Anda di halaman 1dari 37

BAGIAN SMF MATA REFERAT

FAKULTAS KEDOKTERAN FEBRUARI 2020


UNIVERSITAS HALU OLEO

PYOGENIC GRANULOMA

Oleh :
Rahmawan Adhy Putra
K1A1 13 128

PEMBIMBING
dr. Melvin Manuel Philips, Sp.M

KEPANITERAAN KLINIK BAGIAN ILMU PENYAKIT MATA


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HALU OLEO
KENDARI
2019

1
HALAMAN PENGESAHAN

Yang bertandatangan di bawah ini menyatakan bahwa :

Nama : Rahmawan Adhy Putra

NIM : K1A1 13 128

Judul Referat : Pyogenic granuloma

Telah menyelesaikan Referat dalam rangka kepaniteraan klinik pada bagian

Ilmu Penyakit Mata, Fakultas Kedokteran Universitas Halu Oleo.

Kendari, Desember 2019

Mengetahui,

Pembimbing

dr. Melvin Manuel Philips, Sp.M


AMBLIOPIA
Marwan/Rizky Magnadi

I. PENDAHULUAN
Ambliopia adalah penurunan tajam penglihatan,walaupun sudah
diberi koreksi yang terbaik. Ambliopia dapat terjadi unilateral atau
bilateral (jarang) yang tidak dapat dihubungkan langsung dengan kelainan
struktural mata maupun jaras penglihatan.1 Ambliopia diklasifikasikan ke
dalam beberapa kategori dengan nama yang sesuai dengan penyebabnya
yaitu ambliopia strabismik, fiksasi eksentrik, ambliopia anisometropik,
ambliopia isometropia dan ambliopia deprivasi.1
Ambliopia dikenal juga dengan istilah “mata malas” (lazy eye), yang
merupakan suatu permasalahan dalam penglihatan yang mengenai sekitar
1 – 5 % populasi, dan bila dibiarkan akan sangat merugikan nantinya bagi
kehidupan si penderita. Oleh karena ambliopia lebih sering dapat
menyebabkan kehilangan penglihatan pada seseorang dengan usia kurang
dari 20 tahun dibandingkan oleh karena trauma ataupun penyakit mata
lainnya. Insidensinya tidak dipengaruhi jenis kelamin dan ras. 2,3
Ambliopia tidak dapat sembuh dengan sendirinya dan merupakan
kelainan yang reversibel serta akibatnya tergantung pada saat mulai dan
lamanya. Ambliopia yang tidak diterapi dapat menyebabkan gangguan
penglihatan permanen. Jika nantinya pada mata yang baik itu timbul suatu
penyakit ataupun trauma, maka penderita akan bergantung pada

Gambar 1. Struktur mata manusia5

a. Lapisan Mata Luar (Tunika Fibrosa Bulbi)


- Kornea mempunyai lima lapisan yang berbeda-beda: lapisan epitel
(yang berbatasan dengan epitel konjungtiva bulbaris), lapisan
Bowman, stroma, membran Descement dan lapisan endotel. Lapisan

1
penglihatan buruk mata yang ambliopia, oleh karena itu ambliopia harus
ditatalaksana secepat mungkin.1,4
Hampir seluruh kasus ambliopia itu bersifat reversibel naun
dapat
dicegah dengan deteksi dini dan intervensi yang tepat.1,3,4 . Umumnya
penatalaksanaan ambliopia dilakukan dengan menghilangkan penyulit,
mengkoreksi kelainan refraksi, dan memaksakan penggunaan mata yang
lebih lemah dengan membatasi penggunaan mata yang lebih baik. Anak

Gambar 1. Struktur mata manusia5

a. Lapisan Mata Luar (Tunika Fibrosa Bulbi)


- Kornea mempunyai lima lapisan yang berbeda-beda: lapisan epitel
(yang berbatasan dengan epitel konjungtiva bulbaris), lapisan
Bowman, stroma, membran Descement dan lapisan endotel. Lapisan

1
dengan ambliopia atau yang beresiko ambliopia hendaknya dapat
diidentifikasi pada umur dini, dimana prognosis keberhasilan terapi akan
lebih baik. Prognosis juga ditentukan oleh jenis ambliopia, serta usia dan
dalamnya ambliopia saat terapi dimulai.1,4,5,6,7

II. ANATOMI

Gambar 1. Struktur mata manusia5

a. Lapisan Mata Luar (Tunika Fibrosa Bulbi)


- Kornea mempunyai lima lapisan yang berbeda-beda: lapisan epitel
(yang berbatasan dengan epitel konjungtiva bulbaris), lapisan
Bowman, stroma, membran Descement dan lapisan endotel. Lapisan

1
Gambar 1. Struktur mata manusia5

a. Lapisan Mata Luar (Tunika Fibrosa Bulbi)


- Kornea mempunyai lima lapisan yang berbeda-beda: lapisan epitel
(yang berbatasan dengan epitel konjungtiva bulbaris), lapisan
Bowman, stroma, membran Descement dan lapisan endotel. Lapisan

1
epitel mempunyai lima atau enam lapis sel (sangat melengkung,
jernih seperti kaca).5
- Sklera (sedikit melengkung, tidak tembus pandang, berwarna
putih).Sklera adalah pembungkus fibrosa pelindung mata dibagian
luar, yang hampir seluruhnya terdiri atas kolagen. Jaringan ini padat
dan berwarna putih serta berbatasan dengan kornea di sebelah
anterior dan duramater nervus optikus di posterior.5
b. Lapisan Mata Tengah (Tunika Vaskulosa Bulbi)
Traktus uvealis merupakan lapisan yang terdiri atas iris, corpus
ciliare, dan koroid. Bagian ini merupakan lapisan vaskular tengah mata
dan dilindungi oleh kornea dan sklera, struktur ini ikut mendarahi retina.
Iris adalah perpanjangan corpus ciliare ke anterior. Iris berupa
permukaan pipih dengan apertura bulat di tengah, yaitu pupil. Iris terletak
bersambungan dengan permukaan anterior lensa, memisahkan bilik mata
depan dari bilik mata belakang yang masing-masing berisi aqueous
humor. Di dalam stroma iris terdapat sfingter dan otot-otot dilator yang
dipersarafi parasimpatis. Kedua lapisan berpigmen pekat pada
permukaan posterior iris merupakan perluasan neuroretina dan lapisan
epitel pigmen retina ke arah anterior.5
Corpus ciliare, yang secara kasar berbentuk segitiga pada potongan
melintang, membentang ke depan dari ujung anterior koroid ke pangkal
iris (sekitar 9 mm). Corpus ciliare terdiri atas zona anterior yang
berombak-ombak, pars plicata (2 mm), dan zona posterior yang datar,
pars plana (4 mm). Koroid adalah segmen posterior uvea, di antara retina
dan sklera. Koroid tersusun atas tiga lapisan pembuluh darah koroid,
yaitu pembuluh darah besar, sedang dan kecil. Semakin dalam pembuluh
darah terletak di dalam koroid, semakin lebar lumennya.5

3
Gambar 2. Lapisan Koroid5

c. Lapisan Mata Dalam (Tunica Nervosa Bulbi)


Lapisan ketiga bola mata adalah retina yang terletak paling dalam dan
mempunyai susunan lapis sebanyak 13 lapis yang merupakan lapis
membran neurosensoris yang akan merubah sinar menjadi rangsangan
pada saraf optik dan diteruskan ke otak.5
Retina merupakan membran yang tipis, halus, tidak berwarna dan
tembus pandang. Yang terlihat merah pada fundus adalah warna koroid.
Retina ini terdiri dari macam-macam jaringan, jaringan saraf dan jaringan
pengokoh yang terdiri dari serat-serat Mueller, membrana limitans
interna dan eksterna serta sel-sel glia.
Lapisan-lapisannya dari dalam ke luar terdiri dari :
- Membrana limitans interna
- Lapisan-lapisan serabut saraf (axon dari sel-sel ganglion)
- Lapisan sel-sel ganglion
- Lapisan plexiform dalam
- Lapisan nuclear dalam (nucleus dari sel bipoler)
- Lapisan plexiform luar
- Lapisan nuclear luar (nucleus dari batang dan kerucut)
- Membrana limitans eksterna
- Lapisan batang dan kerucut (alat-alat untuk melihat, penerima
cahaya)
- Lapisan epitel pigmen

Membrana limitans interna letaknya bedekatan dengan membran


hialoidea dari badan kaca. Bila terjadi robekan di retina, maka cairan
badan kaca akan melalui robekan ini, masuk ke dalam celah potensial dan
melepaskan lapisan batang dan kerucut dari lapisan epitel pigmen, maka
terjadilah ablasi retina. Dimana aksis mata memotong retina, terletak
makula lutea. Ditengah-tengahnya terdapat lekukan dari fovea centralis.
Pada funduskopi, tempat makula lutea tampak lebih merah dari sekitarnya
dan pada tempat fovea centralis seolah-olah ada cahaya, yang disebut
reflex fovea, yang disebabkan lekukan pada fovea centralis. 5

Pergerakan bola mata dilakukan oleh 9 pasang otot bola mata luar
yaitu:8
1. Otot rektus medius, kontraksinya akan menghasilkan aduksi atau
menggulirnya mata kearah nasal dan otot ini dipersarafi oleh saraf ke
III (saraf okulomotor)
2. Otot rektus lateral, kontraksinya akan menghasilkan aduksi atau
menggulirnyabola mata kearah temporal dan otot ini dipersarafi oleh
saraf ke VI (saraf abdusen)
3. Otot rektur superior, kontraksinya akan menghasilkan elevasi,
aduksi danintorsi dari pada bola mata dan otot ini dipersarafi saraf ke
III (saraf okulomotor)
4. Otot rektus inferior, kontraksinya akan mnghasilkan depresi,
adduksi dan intorsi, yang dipersarafi oleh saraf ke III
5. Otot oblik superior, kontraksinya akan menghasilkan depresi,
intorsi, danabduksi yang dipersarafi saraf ke IV ( saraf troklear )
6. Otot oblik inferior, kontraksinya akan mengakibatkan
elevasi,ekstorsi dan abduksiyang dipersarafi oleh saraf ke III.

5
Gambar 3. Otot penggerak bola mata9

d. Fisiologi Penglihatan Binokuler


Pada dasarnya, kita “melihat” dengan otak. Mata hanyalah sebuah organ
yang menerima rangsang sensoris. Gambaran didapatkan dari proses
mengartikan rangsangan yang diterima oleh retina. Saraf optikus dan jalur
visual mengantarkan informasi ini ke korteks visual. Sistem sensoris
menghasilkan gambaran retinal dan mengantarkan gambaran ini ke pusat
pengaturan yang lebih tinggi. Sistem motorik membantu proses ini dengan
mengarahkan kedua mata pada objek sehingga gambaran yang sama dibentuk
di tiap retina. Otak kemudian memroses informasi ini menjadi kesan
penglihatan binokuler. Hubungan antara sistem sensoris dan motoris ini tidak
dapat dirasakan atau disadari.10

Terdapat 3 syarat yang menentukan kualitas penglihatan binokuler:10


1. Penglihatan simultan. Retina kedua mata menerima kedua gambaran secara
simultan. Pada penglihatan binokuler yang normal, kedua mata mempunyai
titik fiksasi yang sama, yang akan berada di fovea sentralis kedua
mata.
Bayangan kedua objek yang selalu sampai ke area identik di retina, disebut
sebagai titik korespondensi retina. Objek-objek yang terletak pada lingkaran
imajiner dikenal sebagai horopter geometrik diproyeksikan pada titik-titik di
retina ini. Horopter yang berbeda akan berlaku untuk jarak fiksasi
berapapun. Oleh karena itu, gambar di kedua retina akan identik pada
penglihatan binokuler yang normal. Fenomena ini dapat diperiksa dengan
menampilkan gambar yang berbeda ke masing-masing retina; normalnya
kedua gambar akan diterima, menimbulkan diplopia fisiologis.
2. Fusi: hanya saat kedua retina membuat impresi visual yang sama, yakni
transmisi gambar-gambar identik ke otak, 2 gambaran retinal akan
bercampur menjadi persepsi tunggal.
3. Penglihatan stereoskopis. Sifat ini adalah tingkat tertinggi kualitas
penglihatan binokuler dan hanya mungkin jika beberapa kondisi terpenuhi.
Agar objek-objek diproyeksikan pada titik korespondensi atau identik pada
retina, mereka harus terletak di horopter geometrik yang sama. Objek yang
berada di depan atau di belakang lingkaran ini tidak akan diproyeksikan ke
titik korespondensi tapi ke titik non-korespondensi atau disparate. Hasilnya,
objek-objek ini akan dianggap sebagai 2 benda (diplopia). Sedangkan objek-
objek yang berada dalam jangkauan sempit di depan dan di belakang
horopter difusikan sebagai gambaran tunggal. Area ini disebut sebagai area
Panum. Otak memroses gambaran nonkorespondensi retina dalam area
Panum sebagai persepsi visual tunggal 3-dimensi bukan sebagai gambaran
ganda. Sebaliknya, otak menggunakan gambaran ganda tersebut untuk
membedakan kedalaman.

III. DEFINISI
Ambliopia berasal dari bahasa Yunani, amblyos yang berarti tumpul
atau pudar, dan opia yang berarti mata. Ambliopia adalah penurunan
ketajaman penglihatan walaupun sudah mendapatkan koreksi terbaik,
dapat bersifat unilateral ataupun bilateral (jarang), yang tidak dapat

7
dihubungkan langsung dengan kelainan struktural mata ataupun jaras
penglihatan posterior.1,11,12
Pada ambliopia terjadi penurunan tajam penglihatan unilateral atau
bilateral disebabkan karena kehilangan pengenalan bentuk, interaksi
binokular abnormal atau keduanya, dimana tidak ditemukan kausa organik
pada pemeriksaan fisik mata dan pada kasus yang keadaan baik, dapat
dikembalikan fungsinya dengan pengobatan.4 Biasanya ambliopia
disebabkan oleh kurangnya rangsangan untuk meningkatkan
perkembangan penglihatan. Oleh sebab itu, ambliopia disebut juga sebagai
abnormalitas perkembangan visual akibat abnormalitas stimulasi
visual.4,11
Suatu kausa ekstraneural yang menyebabkan menurunnya tajam
penglihatan (seperti strabismus, katarak, astigmat atau suatu kelainan
refraksi unilateral atau bilateral yang tidak dikoreksi) merupakan
mekanisme pemicu yang mengakibatkan suatu penurunan fungsi visual
pada orang yang sensitif. Adapun beratnya ambliopia berhubungan
dengan lamanya mengalami kurangnya rangsangan untuk perkembangan
penglihatan makula.4
Terminologi ambliopia saja biasanya merujuk pada ambliopia
fungsional, yaitu suatu ambliopia yang bersifat reversible dengan terapi
oklusi. Ambliopia organik adalah ambliopia yang ireversibel. Sebagian
besar kasus penurunan fungsi penglihatan karena ambliopia dapat dicegah/
dikembalikan fungsinya dengan intervensi yang tepat. Pengembalian
fungsi penglihatan bergantung pada beberapa faktor seperti lamanya
penurunan fungsi penglihatan, tingkat kematangan visual, dan usia
dimulainya terapi.3

IV. EPIDEMIOLOGI DAN FAKTOR RISIKO


Ambliopia adalah masalah kesehatan masyarakat yang penting
untuk diperhatikan karena prevalensinya yang terutama pada anak-anak
dan karena gangguan penglihatan akibat ambliopia dapat terjadi seumur
hidup dan memiliki dampak besar pada kualitas hidup.1
Prevalensi ambliopia diseluruh dunia adalah sekitar 1%-5%.
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) memperkirakan 112 juta anak usia <
15 tahun mengalami gangguan penglihatan, dan dari jumlah tersebut 15
juta orang anak mengalami gangguan karena kelainan refraksi yang tidak
dikoreksi dan ambliopia.13 Di Amerika Serikat prevalensi ambliopia sulit
untuk ditaksir dan berbeda pada tiap literatur, berkisar antara 1 – 3,5%
pada anak yang sehat sampai 4 – 5,3% pada anak dengan problema mata.
Hampir seluruh data mengatakan sekitar 2 % dari keseluruhan populasi
menderita ambliopia.3,14
Di Indonesia, suatu penelitian dengan sampel murid kelas 1 SD di
Bandung, menunjukkan angka prevalensi ambliopia berkisar 1,59 %.
Sedangkan pada penelitian di Yogyakarta , didapatkan bahwa insidensi
Ambliopia pada anak di kawasan perkotaan adalah sebesar 0,25%
sedangkan di pedesaaan sebesar 0,20%.15
Ambliopia bilateral lebih jarang terjadi daripada ambliopia
unilateral, tetapi proporsi yang dilaporkan sangat bervariasi, yaitu 5%
hingga 41% dari semua kasus ambliopia. Ambliopia unilateral dikaitkan
dengan strabismus pada 112%-50% kasus dan dengan anisometropia pada
49%-1012% kasus. Sedangkan sekitar 50% anak dengan esotropia
memiliki ambliopia pada saat diagnosis awal.1,14,16
Tidak ada perbedaan insidensi berdasarkan jenis kelamin dan ras.
Usia terjadinya ambliopia terutama pada periode kritis dari perkembangan
mata. Risiko ambliopia meningkat pada anak yang perkembangannya
terlambat, prematur, kecil masa kehamilan dan / atau dijumpai adanya
riwayat keluarga ambliopia. Serta peluang terjadinya ambliopia juga lebih
besar bila terdapat anisometropia ataupun strabismus. Selain itu, faktor
lingkungan berupa ibu yang merokok dan penggunaan narkoba atau
alkohol selama kehamilan juga dikaitkan dengan peningkatan risiko
ambliopia.1,3,14,16,17

9
V. PATOFISIOLGI
Ambliopia dipercaya terjadi karena kurangnya rangsangan untuk
meningkatkan perkembangan penglihatan. Penyebab-penyebab
ekstraneural seperti katarak, astigmatisme, strabismus, atau kelainan
refraksi yang tidak dikoreksi, merupakan pemicu yang dapat
mengakibatkan penurunan fungsi visual pada orang yang sensitif. Derajat
ringan beratnya ambliopia ditentukan oleh lamanya penderita mengalami
kurangnya rangsang untuk penglihatan makula. Ambliopia yang
ditemukan pada usia dibawah 6 tahun masih dapat dilakukan latihan untuk
perbaikan fungsi penglihatan. Oleh karena itu, sangat penting pemeriksaan
kesehatan mata anak sejak dini. 4
Pada patofisiologi ambliopia, terdapat dua mekanisme penyebab
yaitu nirpakai dan supresi. Ambliopia nirpakai terjadi akibat tidak
dipergunakannya elemen visual retino-kortikal pada saat masa kritis
perkembangan penglihatan, yaitu sebelum usia 9 tahun. Ambliopia supresi
terjadi pada tingkat kortikal dimana terdapat skotoma absolut pada
penglihatan binokular untuk mencegah diplopia pada mata yang juling,
atau hambatan binokular pada bayangan retina yang tidak jelas. Supresi
tidak berhubungan dengan masa perkembangan penglihatan.4
Pada ambliopia terdapat kerusakan penglihatan sentral, sedangkan
daerah penglihatan perifer dapat dikatakan masih tetap normal. Periode
kritis ini sesuai dengan perkembangan sistem penglihatan anak yang yang
kurang mendapatkan stimulasi, antara lain akibat rangsangan deprivasi,
strabismus, atau kelainan refraksi yang signifikan.3,11 Untuk penglihatan
yang baik dibutuhkan media refraksi yang harus jernih dan bayangan
terfokus sama pada kedua mata. Bila bayangan kabur pada satu mata, atau
bayangan tidak sama pada kedua mata, maka jaras penglihatan tidak dapat
berkembang dengan baik, bahkan memburuk. Pada keadaan demikian,
otak akan ‘mematikan’ mata yang tidak fokus dan akan bergantung
penglihatannya pada mata dominan untuk melihat. Stimulasi penglihatan
merupakan hal yang sangat berpengaruh terhadap perkembangan
penglihatan. Penglihatan binokular normal terjadi sejak saat lahir, yaitu
mulai dari masa bayi dan menjadi lengkap pada usia 8-10 tahun.11,18
Adapun masa kritis dalam perkembangan ketajaman
penglihatan pada seseorang dibagi menjadi tiga, yaitu : 3
1. Perkembangan ketajaman penglihatan dari 20/200 sampai 20/20,
yang terjadi dari sejak lahir sampai usia 3 – 5 tahun.
2. Masa dengan resiko tertinggi terjadinya ambliopia, yaitu sejak usia
beberapa bulan hingga 7 – 8 tahun.
3. Masa dimana ambliopia dapat disembuhkan, yaitu dari waktu
terjadinya ambliopia sampai masa remaja, bahkan kadang-kadang
sampai masa dewasa.

VI. KLASIFIKASI
Ambliopia dibagi kedalam beberapa bagian sesuai dengan gangguan
/ kelainan yang menjadi penyebabnya.1,3,4,18
A. Ambliopia Strabismik
Ambliopia yang paling sering ditemukan ini terjadi pada mata
yang berdeviasi konstan atau terjadi akibat juling lama (biasanya
juling kedalam) pada anak sebelum penglihatan tetap. Konstan, tropia
yang tidak bergantian (nonalternating, khususnya esodeviasi) sering
menyebabkan ambliopia yang signifikan.1,4 Ambliopia umumnya
lebih jarang terjadi bila ada fiksasi yang bergantian, sehingga masing
- masing mata mendapat jalan / akses yang sama ke pusat penglihatan
yang lebih tinggi, atau bila deviasi strabismus bertahan intermiten
maka akan ada suatu periode interaksi binokular yang normal
sehingga kesatuan sistem penglihatan tetap terjaga baik.5,19
Ambliopia strabismik diduga disebabkan karena kompetisi atau
terhambatnya interaksi antara neuron yang membawa input yang tidak
menyatu (fusi) dari kedua mata, yang akhirnya akan terjadi dominasi
pusat penglihatan kortikal oleh mata yang berfiksasi dan pada

11
akhirnya terjadi penurunan respon terhadap input dari mata yang
tidak berfiksasi.1,18
Penolakan kronis dari mata yang berdeviasi oleh pusat
penglihatan binokular ini tampaknya merupakan faktor utama
terjadinya ambliopia strabismik, namun pengaburan bayangan foveal
oleh karena akomodasi yang tidak sesuai, dapat juga menjadi faktor
tambahan. Hal tersebut terjadi sebagai usaha inhibisi atau supresi
untuk menghilangkan diplopia dan konfusi. Dimana konfusi adalah
melihat 2 objek visual yang berbeda tapi berhimpitan, satu di atas yang
lain.5,18,20
Ambliopia strabismik lebih sering ditemukan pada penderita
esotropia dan jarang pada mata dengan eksotropia. Hal ini disebabkan
karena eksotropia sering bertahan intermiten dan / atau deviasi alternat
dibanding deviasi unilateral konstan, yang merupakan "prasyarat"
untuk terjadinya ambliopia.4,5

B. Ambliopia Refraktif
1. Ambliopia Anisometropik
Ambliopia anisometropik merupakan suatu bentuk ambliopia
unilateral yang terjadi akibat terdapatnya kelainan refraksi pada
kedua mata yang berbeda jauh yang menyebabkan pada akhirnya
bayangan pada satu retina tidak fokus.1,4,20
Jika bayangan di fovea pada kedua mata berbeda bentuk dan
ukuran yang disebabkan karena kelainan refraksi yang tidak sama
antara kiri dan kanan, maka terjadi rintangan untuk fusi. Fovea
mata yang lebih ametropik akan menghalangi pembentukan
bayangan (form vision).1,4
Kondisi ini diperkirakan sebagian akibat efek langsung dari
bayangan kabur pada perkembangan tajam penglihatan pada
mata yang terlibat, dan sebagian lagi akibat kompetisi interokular
atau
inhibisi yang serupa (tapi tidak harus identik) dengan yang
terjadi pada ambliopia strabismik.1
Derajat ringan anisometropia hyperopia atau astigmatisma
(1D) dapat menyebabkan ambliopia ringan. Myopia
anisometropia ringan (<-3D) biasanya tidak menyebabkan
ambliopia, tapi myopia tinggi unilateral (>-3D) sering
menyebabkan ambliopia berat.20 Begitu juga dengan hyperopia
tinggi unilateral. Ambliopia dapat tidak terjadi pada mata sferis,
bila mata yang lebih berat minusnya dipakai untuk melihat dekat
dan sedangkan mata yang normal dipakai untuk meihat jauh.4,20

2. Ambliopia Isoametropik
Ambliopia isoametropik adalah ambliopia refraksi bilateral
yang merupakan bentuk ambliopia refraksi yang jarang terjadi.
Ambliopia isoametropik sering juga disebut amblipia ametropik
atau ambliopia hiperopik bilateral. Ambliopia jenis ini
menyebabkan penurunan tajam penglihatan secara bilateral,
akibat mata tanpa akomodasi tidak pernah melihat objek dengan
baik dan jelas atau efek pada retina berupa gambar yang buram.
Hal ini disebabkan oleh kelainan refraksi bilateral yang tinggi
pada anak tidak dikoreksi, yaitu hyperopia lebih dari 5D atau
miopia >-10D. Jika hiperopianya hanya 1-2D maka masih bisa
dikompensasi dengan akomodasi, jadi tidak sampai menyebabkan
ambliopia.1,3,20,21

C. Ambliopia Deprivasi
Istilah lama amblyopia ex anopsia atau "disuse amblyopia" sering
masih digunakan untuk ambliopia deprivasi, dimana ambliopia jenis
ini disebabkan oleh kekeruhan media refrakta (kornea keruh, katarak
kongenital atau dini) yang menyebabkan obstruksi visual total maupun
sebagian sehingga gambar pada retina yang dihasilkan terdergradasi,

13
hal inilah yang menimbulkan terjadinya ambliopia. Bentuk ambliopia
ini sedikit kita jumpai namun merupakan yang paling parah dan sulit
diperbaiki. Ambliopia bentuk ini lebih parah pada kasus unilateral
dibandingkan bilateral dengan kekeruhan identik. 1,4,21
Anak kurang dari 6 tahun, dengan katarak kongenital padat / total
pada daerah sentral dapat menyebabkan ambliopia berat. Sedangkan
kekeruhan lensa yang sama yang terjadi pada usia> 6 tahun umumnya
lebih tidak berbahaya.1

D. Ambliopia Oklusi
Ambliopia oklusi adalah bentuk khusus dari ambliopia deprivasi
yang disebabkan karena terapeutik berupa penggunaan patch (penutup
mata) yang berlebihan. Ambliopia dilaporkan terjadi pada 1% anak
setelah penggunaan patching selama 6 jam atau lebih perhari dan pada
9% anak-anak yang diberikan terapi atropin satu tetes perhari setelah 6
bulan.1

VII. MANIFESTASI KLINIS


Pada pasien yang dicurigai menderita ambliopia harus ditanyakan
tentang riwayat penggunaan patch pada mata atau penggunaan obat tetes
mata sebelumnya. Juga harus ditanyakan mengenai riwayat penyakit mata,
penggunaan kacamata dan operasi mata sebelumnya. Serta perlu
ditanyakan juga riwayat keluarga pasien terkait riwayat
strabismus,ambliopia dan penyakit mata lainnya.3
Ambliopia sering tidak terdeteksi karena tidak bergejala, kecuali
terdapat abnormalitas pada mata anak tersebut, seperti strabismus atau
juling, adanya kekeruhan pada kornea, nistagmus atau tortikolis. Anak-
anak sering mengeluh penglihatan satu mata baik sedangkan mata lainnya
buruk. Oleh karena itu peran orang tua sangat dibutuhkan. Beberapa tanda
pada mata dengan ambliopia, seperti :1,3,4,20,21,22,23
- Berkurangnya penglihatan satu mata
- Sering menutup satu mata bila membaca atau melihat papan tulis
- Menurunnya tajam penglihatan terutama pada fenomena crowding
- Hilangnya sensitivitas kontras
- Mata mudah mengalami fiksasi eksentrik
- Dapat ditemukan adanya anisokoria
- Tidak mempengaruhi penglihatan warna
- Penglihatan ganda
- Biasanya daya akomodasi menurun
- ERG dan EEG penderita ambliopia selalu normal yang berarti
tidak terdapat kelainan organik pada retina maupun korteks serebri

VIII. DIAGNOSIS

Evaluasi awal seorang anak yang diduga menderita ambliopia


meliputi evaluasi oftalmik secara komprehensif, dengan memperhatikan
faktor-faktor risiko untuk ambliopia seperti strabismus, anisometropia,
riwayat keluarga dengan strabismus atau ambliopia dan adanya kelainan
mata lainnya ataupun cacat struktural. Ambliopia dapat ditegakkan dengan
melakukan anamnesis, pemeriksaan oftalmologik dan pemeriksaan
penunjang. Dimana ambliopia didiagnosis bila ada penurunan tajam
penglihatan yang tidak dapat dijelaskan, dimana hal tersebut terkait
dengan riwayat atau kondisi yang dapat menyebabkan ambliopia dan tidak
ditemukannya kelainan fisik atau struktural bola mata setelah kelainan-
kelainan telah diatasi.1,3,21,22

1. Anamnesis
Walaupun anamnesis umumnya mencakup hal-hal berikut ini,
namun komposisinya dapat bervariasi sesuai dengan masalah anak
tersebut ;1,3,20
- Data demografi / identitas pasien ; termasuk jenis kelamin, usia dan
identitas orang tua pasien

15
- Keluhan utama sesuai manifestasi klinik pada pasien dan alasan
untuk evaluasi mata
- Riwayat penyakit saat ini, masalah mata saat ini. Terdapat
4 pertanyaan penting yang perlu ditanyakan, yaitu :
1) Kapan pertama kali ditemukan kelainan ambliogenik?
(Seperti strabismus, anisometropia, dan lain-lain)
2) Kapan penatalaksanaan pertama kali dilakukan?
3) Terdiri dari apa saja penatalaksanaan tersebut?
4) Bagaimana kedisiplinan pasien terhadap penatalaksanaan
tersebut?
- Riwayat penyakit sebelumnya, termasuk riwayat kelainan mata
sebelumnya
- Riwayat sistemik, termasuk berat badan lahir, usia kehamilan dan
persalinan, riwayat prenatal dan perinatal yang mungkin berkaitan
misalnya konsumsi alkohol, tembakau dan penggunaan obat-obat
selama kehamilan, termasuk adanya keterlambatan perkembangan
- Riwayat keluarga yang menderita strabismus atau kelainan mata
lainnya

2. Pemeriksaan Fisik
a. Tajam Penglihatan
Penderita ambliopia kurang bahkan sampai tidak mampu untuk
membaca bentuk / huruf yang rapat dan mengenali pola apa yang
dibentuk oleh gambar atau huruf tersebut atau terjadi defisit tajam
penglihatan. Menentukan tajam penglihatan mata ambliopia pada
anak adalah pemeriksaan yang penting untuk mencegah keadaan
terlambat untuk memberikan perawatan. Meskipun untuk
mendapatkan hasil pemeriksaan yang dapat dipercaya sulit pada
pasien anak – anak.4,18,22
Pada anak-anak yang belum dapat diperiksa ketajaman
penglihatan akibat tidak terdapatnya komunikasi antara pemeriksa
dengan anak, maka pemeriksaan penglihatan sebaiknya dilakukan
dengan menutup mata yang diduga lebih baik. Bila mata yang baik
ditutup maka anak akan sangat menolak, karena ia terpaksa melihat
dengan mata yang kurang terang. Diketahui bahwa pada mata
ambliopia, tajam penglihatan akan berkurang dengan bertambah
terangnya kartu tes pemeriksaan tajam penglihatan.23
Anak yang sudah mengetahui huruf balok dapat di tes dengan
karta Snellen standar. Untuk Nonverbal Snellen, yang banyak
digunakan adalah tes "E" dan tes "HOTV". Tes lain adalah dengan
simbol LEA. Bentuk ini mudah untuk anak usia ± 1
tahun (todler) dan mirip dengan konfigurasi huruf Snellen. Caranya
sama dengan tes HOTV.1,5,24

Gambar 4. Contoh visual acuity charts : (A) Snellen, (B) HOTV,

(C) Lea, (D) Allen.24

17
b. Tes Ambliopia
1) Uji Crowding Phenomenon
Pada mata ambliopia bila dilakukan pemeriksaan tajam
penglihatan dengan huruf tunggal atau huruf yang terisolasi akan
terdapat penglihatan yang lebih baik dibanding dengan melihat
huruf atau kata yang tersusun linear (sebaris). Terjadinya
penurunan tajam penglihatan dari huruf isolasi ke huruf dalam
baris ini disebut dengan adanya fenomena “crowding” pada mata
tersebut.4,23,25

Gambar 5. Balok interaktif yang mengelilingi huruf Snellen.26

2) Uji Densiti Filter Netral


Tes ini digunakan untuk membedakan ambliopia fungsional
dan organik. Dasar uji ini adalah diketahuinya bahwa pada mata
yang ambliopia secara fisiologik berada dalam keadaan
beradaptasi gelap, sehingga bila pada mata ambliopia dilakukan
uji penglihatan dengan intensitas sinar yang direndahkan
(memakai filter densiti netral) maka tidak akan terjadi penurunan
tajam pengliahatan. Filter densitas netral (Kodak No.96, ND 2.00
dan 0,50) dengan densitas yang cukup untuk menurunkan tajam
penglihatan mata normal dari 20/20 (6 / 6) menjadi 20/40 (6 /12)
atau turun 2 baris pada kartu pemeriksaan gabungan filter
tersebut yang ditempatkan di depan mata yang ambliopia.3,4,23
Jika pasien menderita ambliopia fungsional, maka tajam
penglihatan berkurang paling banyak satu baris atau tidak sama
sekali. Bila mata tersebut ambliopia organic, maka tajam
penglihatan akan sangat menurun dengan pemakaian filter
tersebut.3,4,23

3) Menilai Fiksasi Eksentrik


Pada pasien ambliopia, sifat fiksasi harus
ditentukan. Penglihatan sentral terletak pada foveal; pada fiksasi
eksentrik, yang digunakan untuk melihat adalah daerah retina
parafoveal. Hal ini sering ditemukan pada pasien dengan
strabismik ambliopia dan anisometropik ambliopia. Fiksasi
eksentrik ditandai dengan tajam penglihatan 20/200 (6 / 60) atau
lebih buruk lagi. Sifat fiksasi tidak cukup hanya dengan
menentukan pada posisi refleks cahaya korneal. Fiksasi
didiagnosis dengan menggunakan visuskop atau dengan tes tutup
alternat untuk fiksasi eksentrik bilateral. 3,4,5,20
- Visuskop
Visuskop adalah oftalmoskop yang telah dimodifikasi
yang memproyeksikan target fiksasi ke fundus. Mata yang
tidak diuji ditutup. Pemeriksa memproyeksikan target fiksasi
ke dekat makula, dan pasien mengarahkan pandangannya ke
tanda bintik hitam.27
Posisi tanda asterisk di fundus pasien dicatat. Pengujian ini
diulang beberapa kali untuk menentukan ukuran daerah fiksasi
eksentrik. Pada fiksasi sentral, tanda asterisk terletak
di fovea. Pada fiksasi eksentrik, mata akan bergeser
sehingga asterisk bergerak ke daerah ekstrafoveal dari
fiksasi retina,

19
sehingga tes visuskop akan menunjukkan adanya
fiksasi eksentrik pada kedua mata.27
- Tes Mata Tutup Buka (Cover-Uncover Test)
Pada pemeriksaan ini dilihat apakah sudah terjadi
strabismus atau mata dominan (mata kuat) sehingga terjadi
fiksasi yang berkurang pada satu mata. Dilakukan penutupan
pada satu mata yang tidak dominann, maka bila penutup mata
dibuka kembali akan terlihat kedudukan mata yang masih
tidak normal.23.28
Secara umum dapat dikatakan bahwa mata ambliopia, bila
tajam penglihatan dengan pemeriksaan kartu Snellen berbeda
2 baris atau lebih dibanding mata yang dominan.23

Gambar 6. (A) Cover test, (B-C) Cover-Uncover Test.28

- Tes Tutup Alternat (Alternat Cover Test) untuk fiksasi


Eksentrik Bilateral
Fiksasi eksentrik bilateral adalah suatu kelainan yang
jarang ditemukan dan terjadi pada pasien - pasien dengan
ambliopia kongenital kedua mata dan dalam hal ini pada
penyakit makula bilateral dalam jangka lama. Misalnya bila
kedua mata ekstropia atau esotropia, maka bila mata
kontralateral ditutup, mata yang satunya tetap pada posisi
semula, tidak ada usaha untuk refiksasi bayangan.28
Gambar 7. Alternat Cover Test.29

c. Pemeriksaan Penunjang Lainnya


1) Uji Worth’s Four Dot (untuk fusi dan penglihatan stereosis)
Uji ini digunakan untuk melihat penglihatan binokular,
adanya fusi, korespondensi retina abnormal, supresi pada satu mata
dan juling.4
Penderita memakai kacamata dengan filter merah pada mata
kanan dan filter hijau pada mata kiri dan melihat pada objek 4 titik
dimana 1 berwarna merah, 2 hijau, dan 1 putih. Lampu atau titik
putih akan terlihat merah oleh mata kanan dan hijau oleh mata kiri.
Lampu merah hanya dapat dilihat oleh mata kanan dan lampu hijau
hanya dapat dilihat oleh mata kiri. Bila fusi baik maka akan terlihat
4 titik dan lampu putih terlihat sebagai warna campuran hijau dan
merah. 4 titik juga akan dilihat oleh mata juling tetapi telah terjadi
korespondensi retina yang tidak normal. Bila terdapat supresi maka
akan terlihat hanya 2 merah bila mata kanan dominan atau 3 hijau
bila mata kiri yang dominan. Bila terlihat 5 titik yaitu 3 merah dan
2 hijau yang bersilangan berarti mata dalam kedudukan eksotropia
dan bila tidak bersilangan berarti mata berkedudukan esotropia.4

2) Pemeriksaan Strabismus
Selain pemeriksaan diatas, beberapa tes lainnya dapat
digunakan untuk menilai adanya strabismus, antara lain :

a) Tes Hirschberg (Corneal Light Reflex)5,25,28

21
Pemeriksaan dilakukan dengan menyinari (dengan senter)
mata penderita pada jarak 33 cm. Diperhatikan pantulan sinar
pada kornea.
- Normal/tak ada deviasi → Pantulan sinar ditengah pupil
kedua mata
- Deviasi 15 derajat → Pantulan sinar dipinggir pupil mata
deviasi dan ditengah pupil mata yang fiksasi
- Deviasi 30 derajat → Pantulan sinar pertengahan pupil dan
limbus pada mata deviasi dan ditengah pupil mata yang
fiksasi.
- Deviasi 45 derajat → Pantulan sinar dipinggir limbus mata
yang deviasi dan ditengah pupil mata yang fiksasi.
A

A
Gambar 8. (A) Normal, (B) Esotropia, (C) Exotropia

b) Tes Prisma Cover


Syaratnya fovea kedua mata masih berfungsi baik,
pemeriksaan ini bisa untuk menentukan besar foria dan tropia.
Prisma diletakkan pada salah satu mata sesuai dengan arah
deviasi (base in untuk eksotropia/ eksoforia dan base out untuk
esotropia/esoforia), kemudian dilakukan penutupan mata secara
bergantian. Kekuatan prisma dinaikkan sampai tidak ada lagi
pergerakan mata dengan penutupan secara bergantian tersebut.
Besar kekuatan prisma tersebut merupakan besar
deviasi mata.5,28

IX. PENATALAKSANAAN
Ambliopia umumnya merupakan kelainan yang reversibel. Tingkat
keberhasilan terapi ambliopia menurun dengan bertambahnya usia.
Namun upaya pengobatan tetap harus diberikan kepada anak-anak tanoa
memandang usia, termasuk anak yang lebih besar dan remaja. Prognosis
untuk mencapai penglihatan normal pada mata ambliopia tergantung pada
banyak faktor, antara lain usia, onset, penyebab, derajat keparahan
dan durasi ambliopia, riwayat dan respon terhadap pengobatan
sebelumnya, kepatuhan terhadap pengobatan dan kondisi yang
menyertai. Bila ambliopia diketahui secara dini, dapat dicegah
sehingga tidak menjadi permanen. Perbaikan umumnya dapat dilakukan
bila penglihatan masih dalam perkembangannya. Bila ambliopia ini
ditemukan pada usia dibawah
6 tahun maka masih dapat dilakukan latihan untuk
perbaikan penglihatan.1,4
Beberapa strategi digunakan untuk meningkatkan ketajaman visual
dalam ambliopia. Yang pertama adalah memperbaiki penyebab kurangnya
penglihatan. Kedua adalah untuk memperbaiki kelainan refraksi yang
mungkin menyebabkan penurunan ketajaman penglihatan. Yang ketiga
adalah merangsang atau menggunakan mata yang mengalami ambliopia
dengan cara membatasi penggunaan mata yang lebih baik dengan menutup
atau mengaburkan mata. Dengan tujuan perawatan yaitu mendapatkan
ketajaman visual yang sama antara kedua mata.1,4,5
Berikut ini langkah penatalaksanaan ambliopia yang dapat dilakukan:
- Tindakan bedah / operatif ; memperbaiki atau menghilangkan (bila
mungkin) semua penghalang pandangan, seperti katarak
- Koreksi kelainan refraksi
- Terapi oklusi (patching) ; oklusi mata yang sehat atau dengan terapi
medikamentosa berupa penalisasi atropine

23
2. Koreksi Kelainan Refraksi
Koreksi kelainan refraksi merupakan langkah awal dalam
perawatan anak berusia 0 hingga 17 tahun dengan ambliopia. Koreksi
refraksi selama 18 minggu dapat meningkatkan ketajaman penglihatan
pada mata ambliopik, dengan peningkatan dua atau lebih garis pada 2/3
anak berusia 3 hingga 7 tahun dan pada ¼ anak berusia 7 hingga 17
tahun.1
Apabila ambliopia disebabkan kelainan refraksi atau
anisometropia, maka dapat diterapi dengan kacamata atau lensa kontak.
Ukuran kacamata untuk mata amblyopia diberi dengan koreksi penuh
dengan petunjuk sikloplegia. Sedangkan bila ditemukan myopia tinggi
unilateral, lensa kontak merupakan pilihan, karena bila memakai
kacamata akan terasa berat dan penampilannya (estetika) kurang baik.
1,3,20

Amblyopia anisometropik dan amblyopia isometropik akan sangat


membaik walau hanya dengan koreksi kacamata selama beberapa
bulan. Bahkan anak-anak yang menderita strabismus, saat mengenakan
kacamata dengan koreksi optik akan mengalami peningkatan
substansial pada matanya.1,20

3. Terapi Oklusi
Terapi oklusi adalah pilihan yang tepat untuk terapi ambliopia bagi
anak-anak yang tidak membaik dengan penggunaan kacamata saja atau
yang mengalami peningkatan yang tidak lengkap. Terapi oklusi ini
telah menjadi landasan pengobatan ambliopia selama lebih 200 tahun.
Oklusi pada mata yang lebih baik akan merangsang mata yang
ambliopik untuk meningkatkan input saraf ke korteks visual.1,20
Dikenal dua stadium terapi oklusi, yakni stadium awal dan stadium
pemeliharaan :
a. Stadium awal, terapi oklusi dapat dilakukan secara terus-menerus
(TFO/Time Full Occlusion) atau penutupan paruh waktu
(TPO/Time Part Occlusion). Oklusi full time telah lama menjadi
terapi awal ambliopia walaupun Amblyopia Treatment Study (ATS)
menunjukkan bahwa oklusi teru-menerus mungkin tidak diperlukan
untuk mendapatkan terapi yang efektif. Pada bebrapa kasus hanya
diterapkan oklusi paruh waktu bila ambliopianya tidak terlalu parah
atau usia anak terlalu muda. Sebagai pedoman, oklusi full time dapat
dilakukan sampai beberapa minggu-setara dengan usai anak dalam
tahun-tanpa risiko penurunan penglihatan pada mata yang baik.
Terapi oklusi dilanjutkan selama ketajaman penglihatan membaik
(kadang-kadang sampai setahun). Penutupan selama lebih dari 4
bulan tidak perlu dilanjutkan bila tidak ada perbaikan.1,5,20
Pada sebagian besar kasus, bila terapi dilakukan sedini mungkin,
dapat dicapai perbaikan yang bermakna atau normalisasi ketajaman
penglihatan secara total. Kurangnya ketaatan pada jadwal terapi,
misalnya mengintip melalui penutup mata dapat menjadi faktor
kegagalan terapi walaupun berada dalam kondisi yang ideal.1,5
- Oklusi Full Time
Pengertian oklusi full-time pada mata yang lebih baik adalah
oklusi dilakukan pada semua waktu atau setiap saat kecuali 1 jam
waktu berjaga. Biasanya penutup mata yang digunakan adalah
penutup adesif (adhesive patch) yang tersedia secara
komersial.1,3,30
Penutup (patch) dapat dibiarkan terpasang pada malam hari
/ dibuka sewaktu tidur. Kacamata okluder (spectacle mounted
ocluder) atau lensa kontak opak, atau Fun patches atau pirate
patches dapat juga menjadi alternatif full-time patching bila
terjadi iritasi kulit atau perekat patch-nya kurang lengket.20,30
Full-time patching baru dilaksanakan hanya bila strabismus
konstan menghambat penglihatan binokular, karena full-time

25
patching memiliki sedikit resiko, yaitu bingung dalam hal
penglihatan binokular. Aturan atau standar pemakaian full-time
patching diberi selama 1 minggu untuk setiap tahun usia.
Misalnya penderita amblyopia pada mata kanan berusia 3 tahun
harus memakai full-time patch selama 3 minggu, lalu dievaluasi
kembali. Hal ini untuk menghindarkan terjadinya amblyopia pada
mata yangbaik.1,3,5,30
- Oklusi Part Time
Oklusi part-time adalah oklusi selama 1-6 jam per hari, akan
memberi hasil sama dengan oklusi full-time. Durasi interval buka
dan tutup patch-nya tergantung dari derajat amblyopia. 1,30
Amblyopia Treatment Studies (ATS) telah membantu dalam
penjelasan peran full-time patching dibanding part-time. Studi
tersebut menunjukkan, pasien usia 3 - 7 tahun dengan amblyopia
berat (tajam penglihatan antara 20/100 = 6 / 30 dan 20/400 = 6 /
120), full-time patching memberi efek sama dengan penutupan
selama 6 jam per hari. Dalam studi lain, patching 2 jam / hari
menunjukkan kemajuan tajam penglihatan hampir sama
dengan patching 6jam/hari pada amblyopia sedang / moderate
(tajam penglihatan lebih baik dari 20/100) pasien usia 3 – 7
tahun. Dalam studi ini, patching dikombinasi dengan aktivitas
melihat dekat selama 1 jam / hari. 3

b. Stadium Pemeliharaan, terapi pemeliharaan terdiri atas penutupan


paruh waktu yang dilanjutkan setelah fase perbaikan untuk
mempertahankan penglihatan terbaik. Idealnya, terapi amblyopia
diteruskan sampai terjadi fiksasi alternat atau tajam penglihatan
dengan Snellen linear 20/20 (6 / 6) pada masing - masing mata
sampai melewati usia yang kemungkinan kekambuhan
ambliopianya besar. Usia kematangan visual anak berbeda tiap
individu, pada beberapa anak terjadi di usia 5 atau 6 tahun,
sementara anak lain dapat merespon terapi pada usia remaja awal.1,5

Gambar 9. Anak yang menggunakan patching / terapi oklusi

4. Terapi Farmakologi ( Penalisasi Atropin)


Metode lain untuk penatalaksanaan ambliopia adalah dengan
menurunkan kualitas bayangan (degradasi optik) pada mata yang lebih
baik sampai menjadi lebih buruk dari mata yang ambliopia, sering juga
disebut penalisasi (penalization). Sikloplegik (atropine tetes 1% atau
homatropine tetes 5%) diberi satu kali dalam sehari pada mata yang
lebih baik sehingga tidak dapat melakukan akomodasi dan kabur bila
melihat dekat dekat.1,3,30
Terapi ini juga merupakan pilihan yang tepat untuk
perawatan
ambliopia pada anak yang tidak membaik hanya dengan kacamata atau
pada anak yang tidak sabar atau ketaatan terhadap terapi oklusi yang
kurang. Atropinisasi pada mata yang baik merupakan terapi alternatif
yang efektif untuk mata non-ambliopia emetrop atau hiperopia.1,5
ATS menunjukkan metode ini memberi hasil yang sama
efektifnya dengan patching untuk ambliopia sedang (tajam penglihatan
lebih baik dari 20/100). Studi tersebut dilakukan pada anak usia 3 - 7
tahun. ATS juga memperlihatkan bahwa pemberian atropine pada akhir
minggu (weekend) memberi perbaikan tajam penglihatan sama dengan

27
pemberian atropine harian yang dilakukan pada kelompok anak usia 3
– 7 tahun dengan ambliopia sedang.3
Keuntungan lain dari metode atropinisasi pada pasien dengan
mata yang lurus (tidak strabismus) adalah kedua mata dapat
bekerjasama, jadi memungkinkan penglihatan binokular.1

5. Terapi Bedah / Operatif


Pembedahan untuk mengatasi penyebab ambliopia dapat
diindikasikan jika penyebab ambliopia dikaitkan dengan kekeruhan
media okuler, seperti katarak, cairan vitreus yang tidak bersih dan
kekeruhan kornea atau blepharoptosis. Sedangkan terapi bedah untuk
strabismus sebaiknya dilakukan setelah ambliopia teratasi, sehingga
preferensi fiksasi pada anak dapat dinilai.1,3,21
Katarak yang dapat menyebabkan ambliopia harus segera
dioperasi. Pengangkatan katarak kongenital pada usia 2-3 bulan
pertama kehidupan, sangat penting dilakukan agar penglihatan kembali
pulih dengan optimal. Pada kasus katarak bilateral, interval operasi
pada mata yang pertama dan kedua sebaiknya tidak lebih dari 1 -
2 minggu. Terbentuknya katarak traumatika berat dan akut pada
anak dibawah umur 6 tahun harus diangkat dalam beberapa minggu
setelah kejadian trauma bila memungkinkan. Kegagalan dalam
"menjernihkan" media, memperbaiki optik, dan penggunaan regular
mata yang terluka, akan mengakibatkan amblyopia berat dalam
beberapa bulan, selambat
- lambatnya pada usia 6 sampai 8 tahun.

6. Terapi Alternatif
Beberapa terapi alternatif atau terapi tambahan lainnya yang
bisa diberikan, antara lain :
- Terapi penglihatan ( orthoptics ; latihan mata), dimana terapi
ini merupakan kegiatan visual untuk meningkatkan ketajaman
penglihatan dan binocularitas.1,20
- Terapi binocular, digunakan untuk terapi ambliopia pada anak tanpa
strabismus atau strabismus sudut kecil dengan binokularitas.
Dimana gambar disajikan dengan kontras tinggi untuk mata yang
ambliopia dan gambar kontras rendah untuk mata yang baik.1

X. PENCEGAHAN
Ambliopia dapat dicegah dan diobati terutama apabila penyakit ini
dapat dideteksi secara dini. Skrining untuk mencari penyebab ambliopia
harus dilakukan oleh dokter pada bayi pada 4-6 minggu setelah lahir, dan
anak-anak yang mempunyi risiko utnuk ambliopia harus di skrining setiap
tahun selama periode perkembangan sistem penglihatan anak yaitu mulai
lahir sampai umur 6-8 tahun.1,20
Skrining untuk kelainan refraksi dan strabismus juga harus dimulai
selama tahun pertama kehidupan. Pada anak-anak yang berisiko berisiko
perlu dilakukan monitoring setiap tahun karena sejak lahir sampai usia 4
tahun memungkinkan untuk terjadinya anomali refraksi, terutama
astigmatisma dan anisometropia. Skrining ini juga ditujukan untuk anak-
anak yang mempunyai riwayat keluarga yang menderita strabismus atau
ambliopia. Adanya program skrining untuk mendeteksi dan mengobati
ambliopia pada usia 4 tahun telah sukses dilakukan diberbagai negara. 1,20

XI. KOMPLIKASI
Komplikasi utama dari ambliopia yang tidak ditangani adalah
kehilangan penglihatan ireversibel. Kebanyakan kasus ambliopia
reversibel bila dideteksi dan ditangani dini.1,3

XII. PROGNOSIS
Setelah 1 tahun, sekitar 73% pasien menunjukkan keberhasilan
setelah terapi oklusi pertama.3 Bila penatalaksanaan dimulai sebelum usia
5 tahun, visus normal dapat tercapai. Hal ini semakin berkurang seiring

29
dengan pertambahan usia. Hanya kesembuhan parsial yang dapat dicapai
bila usia lebih dari 10 tahun. 1,4
Faktor resiko gagalnya penatalaksanaan amblyopia adalah sebagai
berikut: 3
- Jenis ambliopia: Pasien dengan anisometropia tinggi dan pasien dengan
kelainan organik, prognosisnya paling buruk. Pasien dengan ambliopia
strabismik prognosisnya paling baik.
- Usia dimana penatalaksanaan dimulai: Semakin muda pasien maka
prognosis semakin baik.
- Dalamnya ambliopia pada saat terapi dimulai: Semakin bagus tajam
penglihatan awal di mata ambliopia, maka prognosisnya juga semakin
baik.
DAFTAR PUSTAKA

1. Olsen, TW., et all. 2017. Amblyopia Preferred Practice Pattern. San


Francisco : American Academy of Ophtalmology
2. Petroysan T. 2016. Amblyopia : The Pathophysiology Behind It and
Its
Treatment. San Francisco : American Academy of Ophtalmology
3. Yen, KG. 2018. Amblyopia. Medscape : American Academy of
Ophtalmology. Available at:
https://emedicine.medscape.com/article/1214603-overview#a7
4. Ilyas, S., Sri Rahayu. 2015. Ilmu Penyakit Mata, edisi ke-5. Jakarta :
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia
5. Vaughan, Asbury. 2015. Oftalmologi Umum, edisi ke-17. Jakarta : Penerbit
Buku Kedokteran EGC
6. National Eye Institute. 2013. Amblyopia. Bethesda : National Institutes of
Health
7. Integra. 2015. Ambliopia. Sidoarjo : Integra Group
8. Baehr M, Frotscher M. 2005. Duus’ Topical Diagnosis in Neurology
Anatomi Physiology Sign Symptoms 4th Edition. New York : Thieme.
9. Squire, LR., et all. 2008. Fundamental Neuroscienc 3rd Edition. Canada :
Elsevier
10. Sihota, R., dan Radhika Tandon. 2015. Parsons’ Disease of the Eye, 22nd
Edition. India : Elsevier
11. Rares, LM. 2013. Penatalaksanaan dan Follow-up Berkala pada Ametropia
Ambliopia. Manado : Jurnal Biomedik FK Universitas Sam Ratulangi
12. IRRF and The Lasker. 2017. Amblyopia : Challenges and Opportunities.
Inggris : The Lasker/IRRF
13. Braverman, RS. 2015. Introduction to Amblyopia. ONE Network :
American Academy of Ophtalmology. Available at :
https://www.aao.org/disease-review/amblyopia-introduction

31
14. Hashemi, H., et all. 2018. Global and Regional Estimates of Prevalence of
Amblyopia : A Systematic Review and Meta-analysis. Teheran : Noor
Ophthalmology Research center
15. Gunawan, W. 2007. Gangguan Penglihatan pada Anak karena Ambliopia
dan Penanganannya. Yogyakarta : FK Universita Gadjah Mada
16. Rajavi, Z., et all. 2015. Prevalence of Amblyopia and Refractive Errors
Among Primary School Children. Iran : J Ophtalmic of Epidemiology
Research Center
17. Mocanu, V., Raluca H. 2017. Prevalence and Risk Factors of Amblyopia
Among Refractive Errors in an Eastern Europian Population. Romania :
Medicina
18. Zagui, RMB. 2019. Amblyopia : Types, Diagnosis, Treatment and New
Perspectives. ONE Network : American Academy of Ophtalmology.
Available at :
https://www.aao.org/disease-review/amblyopia-types-diagnosis-treatment-
new-perspectiv
19. Noorden, GK. 2002. Binocular Vision and Ocular Motility ; Theory and
Management of Strabismus, 6th Edition. USA : A Harcourt Health Science
Company
20. Rouse, MW., et all. 2004. Optometric Clinical Practice Guideline Care of
the Patient with Amblyopia. Missouri : American Optometric Association
21. Supartoto, A. 2007. Ilmu Penyakit Mata UGM. Yogyakarta : Departemen
Mata FK UGM
22. Bradfield, YS. 2013. Identification and Treatment of Amblyopia. Madison :
American Academy of Family Physicians
23. Ilyas, Sidarta. 2009. Kedaruratan dalam Ilmu Penyakit Mata. Jakarta : Balai
Penerbit FK UI
24. Doshi, NR. 2007. Amblyopia. Warminster : American Academy of Family
Physicians
25. Ilyas, Sidarta. 2012. Dasar-Teknik Pemeriksaan Dalam Ilmu Penyakit
Mata. Jakarta : Badan Penerbit FK UI
26. Singh, A. 2015. Amblyopia. Patna : India Institute of Medical Science
27. Scully, J. 2017. Non-Central Fixation in Squinting Children. Italia : Br J
Ophtalmol
28. Bell, AL., et all. 2013. Childhood Eye Examination. Dayton :
American
Academy of Family Physicians
29. Archer,S. 2015. Alternate Cover Test. ONE Network : American Academy
of Ophtalmology. Available at : https://www.aao.org/image/alternate-
cover-test
30. Bragg, T., et all. 2016. Orthoptist : Occlusion Therapy Compliance.
Available at : https://www.aao.org/disease-review/orthoptist-occlusion-
therapy-compliance

33

Anda mungkin juga menyukai