilik mata
depan dari bilik mata belakang yang masing-masing berisi aqueous
humor. Di dalam stroma iris terdapat sfingter dan otot-otot dilator yang
dipersarafi parasimpatis. Kedua lapisan berpigmen pekat pada
permukaan posterior iris merupakan perluasan neuroretina dan lapisan
epitel pigmen retina ke arah anterior.5
Corpus ciliare, yang secara kasar berbentuk segitiga pada potongan
melintang, membentang ke depan dari ujung anterior koroid ke pangkal
iris (sekitar 9 mm). Corpus ciliare terdiri atas zona anterior yang
berombak-ombak, pars plicata (2 mm), dan zona posterior yang datar,
pars plana (4 mm). Koroid adalah segmen posterior uvea, di antara retina
dan sklera. Koroid tersusun atas tiga lapisan pembuluh darah koroid,
yaitu pembuluh darah besar, sedang dan kecil. Semakin dalam pembuluh
darah terletak di dalam koroid, semakin lebar lumennya.5
3
Gambar 2. Lapisan Koroid5
Pergerakan bola mata dilakukan oleh 9 pasang otot bola mata luar
yaitu:8
1. Otot rektus medius, kontraksinya akan menghasilkan aduksi atau
menggulirnya mata kearah nasal dan otot ini dipersarafi oleh saraf ke
III (saraf okulomotor)
2. Otot rektus lateral, kontraksinya akan menghasilkan aduksi atau
menggulirnyabola mata kearah temporal dan otot ini dipersarafi oleh
saraf ke VI (saraf abdusen)
3. Otot rektur superior, kontraksinya akan menghasilkan elevasi,
aduksi danintorsi dari pada bola mata dan otot ini dipersarafi saraf ke
III (saraf okulomotor)
4. Otot rektus inferior, kontraksinya akan mnghasilkan depresi,
adduksi dan intorsi, yang dipersarafi oleh saraf ke III
5. Otot oblik superior, kontraksinya akan menghasilkan depresi,
intorsi, danabduksi yang dipersarafi saraf ke IV ( saraf troklear )
6. Otot oblik inferior, kontraksinya akan mengakibatkan
elevasi,ekstorsi dan abduksiyang dipersarafi oleh saraf ke III.
5
Gambar 3. Otot penggerak bola mata9
III. DEFINISI
Ambliopia berasal dari bahasa Yunani, amblyos yang berarti tumpul
atau pudar, dan opia yang berarti mata. Ambliopia adalah penurunan
ketajaman penglihatan walaupun sudah mendapatkan koreksi terbaik,
dapat bersifat unilateral ataupun bilateral (jarang), yang tidak dapat
7
dihubungkan langsung dengan kelainan struktural mata ataupun jaras
penglihatan posterior.1,11,12
Pada ambliopia terjadi penurunan tajam penglihatan unilateral atau
bilateral disebabkan karena kehilangan pengenalan bentuk, interaksi
binokular abnormal atau keduanya, dimana tidak ditemukan kausa organik
pada pemeriksaan fisik mata dan pada kasus yang keadaan baik, dapat
dikembalikan fungsinya dengan pengobatan.4 Biasanya ambliopia
disebabkan oleh kurangnya rangsangan untuk meningkatkan
perkembangan penglihatan. Oleh sebab itu, ambliopia disebut juga sebagai
abnormalitas perkembangan visual akibat abnormalitas stimulasi
visual.4,11
Suatu kausa ekstraneural yang menyebabkan menurunnya tajam
penglihatan (seperti strabismus, katarak, astigmat atau suatu kelainan
refraksi unilateral atau bilateral yang tidak dikoreksi) merupakan
mekanisme pemicu yang mengakibatkan suatu penurunan fungsi visual
pada orang yang sensitif. Adapun beratnya ambliopia berhubungan
dengan lamanya mengalami kurangnya rangsangan untuk perkembangan
penglihatan makula.4
Terminologi ambliopia saja biasanya merujuk pada ambliopia
fungsional, yaitu suatu ambliopia yang bersifat reversible dengan terapi
oklusi. Ambliopia organik adalah ambliopia yang ireversibel. Sebagian
besar kasus penurunan fungsi penglihatan karena ambliopia dapat dicegah/
dikembalikan fungsinya dengan intervensi yang tepat. Pengembalian
fungsi penglihatan bergantung pada beberapa faktor seperti lamanya
penurunan fungsi penglihatan, tingkat kematangan visual, dan usia
dimulainya terapi.3
9
V. PATOFISIOLGI
Ambliopia dipercaya terjadi karena kurangnya rangsangan untuk
meningkatkan perkembangan penglihatan. Penyebab-penyebab
ekstraneural seperti katarak, astigmatisme, strabismus, atau kelainan
refraksi yang tidak dikoreksi, merupakan pemicu yang dapat
mengakibatkan penurunan fungsi visual pada orang yang sensitif. Derajat
ringan beratnya ambliopia ditentukan oleh lamanya penderita mengalami
kurangnya rangsang untuk penglihatan makula. Ambliopia yang
ditemukan pada usia dibawah 6 tahun masih dapat dilakukan latihan untuk
perbaikan fungsi penglihatan. Oleh karena itu, sangat penting pemeriksaan
kesehatan mata anak sejak dini. 4
Pada patofisiologi ambliopia, terdapat dua mekanisme penyebab
yaitu nirpakai dan supresi. Ambliopia nirpakai terjadi akibat tidak
dipergunakannya elemen visual retino-kortikal pada saat masa kritis
perkembangan penglihatan, yaitu sebelum usia 9 tahun. Ambliopia supresi
terjadi pada tingkat kortikal dimana terdapat skotoma absolut pada
penglihatan binokular untuk mencegah diplopia pada mata yang juling,
atau hambatan binokular pada bayangan retina yang tidak jelas. Supresi
tidak berhubungan dengan masa perkembangan penglihatan.4
Pada ambliopia terdapat kerusakan penglihatan sentral, sedangkan
daerah penglihatan perifer dapat dikatakan masih tetap normal. Periode
kritis ini sesuai dengan perkembangan sistem penglihatan anak yang yang
kurang mendapatkan stimulasi, antara lain akibat rangsangan deprivasi,
strabismus, atau kelainan refraksi yang signifikan.3,11 Untuk penglihatan
yang baik dibutuhkan media refraksi yang harus jernih dan bayangan
terfokus sama pada kedua mata. Bila bayangan kabur pada satu mata, atau
bayangan tidak sama pada kedua mata, maka jaras penglihatan tidak dapat
berkembang dengan baik, bahkan memburuk. Pada keadaan demikian,
otak akan ‘mematikan’ mata yang tidak fokus dan akan bergantung
penglihatannya pada mata dominan untuk melihat. Stimulasi penglihatan
merupakan hal yang sangat berpengaruh terhadap perkembangan
penglihatan. Penglihatan binokular normal terjadi sejak saat lahir, yaitu
mulai dari masa bayi dan menjadi lengkap pada usia 8-10 tahun.11,18
Adapun masa kritis dalam perkembangan ketajaman
penglihatan pada seseorang dibagi menjadi tiga, yaitu : 3
1. Perkembangan ketajaman penglihatan dari 20/200 sampai 20/20,
yang terjadi dari sejak lahir sampai usia 3 – 5 tahun.
2. Masa dengan resiko tertinggi terjadinya ambliopia, yaitu sejak usia
beberapa bulan hingga 7 – 8 tahun.
3. Masa dimana ambliopia dapat disembuhkan, yaitu dari waktu
terjadinya ambliopia sampai masa remaja, bahkan kadang-kadang
sampai masa dewasa.
VI. KLASIFIKASI
Ambliopia dibagi kedalam beberapa bagian sesuai dengan gangguan
/ kelainan yang menjadi penyebabnya.1,3,4,18
A. Ambliopia Strabismik
Ambliopia yang paling sering ditemukan ini terjadi pada mata
yang berdeviasi konstan atau terjadi akibat juling lama (biasanya
juling kedalam) pada anak sebelum penglihatan tetap. Konstan, tropia
yang tidak bergantian (nonalternating, khususnya esodeviasi) sering
menyebabkan ambliopia yang signifikan.1,4 Ambliopia umumnya
lebih jarang terjadi bila ada fiksasi yang bergantian, sehingga masing
- masing mata mendapat jalan / akses yang sama ke pusat penglihatan
yang lebih tinggi, atau bila deviasi strabismus bertahan intermiten
maka akan ada suatu periode interaksi binokular yang normal
sehingga kesatuan sistem penglihatan tetap terjaga baik.5,19
Ambliopia strabismik diduga disebabkan karena kompetisi atau
terhambatnya interaksi antara neuron yang membawa input yang tidak
menyatu (fusi) dari kedua mata, yang akhirnya akan terjadi dominasi
pusat penglihatan kortikal oleh mata yang berfiksasi dan pada
11
akhirnya terjadi penurunan respon terhadap input dari mata yang
tidak berfiksasi.1,18
Penolakan kronis dari mata yang berdeviasi oleh pusat
penglihatan binokular ini tampaknya merupakan faktor utama
terjadinya ambliopia strabismik, namun pengaburan bayangan foveal
oleh karena akomodasi yang tidak sesuai, dapat juga menjadi faktor
tambahan. Hal tersebut terjadi sebagai usaha inhibisi atau supresi
untuk menghilangkan diplopia dan konfusi. Dimana konfusi adalah
melihat 2 objek visual yang berbeda tapi berhimpitan, satu di atas yang
lain.5,18,20
Ambliopia strabismik lebih sering ditemukan pada penderita
esotropia dan jarang pada mata dengan eksotropia. Hal ini disebabkan
karena eksotropia sering bertahan intermiten dan / atau deviasi alternat
dibanding deviasi unilateral konstan, yang merupakan "prasyarat"
untuk terjadinya ambliopia.4,5
B. Ambliopia Refraktif
1. Ambliopia Anisometropik
Ambliopia anisometropik merupakan suatu bentuk ambliopia
unilateral yang terjadi akibat terdapatnya kelainan refraksi pada
kedua mata yang berbeda jauh yang menyebabkan pada akhirnya
bayangan pada satu retina tidak fokus.1,4,20
Jika bayangan di fovea pada kedua mata berbeda bentuk dan
ukuran yang disebabkan karena kelainan refraksi yang tidak sama
antara kiri dan kanan, maka terjadi rintangan untuk fusi. Fovea
mata yang lebih ametropik akan menghalangi pembentukan
bayangan (form vision).1,4
Kondisi ini diperkirakan sebagian akibat efek langsung dari
bayangan kabur pada perkembangan tajam penglihatan pada
mata yang terlibat, dan sebagian lagi akibat kompetisi interokular
atau
inhibisi yang serupa (tapi tidak harus identik) dengan yang
terjadi pada ambliopia strabismik.1
Derajat ringan anisometropia hyperopia atau astigmatisma
(1D) dapat menyebabkan ambliopia ringan. Myopia
anisometropia ringan (<-3D) biasanya tidak menyebabkan
ambliopia, tapi myopia tinggi unilateral (>-3D) sering
menyebabkan ambliopia berat.20 Begitu juga dengan hyperopia
tinggi unilateral. Ambliopia dapat tidak terjadi pada mata sferis,
bila mata yang lebih berat minusnya dipakai untuk melihat dekat
dan sedangkan mata yang normal dipakai untuk meihat jauh.4,20
2. Ambliopia Isoametropik
Ambliopia isoametropik adalah ambliopia refraksi bilateral
yang merupakan bentuk ambliopia refraksi yang jarang terjadi.
Ambliopia isoametropik sering juga disebut amblipia ametropik
atau ambliopia hiperopik bilateral. Ambliopia jenis ini
menyebabkan penurunan tajam penglihatan secara bilateral,
akibat mata tanpa akomodasi tidak pernah melihat objek dengan
baik dan jelas atau efek pada retina berupa gambar yang buram.
Hal ini disebabkan oleh kelainan refraksi bilateral yang tinggi
pada anak tidak dikoreksi, yaitu hyperopia lebih dari 5D atau
miopia >-10D. Jika hiperopianya hanya 1-2D maka masih bisa
dikompensasi dengan akomodasi, jadi tidak sampai menyebabkan
ambliopia.1,3,20,21
C. Ambliopia Deprivasi
Istilah lama amblyopia ex anopsia atau "disuse amblyopia" sering
masih digunakan untuk ambliopia deprivasi, dimana ambliopia jenis
ini disebabkan oleh kekeruhan media refrakta (kornea keruh, katarak
kongenital atau dini) yang menyebabkan obstruksi visual total maupun
sebagian sehingga gambar pada retina yang dihasilkan terdergradasi,
13
hal inilah yang menimbulkan terjadinya ambliopia. Bentuk ambliopia
ini sedikit kita jumpai namun merupakan yang paling parah dan sulit
diperbaiki. Ambliopia bentuk ini lebih parah pada kasus unilateral
dibandingkan bilateral dengan kekeruhan identik. 1,4,21
Anak kurang dari 6 tahun, dengan katarak kongenital padat / total
pada daerah sentral dapat menyebabkan ambliopia berat. Sedangkan
kekeruhan lensa yang sama yang terjadi pada usia> 6 tahun umumnya
lebih tidak berbahaya.1
D. Ambliopia Oklusi
Ambliopia oklusi adalah bentuk khusus dari ambliopia deprivasi
yang disebabkan karena terapeutik berupa penggunaan patch (penutup
mata) yang berlebihan. Ambliopia dilaporkan terjadi pada 1% anak
setelah penggunaan patching selama 6 jam atau lebih perhari dan pada
9% anak-anak yang diberikan terapi atropin satu tetes perhari setelah 6
bulan.1
VIII. DIAGNOSIS
1. Anamnesis
Walaupun anamnesis umumnya mencakup hal-hal berikut ini,
namun komposisinya dapat bervariasi sesuai dengan masalah anak
tersebut ;1,3,20
- Data demografi / identitas pasien ; termasuk jenis kelamin, usia dan
identitas orang tua pasien
15
- Keluhan utama sesuai manifestasi klinik pada pasien dan alasan
untuk evaluasi mata
- Riwayat penyakit saat ini, masalah mata saat ini. Terdapat
4 pertanyaan penting yang perlu ditanyakan, yaitu :
1) Kapan pertama kali ditemukan kelainan ambliogenik?
(Seperti strabismus, anisometropia, dan lain-lain)
2) Kapan penatalaksanaan pertama kali dilakukan?
3) Terdiri dari apa saja penatalaksanaan tersebut?
4) Bagaimana kedisiplinan pasien terhadap penatalaksanaan
tersebut?
- Riwayat penyakit sebelumnya, termasuk riwayat kelainan mata
sebelumnya
- Riwayat sistemik, termasuk berat badan lahir, usia kehamilan dan
persalinan, riwayat prenatal dan perinatal yang mungkin berkaitan
misalnya konsumsi alkohol, tembakau dan penggunaan obat-obat
selama kehamilan, termasuk adanya keterlambatan perkembangan
- Riwayat keluarga yang menderita strabismus atau kelainan mata
lainnya
2. Pemeriksaan Fisik
a. Tajam Penglihatan
Penderita ambliopia kurang bahkan sampai tidak mampu untuk
membaca bentuk / huruf yang rapat dan mengenali pola apa yang
dibentuk oleh gambar atau huruf tersebut atau terjadi defisit tajam
penglihatan. Menentukan tajam penglihatan mata ambliopia pada
anak adalah pemeriksaan yang penting untuk mencegah keadaan
terlambat untuk memberikan perawatan. Meskipun untuk
mendapatkan hasil pemeriksaan yang dapat dipercaya sulit pada
pasien anak – anak.4,18,22
Pada anak-anak yang belum dapat diperiksa ketajaman
penglihatan akibat tidak terdapatnya komunikasi antara pemeriksa
dengan anak, maka pemeriksaan penglihatan sebaiknya dilakukan
dengan menutup mata yang diduga lebih baik. Bila mata yang baik
ditutup maka anak akan sangat menolak, karena ia terpaksa melihat
dengan mata yang kurang terang. Diketahui bahwa pada mata
ambliopia, tajam penglihatan akan berkurang dengan bertambah
terangnya kartu tes pemeriksaan tajam penglihatan.23
Anak yang sudah mengetahui huruf balok dapat di tes dengan
karta Snellen standar. Untuk Nonverbal Snellen, yang banyak
digunakan adalah tes "E" dan tes "HOTV". Tes lain adalah dengan
simbol LEA. Bentuk ini mudah untuk anak usia ± 1
tahun (todler) dan mirip dengan konfigurasi huruf Snellen. Caranya
sama dengan tes HOTV.1,5,24
17
b. Tes Ambliopia
1) Uji Crowding Phenomenon
Pada mata ambliopia bila dilakukan pemeriksaan tajam
penglihatan dengan huruf tunggal atau huruf yang terisolasi akan
terdapat penglihatan yang lebih baik dibanding dengan melihat
huruf atau kata yang tersusun linear (sebaris). Terjadinya
penurunan tajam penglihatan dari huruf isolasi ke huruf dalam
baris ini disebut dengan adanya fenomena “crowding” pada mata
tersebut.4,23,25
19
sehingga tes visuskop akan menunjukkan adanya
fiksasi eksentrik pada kedua mata.27
- Tes Mata Tutup Buka (Cover-Uncover Test)
Pada pemeriksaan ini dilihat apakah sudah terjadi
strabismus atau mata dominan (mata kuat) sehingga terjadi
fiksasi yang berkurang pada satu mata. Dilakukan penutupan
pada satu mata yang tidak dominann, maka bila penutup mata
dibuka kembali akan terlihat kedudukan mata yang masih
tidak normal.23.28
Secara umum dapat dikatakan bahwa mata ambliopia, bila
tajam penglihatan dengan pemeriksaan kartu Snellen berbeda
2 baris atau lebih dibanding mata yang dominan.23
2) Pemeriksaan Strabismus
Selain pemeriksaan diatas, beberapa tes lainnya dapat
digunakan untuk menilai adanya strabismus, antara lain :
21
Pemeriksaan dilakukan dengan menyinari (dengan senter)
mata penderita pada jarak 33 cm. Diperhatikan pantulan sinar
pada kornea.
- Normal/tak ada deviasi → Pantulan sinar ditengah pupil
kedua mata
- Deviasi 15 derajat → Pantulan sinar dipinggir pupil mata
deviasi dan ditengah pupil mata yang fiksasi
- Deviasi 30 derajat → Pantulan sinar pertengahan pupil dan
limbus pada mata deviasi dan ditengah pupil mata yang
fiksasi.
- Deviasi 45 derajat → Pantulan sinar dipinggir limbus mata
yang deviasi dan ditengah pupil mata yang fiksasi.
A
A
Gambar 8. (A) Normal, (B) Esotropia, (C) Exotropia
IX. PENATALAKSANAAN
Ambliopia umumnya merupakan kelainan yang reversibel. Tingkat
keberhasilan terapi ambliopia menurun dengan bertambahnya usia.
Namun upaya pengobatan tetap harus diberikan kepada anak-anak tanoa
memandang usia, termasuk anak yang lebih besar dan remaja. Prognosis
untuk mencapai penglihatan normal pada mata ambliopia tergantung pada
banyak faktor, antara lain usia, onset, penyebab, derajat keparahan
dan durasi ambliopia, riwayat dan respon terhadap pengobatan
sebelumnya, kepatuhan terhadap pengobatan dan kondisi yang
menyertai. Bila ambliopia diketahui secara dini, dapat dicegah
sehingga tidak menjadi permanen. Perbaikan umumnya dapat dilakukan
bila penglihatan masih dalam perkembangannya. Bila ambliopia ini
ditemukan pada usia dibawah
6 tahun maka masih dapat dilakukan latihan untuk
perbaikan penglihatan.1,4
Beberapa strategi digunakan untuk meningkatkan ketajaman visual
dalam ambliopia. Yang pertama adalah memperbaiki penyebab kurangnya
penglihatan. Kedua adalah untuk memperbaiki kelainan refraksi yang
mungkin menyebabkan penurunan ketajaman penglihatan. Yang ketiga
adalah merangsang atau menggunakan mata yang mengalami ambliopia
dengan cara membatasi penggunaan mata yang lebih baik dengan menutup
atau mengaburkan mata. Dengan tujuan perawatan yaitu mendapatkan
ketajaman visual yang sama antara kedua mata.1,4,5
Berikut ini langkah penatalaksanaan ambliopia yang dapat dilakukan:
- Tindakan bedah / operatif ; memperbaiki atau menghilangkan (bila
mungkin) semua penghalang pandangan, seperti katarak
- Koreksi kelainan refraksi
- Terapi oklusi (patching) ; oklusi mata yang sehat atau dengan terapi
medikamentosa berupa penalisasi atropine
23
2. Koreksi Kelainan Refraksi
Koreksi kelainan refraksi merupakan langkah awal dalam
perawatan anak berusia 0 hingga 17 tahun dengan ambliopia. Koreksi
refraksi selama 18 minggu dapat meningkatkan ketajaman penglihatan
pada mata ambliopik, dengan peningkatan dua atau lebih garis pada 2/3
anak berusia 3 hingga 7 tahun dan pada ¼ anak berusia 7 hingga 17
tahun.1
Apabila ambliopia disebabkan kelainan refraksi atau
anisometropia, maka dapat diterapi dengan kacamata atau lensa kontak.
Ukuran kacamata untuk mata amblyopia diberi dengan koreksi penuh
dengan petunjuk sikloplegia. Sedangkan bila ditemukan myopia tinggi
unilateral, lensa kontak merupakan pilihan, karena bila memakai
kacamata akan terasa berat dan penampilannya (estetika) kurang baik.
1,3,20
3. Terapi Oklusi
Terapi oklusi adalah pilihan yang tepat untuk terapi ambliopia bagi
anak-anak yang tidak membaik dengan penggunaan kacamata saja atau
yang mengalami peningkatan yang tidak lengkap. Terapi oklusi ini
telah menjadi landasan pengobatan ambliopia selama lebih 200 tahun.
Oklusi pada mata yang lebih baik akan merangsang mata yang
ambliopik untuk meningkatkan input saraf ke korteks visual.1,20
Dikenal dua stadium terapi oklusi, yakni stadium awal dan stadium
pemeliharaan :
a. Stadium awal, terapi oklusi dapat dilakukan secara terus-menerus
(TFO/Time Full Occlusion) atau penutupan paruh waktu
(TPO/Time Part Occlusion). Oklusi full time telah lama menjadi
terapi awal ambliopia walaupun Amblyopia Treatment Study (ATS)
menunjukkan bahwa oklusi teru-menerus mungkin tidak diperlukan
untuk mendapatkan terapi yang efektif. Pada bebrapa kasus hanya
diterapkan oklusi paruh waktu bila ambliopianya tidak terlalu parah
atau usia anak terlalu muda. Sebagai pedoman, oklusi full time dapat
dilakukan sampai beberapa minggu-setara dengan usai anak dalam
tahun-tanpa risiko penurunan penglihatan pada mata yang baik.
Terapi oklusi dilanjutkan selama ketajaman penglihatan membaik
(kadang-kadang sampai setahun). Penutupan selama lebih dari 4
bulan tidak perlu dilanjutkan bila tidak ada perbaikan.1,5,20
Pada sebagian besar kasus, bila terapi dilakukan sedini mungkin,
dapat dicapai perbaikan yang bermakna atau normalisasi ketajaman
penglihatan secara total. Kurangnya ketaatan pada jadwal terapi,
misalnya mengintip melalui penutup mata dapat menjadi faktor
kegagalan terapi walaupun berada dalam kondisi yang ideal.1,5
- Oklusi Full Time
Pengertian oklusi full-time pada mata yang lebih baik adalah
oklusi dilakukan pada semua waktu atau setiap saat kecuali 1 jam
waktu berjaga. Biasanya penutup mata yang digunakan adalah
penutup adesif (adhesive patch) yang tersedia secara
komersial.1,3,30
Penutup (patch) dapat dibiarkan terpasang pada malam hari
/ dibuka sewaktu tidur. Kacamata okluder (spectacle mounted
ocluder) atau lensa kontak opak, atau Fun patches atau pirate
patches dapat juga menjadi alternatif full-time patching bila
terjadi iritasi kulit atau perekat patch-nya kurang lengket.20,30
Full-time patching baru dilaksanakan hanya bila strabismus
konstan menghambat penglihatan binokular, karena full-time
25
patching memiliki sedikit resiko, yaitu bingung dalam hal
penglihatan binokular. Aturan atau standar pemakaian full-time
patching diberi selama 1 minggu untuk setiap tahun usia.
Misalnya penderita amblyopia pada mata kanan berusia 3 tahun
harus memakai full-time patch selama 3 minggu, lalu dievaluasi
kembali. Hal ini untuk menghindarkan terjadinya amblyopia pada
mata yangbaik.1,3,5,30
- Oklusi Part Time
Oklusi part-time adalah oklusi selama 1-6 jam per hari, akan
memberi hasil sama dengan oklusi full-time. Durasi interval buka
dan tutup patch-nya tergantung dari derajat amblyopia. 1,30
Amblyopia Treatment Studies (ATS) telah membantu dalam
penjelasan peran full-time patching dibanding part-time. Studi
tersebut menunjukkan, pasien usia 3 - 7 tahun dengan amblyopia
berat (tajam penglihatan antara 20/100 = 6 / 30 dan 20/400 = 6 /
120), full-time patching memberi efek sama dengan penutupan
selama 6 jam per hari. Dalam studi lain, patching 2 jam / hari
menunjukkan kemajuan tajam penglihatan hampir sama
dengan patching 6jam/hari pada amblyopia sedang / moderate
(tajam penglihatan lebih baik dari 20/100) pasien usia 3 – 7
tahun. Dalam studi ini, patching dikombinasi dengan aktivitas
melihat dekat selama 1 jam / hari. 3
27
pemberian atropine harian yang dilakukan pada kelompok anak usia 3
– 7 tahun dengan ambliopia sedang.3
Keuntungan lain dari metode atropinisasi pada pasien dengan
mata yang lurus (tidak strabismus) adalah kedua mata dapat
bekerjasama, jadi memungkinkan penglihatan binokular.1
6. Terapi Alternatif
Beberapa terapi alternatif atau terapi tambahan lainnya yang
bisa diberikan, antara lain :
- Terapi penglihatan ( orthoptics ; latihan mata), dimana terapi
ini merupakan kegiatan visual untuk meningkatkan ketajaman
penglihatan dan binocularitas.1,20
- Terapi binocular, digunakan untuk terapi ambliopia pada anak tanpa
strabismus atau strabismus sudut kecil dengan binokularitas.
Dimana gambar disajikan dengan kontras tinggi untuk mata yang
ambliopia dan gambar kontras rendah untuk mata yang baik.1
X. PENCEGAHAN
Ambliopia dapat dicegah dan diobati terutama apabila penyakit ini
dapat dideteksi secara dini. Skrining untuk mencari penyebab ambliopia
harus dilakukan oleh dokter pada bayi pada 4-6 minggu setelah lahir, dan
anak-anak yang mempunyi risiko utnuk ambliopia harus di skrining setiap
tahun selama periode perkembangan sistem penglihatan anak yaitu mulai
lahir sampai umur 6-8 tahun.1,20
Skrining untuk kelainan refraksi dan strabismus juga harus dimulai
selama tahun pertama kehidupan. Pada anak-anak yang berisiko berisiko
perlu dilakukan monitoring setiap tahun karena sejak lahir sampai usia 4
tahun memungkinkan untuk terjadinya anomali refraksi, terutama
astigmatisma dan anisometropia. Skrining ini juga ditujukan untuk anak-
anak yang mempunyai riwayat keluarga yang menderita strabismus atau
ambliopia. Adanya program skrining untuk mendeteksi dan mengobati
ambliopia pada usia 4 tahun telah sukses dilakukan diberbagai negara. 1,20
XI. KOMPLIKASI
Komplikasi utama dari ambliopia yang tidak ditangani adalah
kehilangan penglihatan ireversibel. Kebanyakan kasus ambliopia
reversibel bila dideteksi dan ditangani dini.1,3
XII. PROGNOSIS
Setelah 1 tahun, sekitar 73% pasien menunjukkan keberhasilan
setelah terapi oklusi pertama.3 Bila penatalaksanaan dimulai sebelum usia
5 tahun, visus normal dapat tercapai. Hal ini semakin berkurang seiring
29
dengan pertambahan usia. Hanya kesembuhan parsial yang dapat dicapai
bila usia lebih dari 10 tahun. 1,4
Faktor resiko gagalnya penatalaksanaan amblyopia adalah sebagai
berikut: 3
- Jenis ambliopia: Pasien dengan anisometropia tinggi dan pasien dengan
kelainan organik, prognosisnya paling buruk. Pasien dengan ambliopia
strabismik prognosisnya paling baik.
- Usia dimana penatalaksanaan dimulai: Semakin muda pasien maka
prognosis semakin baik.
- Dalamnya ambliopia pada saat terapi dimulai: Semakin bagus tajam
penglihatan awal di mata ambliopia, maka prognosisnya juga semakin
baik.
DAFTAR PUSTAKA
31
14. Hashemi, H., et all. 2018. Global and Regional Estimates of Prevalence of
Amblyopia : A Systematic Review and Meta-analysis. Teheran : Noor
Ophthalmology Research center
15. Gunawan, W. 2007. Gangguan Penglihatan pada Anak karena Ambliopia
dan Penanganannya. Yogyakarta : FK Universita Gadjah Mada
16. Rajavi, Z., et all. 2015. Prevalence of Amblyopia and Refractive Errors
Among Primary School Children. Iran : J Ophtalmic of Epidemiology
Research Center
17. Mocanu, V., Raluca H. 2017. Prevalence and Risk Factors of Amblyopia
Among Refractive Errors in an Eastern Europian Population. Romania :
Medicina
18. Zagui, RMB. 2019. Amblyopia : Types, Diagnosis, Treatment and New
Perspectives. ONE Network : American Academy of Ophtalmology.
Available at :
https://www.aao.org/disease-review/amblyopia-types-diagnosis-treatment-
new-perspectiv
19. Noorden, GK. 2002. Binocular Vision and Ocular Motility ; Theory and
Management of Strabismus, 6th Edition. USA : A Harcourt Health Science
Company
20. Rouse, MW., et all. 2004. Optometric Clinical Practice Guideline Care of
the Patient with Amblyopia. Missouri : American Optometric Association
21. Supartoto, A. 2007. Ilmu Penyakit Mata UGM. Yogyakarta : Departemen
Mata FK UGM
22. Bradfield, YS. 2013. Identification and Treatment of Amblyopia. Madison :
American Academy of Family Physicians
23. Ilyas, Sidarta. 2009. Kedaruratan dalam Ilmu Penyakit Mata. Jakarta : Balai
Penerbit FK UI
24. Doshi, NR. 2007. Amblyopia. Warminster : American Academy of Family
Physicians
25. Ilyas, Sidarta. 2012. Dasar-Teknik Pemeriksaan Dalam Ilmu Penyakit
Mata. Jakarta : Badan Penerbit FK UI
26. Singh, A. 2015. Amblyopia. Patna : India Institute of Medical Science
27. Scully, J. 2017. Non-Central Fixation in Squinting Children. Italia : Br J
Ophtalmol
28. Bell, AL., et all. 2013. Childhood Eye Examination. Dayton :
American
Academy of Family Physicians
29. Archer,S. 2015. Alternate Cover Test. ONE Network : American Academy
of Ophtalmology. Available at : https://www.aao.org/image/alternate-
cover-test
30. Bragg, T., et all. 2016. Orthoptist : Occlusion Therapy Compliance.
Available at : https://www.aao.org/disease-review/orthoptist-occlusion-
therapy-compliance
33