URAIAN PROSES
12
13
b. Air
Pada pabrik ammonia, air digunakan sebagai air umpan boiler (boiler feed
water) dan air pendingin (cooling water), dimana kebutuhan air tersebut diperoleh
dari Sungai Musi . Air tersebut diproses terlebih dahulu untuk menghilangkan
kation dan anion yang terdapat pada air, sehingga mempunyai kemurnian H2O yang
sangat tinggi.
Sifat-sifat fisik air dapat dilihat pada Tabel 2.3 berikut ini.
Berikut ini merupakan Tabel karakteristik dan komposisi air Sungai Musi
dapat dilihat pada Tabel 2.4.
Tabel 2.4 Karakteristik dan Komposisi Air Sungai Musi
Komponen Kuantitas Satuan
Ph 6,5 – 7,5
Komposisi
Turbiditas sebagai SiO2 49
P alkalinitas sebagai CaCO3 0
M alkalinitas sebagai CaCO3 19,4
Cl2 sebagai Cl- 3,4
Sulfat sebagai SO42- 4,2
Ammonia sebagai NH3 3,9 Ppm
Kesadahan Ca2+ 8,5
Kesadahan Mg2+ 6,4
Besi sebagai Fe 1,6
Padatan tersuspensi 42
Padatan terlarut 64
Minyak 7,7
Temperatur 28,5 ͦC
c. Udara
Pada pabrik ammonia, udara dibutuhkan untuk reaksi oksidasi di secondary
reformer, dimana kandungan Nitrogen (N2) dari udara sangat dibutuhkan dalam
membentuk produk ammonia. Udara diperoleh dari ambient (lingkungan sekitar).
Komposisi udara yang diambil disajikan pada Tabel 2.5.
Tabel 2.5 Komposisi udara
Komponen Kuantitas (% mol)
Nitrogen (N2) 78,084
Oksigen (O2) 20,947
Argon (Ar) 0,934
Karbondioksida (CO2) 0,03
Gas lainnya, ex : Ne, He, CH4, Kr, H2, Xe, O3, 0,003
Rd.
Sumber: Intruksi Operating Manual Pabrik Utilitas IB. 2019
Udara instrumen yang diambil dari udara bebas dengan compressor memiliki
spesifikasi seperti disajikan pada Tabel 2.6.
Tabel 2.6 Spesifikasi Udara Instrument
Analisa Nilai Satuan
Dew point -91,00 -
H2O 0,07 Ppm
Sumber: Intruksi Operating Manual Pabrik Utilitas IB. 2019
b. Katalis
Pada pabrik Pusri, katalis hanya digunakan pada pabrik ammonia karena
pabrik urea tidak memerlukan katalis dalam reaksinya. Jenis katalis yang digunakan
pada pabrik ammonia dapat dilihat pada Tabel 2.7.
Tabel 2.7 Jenis-jenis Katalis pada Pabrik Ammonia
a. Ammonia Cair
Spesifikasi ammonia cair yang digunakan disajikan pada Tabel 2.8.
Tabel 2.8 Spesifikasi Ammonia Cair pada Pabrik Urea
Analisa Kandungan Satuan
NH3 99,86 %
H2O 0,14 %
Oil 0,37 Ppm
Cl- 0,28 Ppm
Sumber: Intruksi Operating Manual Pabrik Ammonia IB. 2019
b. Gas CO2
Spesifikasi gas carbondioksida yang digunakan disajikan pada Tabel 2.9.
Tabel 2.9 Spesifikasi Gas CO2 pada Pabrik Urea
Analisa Nilai Satuan
CO2 99,10 % Vol
H2S 0,01 Ppm
Sumber: Intruksi Operating Manual Pabrik Ure IB. 2019
b. Air Demin
Spesifikasi air demin yang digunakan disajikan pada Tabel 2.11.
Tabel 2.11 Spesifikasi Air Demin pada Pabrik Urea
Analisa Nilai Satuan
Ph 6 Unit
Conductivity 100 mS/cm
SiO2 (low silica ) 0,00 Ppm
Sumber: Urea P-IB, 2019
c. Air Pendingin
Spesifikasi cooling water yang digunakan disajikan pada Tabel 2.12.
Tabel 2.12 Spesifikasi Cooling Water pada Pabrik urea
Analisa Nilai Satuan
pH 7,8 Unit
Conductivity 2500 mS/cm
PO4 7 – 15 Ppm
Chlorine 0,2 – 0,5 Ppm
Turbidity <10 NTU
Sumber: Utilitas P-IB, 2019
d. Udara Instrumen
Spesifikasi udara instrumen yang digunakan disajikan pada Tabel 2.13.
Tabel 2.13 Spesifikasi Udara Instrumen pada Pabrik Urea
Analisa Nilai Satuan
Dew point -91,00 -
H2O 0,07 Ppm
Sumber: Utilitas P-IB, 2019
f. Nitrogen
Spesifikasi nitrogen sebagai bahan baku disajikan pada Tabel 2.15.
Tabel 2.15 Spesifikasi Nitrogen yang Digunakan Pada Pabrik Urea
Spesifikasi Kuantitas Satuan
Tekanan 4 Kg/cm2
o
Temperatur 28 C
Komposisi
NOx 10 (maks) Ppm
O2 300 (maks) Ppm
Sumber: Urea P-IB, 2019
g. Listrik
Pada setiap pabrik, penyediaan listrik dibagi menjadi 4 bagian, yaitu :
a. Motor
1. Di atas 1500 Kw : 13,8 kV, 3 fasa, dan frekuensi 50 Hz
2. Di atas 110 kW-1500 kW : 2,4 kV, 3 fasa, dan frekuensi 50 Hz
3. Antara 0.5 kW-110 kW : 480 V, 3 fasa, dan frekuensi 50 Hz
4. Di bawah 0.5 kW : 115 atau 250 , 1 fasa, frekuensi 50 Hz
b. Penerangan : Spesifikasinya 220 V, 1 fasa, dan frekuensi 50 Hz.
c. Sistem pengontrol : Spesifikasinya 110 V, tegangan AC.
d. Instrumentasi : Spesifikasinya 110 V, 1 fasa, dan frekuensi 50 Hz.
Gas umpan dari sistem pemisahan air dibagi dua arah. Aliran pertama menuju
shell side feed gas exchanger, dimana gas bertukar panas dengan flashed gas
sedangkan gas bertukar panas dengan hidrokarbon berat cair di aliran kedua yaitu
tube side feed gas exchanger. Hidrokarbon berat berbentuk gas dipakai sebagai fuel
gas tambahan sedangkan yang masih tetap cair dikirim ke burning pit.
Reaksi pada absorber dilakukan pada tekanan tinggi dan temperatur rendah
(25 kg/cm2, 93˚C) karena kelarutan gas lebih tinggi pada tekanan tinggi.
Reaksi yang terjadi di Stripper 202-E adalah :
2KHCO3 K2CO3 + H2O + CO2 ...................................... (6)
Reaksi pada Stripper dilakukan pada tekanan rendah dan temperatur tinggi
(1,43 kg/cm2, 129˚C) karena mempermudah melepas kandungan gas yang terlarut
dalam larutan.
b. Secondary reformer
Secondary reformer berfungsi untuk menyempurnakan reaksi pada primary
reformer dan juga untuk mendapatkan N2 yang akan digunakan sebagai bahan baku
ammonia.
Gas yang telah di-reforming sebagian masuk ke secondary reformer melalui
bagian atas dan diarahkan ke bawah melewati diffuser ring untuk masuk ke
combustion zone. Dalam proses ini, panas diperoleh dengan membakar gas alam itu
sendiri dan langsung mencampurkan gas alam dengan udara yang masuk melalui
burner nozzle sehingga terjadi pembakaran. Reaksi yang terjadi di dalam
combustion zone adalah :
2H2 + O2 2H2O ΔH0 = - 571,6 kj/mol ....... (13)
Kemudian gas dilewatkan melalui bed katalis nikel yang disangga oleh
alumina, sedangkan alumina disangga susunan batu yang melengkung di bagian
atas outlet secondary reformer untuk menyempurnakan reaksi reforming sampai
kandungan metana tersisa maksimal 0,35% mol berat kering (desain). Gas keluaran
secondary reformer masih bertemperatur tinggi (sekitar 980˚C).
b. Methanator
Gas proses keluar dari CO2 absorber masih mengandung CO dan CO2 dengan
kadar CO 0,35% dan CO2 0,1%. Penghilangan senyawa ini disempurnakan di
methanator, dimana dengan mengubah CO dan CO2 dicampuran syn-gas menjadi
CH4 sebelum diumpankan ke dalam ammonia converter menggunakan katalis nikel
(Ni) sebagai berikut:
CO + 3H2 CH4 + H2O ΔH0 = - 285,8 kj/mol ........ (16)
CO2 + 4H2 CH4 + 2H2O ΔH0 = + 965,6 kj/mol ....... (17)
Kedua reaksi di atas adalah reaksi eksotermis, dimana menyebabkan kenaikan
suhu sebesar 72°C setiap % mol CO dan 64°C setiap % mol CO2. Gas sintesa keluar
dari methanator dengan kandungan CO dan CO2 < 10 ppm kemudian dikirim ke
tahap sintesa ammonia.
b. Sintesa Ammonia
Gas dari compressor mengandung ammonia. Hal ini menganggu
kesetimbangan di ammonia converter. Untuk itu ammonia dipisahkan dari
campuran gas dengan mendinginkan gas tersebut agar ammonianya mencair dan
dipisahkan dalam ammonia separator. Gas yang masih tercampur ammonia
didinginkan dalam heat exchanger dengan media pendingin cooling water sampai
suhu 38°C. Pendinginan dilanjutkan pada ammonia heat exchanger dengan media
pendingin ammonia refrigerant. Sebelum masuk ammonia converter, gas
dipanaskan dulu sehingga suhu naik dari -25°C menjadi 150°C.
Ammonia converter berisi kira-kira 75 m3 promoted iron catalyst. Katalis
ditempatkan dalam internal basket yang di desain terdiri dari 4 catalyst bed yang
terpisah didalam converter. Makin kebawah, volume catalyst bed makin besar. Hal
ini bertujuan untuk membatasi panas eksotermis pada bed yang lebih atas (yang
reaksinya berlangsung lebih cepat), sehingga temperatur converter dapat dijaga.
Selain itu untuk mengontrol temperatur converter, digunakan juga bypass converter
inter cooler dan penggunaan aliran gas quench yang masuk catalyst bed.
Temperatur converter kira-kira 350°C-500°C dan tekanan 130 kg/cm2-150
kg/cm2, sehingga gas sintesa yang mengandung H2 dan N2 yang melewati katalis
akan berubah menjadi ammonia. Konsentrasi ammonia dalam gas yang keluar dari
bed terakhir ammonia converter kira-kira 16%. Gas yang tidak terkonversi
dikembalikan ke converter untuk mendapatkan produksi maksimal. Gas yang
keluar dari converter didinginkan dengan pertukaran panas oleh boiler feed water
dan gas yang masuk converter, sebelum masuk ke compressor untuk kembali ke
converter.
29
Sebelum gas recycle yang ditambah gas sintesa baru (make up) kembali ke
converter, gas didinginkan sampai -25°C untuk mengkondensasikan ammonia yang
terbentuk. Pembuangan gas terus menerus atau purge pada tekanan tinggi dijaga
untuk menghilangkan kelebihan inert dan sys-gas loop. Purge gas didinginkan
sampai temperatur -25°C untuk mengambil ammonianya dan kemudian purge gas
dikirim ke PGRU untuk diambil hidrogennya. Jika gas inert tinggi konsentrasinya
akan mengakibatkan produksi ammonia berkurang. Reaksi yang terjadi :
N2 + 3H2 2NH3 ΔH0 = -92,22 kj/mol ......... (18)
Pendingin dalam sistem refrigerasi ditempatkan agar dapat dimanfaatkan
secara maksimal. Liquid ammonia yang diterima dari area syn-loop masuk ke flash
drum tingkat 1, dari sini ammonia sudah bisa diambil sebagai produk yang cold (-
33˚C) yang dikirim ke storage. Vapour yang ada beserta gas terlarut ditarik oleh
compressor, begitu juga untuk tingkat yang lain. Discharge compressor
didinginkan oleh cooler, sehingga ammonia menjadi liquid dan ditampung di Knock
Out (K.O) drum. Sebagian ammonia yang masih terikut didinginkan lagi dan
dikembalikan ke K.O drum, sedangkan vapournya dikirim ke PGRU bersama Low
Pressure (LP) purge gas. Kemudian diambil produk hot ammonia (30˚C) untuk
dikirim ke pabrik urea dan sebagian lagi di letdown ke flash drum tingkat 3 sehingga
temperaturnya turun dan gas inert juga terlepas, begitu seterusnya sampai tingkat
satu sambil dimanfaatkan untuk mendinginkan chiller-chiller.
Pembentukan biuret dapat ditekan dengan adanya excess ammonia dan waktu
tinggal yang singkat, sedangkan penurunan tekanan akan mengurangi pembentukan
ammonium carbamate (memperkecil konversi CO2), sedangkan kenaikan tekanan
sangat berbahaya terhadap kekuatan dan ketahanan reaktor. Temperatur top reaktor
dijaga agar tetap pada 198°C maksimum 200°C. Temperatur rendah pada reaktor
dapat menurunkan konversi ammonium carbamate. Tetapi jika temperatur melebihi
200°C, dinding reaktor akan terkorosi dengan cepat. Begitu juga tekanan
keseimbangan dan campuran reaksi didalam reaktor akan naik dari tekanan semula.
Oleh karena itu, konversi CO2 turun jika temperatur dan tekanan reaktor
rendah serta perbandingan mol NH3/CO2 rendah. Penurunan ini memperbesar
kandungan ammonium carbamate pada hasil reaksi sehingga akan memperbesar
beban high pressure decomposer, yang berarti memperbesar konsumsi steam
pemanas untuk dekomposisi ammonium carbamate.
Selain itu, penurunan konversi CO2 juga memperbesar kandungan CO2 dalam
larutan di high pressure absorber cooler. Jika kandungannya terlalu tinggi maka
keseimbangan dalam high pressure absorber akan hilang dan proses absorbsi
terganggu. Lolosnya CO2 bersama dengan NH3 dari top High Pressure Absorber
(HPA) membentuk ammonium carbamate padat yang akan menyumbat pipa dan
merusak peralatan dari carbon steel.
Di dalam sistem yang mengandung NH3, CO dan H2O, reaksi-reaksi kimia
yang mungkin berlangsung adalah :
terurai menjadi gas NH3 dan CO2. Campuran gas dan larutan yang keluar dari
reaktor di alirkan ke seksi purifikasi/dekomposisi untuk dipisahkan excess ammonia
dan ammonium carbamatenya dari urea.
Prinsip dari tahap dekomposisi ini ialah memanaskan dan menurunkan
tekanan, sehingga ammonium carbamate terurai menjadi gas-gas NH3 dan CO2,
seperti reaksi berikut ini:
NH2COONH4 2NH3 + CO2 ........................ (25)
pada bagian atas dari reboiler dan ke ruangan antara penyekat FFH oleh air
compressor.
Ketika melalui empat buah sieve trays, larutan ammonium carbamate
terdekomposisi dan excess ammonia cair teruapkan karena kontak dengan
campuran gas panas yang berasal dari RFHPD dan falling film heater. Campuran
gas tersebut bertindak sebagai stripping agent terhadap larutan ammonium
carbamate. Panas penguraian dan panas penguapan didapat dari panas sensibel dan
panas kondensasi uap air pada sisi luar dari pipa pemanas. Hal ini mengurangi
konsumsi steam dan memungkinkan kandungan air tetap kecil dalam resirkulasi
ammonium carbamate. Perubahan secara mendadak, terutama jika temperatur naik
mengakibatkan up set operasi yang serius di HPD. Kenaikan temperatur disebabkan
oleh pengatur temperatur yang tak bekerja dengan baik atau karena permukaan
larutan yang tiba-tiba naik dapat menyebabkan beberapa kerugian, antara lain :
1. Pemisahan CO2 dan NH3 bertambah besar dan diikuti hidrolisa urea dan
pembentukan biuret meningkat pula.
2. Pemakaian steam di HPD bertambah besar, diikuti guncangan permukaan cairan
yang mengakibatkan up set campuran gas ke HPAC.
3. Laju korosi di reboiler akan meningkat.
Campuran gas yang telah dipisahkan di HPD, selanjutnya mengalir ke HPAC.
Larutan dari dasar HPD dialirkan ke puncak LPD setelah didinginkan terlebih
dahulu dalam tube bundel urea heat exchanger.
Dari ruang penyekat sebagian larutan memasuki HE pada bagian luar dari tube
bundle, untuk dipanasi agar sisa gas ammonia bisa diuapkan. Sebagian lagi masuk
ke reboiler for low pressure decomposer (RFLPD). Di RFLPD terjadi proses seperti
di RFHPD. Steam pemanas di RFLPD adalah steam middle low (SML) 7 kg/cm2.
Pada tekanan 2,4 kg/cm2 dan temperatur antara 106°C -130°C, larutan berupa
ammonium carbamate yang turun dan packed bed tidak mudah terurai menjadi gas
ammonia, CO2 dan air, dimana tekanan total (2,4 kg/cm2) adalah jumlah dari
tekanan parsial ammonia, CO2 dan air. Agar ammonium carbamate terurai
dibutuhkan penambahan salah satu gas tersebut. Pada proses ini di bagian bawah
packed bed dipasang pipa yang bagian bawahnya mempunyai lobang distributor
(sparger pipe), untuk memasukkan CO2 sebagai stripping yang merubah
keseimbangan pada tekanan parsial dan gas CO2, sehingga ammonium carbamate
terurai menjadi gas ammonia, CO2 dan air. CO2 stripping yang dimasukkan ke pipa
sparger, pada tekanan dan temperatur tersebut tidak bereaksi dengan ammonium
carbamate, tapi bertindak menguraikan ammonium carbamate menjadi gas
ammonia dan CO2 bersama-sama naik ke atas melalui rasching ring.
Larutan yang turun kontak langsung dengan campuran gas panas dari bawah
secara counter current, sebagian larutan akan teruapkan dan naik ke atas. Saat
penguraian ammonium carbamate oleh CO2 terjadi panas dan mengakibatkan
sebagian dari air berubah menjadi uap dan ikut naik ke atas bersama-sama dengan
gas ammonia dan CO2. Untuk menyerap uap air tersebut perlu penyerap. Pada
proses ini dipakai ammonium karbonat yang berasal dari off gas absorber dengan
temperatur 45°C.
Gas-gas yang dipisahkan di LPD mengalir ke low pressure decomposer
(LPA). Sedangkan larutan dari bawah LPD dialirkan ke gas separator.
c. Gas separator
Tangki gas separator terbagi dua, bagian atas (gas separator) dan bagian
bawah (oxidizing column). Gas separator beroperasi di tekanan 0,3 kg/cm2 dan
temperatur 111°C. Oxidizing column beroperasi di tekanan atmosfer dan temperatur
92°C.
37
Larutan dari LPD memiliki tekanan 2,4 kg/cm2g dan temperatur 116°C
memasuki gas separator melalui pipa sparger yang menjorok keruang separator,
untuk dipisahkan campuran gas dengan larutan secara memancar. Campuran gas
menuju off gas condenser setelah melalui kerangan pengatur tekanan. Sedangkan
larutan turun melalui pipa yang berbentuk U menuju oxidizing column. Didalam
oxidizing column terdapat packed bed berisi rashcing ring. Larutan mengaliri
packed bed dan kontak dengan udara yang dihembuskan melalui pipa distributor
dibawah packed bed. Off gas circulating blower menghembuskan udara untuk
menghilangkan sisa ammonia dan CO2, juga untuk mengoksidasi logam-logam
yang ada dalam larutan. Kurangnya udara yang dihembus menyebabkan oksidasi
senyawa ferrous terlarut menjadi tidak sempurna, sehingga produk urea menjadi
tidak jernih.
Bila hembusan udara terlalu banyak, konsumsi steam pemanas yang berada
di bawah dan pipa distributor tersebut akan bertambah. Temperatur optimum dari
larutan urea di bawah oxidizing column adalah 92°C, temperatur mempengaruhi
kurang sempurnanya dekomposisi dan mempercepat laju hidrolisa urea.
Steam pemanas yang masuk ke tube bundle adalah steam low (SL) 4.0
kg/cm2. Campuran gas keluar dari oxidizing column dengan temperatur 103°C,
bergabung dengan campuran gas menuju off gas condenser. Larutan urea dari
bawah oxidizing column dipompakan melewati kerangan pengatur permukaan
menuju kristaliser.
di shell side off gas condenser dialirkan ke bawah off gas absorber. Off gas
absorber terdiri dari dua packed bed. Larutan absorber yang digunakan untuk
menyerap gas ammonia dan CO2 yang tersisa adalah :
1. Larutan ammonium carbonate encer dari off gas absorbent tank yang
diumpankan ke packed bed bagian atas off gas absorber setelah didinginkan
sampai suhu 36°C di shell side off gas absorber final cooler.
2. Larutan sirkulasi ammonium carbonate encer dari bawah off gas absorber
setelah didinginkan di dalam shell side off gas absorber cooler.
Pengendalian laju aliran absorber ammonium carbonat encer dilakukan oleh
pengatur permukaan sedangkan pengaturan temperatur operasi off gas absorber
dilakukan dengan mengatur laju air pendingin ke condenser. Kenaikan temperatur
menyebabkan banyak gas ammonia yang lolos dari puncak off gas absorber.
Sisa campuran gas dari off gas absorber dihembus ke bawah gas separator
oleh off gas circulating blower setelah ditambah udara pada bagian suction blower-
nya. Tekanan discharge diatur dengan jumlah penambahan udara luar yang masuk
ke suction blower dan control tekanan pada discharge. Larutan ammonium
carbonat encer dari bawah off gas absorber, selain disirkulasikan sebagai penyerap
ke packed bed bawah juga dialirkan ke dua aliran. Ke atas packed bed low pressure
absorber dan ke bagian atas dari sieve trays low pressure decomposer.
Campuran gas keluar dari puncak sieve trays low pressure decomposer,
memasuki low pressure absorber melalui pipa distributor yang memanjang di
bawah dari low pressure absorber. Gelembung campuran gas naik dan diserap oleh
larutan didalam low pressure absorber. Larutan yang berada di dalam low pressure
absorber berasal dari campuran larutan ammonium karbonat encer dari dasar off
gas absorber dan larutan induk dari mother liquor tank. Campuran gas yang tidak
terserap didalam low pressure absorber, memasuki scrubber dan naik melalui
rashing ring packed bed lalu diserap oleh ammonium karbonat dari off gas
absorber. Sedangkan larutan induk (mother liquor) masuk ke low pressure
absorber selain sebagai penyerap juga untuk mengembalikan biuret ke reaktor
untuk diproses kembali menjadi urea. Jumlah larutan induk ke low pressure
39
absorber diatur oleh pengatur flow. Jumlah larutan ammonium karbonat ke puncak
scrubber low pressure absorber diatur oleh pengatur flow. Steam kondensat
disiapkan untuk menjaga permukaan larutan di dalam low pressure absorber selalu
mantap. Temperatur dipertahankan pada 45°C dengan mengatur aliran air
pendingin. Tekanan 2,2 kg/cm2 diatur secara otomatis. Bila berlebih, gas sisa
dialirkan ke off gas absorber bergabung dengan gas sisa shell side off gas
condenser. Konsentrasi CO2 dalam larutan low pressure absorber dijaga sekitar
16% (2,5 liter CO2 dalam 25 cc larutan). Larutan ammonium carbamate dari Low
Pressure Absorber (LPA) dipompa ke atas dari packed bed yang terdapat di dalam
high pressure absorber. Sebelum memasuki High Pressure Absorber (HPA),
larutan tersebut ditambah ammonia cair dari ammonia reservoir dan melalui mixing
cooler baru kemudian masuk ke HPA.
Di dalam high pressure absorber cooler (HPAC) dan HPA semua gas CO2
dan HPD diserap seluruhnya menjadi ammonium carbamate. Larutan absorben
berasal dari LPA dan ammonia yang berasal dari ammonia recovery absorber.
Di bagian tengah drain separator (di bagian atas dari HPA), terdapat pipa
yang bagian atasnya terpasang vortex breaker dengan 3 blade yang melengkung.
Kabut gas ammonia, naik ke atas dan berputar karena melewati vortex breaker
tersebut sehingga uap air yang kemungkinan ikut dalam kabut gas ammonia
terlempar dan terpisah lalu tertampung di drain separator.
Dalam proses Total Recycle C Improved, salah satu faktor terpenting adalah
menjaga kondisi HPA semantap mungkin (temperatur; tekanan operasi; permukaan
larutan di HPAC dan konsentrasi CO2 dalam larutan di HPAC). Konsentrasi CO2
dalam ammonium carbamate harus selalu dijaga sekitar 30 %-35% atau 6,5 liter
CO2 dalam 25 cc larutan (hal ini untuk temperatur ambient 18°C, untuk Indonesia
dengan temperatur 29,5°C, konsentrasi CO2 adalah 7,5 liter dalam 25 cc larutan).
Temperatur puncak HPA diatur di bawah 50°C oleh adanya penguapan ammonia
cair pada bubble cap trays dengan menggunakan ammonia sebagai reflux.
Temperatur gas dari packed column dikontrol pada 60°C oleh penguapan
ammonia cair yang ditambahkan ke larutan recycle sebelum memasuki mixing
40
cooler. Temperatur HPAC dikontrol dan dijaga pada 100°C oleh tiga media
pendingin yang masuk ke bagian tube side dan HPAC tersebut. Ketiga media
pendingin itu ialah urea slurry, hot water dan cooling water.
Pengaturan temperatur dilakukan oleh pengatur temperatur yang terpasang
pada line keluar dari air pendingin tersebut. Temperatur solidifikasi (pembekuan)
ammonium carbamate ialah 91°C.
b. Recovery ammonia
Gas ammonia yang keluar dari puncak HPA, masuk ke shell side ammonia
condenser. Hampir semua gas ammonia terkondensasi di sana. Cairan ammonia
yang terbentuk oleh kondensasi tersebut turun ke bawah, masuk ke ammonia
reservoir.
Gas-gas yang tidak terkondensasi kebanyakan berupa gas inert yang ikut ke
urea plant bersama gas CO2, ammonia cair dan udara sisa yang dimasukkan ke
reaktor dan ke HPD / RHPD. Campuran gas inert dengan ammonia yang lepas dari
ammonia condenser mengalir ke ammonia recovery absorber.
Ammonia recovery absorber terdiri dari empat absorber bersusun seri ke atas
dengan dimensi yang mengecil. Campuran gas masuk absorber paling bawah
melalui pipa sparger yang terendam cairan. Gas ammonia yang tidak terserap di
ammonia recovery absorber naik melalui pipa masuk ke shell side ammonia
condenser, demikian seterusnya sampai ke ammonia recovery absorber. Sisa
ammonia di ammonia recovery absorber diserap dengan condensate yang
didinginkan di condensate cooler, sehingga membentuk ammonia cair yang turun
ke bawah secara over flow memasuki ammonia recovery absorber. Konsentrasi
Ammonia cair di ammonia recovery absorber adalah 70 % ammonia, 30 % air.
Ammonia yang terbentuk di ammonia recovery absorber kemudian
dipompakan untuk penyerap di HPA yang sebelumnya ditambah ammonia yang
berasal dari ammonia boost up pump dengan melewati pengatur flow. Gas inert
dibuang dari puncak ammonia recovery absorber dengan tekanan operasi 16,5
kg/cm2.
41
kristal urea karena air yang terdapat di larutan terlempar melewati distributor basket
lalu turun ke mother liquor. Selain berputar distributor basket juga bergerak maju
mundur, sehingga kristal urea terdorong ke depan memasuki lorong melingkar yang
dipasang tepat berada di depan basket. Di ujung basket dipasang alat pelucut kristal
urea yang disebut cake scrapper.
Urea yang terdorong ke lorong melingkar, disekrap dan karena gaya
sentrifugal memasuki pipa yang terpasang pada lorong melingkar tersebut, lalu
memasuki sebuah alat yang mempunyai lorong yang berputar kebawah (cake
catcher). Dimana sisi lain lorong tersebut dipanasi steam bertekanan 1 kg/cm2 yang
didapat dari penurunan steam 4 kg/cm2. Pengeringan kristal urea dimulai dari cake
catcher, lalu ke fluiding dryer untuk menguapkan airnya hingga menjadi 0,5 %
(maksimal).
Udara panas pengering di fluiding dryer diperoleh dari hembusan fan,
kemudian melalui air heater. Temperatur udara pemanas dijaga 100°. Kristal urea
yang kering terdorong ke atas bersama dengan udara panas memasuki pipa
pneumatic, menuju puncak prilling tower oleh isapan fan, diterima oleh empat buah
cyclone untuk dipisahkan dari udara panas yang membawanya. Keluar dari dasar
cyclone, kristal urea masuk melter melalui screw conveyor. Pneumatic line
memasuki cyclone pada bagian samping sedemikian rupa sehingga kristal urea
kering dengan konsentrasi 99,5% dan kandungan air 0,5% akan turun dengan
memutar pada dinding dalam cyclone karena gaya sentrifugal. Lalu menumpuk di
bagian bawah dari dust box cyclone. Karena adanya tumpukan urea, maka tekanan
vacuum yang menarik lempengan (trickle valve) yang dipasang di bagian bawah
Dust Box menjadi hilang disebabkan berat tumpukan urea. Trickle valve akan
membuka, urea turun ke screw conveyor, seterusnya masuk melter. Bila urea sudah
turun ke screw conveyor, vacuum terbentuk lagi di bagian bawah dust box, trickle
valve kembali menutup.
Udara panas dan debu urea yang terbawa dari cyclone menuju dust separator.
Debu urea ditangkap dengan air yang disemburkan dari spray nozzle yang dipasang
di atas dust separator, kemudian turun ke dust chamber. Kristal urea jatuh di atas
43
tube- tube peleleh yang terdapat di dalam melter. Steam medium yang bertekanan 7
kg/cm2 memasuki bagian dalam tube setelah melalui kerangan pengatur. Untuk
melelehkan kristal urea sampai ke inti kristal, di bagian bawah antara tube-tube
peleleh dipasang spacer rod, sehingga celah turun urea leleh kecil, dan pelelehan
menjadi sempurna.
Urea leleh (molten urea) turun dari inciter memasuki head tank, lalu masuk
ke acoustic granular dan dipancarkan keluar melalui lobang-lobang distributor
yang terdapat di bagian bawah acoustic granular. Temperatur outlet melter diatur
138°C. Bila temperatur mencapai 136°C maka urea leleh akan susah melewati
lobang distributor dan mengakibatkan acoustic granular tersumbat. Dan bila
temperatur melebihi 140°C maka urea akan berubah menjadi biuret.
Lelehan urea yang dipancarkan dari acoustic granular dengan temperatur
138°C, turun ke bawah dan didinginkan oleh hembusan udara dari fan. Udara
pendingin dari fan naik ke atas setelah melalui lobang-lobang distributor yang
terdapat pada fluidizing cooler. Butir-butir urea yang memadat didinginkan lagi di
fluidizing cooler sampai temperatur 40°C. Butir-butir urea turun dari fluidizing
cooler, dikirim ke tempat penyimpanan urea melalui belt conveyor, lalu masuk ke
trommol screen untuk memisahkan urea produk dari urea over size. Seterusnya
produk melalui belt conveyor yang dipasang peralatan untuk timbangan yang
disebut belt scale dengan peralatan timbangan.
Hembusan udara dan fan yang membawa debu-debu urea, sebelum keluar
dari dust chamber diserap ureanya dengan air yang disemprotkan di atas packed
bed diruang dust chamber. Udara keluar dari dust chamber karena isapan dari fan
yang berada diatas dust chamber.
Larutan 25% urea di dust chamber turun secara overflow dari dust chamber
ke bawah prilling tower dan ditampung di disolving tank. Seterusnya larutan urea
tersebut akan kembali lagi untuk didaur ulang dengan beberapa cara:
1. Dimasukkan ke mother liquor tank.
2. Dimasukkan ke line down stream dan line mother liquor ke LPA.
3. Dikirim ke carbamate tank, untuk dikirim ke seksi recovery.
44
Diagram alir proses pabrik PT. Pupuk Sriwidjaja Palembang terdiri atas
diagram alir proses pabrik ammonia dan pabrik urea. Diagram alir proses tersebut
dapat dilihat pada Gambar 2.2. dan Gambar 2.3.
NH3