Anda di halaman 1dari 35

TUGAS KONSEP DASAR KEPERAWATAN II

KONSEP BERPIKIR KRITIS DALAM KEPERAWATAN

Kelompok 1

Nama Anggota :

Aldo Andrian Pratama Wahyu Rahimi Zarti


Arizon Alfath Zakiyatuz Zuhrah
Dinda Pratiwi Zilfa Azima Putri
Mutiara Dwi Alvidsha

Dosen Pembimbing :

Hj.Reflita.SKM.M.Kes

PRODI SARJANA TERAPAN KEPERAWATAN

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN RI PADANG

2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur penyusun panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat dan
hidayah-Nya, sehingga penyusun dapat menyelesaikan makalah ini dengan baik dan tepat
waktu. Makalah yang berjudul “Konsep Berpikir Kritis Dalam Keperawatan”, disusun untuk
memenuhi tugas mata kuliah Konsep Dasar Keperawatan II yang di bimbing oleh Ibu.
Hj.Reflita.SKM.M.Kes
Penyusun menyadari sepenuhnya bahwa penyusunan makalah ini tidak dapat
terselesaikan tanpa adanya bantuan dari bebagai pihak. Untuk itu penyusun mengucapkan
terima kasih kepada
1. Yth. Hj.Reflita.SKM.M.Kes selaku Dosen Pembimbing
2. Yth. Pada kedua orang tua atas segala restu dan do`anya.
3. Teman-teman atas segala motivasi dan dorongannya.
Penyusun menyadari sepenuhnya bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan
dari segi isi maupun bentuk. Oleh karena itu, penyusun memohon sumbang saran dan kritik
konstruktif dari berbagai pihak terutama dari dosen pembimbing mata kuliah Konsep Dasar
Keperawatan II untuk kesempurnaan dalam pembuatan makalah yang akan datang.
Akhirnya penyusunan berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita,
khususnya bagi masyarakat luas.

Padang, 31 Januari 2020

Penyusun
DAFTAR ISI

Kata Pengantar................................................................................................................i
Daftar Isi........................................................................................................................ii
Bab 1 Pendahuluan...........................................................................................................1
1.1. Latar Belakang..............................................................................................1
1.2. Rumusan Masalah.........................................................................................1
1.3. Tujuan.........................................................................................................2
1.4. Manfaat……………………………………………………..…………………......2
Bab 2 Pembahasan..........................................................................................................3
2.1. Pengertian Berpikir Kritis.............................................................................3
2.2. Komponen Berpikir Kritis…………………....................................................4
2.3. Pengukuran Berpikir Kritis……………………...............................................5
2.4. Elemen Berpikir Kritis……..........................................................................6
2.5. Indikator Berpikir Kritis...............................................................................7
2.6. Model Berpikir Kritis…………………………………...……………..…………7
2.7. Analisa Berpikir Kritis……………………………..……………………………..8
2.8. Latar Belakang BerpikirKritis…………………………………………………..10
2.9. Karakteristik Berpikir Kritis………………………………………………….....14
2.10. Cara Berpikir Kritis………………………………………………………..…..16
2.11. Model Dari Berikir Kritis…………………………………………………..….20
2.12. Hak Dan Kewajiban Perawat…………………………………………………..22
2.13. Hak Dan Wewenang Dokter……………………………...………………...….25
2.14. Kolaborasi Antara Perawat Dan Dokter…………………………….…………28
2.15. Contoh Kasus…………………………………………………………………..30
Bab 3 Penutup..............................................................................................................33
3.1. Kesimpulan.................................................................................................34
3.2. Saran..........................................................................................................34
Daftar Pustaka..............................................................................................................35
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Dalam keperawatan, berpikir kritis adalah suatu kemampuan bagaimana perawat
mampu berpikir dengan sistematis dan menerapkan standar intelektual untuk menganalisis
proses berpikir. Berpikir kritis dalam keperawatan adalah suatu komponen penting dalam
mempertanggung jawabkan profesionalisme dan kualitas pelayanan asuhan keperawatan.
Berpikir kritis merupakan pengujian rasional terhadap ide, pengaruh, asumsi, prinsip,
argumen, kesimpulan, isu, pernyataan, keyakinan, dan aktivitas (Bandman dan Bandman,
1988)
Berpikir bukan suatu proses statis, tetapi selalu berubah secara konstan dan dinamis
dalam setiap hari atau setiap waktu. Tindakan keperawatan membutuhkan proses berpikir,
oleh karena itu sangat penting bagi perawat untuk mengerti berpikir secara umum. Pemikir
kritis dalam praktik keperawatan adalah seseorang yang mempunyai keterampilan
pengetahuan untuk menganalisis, menerapkan standar, mencari informasi, menggunakan
alasan rasional, memprediksi, dan melakukan transformasi pengetahuan. Pemikir kritis dalam
keperawatan menghasilkan kebiasaan-kebiasaan baik dalam berpikir, yaitu: yakin,
kontekstual, perspektif, kreatif, fleksibel, integritas intelektual, intuisi, berpikir terbuka,
refleksi, inquisitiviness, dan perseverance.
Menurut Wilkinson (1992), karakteristik berpikir kritis dalam keperawatan pada
prinsipnya merupakan suatu kesatuan dari berpikir (thinking), merasakan (feeling), dan
melakukan (doing). Mengingat profesi perawat merupakan profesi yang langsung berhadapan
dengan nyawa manusia, maka dalam menjalankan aktivitasnya, perawat menggunakan
perpaduan antara thingking, feeling, dan doing secara konprehensif dan bersinergi. Perawat
menerapkan keterampilan berpikir dengan menggunakan pengetahuan dari berbagai subjek
dan lingkungannya, menangani perubahan yang berasal dari stresor lingkungan, dan membuat
keputusan penting.

1.2. Rumusan Masalah


1. Apa pengertian dari berpikir kritis dalam keperawatan?
2. Apa yang melatar belakangi berpikir kritis dalam keperawatan?
3. Apa karakteristik dari berpikir kritis?
4. Bagaimana cara berpikir kritis yang baik?
5. Apa sajalah model dari berpikir kritis?

1.3. Tujuan

1.3.1 Tujuan Umum

Untuk memenuhi tugas mata kuliah Konsep Dasar Keperawatan II

1.3.2 Tujuan Khusus

1. Mengetahui definisi dari berfikir kritis


2. Mengetahui komponen,indikator,dan pengukuran dari berfikir kritis
3. Mengetahui model berpikir kritis dalam keperawatan
4. Mengetahui analisa berpikir kritis
5. Mengetahui hak dan kewajiban perawat
6. Mengetahui hak dan wewenang dokter
7. Mengetahui definisi tekanan darah
8. Mengetahui kolaborasi antara perawat dan dokter
9. Mengetahui contoh kasus yang menerapkan berpikir kritis
10. Mengetahui pembahasan mengenai kasus tersebut

1.4 Manfaat

Dapat mengetahui dan memberikan contoh berpikir kritis dalam keperawatan.


BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Berpikir Kritis


Berpikir kritis adalah proses mental untuk menganalisis atau mengevaluasi informasi.
Informasi tersebut didapatkan dari hasil pengamatan, pengalaman, akal sehat, atau
komunikasi. Berpikir bukan merupakan sebuah proses statis; berpikir dapat berubah setiap
hari hari atau bahkan setiap jam. Karna berpikir sangat dinamis (berubah secara konstan) dan
karena semua tindakan keperawatan memerlukan pemikiran, maka penting untuk memahami
secara umum. Penting juga untuk memahami gaya dan pola unik seseorang serta
mengidentifikasi tentang apa yang membantu seseorang untuk dapat berpikir lebih baik.
Dalam 10 menit sebelum anda mulai membaca teks ini, anda mungkin telah berpikir,
“apakah saya harus membaca sekarang atau menonton TV?” “apakah saya harus berbaring di
tempat tidur atau duduk dikursi?” “apakah saya harus menggunakan stabilo atau saya hanya
membaca saja?” anda memikirkan jawabannya untuk setiap pertanyaan tersebut. Bagaimana
anda memikirkan jawaban tersebut? Apakah anda mengingat perkataan guru anda bahwa
konsentrasi akan meningkat jika anda duduk dekat meja? Apakah anda berbaring di atas
tempat tidur karena anda selalu berbaring di atas tempat tidur ketika sedang belajar? Apakah
anda mempertimbangkan semua pilihan dan berpikir mengenai keuntungan dan kerugiannya
sebelum memutuskan model belajar yang anda gunakan?
Setiap pilihan ini atau kombinasinya memerlukan model berpikir yang berbeda. Anda
mungkin bergantung pada kebiasaan masalalu atau situasi belajar dilihat sebagai suatu
masalah yang harus diselesaikan. Mungkin anda memutuskan untuk melakukan suatu hal
baru atau berbeda, seperti membaca sembari mengayuh sepeda statis dan mendengarkan
musik. Semua tindakan yang anda lakukan memerlukan pemikiran, tetapi tidak semua
pemikiran sama. Jika anda seperti sebagian besar masyarakat, anda tidak menghabiskan
banyak waktu untuk memikirkan tentang cara berpikir yang berbeda. Anda bahkan mungkin
tidak berpikir bahwa memikirkan cara berpikir adalah hal penting. Kami percaya bahwa itu
penting. Semakin baik anda memahami cara berpikir anda, semakin mudah untuk
mengembangkan dan memelihara cara berpikir anda dalam keperawatan.
Dalam keperawatan, berpikir kritis adalah suatu kemampuan bagaimana perawat
mampu berpikir dengan sistematis dan menerapkan standar intelektual untuk menganalisis
proses berpikir. Berpikir kritis dalam keperawatan adalah suatu komponen penting dalam
mempertanggung jawabkan profesionalisme dan kualitas pelayanan asuhan keperawatan.

2.2 Komponen Berpikir Kritis

Komponen berpikir kritis terdiri atas standar yang harus ada dalam berpikir kritis dan
elemennya. Menurut Bassham (2002) komponen berpikir kritis mencakup aspek kejelasan,
ketepatan, ketelitian, relevansi, konsistensi, kebenaran logika, kelengkapan dan kewajaran.
sedangkan menurut Paul dan Elder (2002) selain aspek–aspek yang telah dikemukakan oleh
Bassham perlu ditambahkan dengan aspek keluasan kemaknaan dan kedalaman dari berpikir
kritis.

Pendapat mengenai komponen berpikir kritis juga sangat bervariasi. Para ahli
membuat konsensus tentang komponen inti berpikir kritis seperti interpretasi, analisi,
evaluasi, inference, explanation dan self regulation (APPA, 1990).

Definisi dari masing–masing komponen tersebut adalah :

1) interpretasi, kemampuan untuk mengerti dan menyatakan arti atau maksud suatu
pengalaman yang bervariasi luas, situasi, data, peristiwa, keputusan, konvesi, kepercayaan,
aturan, prosedur atau kriteria.

2) Analysis, kemampuan untuk mengidentifikasi maksud dan kesimpulan yang benar di


dalam hubungan antara pernyataan, pertanyaan, konsep, deskripsi atau bentuk pernyataaan
yang diharapkan untuk manyatakan kepercayaan, keputusan, pengalaman, alasan, informasi
atau pendapat.

3) evaluasi, kemampuan untuk menilai kredibilitas pernyataan atau penyajian lain dengan
menilai atau menggambarkan persepsi seseorang, pengalaman, situasi, keputusan,
kepercayaan dan menilai kekuatan logika dari hubungan inferensial yang diharapkan atau
hubungan inferensial yang aktual diantara pernyataan, deskripsi, pertanyaan atau bentuk–
bentuk representasi yang lain.
4) inference, kemampuan untuk mengidentifikasi dan memilih unsur-unsur yang diperlukan
untuk membentuk kesimpulan yang beralasan atau untuk membentuk hipotesis dengan
memperhatikan informasi yang relevan.

5) explanation, kemampuan untuk menyatakan hasil proses reasoning seseorang, kemampuan


untuk membenarkan bahwa suatu alasan berdasar bukti, konsep, metodologi, suatu kriteria
tertentu dan pertimbangan yang masuk akal, dan kemampuan untuk mempresentasikan alasan
seseorang berupa argumentasi yang meyakinkan.

6) Self- regulation, kesadaran seseorang untuk memonitor proses kognisi dirinya, elemen–
elemen yang digunakan dalam proses berpikir dan hasil yang dikembangkan, khususnya
dengan mengaplikasikan ketrampilan dalam menganalisis dan mengevaluasi kemampuan diri
dalam mengambil kesimpulan dengan bentuk pertanyaan, konfirmasi, validasi atau koreksi
terhadap alasan dan hasil berpikir (APPA, 1990).

2.3 Pengukuran Berpikir Kritis

Pengukuran berpikir kritis yang baik adalah pengukuran yang mampu mengukur
komponen–komponen berpikir kritis yang akan diukur, penggabungan metode merupakan
cara terbaik untuk mendapatkan gambaran kemampuan berpikir kritis yang cukup valid dari
seseorang individu, selain itu validitas dan realibilitas alat ukur tersebut juga harus
diperhatikan ketika memilih alat ukur yang mencakup content validity, concurrent validity,
reliabilitas dan fairness.

Secara umum pengukuran berpikir kritis ada 4 cara : pertama dengan cara observasi
kinerja seseorang selama suatu kegiatan. Observasi dilakukan dengan mengacu pada
komponen berpikir kritis yang akan diukur, kemudian observer menyimpulkan bagaimana
tingkat berpikir kritis individu yang diobservasi tersebut. Cara kedua dengan mengukur
outcome dari komponen- komponen berpikir kritis yang telah diberikan. Ketiga dengan
mengajukan pertanyaan dan menerima penjelasan seseorang mengenai prosedur dan
keputusan yang mereka ambil terkait dengan komponen berpikir kritis yang akan diukur.
Keempat dengan cara membandingkan outcome suatu komponen berpikir kritis dengan cara
berpikir kritis lainnya. Tidak ada petunjuk baku mengenai masing–masing cara, yang
terpenting adalah menentukan apakah cara pengukuran yang kita pilih mampu menggali
komponen berpikir kritis yang akan kita nilai. Cara terbaik adalah dengan menggunakan
penggabungan berbagai metode sehingga gambaran kemampuan berpikir kritis individu
cukup valid (APA, 1990).

Alat ukur berpikir kritis cukup banyak, salah satunya Watson Glaster Critical
Thinking Aprasial (WGCTA). WGCTA oleh Watson Glaster adalah sebuah contoh alat yang
menggunakan metode mengukur outcome berpikir kritis dari komponen atau stimulus yang
diberikan. Elemen berpikir kritis yang dinilai dalam alat ukur ini adalah inference,
pengenalan asumsi, deduksi, interpretasi, dan evaluasi pendapat. WGCTA form S merupakan
format terbaru yang terdiri atas 40 soal multiple choice, dengan pilihan item antara 2 sampai
5. Responden disediakan 5 skenario dan mereka diminta memilih kemungkinan penyelesaian
dari data–data yang ada. Skor penilaian dalam tiap skenario ini antara 0 sampai 40 yang
merupakan penjumlahan dari semua skor 40 soal multiple choice. Format WGCTA disusun
dengan pendekatan deduktif, dalam penyusunan instrument tersebut juga telah diuji validitas
dan reliabilitasnya (Gadzella, 1994).

Facione pada tahun 1990 menyusun instrument California Critical Thinking Skill Test
(CCTST), alat ukur ini menggunakan pendekatan berpikir induktif dan deduktif sehingga
lebih lengkap dibandingkan dengan WGCTA. CCTST telah diuji validitas dan realibilitasnya.
Instrumen ini disusun atas 34 pertanyaan pilihan ganda yang mengukur 5 elemen berpikir
kritis yaitu thinking analisis, evaluasi, inference, deduktif dan induktif reasoning. Gambaran
berpikir kritis seseorang diperoleh dari total skor untuk 34 soal yang tersedia dan tingkat
kemampuan seseorang untuk masing–masing elemen diperoleh dari skor untuk masing-
masing elemen tersebut (Facione, 2000).

Alat ukur yang lain adalah Hamilton Critical Thinking Score Rubric (HCTSR) yang
lebih fleksibel untuk mengukur berpikir kritis dalam berbagai kegiatan belajar seperti
penulisan esai, presentasi dan kegiatan pembelajaran di klinik. Elemen yang diukur dalam
instrument ini adalah interpretasi, analisis, evaluasi, inference, penjelasan dan self regulation.
Hasil buah pikiran seseorang yang dituangkan dalam tulisan, presentasi atau kegiatan belajar
yang lain, dinilai dengan menggunakan 4 skala yang mengukur 6 elemen inti critical
thinking. Proses penilaian dilakukan 2 orang atau lebih untuk meningkatkan kemampuan
berpikir kritis.
1. Berpikir kritis perlu bagi perawat
a. Penerapan profesionalisme.
b. Pengetahuan tehnis dan keterampilan tehnis dalam memberikan askep. Seorang
pemikir yang baik tentu juga seorang perawat yang baik.Diperlukan perawat, karena:

1) perawat setiap hari mengambil keputusan

2) perawat menggunakan keterampilan berfikir :

a) menggunakan pengetahuan dari berbagai subjek dan lingkungannya


b) menangani perubahan yang berasal dari stressor lingkungan
c) penting membuat keputusan.

2. Argumentasi dalam keperawatan

Sehari-hari perawat dihadapkan pada situasi harus berargumentasi untuk menenukan,


menjelaskan kebenaran, mengklarifikasi isu, memberikan penjelasan,mempertahankan
terhadap suatu tuntutan/tuduhan. Argumentasi Badman and Badman (1988) terkait dg
.konsep berfikir dalam keperawatan :

1. Berhubungan dengan situasi perdebatan.

2. Debat tentang suatu isu

3. Upaya untuk mempengaruhi individu/kelompok

4. Penjelasan yang rasional

3.Pengambilan keputusan dalam keperawatan

Sehari-hari perawat harus mengambil keputusan yang tepat.

4.Penerapan Proses Keperawatan

Perawat berfikir kritis pada setiap langkah proses keperawatan.Pengkajian :

1. mengumpulkan data dan validasi


2. Perawat melakukan observasi berfikir kritis dalam pengumpulan data.
3. Mengelola dan menggunakan ilmu-ilmu lain yang terkait.
4. Perumusan diagnosa keperawatan : Tahap pengambilan keputusan yang paling kritis.
5. Menentukan masalah dan argumen secara rasional
6. Lebih terlatih, lebih tajam dalam masalahc. Perencanaan keperawatan : pembuatan
keputusan.Critical thinking à Investigasi terhadap tujuan gunamengeksplorasi situasi,
phenomena, pertanyaan, ataumasalah untuk menuju pada hipotesa atau keputusan
secaraterintegrasi.Critical thinking : Pengujian yang rasional terhadap ide-
ide, pengaruh, asumsi, prinsip-prinsip, argumen, kesimpulan-kesimpulan, isu-isu,
pernyataan, keyakinan dan aktifitas (Bandman and Bandman, 1988). Pengujian
berdasarkan alasan ilmiah, pengembilan keputusandan kreatifitas

2.4 Elemen Berpikir Kritis

Berbagai elemen yang digunakan dalam penelitian dan komponen, pemecahan


masalah, keperawatan serta kriteria yang digunakan dengan komponen keterampilan dan
sikap berpikir kritis.

Elemen berpikir kritis antara lain:

1. Menentukan tujuan
2. Menyususn pertanyaan atau membuat kerangka masalah
3. Menujukan bukti
4. Menganalisis konsep
5. Asumsi

2.5 Indikator Berpikir Kritis

Adapun indicator dan sub-indikator menurut kesepakatan secara internasional dari


para pakar mengenai berpikir kritis (Anderson, 2003) adalah :

a. Interpretasi (interpretation)

1) Pengkategorian
2) Mengkodekan/membuat makna kalimat

3) Pengklasifikasian makna

b. Analisis (analysis)

1) Menguji dan memeriksa ide-ide

2) Mengidentifikasi argument

3) Menganalisis argumen

c. Evaluasi (evaluation)

1) Mengevaluasi dan memepertimbangkan klain/pernyataan

2) Mengevaluasi dan mempertimbangkan argumen

d. Penarikan kesimpulan (inference)

1) Menyangsikan fakta atau data

2) Membuat berbagai alternative konjektur

3) Menjelaskan kesimpulan

e. Penjelasan (explanation)

1) Menuliskan hasil

2) Mempertimbangkan prosedur

3) Menghadirkan argument

f. Kemandirian (self-regulation)

1) Melakukan pengujian secara mandiri

2) Melakukan koreksi secara mandiri


Sedangkan indicator berpikir kritis yang berkaitan pembelajaran di dalam kelas
menurut Ennis (Innabi, 2003) adalah :

Indikator umum :

a. Kemampuan (abilities)

1) Fokus pada suatu isu spesifik

2) Menyimpan tujuan umum dalam pikiran

3) Menanyakan pertanyaan-pertanyaan klarifikasi

4) Manyakan pertanyaan-pertanyaan penjelas

5) Memperhatikan pendapat siswa, salah maupun benar kemudian mendiskusikannya


6) Mengkoneksikan pengetahuan sebelumnya dengan pengetahuan yang baru

7) Secara tepat menggunakan pernyataan atau symbol

8) Menyediakan informasi dalam suatu cara yang sistematis

9) Kekonsistenan dalam pernyataan-pernyataan

b. Pengaturan (dispositions)

1) Menekankan kebutuhan untuk mengidentifikasi tujuan dan apa yang seharusnya


dikerjakan sebelum menjawab

2) Menekankan kebutuhan untuk mengidentifikasi informasi yang diberikan sebelum


menjawab

3) Mendorong siswa untuk mencari informasi yang diperlukan

4) Mendorong siswa untuk menguji solusi uang diperoleh

5) Memberi kesempatan kepada siswa untuk merepresentasikan informasi dengan


menggunakan table, grafik, dan lain-lain.
Indikator-indikator yang berkaitan dengan isi (konten) :

a. Konsep (concept)

1) Mengidentifikasi karakteristik konsep

2) Membandingkan konsep dengan konsep lain

3) Mengidentifikasi contoh konsep dengan jastifikasi yang diberikan

4) Mengidentifikasi kontra contoh konsep yang diberikan

b. Generalisasi (generalization)

1) Menentukan konsep-konsep yang termuat dalam generalisasi dan keterkaitannya


2) Menentukan kondisi-kondisi dalam menerapkan generalisasi

3) Menetukan rumusan-rumusan yang berbeda dari generalisasi (situasi khusus)

4) Menyediakan bukti pendukung untuk generalisasi

c. Algoritma dan keterampilan (algoritms and skills)

1) Mengklarifikasi dasar konseptual dari keterampilan

2) Membandingkan performan siswa dengan performan yang patut dicontoh

d. Pemecahan masalah (problem solving)

1) Merancang bentuk umum untuk tujuan penyelesaian

2) Menentukan informasi yang diberikan

3) Menentukan relevansi dan tidak relevansinya suatu informasi

4) Memilih dan menjastifikasi suautu strategi untuk memecahkan masalah

5) Menentukan dan mendeduksi sub-tujuan yang mengarah pada tujuan

6) Menyarankan metode alternative untuk memecahkan masalah


7) Menentukan keserupaan dan perbedaan suatu masalah yang diberikan dan masalah lain.

2.6 Model Berpikir Kritis Dalam Keperawatan

Dalam penerapan pembelajaran pemikiran kritis di pendidikan keperawatan, dapat


digunakan tiga model, yaitu: feeling, vision model, dan examine model yaitu sebagai berikut:

1. Feling Model

Model ini menerapkan pada rasa, kesan, dan data atau fakta yang ditemukan. Pemikir
kritis mencoba mengedepankan perasaan dalam melakukan pengamatan, kepekaan dalam
melakukan aktifitas keperawatan dan perhatian. Misalnya terhadap aktifitas dalam
pemeriksaan tanda vital, perawat merasakan gejala, petunjuk dan perhatian kepada
pernyataan serta pikiran klien.

2. Vision model

Model ini dingunakan untuk membangkitkan pola pikir, mengorganisasi dan


menerjemahkan perasaan untuk merumuskan hipotesis, analisis, dugaan dan ide tentang
permasalahan perawatan kesehatan klien, beberapa kritis ini digunakan untuk mencari
prinsip-prinsip pengertian dan peran sebagai pedoman yang tepat untuk merespon ekspresi.

3. Exsamine model

Model ini dungunakan untuk merefleksi ide, pengertian dan visi. Perawat menguji ide
dengan bantuan kriteria yang relevan. Model ini digunakan untuk mencari peran yang tepat
untuk analisis, mencari, meguji, melihat konfirmasi, kolaborasi, menjelaskan dan menentukan
sesuatu yang berkaitan dengan ide.

Model berfikir kritis dalam keperawatan menurut para ahli:

a.Costa and colleagues (1985)

Menurut costa and colleagues klasifikasi berpikir dikenal sebagai ‘the six Rs” yaitu:

1. Remembering ( mengingat)
2. Repeating (mengulang)

3. Reasoning (memberi alasan)

4. Reorganizing (reorganisasi)

5. Relating (berhubungan)

6. Reflecting (merenungkan)

b.Lima model berpikir kritis

1. Total recall

2. Habits ( kebiasaan)

3. Inquiry ( penyelidikan / menanyakan keterangan )

4. New ideas and creativity

5. Knowing how you think (mengetahui apa yang kamu pikirkan)

Ada empat alasan berpikir kritis yaitu: deduktif, induktif, aktifitas informal, aktivitas
tiap hari, dan praktek. Untuk menjelaskan lebih mendalam tentang defenisi tersebut, alasan
berpikir kritis adalah untuk mengenalisis penggunaan bahasa, perumusan masalah,
penjelasan, dan ketegasan asumsi, kuatnya bukti-bukti,menilai kesimpulan, membedakan
antara baik dan buruknya argumen serta mencari kebenaran fakta dan nilai dari hasil yang
diyakini benar serta tindakan yang dilakukan.

2.7 Analisa berpikir kritis

1. Analisis kritis merupakan suatu cara untuk mencoba memahami kenyataan kejadian
atau peristiwa dan pernyataan yang ada dibalik makna yang jelas atau makana
langsung. Analisis kritis mempersaratkan sikap untuk berani menentang apa yang
dikatakan atau dikemukaan oleh pihak-pihak yang berkuasa
2. Analisis kritis merupakan suatu kapesitas potensi yang dimiliki oleh semua orang
demikian analisis kritis tetap akan tumpul dan tidak berkembang apabila tidak di asa
atau dipraktekan
3. Analisis kritis merupakan upaya peribadi atau upaya kolektif
4. Analisis kritis menentukan kemungkinan sesuatu kesempatan yang lebih baik ke arah
langka untuk memperbaiki kenyataan atau situasi yang telah dianalisis.
5. Peran terpenting untuk melaksanakan analisis kritis bukanlah serangkaian langkah
atau pertanyaan yang berangkat dari ketidak tahuan menuju kepencerahan.
6. Analisis kritis juga mencoba memahami riwayat pernyataan situasi atau masalah yang
perlu dipahami. Analisis kritis mengkaji situasi atau peristiwa yang tengah dalam
proses perubahan.

2.8 Latar Belakang Berpikir Kritis dalam Keperawatan


Saat perawat bertemu clien, perawat akan selalu menggunakan pemikiran. Misalnya,
menggunakan pemikiran untuk mengumpulkan data dan membuat kesimpulan. Setelah
membu at kesimpulan perawat akan menerapkan prblemsolving dengan melakukan sesuatu
pemecahan masalah guna memenuhi kebutuhan dasar klein. Penerapan berpikik kritis dalam
proses keperawatan diintregrasikan dalam tahap-tahap proses keperawatan dan digunakan
untuk pengkajian rumusan diaknusis perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi keperawatan.

● Berfikir Kritis dalam Tahap Pengkajian dan Diagnosis


Berpikir kritis pada tahap pengkajian adalah proses pemahaman tentang informasi apa
yang dikumpulkan, metode pengumpulan data yang akan dilakukan, berpikir tentang
kesesuaian informasi, dan membuat suatu kesimpulan tentang respons klien terhadap kondisi
sakitnya.
Perumusan masalah keperawatan merupakan kesimpulan dari hasil pengkajian dan
mengandung dua kategori mendasar, yaitu kekuatan dan perhatian terhadap masalah
kesehatan klien. Perhatian terhadap masalah meliputi kemampuan perawat untuk mengatasi
masalah secara mandiri, an perlunya keterlibatan profesi lain dan bekerja sama secara
interdisiplin, serta perlu/tidaknya perawatan klien yang harus dirujuk ke tenaga kesehatan
lain. Dengan demikian, berpikir kritis pada tahap pengkajian meliputi kegiatan
mengumpulkan data dan validasi.
Perumusan diagnosis keperawatan merupakan tahap pengambilan keputusan yang
paling kritis, karena harus menentukan masalah dan argumentasi secara rasional. Oleh karena
itu, perlu dilatih sehingga lebih tajam dalam mengidentifikasi masalah.

● Berpikir Kritis dalam Tahap Perencanaan


Berpikir dalam perencanaan brarti menggunakan pengetahuan untuk mengembangkan
hasil untuk diharapkan. Selain itu juga memerlukan keterampilan guna mensintesis ilmu yang
dimiliki untuk memilih tindakan yang tepat. Perencanaan asuhan keperawatan biasanya
ditulis berisikan di mana dan bagaimana menolong klien berdasarkan responsnya terhadap
kondisi penyakit. Bekerja dengan klien untuk memecahkan masalah yang dihadapinya adalah
hal yang paling prioritas, begitu juga mengembangkan tujuan perawatan dan bekerja sama
dalam pencapaian tujuannya.

● Berpikir Kritis dalam Tahap Implementasi


Berfikir kristis pada tahap implementasi tindakan keperawatan adalah keterampilan
dalam menguji hipotesis, karena tindakan keperawatn adalah tindakan nyata yang
menentukan tingkat keberhasilan untuk mencapai tujuan. Bekerja melalui aktivitas khusus,
yaitu asuhan keperawatan untuk membantu mencapai tujuan dalam perencanaan
keperawatan, akan selalu menggunakan pikiran tentang apa yang harus dilakukan, kapan, di
mana, mengapa, dan bagaimana intervensi keperawatan itu dilakukan.

● Berpikir Kritis dalam Tahap Evaluasi


Berpikir kritis dalam tahap evaluasi adalah mengkaji efektivitas tindakan di mana
perawat harus dapat mengambil keputusan tentang pemenuhan kebutuhan dasar klien, dan
memutuskan apakah tindakan keperawatan perlu diulang. Berpikir dan kumpulkan informasi
tentang respons klien setelah beberapa tindakan keperawatan dilakukan. Bekerja sama
dengan klien dalam rangka evaluasi tindakan keperawatan adalah sangat penting. Berpikir
kritis dalam tahap evaluasi ini dapat dilakukan dengan menggunakan model konsep total
recall.

2.9 Karakteristik Berpikir Kritis dalam Keperawatan


Berikut ini adalah karakteristik dari proses berpikir kritis dan penjabarannya.
1. Konseptualisasi
Konseptualisasi artinya proses intelektual membentuk suatu konsep. Dan
konseptualisasi merupakan pemikiran abstrak yang digeneralisasi secara otomatis menjadi
simbol-simbol dan disimpan di dalam otak.

2. Rasional dan Beralasan (reasonable)


Artinya argumen yang diberikan selalu berdasarkan analisis dan mempunyai dasar
kuat dari fakta atau fenomena nyata.

3. Reflektif
Artinya bahwa seorang pemikir kritis tidak menggunakan asumsi atau persepsi dalam
berpikir atau mengambil keputusan, tetapi akan menyediakan waktu untuk mengumpulkan
data dan menganalisisnya berdasarkan disiplin ilmu, fakta, dan kejadian.

4. Bagian dari suatu sikap


Yaitu bagian dari suatu sikap yang harus diambil. Pemikir kritis akan selalu menguji
apakah sesuatu yang dihadapi itu lebih baik atau lebih buruk dibanding yang lain, dengan
menjawab pertanyaan mengapa bisa begitu dan bagaimana seharusnya.

5. Kemandirian Berpikir
Seorang pemikir kritis selalu berpikir dalam dirinya, tidak pasif menerima pemikiran
dan keyakinan orang lain, menganalisis semua isu, memutuskan secara benar, dan dapat
dipercaya.

6. Berpikir Kritis Adalah Berpikir Kreatif


Maksudnya yaitu selalu menggunakan ketrampilan intelektualnya untuk mencipta
berdasarkan suatu pemikiran yang baru dan dihasilkan dari sintesis beberapa konsep.

7. Berpikir Adil dan Terbuka


Yaitu mencoba untuk berubah, dari pemikiran yang salah dan kurang menguntungkan
menjadi benar dan lebih baik. Perubahan dilakukan dengan penuh kesabaran dan kemauan,
kemudian hasilnya disosialisasikan beserta argumentasi mengapa memilih dan
memutuskan seperti itu.

8. Pengambilan Keputusan Berdasarkan Keyakinan


Berpikir kritis digunakan untuk mengevaluasi suatu argumentasi dan kesimpulan,
mencipta sesuatu pemikiran baru dan alternatif solusi tindakan yang akan diambil.

2.10 Cara Berpikir Kritis Yang Baik


a. Mengenali Masalah ( Defining and dlarifying problem)
1. Mengidentifikasi isu-isu atau permasalahan pokok.
2. Membandingkan kesamaan dan perbedaan-perbedaan.
3. Memilih informasi yang relevan.
4. Merumuskan /memformulasikan masalah.
b. Menilai informasi yang relevan
1. Menyeleksi fakta, opini, hasil nalar/judgment.
2. Mengecek konsistensi.
3. Mengidentifikasi asumsi.
4. Mengenali kemungkinan faktor stereotip.
5. Mengenali kemungkinan emosi, propaganda, salah penafsiran kalimat.
6. Mengenali kemungkinan perbedaan informasi orientasi nilai dan ideologi.
c. Pemecahan Masalah / Penarikan kesimpulan
1. Mengenali data-data yang diperlukan dan cukup tidaknya data.
2. Meramalkan konsekuensi yang mungkin terjadi dari keputusan/pemecahan
masalah/kesimpulan yang diambil.

2.11 Model dari Berpikir Kritis


Dalam berpikir kritis terdapat beberapa model, yaitu:

1. Ingatan Total (T)


Berarti mengingat atau mempelajari beberapa fakta atau tempat dan bagaimana cara
untuk menemukannya ketika dibutuhkan. Fakta-fakta ini disimpan dalam ingatan atau
pikiran, baik untuk jangka pendek maupun jangka panjang. Memori merupakan suatu
proses yang kompleks. Beberapa orang dapat mengingat banyak fakta-fakta yang
tampaknya asing tanpa berupaya keras, sementara orang lain harus berupaya keras.

2. Kebiasan (H)
Kebiasaan adalah pendekatan berpikir yang sering kali diulang sehingga menjadi sifat
alami kedua. Kebiasaan menghasilkan cara-cara yang dapat diterima dalam melakukan
segala hal. Kebiasaan memungkinkan seseorang melakukan suatu tindakan tanpa harus
memikirkan sebuah metode dari setiap kali ia akan bertindak. Ada kebiasaan lain yang
asal pemikirannya tidak jelas, ini adalah proses intuitif. Intuisi sering dijelaskan sebagai
sebuah “reaksi dari dalam diri”. Polanyi (1964) menjelaskan fenomena serupa, yang
disebut “pengetahuan yang diam”, yaitu langkah penemuan pengetahuan itu tidak dapat
diidentifikasikan.

3. Penyelidikan (I)
Penyelidikan adalah memeriksa isu secara sangat mendetail dan mempertanyakan isu
yang mungkin segera tampak dengan jelas. Apabila anda menggunakan tingkat pertanyaan
ini dalam situasi sosial, anda akan disebut “terlalu memaksa”. Penyelidikan termasuk
menggali dan mempertanyakan segala hal terutama asumsi pribadi seseorang dalam situasi
tertentu. Penyelidikan berarti tidak menilai sesuatu berdasarkan bentuk luarnya, mencari
faktor-faktor yang kurang jelas, meragukan semua pesan pertama, dan memeriksa segala
sesuatu, walaupun hal tersebut tampak tidak bermakna.

4. Ide baru dan Kreativitas (N)


Ide baru dan Kreativitas merupakan model berpikir yang sangat khusus bagi anda. Ide
baru dan Kreativitas sangat penting dalam keperawatan karena merupakan akar dari
asuhan yang diindividualisasi atau asuhan yang sesuai dengan spesifikasi klien. Banyak
hal yang dipelajari perawat yang harus digabungkan, disesuaikan, dan dikerjakan ulang
untuk menyesuaikan dengan setiap situasi klien yang unik.

5. Mengetahui Bagaimana Anda Berpikir (K)


Mengetahui bagaimana anda berpikir adalah model T.H.I.N.K. yang terakhir, tetapi
bukan tidak penting, berarti berpikir tentang pemikiran seseorang. Berpikir tentang
pemikiran disebut “metakognisi” sebuah kata yang terdiri dari kata awalan, “meta”, yang
berarti “diantara atau ditengah-tengah dari”, dan “kognisi”, yang berarti “proses
mengetahui”. Apabila anda berada ditengah-tengah proses mencari tahu, Anda akan
mengetahui bagaimana Anda berpikir. Mengetahui bagaimana anda berpikir tidak
sesederhana seperti yang terdengar. Sebagian besar kita “hanya berpikir”, kita tidak
menghabiskan banyak waktu untuk merenungkan bagaimana kita berpikir.
2.12 Hak dan Kewajiban Perawat

Hak Perawat

1. Perawat berhak mendapatkan perlindungan hukum dalam melaksanakan tugas sesuai


dengan profesinya.
2. Perawat berhak untuk mengembangkan diri melalui kemampuan spesialisasi sesuai
dengan latar belakang pendidikannya.
3. Perawat berhak untuk menolak keinginan klien yang bertentangan dengan peraturan
perundang-undangan serta setandar dan kode etik profesi.
4. Perawat berhak mendapatkan informasi lengkap dari klien atau keluarganya tentang
keluhan kesehatan dan ketidakpuasan terhadap pelayanan yang diberikan.
5. Perawat berhak untuk mendapatkan ilmu pengetahuannya berdasarkan perkembangan
ilmu pengetahuan dan teknologi dalam bidang keperawatan /kesehatan secara terus
menerus.
6. Perawat berhak untuk diperlakukan secara adil dan jujur baik oleh institusi pelayanan
maupun oleh klien.
7. Perawat berhak mendapatkan jaminan perlindungan terhadap resiko kerja yang dapat
menimbulkan bahayaa baik secara fisik maupun stres emosional.
8. Perawat berhak diikutsertakan dalam penyusunan dan penetapan kebijaksanaan
pelayanan kesehatan.
9. Perawat berhak atas privasi dan berhak menuntut apabila nama baiknya dicemarkan
oleh klien dan / keluarganya serta tenaga kesehatan lainnya.
10. Perawat berhak untuk menolak dipindahkan ke tempat tugas lain, baik melalui anjuran
maupun pengumuman tertulis karena diperlukan, untuk melakukan tindakan yang
bertentangan dengan standar profesi atau kode etik leperawatan atau aturan
perundang-undangan lainnya.
11. Perawat berhak untuk mendapatkan penghargaan dan imbalan yang layak atas jasa
profesi yang diberikannya atas dasar perjanjian atau ketentuan yang berlaku di
institusi pelayanan yang bersangkutan.
12. Perawat berhak untuk memperoleh kesempatan untuk mengembangkan karier sesuai
dengan bidang profesinya.

Hak Perawat menurut Claire Fagin (1975)


1. Hak untuk memperoleh martabat dalam rangka mengekspresikan dan meningkatkan
dirinya melalui penggunaan kemampuan khususnya dan latar belakang
pendidikannya.
2. Hak untuk memperoleh pengakuaan sehubungan dengan kontribusinya melalui
ketetapan yang diberikan lingkungan untuk praktik yang dijalankan, serta imbalan
ekonomi sehubungan dengan profesinya.
3. Hak untuk mendapatkan lingkungan kerja dengan stres fisik dan emosional,serta
resiko kerja yang seminimal mungkin.
4. Hak untuk melakukan praktik profesi dalam batas- batas hukum yang berlaku
5. Hak untuk menetapkan standar yang bermutu dalam perawatan yang dilakukan.
6. Hak untuk berpartisipasi dalam pembuatan kebijakan yang berpengaruh terhadap
keperawatan.
7. Hak untuk berpartisipasi dalam organisasi sosial dan politik yang mewakili perawat
dalam meningkatkan asuhan kesehatan.

Kewajiban Perawat

1. Perawat wajib mematuhi semua peraturan institusi yang bersangkutan.


2. Perawat wajib memberikan pelayanan atau asuhan keperawatan sesuai dengan standar
profesi dan batas kegunaannya.
3. Perawat wajib menghormati hak klien.
4. Perawat wajib merujuk klien kepada perawat atau tenaga kesehatan lain yang
mempunyai keahlian atau kemampuan yang lebih baik bila yang bersangkutan tidak
dapat mengatasinya.
5. Perawat wajib memberikan kesempatan kepada klien untuk berhubungan dengan
keluarganya, sepanjang tidak bertentangan dengan peraturan atau standar profesi yang
ada.
6. Perawat wajib memberikan kesempatan kepada klien untuk menjalankan ibadahnya
sesuai dengan agama atau kepercayaan masing- masing selama tidak mengganggu
klien yang lainnya.
7. Perawat wajib berkolaborasi dengan tenaga medis atau tenaga kesehatan terkait
lainnya dalam memberikan pelayanan kesehatan dan keperawatan kepada klien.
8. Perawat wajib memberikan informasi yang akurat tentang tindakan keperawatan yang
diberikan kepada pasien/klien dan atau keluarganya sesuai dengan batas
kemampuannya.
9. Perawat wajin meningkatkan mutu pelayanan keperawatannya sesuai denga standar
profesi keperawatan demi kepuasan pasien/klien.
10. Perawat wajib membuat dokumentasi asuhan keperawatan secara akurat dan
berkesinambungan.
11. Perawat wajib mengikuti perkembangan IPTEK keperawatan atau kesehatan secara
terus menerus.
12. Perawat wajib melakukan pelayanan darurat sebagai tugas kemanusiaan sesuai
dengan batas kewenangannya.
13. Perawat wajib merahasiakan segala sesuatu yang diketahuinya tentang klien , kecuali
jika diminta keterangan oleh pihak yang berwenang.
14. Perawat wajib memenuhi hal-hal yang telah disepakati atau perjanjian yang telah
dibuat sebelumnya terhadap institusi tempat bekerja.

2.13 Hak dan Wewenang Dokter

Ditinjau dari sudut pandang sosiologi hukum, maka dokter yang melakukan hubungan
medis atau transaksi terapeutik terhadap pasien, masing-masing mempunyai kedudukan dan
peranan. Kedudukan merupakan wadah hak-hak dan kewajiban-kewajiban, sedangkan
peranan tidak lain merupakan pelaksanaan hak-hak dan kewajiban-kewajiban masing-masing
pihak tersebut. Dengan demikian secara sederhana dapat dikatakan bahwa, hak merupakan
kewenangan dokter dan pasien untuk berbuat atau tidak berbuat, sedangkan kewajiban tidak
lain merupakan beban atau tugas yang harus dilaksanakan, sehingga hak dan kewajiban
merupakan pasangan, oleh karena di mana ada hak, disitulah ada kewajiban dan begitu
sebaliknya.

Berkaitan dengan hal di atas, Alexandra Indriyanti Dewimengemukakan beberapa hak


dan kewajiban dokter dalam pelayanan kesehatan. Adapun hak-hak dokter yang dimaksud
berupa :
a) Hak untuk melakukan praktik kedokteran setelah memperoleh surat izin dokter dan surat
izin praktik;

b) Hak untuk memperoleh informasi yang benar dan lengkap dari pasiennya tentang
penyakitnya;

c) Hak untuk bekerja sesuai dengan standar profesinya;

d) Hak untuk menolak melakukan tindakan medik yang bertentangan dengan etika, hukum,
agama dan hati nuraninya;

e) Hak untuk mengakhiri hubungan dengan pasiennya, jika menurut penilaiannya kerja
sama dengan pasiennya tidak ada gunanya lagi kecuali dalam keadaan darurat;

f) Hak atas privasi dokter dalam kehidupan pribadinya;

g) Hak untuk memperoleh ketenteraman bekerja dengan jaminan yang layak di dalam
memberikan kenyamanan dan suasana kerja yang baik;

h) Hak untuk mengeluarkan surat-surat keterangan dokter;

i) Hak untuk menerima imbalan jasa;

j) Hak untuk menjadi anggota perhimpunan profesi

k) Hak untuk membela diri.

Hak-hak dokter yang dapat dinikmati dalam penyelenggaraan pelayanan kesehatan


sebagaimana diuraikan di atas, diatur lebih tegas dalam ketentuan Pasal 50 Undang-Undang
No. 29 tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran yang menyatakan antara lain sebagai berikut :

“Dokter atau dokter gigi dalam melaksanakan praktik kedokteran mempunyai hak :

a) Memperoleh perlindungan hukum sepanjang melaksanakan tugas sesuai dengan standar


profesi dan standar prosedur operasional;

b) Memberikan pelayanan medis menurut standar profesi dan standar prosedur


operasional;
c) Memperoleh informasi yang lengkap dan jujur dari pasien atau keluarganya; dan

d) Menerima imbalan jasa”.

Dari hak-hak dokter sebagaimana ditentukan dalam Pasal 50 di atas, nampak bahwa
dokter berhak untuk mendapatkan perlindungan hukum dari tindakan medis yang telah
dilakukan, sepanjang apa yang telah dilakukan dokter atau dokter gigi sesuai standar profesi
dan standar prosedur operasional. Dengan kata lain, bilamana dokter atau dokter gigi telah
melakukan tindakan medis sesuai standar profesi dan standar prosedur operasional tidak
dapat dituntut secara hukum di persidangan lembaga peradilan.

Di samping hak-hak tersebut di atas, dokter sebagai pengemban profesi dalam


pelayanan kesehatan, dibebani pula dengan kewajiban-kewajiban sebagaimana dikemukakan
oleh Alexandra Indriyanti Dewiantara lain sebagai berikut :

a) Setiap dokter harus menjunjung tinggi, menghayati dan mengamalkan sumpah


kedokteran;

b) Setiap dokter harus senantiasa melakukan profesinya menurut ukuran tertinggi;

c) Dalam melakukan pekerjaan kedokterannya, dokter tidak boleh dipengaruhi oleh


pertimbangan keuntungan pribadi;

d) Setiap dokter wajib melindungi makhluk insani;

e) Dalam melakukan pekerjaannya, seorang dokter harus mengutamakan kepentingan


masyarakat dan memperhatikan semua aspek pelayanan kesehatan yang menyeluruh, serta
berusaha menjadi pendidik dan pengabdi masyarakat yang sebenarnya;

f) Setiap dokter wajib bersikap tulus ikhlas dan menggunakan segala ilmu dan
keterampilannya untuk kepentingan penderita;

g) Setiap dokter wajib merahasiakan segala sesuatu yang diketahuinya tentang seorang
penderita, bahkan setelah penderita meninggal dunia;

h) Setiap dokter wajib melakukan pertolongan darurat sebagai tugas kemanusiaan,


kecuali bila ia yakin ada orang lain bersedia dan mampu memberikannya;
i) Setiap dokter tidak diperbolehkan mengambil alih penderita dari teman sejawatnya
tanpa persetujuannya.

2.14 Kolaborasi Antara Perawat dan Dokter

TREND DAN ISSUE YANG TERJADI

Hubungan perawat-dokter adalah satu bentuk hubungan interaksi yang telah cukup
lama dikenal ketika memberikan bantuan kepada pasien.Perspektif yang berbeda dalam
memendang pasien,dalam prakteknya menyebabkan munculnya hambatan-hambatan teknik
dalam melakukan proses kolaborasi. Kendalap sikologi keilmuan dan individual, factor
sosial, serta budaya menempatkan kedua profesi ini memunculkan kebutuhan akan upaya
kolaborsi yang dapat menjadikan keduanya lebih solid dengan semangat kepentingan pasien.

Berbagai penelitian menunjukkan bahwa banyak aspek positif yang dapat timbul jika
hubungan kolaborasi dokter-perawat berlangsung baik. American Nurses Credentialing
Center (ANCC) melakukan risetnya pada 14 Rumah Sakit melaporkan bahwa hubungan
dokter-perawat bukan hanya mungkin dilakukan, tetapi juga berlangsung pada hasil yang
dialami pasien ( Kramer dan Schamalenberg, 2003). Terdapat hubungan kolerasi positif
antara kualitas huungan dokter perawat dengan kualitas hasil yang didapatkan pasien.

Hambatan kolaborasi dokter dan perawat sering dijumpai pada tingkat profesional dan
institusional. Perbedaan status dan kekuasaan tetap menjadi sumber utama ketidaksesuaian
yang membatasi pendirian profesional dalam aplikasi kolaborasi. Dokter cenderung pria, dari
tingkat ekonomi lebih tinggi dan biasanya fisik lebih besar dibanding perawat, sehingga iklim
dan kondisi sosial masih mendkung dominasi dokter. Inti sesungghnya dari konflik perawat
dan dokter terletak pada perbedaan sikap profesional mereka terhadap pasien dan cara
berkomunikasi diantara keduanya.

Dari hasil observasi penulis di Rumah Sakit nampaknya perawat dalam memberikan
asuhan keperawatan belum dapat melaksanakan fungsi kolaborasi khususnya dengan dokter.
Perawat bekerja memberikan pelayanan kepada pasien berdasarkan instruksi medis yang juga
didokumentasikan secara baik, sementara dokumentasi asuhan keperawatan meliputi proses
keperawatan tidak ada. Disamping itu hasil wawancara penulis dengan beberapa perawat
Rumah Sakit Pemerintah dan swasta, mereka menyatakan bahwa banyak kendala yang
dihadapi dalam melaksanakan kolaborasi, diantaranya pandangan dokter yang selalu
menganggap bahwa perawat merupakan tenaga vokasional, perawat sebagai asistennya, serta
kebijakan Rumah Sakit yang kurang mendukung.

Isu-isu tersebut jika tidak ditanggapi dengan benar dan proporsional dikhawatirkan
dapat menghambat upaya melindungi kepentingan pasien dan masyarakat yang
membutuhkan jasa pelayang kesehatan, serta menghambat upaya pengembangan dari
keperawatan sebagai profesi.

PEMAHAMAN KOLABORASI

Pemahaman mengenai prinsip kolaborasi dapat menjadi kurang berdasar jika hanya
dipandang dari hasilnya saja. Pembahasan bagaimana proses kolaborasi itu terjadi justru
menjadi point penting yang harus disikapi.bagaimana masing-masing profesi memandang arti
kolaborasi harus dipahami oleh kedua belah pihak sehingga dapat diperoleh persepsi yang
sama.

Seorang dokter saat menghadapi pasien pada umumnya berfikir, “ Apa diagnosa
pasien ini dan perawatan apa yang dibutuhkannya “ pola pemikiran seperti ini sudah
terbentuk sejak awal proses pendidikannya.Sudah dijelaskan secara tepat bagaimana
pembentukan pola berfikir seperti itu apalagi kurikulum kedokteran terus
berkembang.Mereka juga diperkenalkan dengan lingkungan klinis dibina dalam masalah
etika,pencatatan riwayat medis,pemeriksaan fisik serta hubungan dokter dan
pasien.Mahasiswa kedokteran pra-klinis sering terlibat langsung dalam aspek psikososial
perawatan pasien melalui kegiatan tertentu seperti gabungan bimbingan-pasien.Selama
periode tersebut hampir tidak ada kontak formal dengan para perawat,pekerja sosial atau
profesional kesehatan lain.Sebagai praktisi memang mereka berbagi linkungan kerja dengan
para perawat tetapi mereka tidak dididik untuk menanggapinya sebagai
rekanan/sejawat/kolega.

Dilain pihak seorang perawat akan berfikir,apa masalah pasien ini? Bagaimana pasien
menanganinya? ,bantuan apa yang dibutuhkannya? dan apa yang dapat diberikan kepada
pasien Perawat dididik untuk mampu menilai status kesehatan pasien, merencanakan
interfensi, melaksanakan rencana, mgevaluasi hasil dan menilai kembali sesuai kebutuhan.
Para pendidik menyebutnya sebagai proses keperawatan. Inilah yang dijadikan dasar
argumentasi bahwa profesi keperawatan didasari oleh disiplin ilmu yang membantu individu
sakit atau sehat dalam menjalankan kegiatan yang mendukung kesehatan atau pemulihan
sehingga pasien bisa mandiri.

Sejak awal perawat didik mengenal perannya dan berinteraksi dengan pasien. Praktek
keperawatan menggabungkan teori dan penelitian perawatan dalam praktek rumah sakit dan
praktek pelayanan kesehatan masyarakat. Para pelajar bekerja di unit perawatan pasien
bersama staf perawatan untuk belajar merawat,menjalankan prosedur dan menginternalisasi
peran.

Kolaborasi merupakan proses komplek yang membutuhkan shering pengetahuan yang


direncanakan yang disengaja,dan menjadi tanggung jawab bersama untuk merawat pasien.
Kadangkala itu terjadi dalam hubungan yang lama antara tenaga profesional.
Kolaborasi adalah suatu proses dimana praktisi keperawatan atau perawat klinik bekerja
dengan dokter untuk memberikan pelayanan kesehatan dalam lingkup praktek profesional
keperawatan, dengan pengawasan dan supervisi sebagai pemberi petunjuk pengembangan
kerjasama atau mekanisme yang ditentukan oleh perturan suatu negara dimana pelayanan
diberikan. Perawat dan dokter merencanakan dan mempraktekkan sebagai kolega, bekerja
saling ketergantungan dalam batas-batas lingkup praktek dengan berbagi nilai-nilai dan
pengetahuan serta respek terhadap orang lain yang berkonstribusi terhadap perawatan
individu, keluarga dan masyarakat.

2.15 Contoh Kasus

AKAN MENGAMBIL TINDAKAN NAMUN TERHALANG OTORITAS

Seorang perawat berada dalam situasi ketika pasien mengalami hipotensi dan dia
ingin menolong pasien. Tetapi, dia tidak bisa melakukan itu tanpa perintah dokter. Karena itu
adalah kewenangan dokter. Sementara dokter tidak ada di tempat.

Pembahasan

Rumusan Masalah :
Apakah perawat harus mengambil tindakan untuk menolong pasien menormalkan
tekanan darahnya atau tidak?

Argumen :

Hipotensi merupakan penyakit tekanan darah rendah yang biasanya ditandai dengan
kondisi pasien yang melemah, kepala pusing dan pembuluh darah pasien biasanya
mengendur.

Perawat harus melakukan tindakan dasar atau melakukan pertolongan pertama pada
pasien agar kondisi pasien tidak menjadi lebih parah. Jika tidak segera ditolong bisa
menyebabkan kondisi yang lebih parah dan bisa berakibat fatal. Kemudian setelah itu
perawat sesegera mungkin menghubungi dokter agar mendapatkan perintah untuk melakukan
proses penanganan pasien selanjutnya.

Deduksi :

Pada pasien yang menderita hipotensi, sebaiknya perawat melakukan memberikan


pertolongan dasar yaitu, pemeriksaan fisik pasien (suhu, tekanan darah, umur, dan denyut
nadi), pasien diberi minum air, pasien ditidurkan dengan posisi kepala lebih rendah misalnya
dengan tidak diberi bantal agar suplai oksigen ke otak lebih lancar, dan setelah melakukan
pertolongan dasar kepada pasien perawat segera menghubungi (menelepon) dokter.

Induksi :

Pertolongan dasar seperti pemeriksaan fisik pasien (suhu, tekanan darah, dan denyut
nadi), pasien diberi minum air, dan pasien ditidurkan dengan posisi kepala lebih rendah
misalnya dengan tidak diberi bantal agar suplai oksigen ke otak lebih lancar, harus dilakukan
oleh perawat jika menghadapi pasien dengan keadaan hipotensi serta tak lupa segera
menghubungi (menelepon) dokter jika dokter tidak ada di tempat setelah melakukan
pertolongan dasar.

Evaluasi :

– Melakukan pertolongan dasar tanpa menelepon dokter

Positif :
Kondisi pasien akan lebih cepat membaik dan hipotensi yang diderita pasien tidak
akan bertambah parah

 Kelancaran suplai oksigen pada otak pasien dapat teratasi dengan cepat dan tepat
 Tidak akan membahayakan jiwa pasien

Negatif :

 Pasien tidak tertangani dengan sempurna karena penanganan yang dilakukan masih
sangat dasar (setengah-setengah)

– Melakukan pertolongan dasar kemudian segera menelepon dokter

Positif :

 Dokter dapat langsung memberikan perintah untuk menginjeksi pada pasien


 Waktu dan tenaga yang dibutuhkan lebih efisien, karena penanganan yang dilakukan
tidak harus menunggu kedatangan dokter melainkan melalui perintah dokter lewat
telepon
 Pasien dapat langsung diinjeksi atau diberi obat atau ditolong atau ditangani tanpa
harus menunggu kedatangan dokter
 Mempercepat memulihkan kondisi pasien

Negatif :

 Jika kasus tersebut terjadi pada daerah terpencil yang alat komunikasi masih minim
atau sulit, maka penanganan pasien dapat tertunda
 Harus mengeluarkan biaya untuk menghubungi dokter

– Menelepon Dokter untuk mendapat perintah penanganan pasien

Positif :

 Dokter dapat memberikan perintah untuk menangani pasien meski itu melalui telepon

Negatif :
 Waktu dan tindakan kurang efisien karena tindakan dasar belum dilakukan perawat
pada pasien tersebut
 Harus mengeluarkan biaya untuk menghubungi dokter

– Menunggu kedatangan dokter

Positif :

 Penanganan pasien dapat lebih intensif dan akurat


 Ketika dokter datang, dapat langsung dilakukan injeksi obat-obatan untuk mengatasi
hipotensi yang dialami pasien

Negatif :

 Bila dokter berada dalam jarak yang jauh dan tidak segera datang, maka kondisi
pasien dapat menjadi lebih parah karena tidak segera ditangani
 Membahayakan jiwa pasien karena dapat berakibat fatal (pasien tidak tertolong) jika
masih menunggu dokter

– Melakukan injeksi secara langsung tanpa menunggu dokter

Positif :

 Pasien tertangani dengan baik


 Suplai injeksi obat-obatan dapat membantu mengurangi hipotensi yang terjadi pada
pasien

Negatif :

 Perawat dapat disalahkan atau ditegor karena melakukan injeksi tanpa menunggu
dokter
 Perawat tidak menghargai wewenang dokter
 Perawat melanggar undang-undang

Keputusan :
Perawat harus melakukan pertolongan dasar pada pasien, yaitu dengan pemeriksaan
fisik pasien (suhu, tekanan darah, dan denyut nadi), lalu pasien diberi air minum, dan pasien
ditidurkan dengan posisi kepala lebih rendah misalnya dengan tidak diberi bantal agar suplai
oksigen ke otak lebih lancar. Kemudian, setelah melakukan pertolongan dasar kepada pasien
perawat segera menghubungi (menelepon) dokter yang bersangkutan sehingga perawat
tersebut dapat segera menerima perintah dari dokter untuk melakukan injeksi obat-obatan
atau penanganan yang lain.
BAB 3
PENUTUP

3.1. Kesimpulan
Berpikir kritis dalam keperawatan adalah suatu komponen penting dalam
mempertanggungjawabkan profesionalisme dan kualitas pelayan asuhan keperawatan.
Berpikir kritis merupakan pengujian rasional terhadap ide, pengaruh, asumsi, prisip,
argumen, kesimpulan, isu, pertanyaan, keyakinan, dan aktivitas.
Proses keperawatan yang didasarkan pada paradigma model adaptasi dari Roy dan
PNI mempunyai kerangka berpikir kritis yang dapat dipertanggung jawabkan kebenarannya
secara koherensi. Sakit terjadi jika individu tidak mampu beradaptasi secara holistis dari
stresor yang didapatkan. Intervensi keperawatan bertujuan sebagai stimulus terhadap stres
(sakit) yang berperan memperbaiki jenis koping (cognator) individu melalui proses
pembelajaran. Perbaikan respons cognator berpengaruh terhadap sistem hormonal yang
dirambatkan melalui mekanisme HPA-Aksis mempunyai efek terhadap respons imunitas (Th)
dalam Roy disebut regulator.

3.2. Saran
Demikian atas ulasan dari makalah ini dari penulis untuk memperjelas dalam
pembahasan “Konsep Berpikir Kritis Dalam Keperawatan”. apabila ada kekeliruan atau
tidak jelasnya dalam makalah ini dapat menghubungi penulis, dan apabila ada kekurangan
dari materi ini diharapkan pembaca dapat membantu dalam memperbaiki makalah
ini.terimakasih.
DAFTAR PUSTAKA

Deswani. 2009. Proses Keperawatan dan Berpikir Kritis. Jakarta: Salemba Medika.
Nursalam. 2003. Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan. Jakarta:
Salemba Medika.
Nursalam. 2009. Proses dan Dokumentasi Keperawatan: Konsep dan Praktik. Jakarta:
Salemba Medika.
Rubenfeld, M, Gaie. 2006. Berpikir Kritis dalam Keperawatan. Jakarta: EGC.
Rubenfeld, M, Gaie. 2010. Berpikir Kritis untuk Perawat: Strategis Berbasis Kompetensi.
Jakarta:EGC

Anda mungkin juga menyukai