Anda di halaman 1dari 33

BAB II

URAIAN PROSES

2.1 Bahan Baku


2.1.1. Bahan Baku Pembuatan Ammonia
Bahan baku pada pembuatan ammonia terbagi menjadi dua, yaitu bahan baku
utama dan bahan baku penunjang.
2.1.1.1. Bahan Baku Utama
Bahan baku utama yang diperlukan pada proses pembuatan ammonia terdiri
atas gas alam, air, dan udara.
a. Gas Alam
Penyediaan kebutuhan gas alam PT PUSRI di supplay oleh PT Pertamina
melalui sistem jaringan pipa dan kompresor. Gas alam ini mengandung kotoran-
kotoran yang dapat mengakibatkan gangguan selama operasi berlangsung.
Kotoran-kotoran tersebut sebagian berupa ammonia, zat-zat padat, air, heavy
hydrocarbon, senyawa-senyawa fosfor dan karbondioksida. Aliran dan tekanannya
di Gas Matering Station (GMS) sesuai dengan kebutuhan. Adapun komponen
utama yang dibutuhkan yaitu unsur C, H, dan O. Unsur H dibutuhkan untuk reaksi
pembentukkan ammonia. Sedangkan unsur C dan O dibutuhkan sebagai sumber
energi pembakaran untuk proses dan pembangkit steam. Sifat-sifat fisik gas alam
serta Karakteristik dan komposisi gas alam akan disajikan pada Tabel 2.1 dan 2.2.
Tabel 2.1 Sifat Fisik Gas Alam
No. Komponen Berat Molekul Titik Didih (℉) Panas Pembakaran
(Btu/𝑓𝑡 3 )
1. 𝐶𝐻4 16,04 -258,7
911
2. 𝐶2 𝐻6 30,07 -127,5
3. 1631
𝐶3 𝐻8 44,09 -43,7
4. 2353
𝑖 − 𝐶4 𝐻10 58,12 10,9
5. 3094
𝑛 − 𝐶4 𝐻10 58,12 31,1
6. 3101
𝑖 − 𝐶5 𝐻12 72,15 82,1
7. 3698
𝑛 − 𝐶5 𝐻12 72,15 96,9
3709
8. 𝐶6 𝐻14 86,17 155,7
9. 4404
𝐶𝑂2 44,01 -164,9
Sumber : Perry’s Chemical Engineering Hand’s Book, 1997

12
13

Tabel 2.2 Karakteristik dan komposisi gas alam


No. Parameter Analisis Hasil Analisa (% vol)
1 Metana (CH4) 85,21
2 Etana (C2H5) 6,27
3 Propana (C3H8) 1,4
4 Iso-Butana (i-C4H10) 0,26
5 n-Butana (n-C4H10) 0,32
Iso-Pentana (i-
6 0,13
C5H12)
7 n-Pentana (n-C5H12) 0,08
8 Heksana (C6H14) 0,05
Karbon dioksida
9 5,06
(CO2)
10 Nitrogen (N2) 1,09
Sumber : Instruksi Operating Manual P-IB PT. PUSRI, 2019

b. Air
Pada pabrik ammonia, air digunakan sebagai air umpan boiler (boiler feed
water) dan air pendingin (cooling water), dimana kebutuhan air tersebut diperoleh
dari Sungai Musi . Air tersebut diproses terlebih dahulu untuk menghilangkan
kation dan anion yang terdapat pada air, sehingga mempunyai kemurnian H2O yang
sangat tinggi.
Sifat-sifat fisik air dapat dilihat pada Tabel 2.3 berikut ini.

Tabel 2.3 Sifat Fisik Air


Sifat Nilai
Titik didih 100 oC
Titik beku 0 oC
Temperatur kritis 374 oC
Tekanan kritis 218,4 atm
Densitas kritis 324 kg/m3
o
Viskositas pada 200 C 0,01002 Poise
Panas laten peleburan 80 kal/gr
(Sumber : Perry’s Chemical Engineering Hand’s Book, 1996)
14

Berikut ini merupakan Tabel karakteristik dan komposisi air Sungai Musi
dapat dilihat pada Tabel 2.4.
Tabel 2.4 Karakteristik dan Komposisi Air Sungai Musi
Komponen Kuantitas Satuan
Ph 6,5 – 7,5
Komposisi
Turbiditas sebagai SiO2 49
P alkalinitas sebagai CaCO3 0
M alkalinitas sebagai CaCO3 19,4
Cl2 sebagai Cl- 3,4
Sulfat sebagai SO42- 4,2
Ammonia sebagai NH3 3,9 Ppm
Kesadahan Ca2+ 8,5
Kesadahan Mg2+ 6,4
Besi sebagai Fe 1,6

Silika sebagai SiO2 20,5

Padatan tersuspensi 42

Padatan terlarut 64

Material Organik 18,7

Minyak 7,7

Ammonia bebas 2,2

Tekanan 2,25 Kg/cm2

Temperatur 28,5 ͦC

Sumber: Intruksi Operating Manual Pabrik Utilitas IB. 2019


15

c. Udara
Pada pabrik ammonia, udara dibutuhkan untuk reaksi oksidasi di secondary
reformer, dimana kandungan Nitrogen (N2) dari udara sangat dibutuhkan dalam
membentuk produk ammonia. Udara diperoleh dari ambient (lingkungan sekitar).
Komposisi udara yang diambil disajikan pada Tabel 2.5.
Tabel 2.5 Komposisi udara
Komponen Kuantitas (% mol)
Nitrogen (N2) 78,084
Oksigen (O2) 20,947
Argon (Ar) 0,934
Karbondioksida (CO2) 0,03
Gas lainnya, ex : Ne, He, CH4, Kr, H2, Xe, O3, 0,003
Rd.
Sumber: Intruksi Operating Manual Pabrik Utilitas IB. 2019

Udara instrumen yang diambil dari udara bebas dengan compressor memiliki
spesifikasi seperti disajikan pada Tabel 2.6.
Tabel 2.6 Spesifikasi Udara Instrument
Analisa Nilai Satuan
Dew point -91,00 -
H2O 0,07 Ppm
Sumber: Intruksi Operating Manual Pabrik Utilitas IB. 2019

2.1.1.2. Bahan Baku Penunjang


Bahan baku penunjang yang digunakan pada proses pembuatan ammonia
terdiri dari Hidrogen, katalis, dan bahan-bahan kimia lainnya.
a. Hidrogen
Hidrogen digunakan untuk start-up pada Pusri-IB. Gas ini disuplai dari Pusri-
II, Pusri-III, dan Pusri-IV. Tekanan dan temperatur masing-masing gas tersebut
adalah 67 kg/cm2 dan 177 oC.
16

b. Katalis
Pada pabrik Pusri, katalis hanya digunakan pada pabrik ammonia karena
pabrik urea tidak memerlukan katalis dalam reaksinya. Jenis katalis yang digunakan
pada pabrik ammonia dapat dilihat pada Tabel 2.7.
Tabel 2.7 Jenis-jenis Katalis pada Pabrik Ammonia

Vol Umur Penggunaan


Vessel Deskripsi Jenis Katalis
(m3) (Tahun)
1-101-B Prim. Reformer Nikel 23,7 3
Reforming
1-103-D Sec. Reformer Chromia 34,8 5
1-104-D1 High Temp Promoted Iron 65,7 -
Shift
1-104-D2 Low Temp Shift Copper 79,5 3
1-105-D Synthesis conv Promoted Iron 77 5-10
1-106-D Methanator Nickel Oxide 26,7 5-10
1-108-D Desulfurizer Zinc Oxide 15 2
1-109(DA/DB) Mol selve dryer Molecular Selve 19 5
1-118-F Carbon Filter Activated 2,8 1
Carbon
1-201-D Desulfurizer Zinc Oxide 37,7 2
1-102-D Pilsher Cation 4,4 5
Sumber: Intruksi Operating Manual Pabrik Ammonia IB. 2019

2.1.2. Bahan Baku Pembuatan Urea


Bahan baku yang digunakan pada pembuatan urea, terbagi menjadi dua yaitu:
bahan baku utama dan bahan baku penunjang.
2.1.2.1. Bahan Baku Utama
Bahan baku utama dalam memproduksi urea adalah ammonia cair (hot
product yang diperoleh dari pabrik Ammonia) dan gas Carbondioksida (CO2) yang
dihasilkan dari keluaran stripper.
17

a. Ammonia Cair
Spesifikasi ammonia cair yang digunakan disajikan pada Tabel 2.8.
Tabel 2.8 Spesifikasi Ammonia Cair pada Pabrik Urea
Analisa Kandungan Satuan
NH3 99,86 %
H2O 0,14 %
Oil 0,37 Ppm
Cl- 0,28 Ppm
Sumber: Intruksi Operating Manual Pabrik Ammonia IB. 2019

b. Gas CO2
Spesifikasi gas carbondioksida yang digunakan disajikan pada Tabel 2.9.
Tabel 2.9 Spesifikasi Gas CO2 pada Pabrik Urea
Analisa Nilai Satuan
CO2 99,10 % Vol
H2S 0,01 Ppm
Sumber: Intruksi Operating Manual Pabrik Ure IB. 2019

2.1.2.2. Bahan Baku Penunjang


a. Steam
Spesifikasi steam yang digunakan disajikan pada Tabel 2.10.
Tabel 2.10 Spesifikasi Steam pada Pabrik Urea
Analisa Nilai Satuan
pH 9,70 Unit
Conductivity 48 Mmhos
SiO2(High silica) 0,17 Ppm
PO4\ 10,16 Ppm
Iron - Ppm
Alkalinity P - Ppm
Alkalinity M - Ppm
Sumber: Utilitas P-IB, 2019
18

b. Air Demin
Spesifikasi air demin yang digunakan disajikan pada Tabel 2.11.
Tabel 2.11 Spesifikasi Air Demin pada Pabrik Urea
Analisa Nilai Satuan
Ph 6 Unit
Conductivity 100 mS/cm
SiO2 (low silica ) 0,00 Ppm
Sumber: Urea P-IB, 2019

c. Air Pendingin
Spesifikasi cooling water yang digunakan disajikan pada Tabel 2.12.
Tabel 2.12 Spesifikasi Cooling Water pada Pabrik urea
Analisa Nilai Satuan
pH 7,8 Unit
Conductivity 2500 mS/cm
PO4 7 – 15 Ppm
Chlorine 0,2 – 0,5 Ppm
Turbidity <10 NTU
Sumber: Utilitas P-IB, 2019

d. Udara Instrumen
Spesifikasi udara instrumen yang digunakan disajikan pada Tabel 2.13.
Tabel 2.13 Spesifikasi Udara Instrumen pada Pabrik Urea
Analisa Nilai Satuan
Dew point -91,00 -
H2O 0,07 Ppm
Sumber: Utilitas P-IB, 2019

e. Air Umpan Boiler


Spesifikasi air umpan boiler untuk desuperheater dilihat pada Tabel 2.14.
Tabel 2.14 Spesifikasi Air Umpan Boiler pada Pabrik Urea
Spesifikasi Kuantitas Satuan
Tekanan 58.1 kg/cm2
o
Temperatur 113 C
Total solid 0.25 Ppm sebagai CaCO3
Konduktivitas elektrik 1 micro ohm/cm
Sumber: Utilitas P-IB, 2019
19

f. Nitrogen
Spesifikasi nitrogen sebagai bahan baku disajikan pada Tabel 2.15.
Tabel 2.15 Spesifikasi Nitrogen yang Digunakan Pada Pabrik Urea
Spesifikasi Kuantitas Satuan
Tekanan 4 Kg/cm2
o
Temperatur 28 C
Komposisi
NOx 10 (maks) Ppm
O2 300 (maks) Ppm
Sumber: Urea P-IB, 2019

g. Listrik
Pada setiap pabrik, penyediaan listrik dibagi menjadi 4 bagian, yaitu :
a. Motor
1. Di atas 1500 Kw : 13,8 kV, 3 fasa, dan frekuensi 50 Hz
2. Di atas 110 kW-1500 kW : 2,4 kV, 3 fasa, dan frekuensi 50 Hz
3. Antara 0.5 kW-110 kW : 480 V, 3 fasa, dan frekuensi 50 Hz
4. Di bawah 0.5 kW : 115 atau 250 , 1 fasa, frekuensi 50 Hz
b. Penerangan : Spesifikasinya 220 V, 1 fasa, dan frekuensi 50 Hz.
c. Sistem pengontrol : Spesifikasinya 110 V, tegangan AC.
d. Instrumentasi : Spesifikasinya 110 V, 1 fasa, dan frekuensi 50 Hz.

2.2 Diskripsi Proses


2.2.1. Proses Produksi Ammonia
PT Pusri menggunakan proses Kellog Design dalam proses pembuatan
ammonia, unit ini juga menghasilkan CO2 yang dibutuhkan pada pembuatan urea.
Pabrik ammonia umumnya terdiri dari enam tahap antara lain:
1. Unit feed treating (pengolahan gas umpan)
2. Unit produksi gas sintesa
3. Unit pemurnian gas sintesa (purifikasi)
4. Unit sintesa ammonia
5. Pendinginan dan Pemurnian produk
6. PGRU (Purge Gas Recovery Unit)
20

Blok Diagram Pabrik Amonia dapat dilihat pada Gambar 2.1.

Gambar 2.1 Diagram pabrik ammonia


sumber: PT. PUSRI (PERSERO)

2.2.1.1. Unit Feed Treating


Gas alam (feed gas) memiliki temperatur 21°C dan tekanan kurang lebih 28,8
kg/cm2 dibagi menjadi 2 aliran, yaitu untuk bahan bakar dan produksi ammonia.
Gas alam yang diterima dari Pertamina masih mengandung unsur-unsur yang tidak
diinginkan seperti partikel padat, sulfur anorganik, hidrokarbon fraksi berat, CO2,
H2O dan sulfur organik. Untuk menghilangkan kandungan-kandungan yang tidak
diinginkan didalam gas alam tersebut, maka dilewatkan kedalam beberapa proses.
a. Penyaringan (pemisahan partikel padat)
Pemisahan partikel padat dilakukan secara fisik dengan mengalirkan gas
melalui filter separator yang didalamnya terdapat enam filter cartridge yang dapat
diganti dan kawat saringan (Wire Mesh Extractor), sehingga dapat menyaring
kotoran padat/debu (Solid Particle) dan cairan (Liquid Droplet) yang lolos dari Gas
Metering Station.

b. Pemisahan senyawa belerang anorganik


Pada Pusri-IB, pengikatan sulfur yang terkandung di dalam gas alam dalam
bentuk H2S menggunakan katalis ZnO (unycat) yang bersifat kering yang bertujuan
untuk proses desulfurisasi ammonia. Feed gas tidak perlu dipanaskan sebelum
masuk desulfunizer karena temperatur pada reaksi desulfurisasi anorganik adalah
20°C. Reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut :
21

ZnO + H2S ZnS + H2O ........................................ (1)


Senyawa sulfur anorganik harus dihilangkan dari natural gas karena :
a. Dapat mereduksi inhibitor pada sistem benfield
b. Akan terbawa oleh gas CO2 dan akan merusak compressor CO2 di urea
c. Akan meracuni katalisator di primary reformer, secondary reformer, LTS,
metanator dan ammonia converter
Oleh karena itu, kadar Sulfur yang keluar dari unit ini lebih kecil dari 1 ppm.

c. Pemisahan air (Dehidrasi)


Proses pendinginan dilakukan untuk menghilangkan hidrokarbon berat dari
gas alam hingga temperatur -18 °C dengan menggunakan chiller. Oleh sebab itu,
gas alam tersebut harus bebas dari uap air agar tidak terjadi pembekuan pada chiller
dan sistem pemipaan yang mengakibatkan terjadinya penyumbatan. Untuk
menyerap uap air digunakan Try Etilene Glycol (TEG) di dalam absorber. Gas alam
masuk melalui bottom absorber melewati mikro scrubber untuk memisahkan cairan
pada gas. Pada bagian atas absorber dilengkapi mist eliminator untuk mencegah
larutan TEG terbawa aliran gas keluar dari puncak absorber. Kemudian gas alam
dialirkan melalui Knock Out (K.O) drum, sehingga gas alam yang dikirim ke unit
pemisahan hidokarbon berat bebas air dan glikol.
Lean glycol masuk dari atas absorber dan kontak secara berlawanan arah
dengan gas masuk. Glikol jenuh keluar dari bottom absorber dan dialirkan ke
regenerator, air dipisahkan dengan pemanasan pada temperatur 204°C di reboiler
dan bantuan stripping gas yang bertekanan 0,1-0,15 kg/cm2, dimana uap air yang
terpisah dibuang ke atmosfer.

d. Pemisahan hidrokarbon berat (heavy hydrocarbon)


Hidrokarbon berat (HHC) harus dipisahkan dari gas karena dapat
menyebabkan foaming dan carry over di absorber serta dapat menutupi pori-pori
katalis. Hidrokarbon berat dipisahkan dengan cara menurunkan suhu gas sampai -
18°C di chiller dengan menggunakan ammonia.
22

Gas umpan dari sistem pemisahan air dibagi dua arah. Aliran pertama menuju
shell side feed gas exchanger, dimana gas bertukar panas dengan flashed gas
sedangkan gas bertukar panas dengan hidrokarbon berat cair di aliran kedua yaitu
tube side feed gas exchanger. Hidrokarbon berat berbentuk gas dipakai sebagai fuel
gas tambahan sedangkan yang masih tetap cair dikirim ke burning pit.

e. Penyerapan gas karbondioksida (feed gas CO2 removal)


Gas karbondioksida harus hilang dari gas umpan untuk mengurangi beban
proses desulfunasi kedua, unit persiapan bahan baku gas sintesa dan unit
permurnian gas sintesis. Pada unit ini, kandungan CO2 dalam gas diturunkan sampai
sekitar 0,5% yang bertujuan untuk mencegah terjadinya metanasi pada desulfurizer
dimana katalis Cobalt Molybdenum (CoMo) dapat merubah CO2 dan H2 menjadi
metana dengan reaksi sebagai berikut :
CO + 3H2  CH4 + H2O ΔH0 = - 285,8 kj/mol ........ (2)
CO2 + 4H2  CH4 + 2H2O ΔH0 = - 252,5 kj/mol ........ (3)
Selain itu, penyerapan CO2 menggunakan larutan benfield (K2CO3), dimana
larutan benfield merupakan larutan yang mengandung K2CO3 yang dapat menyerap
CO2 dengan tambahan zat aditif yang menaikkan laju penyerapan (Diethanol
amine-DEA), mencegah korosi (V2O5), dan mencegah terjadinya foaming (UCON
500 HB).
Gas umpan mengalir dari bawah absorber kemudian kontak secara
berlawanan arah dengan larutan benfield dari atas absorber, kemudian gas CO2
akan terserap oleh larutan benfield. Secara keseluruhan, reaksi yang terjadi adalah
sebagai berikut:
K2CO3 + H2O + CO2  2KHCO3 .......................................... (4)
Gas bebas CO2 keluar dari atas absorber didinginkan di tube side exchanger
dan pada shell side. Setelah condensate dipisahkan di absorber knock out (KO)
drum, gas dialirkan sebagai suction feed gas compressor.
Reaksi yang terjadi di Absorber 201-E adalah :
K2CO3 + H2O + CO2  2KHCO3 .......................................... (5)
23

Reaksi pada absorber dilakukan pada tekanan tinggi dan temperatur rendah
(25 kg/cm2, 93˚C) karena kelarutan gas lebih tinggi pada tekanan tinggi.
Reaksi yang terjadi di Stripper 202-E adalah :
2KHCO3  K2CO3 + H2O + CO2 ...................................... (6)
Reaksi pada Stripper dilakukan pada tekanan rendah dan temperatur tinggi
(1,43 kg/cm2, 129˚C) karena mempermudah melepas kandungan gas yang terlarut
dalam larutan.

f. Pemisahan Senyawa Belerang Organik


Untuk memisahkan sulfur organik dalam bentuk merkaptan (RSH, RSR),
senyawa sulfur tersebut harus diubah terlebih dahulu menjadi sulfur anorganik
dengan bantuan injeksi syn-gas (H2) menggunakan katalis CoMo pada bed 1,
dimana sulfur organik terdekomposisi dan sulfurnya terhidrogenerasi menjadi H2S.
Reaksi yang terjadi adalah:
2RSR + 3H2  3RH + RSH + H2S ....................................... (7)
RSH + H2  RH + H2S ..................................................... (8)
Selanjutnya gas meninggalkan katalis bed 1 (CoMo) dengan sulfur yang
berupa H2S mengalir ke bed 2, dimana adanya katalis ZnO. Katalis ZnO dibentuk
pelet agar seluruh H2S hilang setelah bereaksi dengan katalis ZnO dan kemudian
membentuk ZnS dengan reaksi:
H2 S+ ZnO  ZnS+ H2O ..................................................... (9)
Gas umpan keluar desulfurizer diharapkan mengandung sulfur sekitar 0,1 ppm.

g. Saturator (penjenuhan gas metan dengan air)


Saturator berfungsi menjernihkan gas proses dengan menggunakan uap air.
Design asli pabrik tidak mempunyai saturator, tetapi pada Ammonia Optiomation
Project (AOP) alat ini ditambahkan untuk menghemat pemakaian steam di primary
reformer. Gas proses yang tadinya kering ketika masuk sekarang menjadi gas
proses yang jenuh air sehingga konsumsi steam proses di primary reformer
otomatis menurun, dengan memanfaatkan proses kondensat kemudian dipanaskan
di convection section yang berlawanan arah dengan aliran gas.
24

2.2.1.2. Unit Produksi Gas Sintesa


Unit ini mengubah feed gas menjadi gas H2 dan N2 secara ekonomis dengan
mengontakkan feed gas dengan steam dengan bantuan katalis pada suhu dan
tekanan tertentu. Unit produksi gas sintesa ada dua yaitu:
a. Primary reformer
Pada primary reformer terjadi reaksi :
CH4 + H2O  CO + 3H2 ΔH0 = - 285,8 kj/mol ........ (10)
CO + H2O  CO2 + H2 ΔH0 = + 1,18kj/mol ..........(11)
Total reaksi :
CH4 + 2H2O  CO2 + 4H2 ΔH0 = + 252,5 kj/mol .......(12)
Primary reformer befungsi untuk membentuk CO, CO2 dan H2. Feed gas
yang telah diproses di feed treating dicampur dengan steam proses (medium steam).
Steam proses dikontrol flow-nya, kemudian masuk ke BC 4 dan selanjutnya
dialirkan ke BC 1. Dimana BC 1 dan BC 4 adalah Heat Exchanger tipe shell and
tube yang berfungsi untuk memanaskan udara yang akan dialirkan ke Secondary
Reformer. Feed gas pada BC 1 dan BC 4 berfungsi sebagai fluida panas yang akan
memanaskan udara.
Di dalam Primary Reformer, feed gas dialirkan melalui enam pipa induk,
masing-masing pipa sub induk ini membagi flow ke bawah melalui 42 buah tabung
katalis yang letaknya paralel di daerah radiasi pemanas reformer pertama. Di bagian
bawah tiap baris terdiri dari 42 tabung katalis yang berakhir pada penampung induk
dekat reformer pertama, lalu gas menuju secondary reformer.
Reaksi di primary reformer merupakan reaksi endotermis. Untuk menjaga
agar gas yang keluar primary reformer memiliki temperatur 800°C, maka
temperatur section radiant dijaga sekitar 982°C. Katalis yang dipakai adalah nikel,
berupa cincin atau silinder yang terdapat pada 252 tabung.
25

b. Secondary reformer
Secondary reformer berfungsi untuk menyempurnakan reaksi pada primary
reformer dan juga untuk mendapatkan N2 yang akan digunakan sebagai bahan baku
ammonia.
Gas yang telah di-reforming sebagian masuk ke secondary reformer melalui
bagian atas dan diarahkan ke bawah melewati diffuser ring untuk masuk ke
combustion zone. Dalam proses ini, panas diperoleh dengan membakar gas alam itu
sendiri dan langsung mencampurkan gas alam dengan udara yang masuk melalui
burner nozzle sehingga terjadi pembakaran. Reaksi yang terjadi di dalam
combustion zone adalah :
2H2 + O2  2H2O ΔH0 = - 571,6 kj/mol ....... (13)
Kemudian gas dilewatkan melalui bed katalis nikel yang disangga oleh
alumina, sedangkan alumina disangga susunan batu yang melengkung di bagian
atas outlet secondary reformer untuk menyempurnakan reaksi reforming sampai
kandungan metana tersisa maksimal 0,35% mol berat kering (desain). Gas keluaran
secondary reformer masih bertemperatur tinggi (sekitar 980˚C).

c. Konversi gas CO menjadi gas CO2


Proses ini menggunakan dua alat utama, yaitu High Temperatur Shift
Converter (HTSC) dan Low Temperatur Shift Converter (LTSC). Dua alat ini
berfungsi sebagai reaktor yang mengkonversi gas CO menjadi gas CO2. HTSC
beroperasi pada suhu tinggi dan LTSC pada suhu rendah.
1. High Temperatur Shift Converter
Unit HTSC berfungsi sebagai reaktor konversi CO menjadi CO2 dengan bantuan
katalis promoted iron oxide (Fe3O4/Cr2O3) pada temperatur tinggi dengan reaksi
yang terjadi sebagai berikut :
CO + H2O  CO2 + H2 ΔH0 = + 1,18kj/mol ..........(14)
Reaksi tersebut merupakan reaksi eksotermis, berjalan cepat dan konversinya
rendah. Temperatur inlet gas process dan steam adalah 348°C dan temperatur
outlet-nya adalah sekitar 432°C. HTSC yang beroperasi pada temperatur tinggi
26

bertujuan untuk mempercepat reaksi sehingga kondisi kesetimbangan cepat


tercapai.
Kandungan CO pada saat masuk HTSC adalah 13,66% mol dan keluar dari
HTSC menjadi 3,53% mol. Sebelum masuk LTSC, gas outlet HTS kemudian
didinginkan oleh Heat Exchanger (HE) 103-C (menukarkan panas dengan BFW),
104-C (menukarkan panas dengan gas inlet methanator) dan 1106-C (bertukar
panas dengan BFW).

2. Low Temperatur Shjft Converter


Unit LTSC memiliki reaksi dan fungsi yang sama dengan HTSC, hanya saja
reaksi berlangsung pada temperatur rendah (180oC-260oC) dengan bantuan katalis
Cu-ZnO.
Gas outlet HTSC akan mengalir melalui condensate reboiler 1153-C.
Kemudian didinginkan di 1105-C tube side sambil memberikan panas reboiler
untuk CO2 stripper dan juga memberikan panas tambahan pada larutan benfield.
Gas selanjutnya didinginkan pada demineralized water heater 1155-C. Selama gas
melewati 1105-C, 1113-C, dan 1155-C sebagian besar kandungan air dalam gas
akan mengembun dan dipisahkan di raw gas separator (102-F).

2.2.1.3. Unit Pemurnian Gas Sintesa


a. Carbon dioksida (CO2) removal
Gas sintesis yang akan diumpankan ke dalam unit ammonia converter terlebih
dahulu harus dipisahkan dari kandungan CO2 yang terdapat di dalamnya.
Pemisahan ini bertujuan untuk tidak meracuni katalis yang terdapat dalam ammonia
converter.
Pemisahan gas sintesa dan CO2 dilakukan dengan proses benfield
menggunakan larutan potasium carbonat (K2CO3). Pemisahan ini melalui absorbsi
kimiawi oleh larutan K2CO3 yang dialirkan berlawanan arah (counter current)
dalam CO2 absorber dengan reaksi :
K2CO3 + H2O + CO2  2KHCO3 ................................................ (15)
27

Larutan lean benfield mempunyai komposisi :


K2CO3 : 30%w
Dietanol amine (DEA) : 2-3% w sebagai activator
Vanadium pentoxide (V2O5) : 0,5% w sebagai anti korosi
Ucon (poly-glikol) : untuk anti foaming
Larutan rich benfield yang telah menyerap CO2 keluar dari bawah absorber
menuju CO2 stripper untuk diregenerasi menjadi larutan lean benfield dan semi lean
benfield yang dapat disirkulasi untuk menyerap CO2 di absorber.

b. Methanator
Gas proses keluar dari CO2 absorber masih mengandung CO dan CO2 dengan
kadar CO 0,35% dan CO2 0,1%. Penghilangan senyawa ini disempurnakan di
methanator, dimana dengan mengubah CO dan CO2 dicampuran syn-gas menjadi
CH4 sebelum diumpankan ke dalam ammonia converter menggunakan katalis nikel
(Ni) sebagai berikut:
CO + 3H2  CH4 + H2O ΔH0 = - 285,8 kj/mol ........ (16)
CO2 + 4H2  CH4 + 2H2O ΔH0 = + 965,6 kj/mol ....... (17)
Kedua reaksi di atas adalah reaksi eksotermis, dimana menyebabkan kenaikan
suhu sebesar 72°C setiap % mol CO dan 64°C setiap % mol CO2. Gas sintesa keluar
dari methanator dengan kandungan CO dan CO2 < 10 ppm kemudian dikirim ke
tahap sintesa ammonia.

2.2.1.4. Unit Sintesa Ammonia dan Refrigeration


Proses ini adalah tahap paling penting dalam pembuatan ammonia. Gas
sintesis yang telah mengandung H2 dan N2 serta bebas racun dan pengotor
direaksikan untuk membentuk NH3.
a. Penekanan (compression)
Gas keluar dari methanator, mengandung H2 dan N2. Syn-gas ini di dinginkan
melalui tube side methanator effluent BFW heater dan tube side methanator effluent
cooler sampai suhu 38°C dan bergabung dengan gas H2 Low Pressure (LP) dari
Purge Gas Recovery Unit (PGRU).
28

Gas yang telah dimurnikan tadi, dinaikkan tekanannya dengan compressor


sampai bertekanan 65 kg/cm2 pada LP case, sete1ah itu didinginkan sampai
temperatur 9°C, seluruh air yang ada pada gas diharapkan terpisah di first stage
separator. Sedangkan gas yang banyak mengandung H2 High Pressure (HP) dari
PGRU ditambahkan pada line. Gas ini akan menjadi suction pada HP case dan
bergabung dengan gas recycle untuk dinaikkan tekanannya sampal 145 kg/cm2.

b. Sintesa Ammonia
Gas dari compressor mengandung ammonia. Hal ini menganggu
kesetimbangan di ammonia converter. Untuk itu ammonia dipisahkan dari
campuran gas dengan mendinginkan gas tersebut agar ammonianya mencair dan
dipisahkan dalam ammonia separator. Gas yang masih tercampur ammonia
didinginkan dalam heat exchanger dengan media pendingin cooling water sampai
suhu 38°C. Pendinginan dilanjutkan pada ammonia heat exchanger dengan media
pendingin ammonia refrigerant. Sebelum masuk ammonia converter, gas
dipanaskan dulu sehingga suhu naik dari -25°C menjadi 150°C.
Ammonia converter berisi kira-kira 75 m3 promoted iron catalyst. Katalis
ditempatkan dalam internal basket yang di desain terdiri dari 4 catalyst bed yang
terpisah didalam converter. Makin kebawah, volume catalyst bed makin besar. Hal
ini bertujuan untuk membatasi panas eksotermis pada bed yang lebih atas (yang
reaksinya berlangsung lebih cepat), sehingga temperatur converter dapat dijaga.
Selain itu untuk mengontrol temperatur converter, digunakan juga bypass converter
inter cooler dan penggunaan aliran gas quench yang masuk catalyst bed.
Temperatur converter kira-kira 350°C-500°C dan tekanan 130 kg/cm2-150
kg/cm2, sehingga gas sintesa yang mengandung H2 dan N2 yang melewati katalis
akan berubah menjadi ammonia. Konsentrasi ammonia dalam gas yang keluar dari
bed terakhir ammonia converter kira-kira 16%. Gas yang tidak terkonversi
dikembalikan ke converter untuk mendapatkan produksi maksimal. Gas yang
keluar dari converter didinginkan dengan pertukaran panas oleh boiler feed water
dan gas yang masuk converter, sebelum masuk ke compressor untuk kembali ke
converter.
29

Sebelum gas recycle yang ditambah gas sintesa baru (make up) kembali ke
converter, gas didinginkan sampai -25°C untuk mengkondensasikan ammonia yang
terbentuk. Pembuangan gas terus menerus atau purge pada tekanan tinggi dijaga
untuk menghilangkan kelebihan inert dan sys-gas loop. Purge gas didinginkan
sampai temperatur -25°C untuk mengambil ammonianya dan kemudian purge gas
dikirim ke PGRU untuk diambil hidrogennya. Jika gas inert tinggi konsentrasinya
akan mengakibatkan produksi ammonia berkurang. Reaksi yang terjadi :
N2 + 3H2  2NH3 ΔH0 = -92,22 kj/mol ......... (18)
Pendingin dalam sistem refrigerasi ditempatkan agar dapat dimanfaatkan
secara maksimal. Liquid ammonia yang diterima dari area syn-loop masuk ke flash
drum tingkat 1, dari sini ammonia sudah bisa diambil sebagai produk yang cold (-
33˚C) yang dikirim ke storage. Vapour yang ada beserta gas terlarut ditarik oleh
compressor, begitu juga untuk tingkat yang lain. Discharge compressor
didinginkan oleh cooler, sehingga ammonia menjadi liquid dan ditampung di Knock
Out (K.O) drum. Sebagian ammonia yang masih terikut didinginkan lagi dan
dikembalikan ke K.O drum, sedangkan vapournya dikirim ke PGRU bersama Low
Pressure (LP) purge gas. Kemudian diambil produk hot ammonia (30˚C) untuk
dikirim ke pabrik urea dan sebagian lagi di letdown ke flash drum tingkat 3 sehingga
temperaturnya turun dan gas inert juga terlepas, begitu seterusnya sampai tingkat
satu sambil dimanfaatkan untuk mendinginkan chiller-chiller.

c. Ammonia Storage Tank


Ammonia storage mempunyai daya tampung 5000 Metrik Ton, tekanan 30
mmH2O dan temperatur -30°C sebagai cold ammonia. Disamping itu ada tie in
ammonia hot, cold dan vapour dengan pabrik lain. Ammonia storage dilengkapi
refrigerant yaitu york compressor untuk menarik uap dari ammonia storage untuk
dicairkan dan kembali ke storage pada saat compressor shut down atau tidak
running.
30

2.2.1.5. Purge Gas Recovery Unit (PGRU)


Unit ini mengambil kembali NH3 dan H2 yang masih terkandung dalam purge
gas. Purge gas yang berasal dari Pusri-II, Pusri-III dan Pusri-IV masuk ke PGRU
di Pusri-IB. Purge gas yang masuk ke PGRU terbagi menjadi 2, yaitu High
Pressure (HP) purge gas dan Low Pressure (LP) purge gas. Dimana masing-masig
masuk ke HP dan LP scrubber untuk dipisahkan antara ammonia dan gas dengan
menggunakan air. Selanjutnya, gas out HP scrubber masuk ke prism separator,
dimana terjadi pemisahan antara H2 HP, H2 LP dan gas inert. H2 HP dan H2 LP
kemudian dikembalikan ke compressor synloop sedangkan gas out LP scrubber
akan bergabung dengan gas inert out prism separator menjadi fuel gas di primary
reformer.Air yang mengandung ammonia hasil penyerapan di HP dan LP scrubber
dialirkan ke ammonia stripper dengan menggunakan Medium Steam (MS),
sehingga ammonia akan terpisah dari air. Ammonia yang dihasilkan dialirkan
sebagai umpan tambahan ke pabrik urea Pusri-IB, sedangkan airnya direcycle
kembali ke stripper.

2.2.2. Proses Produksi Urea


Pupuk urea PT. Pusri diproduksi menggunakan Advanced Process for Cost
and Energy Saving (ACES) yang mudah dioperasikan dengan biaya rendah dan
kualitas tinggi. Bahan baku proses ini adalah gas CO2 dan ammonia cair dari pabrik
ammonia, urea yang akan dihasilkan berbentuk prill yaitu butiran padat yang
mempunyai lapisan yang agak keras pada bagian luarnya. Pabrik urea Pusri-IB
dirancang untuk memproduksi 1725 ton urea prill/hari.
Secara garis besar proses pembuatan urea dapat dibagi dalam beberapa tahap,
yaitu sebagai berikut :
a. Sintesa.
b. Purifikasi/dekomposisi.
c. Recovery.
d. Kristalisasi dan pembutiran.
31

2.2.2.1. Unit Sintesis Urea


Pada tahap sintesa, urea dibuat dari CO2, ammonia cair dan larutan
ammonium carbamate dalam reaktor urea pada tekanan dan temperatur tinggi.
Reaktor urea Pusri-IB didesain untuk beroperasi pada tekanan 250 kg/cm2 dan suhu
200°C dengan waktu tinggal 25 menit.
Ammonia cair berasal dari ammonia reservoir dipompakan ke reaktor dengan
melalui 2 tahapan.
Tahap I : Dipompakan oleh pompa ammonia boost up, dari tekanan 16,5
kg/cm2 dinaikkan ke 25 kg/cm2.
Tahap II : Dilanjutkan pompa ammonia feed, dari tekanan 25 kg/cm2
menjadi 250 kg/cm2.

Sebelum masuk reaktor, temperatur dinaikkan di ammonia preheater 1


dengan hot water sebagai pemanas, dilanjutkan di ammonia preheater 2 dengan
pemanas steam condensate. Temperatur diatur sebuah kerangan pengatur sehingga
mencapai 81,4°C. Kemudian ammonia bertekanan 250 kg/cm2 dan temperatur
81,4°C masuk ke reaktor melalui kerangan.
Karbon dioksida dikirim dari pabrik ammonia dengan tekanan 0,60 kg/cm2
dan temperatur 38°C dipisahkan kandungan airnya di suction separator sebelum
masuk CO2 booster compressor. Udara anti korosi sebanyak 2.500 ppm sebagai
oksigen, atau 12.500 ppm sebagai udara di injeksikan pada gas CO2 sebelum
memasukki suction separator. Gas CO2 ditekan hingga 30 kg/cm2 oleh CO2 booster
compressor dan ditekan lagi hingga 250 kg/cm2 oleh CO2 booster compressor lalu
masuk reaktor.
Ammonia cair dan karbon dioksida bereaksi menjadi ammonium carbamate
yang selanjutnya terhidrasi menjadi urea dengan urutan reaksi sebagai berikut.
2NH3 + CO2 NH2COONH4 + 38.000 kal .............. (19)
NH2COONH4 NH2CONH2 + H2O - 6000 kal ..... (20)
Di samping kedua reaksi di atas, selama sintesa terjadi reaksi samping
terbentuknya biuret dari penguraian urea. Reaksi samping tersebut adalah :
2NH2CONH2 NH2CONHCONH2 + NH3 ................ (21)
32

Reaksi-reaksi di atas berlangsung dalam fasa cair. Tingginya temperatur


optimum reaksi menyebabkan tekanan operasinya juga tinggi agar campuran reaksi
tetap dalam fasa cair. Reaksi (19) adalah pembentukan ammonium carbamate dari
ammonia dan karbon dioksida. Reaksi (20) adalah reaksi dehidrasi animonium
carbamat menjadi urea. Reaksi (21) adalah reaksi dimerisasi urea menjadi biuret.
Pada temperatur antara 135oC sampai dengan 190oC reaksi (19) berlangsung
dengan kecepatan tinggi tanpa katalis jika tekanan sistem pada temperatur tersebut
lebih tinggi daripada tekanan dekomposisinya. Jika sistem tidak mengandung air
dan perbandingan umpannya sesuai, maka produk yang akan dihasilkan dari reaksi
(19) adalah ammonium carbamate. Adanya excess ammonia akan memperbesar
konversi CO2, tetapi masih perlu pemisahan sisa ammonia dan aliran produk.
Pembentukan ammonium carbamate merupakan reaksi sangat eksotermik,
karenanya pemindahan panas secara terus menerus dilakukan agar temperatur tidak
melebihi temperatur dekomposisinya. Pengontrolan temperatur perlu dilakukan
karena temperatur di bawah titik leleh ammonium carbamate akan membentuk
lapisan yang menempel pada dinding reaktor. Sedangkan jika temperatur sistem di
atas titik lelehnya, maka kita dihadapkan pada masalah korosi.
Dehidrasi ammonium carbamate tidak berlangsung sampai selesai. Derajat
konversinya tergantung pada perbandingan mol NH3/CO2 dalam umpan reaktor,
temperatur, tekanan dan waktu tinggal reaksi. Perbandingan NH3/CO2 dalam
umpan adalah 4/1. Adanya ammonia berlebih akan memperbesar derajat konversi
karena ammonia tersebut bertindak sebagai dehidrasi agent. Ammonia akan
menyerap air yang terbentuk sehingga mencegah reaksi balik dari urea. Kadar air
yang kecil akan menaikkan derajat konversi.
Selanjutnya reaksi (20) adalah reaksi endotermik lemah, karena panas reaksi
yang dibutuhkan jauh lebih kecil daripada panas reaksi yang dilepaskan oleh reaksi
(19). Kelebihan panas pada reaksi (19) akan mempertinggi konversi reaksi (20)
sehingga memperbesar laju pembentukan biuret yang tidak dikehendaki.
Kandungan biuret tidak dikehendaki karena mengurangi produk urea dan menjadi
racun bagi tanaman.
33

Pembentukan biuret dapat ditekan dengan adanya excess ammonia dan waktu
tinggal yang singkat, sedangkan penurunan tekanan akan mengurangi pembentukan
ammonium carbamate (memperkecil konversi CO2), sedangkan kenaikan tekanan
sangat berbahaya terhadap kekuatan dan ketahanan reaktor. Temperatur top reaktor
dijaga agar tetap pada 198°C maksimum 200°C. Temperatur rendah pada reaktor
dapat menurunkan konversi ammonium carbamate. Tetapi jika temperatur melebihi
200°C, dinding reaktor akan terkorosi dengan cepat. Begitu juga tekanan
keseimbangan dan campuran reaksi didalam reaktor akan naik dari tekanan semula.
Oleh karena itu, konversi CO2 turun jika temperatur dan tekanan reaktor
rendah serta perbandingan mol NH3/CO2 rendah. Penurunan ini memperbesar
kandungan ammonium carbamate pada hasil reaksi sehingga akan memperbesar
beban high pressure decomposer, yang berarti memperbesar konsumsi steam
pemanas untuk dekomposisi ammonium carbamate.
Selain itu, penurunan konversi CO2 juga memperbesar kandungan CO2 dalam
larutan di high pressure absorber cooler. Jika kandungannya terlalu tinggi maka
keseimbangan dalam high pressure absorber akan hilang dan proses absorbsi
terganggu. Lolosnya CO2 bersama dengan NH3 dari top High Pressure Absorber
(HPA) membentuk ammonium carbamate padat yang akan menyumbat pipa dan
merusak peralatan dari carbon steel.
Di dalam sistem yang mengandung NH3, CO dan H2O, reaksi-reaksi kimia
yang mungkin berlangsung adalah :

2NH3 + CO2 NH2OCONH4 (ammonium carbamate) .... (22)


NH2OCONH4 NH2CONH2 (urea) + H2O......................... (23)
2NH2CONH2 NH2CONHCONH2 (biuret) + NH3.......... (24)

2.2.2.2. Unit Purifikasi Dekomposisi


Pada tahap ini, urea dipisahkan dari komponen-komponen hasil reaktor
berupa ammonium carbamate, excess ammonia, air dan biuret tersisa. Setelah
melewati kerangan pengatur let down valve yang berada di puncak reaktor, tekanan
menjadi 17 kg/cm2 dan temperatur 124°C, sebagian ammonium carbamate akan
34

terurai menjadi gas NH3 dan CO2. Campuran gas dan larutan yang keluar dari
reaktor di alirkan ke seksi purifikasi/dekomposisi untuk dipisahkan excess ammonia
dan ammonium carbamatenya dari urea.
Prinsip dari tahap dekomposisi ini ialah memanaskan dan menurunkan
tekanan, sehingga ammonium carbamate terurai menjadi gas-gas NH3 dan CO2,
seperti reaksi berikut ini:
NH2COONH4 2NH3 + CO2 ........................ (25)

Selama dekomposisi, urea dapat terhidrolisa seperti reaksi berikut:


a. High pressure decomposer /HPD
Campuran urea, ammonium carbamate dan gas-gas produk reaktor dengan
tekanan 17 kg/cm2 dan temperatur 124°C masuk ke bagian atas HPD melalui pipa
yang menjorok. Pipa tersebut mempunyai lubang-lubang kecil memanjang pada sisi
sebelah bawah, sehingga campuran tersebut akan memancar menyebabkan gas-gas
terpisah dan cairannya. Gas naik ke atas sedangkan larutan mengalir ke bawah.
Larutan mengalir ke bawah melalui empat buah sieve tray. Larutan dari sieve tray
ditampung oleh penyekat yang selanjutnya dialirkan menuju Falling Film Heater
(FFH) secara overflow melalui pipa down spot yang letaknya konsentris di pusat
penyekat.
Larutan mengalir ke bagian dalam tube-tube FFH melalui swirl yang
memungkinkan terbentuknya annulus cairan tipis dan turun kebawah secara
berputar pada permukaan dinding bagian dalam tube. Hal ini dapat memperkecil
waktu tinggal dalam tube pemanas sehingga pembentukan biuret dan hidrolisa urea
dapat ditekan.
Larutan yang tertampung di penyekat dipanaskan dahulu dalam reboiler yang
disebut Reboiler For High Pressure Decomposer (RFHPD). Steam pemanas di
bagian luar pipa dari FFH dan RFHPD adalah steam middle (SM) 12 Kg/cm2.
Larutan itu dikembalikan lagi ke ruang yang sama dimana excess ammonia dan gas
yang teruapkan digunakan untuk pemanasan sieve tray, perputaran larutan pada
reboiler berdasarkan azas thermo syphon. Udara anti korosi diinjeksikan ke reboiler
35

pada bagian atas dari reboiler dan ke ruangan antara penyekat FFH oleh air
compressor.
Ketika melalui empat buah sieve trays, larutan ammonium carbamate
terdekomposisi dan excess ammonia cair teruapkan karena kontak dengan
campuran gas panas yang berasal dari RFHPD dan falling film heater. Campuran
gas tersebut bertindak sebagai stripping agent terhadap larutan ammonium
carbamate. Panas penguraian dan panas penguapan didapat dari panas sensibel dan
panas kondensasi uap air pada sisi luar dari pipa pemanas. Hal ini mengurangi
konsumsi steam dan memungkinkan kandungan air tetap kecil dalam resirkulasi
ammonium carbamate. Perubahan secara mendadak, terutama jika temperatur naik
mengakibatkan up set operasi yang serius di HPD. Kenaikan temperatur disebabkan
oleh pengatur temperatur yang tak bekerja dengan baik atau karena permukaan
larutan yang tiba-tiba naik dapat menyebabkan beberapa kerugian, antara lain :
1. Pemisahan CO2 dan NH3 bertambah besar dan diikuti hidrolisa urea dan
pembentukan biuret meningkat pula.
2. Pemakaian steam di HPD bertambah besar, diikuti guncangan permukaan cairan
yang mengakibatkan up set campuran gas ke HPAC.
3. Laju korosi di reboiler akan meningkat.
Campuran gas yang telah dipisahkan di HPD, selanjutnya mengalir ke HPAC.
Larutan dari dasar HPD dialirkan ke puncak LPD setelah didinginkan terlebih
dahulu dalam tube bundel urea heat exchanger.

b. Low pressure decomposer / LPD


LPD terdiri dari ruang flashing pada bagian atas, empat sieve tray, penyekat,
packed bed rasching ring dan penampung larutan yang berada di bagian bawahnya.
Larutan dari HPD dengan tekanan 17 kg/cm2 dan temperatur 165°C, terus ke LPD
dengan cara yang sama dengan larutan dari reaktor memasuki HPD. Larutan yang
terdiri dari urea, ammonium carbamate dan sedikit ammonia bersama dengan
ammonium carbonate yang berasal dan Off Gas Absorber (OGA), turun melalui
empat buah sieve tray dan terjadi proses yang sama dengan di HPD. Setelah
melewati pipa konsetris larutan turun, memasuki packed bed berisi rasching ring.
36

Dari ruang penyekat sebagian larutan memasuki HE pada bagian luar dari tube
bundle, untuk dipanasi agar sisa gas ammonia bisa diuapkan. Sebagian lagi masuk
ke reboiler for low pressure decomposer (RFLPD). Di RFLPD terjadi proses seperti
di RFHPD. Steam pemanas di RFLPD adalah steam middle low (SML) 7 kg/cm2.
Pada tekanan 2,4 kg/cm2 dan temperatur antara 106°C -130°C, larutan berupa
ammonium carbamate yang turun dan packed bed tidak mudah terurai menjadi gas
ammonia, CO2 dan air, dimana tekanan total (2,4 kg/cm2) adalah jumlah dari
tekanan parsial ammonia, CO2 dan air. Agar ammonium carbamate terurai
dibutuhkan penambahan salah satu gas tersebut. Pada proses ini di bagian bawah
packed bed dipasang pipa yang bagian bawahnya mempunyai lobang distributor
(sparger pipe), untuk memasukkan CO2 sebagai stripping yang merubah
keseimbangan pada tekanan parsial dan gas CO2, sehingga ammonium carbamate
terurai menjadi gas ammonia, CO2 dan air. CO2 stripping yang dimasukkan ke pipa
sparger, pada tekanan dan temperatur tersebut tidak bereaksi dengan ammonium
carbamate, tapi bertindak menguraikan ammonium carbamate menjadi gas
ammonia dan CO2 bersama-sama naik ke atas melalui rasching ring.
Larutan yang turun kontak langsung dengan campuran gas panas dari bawah
secara counter current, sebagian larutan akan teruapkan dan naik ke atas. Saat
penguraian ammonium carbamate oleh CO2 terjadi panas dan mengakibatkan
sebagian dari air berubah menjadi uap dan ikut naik ke atas bersama-sama dengan
gas ammonia dan CO2. Untuk menyerap uap air tersebut perlu penyerap. Pada
proses ini dipakai ammonium karbonat yang berasal dari off gas absorber dengan
temperatur 45°C.
Gas-gas yang dipisahkan di LPD mengalir ke low pressure decomposer
(LPA). Sedangkan larutan dari bawah LPD dialirkan ke gas separator.

c. Gas separator
Tangki gas separator terbagi dua, bagian atas (gas separator) dan bagian
bawah (oxidizing column). Gas separator beroperasi di tekanan 0,3 kg/cm2 dan
temperatur 111°C. Oxidizing column beroperasi di tekanan atmosfer dan temperatur
92°C.
37

Larutan dari LPD memiliki tekanan 2,4 kg/cm2g dan temperatur 116°C
memasuki gas separator melalui pipa sparger yang menjorok keruang separator,
untuk dipisahkan campuran gas dengan larutan secara memancar. Campuran gas
menuju off gas condenser setelah melalui kerangan pengatur tekanan. Sedangkan
larutan turun melalui pipa yang berbentuk U menuju oxidizing column. Didalam
oxidizing column terdapat packed bed berisi rashcing ring. Larutan mengaliri
packed bed dan kontak dengan udara yang dihembuskan melalui pipa distributor
dibawah packed bed. Off gas circulating blower menghembuskan udara untuk
menghilangkan sisa ammonia dan CO2, juga untuk mengoksidasi logam-logam
yang ada dalam larutan. Kurangnya udara yang dihembus menyebabkan oksidasi
senyawa ferrous terlarut menjadi tidak sempurna, sehingga produk urea menjadi
tidak jernih.
Bila hembusan udara terlalu banyak, konsumsi steam pemanas yang berada
di bawah dan pipa distributor tersebut akan bertambah. Temperatur optimum dari
larutan urea di bawah oxidizing column adalah 92°C, temperatur mempengaruhi
kurang sempurnanya dekomposisi dan mempercepat laju hidrolisa urea.
Steam pemanas yang masuk ke tube bundle adalah steam low (SL) 4.0
kg/cm2. Campuran gas keluar dari oxidizing column dengan temperatur 103°C,
bergabung dengan campuran gas menuju off gas condenser. Larutan urea dari
bawah oxidizing column dipompakan melewati kerangan pengatur permukaan
menuju kristaliser.

2.2.2.3. Unit Recovery


Seksi recovery terbagi atas:
a. Recovery karbamat
Pada tahap ini, campuran gas NH3 dan CO2 hasil dari dekomposisi
dikembalikan ke reaktor dalam bentuk larutan ammonium carbamate. Gas-gas
gabungan yang keluar dari gas separator dan oxidizing column mengalami
kondensasi pada temperatur 60°C didalam shell side off gas condenser. Cairan yang
terbentuk ditampung didalam off gas absorbent tank dengan penambahan sedikit
kondensat untuk pengenceran. Sedangkan campuran gas yang tidak terkondensasi
38

di shell side off gas condenser dialirkan ke bawah off gas absorber. Off gas
absorber terdiri dari dua packed bed. Larutan absorber yang digunakan untuk
menyerap gas ammonia dan CO2 yang tersisa adalah :
1. Larutan ammonium carbonate encer dari off gas absorbent tank yang
diumpankan ke packed bed bagian atas off gas absorber setelah didinginkan
sampai suhu 36°C di shell side off gas absorber final cooler.
2. Larutan sirkulasi ammonium carbonate encer dari bawah off gas absorber
setelah didinginkan di dalam shell side off gas absorber cooler.
Pengendalian laju aliran absorber ammonium carbonat encer dilakukan oleh
pengatur permukaan sedangkan pengaturan temperatur operasi off gas absorber
dilakukan dengan mengatur laju air pendingin ke condenser. Kenaikan temperatur
menyebabkan banyak gas ammonia yang lolos dari puncak off gas absorber.
Sisa campuran gas dari off gas absorber dihembus ke bawah gas separator
oleh off gas circulating blower setelah ditambah udara pada bagian suction blower-
nya. Tekanan discharge diatur dengan jumlah penambahan udara luar yang masuk
ke suction blower dan control tekanan pada discharge. Larutan ammonium
carbonat encer dari bawah off gas absorber, selain disirkulasikan sebagai penyerap
ke packed bed bawah juga dialirkan ke dua aliran. Ke atas packed bed low pressure
absorber dan ke bagian atas dari sieve trays low pressure decomposer.
Campuran gas keluar dari puncak sieve trays low pressure decomposer,
memasuki low pressure absorber melalui pipa distributor yang memanjang di
bawah dari low pressure absorber. Gelembung campuran gas naik dan diserap oleh
larutan didalam low pressure absorber. Larutan yang berada di dalam low pressure
absorber berasal dari campuran larutan ammonium karbonat encer dari dasar off
gas absorber dan larutan induk dari mother liquor tank. Campuran gas yang tidak
terserap didalam low pressure absorber, memasuki scrubber dan naik melalui
rashing ring packed bed lalu diserap oleh ammonium karbonat dari off gas
absorber. Sedangkan larutan induk (mother liquor) masuk ke low pressure
absorber selain sebagai penyerap juga untuk mengembalikan biuret ke reaktor
untuk diproses kembali menjadi urea. Jumlah larutan induk ke low pressure
39

absorber diatur oleh pengatur flow. Jumlah larutan ammonium karbonat ke puncak
scrubber low pressure absorber diatur oleh pengatur flow. Steam kondensat
disiapkan untuk menjaga permukaan larutan di dalam low pressure absorber selalu
mantap. Temperatur dipertahankan pada 45°C dengan mengatur aliran air
pendingin. Tekanan 2,2 kg/cm2 diatur secara otomatis. Bila berlebih, gas sisa
dialirkan ke off gas absorber bergabung dengan gas sisa shell side off gas
condenser. Konsentrasi CO2 dalam larutan low pressure absorber dijaga sekitar
16% (2,5 liter CO2 dalam 25 cc larutan). Larutan ammonium carbamate dari Low
Pressure Absorber (LPA) dipompa ke atas dari packed bed yang terdapat di dalam
high pressure absorber. Sebelum memasuki High Pressure Absorber (HPA),
larutan tersebut ditambah ammonia cair dari ammonia reservoir dan melalui mixing
cooler baru kemudian masuk ke HPA.
Di dalam high pressure absorber cooler (HPAC) dan HPA semua gas CO2
dan HPD diserap seluruhnya menjadi ammonium carbamate. Larutan absorben
berasal dari LPA dan ammonia yang berasal dari ammonia recovery absorber.
Di bagian tengah drain separator (di bagian atas dari HPA), terdapat pipa
yang bagian atasnya terpasang vortex breaker dengan 3 blade yang melengkung.
Kabut gas ammonia, naik ke atas dan berputar karena melewati vortex breaker
tersebut sehingga uap air yang kemungkinan ikut dalam kabut gas ammonia
terlempar dan terpisah lalu tertampung di drain separator.
Dalam proses Total Recycle C Improved, salah satu faktor terpenting adalah
menjaga kondisi HPA semantap mungkin (temperatur; tekanan operasi; permukaan
larutan di HPAC dan konsentrasi CO2 dalam larutan di HPAC). Konsentrasi CO2
dalam ammonium carbamate harus selalu dijaga sekitar 30 %-35% atau 6,5 liter
CO2 dalam 25 cc larutan (hal ini untuk temperatur ambient 18°C, untuk Indonesia
dengan temperatur 29,5°C, konsentrasi CO2 adalah 7,5 liter dalam 25 cc larutan).
Temperatur puncak HPA diatur di bawah 50°C oleh adanya penguapan ammonia
cair pada bubble cap trays dengan menggunakan ammonia sebagai reflux.
Temperatur gas dari packed column dikontrol pada 60°C oleh penguapan
ammonia cair yang ditambahkan ke larutan recycle sebelum memasuki mixing
40

cooler. Temperatur HPAC dikontrol dan dijaga pada 100°C oleh tiga media
pendingin yang masuk ke bagian tube side dan HPAC tersebut. Ketiga media
pendingin itu ialah urea slurry, hot water dan cooling water.
Pengaturan temperatur dilakukan oleh pengatur temperatur yang terpasang
pada line keluar dari air pendingin tersebut. Temperatur solidifikasi (pembekuan)
ammonium carbamate ialah 91°C.

b. Recovery ammonia
Gas ammonia yang keluar dari puncak HPA, masuk ke shell side ammonia
condenser. Hampir semua gas ammonia terkondensasi di sana. Cairan ammonia
yang terbentuk oleh kondensasi tersebut turun ke bawah, masuk ke ammonia
reservoir.
Gas-gas yang tidak terkondensasi kebanyakan berupa gas inert yang ikut ke
urea plant bersama gas CO2, ammonia cair dan udara sisa yang dimasukkan ke
reaktor dan ke HPD / RHPD. Campuran gas inert dengan ammonia yang lepas dari
ammonia condenser mengalir ke ammonia recovery absorber.
Ammonia recovery absorber terdiri dari empat absorber bersusun seri ke atas
dengan dimensi yang mengecil. Campuran gas masuk absorber paling bawah
melalui pipa sparger yang terendam cairan. Gas ammonia yang tidak terserap di
ammonia recovery absorber naik melalui pipa masuk ke shell side ammonia
condenser, demikian seterusnya sampai ke ammonia recovery absorber. Sisa
ammonia di ammonia recovery absorber diserap dengan condensate yang
didinginkan di condensate cooler, sehingga membentuk ammonia cair yang turun
ke bawah secara over flow memasuki ammonia recovery absorber. Konsentrasi
Ammonia cair di ammonia recovery absorber adalah 70 % ammonia, 30 % air.
Ammonia yang terbentuk di ammonia recovery absorber kemudian
dipompakan untuk penyerap di HPA yang sebelumnya ditambah ammonia yang
berasal dari ammonia boost up pump dengan melewati pengatur flow. Gas inert
dibuang dari puncak ammonia recovery absorber dengan tekanan operasi 16,5
kg/cm2.
41

2.2.2.4. Unit Kristalisasi dan Pembutiran


Peralatan pada seksi kristalisasi adalah sebagai berikut :
1. Kristalisasi bagian bawah (crystallizer bottom part).
2. Kristalisasi bagian atas (crystallizer upper part)
3. Vacuum generator.
Sebuah pipa yang disebut barometric leg, menghubungkan crystallizer upper
dan crystallizer bottom. Kondisi vacuum terjadi di vacuum generator dengan
barometric condenser dan steam ejector tingkat I dan II. Larutan urea dari oxidizing
column dengan konsentrasi urea 73,9 % dipompakan memasuki kristalisasi bagian
bawah melalui inlet di bagian atasnya. Kristalisasi urea dilakukan dengan secara
vacuum, sehingga air akan menguap pada temperatur rendah.
Larutan urea ini bercampur dengan larutan urea jenuh yang turun dari
barometric leg crystallizer upper dan larutan urea dari sirkulasi oleh pompa.
Sebagian larutan dari tengah crystallizer bottom dipompakan memasuki tube side
HPAC sebagai penyerap panas, kemudian kembali ke crystallizer upper setelah
ditambah dengan larutan induk. Uap air tersedot oleh tekanan vacuum di steam
ejector menggunakan steam 12 kg/cm2. Kemudian uap air terkondensasi oleh air
yang besirkulasi melalui barometric condenser dan masuk ke sumur cooling tower
proses crystallizer. Vacuum concentrator bekerja pada tekanan vacuum 102 mmHg
absolut dan temperatur 72°C. Panas penguapan air didapat dari panas sensibel
larutan urea yang masuk dari gas separator, panas kristalisasi urea, panas dari
serapan panas urea yang besirkulasi di tube side HPAC dan panas hot water jacket.
Tekanan vacuum dan temperatur untuk kristalisasi diatur, sehingga urea yang keluar
mengandung kristal urea (density) 30 % ~ 35 % berat.
Larutan urea slurry dipompakan dari bawah crystallizer bottom, memasuki
prethickener lalu centrifuge, sebagian larutan kembali ke crystallizer bottom. Di
dalam pretickener terdapat kasa penyaring larutan urea dimana larutan pekat terus
turun ke centrifuge sedangkan larutan encer memasuki kasa dan turun ke mother
liquor tank. Kemudian di centrifuge, larutan urea pekat memasuki distributor
basket yang berputar. Dengan adanya gaya sentrifugal, larutan urea pekat menjadi
42

kristal urea karena air yang terdapat di larutan terlempar melewati distributor basket
lalu turun ke mother liquor. Selain berputar distributor basket juga bergerak maju
mundur, sehingga kristal urea terdorong ke depan memasuki lorong melingkar yang
dipasang tepat berada di depan basket. Di ujung basket dipasang alat pelucut kristal
urea yang disebut cake scrapper.
Urea yang terdorong ke lorong melingkar, disekrap dan karena gaya
sentrifugal memasuki pipa yang terpasang pada lorong melingkar tersebut, lalu
memasuki sebuah alat yang mempunyai lorong yang berputar kebawah (cake
catcher). Dimana sisi lain lorong tersebut dipanasi steam bertekanan 1 kg/cm2 yang
didapat dari penurunan steam 4 kg/cm2. Pengeringan kristal urea dimulai dari cake
catcher, lalu ke fluiding dryer untuk menguapkan airnya hingga menjadi 0,5 %
(maksimal).
Udara panas pengering di fluiding dryer diperoleh dari hembusan fan,
kemudian melalui air heater. Temperatur udara pemanas dijaga 100°. Kristal urea
yang kering terdorong ke atas bersama dengan udara panas memasuki pipa
pneumatic, menuju puncak prilling tower oleh isapan fan, diterima oleh empat buah
cyclone untuk dipisahkan dari udara panas yang membawanya. Keluar dari dasar
cyclone, kristal urea masuk melter melalui screw conveyor. Pneumatic line
memasuki cyclone pada bagian samping sedemikian rupa sehingga kristal urea
kering dengan konsentrasi 99,5% dan kandungan air 0,5% akan turun dengan
memutar pada dinding dalam cyclone karena gaya sentrifugal. Lalu menumpuk di
bagian bawah dari dust box cyclone. Karena adanya tumpukan urea, maka tekanan
vacuum yang menarik lempengan (trickle valve) yang dipasang di bagian bawah
Dust Box menjadi hilang disebabkan berat tumpukan urea. Trickle valve akan
membuka, urea turun ke screw conveyor, seterusnya masuk melter. Bila urea sudah
turun ke screw conveyor, vacuum terbentuk lagi di bagian bawah dust box, trickle
valve kembali menutup.
Udara panas dan debu urea yang terbawa dari cyclone menuju dust separator.
Debu urea ditangkap dengan air yang disemburkan dari spray nozzle yang dipasang
di atas dust separator, kemudian turun ke dust chamber. Kristal urea jatuh di atas
43

tube- tube peleleh yang terdapat di dalam melter. Steam medium yang bertekanan 7
kg/cm2 memasuki bagian dalam tube setelah melalui kerangan pengatur. Untuk
melelehkan kristal urea sampai ke inti kristal, di bagian bawah antara tube-tube
peleleh dipasang spacer rod, sehingga celah turun urea leleh kecil, dan pelelehan
menjadi sempurna.
Urea leleh (molten urea) turun dari inciter memasuki head tank, lalu masuk
ke acoustic granular dan dipancarkan keluar melalui lobang-lobang distributor
yang terdapat di bagian bawah acoustic granular. Temperatur outlet melter diatur
138°C. Bila temperatur mencapai 136°C maka urea leleh akan susah melewati
lobang distributor dan mengakibatkan acoustic granular tersumbat. Dan bila
temperatur melebihi 140°C maka urea akan berubah menjadi biuret.
Lelehan urea yang dipancarkan dari acoustic granular dengan temperatur
138°C, turun ke bawah dan didinginkan oleh hembusan udara dari fan. Udara
pendingin dari fan naik ke atas setelah melalui lobang-lobang distributor yang
terdapat pada fluidizing cooler. Butir-butir urea yang memadat didinginkan lagi di
fluidizing cooler sampai temperatur 40°C. Butir-butir urea turun dari fluidizing
cooler, dikirim ke tempat penyimpanan urea melalui belt conveyor, lalu masuk ke
trommol screen untuk memisahkan urea produk dari urea over size. Seterusnya
produk melalui belt conveyor yang dipasang peralatan untuk timbangan yang
disebut belt scale dengan peralatan timbangan.
Hembusan udara dan fan yang membawa debu-debu urea, sebelum keluar
dari dust chamber diserap ureanya dengan air yang disemprotkan di atas packed
bed diruang dust chamber. Udara keluar dari dust chamber karena isapan dari fan
yang berada diatas dust chamber.
Larutan 25% urea di dust chamber turun secara overflow dari dust chamber
ke bawah prilling tower dan ditampung di disolving tank. Seterusnya larutan urea
tersebut akan kembali lagi untuk didaur ulang dengan beberapa cara:
1. Dimasukkan ke mother liquor tank.
2. Dimasukkan ke line down stream dan line mother liquor ke LPA.
3. Dikirim ke carbamate tank, untuk dikirim ke seksi recovery.
44

2.3 Diagram Alir Proses

Diagram alir proses pabrik PT. Pupuk Sriwidjaja Palembang terdiri atas
diagram alir proses pabrik ammonia dan pabrik urea. Diagram alir proses tersebut
dapat dilihat pada Gambar 2.2. dan Gambar 2.3.

NH3

Gambar 2.2. Diagram Proses Pembuatan Ammonia


Sumber : dinas teknik proses PT. Pusri Palembang

Gambar 2.3. Diagram Proses Pembuatan Urea


Sumber : dinas teknik proses PT. Pusri Palembang

Anda mungkin juga menyukai