Anda di halaman 1dari 18

LAPORAN PENDAHULUAN

HIPERBILIRUBIN PADA NEONATUS


Disusun guna memenuhi tugas Praktek Klinik Keperawatan Anak
Dosen Pembimbing : Welas Haryati, S.Pd., S.Kep., MMR

DISUSUN OLEH :
NOFITA SARI
P1337420218136
2C

KEMENTRIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTRIAN KESEHATAN SEMARANG
PROGRAM STUDI D III PURWOKERTO
2020
LAPORAN PENDAHULUAN

HIPERBILIRUBIN PADA NEONATUS

A. KONSEP DASAR
1. Definisi
Hiperbilirubin didefinisikan sebagai kadar bilirubin serum total
≥5mg/dL, ditandai dengan kuning pada kulit, konjungtiva, dan mukosa.
Secara fisiologis, kadar bilirubin akan meningkat setelah lahir, lalu
menetap dan selanjutnya menurun setelah usia 7 hari (Felicia: 2019).
2. Etiologi
Etiologi ikterus yang sering ditemukan ialah: hiperbilirubinemia
fisiologik, inkompabilitas golongan darah ABO dan Rhesus, breast milk
jaundice, infeksi, bayi dari ibu penyandang diabetes melitus, dan
polisitemia/hiperviskositas. Etiologi yang jarang ditemukan yaitu:
defisiensi G6PD, defisiensi piruvat kinase, sferositosis kongenital,
sindrom LuceyDriscoll, penyakit Crigler-Najjar, hipotiroid, dan
hemoglobinopati (Stevry: 2018)
3. Patofisiologi
Bilirubin diproduksi dalam sistem retikuloendotelial sebagai
produk akhir dari katabolisme heme dan terbentuk melalui reaksi oksidasi
reduksi. Pada langkah pertama oksidasi, biliverdin terbentuk dari heme
melalui kerja heme oksigenase, dan terjadi pelepasan besi dan karbon
monoksida. Besi dapat digunakan kembali, sedangkan karbon monoksid
diekskresikan melalui paru-paru. Biliverdin yang larut dalam air direduksi
menjadi bilirubin yang hampir tidak larut dalam air dalam bentuk
isomerik (oleh karena ikatan hidrogen intramolekul). Bilirubin tak
terkonjugasi yang hidrofobik diangkut dalam plasma, terikat erat pada
albumin.
Bila terjadi gangguan pada ikatan bilirubin tak terkonjugasi dengan
albumin baik oleh faktor endogen maupun eksogen (misalnya
obatobatan), bilirubin yang bebas dapat melewati membran yang
mengandung lemak (double lipid layer), termasuk penghalang darah otak,
yang dapat mengarah ke neurotoksisitas. Bilirubin yang mencapai hati
akan diangkut ke dalam hepatosit, dimana bilirubin terikat ke ligandin.
Masuknya bilirubin ke hepatosit akan meningkat sejalan dengan
terjadinya peningkatan konsentrasi ligandin. Konsentrasi ligandin
ditemukan rendah pada saat lahir namun akan meningkat pesat selama
beberapa minggu kehidupan. Bilirubin terikat menjadi asam glukuronat di
retikulum endoplasmik retikulum melalui reaksi yang dikatalisis oleh
uridin difosfoglukuronil transferase (UDPGT). Konjugasi bilirubin
mengubah molekul bilirubin yang tidak larut air menjadi molekul yang
larut air. Setelah diekskresikan kedalam empedu dan masuk ke usus,
bilirubin direduksi dan menjadi tetrapirol yang tak berwarna oleh mikroba
di usus besar. Sebagian dekonjugasi terjadi di dalam usus kecil proksimal
melalui kerja B-glukuronidase. Bilirubin tak terkonjugasi ini dapat
diabsorbsi kembali dan masuk ke dalam sirkulasi sehingga meningkatkan
bilirubin plasma total. Siklus absorbsi, konjugasi, ekskresi, dekonjugasi,
dan reabsorbsi ini disebut sirkulasi enterohepatik. Proses ini berlangsung
sangat panjang pada neonatus, oleh karena asupan gizi yang terbatas pada
hari-hari pertama kehidupan (Stevry: 2018).
4. Pathway

Penyakit hemolitik Obat-obatan: Salisilat Gangguan fungsi hepar

Hemolisis difisiensi Jumlah bilirubin yang akan Jaundice ASI (pregnanediol)


diangkut ke hati berkurang

Pembentukan bilirubin
Defisiensi G-6-PD
bertambah

Konjugasi bilirubin indirek


menjadi bilirubin direk lebih
rendah

Bilirubin indirek meningkat

Hiperbilirubinemia

Dalam jaringan ekstravaskular Otak


(kulit, konjuntiva, mukosa, dan
alat tubuh lain)
Kernikterus

Kecemasan Ikterus
orangtua/keluarga
Resiko injuri internal

Fototerapi Kurang informasi ke


orangtua

Resiko gangguan
integritas kulit Persepsi yang salah

Kurang pengetahuan
orangtua/keluarga
5. Manifestasi klinik
Sebagian besar kasus hiperbilirubinemia tidak berbahaya, tetapi
kadang-kadang kadar bilirubin yang sangat tinggi bisa menyebabkan
kerusakan otak (Kernicterus). Gejala klinis yang tampak ialah rasa
kantuk, tidak kuat menghisap ASI/susu formula, muntah, opistotonus,
mata terputar-putar keatas, kejang, dan yang paling parah bisa
menyebabkan kematian. Efek jangka panjang Kern icterus ialah retardasi
mental, kelumpuhan serebral, tuli, dan mata tidak dapat digerakkan ke
atas (Stevry: 2018).
6. Komplikasi
a. Retardasi mental – kerusakan neurologis
b. Gangguan pendengaran dan penglihatan
c. Kematian
d. Kernikterus
7. Pemeriksaan penunjang
a. Pemeriksaan Visual
Semua bayi baru lahir harus secara rutin dilakukan pemeriksaan visual
untuk timbulnya gejala ikterik. Evaluasi ikterik dikerjakan setiap hari
sejak lahir dan dengan cara menekan bagian dahi, midsternum, atau di
lutut/pergelangan kaki untuk memperlihatkan warna kulit dan jaringan
subkutan. Ikterik akan terlihat pada awalnya di bagian muka dan akan
menyebar secara kaudal ke badan dan ekstremitas. Hasil pemeriksaan
dapat dikuantifikasi menjadi grade 1 hingga 5 dengan metode Kramer.
Pemeriksaan ini perlu dilakukan dalam ruangan yang terang atau di
siang hari dengan membuka jendela. Apabila ditemukan bayi kuning
secara visual, dianjurkan untuk melakukan konfirmasi kadar bilirubin,
baik secara invasif, non invasif, maupun kurang invasif seperti yang
dipaparkan di bawah ini.
b. Pemeriksaan Serum Total Bilirubin Invasif
Pemeriksaan baku emas untuk serum bilirubin adalah pemeriksaan
metode invasif yang memerlukan fasilitas laboratorium khusus. High
Performance Liquid Chromatography (HPLC) adalah baku emas,
tetapi karena teknisnya sangat kompleks maka hanya digunakan untuk
tujuan penelitian. Metode reaksi Diazo atau spektrofotometri direk
adalah baku emas untuk penggunaan klinis. Setelah diketahui ikterik
secara visual, pemeriksaan serum bilirubin perlu dilakukan. Besaran
nilai bilirubin yang didapat lalu diplot terhadap kurva American
Academy of Pediatrics (AAP). Metode pemeriksaan ini mempunyai
beberapa kendala, yaitu membutuhkan sampel darah 1 ml, dibutuhkan
tenaga laboratorium khusus sehingga waktu tunggu hasil keluar
berkisar 4 jam atau lebih.
c. Pemeriksaan Bilirubin non-invasif
Metode pemeriksaan bilirubin non invasif yang dikenal saat ini adalah
alat bilirubinometer transkutan (TcB). Alat ini bekerja dengan prinsip
spektrofotometer dan mengukur cahaya yang dipantulkan dari warma
kulit dan diambil dari bagian bawah sternum. Bilirubinometer
transkutan merupakan metode yang akurat dan tidak invasif sehingga
dapat menjadi alternatif pemeriksaan bilirubin neonatus.20
Kelemahan dari TcB yaitu tidak dapat digunakan ketika pasien dalam
fototerapi atau terpapar sinar matahari. Beberapa penelitian
melaporkan hasil pemeriksaan bilirubin yang tidak akurat dan
konsisten apabila bilirubin total lebih besar dari 15mg/dl. Dengan
demikian, secara umum TcB cukup menjanjikan karena
meminimalisir pengambilan darah, dapat digunakan sebagai
pemeriksaan universal, dan tetap akurat dengan kadar bilirubin di
bawah 15mg/dl (Rinawati: 2018).
d. Metode pemeriksaan kurang invasif, Bilistick
Bilistick merupakan sistem pemeriksaan yang sederhana, cepat, tidak
membutuhkan reagen, dan dapat mengukur kadar serum bilirubin total
hingga 30mg/dl dan hematokrit 25% - 65%. Cara pemeriksaannya
yaitu, Pertama, strip uji dimasukkan ke dalam mesin pembaca dan
proses kalibrasi akan dijalankan. Teteskan sampel darah kapiler
sebanyak 25uL ke dalam strip lalu tekan tombol “M”. Mesin akan
melakukan analisis pengukuran kadar bilirubin serum total. Setelah
kurang lebih 90 detik hasil bilirubin akan muncul di mesin (Rinawati:
2018).
8. Penatalaksanaan
a. Fisioterapi
Fototerapi dapat digunakan tunggal atau dikombinasi dengan transfusi
pengganti untuk menurunkan bilirubin. Bila neonatus dipapar dengan
cahaya berintensitas tinggi, tindakan ini dapat menurunkan bilirubin
dalam kulit. Secara umum, fototerapi harus diberikan pada kadar
bilirubin indirek 4-5 mg/dl. Neonatus yang sakit dengan berat badan
kurang dari 1000 gram harus difototerapi bila konsentrasi bilirubin 5
mg/dl. Beberapa pakar mengarahkan untuk memberikan fototerapi
profilaksis 24 jam pertama pada bayi berisiko tinggi dan berat badan
lahir rendah.
b. Intravena immunoglobin (IVIG)
Pemberian IVIG digunakan pada kasus yang berhubungan dengan
faktor imunologik. Pada hiperbilirubinemia yang disebabkan ole
inkompatibilitas golongan darah ibu dan bayi, pemberian IVIG dapat
menurunkan kemungkinan dilakukannya transfusi tukar.
c. Tranfusi pengganti
Transfusi pengganti digunakan untuk mengatasi anemia akibat
eritrosit yang rentan terhadap antibodi erirtosit maternal;
menghilangkan eritrosit yang tersensitisasi; mengeluarkan bilirubin
serum; serta meningkatkan albumin yang masih bebas bilirubin dan
meningkatkan keterikatannya dangan bilirubin.
d. Penghentian ASI
Pada hiperbilirubinemia akibat pemberian ASI, penghentian ASI
selama 24-48 jam akan menurunkan bilirubin serum. Mengenai
pengentian pemberian ASI (walaupun hanya sementara) masih
terdapat perbedaan pendapat.
e. Terapi medikamentosa
Phenobarbital dapat merangsang hati untuk menghasilkan enzim yang
meningkatkan konjugasi bilirubin dan mengekskresikannya. Obat ini
efektif diberikan pada ibu hamil selama beberapa hari sampai
beberapa minggu sebelum melahirkan. Penggunaan phenobarbital post
natal masih menjadi pertentangan oleh karena efek sampingnya
(letargi). Coloistrin dapat mengurangi bilirubin dengan
mengeluarkannya melalui urin sehingga dapat menurunkan kerja
siklus enterohepatika.

B. KONSEP KEPERAWATAN
1. Pengkajian
a. Riwayat orang tua:
Ketidakseimbangan golongan darah ibu dan anak seperti Rh,
ABO,Polisitemia, Infeksi, Hematoma, Obstruksi Pencernaan dan ASI.
b. Pemeriksaan Fisik:
Kuning, Pallor Konvulsi, Letargi, Hipotonik, menangis
melengking,refleks menyusui yang lemah, Iritabilitas.
c. Pengkajian Psikososial:
Dampak sakit anak pada hubungan dengan orang tua, apakah orangtua
merasa bersalah, masalah Bonding, perpisahan dengan anak.
d. Pengetahuan Keluarga meliputi:
Penyebab penyakit dan pengobatan, perawatan lebih lanjut,
apakahmengenal keluarga lain yang memiliki yang sama, tingkat
pendidikan,kemampuan mempelajari Hiperbilirubinemia
2. Diagnosa Keperawatan
a. Risiko/defisit volume cairan berhubungan dengan tidak
adekuatnyaintake cairan, serta peningkatan Insensible Water Loss
(IWL) dandefikasi sekunder fototherapi.
b. Risiko/gangguan integritas kulit berhubungan dengan ekskresi
bilirubin, efek fototerapi
c. Risiko hipertermi berhubungan dengan efek fototerapi
d. Gangguan parenting (perubahan peran orang tua) berhubungan dengan
perpisahan dan penghalangan untuk gabung.
e. Kecemasan meningkat berhubungan dengan therapi yang diberikan
pada bayi.
f. Risiko tinggi injury berhubungan dengan efek fototherapi
g. Risiko tinggi komplikasi (trombosis, aritmia, gangguan
elektrolit,infeksi) berhubungan dengan tranfusi tukar.
3. Intervensi
a. Risiko/defisit volume cairan berhubungan dengan tidak
adekuatnyaintake cairan, serta peningkatan Insensible Water Loss
(IWL) dandefikasi sekunder fototherapi.
Tujuan dan kriteria Intervensi Rasional
hasil
Setelah diberikan 1. Kaji reflek hisap 1. mengetahui
bayi
tindakan perawatan kemampuan
selama 3x24 hisap bayi
jamdiharapkan tidak
terjadi deficit 2. Beri minum per 2. menjamin
volume cairan oral/menyusui keadekuatan
dengan kriteria : bila reflek hisap intake
1. Jumlah intake adekuat
dan output
3. mengetahui
seimbang 3. Catat jumlah
kecukupan intake
2. Turgor kulit intake dan
baik, tanda vital output ,
dalam batas frekuensi dan
normal konsistensi
3. Penurunan BB faeces
tidak lebih dari
4. turgor menurun,
4. Pantau turgor
10 % BB suhu meningkat
kulit, tanda- HR meningkat
adalahtanda-
tanda vital (
tanda dehidrasi
suhu, HR )
setiap 4 jam

5. Timbang BB
setiap hari
5. mengetahui
kecukupan cairan
dan nutrisi

b. Risiko/gangguan integritas kulit berhubungan dengan ekskresi


bilirubin, efek fototerapi
Tujuan dan kriteria Intervensi Rasional
hasil
Setelah diberikan 1. Kaji warna 1. mengetahui
tindakan perawatan kulit tiap 8 adanya
selama 3x24 jam perubahan
jamdiharapkan warna kulit.
tidak terjadi 2. Ubah posisi 2. mencegah
gangguan integritas setiap 2 jam penekanan kulit
kulit dengan pada daerah
kriteria: tertentu
1. Tidak terjadi dalamwaktu
decubitus lama

3. Masase
2. Kulit bersih 3. melancarkan
daerah yang
dan lembab peredaran darah
menonjol
sehingga
mencegah luka
tekandi daerah
tersebut
4. Jaga
4. mencegah lecet
kebersihan
kulit bayi dan
berikan baby
oil atau lotion
pelembab
5. Kolaborasi
5. untuk mencegah
untuk
pemajanan sinar
pemeriksaan
yang terlalu
kadar
lama
bilirubin, bila
kadar
bilirubinturun
menjadi 7,5
mg%
fototerafi
dihentikan

c. Risiko hipertermi berhubungan dengan efek fototerapi.


Tujuan dan kriteria Intervensi Rasional
hasil
Setelah diberikan 1. Observasi 1. suhu terpantau
tindakan perawatan suhu tubuh ( secara rutin
selama 3x24 jam aksilla ) setiap
diharapkantidak 4 - 6 jam
terjadi hipertermi
dengan kriteria suhu 2. Matikan 2. mengurangi
aksilla stabil antara lampu pajanan sinar
36,5-37 ̊ C sementara bila sementara
terjadi
kenaikan
suhu, dan
berikankompr
es dingin serta
ekstra minum

3. Kolaborasi
dengan dokter
bila suhu tetap
tinggi

4. Memberi
terapi lebih
dini atau
mencari
penyebab lain
dari
hipertermi

d. Gangguan parenting (perubahan peran orang tua) berhubungan


dengan perpisahan dan penghalangan untuk gabung
Tujuan dan kriteria Intervensi Rasional
hasil
Setelah diberikan 1. Bawa bayi ke 1. mempererat
tindakan ibu untuk kontak sosial ibu
perawatan selama disusui dan bayi
3x24 jam
diharapkanorang 2. Buka tutup 2. untuk stimulasi
tua dan bayi mata saat sosial dengan ibu
menunjukan disusui
3. mempererat
tingkah laku
3. Anjurkan kontak dan
“Attachment” ,
orangtua stimulasi sosial
orang tuadapat
untuk
mengekspresikan
mengajak
ketidak mengertian
bicara
proses Bounding
anaknya

4. Libatkan 4. meningkatkan
orang tua peran orangtua
dalam untuk merawat
perawatan bayi
bila
memungkink
an

5. Dorong orang
5. mengurangi
tua
beban psikis
mengekspresi
orangtua
kan
perasaannya

e. Kecemasan meningkat berhubungan dengan therapi yang diberikan


pada bayi
Tujuan dan kriteria Intervensi Rasional
hasil
Setelah diberikan 1. Kaji 1. mengetahui
penjelasan selama pengetahuan tingkat
2x15 menit keluarga pemahaman
diharapkan tentang keluarga tentang
orangtua penyakit penyakit
menyatakan pasien
mengerti tentang 2. Beri 2. Meningkatkan
perawatan bayi pendidikan pemahaman
hiperbilirubin kesehatan tentang keadaan
dankooperatif penyebab penyakit
dalam perawatan. dari kuning,
proses terapi
dan
perawatanny
a
3. meningkatkan
3. Beri
tanggung jawab
pendidikan
dan peran orang
kesehatan
tua dalamerawat
mengenai
bayi
cara
perawatan
bayi dirumah

f. Risiko tinggi injury berhubungan dengan efek fototherapi


Tujuan dan Intervensi Rasional
kriteria hasil
Setelah diberikan 1. Tempatkan 1. mencegah
tindakan neonatus pada iritasi yang
perawatan selama jarak 40-45 cm berlebihan
3x24 jam dari sumber
diharapkantidak cahaya
terjadi injury 2. Biarkan 2. mencegah
akibat fototerapi neonatus dalam paparan sinar
(misal; keadaan pada daerah
konjungtivitis, telanjang, yang sensitif
kerusakan kecuali pada
jaringan kornea) mata dandaerah
genetal serta
bokong ditutup
dengan kain
yang dapat
memantulkan
cahaya usahakan
agar penutup
mata tidak
menutupi hidung
dan bibir
3. Matikan lampu, 3. pemantauan
buka penutup dini terhadap
mata untuk kerusakan
mengkaji daerah mata.
adanyakonjungti
vitis tiap 8 jam
4. Buka penutup 4. memberi
mata setiap akan kesempatan
disusukan pada bayi
untuk kontak
mata dengan
ibu
5. Ajak bicara dan 5. memberi rasa
beri sentuhan aman pada bayi
setiap
memberikan
perawatan
g. Risiko tinggi komplikasi (trombosis, aritmia, gangguan
elektrolit,infeksi) berhubungan dengan tranfusi tukar
Tujuan dan Intervensi Rasional
kriteria hasil
Setelah 1. Catat kondisi 1. menjamin
dilakukan umbilikal jika keadekuatan
tindakan vena umbilikal akses vaskuler
perawatan yang digunakan
selama 1x24 2. Basahi 2. mencegah trauma
jamdiharapkan umbilikal pada vena
tranfusi tukar dengan NaCl umbilical
dapat dilakukan selama 30
tanpa menit sebelum
komplikasi melakukantinda
3. mencegah
kan
aspirasi
3. Puasakan
neonatus 4 jam
4. mencegah
sebelum
hipotermi
tindakan
4. Pertahankan
suhu tubuh
sebelum,
selama dan
setelah
5. mencegah
prosedur
tertukarnya darah
5. Catat jenis
dan reaksi
darah ibu dan
tranfusi yang
Rhesus
berlebihan
memastikan
darah yang
akanditranfusik
an adalah darah
segar

6. Pantau tanda- 6. Meningkatkan


tanda vital, kewaspadaan
adanya terhadap
perdarahan, komplikasi dan
gangguan dapatmelakukan
cairan tindakan lebih
danelektrolit, dini
kejang selama
dan sesudah
tranfusi

7. Jamin
7. dapat melakukan
ketersediaan
tindakan segera
alat-alat
bila terjadi
resusitatif
kegawatan
DAFTAR PUSTAKA

Mathindas, Stevry, dkk. 2018. Hiperbilirubineia pada Neonatus. Jurnal Biomedik,


Volume 5, Nomor 1, Suplemen, Maret 2013, hlm. S4-10.

Rohsiswatmo, Rinawati & Radian Amandhito. 2018. Hiperbilirubinemia pada


Neonatus >35 Minggu di Indonesia: Pemeriksaan dan Tatalaksana Terkini.
Sari Pediatri, Vol. 20, No. 2, Agustus 2018.

Wijaya, Felicia Anita & I Wayan Bikin Suryawan. 2019. Faktor risiko kejadian
hiperbilirubinemia pada neonatus di ruang perinatologi RSUD Wangaya
Kota Denpasar. Medicina, 2019, Volume 50, Number 2: 357364.

Anda mungkin juga menyukai